bawang

27
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Mellitus 2.1.1. Definisi Diabetes mellitus (DM) merujuk kepada sekumpulan kelainan metabolik yang berkongsi phenotype yang sama yaitu hiperglikemia. Terdapat beberapa jenis DM yang penyebabnya merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Bergantung pada masing-masing etiologi, faktor- faktor yang menyebabkan keadaan hiperglikemia adalah kurangnya sekresi insulin, kurang utilisasi glukosa dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang berkaitan dengan DM menyebabkan perubahan patofisiologi sekunder kepada berbagai sistem organ seperti pada jantung, ginjal, mata, saraf dan berbagai organ lain serta menyebabkan komplikasi metabolik seperti hiperlipidemia, ketonemia dan ketonuria (Fauci, et a.l, 2008). 2.1.2. Epidemiologi Prevalensi DM diseluruh dunia meningkat secara drastik sejak 2 dekad yang lalu, dari kira- kira 30 juta kasus pada 1985 kepada 177 juta kasus pada tahun 2000. Berdasarkan penelitian, lebih 360 juta individu akan menderita DM menjelang tahun 2030. DM tipe 2 menunjukkan peningkatan yang drastik berbanding DM tipe 1. Hal ini adalah kerana peningkatan individu yang menderita obesitas dan kurangnya aktifitas seharian terutama pada negara- negara maju. Di Amerika Serikat, Centre of Disease Control and Prevention (CDC) menperkirakan 20,8 juta individu kira- kira 7% dari populasi dunia akan menderita DM pada 2005 (~30% individu tidak didiagnosa menderita DM). Kira- kira 1,5 juta individu 20 tahun baru didiagnosa menghidap DM pada tahun 2005. Pada tahun 2005, prevalensi di Amerika Serikat dijangkakan 0.22% pada individu 20 tahun dan 9.6% bagi 20 tahun. Pada Universitas Sumatera Utara

Upload: devi-puspita-sari

Post on 15-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bawang

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Diabetes Mellitus

    2.1.1. Definisi Diabetes mellitus (DM) merujuk kepada sekumpulan kelainan metabolik yang

    berkongsi phenotype yang sama yaitu hiperglikemia. Terdapat beberapa jenis DM yang penyebabnya merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan

    faktor lingkungan. Bergantung pada masing-masing etiologi, faktor- faktor yang menyebabkan keadaan hiperglikemia adalah kurangnya sekresi insulin, kurang utilisasi glukosa dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang berkaitan dengan DM menyebabkan perubahan patofisiologi sekunder kepada berbagai sistem organ seperti pada jantung, ginjal, mata, saraf dan berbagai organ lain serta menyebabkan komplikasi metabolik seperti hiperlipidemia, ketonemia dan ketonuria (Fauci, et a.l, 2008).

    2.1.2. Epidemiologi Prevalensi DM diseluruh dunia meningkat secara drastik sejak 2 dekad yang

    lalu, dari kira- kira 30 juta kasus pada 1985 kepada 177 juta kasus pada tahun 2000. Berdasarkan penelitian, lebih 360 juta individu akan menderita DM menjelang tahun 2030. DM tipe 2 menunjukkan peningkatan yang drastik berbanding DM tipe 1. Hal ini adalah kerana peningkatan individu yang menderita obesitas dan kurangnya aktifitas seharian terutama pada negara- negara maju. Di Amerika Serikat, Centre of Disease Control and Prevention (CDC) menperkirakan 20,8 juta individu kira- kira 7% dari populasi dunia akan menderita DM pada 2005 (~30% individu tidak didiagnosa menderita DM). Kira- kira 1,5 juta individu 20 tahun baru didiagnosa menghidap DM pada tahun 2005. Pada tahun 2005, prevalensi di Amerika Serikat dijangkakan 0.22% pada individu 20 tahun dan 9.6% bagi 20 tahun. Pada

    Universitas Sumatera Utara

  • individu 60 tahun prevalensi DM adalah 20.9%. Prevalensi laki- laki dan perempuan mengikut semua peringkat umur adalah lebih kurang sama yaitu 10.5% dan 9.8% pada umur 20 tahun dan sedikit tinggi bagi laki- laki di umur 60 tahun. Menurut World Health Organization (WHO) dan International Diabetes Federation (IDF) 2004 menyatakan 6 dari 10 negara dengan prevalensi penderita DM terletak di Asia yaitu India, China, Amerika Serikat, Indonesia, Japan, Pakistan, Russia, Brazil,

    Italy dan Bangladesh (Fauci, et al., 2008). WHO (2000), menyatakan Indonesia menempati urutan ke-4 dunia dengan

    jumlah penderita DM sebanyak 8,4 juta penduduk setelah India (31,7 juta), China (20,8 juta) dan Amerika Syarikat (17,7 juta) dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 21,3 juta penderita menjelang tahun 2030. Tahun 2006 jumlah penderita DM meningkat menjadi 14 juta penderita, dimana baru 50% yang mengetahui menderita DM dan 30% itu sahaja yang berobat secara teratur. Pada tahun 2008 DM menempati urutan ke-7 penyakit tidak menular terbanyak di Sumatera Utara dengan prevalensi 1.21% setelah penyakit persendian, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan mental, asma dan cedera. Di kota Medan, pada tahun 2002 prevalensi DM sebesar

    2,26% dan meningkat menjadi 2,96% pada tahun 2005. DM merupakan penyebab mortaliti di dunia walaupun banyak penelitian

    melaporkan DM sering tidak didiagnosakan sebagai penyebab kepada kematian. Di Amerika Serikat, DM disenaraikan sebagai penyebab ke-6 kematian di sana pada tahun 2002; penelitian terbaru menyatakan diabetes mellitus merupakan penyebab ke-5 kepada kematian di seluruh dunia dan bertanggung jawab terhadap 3 juta kematian setiap tahun (1,7- 5,2% dari kematian seluruh dunia) ( Fauci, et al., 2008). Berdasarkan penelitian yang dijalankan di beberapa buah negara yakni di Afrika, Timur Mediterranean & Timur Tengah, Eropah, Amerika Utara, Amerika Selatan & Amerika Tengah, Asia Tenggara dan Barat Pasifik, Amerika Utara telah mencatatkan

    prevalensi kematian tertinggi yang disebabkan oleh DM 15,7% manakala Afrika

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan prevalensi terendah 6,0% pada peringkat umur 20-79 tahun ( Roglic dan Unwin, 2010).

