bahan paper.pdf

Upload: astariwulandari

Post on 06-Jul-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    1/25

      1

    PERKEMBANGAN ESTETIKA MUSIKAL SENI KARAWITAN JAWA

    DAN PENGARUHNYA TERHADAP MASYARAKAT PENDUKUNGNYA

    Oleh: Hartono

    Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

    Abstrak

    Sejak prasejarah sampai hari ini, orkes tradisional ( gamelan) telah

     berubah beberapa kali, dalam format bentuk dan angka-angka nya

    .Orkes tradisional mempunyai posisi unik ke arah proses

     pengembangan historis. Reputasinya telah terlewat dalam batasan

    dunia musik. Negara maju dan yang belajar musik dunia [itu], telah

     buat orkes tradisional [sebagai/ketika] tanda kebesaran di (dalam)

     beberapa universitas. Kemunculan orkes komputer di (dalam) abad

    ke duapuluh telah mewarnai gamelan musik Jawa. Untuk aesthetic

    yang akustik Jawa gamelan Musik telah nampak dengan nada yang

     baru [itu]. Seni tradisional diharapkan untuk ber;ubah manapun

    sektor hidup. Pembaruan [dari;ttg] tradisi musik di (dalam) jaman

    [yang] mega-speed ini telah mengharapkan proyek riset [itu] yang

    mungkin kembang;kan gaya berbakat musik kepada kecepatan

    aktivitas manusia dan pengembangan nilai-nilai budaya [dirinya]

    sendiri, membandingkan terhadap masa lampau.

    Kata Kunci : Pengembangan Estetika ,Musikal, Seni Karawitan

    Jawa, Pengaruh

    Abstract

    Since the prehistoric time to this day, traditional orchestra

    (gamelan) has changed several times, either in its forms and

    numbers. Traditional orchestra has unique position toward the

     process of historical development. Its reputation has gone beyond

    the border of music in the globe. The developed countries and

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    2/25

      2

    which is able to learn the world music, has made traditional

    orchestra as the status symbol in several universities. The

    emergence of computer orchestra in twentieth century has colored

     gamelan music of Javanese. The acoustic aesthetic of Javanese

     gamelan music has appeared with the new tone. Traditional art is

    hoped to change in any sectors of lives. The renewal of music‟s

    tradition in this mega-speed era has counted on the research

     projects which might develop musical genre to the speed of human

    activities and the evolving cultural values itself, compared to the

     past.

     Keywords: development, aesthetic, musical, Javanese gamelan

    music, influence

    PENDAHULUAN

    Gamelan Jawa merupakan

    seperangkat alat musik yang menjadi

    salah satu objek penting dalam

    lingkup pembicaraan musik di antara

    ribuan alat musik lain yang terdapat

    di dunia. Ketertarikan para sarjana

    menjadikan gamelan sebagai objek

     penelitian disebabkan oleh beberapa

    aspek keistimewaan yang terdapat di

    dalamnya. Beberapa keistimewaan

    gamelan Jawa terdapat pada aspek

    audio dan visualnya. Keistimewaan

     pada aspek audio meliputi: warna

     bunyi (tone colour ), laras ( scale

     system), embat (interval ), dan

     pelayangan ( sound wave), sedangkan

    keistimewaan pada aspek visualnya

    meliputi: bentuk, konstruksi,

    keindahan material yang dipakai, dan

    ornamennya.

    Keistimewaan pada kedua

    aspek dan dukungan kualitas pada

    aspek musikalnya mendorong

    masyarakat dunia untuk mengakui

     bahwa gamelan Jawa adalah „the

    most sophisticated music in the

    world‟ . Negara yang sudah maju dan

    mempunyai peluang untuk

    mempelajari musik dunia, misalnya:

    Amerika Serikat, Kanada, Jepang,

    Eropa, Australia, dan beberapa

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    3/25

      2

    negara lainnya telah menjadikan

    gamelan Jawa sebagai lambang

    status pada beberapa universitasnya.

    Gamelan Jawa terdiri dari

    kurang lebih dua puluh jenis

    instrumen. Bila dihitung secara

    keseluruhan dapat mencapai jumlah

    kurang lebih tujuh puluh lima buah,

    tergantung pada kebutuhan dengan

    rincian bahwa setiap instrumen

    terdiri dari dua buah untuk masing-

    masing laras (Lindsay, 1979: 3).

    Sebagian besar merupakan alat

    musik yang dikategorikan sebagai

    metallophone dari perunggu, tetapi di

    dalamnya juga terdapat alat musik

    dari kategori lainnya, yaitu:

    chordophone  (rebab, siter,

    celempung),  xylophone  (gambang),

    aerophone (suling)  dan

    membranophone  (kendang) (Nettl,

    1992: 133). Lebih spesifik

    merupakan seperangkat alat musik

    dengan laras tertentu ( slendro  atau

     pelog ) (Vetter, 2001: 43).

    Berdasarkan fungsi pada

    instrumentasinya dibagi menjadi dua,

    yaitu: (1) instrumen yang bertugas

    untuk membawakan lagu ( pamurba

    lagu), dan (2) instrumen yang

     bertugas untuk mengatur irama

    ( pamurba wirama) (Sumarsam,

    2002: 23).

    Gamelan mempunyai posisi

    yang sangat unik pada proses

     perkembangan sejarahnya (Lindsay,

    1979: 3). Reputasinya mampu

    menembus wilayah percaturan musik

    dunia. Tahun 1889-1890 mendapat

    kesempatan untuk diikutsertakan

    dalam pameran internasional di

    Paris. Beberapa keistimewaan pada

     bentuk fisik, kualitas bunyi, dan

    larasnya yang unik mengusik

     perhatian para pemusik dan

    komposer barat. Salah satunya

    adalah Claude Debussy yang

    kemudian melukiskan fantasinya

     pada sebuah komposisi baru dengan

    sentuhan gamelan di dalamnya

    (Wiranto, tt: 8).

    Secara umum gamelan adalah

    sebagai salah satu media ekspresi

     bagi  pengrawit   (sebutan untuk

     pemusiknya) pada penyajian musik

    gamelan yang disebut dengan istilah

    karawitan. Dua unsur yang sangat

     penting untuk diperhatikan pada

    gamelan adalah perspektif

    kualitasnya yang menyangkut aspek

    audio dan visualisasinya. Gamelan

    yang diciptakan dengan perhitungan

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    4/25

      3

    matang pada kualitas bunyi ( sound

    quality) yang dihasilkan merupakan

    salah satu penunjang keberhasilan

    sebuah penyajian karawitan, di

    samping aspek penunjang lainnya,

    misalnya kemampuan pengrawit

    secara individual pada ketiga ranah.

