basic life support 2

Upload: anandaaprilia

Post on 17-Oct-2015

178 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Bantuan Hidup Dasar, Pertolongan Pertama

TRANSCRIPT

BASIC LIFE SUPPORT(BANTUAN DASAR HIDUP)PendahuluanJika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapatgangguan tersumbatnya jalan nafas,tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilahBANTUAN HIDUP DASAR (BHD).Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan istilahRESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).

Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronimA- B - Cyang berlaku universal.A =Airway controlatau penguasaan jalan nafasB =Breathing Supportatau bantuan pernafasanC =Circulatory Supportatau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besarSetiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian : penilaian respons, pernafasan dan nadi.Penilaian respons.Setelah memastikan keadaan aman, maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera melakukan penilaian dini. Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.Aktifkan sistem SPGDTDi beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.

Airway Control(Penguasaan Jalan Nafas)Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak.Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu.Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafasa. Angkat Dagu Tekan Dahi :

Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang.

b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)

Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakanteknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal.

Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakangPemeriksaan Jalan NafasSetelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.Untukkorban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.C. Membersihkan Jalan Nafas- Posisi PemulihanBila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilahposisi miring mantap.Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.

- Sapuan JariTeknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas. BREATHING SUPPORT(BANTUAN PERNAFASAN)Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:

a. Menggunakan mulut penolong:

1. Mulut ke masker RJP 2. Mulut ke APD 3. Mulut ke mulut / hidung

b. Menggunakan alat bantuKantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)

Frekuensi pemberian nafas buatan:Dewasa: 30 kali kompresi, 2 kali pernapasanAnak & Bayi: 30 kali kompresi, 2 kali pernapasan (1 penolong)

15 kali kompresi, 2 kali pernapasan (2 penolong)

Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:- Penyebaran penyakit- Kontaminasi bahan kimia- Muntahan penderitaSaat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan di atas.Beberapa tanda-tanda pernafasan:Adekuat (mencukupi)- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung- Korban tampak nyaman- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)

Kurang Adekuat (kurang mencukupi)- Gerakan dada kurang baik- Ada suara nafas tambahan- Kerja otot bantu nafas- Sianosis (kulit kebiruan)- Frekuensi kurang atau berlebihan- Perubahan status mentalTidak Bernafas- Tidak ada gerakan dada dan perut- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidungBila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.CIRCULATORY SUPPORT(Bantuan Sirkulasi)Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaanmati klinis.

Penekanan dilakukan pada bagian tengah tulang dada. Kedalaman penekanan sekitar 3-5 cm (sesuaikan dengan keadaan pasien).

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.

Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakanResusitasi Jantung Parucara bantuan hidup dasar (BASIC LIFE SUPPORT)

Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menyambung hidup seseorang dengan melindungi korban (terutama yang tidak sadar/pingsan) dan mencegah cedera lebih parah atau timbulnya cedera baru serta membantu pemulihan.

menandai keadaan darurat

- bunyi yang aneh (suara ledakan, dll)

- bau yang tidak biasa

- tanda gejala serta tingkah laku yang tidak biasa

prinsip tindakan keadaan darurat

- Survey primer (Protokol DRABC dan Kontrol Pendarahan)

apakah aman?

apa yang terjadi?

berapa jumlah korban?

orang disekitar dapat membantu?

saat menghampiri korban?

- Survey Sekunder (panggilan bantuan)

Responsesapa keras dan goncang lembut (orang yang tidak merespon berarti pingsan/tidak sadarkan diri) kondisi pingsan adalah keadaan yang mengancam jiwa dikarenakan korban tidak mampu menjaga jalan nafas tetap terbuka, tidak bisa melindungi diri dari bahaya sekitar dan tidak mampu mengendalikan perdarahan.

A. jika korban sadar/respon, lateral position

B. posisikan miring stabil/recovery. sebelumnya cek apakah ada cidera pada korban

c. bersihkan mulut dari benda asing

d. buka jalan nafas

Breathing (nafas)

untuk menilai nafas lakukan teknik LDR atau Look Listen Feel (3-5 detik)

Circulation (sirkulasi)

cek nadi korban 5-10 detik

denyut nadi normal - bayi 120-150 X / menit

- 80-150 X / menit

- 60-90 X / menit

frekuensi nafas normal - bayi 25-50 X/menit

- anak 15-30 X/menit

- dewasa 12-20 X/menit

suhu tubuh 37 C

EAR (nafas buatan) diberikan kepada penderita yang tidak bernafas saja. thniknya dengan meniup setiap 5 detik sekali dan cek nadi setelah 1 menit atau 2 menit.

CPR (RJP) technique dilakukan sebanyak 30 kali pijat + 2 kali tiup (5 siklus)

Prinsip pijat jantung luar

Posisi pijat (ECC)

teknik pijat

BANTUAN HIDUP DASAR- Basic Life Support -Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di mana pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa.

Melakukan bantuan ini kita tidak mempergunakan cairan, obat ataupun terapi kejut listrik. Bantuan Hidup Dasar atau yang disingkat BHD ini harus dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak terbatas kepada petugas paramedik atau tim medis.

Ketika melaksanakan BHD ini kita berpacu dengan waktu, sebab korban yang akan kita tolong dalam keadaan terancam nyawanya. Oleh karena itu, pertolongan pertama yang dilakukan oleh penolong yang pertama kali melihat korban sangat dibutuhkan sebelum paramedis atau tim medis tiba di lapangan.

Jadi, jangan lagi beranggapan bahwa dalam melakukan pertolongan kita berprinsip bagaimana caranya membawa korban segera ke RS, tetapi bagaimana caranya kita mempertahankan jiwa korban tersebut sampai bantuan lebih lanjut datang.

Waktu sangat penting dalam melakukan bantuan hidup dasar. Otak dan jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 6 10 menit akan mengalami kematian, sehingga korban tersebut dapat mati.

Bantuan Hidup Dasar merupakan beberapa cara sederhana yang dapat mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Intinya adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan napas, bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah terjadinya kematian sel otak.

Pengertian mati klinis dan mati biologisMati klinis :

Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.

Mati biologis :

Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian sel otak, bersifat irreversibel. ( kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin, pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil ).

Tanda-tanda pasti mati :a. Lebam mayat

b. Kaku mayat

c. Pembusukan

d. Tanda lainnya : cedera mematikan.