    2.1.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus diklasifikasikan berdasarkan proses patologik yang

    membawa kepada keadaan hiperglikemia dan juga menurut presentasi klinis pada penderita. Terdapat 2 tipe DM yaitu tipe 1 diabetes dan tipe 2 diabetes (International Diabetes Federation, 2011).

    Tipe 1 diabetes mellitus DM tipe 1 juga dikenali sebagai insulin dependent diabetes mellitus (IDDM),

    immune-mediated atau juvenile-onset diabetes. Ia disebabkan oleh destruksi pada sel penghasil insulin yaitu pankreas, akibat reaksi auto imun di mana sel- sel ini diserang oleh sistem pertahanan tubuh. Sel beta pankreas ini menghasilkan sedikit atau langsung tidak menghasilkan insulin yaitu hormon yang membawa glukosa untuk masuk kedalam sel- sel tubuh. DM tipe 1 ini boleh menyerang semua peringkat umur

    namun begitu ia selalu terjadi pada anak- anak berbanding orang dewasa. Penyakit DM tipe 1 merupakan penyakit katabolik di mana insulin dalam darah berkurang atau

    tiada, plasma glukagon meningkat dan sel beta pankreas gagal untuk memberi respon terhadap stimuli insulinogenik. Oleh sebab itu, insulin harus diberi dari luar untuk membalikkan keadaan katabolik, mencegah ketosis, mengurangkan hiperglukogenemia dan kadar glukosa (International Diabetes Federation, 2011).

    Terdapat 2 jenis DM tipe 1 yaitu immune- mediated DM (tipe 1A) dan idiopatik DM (tipe 1B). Bagi immune mediated DM kira- kira 1/3 penyebab kepada penyakit ini disebabkan oleh faktor genetik dan 2/3 lagi disebabkan oleh faktor lingkungan. Bagi faktor genetik, gene yang berkaitan dengan lokus HLA

    menyumbang sebanyak 40% risiko untuk menderita DM tipe 1A. Kebanyakkan pada penderita DM tipe 1A (immune mediated) dapat dideteksi antibodi- antibodi seperti

    Universitas Sumatera Utara

  • antibodi bagi sel-sel pulau langerhan (ICA), insulin (IAA), glutamic acid decarboxylase (GAD65) dan juga thyrosine phosphatase (IA-2 dan IA2-B). Risiko untuk menderita DM tipe 1A meningkat jika terdapat riwayat keluarga. Anak- anak dengan ibunya menderita DM tipe 1 mempunyai risiko sebanyak 3% manakala bagi anak- anak dengan ayahnya yang menderita penyakit itu mempunyai risiko sebanyak 6% untuk terpajan kepada penyakit tersebut. Bagi faktor lingkungan terdapat beberapa hipotesa yang dikemukakan seperti terjadinya penyakit itu disebabkan oleh infeksi dari virus seperti virus rubella dan coxsackie B4 serta pengambilan susu

    lembu. Jenis DM tipe 1 yang kedua adalah idiopatik DM (tipe 1B). Kurang dari 10%

    penderita tidak mempunyai bukti berlaku reaksi autoimun terhadap sel beta pankreas masing- masing. Subgroup ini kebanyakkannya berasal dari bahagian Asia dan Afrika (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

    Tipe 2 Diabetes Mellitus DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif, salah

    satu yang mungkin ada pada saat diabetes menjadi klinis nyata. Diagnosis DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi bisa terjadi sebelumnya, terutama pada populasi dengan prevalensi DM tinggi. Ada laporan peningkatan anak- anak mengembangkan DM tipe 2. DM tipe 2 bisa tetap tidak terdeteksi, yaitu tanpa gejala, selama bertahun- tahun dan diagnosis sering dibuat dari komplikasi yang terkait atau dari pemeriksaan darah yang abnormal atau tes urine glukosa (International Diabetes Federation, 2011).

    Faktor genetik dan faktor lingkungan bertanggung jawab terhadap resistensi insulin dan kehilangan sel- sel beta pankreas. Data epidemiologi menunjukkan pengaruh genetik memainkan peran yang besar karena pada kembar monozigot yang

    berumur lebih 40 tahun terdapat lebih dari 70% kasus dilaporkan setiap tahun setiap kali salah satu kembar menderita DM tipe 2. Studi berkaitan dengan genom juga

    Universitas Sumatera Utara

  • menunjukkan kemajuan dalam mengidentifikasi gen- gen resiko. Sejauh ini, 18 lokus genetik yang berbeda dilaporkan berkaitan dengan terjadinya DM tipe 2. Beberapa lokus diidentifikasi berperan dalam mengkode protein yang penting dalam pekembangan dan fungsi sel- sel beta pankreas. Salah satu yang mempunyai faktor resiko adalah gen TCF7L2. Kode gen ini berperan dalam jalur penghantaran WNT yang diperlukan dalam perkembangan sel beta pankreas yang normal. Allel pada

    bagian lokus yang lain yaitu ( CDKAL1, SLC30A8, HHEX-IDE, CDKN2A/B,KCNJ11 dan IGF2BP2) dikatakan berperan dalam sekresi insulin. Dua lokus ( FTO dan MC4R) berperan pada pembentukan massa lipid dan resiko mendapat obesitas manakala lokus PPARG dilaporkan berperan dalam terjadinya resistensi insulin.