    Pertama, yaitu kemampuan secara

    kognitif, meliputi: tafsir garap

    gending, tafsir garap instrumen,

    ketepatan pemilihan cengkok   dan

    variasinya. Kedua, kemampuan pada

     psikomotorik, meliputi: ketrampilan

    dalam memainkan instrumen

    gamelan. Ketiga, adalah kemampuan

    afektif yang meliputi: perilaku dan

    sikap, baik pada saat bermain

    gamelan maupun tidak.

    Kualitas bunyi yang baik

     pada masing-masing instrumen

    gamelan menjadi salah satu faktor

     penting yang dapat menentukan

    kualitas sebuah sajian karawitan,

     baik yang berkonsep tontonan

    maupun tidak. Kualitas pada aspek

    visual untuk sajian karawitan melalui

    media elektronik audio (radio, tape,

    cd   dan perangkat elektronik audio

    lainnya) tidak menumbuhkan efek

    apapun bagi pendengarnya, karena

    tidak ada gambaran secara visual

    yang dapat diindera dengan

     penglihatan. Namun bagi para

     pengrawit   (pemain gamelan) pada

    saat beraktivitas, baik pada saat

    melakukan proses perekaman atau

    siaran langsung, kualitas bunyi

    tersebut dapat menumbuhkan efek

     psikologis. Dampaknya ada dua

    kemungkinan, yaitu: dapat

    meningkatkan atau sebaliknya

    menurunkan semangat pada proses

     penyajiannya.

    Aspek kualitas bunyi pada

    instrumen gamelan meliputi: keras-

    lembut, kenyaringan, dan resonansi

    yang terkait dengan panjang-pendek,

    intonasi, kuantitas, dan tingkat

    kerapatan gelombangnya. Satu hal

    yang sangat signifikan dan sangat

     penting untuk diperhatikan adalah

    ketepatan larasan nadanya. Kualitas

     bunyi dan penampilan yang dimiliki

    gamelan di keraton Yogyakarta atau

    Surakarta merupakan salah satu dari

     beberapa koleksi artefak kuno yang

    sangat membanggakan. Vetter

    menjelaskan bahwa keistimewaan

     pada keunikan bunyi dan

    karakteristik visual masing-masing

     perangkat gamelan di keraton

    menjadi sebuah inspirasi untuk

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    5/25

      4

    memberikan penghargaan dengan

    sebutan “kanjeng kyahi” dari kata

    “ingkang panjenengan kyahi” yang

     biasanya disingkat menjadi KK

    (Vetter, 1992: 43).

    PERKEMBANGAN SENI

    KARAWITAN PADA MASA

    LAMPAU

    Telah lama diakui bahwa

    musik (termasuk seni karawitan)

    adalah bagian yang tidak terpisahkan

    dari kehidupan manusia. Musik

    dianggap sebagai salah satu cermin

    dari masyarakat tertentu karena

    melalui terlihat ritual dan budaya

    sehari-hari. Musik sebagai karya

    manusia juga tidak dapat dilepaskan

    dari latar belakang budaya serta

    masyarakatnya. Dalam bentuk yang

     paling sederhana, dipahami bahwa

    melalui musik, pencipta lagu akan

    menuangkan seluruh pemikiran, daya

    cipta dan perasaannya, dan melalui

    musik pula orang dapat menghargai

    keindahan dan memperoleh

    ketenangan. Perkembangan

    instrumen gamelan dan alat musik

    lainnya di Jawa pada masa lampau

    dapat ditemukan pada relief candi,

     prasasti, dan beberapa piagam kuno

    lainnya (Kunst, 1973: 11).

    Masing-masing instrumen

    diciptakan secara bertahap dan

    sangat dimungkinkan juga muncul

    secara terpisah dari sisi waktu, lokasi

    dan fungsinya dalam kehidupan

    masyarakat Jawa pada masa lampau.

    Beberapa peninggalan sejarah

     berbentuk relief pada candi batu,

    yaitu candi Dieng dan Candi Sari

    yang berasal dari abad VIII,

    memberikan informasi mengenai

     beberapa alat musik yang diprediksi

    sebagai embrio dari beberapa

    instrumen musik yang terdapat pada

    gamelan saat ini, misalnya: genta,

     sitar  dan kecer  (Soetrisno, 1981: 10).

    Sejarah gamelan pada masa

    Hindu Jawa tersebut (abad VIII

    hingga abad XI) hanya memberikan

    sedikit keterangan secara visual dan

    tidak dapat memberikan keterangan

    yang akurat, demikian juga pada

    aktivitasnya (Sumarsam, 1995: 11).

    Sama halnya dengan relief yang

    terdapat pada candi Prambanan,

    candi Pawon, candi Mendut dan

    candi Borobudur (Palgunadi, 2002:

    9).

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    6/25

      5

    Sedyawati dalam bukunya

    Seni Pertunjukan Indonesia 

    menjelaskan sejarah tari berdasarkan

    data utama relief bangunan suci Jawa

    Tengah yaitu Borobudur, Prambanan

    dan Sewu. Sikap tari pada relief  – 

    relief tersebut merupakan varian atau

    ornamentasi tari tertentu. Kelima

    sikap kaki yang diuraikan dalam

     Natya Sastra  semuanya jelas ada

     pada relief-relief tari ini terutama

    candi Siwa (Kompleks Prambanan)

    dan Borobudur, demikian juga pada

     bangunan suci Sewu.  Alat musik

    yang terdapat pada adegan tarian

    tersebut berfungsi sebagai penekanan

    irama/ritme dan melodi. Alat musik

    yang ada seperti kendang susun tiga,

    cymbal , kendang silinder, tongkat

    gesek dan sebagainya. Ini

    membuktikan bahwa sebenarnya

    antara seni tari dan seni musik ada

    kaitan yang erat dan saling

    membutuhkan (Sedyawati, 1981:

    137).

    Beberapa instrumen musik

    tampak pada relief candi Borobudur,

    misalnya relief karmawibhangga 

    yang menceritakan hukum karma

    atau hukum sebab akibat yang

    dipahatkan pada dinding kaki candi.

    Seni tari dan seni musik sejak jaman

    dulu mendapat penghargaan yang

    tinggi terbukti dengan banyaknya 

    relief alat musik dan adegan tarian

     pada dinding candi. Selain itu

     banyak juga naskah kuno yang

    menyebutkan keistimewaan alat

    musik gamelan dan sebagainya

    hingga tidak ada bandingnya di

    negeri lain di Asia Tenggara.

    Gambar 1: Relief Candi Borobudur  

    Panil nomor Iba. 233a

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    7/25

      1

    Relief di atas menunjukkan

    adegan penari dan pemusik dengan

    instrumen musiknya (tanda panah).

    Bagian tengah panil memperlihatkan

    seorang penari wanita berdiri di atas

    suatu tempat yang agak tinggi

    (batur ) dan di kiri penari berdiri

    seorang laki-laki berjenggot yang

     bertepuk tangan. Anggota badan

    manusia sebagai sumber bunyi

    (tepuk tangan), instrumen musik

    dengan jumlah yang minimal, dan

     pose bentuk tubuh manusia pada saat

    melakukan tarian secara sekilas

    memberikan informasi keterkaitan

    antara tari dan musik sebagai

     pengiringnya.