PELAKSANAANKomponen BLS ( Basic Life Support )a. D (Danger) : Electricity, Traffic, Falling objects, and Chemicals

b. R (Respone) : Suara dan nyeri

c. S (Shout for help)

d. A (Airway Control) : penguasan jalan napas

e. B (Breathing Support) : bantuan pernapasan

f. C (Circulatory Suport) : bantuan sirkulasi (pijatan jantung luar) dan menghentikan perdarahan besar.

Cara memeriksa napasDengan cara LDR ( lihat, dengar, rasakan ) selama 3-5 detik.

o LOOKing for chest and/or abdominal movement,

o LISTENing for breath sounds and

o FEELing for breath,

Penyebab utama sumbatan jalan nafas Lidah

Benda asing

Membersihkan jalan napas Reposisi

Sapuan jari

Cara membuka jalan napas Teknik angkat dagu-tekan dahi (bila tidak ada trauma kepala,leher, tulang belakang).

Perasat pendorongan rahang bawah (jaw thrust maneuver) Untuk kasus trauma leher

SHAPE \* MERGEFORMAT Jaw thrust manueverTeknik bantuan pernapasan Mouth to mouth ventilation ( 12 kali / menit ) dengan Head tilt and chin lift Maneuver or Jaw Thrust Maneuver

Chest compression / Resusitasi Jantung Paru (dengan kedalam 1 1/2 2 inci dinding dada) dengan frekwensi 30 : 2 ( 30 tekanan dada dan 2 bantuan nafas efektif )

Perhatikan tangan ada jari-jari yang digunakan untuk menutup hidung.

satu penolong

HYPERLINK "http://ridlo284.files.wordpress.com/2008/08/image21a.gif"

dua penolng

Berikut tabel urutan langkah dalam melakukan BHD

Hal Yang Perlu Dicermati Panggil bantuan

- Warga Sekitar

- Ambulan dan tenaga medis

- Polisi ( bila memang diperlukan )

Perkecil Resiko terjadinya kecelakaan susulan Jauhkan dari penyebab terjadinya kecelakaan

- Kecelakaan lalu lintas

Perkecil resiko terjadinya kebakaran dengan mematikan stater / kunci kontak.

Memasang segitiga pengaman atau tunjuk beberapa orang untuk mengatur lalu lintas.

- Kebakaran

- Sengatan listrik

- Gigitan binatang

- Tenggelam

Urutan Kejadian ; Bagaimana Kecelakaan Terjadi?, Tanyakan pada korban dan saksi mata . Gejala; Dengar baik-baik segala ucapan korban, apakah ia merasa sakit? Lihat secara jelas, bagian tubuh mana yang mengalami pendarahan? Dapatkah digerakkan ? Tanda-Tanda; Periksa korban dari ujung kepala hingga kaki dengan cermat, bandingkan ke dua sisi badan korban. Adakah kejanggalan yang terlihat atau teraba? Catat dan ingat semua informasi yang didapat untuk selanjutnya diberikan kepada tim medis.Bahaya bagi penolong dalam pemberian napas dari mulut ke mulut

Penyebaran penyakit

Kontaminasi bahan kimia

Muntahan penderita

Kesalahan pada RJP dan akibatnyaKESALAHANAKIBAT

Penderita tdk berbaring pd bidang kerasPJL kurang efektif

Penderita tidak horisontalBila kepala lbh tinggi, darah yg ke otak berkurang

Tekan dahi angkat dagu, kurang baikJalan napas terganggu

Kebocoran saat melakukan napas buatanNapas buatan tidak efektif

Lubang hidung kurang tertutup rapat dan mulut penderita kurang terbuka saat pernapasan buatanNapas buatan tidak efektif

Tekanan terlalu dalam/ terlalu cepatPatah tulang, luka dalam paru-paru

Rasio PJL dan napas buatan tidak baikOksigenasi darah kurang

Keadaan dimana tindakan RJP di hentikan Penderita pulih kembali

Penolong kelelahan

Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih

Jika ada tanda pasti mati

Macam komplikasi yang dapat terjadi pada RJP Patah tulang dada/ iga

Bocornya paru-paru ( pneumothorak)

Perdarahan dalam paru-paru/ rongga dada ( hemothorak )

Luka dan memar pada paru-paru

Robekan pada hati

American Heart Association(AHA) merupakan sumber utama algoritma bantuan hidup dasar yang telah dijadikan acuan sistem kesehatan di berbagai negara. Algoritma AHA yang telah lazim diketahui dan menjadi bahan pelatihan bantuan hidup dasar adalah panduan yang diterbitkan tahun 2005.

Terhitung sejak tahun 2010, AHA telah mengeluarkan update terbaru berisi rekomendasi baru mengenai bantuan hidup dasar. Panduan terbaru 2010 merupakan hasil evaluasi dari implementasi panduan bantuan hidup dasar tahun 2005 dan dipadu dengan evidence based terbaru. DI Indonesia, kajian mengenai penerapan panduan ini untuk digunakan secara resmi masih belum diterbitkan. Walaupun demikian, pengetahuan mengenai panduan terbaru ini mutlak diperlukan, bukan hanya untuk memperluas wawasan namun juga untuk evaluasi panduan bantuan hidup dasar yang selama ini kita gunakan.Ada beberapa latar belakang mengapa hanya dalam waktu 5 tahun panduan yang telah melekat di berbagai sistem kesehatan direkomendasikan untuk diperbarui. Berikut disertakan beberapa ulasan latar belakang munculnya rekomendasi baru panduan bantuan hidup dasar 2010:1. Evaluasi 4 chains of survivalEarly recognition & activation, Early CPR, Early defibrilation, Early access to EMS adalah 4 prinsip utama yang selama ini dianut dalam bantuan hidup dasar. Evaluasi mendalam beserta evidence based terbaru menyatakan bahwa ada poin tambahan yang sebenarnya esensial, namun terabaikan. Rekomendasi terbaru akan dibahas pada bagian lain dari artikel ini.2. Evaluasi kualitas pelaksanaan Cardio Pulmonary Rescucitation (CPR)Menurut fakta di lapangan, pelaksanaan CPR sering tidak memenuhi kualitas yang diharapkan. Berbagai faktor ikut mempengaruhi kualitas dilaksanakannya CPR yang berkualitas termasuk kesiapan mental penolong awam hingga kelelahan yang tidak disadari penolong. Syarat kualitas baik dari pelaksanaan CPR akan dibahas pada bagian lain dari artikel ini. 3. Evaluasi pelaksanaan CPR pada penolong dengan perbedaan latar belakangDidapatkan data bahwa pelaksanaan panduan bantuan hidup dasar 2005 oleh penolong awam tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pada CPR. Poin yang sering terlupakan adalah menghindari keterlambatan kompresi dada dan terlalu lama memeriksa adanya denyut nadi. Kelalaian dalam poin-poin tersebut berakibat sangat fatal dalam menurunkan kemungkinan berhasilnya CPR. Oleh karena itu, didasarkan pada latar belakang demikian, perbedaan panduan berdasarkan kemampuan penolong direkomendasikan dalam panduan terbaru.Chain of survival menurut AHA 2010:1. Immediate recognition and activation of emergency response system2. Early CPR3. Early defibrilation4. Effective advanced life support5. Integrated post-cardiac arrest careBerikut adalah beberapa keynote dan highlights dari rekomendasi terbaru panduan bantuan hidup dasar:

1. Pemeriksaan fungsi sirkulasi berupa perabaan denyut nadi selama 10 detik hanya direkomendasikan bagi tenaga medis. Rekomendasi tersebut dipertimbangkan atas dasar:a. Perabaan denyut nadi selama 10 detik sering kali tidak mencerminkan fungsi sirkulasi korban.b. Penekanan CPR terutama pada kompresi dada ditujukan pada penolong orang awam, sehingga diharapkan pemeriksaan fungsi sirkulasi tidak menunda pelaksanan kompresi dada.c. Pemeriksaan sirkulasi dengan perabaan nadi bagi penolong awam terlalu memakan banyak waktu sehingga terjadi penundaan CPRd. Penolong awam kerap menemui kesulitan dalam mendeteksi apakah fungsi sirkulasi pasien berfungsi atau tidak2. Meminimalisir keterlambatan kompresi dada adalah prinsip utama.3. Look, feel, listen untuk evaluasi fungsi pernapasan tidak lagi direkomendasikan.a. Penolong, baik awam ataupun tenaga kesehatan terlatih, sebaiknya segera memulai CPR jika menemukan korban dewasa yang tidak sadar dan tidak bernapas atau tidak bernapas dengan normal (gasping). Hal ini dikarenakan pelaksanaan evaluasi fungsi pernapasan terlalu memakan banyak waktu (10 detik).4. Perubahan konsep ABC (airway breathing Chest Compressions) menjadi CAB (Chest Compression Airway Breathing) bagi korban dewasa. a. Perubahan mendasar ini terutama hanya diperuntukkan bagi penolong awam terlatih.b. Penyebab henti jantung tersering adalah VF dan pulseless VT yang terapi utamanya adalah kompresi dada dan defibrilasi. Jika pada keadaan demikian penolong menunda dilakukannya kompresi dada, kemungkinan terjadinya Return of Spontaneous Circulation (ROSC) sangat kecil.c. Pada kenyataannya algoritma ABC sering menimbukan penundaan untuk melakukan kompresi dada.d. Algoritma ABC dimulai dengan prosedur yang sulit bagi orang awam yaitu membuka jalan napas dan memastikan napas masuk.5. 3 prototipe CPR yang diperuntukkan bagi penolong dengan latar belakang berbeda. Hl ini didasarkan pada berbagai pertimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya.a. Hands-only CPR yang diperuntukkan bagi penolong awam.b. Conventional CPR yang diperuntukkan bagi penolong awam terlatih dan tenaga medis.c. CPR + defibrilasi yang diperuntukkan bagi tenaga medis terlatih.Berikut adalah syarat CPR dengan kualitas baik:1. Frekuensi baik (100 x/min)2. Kedalaman baik (sekurang-kurangnya 5 cm pada orang dewasa dan 1/3 tebal dada pada anak-anak)3. Memberikan kesempatan bagi dada untuk mengembang sempurna4. Meminimalisir interupsi dalam kompresi dada5. Menghindari ventilasi yang berlebihanBerbagai prinsip yang tidak disebutkan dalam artikel ini dapat ditelusuri lebih lanjut dalam panduan bantuan hidup dasar yang dapat diakses pada situs yang dicantumkan ada referensi.

Referensi:Hazinski MF, Field JM. 2010 American heart association guidelines for cardiopulmonary rescucitation and emergency cardiovascular care science. AHA: 2010. www.circ.ahajournals.org. Downloaded at October 19th 2010. Pedoman AHA 2010 untuk Resusitasi Kardio Pulmonal

2010 AHA Guidelines: The ABC of CPR Diatur ulang menjadi"CAB"

News Author: Emma Hitt, PhDCME Author: Laurie Barclay, MDditerjemahkan bebas oleh Attonk dari http://cme.medscape.com/news

20 Oktober 2010 kompresi dinding dada sebaiknya menjadi langkah pertama pada cardiac arrest. Oleh karena itu, the American Heart Association (AHA) sekarang merekomendasikan bahwa ABC (Airway Breating Compressions) pada resusitasi kardiopulmonal diubah menjadi C-A-B (Compressions Airway Breathing)

Perubahan ini didokumentasikan dalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care yang dipublikasi pada tanggal 2 November, terbitan tambahan pada Circulation: Journal of the American Heart Association menggambarkan pembaruan pedoman sebelumnya tahun 2005.

The 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC [Emergency Cardiovascular Care] didasarkan pada tinjauan komprehensif dan terbaru dari literature resusitasi yang telah dipublikasi, tulis pengarang dalam executive summary. Penelitian terbaru meliputi informasi dari 356 ahli resusitasi dari 29 negara yang penelitian dan hipotesis dibahas, dianalisis, dievaluasi, didebat, dan didiskusikan melalui pertemuan, telekonferensi, dan sesi online (webinars) selama periode 36 bulan sebelum 2010 Consensus Conference.

Berdasarkan AHA, kompresi dinding dada sebaiknya segera dimulai pada seseorang yang tanpa respon dan tidak bernafas normal. Oksigen akan masuk ke paru=apru dan aliran darah dalam beberapa menit pertama, sehingga inisiasi kompresi dinding dada akan memfasilitasi distribusi oksigen ke otak dan jantung dengan lebih cepat. Sebelumnya , dimulai dengan A (airway), dibandingkan C (compressions) karena penundaan bermakna kira-kira 30 detik .