    Bagi faktor lingkungan, obesitas merupakan penyebab utama resistensi insulin pada diabetes tipe 2. Masalah viseral obesiti yaitu penumpukkan lemak di bahagian omentum dan mesentrik sangat berkaitan dengan keadaan resistensi insulin. Pada penderita obesitas, beberapa adipokine disekresi oleh sel lemak yang memberi efek pada kerja insulin. Dua daripadanya ialah leptin dan adiponectin yang meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin dengan cara meningkatkan kepekaan sel hepatik. Selain itu terdapat tumor necrosing factor yang berperan dalam menginaktivasikan reseptor insulin dan resistin yang mengganggu kerja insulin dalam metabolisme glukosa. Jumlah adipokine yang abnormal ini sangat berperan dalam proses terjadinya resistensi insulin pada penderita obesitas (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

    2.1.4. Gejala klinis dan symptom Tipe 1 Diabetes Mellitus

    Gejala klinis yang sering terdapat adalah peningkatan frekuensi buang air kecil konsekuensi dari diuresis osmotik sekunder kepada hiperglikemia yang berkelanjutan. Ini mengakibatkan hilangnya glukosa, air dan elektrolit dalam urin.

    Universitas Sumatera Utara

  • Keadaan haus merupakan akibat dari konsekuensi dari keadaan hiperosmolar sedangkan keadaan kabur pandangan sering berkembang akibat dari lensa yang terpapar cairan hiperosmolar. Berat badan menurun meskipun nafsu makan penderita normal atau meningkat merupakan gambaran umum dari DM tipe 1 yang subakut. Hilang berat badan pada awalnya disebabkan oleh deplesi air, glikogen dan trigliserida.

    Selain itu, penurunan volume plasma menghasilkan gejala hipotensi postural. Akibat dari tubuh kehilangan kalium secara total serta terjadi proses katabolisme protein otot yang menyebabkan kelemahan pada penderita DM tipe 1. Parastesia (perasaan sensitivitas yang tinggi pada kulit seperti perasaan panas, geli dan gatal yang disebabkan kerusakkan pada saraf tepi) mungkin hadir pada saat diagnosis, terutama pada onset subakut. Hal ini menunjukkan terdapat difungsi sementara saraf-saraf tepi, yang menunjukkan penggantian dari insulin untuk mengembalikan tingkat glukosa kepada normal, menyarankan berlaku keadaan neurotoksisitas dari hiperglikemia yang berkelanjutan. Ketoasidosis akan memperburuk dehidrasi dan hiperosmolaliti, dengan menyebabkan keadaan anoreksia, mual dan muntah,

    mengganggu dalam penggantian cairan oral (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

    Tipe 2 Diabetes Mellitus Beberapa penderita sering mengeluh tentang peningkatan frekuensi buang air

    kecil namun begitu terdapat sebahagian penderita memiliki onset berbahaya hiperglikemia tanpa menunjukkan gejala pada awalnya. Hal ini terutama berlaku pada pasien obesitas di mana glikosuria dan hiperglikemia terdeteksi sewaktu melakukan pemeriksaan laboratorium rutin. Kadang- kadang penyakit tidak terdeteksi bertahun- tahun lamanya dan mungkin didiagnosa setelah mengalami komplikasi diabetes mellitus seperti penyakit kardiovaskular atau neuropati. Tipe 2 diabetes mellitus

    berkembang dengan sangat lambat (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

    Universitas Sumatera Utara

  • Antara simptom pada diabetes tipe 2 adalah peningkatan haus dan sering buang air kecil. Keadaan haus disebabkan, kelebihan gula yang menumpuk dalam darah yang menarik cairan dalam jaringan. Sebagai hasilnya, pasien banyak meminum air dan menyebabkan ia buang air kecil lebih dari biasa. Selain itu, pasien juga mengalami penglihatan kabur disebabkan jika kadar gula darah tinggi, cairan dapat ditarik dari lensa mata dan seterusnya mengurangkan kemampuan untuk mengfokus

    objek dengan jelas. Lambat untuk penyembuhan luka dan terdedah kepada infeksi juga sering pada pasien. Beberapa pasien diabetes tipe 2 juga mudah mendapat bercak gelap di lipatan- lipatan tubuh seperti ketiak dan leher. Kondisi ini disebut sebagai Acanthosis nigrican, mungkin merupakan tanda resistensi insulin (Mayo Foundation for Medical Education and Research,2011).

    2.1.5. Pemeriksaan laboratorium 1. Urinalisis a. Glikosuria

    Metode nyaman untuk mendeteksi glikosuria adalah strip kertas yang diresapi

    dengan glukosa oksidase dan sistem chromogen (Clinistix, Diastix) yang sensitif dengan sesedikit glukosa 01% di urine, Diastix boleh langsung diterapkan pada aliran

    kemih, dan warna yang berbeda-beda disesuaikan dengan warna strip indikator bagi menentukan konsentrasi glukosa. Ambang ginjal normal serta masa pengosongan lambung penting dalam interpretasi (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011). b. Ketonuria

    Deteksi kualitatif badan keton dapat dilakukan dengan uji nitroprusside (Acetes, Ketosix). Meskipun tes ini tidak mendeteksi asam B-hidrksibutirat yang tidak memiliki kelompok keton, estimasi kuantitatif semi ketonuria yang diperoleh tetap digunakan untuk tujuan klinis (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Prosedur tes darah a. Plasma atau serum glukosa