    Kreativitas manusia pada

     proses perkembangan budaya saat itu

    setidaknya menunjukkan tingkatan

    kemampuan dalam berolah seni,

    meskipun bentuk gerakannya jauh

     berbeda bila dibandingkan dengan

    gerakan tari pada saat ini. Demikian

     juga dengan jumlah dan jenis

    instrumen musik yang tidak

    sebanyak seperti saat ini, serta jenis

    instrumen yang terlihat masih sangat

    sederhana.

    Pada kurun waktu berikutnya,

    tercipta beberapa instrumen musik

    dengan bentuk dan namanya yang

    sangat beragam, sebagai salah satu

    contoh adalah instrumen kendang.

    Beberapa istilah yang diperoleh dari

    artefak sejarah yang diketemukan

    memberikan informasi bahwa

    instrumen kendang mempunyai

     beberapa istilah yang berbeda untuk

    menyebutkannya, yaitu:  padahi,

     pataha, padaha, muraba, murawa,

    muraja,  dan mredangga. Kreativitas

    masyarakat Jawa pada masa lampau

     berkembang seiring dengan

     perjalanan waktu hingga pada

    akhirnya terbentuklah seperangkat

    instrumen musik Jawa secara

    lengkap yang disebut gamelan

    (Sutrisno, 1981: 5). Lebih spesifik

    disebut gamelan  gedhe atau jangkep,

    yaitu seperangkat gamelan lengkap

    yang biasa dimiliki masyarakat

    secara umum (Palgunadi, 2002: 211). 

    Sejarah perkembangan alat

    musik gamelan telah diteliti oleh

    Soetrisno, seorang arkeolog yang

    mempunyai perhatian besar pada

    sejarah perkembangan gamelan

    Jawa. Hasil penelitian berdasarkan

     peninggalan arkeologis kemudian

    disajikan secara terperinci dalam

     bukunya yang berjudul „Sejarah

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    8/25

      2

     Karawitan‟ diterbitkan oleh

    Akademi Seni Tari Indonesia tahun

    1981. Informasi mengenai

     perkembangan gamelan dimulai dari

    kemunculan alat musik yang masih

    sangat sederhana, baik yang berdiri

    sendiri sebagai salah satu

    kelengkapan dalam upacara

    adat/ritual atau dalam sebuah

    kelompok dalam jumlah yang kecil.

    Proses perkembangan dalam

    rentang waktu hingga ratusan tahun

    membuahkan kreativitas untuk

    menggabungkan satu persatu dari

    alat musik yang ada menjadi

    kelompok yang lebih besar. Tahapan

    tertentu pada perkembangannya

    menghasilkan seperangkat alat musik

    dengan keragaman bentuk, ukuran,

    laras, teknik memainkan, dan

    estetika penyajiannya yang semakin

     baik. Akhirnya, perangkat ini disebut

    dengan istilah yang sangat dikenal,

    yaitu „gamelan‟. 

    FUNGSI SOSIAL SENI

    KARAWITAN JAWA

    Dalam banyak masyarakat,

    fungsi seni karawitan Jawa dapat

    dijelaskan melalui terminologi sosial

    yang eksklusif: musik digunakan

    dalam tarian dan permainan; media

     pendidikan; terapi; mengorganisir

    kerja dan perang; dalam upacara dan

    ritual; penanda kelahiran,

     perkawinan dan kematian;

    merayakan panen dan penobatan;

    meneguhkan kepercayaan dan

    kegiatan tradisi. Orang dapat

    menikmati seni karawitan secara

    individual, tetapi belum tentu

     bermaksud untuk membuat perasaan

    mereka lebih nyaman.

    Pendekatan penting dalam

    mempelajari dunia musik secara

    esensial adalah taksonomik atau

    klasifatori sebagai langkah pertama

    memahami musik dan budaya.

    Dalam pendekatan ini, suara musikal

    secara budaya digolongkan dalam:

    alat yang dipergunakan, bentuk

    musik, skala dan sistem penalaan

    yang digunakan, konteks sosial

    dimana musik tersebut hadir, dan

    sebagainya. Dengan menggunakan

     beberapa informasi tersebut, maka

    dimungkinkan untuk menemukan

     peta musik yang komparatif untuk

    mengelompokkan berbagai budaya

    dengan musik yang memiliki

    kesamaan.

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    9/25

      3

    Seni karawitan sebagai media

     pendidikan dapat dilihat dari sudut

     pandang cara membunyikannya, di

    mana karawitan menjadi sajian seni

    musik yang enak didengar bila

    dimainkan secara bersama-sama. Ini

    mencerminkan bahwa kebersamaan

    menjadi satu hal yang sangat penting

    untuk mencapai hasil musik yang

     berkualitas (garapan musikal).

    Berarti pula ini merupakan

     pendidikan budi pekerti agar kita

    hidup dalam kebersamaan saling

     bergotong royong, tenggang rasa,

    tepa selira, empan papan duga

     sulaya  bukan waton sulaya,

    menghindari sifat egois dan

    individualis. Tidak heran apabila

     pendidikan seni karawitan Jawa lebih

     baik diberikan sedini mungkin

    kepada anak-anak didik kita sebagai

    modal pemahaman kebersamaan.

    Melalui bangku pendidikan formal

    seperti Sekolah Menengah Karawitan

    Indonesia baik di Padang Sumatera

    Barat, Bandung Jawa Barat,

    Yogyakarta, Solo, Banyumas,

    Surabaya, Denpasar Bali dan

    Makasar menjadi contoh keseriusan

     pemerintah dalam menunjukkan

    upaya pelestarian budaya yang

    adiluhung  ini.

    Fungsi musik dalam dunia

     pendidikan juga diungkapkan oleh

     beberapa tokoh pendidikan musik di

     barat seperti Peter Fletcher dan

    Martin Cooper. Pendidikan musik

     penting diberikan karena dari itu kita

     bisa memperoleh pengetahuan

    teoritis dan kemungkinan lebih luas

    tentang teknik eksplorasi dalam

     berbagai eksperimen musikal yang

    mungkin akan muncul kemudian.

    Ungkapan dan gagasan

    tersebut antara lain:

    Tthe ancient Greek believed

    that music was the primary

    influence on the soul and the

    arithmetical proportions

    inherent in the harmonic

     series provided a vital link

    between science and

    aesthetics, mind and spirit. 

    (Flecher, 1987: xii-xiii)

    Pendapat lainnya tentang hal

    ini adalah seperti berikut:

     Rhythm, pitch, intervals and

    andeed patterns are all

     subject to mathematical laws,

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    10/25

      4

    and we should never forget

    that for at least the eight

    hundred years separating St

     Augustine from Plato,

    „music‟ was considered a

    department and mathematics

    a department of phylosophy. 