Selama lebih dari 40tahun, pelatihan CPR telah menekankan pada ABC dari RKP, yang meminta orang untuk membuka jalan nafas korban dengan mencondongkan belakang kepala mereka (head tilt) , menjepit hidung dan menghembuskan nafas pada mulut korban, dan hanya kemudian memberikan kompresi dinding dada, tulis Michael R. Sahre,MD, koautor dan kepala AHA's Emergency Cardiovascular Care Committee, di tulisan AHA yang dirilis. Pendekatan ini menyebabkan penundaan bermakna dari kompresi dinding dada, yang secara esensial untuk menjadi sirkulasi yang kaya oksigen dalaam tubuh,imbuhnya.

Pedoman baru ini juga merekomendasikan bahwa selama RKP, penolong meningkatkan kecepatan kompresi dinding dada setidaknya 100 kali permenit. Tambahannya, harus dibuat kompresi sebaiknya dibuat lebih dalam pada dinding dada, pada kedalaman setidaknya 2 inci pada dewasa dan 1,5 inci pada bayi.

Orang yang melakukan RKP sebaiknya menghindari bersandar pada dada sehingga dapat kembali pada posisi semula, dan kompresi sebaiknya dilanjutkan selama mungkin tanpa penggunaan ventilasi berlebihan.

Pusat 9-1-1 sekarang telah diarahkan untuk memberikan instruksi dengan agresif sehingga kompresi dinding dada dapat dimulai ketika cardiac arrest dicurigai.Pedoman baru ini juga merekomendasikan dengan lebih kuat bahwa pengirim menginstruksikan penolong tidak terlatih untuk menyediakan Hands only CPR (hanya kompresi dinding dada) pada dewasa yang tidak berespon, yang tanpa nafas atau tidak bernafas normal.

Rekomendasi lainRekomendasi lain untuk petugas kesehatan melakukan RKP sebagai berikut :

Teknik teamwork yang efektif sebaiknya dipelajari dan dipraktekkan secara teratur.

Quantitative wafeform capnography digunakan untuk mengukur keluaran karbondioksida, sebaiknya digunakan untuk mengkonfirmasi intubasi dan memonitor kualitas RKP.

Hipotermia terapetik sebaiknya menjadi bagian dari system interdisiplin keseluruhan perawatan setelah resusitasi cardiac arrest.

Atropin tidak lagi direkomendasikan untuk penggunaan rutin dalam mengelola dan menangani pulseless electrical activity atau asystole.

Pedoman bantuan hidup lanjut pada anak menekankan pengelolaan penanganan dalam periode 2 menit RKP terus menerus. Pedoman baru ini juga mendiskusikan resusitasi pada bayi dan anak dengan sejumlah penyakit jantung congenital dan hipertensi pulmonal.

Penulis pedoman ini tidak memiliki hubungan financial yang relevan.

Circulation. 2010;122[suppl 3]:S640-S656.

Sumber tambahan2010 AHA guidelines for CPR and emergency cardiovascular care dapat ditemukan dalam situs AHA.

Konteks klinikKetika AHA menetapkan pedoman resusitasi pertama pada tahun 1966, RKP original A-B-C yaitu membuka jalan nafas korban (Airway) dengan memiringkan belakang kepala ; menekan hidung dan memberikan nafas melalui mulut korban (Breathing) dan kemudian memberikan kompresi dinding dada (Compression). Namun, sekuensinya berdampak pada penundaan bermakna (kira-kira 30 detik) untuk memberikan kompresi dinding dada yang dibutuhkan untuk mempertahankan sirkulasi darah kaya oksigen.Dalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care, AHA kemudian mengatur ulang langkah-langkah RKP dari A-B-C menjadi C-A-B pada dewasa dan anak, memungkinkan setiap penolong memulai kompresi dinding dada dengan segera. Sejak tahun 2008, AHA telah merekomendasikan penolong bantu tidak terlatih melakukan Hands Only CPR atau RKP tanpa memberikan nafas bantu, pada orang dewasa yang tiba-tiba kolaps. Pedoman baru ini juga berisi rekomendasi lain, didasarkan pada bukti yang dipublikasi sejak pedoman AHA sebelumnya diterbitkan tahun 2005.

Highlight AHA telah mengatur ulang RKP A-B-C(Airway-Breathing-Compressions) menjadi C-A-B (Compressions-Airway-Breathing). Kompresi dinding dada kemudian menjadi langkah pertama oleh penolong professional untuk menyelamatkan seorang individu dengan cardiac arrest tiba-tiba. Perubahan pada RKP ini diaplikasikan pada orang dewasa, anak dan bayi tapi tidak pada bayi baru lahir. Look, Listen and Feel" telah dihilangkan dari algoritme bantuan hidup dasar. Perubahan lain dalam rekomendasi RKP untuk bantuan hidup dasar meliputi :o Jumlah kompresi dinding dada setidaknya 100 kali permenito Penolong harus mendorong lebih dalam pada dada, menghasilkan kompresi setidaknya 2 inci pada orang dewasa dan anak serta 1,5 inci pada bayi.o Antara tiap kompresi , penolong harus menghindari bersandar pada dinding dada sehingga dapat kembali pada posisi semula.o Penolong sebaiknya menghindari penghentian kompresi dinding dada dan pemberian ventilasi berlebihano Semua pusat 9-1-1 sebaiknya memberikan instruksi via telepon dengan tegas untuk memulai kompresi dinding dada (Hands Only CPR) ketika cardiac arrest dicurigai pada orang dewasa yang tidak berespon, tanpa nafas atau tidak bernafas normal

Pengirim sebaiknya memberikan instruksi RKP konvensional pada individu yang dicurigai tenggalam atau telah mengalami asphyxia arrest lain.

Untuk defibrilasi yang diupayakan dengan suatu defibrillator automatis eksternal pada anak berusia 1 sampai delapan tahun , penolong harus menggunakan pediatric dose-attenuator system jika tersedia, atau defibrilasi ekternal otomatis bila tidak.

Defibrilator manual diutamakan untuk anak kurang dari 1 tahun.

Pedoman rekomendasi untuk petugas kesehatan professional meliputi :

- Teknik teamwork yang efektif sebaiknya dipelajari dan dipraktekkan secara teratur.- Quantitative wafeform capnography digunakan untuk mengukur keluaran karbondioksida, sebaiknya digunakan untuk mengkonfirmasi intubasi dan memonitor kualitas RKP.- Hipotermia terapetik sebaiknya menjadi bagian dari system interdisiplin keseluruhan perawatan setelah resusitasi cardiac arrest.- Atropin tidak lagi direkomendasikan untuk penggunaan rutin dalam mengelola dan menangani pulseless electrical activity atau asystole.