    Plasma atau serum glukosa dari sampel darah vena memiliki kelebihan dibanding seluruh darah kerana memberikan nilai untuk glukosa yang independen terhadap hematokrit dan yang mencerminkan konsentrasi glukosa yang terkena pada jaringan tubuh. Konsentrasi glukosa adalah 10-15% lebih tinggi dalam plasma atau serum dibanding dalam darah keseluruhan kerana komponen struktural dari sel- sel darah tidak ada. Glukosa plasma 126 mg/dL atau lebih , yang diambil lebih dari satu kali setelah 8 jam (minimal) puasa adalah diagnostik DM. Kadar glukosa plasma puasa 100-125 mg/dL dikaitkan dengan meningkatnya risiko DM ( gangguan toleransi glukosa puasa) (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011). b. Uji Toleransi Glukosa Oral

    Jika kadar glukosa darah puasa di bawah 126 mg/dL dalam kasus- kasus yang dicurigai, tes toleransi glukosa oral standard dapat dilakukan. Dalam rangka mengoptimalkan sekresi dan efektivitas insulin, terutama bila pasien telah menjalani diet karbohidrat rendah, minimal 150-200 g karbohidrat per hari harus dimasukkan dalam makanan selama 3 hari sebelum tes. Pasien tidak boleh makan apa-apa setelah tengah malam sebelum hari ujian. Pada pagi hari tes, orang dewasa diberikan 75 g glukosa dalam 300 ml air, anak- anak diberi glukosa 1,75 g per kilogram berat badan ideal. Beban glukosa dikonsumsi dalam masa 5 menit. Pengujian harus dilakukan di pagi hari kerana ada beberapa variasi diurnal dalam toleransi glukosa oral dan pasien tidak boleh merokok dan beraktifitas selama pengujian. Sampel darah untuk glukosa plasma diperoleh pada 0 dan 120 menit setelah konsumsi glukosa. Tes toleransi glukosa oral normal jika glukosa plasma puasa vena di bawah 100 mg/dL (5,6 mmol/L) dan nilai glukosa selepas 2 jam di bawah 140 mg/dL (7,8 mmol/L). Nilai puasa 126 mg/dL (7 mmol/L) atau lebih tinggi atau nilai 2 jam lebih dari 20 mg/dL adala diagnostik DM. Pasien dengan nilai glukosa 2 jam dari 140-199 mg/dL memiliki gangguan toleransi glukosa. Positif palsu mungkin didapat pada pasien

    Universitas Sumatera Utara

  • kurang gizi, sakit penggunaan obat diuretik, oral kontrasepsi, kortikosteroid, fenitoin dan lain- lain (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

    2.1.6. Komplikasi a. Diabetik dislipidemia

    Dislipidemia adalah kelainan lipid (lemak) dalam aliran darah. Lipid ini meliputi kolestrol, kolestrol ester (senyawa), fosfolipid dan trigliserida. Bahan-bahan ini diangkut dalam darah sebagai bagian dari molekul besar yang disebut lipoprotein.

    Lipoprotein bersirkulasi yang hanya bergantung pada insulin adalah hanya pada glukosa plasma. Pada DM tipe 1, kurangnya kontrol hiperglikemia hanya menyebabkan sedikit kenaikkan kolesterol low density lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta sedikit perubahan kolesterol high density lipoprotein (HDL). Sekali hiperglikemia diperbaiki, tingkat lipoprotein umumnya kembali normal. Namun pasien dengan DM tipe 2 dikenali dengan dislipidemia diabetes adalah karekteristik dari sindroma resistansi insulin, gejala-gejalanya adalah kadar trigliserida tinggi (300-100 mg/dL), kadar HDL rendah (

  • Kolesterol LDL dapat dihitung selama trigliserida dibawah 400 mg/dL menggunakan rumus:

    kolestrol LDL= total kolestrol- kolestrol HDL- (1/3 x triglliserida)

    Jika ditemukan peningkatan dari LDL kolestrol dan trigliserida, penilaian klinis dan laboratorium harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab dislipidemia sekunder (Khatib, 2006).

    b. Penyakit kardiovaskular

    Penyakit kardiovaskular jangka panjang termasuk penyakit jantung, stroke dan semua penyakit lain dari jantung dan sirkulasi, seperti pengerasan dan penyempitan pembuluh darah memasok darah ke kaki, yang dikenal sebagai penyakit pembuluh darah perifer. Namun, penyakit jantung dan stroke merupakan dua bentuk paling umum dari penyakit kardiovaskular. Orang dengan diabetes memiliki risiko lima kali lipat peningkatan penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes. Tubuh membutuhkan pasokan darah segar untuk bekerja dengan baik. Sirkulasi darah melalui arteri dari tubuh transfer oksigen dan bahan bakar ke

    jaringan dan membawa pergi produk yang tidak diinginkan dan limbah yang tubuh tidak perlu. Jika tidak mengikuti gaya hidup sehat atau memiliki sejarah keluarga penyakit kardiovaskular, diabetes, dapat menyebabkan menumpuknya bahan lemak pada dinding arteri. Ini dikenal sebagai aterosklerosis. Jika arteri menjadi terlalu sempit, bahkan tertutup sepenuhnya, itu dapat menyebabkan daerah-daerah tertentu tubuh yang kekurangan oksigen dan nutrisi yang mereka butuhkan (Diabetes UK, 2011).