    (Cooper, 1988: 238)

    Belakangan ini gencar

    diberitakan hasil mutakhir penelitian

     barat yang menyebutkan bahwa

    musik yang seimbang dalam 4

    unsurnya yaitu melodi, harmoni,

    ritme dan timbre dapat dipergunakan

    sebagai media pendidikan dan

    mampu mempertajam kecerdasan

    dan meningkatkan IQ. Salah satu

     pendapat seorang pakar musik

    menyebutkan bahwa:

    Dengan mengembangkan

    kemampuan musik maka

    akan dimiliki keunggulan-

    keunggulan yang

    menyertainya. Kegiatan

    latihan, mendengarkan dan

    menghargai musik akan

    meningkatkan perkembangan

    kognitif, fisik, emosi dan

    sosial (Djohan, 2003: 141).

     Namun sesungguhnya nenek

    moyang kita telah menemukan

    konsep yang lebih unggul, yaitu

    apapun profesi seseorang setelah

    dewasa, pendidikan dasar semua

    anak adalah tari, olah tubuh, olah

    seni termasuk gamelannya (Hidajat,

    2005: 20). Jadi seni tari dan seni

    musik juga memiliki kaitan erat

    dalam proses pendidikan dunia anak.

    Merriam (1964: 225-267),

    menyebutkan bahwa ada 10 fungsi

    seni musik dalam kehidupan manusia

    yang telah berlangsung dari dulu

    hingga kini. Salah satunya berfungsi

    sebagai pendukung kegiatan ritual

    religius. Kegiatan ritual memiliki

     bermacam-macam maksud serta

    tujuan, antara lain ritual untuk

     penyembuhan, kesejahteraan, serta

    kesuburan. Mengenai fungsi musik

     pada ritual penyembuhan, Djohan

    (2006: 57) mengutip pernyataan

    Kenny menyatakan sebagai berikut:

    Biasanya berupa penggunaan

    musik ritual milik suatu

    komunitas tertentu (baik

    komunitas religius, sosial

    atau kultural) untuk tujuan

     penyembuhan. Pada

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    11/25

      5

    umumnya, ritus upacara

    sudah ada tetapi dapat juga

    diciptakan dan

    dikembangkan musik tertentu

    untuk tujuan khusus atau

    memenuhi kebutuhan

    kelompok tertentu.

    Upacara ritual terasa lebih

    khusyuk dengan hadirnya kesenian

    yang mendampingi serta melengkapi

     perjalanan upacara.  Ruwatan seperti 

    murwakala, bersih desa, ruwat bumi,

    ruwat bangun terasa lengkap dengan

    hadirnya pergelaran wayang kulit

    semalam suntuk dengan iringan

    karawitan Jawa.

    Lebih lanjut seperti yang

    ditulis Djohan (2008: 268),

    disebutkan bahwa musik seringkali

    digunakan sebagai bagian dari tim

     pengobatan interdisiplin termasuk

     pengurangan rasa sakit, kecemasan,

    manajemen stress, komunikasi, dan

    ekspresi emosi.

    Banyak masyarakat Jawa

    yang berprofesi sebagai seniman

    karawitan dengan kata lain

    menggantungkan hidupnya pada

    cabang seni ini sebagai tempat

    mencari penghasilan atau

     pendapatan. Karawitan menjadi

    hiburan dengan warna tersendiri bagi

    masyarakat Jawa. Sajian  pangkur

     jenggleng, campur sari,

     panembrama, uyon-uyon, siteran

     gadhon, cokekan, langgam, santi

     swaran  adalah “nomor -nomor

     pilihan” yang digemari masyarakat. 

    Seni karawitan juga bisa

    digunakan sebagai iringan seni yang

    lain, seperti tari, teater, dan

     pedalangan. Seni tari dengan seni

    musik karawitan memiliki hubungan

    yang sangat erat dalam upaya

    membangun daya hidup tari,

    dinamika dan penyuasanaan tertentu.

    Hidajat (2005: 53) dalam bukunya

     berjudul Wawasan Seni Tari

    menyatakan bahwa musik dalam

    karya seni tari (koreografi) bersifat

    fungsional setidaknya terdapat 3

    fungsi antara lain: musik sebagai

    iringan gerak, musik sebagai

     penegasan gerak dan musik sebagai

    ilustrasi.

    Musik sebagai pengiring

    gerak memberikan dasar irama pada

    gerak, gerakan. Kehadiran karawitan

    hanya dipentingkan untuk

    memberikan kesesuaian irama musik

    terhadap irama gerak. Pertimbangan

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    12/25

      6

    secara umum pemilihan musik

    sebagai iringan selain kesesuaian

    irama dengan gerak adalah mampu

    mengungkapkan karakteristik. Oleh

    karenanya jenis musik sebagai

    iringan atau partner gerak ini pada

    umumnya untuk jenis koreografi

    dramatik yaitu koreografi yang tidak

    menekankan aspek cerita atau lakon

    yang disampaikan secara kronologis.

    Lebih lanjut Hidajat (2005:

    55) menyatakan bahwa musik

    sebagai iringan tari (bunyi

    instrumen) juga dapat terpisah dari

    gerakan penari, sebab gerakan tubuh

     penari dapat mengeluarkan sumber

     bunyi tertentu, seperti tepukan

    tangan, tepukan badan, depakan kaki,

    teriakan atau instrumen tertentu yang

    dipegang atau diikatkan pada

    anggota badan penari. Instrumen

    sebagai pengiring yang demikian itu

    disebut sebagai instrumen internal,

    sedangkan instrumen eksternal

    adalah instrumen yang mengeluarkan

    sumber bunyi jauh dari penarinya. 

    Musik sebagai penegas gerak

    oleh Hidajat diartikan bahwa musik

    memiliki karakteristik yang mirip

    dengan musik sebagai iringan tetapi

    lebih bersifat teknis terhadap

    gerakan, artinya musik tertentu

     berfungsi sebagai penumpu gerak

    dan musik yang lain memberi

    tekanan terhadap gerakan sehingga

    gerakan tangan, kaki atau bagian

    yang lain memiliki rasa musikalitas

    yang mantap.

    Di dalam tari tradisi Jawa,

    salah satu instrumen yang

     berhubungan erat dengan fenomena

    ini adalah peran isntrumen kendang.

    Esensi instrumen kendang memiliki

     peran penting sebagai pembawa rasa

    seni karawitan ketika dijadikan

     partner tari. Karawitan tari belum

    dapat bermanfaat secara optimal

    tanpa adanya kendang, terutama bagi

    gerakan yang membutuhkan tekanan.

    Kendang sebagai  pamurba irama 

    atau pemimpin jalannya irama juga

    dapat menjadi mediator

    keseimbangan antara tari dengan

    karawitan (Trustho, 2005: 99).