Pedoman baru ini tidak merekomendasikan penggunaan rutin tekanan krikoid pad cardiac arrest.

Untuk diagnosis dan penatalaksanaan awal pada takikardia stable, undifferentiated regular, monomorphic wide-complex tachycardia, adenosine direkomendasikan.

Pedoman bantuan hidup lanjut pediatric menawarkan suatu strategi baru untuk resusitasi pada bayi dan anak dengan penyakit jantung congenital tertentu dan hipertensi pulmonal

Pedoman bantuan hidup lanjut pediatric menekankan pemberian RKP terus menerus selama 2 menit.

Implikasi klinis Dalam pedoman terbarunya, AHA telah mengatur ulang RKP dari A-B-C menjadi C-A-B. Perubahan ini diaplikasikan pada dewasa, anak, dan bayi tetapi tidak pada bayi baru lahir.

Rekomendasi pedoman inti untuk petugas kesehatan professional meliputi konsentrasi pada teknik timwork yang efektif, penggunaan quantitative waveform capnography, dan penyertaan hipotermia terapetik pada keseluruhan system interdisiplin penanganan. Atropin tidak lagi direkomendasikan pada penggunaan rutin pengelolaan pulseless electrical activity (asystole).

Basic life support / bantuan hidup dasar (BHD) adalah suatu pertolongan pertama yg hrs segera dilakukan agar tidak terjadi kerusakan organ vital yang membuat pasien tidak dapt tertolong.CPR/RJP adalah metode yang dilakukan untuk menyelamatkan pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas untuk mencegah terjadinya kematian organ vital dg cara melakukan nafas buatan dan pijatan jantung luar.Kemampuan BLS ini harus dimiliki oleh orang awam sekalipun karena kasus-kasus yang membutuhkan, BLS dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Sedangkan mater ini menjadi sesuatu yang wajib dipelajari bagi tenaga kesehatan, polisi, pemadam kebakaran, dan penjaga pantai.

Pola pikir dan pendekatan dalam menghadapi kasus (situasi gawat darurat) adalah berdasarkan suatu urutan yaitu DR ABC (Denger,Respons,Airway and c-spine control,Breathing,Circulation and bleeding control). DR ABC inilah yang akan terus menjadi perhatian dan harus selalu ada dalam kepala kita pada saat melihat, menilai dan sebelum melakukan tindakan apapun pada seorang pasien. DR ABC ini dibuat berdasarkan kondisi kegawatan dan paling potensial dalam menimbulkan kematian pada pasien.

DR ABCD (Danger).Ketika seorang pasien hadir didepan mata dan berdarah disana-sini, tampak tulang menonjol kemudian pasien berteriak kacau, apa yang harus anda lakukan? yang harus dilakukan adalah ambil sarung tangan (gloves/hanscoen) karena anda tetap harus menjaga diri anda dari cairan tubuh pasien yang akan menularkan penyakit-penyakit, seperti HIV, Hepatitis, dll. Kemudian pastikan lingkungan disekitar anda aman. Aman dari api pada kasus kebakaran, aman terhadap lalu lintas kendaraan pada kasus RTA (Road Traffic Accident),dll.

R (Respon). Setelah memakai sarung tangan segera lakukan tindakan untuk menilai respon pasien, goyangkan pasien tersebut dengan memberikan pertanyaan (misalnya siapa nama bpak?). Bila pasien mampu menjawab dengan baikmaka dapat diambil kesimpulan bahwa pasien tersebut dalam keadaan sadar dan jalan nafas tidak terganggu, tetapi jika pasien tidak menjawab sama sekali segera rangsang dengn memberikan tepukan yg lebih keras,jika masih tetap tidak menjawab segera pilin atau cubit pasien, bila mengeluh sakit maka kita dapat menyimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan kesadaran yang dapat disebabkan oleh apapun, dan jalan nafasnya aman.

A (Airway/Jalan nafas).Pada suatu saat pasien kita temukan dg suara nafas yang ramai, pd kondisi ini berarti ada suara naas tambahan yang disebabkan oleh sumbatan parsial jalan nafas, sedangkan pada sumbatan terjadi secara total maka suara nafas tidak akan terdengar lagi.

Untuk menilai adanya gangguan jalan nafas (airway) maka kita gunakan metode look,listen and feel.Contoh ukuran penilaian:

Look : kita dapat melihat adanya pergerakan jalan nafas. Listen: kita mendengar adanya suara nafas tambahan yang mempunyai berbagai macam jenis, paling sering adalah snoring (ngorok) yg disebabkan oleh obstruksi mekanis seperti lidah yg jatuh ke hipfaring, gargling (suara kumur) yg disebabkan oleh cairan seperti darah atau sekret yg berlebihan, dan crowing (suara melengking saat inhalasi) karena adanya spasme laring. Feel : maka kita tida akan merasakan adanya hembusan angin.

Bila salah satu dari hal tersebut kita temukan maka segeralah lakukan pembebasan jalan nafas. Pertama bersihkan mulut dengan tangan kita (finger swab), lalu lakukan triple airway manuver (ekstensi leher,head tilt dan chin lift). berhati-hati pada pasien multiple trauma, jangan lakukan ekstensi leher tapi segera pasang collar neck.

Pada saat pasien tersedak akan terlihat gejala khas sumbatan jalan nafas baik total maupun parsial. Pada kasus ini, kit dapat melakukan Heimlich manuvre atau back blows. Heimlich manuvre adalah hentakan pada daerah epigastrim pasien dg prinsip seperti botol yg tertutup dan dapat dikerjakan pada saat pasien terlentang atau pada saat posisi pasien masih tegak. Hati-hati penggunaan tehnik ini pada wanita hamil dan balita, sedangkan back blows adalah pukulan atau tepukan pada punggung pasien, 2-3 kali yang dapat dikerjakan pada siapapun.

Bila dengan cara-cara ini pasien belum dapat bernafas maka lakukan pemasangan oropharingeal tube, sedangkan bila gangguan disebabkan oleh cairan dapat dilakukan suction (sedot). Berhati-hati pemasangan oropharingeal tube pada anak-anak. Bila belum dapat tertangani maka pikirkan kemungkinan pemasangan airway definitif seperti cricotiroidectomy needle atau surgery dan pemasangan tube orotrakeal atau nasotrakeal.