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Neuropati

    Neuropati merupakan salah satu komplikasi jangka panjang DM. Bagaimana DM menyebabkan kerusakan saraf tidak sepenuhnya dipahami. Namun, glukosa darah tinggi (hiperglikemia) diketahui merugikan kemampuan saraf 'untuk mengirimkan sinyal, dan merusak pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke saraf. Jadi kontrol diabetes yang baik adalah penting untuk mengurangi

    risiko. Neuropati adalah kerusakan saraf. Saraf membawa pesan antara otak dan setiap bagian dari tubuh kita, sehingga memungkinkan untuk melihat, mendengar,

    merasakan dan bergerak. Saraf juga membawa sinyal yang kita tidak sadari yaitu pada bagian-bagian tubuh seperti jantung, dan paru-paru, pembuluh darah dan bahagian lain (Diabetes UK,2011).

    d. Ketoasidosis Ketoasidosis terjadi kerana kurangnya glukosa memasuki sel- sel di mana ia

    digunakan sebagai sumber energi. Tubuh mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi alternatif dan kemudiannya menghasilkan badan keton. Badan keton sangat

    berbahaya kerana apabila berlaku kelebihan keton akan menyebabkan ketoasidosis yaitu keasaman darah. Gejala- gejala yang mungkin hadir adalah mual muntah, kulit menjadi kering, penglihatan kabur dan pernafasan dalam dan cepat. Keadaan muntah memperburuk keadaan di mana tubuh kurang air dan menyebabkan badan keton tidak dapat dieliminasi dengan efisien. Kenaikan keton juga menyebabkan nafas berbau seperti bau pada cat kuku. Jika kenaikkan keton tidak diobati, di samping kadar glukosa yang tinggi, dapat menyebabkan koma yang bersifat fatal (Diabetes UK,2011).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.7. Pengobatan a. Diet

    Diet gizi seimbang tetap merupakan elemen dasar terapi. American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan sekitar 45-65% dari kalori total dalam bentuk karbohidrat; 25-35% dalam bentuk lemak (

  • b.(2) Obat yang menurunkan kadar glukosa darah dengan bekerja pada hati, otot dan jaringan adiposa. Metformin bekerja pada hati sedangkan thiazolidinedione bekerja pada otot skeletal dan jaringan adiposa. Metformin efek utamanya pada metabolism glukosa adalah dengan menurunkan produksi glukosa hepatik berlebihan yang menyebabkan hiperglikemia puasa. Ia melakukannya dengan meningkatkan tindakan insulin dalam hati, sehingga mengurangkan glukoneogenesis hati.

    Thiazolidinediones menurnkan resistensi insulin perifer dengan meningkatkan ambilan insulin mediated glukosa oleh otot (Lebovitz, 2002). b.(3) Obat yang mempengaruhi absorpsi glukosa yaitu alfa glukosidase inhibitor: acarbose dan miglitol yang mekanisme kerjanya dengan menghambat pencernaan oligosakarida kepada monosakarida, sehingga glukosa menyerap secara perlahan disepanjang usus kecil berbanding secara cepat di proksimal jejunum. Hal ini memberi kelebihan dengan menurunkan tingkat glukosa plasma postprandial. b.(4) Obat yang meniru efek dari incretin dan memperpanjang kerja incretin; yaitu glucagon-like peptide 1 (GLP1) reseptor agonis dan DDP 1V inhibitor. (Lebovitz, 2002) b.(5) Obat lain- lain; yaitu Pramlintide yang menurunkan kadar glukosa dengan menekan kerja glucagon dan memperlambatkan pengosongan lambung (Lebovitz, 2002).

    c. Insulin

    Insulin diindikasikan kepada pasien DM tipe 1 dan juga tipe 2 dengan insulinopenia dimana hiperglikemianya tidak berespon terhadap diet yang diberikan dan juga obat- obat hiperglikemia. Insulin manusia dihasilkan dari teknik DNA rekombinent ( insulin manusia biosintetik). Terdapat 5 analog dari insulin manusia yaitu 3 jenis yang kerja dengan rapid (insulin lispro, insulin aspart, insulin glulisine) dan 2 lagi bekerja dalam masa yang panjang ( insulin glargine, insulin detemir) (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2. Hiperlipidemia 2.2.1. Definisi

    Hiperlipidemia adalah peningkatan kolestrol dan trigliserida dalam darah. Kelainan lipid ini boleh menyebabkan keadaan seperti artherosklerosis atau penyakit jantung. Antara jenis kolestrol adalah kolestrol total, high density lipoprotein (HDL) dan low density lipoprotein (LDL) (McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011).

    2.2.2. Etiologi Hiperlipidemia boleh disebabkan oleh genetik antaranya adalah (Fauci, et al.,

    2008): Tabel 2.1. : Hiperlipidemia Primer

    Kelainan

    genetic

    Defek

    pada gene

    Peningkatan

    lipoprotein

    Gambaran klinis Transmisi genetik

    Insiden

    1.

    Lipoprotei

    n lipase deficiency

    LPL

    (LPL) Chylomicrons Erupsi xanthoma,

    hepatosplenomegali,

    pankreatitis

    Autosomal

    resesif

    1/1,000,000

    2. Familial apolipoprotein C-II deficiency

    ApoC-II

    (APOC2)

    Chylomicrons Erupsi xanthoma, hepatosplenomegali,

    pankreatitis

    Autosomal

    resesif

  • deficiency 5. Familial dysbetalipoproteinemi

    a

    apoE

    (APOE)

    Chylomicrons dan VLDL remnant

    Palmar dan tubero erupsi xantoma,

    penyakit jantung koroner, dan kelainan vaskular

    Autosomal

    resesif dan dominan

    1/10, 000

    6. Familial hypercholesterolemia

    Resept

    or LDL

    (LDLR)

    Low density lipoprotein (LDL)

    Xanthoma tendon, penyakit jantung koroner

    Autosomal

    dominan 1/500

    7. Familial defective apoB-100

    apoB

    (APOB)