    Musik sebagai ilustrasi

    menurut Hidajat (2005: 54) adalah

    musik yang difungsikan untuk

    memberikan suasana koreografi

    sehingga peristiwa yang

    digambarkan mampu terbangun

    dalam persepsi penonton. Musik

    karawitan sebagai ilustrasi untuk

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    13/25

      7

    membangun suasana pada umumnya

    digunakan pada koreografi yang

     berstruktur dramatari. Adegan-

    adegan yang dibangun membutuhkan

    dukungan penyuasanaan, baik untuk

    menggambarkan lingkungan tertentu

    atau untuk mengungkapkan suasana

    hati.

    Sebuah garapan musikal

    iringan tari juga dipilih karena

     pertimbangan waktu yaitu ritme dan

    tempo. Pilihan ini dilakukan karena

    struktur metrikal musik yang

    memperkuat metrikal tariannya.

    Lewat struktur ritmisnya seni

    karawitan sebagai iringan

    membimbing terwujudnya struktur

    ritmis respon gerak. Di samping itu

    melalui penggunaan waktu, tempo

    dan intensitas, musik dapat pula

    mengendalikan kualitas, jangkauan

    dan intensitas gerak.

    Musik karawitan Jawa

    sebagai iringan tari dapat

    mensugestikan atau

    mengekspresikan gerakan yang

    mengalir atau tersendat-sendat,

    gerakan maju atau mundur, kuat atau

    lemah, semangat, serius atau main-

    main. Seorang penata tari biasanya

    membutuhkan topangan musik yang

    mampu menguatkan kualitas gerak

    yang secara tepat mengikuti pola-

     pola ritme gerakan penari.

     Nada-nada yang melodis dan

    harmonis yang ditimbulkan oleh

    nada-nada gamelan Jawa

    mengandung kualitas-kualitas

    emosional yang siap menunjang dan

    mengiringi unsur-unsur ritmikal

    gerak sehingga terciptalah suasana

    rasa sebuah tarian. Elemen musik

    seperti ritme, tempo, laya  dan

    dinamika berfungsi sebagai sarana

    umpan balik dengan gerak tari dan

     juga untuk mengatur keseimbangan

    irama musik dengan irama tari.

    Irama merupakan faktor utama bagi

    sebuah sajian tari.

    Saling ketergantungan antara

    seni tari dan musik ditegaskan oleh

    Sedyawati dalam tulisan ,”

     Permasalahan Sejarah Tari Dilihat

     Pada Khusus Masa Jawa Kuna”  di

    majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia

    tahun 1980, IX no 2 dan 3 : 103-141

    menjelaskan sejarah tari berdasarkan

    data utama relief bangunan suci Jawa

    Tengah yaitu Borobudur, Prambanan

    dan Sewu. Sikap tari pada relief  – 

    relief tersebut merupakan varian atau

    ornamentasi tari tertentu dan alat

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    14/25

      8

    musik yang terdapat pada relief

    tersebut berfungsi sebagai penekanan

    irama/ritme dan melodi (Sedyawati,

    2003: 18). Relief ini juga menjadi

     bukti bahwa seni musik memiliki

     peran penting pada kehidupan masa

    lalu. Perhatikan salah satu contoh

    relief candi sebagai berikut:

    Gambar 2. Relief Candi Borobudur

    Panil nomor Ia 95

    Menggambarkan Sang Bodhisatva sedang diganggu para penari putri yang

    dipimpin oleh Mara. (Foto: reproduksi dari Krom, 1920)

    PERKEMBANGAN ESTETIKA

    MUSIKAL KARAWITAN JAWA

    Munculnya gamelan

    komputer pada abad XX ini terasa

     begitu mewarnai keberadaan seni

    karawitan pada masyarakat

     pendukungnya. Kehadirannya

    menjadi fenomena tersendiri di

    kalangan seniman karawitan.

    Terutama pada seniman karawitan

    yang tergolong generasi muda.

    Bagaimana tidak? Semangat baru

    muncul ketika budaya modern

    memasuki budaya tradisional ini.

    Contohnya adalah dimasukkannya

     perangkat musik modern seperti

    misalnya terompet dan  snare drum 

     pada iringan tari bedhaya  di Kraton

    Yogyakarta atau gitar elektrik baik

    gitar  string   ataupun bass, keyboard,

    drum set  pada kesenian campursari.

    Kehadiran instrumen musik

    elektrik mewarnai perangkat

    instrumen gamelan yang megah,

    agung, artistik dan adi luhung

    dengan sejumlah niyaga  yang

    dengan anggun lenggah semanggem. 

    Cukup dengan menancapkan  flash

    disk  atau memasukkan CD ke dalam

     perangkat alat musik keyboard,

    suasana “dianggap” menjadi lebih

    meriah dan hingar bingar, sejalan

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    15/25

      2

    serta seirama dengan perkembangan

     jiwa anak muda dan sebagian

    masyarakat pada umumnya. Hal ini

    sering kita jumpai pada hajatan-

    hajatan masyarakat seperti

     pernikahan, tasyakuran sunatan,

    ulang tahun pernikahan, dan

    sebagainya.

    Secara ekonomis

     perkembangan seni budaya ini juga

    mempengaruhi pendapatan

    senimannya. Oleh karena

    kepopulerannya, maka kesenian ini

    sering ditanggap  atau diundang

    sebagai pengisi acara sekaligus

     penghibur, dan dengan demikian

     berarti para pemain akan mendapat

    tambahan uang jasa.

    Manusia adalah makhluk

     biokultural, ia adalah produk

    interaksi antara faktor-faktor biologis

    dan budaya. Sulit disangkal bahwa

    setiap perbuatan manusia apabila

    ditelusuri, pada akhirnya akan

    terlihat sesuatu yang terasa

    menghubungkan antara satu fenomen

    dengan fenomen yang lain. Sesuatu

    yang terus berulang. Bila dilihat dari

    cara menampilkan dirinya, bisa kita

    lihat bahwa manusia sebagai

    individu merupakan sisi yang amat

     penting untuk diamati dan dipelajari.

    Tiap individu mempunyai “rambu-

    rambu” dalam memilih tindakan,

    apakah dia akan kompromistis

    dengan sistem nilai yang ada atau

    mempunyai suatu naluri individual

    lainnya, yaitu mengambil jarak dan

     berkelompok dengan cara memilih

    individu dengan pertimbangan

     pikiran dan perasaan yang

    dimilikinya, baik yang bersifat

    instingtif maupun secara canggih

    yaitu dari olah pikir dan olah rasa,

    tegasnya mengenai pengetahuannya.

    Pada perayaan pernikahan

    seringkali terjadi ketika perjalanan

    sepasang pengantin menuju

     pelaminan diiringan  gending kodhok

    ngorek   atau  gending gati  yang

    dipadu dengan instrumen terompet

    serta  snare drum untuk memberikan

    tekanan irama musik. Nilai estetis

    akustik karawitan Jawa muncul

    dengan warna baru. Nada dan laras

    gamelan sebagai ciri khas musik

    Jawa terpadu dengan dentuman

     snare drum  serta lengkingan

    terompet memberi kesan anggun

     berwibawa, lebih tegas dan mantap.