B (Breathing/Nafas). Breathing atau ventilasi adalah suatu proses pengambilan oksigen dari udara bebas dan pengeluaran karbon dioksida ke udara bebas. Maka untuk menilai gangguan pada breathing segera lihat ada tidaknya pergerakan nafas (tidak adanya suara naafas dan tidak dirasakannya hembusan udara yang keluar dari mulut pasien). Bila hal ini terjadi maka segera curigai adanya henti nafas, dan lakukan breathing support dengan hembusan efektif sebanyak 2 kali. Bila suara nafas suadh ada walaupun lemah, segera posisikan pasien dalam recovery position. Bila belum ada perubahan setelah dua kali breathing support, segera lakukan pemeriksaan terhadap sirkulasi sambil terus dilakukan pernafasan buatan (artificial ventilation). Beberapa tehnik breathing support yaitu :

1. Mouth to mouth breathing

2. Mouth to nose breathing

3. Mouth to stoma brteathing

4. Mouth to mask breathing

Bila anda berada di instasi gawt darurat maka anda dapat melakukan bantuan pernafasan dengan menggunakan ambu bag yg telah disambung dengan oksigen.

C (Circulation and bleeding control). Setelah problem A dan B dapat ditangani segera pindah ke C dan raba nadi carotis, adakah pulse? berapa frekwensinya?bagaimana pengisiannya apakah lemah atau cepayt?

Bila tidak ditemukan adanya denyut, curiga adanya henti jantung. Bila ditemukan adanya nadi walaupun lemah dan cepat segera berpikir adanya suatu problem sirkulasi, segera lakukan pengkajian lebih lanjut dengan menilai akral (hangat atau dingin),warna kulit (merah atau pucat),dan pengisian kapiler pasien (nilai normal RCT/Refill Capillary Test kurang dari 2 detik). Bersamaan dengan pemeriksaan ini segera lakukan pertolongan seperti pemasangan infus (IV line), abocath kaliber besar dengan transfusi/blood set, dua jalur, cairan RL, hangat dan jangan lupa lakukan pengambilan contoh darah untuk crossmatch, apabila terjadi shock maka cairan intrvena harus diguyur pemberiannya. Bila curiga adanya henti jantung maka segera lakukan kompresi jantung luar.

Sumber : Buku Panduan Diklat Kegawatdaruratan Dasar untuk Perawat Edisi II. MER-C Training Center.Jakarta.2007

Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di mana pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa.

Melakukan bantuan ini kita tidak mempergunakan cairan, obat ataupun terapi kejut listrik. Bantuan Hidup Dasar atau yang disingkat BHD ini harus dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak terbatas kepada petugas paramedik atau tim medis.

Ketika melaksanakan BHD ini kita berpacu dengan waktu, sebab korban yang akan kita tolong dalam keadaan terancam nyawanya. Oleh karena itu, pertolongan pertama yang dilakukan oleh penolong yang pertama kali melihat korban sangat dibutuhkan sebelum paramedis atau tim medis tiba di lapangan. Jadi, jangan lagi beranggapan bahwa dalam melakukan pertolongan kita berprinsip bagaimana caranya membawa korban segera ke RS, tetapi bagaimana caranya kita mempertahankan jiwa korban tersebut sampai bantuan lebih lanjut datang.

Tujuan dari BHD ini adalah untuk:1. Menyelamatkan jiwa penderita.2. Mencegah cacat.3. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.Waktu sangat penting dalam melakukan bantuan hidup dasar. Otak dan jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 8 10 menit akan mengalami kematian, sehingga korban tersebut dapat mati. Dalam istilah kedokteran dikenal dua istilah untuk mati, mati klinis dan mati biologis.

Mati klinis memiliki pengertian bahwa pada saat melakukan pemeriksaan penderita, penolong tidak menemukan adanya pernapasan dan denyut nadi yang berarti sistem pernapasan dan sistem peredaran darah berhenti. Pada beberapa keadaan, penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua sistem tersebut berfungsi kembali.

Penderita mengalami henti napas dan henti jantung mempunyai harapan hidup lebih baik jika semua langkah dalam rantai penyelamatan dilakukan bersamaan. Rantai ini diperkenalkan oleh American Heart Association (AHA) yang mempunyai empat rantai sebagai berikut:1. Kecepatan dalam permintaan bantuan.2. Resusitasi Jantung Paru.3. Defibrilasi (dilakukan oleh tenaga medis terlatih dengan peralatan khusus).4. Pertolongan hidup lanjut (di RS, seperti Advance Cardiac Life Support).

Bantuan Hidup Dasar merupakan beberapa cara sederhana yang dapat mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Intinya adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan napas, bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah terjadinya kematian sel otak.Untuk memudahkan mengingat, maka saya berikan suatu akronim K R A B C :K: KeamananR: ResponsA: Airway (saluran napas)B: Breathing (pernapasan)C: Circulation

CPR (NEW GUIDELINE AHA2010)

Posted on 30 Mei 2011 by HIPTIK PRO GADAR

American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan pedoman cardio pulmonary resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular 2010. Se[erti kita ketahui, para ilmuan dan praktisi kesehatan terus mengeavaluasi CPR atau yang lebih kita kenal dengan RJP ini dan mempublikasikannya setiap 5 tahun.

Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini unutk mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang tersedia, mereka mengembangkan rekomendasi untuk mendukung intervensi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan.

Rekomendasi di 2010 Pedoman mengkonfirmassi keamanan dan efektifitas dari banyak pendekatan, mengakui ketidakefektifan orang lain fan memperkenalkan perawatan baru berbasis evaluasi bukti intensif dan konsesnsus para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa pedomansebelumnya tidak aman atau tidak efektif.

Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 2010. Faokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Apnduan RJP 2005 dengan RJP 2010.

1. Bukan ABC lagi tapi CABSebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC : airway, breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, baru setelah itu kita bisa fokus pada airway dan breathing. Pengecualian satu-satunya adalah hanya untuk bayi baru lahir. Namun untuk RJP bayi, RJP anak, atau RJP dewasa, harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.

2. Tidak ada lagi look, listen dan feelKunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan bertindak, bukan menilai. Telepon ambulans segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik. Percayalah pada nyali anda, jika anda mencoba menilai korban bernafas atau tidak dengan mendekatkan pipi anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafaas dan tindakan look feel listen ini hanya akna menghabiskan waktu

3. Kompresi dada lebih dalam lagiSeberapa dalam anda harus menekan dada telah berubah pada RJP 2010 ini. Sebelumnya adalah 1 sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk menekann setidaknya 2 inchi (5 cm) pada dada.