    LDL Xanthoma tendon, penyakit jantung koroner

    Autosomal

    dominan

  • 2.2.3. Pemeriksaan laboratorium Antara pemeriksaan yang dilakukan adalah tes kolesterol total, LDL, HDL dan

    trigliserida. Berikut adalah nilai- nilai dalam mengidentifikasi jumlah kolesterol dan trigliserida dalam darah (Khatib, 2006):

    Tabel 2.3. : Klasifikasi kolestrol LDL LDL kolestrol (mmol/L) LDL-kolestrol (mg/dl) Klasifikasi 190 Sangat tinggi

    Tabel 2.4. : Klasifikasi kolestrol total Kolestrol total (mmol/l) Kolestrol total (mg/dl) Klasifikasi 240 Tinggi

    Tabel 2.5. : Klasifikasi kolestrol HDL HDL kolestrol (mmol/l) HDL kolestrol (mg/dl) Klasifikasi 60 Tinggi

    Diuretik Peningkatan kolesterol total dan trigliserida

    Beta blocker Peningkatan kolesterol total dan penurunan kolesterol HDL

    Cushing disease Peningkatan kolesterol total

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.6. : Klasifikasi trigliserida Trigliserida (mmol/l) Trigliserida (mg/dl) Klasifikasi

    500 Sangat tinggi

    2.2.4. Hiperlipidemia dan diabetes mellitus Pasien DM tipe 1 selalunya tidak mempunyai masalah hiperlipidemia jika

    melakukan kontrol glukosa dengan baik. Namun begitu, seperti yang diketahui penurunan produksi insulin mengakibatkan kerja beberapa enzim untuk melakukan metabolisme lemak yaitu enzim lipoprotein lipase dan lipase sensitive hormone terganggu. Enzim lipoprotein lipase yang menghidrolisis trigliserida dalam sirkulasi tidak terinduksi, sedangkan enzim lipase sensitive hormone yang menghidrolisis

    trigliserida dalam jaringan tidak terhambat. Akibatnya, kadar lemak dalam sirkulasi darah meningkat dan kadar lemak dalam jaringan adipose menurun. Hiperglikemia juga bersangkutan dengan perubahan transport trigliserida dan kolesterol total. Keadaan juga mengatakan kondisi hiperkolesterolemia terjadi bersamaan hipertrigliserida (Inawati, Syamsudin dan Winarno, 2006).

    Sedangkan bagi pasien DM tipe 2 selalunya mempunyai komplikasi metabolik hiperlipidemia walaupun menjalani kontrol glukosa dengan baik. Peningkatan insulin resistensi pada DM tipe 2 mempunyai beberapa efek pada metabolisme lipid yaitu; penurunan aktivitas lipoprotein lipase (LPL) yang menyebabkan penurunan katabolisme chylomicrons dan very low density lipoprotein (VLDL). Selain itu terdapat peningkatan perlepasan dari asam lemak bebas dari tisu adipose dan peningkatan sintesa asam lemak di hati serta peningkatan produksi VLDL hati. Pasien dengan DM tipe 2 sering mempunyai kelainan lipid termasuk peningkatan trigliserida dan penurunan HDL (Fauci, et al., 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.5. Penatalaksanaan Hiperlipidemia Berdasarkan ADA dan American Heart Association, penatalaksanaan adalah

    untuk menurunkan kolesterol LDL, meningkatkan kolesterol HDL, menurunkan

    trigliserida. Penatalaksanan dilakukan mengikut jenis abnormalitas yang dialami pasien. Terapi awal merupakan perubahan diet dan cara hidup pasien yakni menurunkan konsumsi saturasi lemak dan kolesterol, meningkatkan pengambilan

    lemak tidak saturasi dan karbohidrat, kurangkan merokok dan konsumsi alkohol dan memperbanyak aktifitas. Pembaikan dalam kontrol glukosa juga dapat memberi penurunan yang signifikan pada kadar trigliserida dan peningkatan bagi kadar kolesterol HDL. Antara obat- obatan yang digunakan untuk menurunkan kadar lipid adalah HMG- CoA reduktase inhibitor (Statin) merupakan agen yang bagus dalam menurunkan kolesterol LDL dimana mekanisme kerjanya adalah menginhibisi enzim yang berkerja dalam memproduksi kolesterol. Terdapat juga fibrate berfungsi dalam menurunkan trigliserida dan meningkatakan kolesterol HDL. Selain itu, tedapat asam nikotinik (Niacin) yang dapat menurunkan kadar VLDL, LDL dan meningkatkan kolesterol HDL (Fauci, et al., 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3. Bawang putih (Allium Sativum) 2.3.1. Pengenalan

    Nama Allium sativum berasal dari bahasa Celtic yaitu all, yang berarti pembakaran atau menyengat dan sativum dari bahasa Latin yang berarti ditanam atau dikultivasi. Dalam bahasa Inggeris, bawang putih berasal dari Anglo- Saxon, gar- leac atau tanaman tombak mengacu pada tangkai berbunganya. Bawang putih

    saat ini digunakan sebagai obat herba utama untuk mencegah dan mengobati penyakit jantung dengan menurunkan tekanan darah dan kolestrol, bertindak juga sebagai antimikroba, agen pencegahan kanker dan banyak lagi manfaatnya. Konstituen aktif dalam bawang putih merupakan beberapa senyawa belerang yang cepat diserap, berubah dan dimetabolisme (Kemper, 2000). Klasifikasi bawang putih (Allium sativum) dibagi atas (http://forumsains.com, 2008) :

    1. Divisio : Spermatophyta 2. Subdivisio : Angiospermae 3. Kelas : Monocotyledonae 4. Bangsa : Liliales 5. Suku : Liliaceae 6. Marga : Allium 7. Species : Sativum

    8. Nama umum : Bawang putih 9. Nama daerah :

    -Sumatera :Bawang putih ( Melayu ), Lasun (Aceh), Dasun (Minangkabau), Lasuna (Batak), Bacong landak ( Lampung).