    Hal ini juga sering kita saksikan pada

     pertunjukan lain seperti wayang kulit

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    16/25

      3

     purwa. Seorang dalang terkenal

    seperti Ki Manteb Sudarsono “Si

     Dhalang Setan”  pada waktu

    melakukan atraksi  sabetan  wayang

    kulit dalam sebuah adegan perang,

     pada garap iringannya sering

    ditambahkan instrumen musik barat

    seperti drum, cymbal   dan

    trombon/terompet untuk mendukung

    suasana.

    Seni tradisi dihadapkan

    secara diametral dengan perubahan

    yang pesat di segala sektor. Itulah

    yang secara sederhana disebut

    sebagai modern. Tradisi dan modern

    menjadi dua kutub yang bisa saling

    mengisi dan saling tarik menarik

    sehingga muncul warna baru,

    walaupun di satu sisi masih ada yang

    mempersoalkan efektifitas dan

    efisiensi. Memang perubahan

    membawa resiko yang besar dan

    serius tentang tatanan kehidupan

    (nilai-nilai) masyarakat.

    Atas nama efektifitas dan

    efisiensi misalnya, ada kalanya

    “terpaksa” harus menggusur

    sebagian tradisi yang ada. Akan

    tetapi, pada suatu ketika muncul

    dilema, yakni ketika tradisi digusur,

    maka yang terjadi justeru

    ketidakjelasan. Sebuah gerak

    langkah tanpa arah dan pijakan. Arah

    yang terlalu kencang menuju ke titik

    sasaran di depannya, tetap

    membutuhkan kontrol, sebab sasaran

    di depan bisa jadi masih impian,

    angan-angan yang belum jelas benar

    sosok atau bentuknya. Sementara itu

    seni tradisi justeru memberikan

    kearifan, kemapanan, memberikan

    nilai-nilai yang dapat dijadikan dasar

     pijak. Melangkah dengan pijakan

    yang jelas akan terhindar dari

    kegamangan.

    Menempatkan seni tradisi di

    satu sisi dan perubahan di sisi yang

    lain secara proporsional akan

    terhindar dari diskusi yang

    melingkar-lingkar di sekitar dikotomi

    tradisi dan modern, yang berujung

     pada saling mempertentangkan.

    Saling mempertentangkan di antara

    keduanya artinya terjebak pada

     pemaknaan yang kurang cerdas dan

    arif, serta pilihan yang kurang

     bijaksana.

    Pada kenyataannya dalam

    kehidupan sehari-hari kita tidak

    dapat memilih salah sesuatu secara

    fanatik. Kita tidak dapat begitu saja

    menisbikan salah satu, kemudian

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    17/25

      4

    menokohkan yang lainnya.

    Keduanya dengan segala kekurangan

    dan kelebihannya memberikan nilai

    dan maknanya sendiri-sendiri.

    Masing-masing akan saling

    melengkapi dalam rangka meraih

    keselarasan.

    Bagaimana dan dimana peran

    seni tradisi dalam kehidupan

    sekarang dan yang akan datang

    secara eksplisit dapat dilihat dari

     potensi yang dimiliki oleh seni

    tradisi. Perubahan tanpa kesadaran

    membelah diri dengan karakter-

    karakter dasar akan beresiko sangat

    tinggi, misalnya terjadi disorientasi,

    kehilangan arah, dan karenanya

    menjadi limbung.  Pada akhirnya

    akan melahirkan sebuah pribadi yang

    gamang atau suatu kelompok

    masyarakat tanpa identitas.

    Revitalisasi seni musik tradisi

    seperti seni karawitan Jawa dalam

    era transformasi budaya yang

     berkecepatan mega speed seperti

    sekarang ini sudah dengan sendirinya

    mengandalkan adanya proyek-

     proyek penelitian yang diharapkan

    dapat mengembangkan genre ini

    sesuai percepatan aktivitas kita dan

     perubahan kultur serta nilai yang

    kadang sangat ekstrim dibanding

    dengan kondisi para pendahulu di

    masa lalu.

    Perubahan dari budaya

    agraris menjadi budaya transisi

    industrial, perubahan gotong royong

    ke orientasi profesi, perubahan dari

     budaya tepa slira  ke budaya

    formalisme, semuanya itu

     berpengaruh kepada perubahan visi,

     persepsi, sikap dan tanggapan kita,

    tidak saja kepada seni musik tradisi,

     bahkan kepada hubungan personal

    kita dengan orang lain.

    Perkembangan satu demi satu

    seni musik tradisi kita telah

    membuktikan bahwa perhatian

    masyarakat terhadap genre ini kian

    hari kian bertambah dan apresiatif.

    Di satu pihak upaya revitalisasi dan

    rasionalisasi genre ini perlu disambut

    dengan baik, tetapi perlu juga

    diingat, bila hal ini tidak diikuti

    dengan pemikiran jangka panjang ke

    arah pembentukan masyarakat

     pendukungnya melalui transmisi

    formal (pendidikan), maka niat baik

    itu akan berubah menjadi

    “bumerang- bumerang” yang

    mematikan genre itu sendiri.

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    18/25

      5

    Tantangan yang kini kita

    hadapi dalam rangka revitalisasi seni

    musik tradisi dengan demikian

    sangat jelas dan sifatnya challenging .

    Pemikiran-pemikiran yang sifatnya

    tentatif, tergambar kemana arahnya,

    yakni ketidak jelasan perspektif atas

    masa depan dan perkembangan genre

    ini.

    Perkembangan estetika

    musikal seni karawitan Jawa di

    masyarakat mempengaruhi berbagai

    aspek dalam masyarakat

     pendukungnya. Pengaruh tersebut

    antara lain berbagai faktor sebagai

     berikut:

    1. 

    Faktor Ekonomi:

    Perpaduan budaya barat dan

    timur seperti yang terjadi pada seni

    karawitan Jawa memberikan warna

     baru pada kesenian ini. Hal ini

    mengakibatkan kesenian ini lebih

    digemari oleh generasi muda, dan

    secara langsung berpengaruh pula

     pada masyarakat pendukungnya.

    Sebagai contoh: jumlah jadwal

     pentas bertambah banyak, maka

     pendapatan makin besar; penjahit

     baju seragam/kostum seniman

    mendapat tambahan pesanan jahitan;

     pengrajin gamelan mendapat

    tambahan pesanan instrumen dan

    sebagainya. Pokoknya masyarakat

    yang berhubungan dengan kesenian

    ini baik secara langsung maupun

    tidak langsung mendapatkan

    keuntungan yang relatif bisa

    dikatakan lebih dari biasanya.