4. Kompresi dada lebih cepat lagiAHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekanan dada sekitar 100 kompresi per menit. Sekarang AHA merekomndasikan kita untuk menekan dada minimal 100 kompresi per menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.

5. Hands only CPRAda perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong RJP seperti ini pada 2008. AHA masih menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan besarnya adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa/ AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini namun ada saran sederhana disini: berikan hands only CPR karena berbuat sesuatu lebih baik daripda tidak berbuat sama sekali.

6. Kenali henti jantung mendadakRJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan AHA meminta kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.

7. Jangan berhenti menekanSetiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama. Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalirkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus menekan selama kita bisa. Terus tekan hingga alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung. Jika sudah tiba waktunya untuk pernafasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera kembali pada menekan dada.

Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway Breathing). Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.

Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.

Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama.

AHA selalu mengadakan review guidelines CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.

Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.

Di dalamnya terdapat materi yang berguna terutama bagi sejawat di emergency unit seperti Neonatal Resuscitation, Pediatric BLS dan ALS, Adults BLS dan ALS, CPR dan First Aid.

Sumber diambil dari :

American Heart Association 2010 Pedoman untuk Cardiopulmonary Resuscitation

Perubahan dalam Guideline AHA 2010 untukRJP

Image via Wikipedia

Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basic Life Support (BLS) adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa pada kejadian henti jantung. Dasar-dasar itu mencakup: (1) Mengenali tanda-tanda henti jantung (Recognition), (2) Memanggil sistem respons gawat darurat (Activation) dan (3) Memulai RJP dan defibrilasi lebih cepat.

Perubahan dalam Guideline AHA 2010 untuk RJP: Algoritma BLS lebih disederhanakan. Protokol look, listen and feel (lihat, dengar dan raba) telah dihilangkan karena dianggap tidak konsisten dan menyita waktu. Lebih ditekankan untuk memanggil sistem respons gawat darurat dan memulai kompresi dada lebih dini.

Menekankan RJP dengan menggunakan kompresi dada saja (hands-only/compression only CPR) untuk penolong (rescuer) yang tidak terlatih.

Memulai kompresi dada sebelum memberikan nafas bantuan (C-A-B dan bukan A-B-C). Kompresi dada dapat dimulai dengan segera. Sedangkan memposisikan kepala, menangkupkan mulut pada nafas mulut ke mulut (mouth-to-mouth breathing) atau mengambil ambu-bag cukup menyita waktu.

Kualitas kompresi dada lebih ditingkatkan lagi, dari sebelumnya 1,5 sampai 2 inchi dalamnya menjadi 2 inchi saat ini.

CPR ABC to CAB New AHA guidlines for resuscitation

Thursday, 11 November 2010 22:48 administrator American Heart Association (AHA) telah mengeluarkan panduan Resusitasi Jantung paru (RJP) secara periodik sejak tahun 1966 hingga sekarang. Publikasi panduan AHA tahun 2010 ini mengangkat banyak perhatian karena mengeluarkan sebuah perubahan standarisasi algoritma baru terutama untuk BLS yang cukup berbeda dari publikasi tahun 2005 yang telah dipakai secara universal dalam berbagai elemen.

Basic Life Support (BLS)

BLS adalah pilar dasar pertolongan pertama henti jantung. Aspek penting dalam BLS adalah pengenalan dini terhadap henti jantung dan mengaktivasi sistem respon darurat untuk memanggil bantuan, RJP dini yang berkualitas, penggunaan alat defibrilasi otomatis sesuai dengan indikasi.

Gambar 1. Chain of Survival3Perubahan yang terlihat adalah pada algoritma Basic Life Support (BLS) umum untuk dewasa dan anak (terkecuali neonatus), yaitu urutan A-B-C (Airway, Breathing, Chest compression) yang telah lama digunakan kini berubah menjadi C-A-B (Chest compression, Airway, Breathing). Rekomendasi ini berdasarkan studi analisis komprehensif dari literatur mengenai resusitasi yang pernah dipublikasikan. Proses ini berlangsung selama 36 bulan, didalamnya terdapar 356 ahli resusitasi dari 29 negara yang telah menganalisa, mengevaluasi, mendebatkan dan mendiskusikan hal tersebut.Alasan untuk perubahan tersebut adalah :

Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation). Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan orang umum temukan paling sulit. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.

AHA 2010 dalam panduannya memberikan 2 jenis algoritma BLS bagi korban dewasa yaitu sederhana untuk penolong non petugas kesehatan dan khusus untuk petugas kesehatan. Berikut algoritma terbaru dan penjelasannya.Gambar 2. Algoritma BLS sederhana2Algoritma sederhana ini diperuntukan untuk semua penolong untuk mempelajari, mengingat, dan mempraktekkan.Pengenalan dini. Jika seorang penolong menemukan korban dewasa yang tidak ada respon (tidak ada pergerakan atau respon terhadap stimulus luar) atau melihat korban tiba-tiba jatuh pingsan, maka penolong harus memastikan keamanan tempat kejadian lalu mengecek respon dengan menepuk bahu korban selagi meneriakkan nama korban. Jika penolong lebih dari satu orang maka langkah-langkah dalam algoritma ini dapat dilakukan bersamaan dan sinergis.

Aktivasi sistem respon darurat. Penolong sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti menghubungi institusi yang mempunyai fasilitas/layanan gawat darurat, hal ini dapat beruba menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait. Penolong non petugas kesehatan harus siap menerima instruksi dan melakukannya.2Jika melihat korban tidak berespon dan dan tidak bernapas atau hanya sesak terengah-engah maka penolong dapat mengasumsikan bahwa korban mengalami henti jantung.