    - Jawa :Bawang bodas (Sunda), Bawang (Jawa), Babang pole (Madura).

    - Kalimantan : Bawang kasihong (Dayak)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3.2 Gambaran Bawang putih (Allium Sativum) adalah herba semusim berumpun yang

    mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari. Batangnya batang semu dan berwarna hijau. Bagian bawahnya bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih. Tiap siung terbungkus kulit tipis dan kalau diiris baunya sangat

    tajam. Daunnya berbentuk pita (pipih memanjang), tepi rata, ujung runcing, beralur, panjang 60 cm dan lebar 1,5 cm. Berakar serabut. Bunganya berwarna putih, bertangkai panjang dan bentuknya payung (http://forumsains.com, 2008)

    Gambar 2.1.: Bawang putih (Allium sativum) (http://tinyfarmblog.com, 2008)

    2.3.3. Kandungan kimia dan sifat kimiawi Terdapat berbagai zat gizi yang penting dalam bawang putih (Allium sativum)

    diantaranya ialah air, karbohidrat, protein, lemak dan lain- lain yang sangat penting untuk perkembangan dan pertumbuhan tubuh manusia serta untuk kelangsungan hidupnya. Kandungan zat gizi bawang putih (Allium sativum) dalam 100 gr ditunjukkan seperti di bawah (Botanical-online, 2011):

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.7.: Kandungan zat gizi pada bawang putih (Allium sativum) dalam 100gr Zat Gizi Jumlah Komposisi Air 59 gr Kalori 149 kcal

    Lemak 0.5 gr

    Karbohidrat 33.07 gr

    Fiber 2.1 gr

    Mangan 1672 mg

    Kalium 401 mg

    Sulfur 70 mg

    Kalsium 181 mg

    Fosforus 153 mg

    Magnesium 25 mg

    Sodium 17 mg

    Vitamin B-6 1235 mg Vitamin C 31 mg

    Asam Glutamat 0.805 gr

    Argenine 0.634 gr

    Asam Aspartat 0.489 gr

    Leucine 0.308 gr

    Lysine 0.273 gr

    Dalam penelitian ( Amagase, Petesch, Matsuura, Kasuga dan Itakura, 2001) menyatakan kandungan kimia bawang putih cukup kompleks dan dikembangkan sebagai mekanisme melindungi diri dari mikroorganisme lain. Secara keseluruhan, bawang putih terkandung unsur primer sulfur yaitu y-glutamil-S-alk(en)yl-L-cysteines dan S-alk(en)yl-L- cysteines sulfoxides termasuk alliiin. Peptida y-glutamyl merupakan zat pengantara untuk biosintesis sulfoxides cysteines ( Lancaster dan Shaw, 1989). Bawang putih yang masih utuh biasanya berisi aliin ~ 1% bersama dengan (+)-S-methyl-L - cysteine sulfoxide (methiin) dan (+)-S-(trans-1-propenyl)-L-

    Universitas Sumatera Utara

  • cysteine sulfoxide. Di dalam suing bawang putih juga terkandung S-(2-Carboxypropyl)glutathione, y-glutamyl-S-allyl-Lcysteins, y-glutamyl-S-(trans-1-propenyl)-L-cysteine dan y-glutamyl-S-allyl-mercapto-L-cysteines (Fenwick dan Hanley, 1985, Sugii, et al., 1964).

    Selama penyimpanan umbi bawang pada suhu dingin, aliin terakumulasi secara alami. Rata- rata sebuah umbi bawang putih berisi 0,9% y-glutamylcysteines dan 1,8% aliin. Selain senyawa- senyawa belerang utama, umbi bawang putih juga mengandungi sejumlah kecil S-allylcystein (SAC). SAC terbentuk dari katabolisme cystein y-glutamyl dan dikatakan berkontribusi kepada kesehatan. Setelah pengolahan bawang putih seperti memotong, menghancurkan, mengunyah atau dehidrasi, enzim allinase (enzim vacuolar) cepat melisis cystolic cystein sulfoxides (alliin) untuk membentuk alkyl alkane-thiosulfinates (allicin) yang sitotoksik dan berbau. Allicin dan thiosulfinates lainnya lansung terurai menjadi senyawa lain seperti diallyl sulfide (DAS), diallyl disulfide (DADS), diallyl trisulfide (DAT), dithiins dan ajoene. Pada masa yang sama juga , y-glutamylcystein dikonversi ke SAC melalui jalur lain.

    Gambar2.2.: Jalur y-glutamyl cystein menjadi SAC dan allin dan senyawa-senyawa lain

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3.4. Farmakologi a) Farmakokinetik

    Dalam penelitian (Amagase, Petesch, Matsuura, Kasuga dan Itakura, 2001) menyatakan bioavailabilitas bahan aktif dalam bawang putih dianggap penting. SAC adalah salah satu senyawa organosulfur bawang putih yang larut dalam air. Konsentrasinya meningkat selama ekstraksi atau penuaan. Farmakokinetik SAC

    sudah banyak yang diketahui umum. SAC dapat dideteksi dalam hati, plasma dan ginjal setelah asupan oral. Ketersediaan bioavailabilitas SAC adalah 103,0% pada mencit (Nagae, et al., 1994). Senyawa organosulfur bawang putih yang larut minyak, termasuk allicin, sulfida, ajoene dan vinyldithiins, tidak ditemukan dalam darah atau air seni, bahkan setelah konsumsi sejumlah besar bawang putih (Lawson, et al., 1992)