    2.  Faktor Sosial

     Prestise  atau gengsi menjadi

    ciri dari masyarakat masa kini.

    Kadangkala ini menjadi tujuan.

    Beberapa masyarakat beranggapan

     bahwa dengan mempergunakan

     peralatan yang berbau “modern

    kebaratan” berarti lebih canggih,

    tidak kuno dan kecanggihan ini bagi

    mereka (sebagian) dianggap mampu

    meningkatkan “gengsi”. Hal ini

    terbukti dengan hadirnya kesenian

    campursari yang memadukan alat

    musik Jawa dengan alat musik

    modern. Kenyataan di lapangan

    kesenian ini disukai oleh

    masyarakat/kaum muda. Begitu juga

    dengan pemain musiknya, seolah-

    olah kepercayaan dirinya meningkat

    tajam apabila tampil

    mempergunakan perangkat

    instrumen musik ini.

    3. 

    Faktor Budaya

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    19/25

      6

    Bila kita benar-benar

    memanfaatkan seni budaya ini, maka

    akan kita mendapatkan satu sumber

    media sosial, media pendidikan budi

     pekerti seperti: tenggang rasa, tepa

     selira, kebersamaan, dan gotong

    royong. Sifat individualis, egois akan

    terkikis dalam proses pendidikan

    karawitan Jawa oleh sebab untuk

    mencapai garapan musikal karawitan

    Jawa yang ideal sangat dibutuhkan

    kehalusan rasa, kejelian, ketelatenan,

    kesabaran, serta kebersamaan.

    Perasaan akan kerumitan, keremitan 

    dalam  garap gendhing   (lagu) akan

    dihadapi siswa didik dalam proses

     pembelajaran karawitan Jawa pada

    awal proses latihan. Bila ini

    dilakukan terus-menerus pada

    saatnya nanti akan membentuk

     pribadi yang mampu menghargai

    orang lain, tidak mencari menangnya

    sendiri, sabar, teliti penuh toleransi.

    Setidaknya itulah yang diharapkan

    oleh nenek moyang kita melalui

    karawitan Jawa ini. Namun, kita

    tidak boleh terlena. Bila kita melihat

    kenyataan sekarang ini, dimana

    kehidupan semakin penuh dengan

    tantangan, seolah ramalan

    Rongowarsito “jamanne jaman

    edan, yen ora ngedan ora komanan”

     benar-benar semakin dekat bahkan

    seolah seudah menjadi kenyataan.

    Seni modern tidak bisa dipungkiri

    kehadirannya, namun kita harus

    mampu menjaga nilai tradisi.

    Pengenalan seni karawitan

    Jawa sedini mungkin kepada anak-

    anak didik kita, meskipun hanya

    dengan menunjukkan gambar atau

    mendengarkan kaset rekaman

    sepertinya mampu memberi

    tambahan pengetahuan serta

    memperluas wawasan pengetahuan

    mereka. Semakin dini mereka

    mengenal, maka mereka akan

    semakin mencintai budaya sendiri

    yang penuh dengan pendidikan budi

     pekerti. Jangan sampai mereka

    “teracuni” oleh budaya-budaya yang

    negatif karena mereka (anak-anak)

     belum mampu membedakannya.

    Bila tulisan di atas ditelaah

    dengan seksama, maka antara seni

    karawitan Jawa dan masyarakat

     pendukungnya (seniman tari

    tradisional,  pengrawit / pemusik,

     penghayat/ pandhemen)

    sesungguhnya terdapat hubungan

    saling ketergantungan terhadap

    kebutuhan yang sama. Berikut adalah

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    20/25

      1

    skema hubungan saling ketergantungan terhadap kebutuhan yang sama

    :

    Pengrawit   Seni Pandhemen

    Karawitan

    Jawa

    Gb. 3. Skema mutual simbiosis antara pengrawit dan pandhemen

    Keterkaitan atau hubungan

    saling menguntungkan antara

     pengrawit   dan pandhemen dengan

    adanya seni karawitan terlihat dalam

    sistem susunan secara horisontal.

    Keterkaitan ini merupakan wujud

    relasi mutual simbiosis antara

     pengrawit dan  pandhemen  seni

    karawitan Jawa.

    KESIMPULAN

    Gamelan Jawa merupakan

    seperangkat alat musik yang menjadi

    salah satu objek penting dalam

    lingkup pembicaraan musik di antara

    ribuan alat musik lain yang terdapat

    di dunia.  Sejak jaman prasejarah

    hingga kini seni karawitan telah

    mengalami berkali-kali perubahan

     baik pada bentuk maupun jumlahnya.

    Gamelan mempunyai posisi yang

    sangat unik pada proses

     perkembangan sejarahnya.

    Reputasinya mampu menembus

    wilayah percaturan musik dunia.

    Beberapa keistimewaan

    gamelan Jawa terdapat pada aspek

    audio dan visualnya. Keistimewaan

     pada aspek audio meliputi: warna

     bunyi (tone colour ), laras ( scale

     system), embat (interval ), dan

     pelayangan ( sound wave), sedangkan

    keistimewaan pada aspek visualnya

    meliputi: bentuk, konstruksi,

    keindahan material yang dipakai, dan

    ornamennya.

    Keistimewaan pada kedua

    aspek dan dukungan kualitas pada

    aspek musikalnya mendorong

    masyarakat dunia untuk mengakui

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    21/25

      2

     bahwa gamelan Jawa adalah „the

    most sophisticated music in the

    world‟ . Negara yang sudah maju dan

    mempunyai peluang untuk

    mempelajari musik dunia, misalnya:

    Amerika Serikat, Kanada, Jepang,

    Eropa, Australia, dan beberapa

    negara lainnya telah menjadikan

    gamelan Jawa sebagai lambang

    status pada beberapa universitasnya.

    Fungsi musik karawitan Jawa

    dapat dijelaskan melalui terminologi

    sosial yang eksklusif: musik

    digunakan dalam tarian dan

     permainan; media pendidikan; terapi;

    mengorganisir kerja dan perang;

    dalam upacara dan ritual; penanda

    kelahiran, perkawinan dan kematian;

    merayakan panen dan penobatan;

    meneguhkan kepercayaan dan

    kegiatan tradisi. Orang dapat

    menikmati seni karawitan secara

    individual tetapi belum tentu

     bermaksud untuk membuat perasaan

    mereka lebih nyaman.

    Hadirnya “gamelan

    komputer” pada abad XX ini terasa

     begitu mewarnai keberadaan seni

    karawitan pada masyarakat

     pendukungnya. Kehadirannya

    menjadi fenomena tersendiri di

    kalangan seniman karawitan.

    Terutama pada seniman karawitan

    yang tergolong generasi muda.

    Semangat baru muncul ketika

     budaya modern memasuki budaya

    tradisional ini.

    Perkembangan estetika musikal

    seni karawitan Jawa di masyarakat

    mempengaruhi berbagai aspek

    dalam masyarakat, antara lain faktor

    ekonomi, faktor sosial dan budaya.