Pemeriksaan denyut nadi. Riset menunjukkan bahwa terdapat kesulitan dalam pemeriksaan denyut nadi korban baik dilakukan oleh penolong non petugas ksesehatan ataupun petugas kesehatan sehingga dapat membuang waktu yang berharga. Karena hal tersebut maka terdapat dua rekomendasi baru yaitu :

Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban, penolong sebaiknya berasumsi bahwa korban mengalami henti jantung jika melihat gejala yang disebutkan diatas. Untuk petugas kesehatan, pemeriksaan nadi korban sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan denyut nadi yang definitive maka petugas sebaiknya memulai RJP dengan kompresi dada.Resusitasi Jantung Paru dini. Berbeda dengan panduan BLS AHA 2005, kompresi dada dilakukan terlebih dahulu sebelum adanya dua kali ventilasi awal sehingga membentuk algoritma C-A-B. Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik). Untuk mendapatkan kompresi dada yang efektif dalam algoritma tersebut terdapat dua kata kunci yaitu push hard, push fast yang berarti tekan kuat, tekan cepat hal ini memudahkan penolong non petugas kesehatan dalam melakukan kompresi seefektif mungkin. Dalam RJP yang efektif, kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit dengan kedalaman sekitar 5 cm (2 inchi). Lokasi kompresi dilakukan pada tengah dada pasien.

Setelah kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus dilanjutkan dengan ventilasi mulut ke mulut sebanyak dua kali ventilasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah berikan jarak 1 detik antar ventilasi, perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat, dan perbandingan kompresi dan ventilasi untuk satu siklus adalah 30 : 2.

Pengunaan alat defibrilasi otomatis. Algoritma diatas menunjukan adanya langkah terpisah untuk mendapatkan alat defibrilasi otomatis. Jika hanya terdapat satu penolong maka sebaiknya setelah mengaktivasi sistem darurat, penolong diharapkan mencari alat defibrilasi otomatis (jika tersedia dan dekat) lalu kembali ke korban untuk melakukan RJP. Jika ada lebih dari satu penolong maka langkah tersebut dilakukan bersamaan.2Tipe strategi RJP. Terdapat 3 pola strategi RJP yang dapat diterapkan pada penolong sesuai dengan keadaannya.

Pertama, untuk penolong non petugas kesehatan yang tidak terlatih, mereka dapat melakukan strategi Hands only CPR (hanya kompresi dada). Kompresi dada sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.

Kedua, untuk penolong non petugas kesehatan yang terlatih, mereka dapat melakukan strategi RJP kompresi dada dan dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. RJP sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.

Ketiga, untuk petugas kesehatan, lakukan RJP kompresi dada sebanyak satu siklus yang dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. Lakukan hal tersebut hingga advanced airway tersedia, kemudian lakukan kompresi dada tanpa terputus sebanyak 100 kali/menit dan ventilasi setiap 6-8 detik/kali (8-10 nafas/menit). Untuk petugas kesehatan penting untuk mengadaptasi urutan langkah sesuai dengan penyebab paling mungkin yang terjadi pada saat itu. Contohnya, jika melihat seseorang yang tiba-tiba jatuh, maka petugas kesehatan dapat berasumsi bahwa korban mengalami fibrilasi ventrikel, setelah petugas kesehatan mengkonfirmasi bahwa korban tidak merespon dan tidak bernapas atau hanya sesak terengah-engah, maka petugas sebaiknya mengaktifasi sistem respon darurat untuk memanggil bantuan, mencari dan menggunakan AED (Automated External Defibrilator), dan melakukan RJP. Namun jika petugas menemukan korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat. Sama halnya dalam bayi baru lahir, penyebab arrestkebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.Gambar 3. Algoritma BLS untuk petugas kesehatanUntuk petugas kesehatan, prinsip dasar langkah-langkah algoritma tetap sama dengan yang sederhana.

Pengenalan dini. Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Korban yang tidak responsif serta tidak ada nafas atau hanya terengah-engah maka petugas kesehatan dapat mengasumsi bahwa korban mengalami henti jantung.

Aktivasi sistem darurat. Petugas sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti menghubungi institusi yang mempunyai fasilitas/layanan gawat darurat, contohnya menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait.

Hal yang perlu diperhatikan adalah pada AHA 2010 ini ada dua hal yang tidak dianjurkan setelah memeriksa korban tidak responsif yaitu :

Memeriksa ada tidaknya nafas pada korban dengan look, feel, listen. Sulitnya menilai nafas yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar hal tersebut tidak dianjurkan. Nafas yang terengah dapat disalah artikan sebagai nafas yang adekuat oleh professional maupun bukan. Contohnya pada korban dengan sindroma koroner akut sering kali terdapat nafas terengah yang dapat disalah artikan sebagai pernafasan yang adekuat. Maka tidak dianjurkan memeriksa pernafasan dengan look, feel, listen dan direkomendasikan untuk menganggap pernafasan terengah sebagai tidak ada pernafasan. Memeriksa denyut nadi pasien. Untuk petugas kesehatan, pemeriksaan nadi korban sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan denyut nadi yang definitive maka petugas sebaiknya memulai RJP.

Kedua hal tersebut tidak lagi dianjurkan bertujuan untuk meminimalisir waktu untuk memulai RJP.

Resusitasi Jantung Paru dini. Seperti yang telah disebutkan, mulai RJP dengan algoritma C-A-B . Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah : Frekuensi kompresi setidaknya 100 kali/menit. Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur (bila perlu dengan bantuan ganjalan kaki untuk mencapai tinggi yang diinginkan sehingga dan papan kayu untuk mendapatkan kompresi yang efektif selama tidak memakan waktu). Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Menghindari ventilasi berlebihan. Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2 menit.

Setelah itu melakukan langkah Airway dan Breathing. Kriteria peting pada Airway dan Breathing adalah :

Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust. Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat.

Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :

Pastikan hidung korban terpencet rapat Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam) Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin Berikan satu ventilasi tiap satu detik Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.

Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban.

Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.

Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.

Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.

Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.

RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.

Posisi mantap. Lebih dikenal dengan recovery posisition, dipergunakan pada korban tidak responsive yang memiliki pernafasan dan sirkulasi yang baik. Tidak ada posisi baku yang menjadi standar, namun posisi yang stabil dan hamper lateral menjadi prinsip ditambah menaruh tangan yang berada lebih bawah ke kepala sembari mengarahkan kepala menuju tangan dan menekuk kedua kaki menunjukan banyak manfaat.2

Referensi: John M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association Guidelines forCardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S640-S656. Robert A. Berg, et al. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation2010;122;S685-S705. Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S676-S684 Anggaditya Putra, MD.CPR ABC to CAB New AHA guidlines for resuscitation.http://www.exomedindonesia.com /referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/jantung-dan-pembuluh-darah-cardiovaskular/2010/11/06/cpr-abc-to-cba-new-aha-guidlines-for-resuscitation/

_1457972459.bin

_1457972456.bin