    Keterkaitan atau hubungan saling

    menguntungkan antara pengrawit

    dan  pandhemen  dengan adanya seni

    karawitan Jawa terlihat dalam sistem

    susunan secara horisontal.

    Keterkaitan ini merupakan wujud

    relasi mutual simbiosis antara

     pengrawit dan  pandhemen  seni

    karawitan Jawa.

    DAFTAR RUJUKAN

    Abdullah, Irwan T. (Ed.). 2009.

    Dinamika Masyarakat dan

    Kebudayaan Kontemporer.

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    22/25

      3

    Alfian. 1985. Persepsi Masyarakat

    Tentang Kebudayaan, PT

    Gramedia: Jakarta.

    Bakker S. J., W. M. 1984.  Filsafat

     Kebudayaan: Sebuah

     Pengantar, Yayasan

    Kanisius: Yogyakarta dan B.

    P. K. Gunung Mulia: Jakarta.

    Copeer, Martin. 1988. Judgements

    Of Value; Selected Writing

    On Music, Dominic Cooper

    (ed.), Oxford University

    Press, London.

    Djohan. 2003.  Psikologi Musik ,

    Buku Baik, Yogyakarta.

    Djohan. 2008.  Psikologi Musik ,

    Kanisius, Yogyakarta.

    Ferdinandus, PEJ. 2003.  Alat Musik

     Jawa Kuno, Yayasan

    Mahardhika, Yogyakarta.

    Flecher, Peter. 1987. Music and

    Educations, Oxford

    University Press, London.

    Haberman Martini dan Meisel Tobei.

    1981.  Dance An Art In

     Academe, terjemahan Ben

    Suharto, Yogyakarta:

    Diterjemahkan dan distensil

    untuk kalangan Sendiri dalam

    Lingkungan ASTI

    Yogyakarta.

    Haviland, W. A. 1985.  Antropologi

     Jilid 2, Surakarta: Erlangga.

    Hidajat, Robby. 2005.  Menerobos

     Pembelajaran Tari

     Pendidikan, Banjar Seni

    Gantar Gumelar, Malang.

     _____. 2005. Wawasan Seni Tari,

    Banjar Seni Gantar Gumelar,

    Malang.

    Ihromi, T. 2006.  Pokok-Pokok

     Antropologi Budaya, Jakarta:

    Yayasan Obor Indonesia.

    Jatmiko, Aditya. 2005. Tafsir Ajaran

    Serat Wedhatama,

    Yogyakarta: Pura Pustaka.

    Kaplan, David. 2002. Teori Budaya, 

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    23/25

      4

    Koentjaraningrat. 1980. Teori

    Sejarah Antropologi I ,

    Jakarta: UI Press.

     _______. 1988.  Metode-metode

     Antropologi dalam

     Penyelidikan Masyarakat dan

     Kebudayaan Indonesia, 

    Jakarta: Penerbit Universitas.

     _______. 1961.  Beberapa Pokok-

     Pokok Antropologi Sosial ,

    Jakarta: Dian Rakyat.

    Kunst, Jaap. 1973. Music in Java: Its

     History, Its Theory, and Its

    Technique. 2 jilid. Edisi E.L.

    Heins. The Hague: Martinus

     Nijhoff.

    Meriam, Alan P. 1964. The

     Anthropology Of Music,

    terjemahan Triyono

    Bramantyo, North Western

    University Press,

    Bloomington.

    Murgiyanto, Sal. 1983.  Koreografi,

     Pengetahuan Dasar

     Komposisi Tari, Departemen

    Pendidikan Dan Kebudayaan.

     Nettl, Bruno. 1992. The Excursion in

    World Music, (New Jersey:

    Simon & Schuster.

    Palgunadi, Bram. 2002. Serat

     Kandha Karawitan Jawi,

    Bandung: Penerbit ITB.

    Peursen, C. A. van. 1976. Strategi

     Kebudayaan, Terj. Dick

    Hartoko, Yayasan Kanisius:

    Yogyakrta, 1976.

    Soedarso Sp. 2003. Tinjauan Seni,

     sebuah Pengantar Untuk

     Apresiasi Seni, Saku Dayar

    Sana, Yogyakarta.

     ______. 2006. Trilogi Seni,

     Penciptaan, Eksistensi, Dan

     Kegunaan Seni, Institut Seni

    Indonesia Yogyakarta,

    Yogyakarta.

    Soedarsono, RM. 2003. Seni

     Pertunjukan: Dari Perspektif,

    Sosial dan Ekonomi. 

    Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press.

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    24/25

      5

    Soetrisno. 1981 Sejarah Karawitan,

    Yogyakarta: Akademi Seni

    Tari Yogyakarta.

    Soetomo, Greg. 2007.  Krisis Seni,

     Krisis Kebudayaan, Pustaka

    Filsafat: Yogyakarta.

    Sumarsam. 1995. Gamelan: Cultural

     Interaction and Musical

     Development in Central Java, 

    Chicago: The University of

    Chicago Press.

     ______. 2002.  Hayatan Gamelan, 

    Surakarta: STSI Press

    Surakarta.

    Trustho. 2005.  Kendang Dalam

    Tradisi Tari Jawa, STSI

    Press, Surakarta.

    Vetter, Roger. 2001. “More Than

    Meets The Eye and Ear:

    Gamelan and Their Meaning

    in A Central Javanese

    Palace”, dalam Journal of the

    Society for Asian Music. Vol.

    XXXII-2. University of

    Hawaii.

    BIODATA PENULIS

  • 8/18/2019 Bahan Paper.pdf

    25/25

    2

    Hartono  lahir di

     Bantul, 9 Juni 1972. Menyelesaikan studi pada Jurusan

    Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Yogyakarta (1998) dan

    Pengkajian Seni Musik Nusantara pada Pascasarjana ISI Yogyakarta (2010). Aktif

    dalam berkarya seni dan menulis. Sejak 2003 menjadi pengajar tetap di Program

    Studi Pendidikan Seni Tari Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra Universitas

     Negeri Malang. Pengalaman berkarya seni antara lain:

    1.  Workshop seni karawitan Jawa bersama  Kulturkontakt   Jerman di

     beberapa negara di Eropa tahun 1999, yakni Jerman, Itali dan Perancis.

    2. 

    Workshop seni karawitan Jawa dan pentas  pakeliran di Amerika pada

    tahun 2002 antara lain di:

    a.  University Of Illinois at Urbana Champaign, USA.

    b. 

     FROG (Friends Of The Gamelan) at Chicago, Illinois, USA.

    c. 

    Spring Concert  bersama  FROG (Friends Of The Gamelan) di

     Rockefeller Chapel, Chicago, Illinois, USA.

    3. Duta Seni Budaya Indonesia sebagai penata musik dan penari bersama

    Universitas Negeri Malang (UM) ke Thailand tahun 2006.