    Senyawa bawang putih cepat diserap melalui selaput lendir dan kulit. Ekskresi utama melalui hati, ginjal dan juga usus. Nagae (2010) menggambarkan farmakokinetik S-Allylcysteine (SAC) pada hewan model. Penulis juga mendemonstrasikan bahwa terdapat efek first pass metabolism di hati dan ginjal setelah penyerapan di saluran gastrointestinal. Terdapat juga farmakokinetik dari vinyldithiins, transformasi produk allicin, yaitu mempunyai konsentrasi maksimal 15-30 menit setelah absorpsi secara oral (Natural Standard Corporation, 2010). b) Farmakodinamik (mekanisme kerja bawang putih) 1) Bawang putih dan kanker

    Bawang juga mempunyai kandungan untuk memerangi kanker, terutama kanker perut dan usus besar. Organosulfida yang terkandung dalam bawang putih membantu hati memproses senyawa kimia beracun, termasuk senyawa kimia yang menyebabkan kanker beberapa penelitian epidemiologis menunjukan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi bawang putih lebih rendah resikonya terkena kanker perut dan usus besar. Untuk memastikan bahwa anda akan mendapatkan hasil yang

    maksimal, peneliti dari Penn State Unipersity merekomendasikan untuk membiarkan dulu potongan atau tumbukan bawang selama paling sedikit 10 menit, memberi

    Universitas Sumatera Utara

  • waktu bawang itu membentuk kandungan-kandungan yang membantu memerangi kanker (http://forumsains.com, 2008).

    2) Bawang putih dan permasalahan wanita Bawang putih jika selama kehamilan mengurangi resiko komplikasi

    kehamilan pre-eclampsia. Bawang putih juga memberikan penawar untuk metritis (inflamasi untuk uterus). Inflamasi terjadi akibat kekejangan yang dirasai oleh wanita yang pada kebiasaannya adalah ketegangan otot akibat pengosongan uterus semasa

    kedatangan haid. Uterus boleh menjadi seperti terbakar . Bawang yang mengandungi faktor penggalak (thiamin) didapati telah mengatasi permasalahan muntah dan loya yang dialami oleh bakal-bakal ibu (Yacob, 2008).

    3) Bawang putih sebagai anti platlet Mekanisme antiplatelet bawang putih jauh lebih mapan daripada perusahaan

    efek biologi lainnya. Ekstrak air bawang putih menghambat agregasi platelet diinduksi oleh ADP, kolagen, arakidonat, epinefrin dan kalsium ionofor A23187

    secara dosis-tergantung. Ditemukan bahwa bawang putih mengurangi pembentukan tromboksan, menghambat aktivitas fosfolipase dan produk lipoxygenase dibentuk

    pada trombosit. Efek ini dapat menjelaskan, sebagian, penghambatan agregasi trombosit. Selanjutnya, karena bawang putih juga efektif dalam menghambat agregasi diinduksi oleh kalsium ionofor A23187 mungkin menyarankan bahwa efek antiaggregasi mungkin berhubungan dengan intraplatelet mobilisasi kalsium.Penghambatan epinefrin-agregasi diinduksi oleh ekstrak bawang putih mungkin menyarankan bahwa mungkin akan menghambat penyerapan kalsium ke dalam platelet sehingga menurunkan konsentrasi kalsium sitosol.

    Dalam kaitan dengan mekanisme tertentu tindakan antiplatelet ajoene (merupakan konstituen dari minyak atsiri bawang putih), beberapa saran telah dibuat. Ajoene menghambat metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase dan jalur

    Universitas Sumatera Utara

  • lipoxygenase , sehingga menghambat sintesis tromboksan A2 dan 12-HETE. Efek antiaggregatori dari ajoene juga mungkin kausal berkaitan dengan interaksi langsung dengan reseptor fibrinogen diduga (GPIIb / IIa).

    Studi-studi dari Jamaluddin et al. (1988) menunjukkan bahwa berinteraksi ajoene dengan hemoprotein dimurnikan terlibat dalam aktivasi platelet. Ajoene memodifikasi pengikatan hemoprotein dengan ligan dianggap fisiologis relevan

    sebagai efektor.Allicin menghambat agregasi trombosit manusia in vitro tanpa mempengaruhi siklooksigenase atau kegiatan sintase tromboksan atau siklik adenosin

    monofosfat (AMP) tingkat. Allicin juga menghambat agregasi trombosit tetapi tidak mengubah aktivitas sintase prostasiklin vaskuler. Namun, menghambat ionofor A23187-merangsang neutrofil melepaskan enzim manusia lisosomal. Jadi bawang putih tampaknya yang memiliki komponen yang mungkin memberi efek mereka pada berbagai tahapan yang terlibat dalam proses agregasi trombosit (Benerjee dan Maulik, 2002).

    4) Bawang putih dan diabetes mellitus Walaupun mekanisme yang tepat dari bawang putih sebagai agen diabetes

    measih belum jelas tetapi studi in vivo dan in vitro menunjukkan bahwa bawang putih bertindak sebagai secretagogue insulin pada tikus diabetes. Augusti & Sheela juga mengusulkan bahwa efek antioksidan dari sulfoxidesistein S-alil (produk yang diisolasi dari bawang putih) memberi kontribusi yang menguntungkan pada diabetes. Mekanisme lain yang diusulkan adalah insulin cadangan dari grup sulphydryl. Allicin jika dikombinasikan dengan senyawa seperti sistein dapat meningkatkan insulin serum (Benerjee dan Maulik, 2002).

    5) Bawang putih dan anemia Bawang putih juga menjadi penawar kepada pesakit-pesakit yang menderita

    kerana anemia. Anemia bermakna keadaan badan yang tidak boleh mengahasilkan

    Universitas Sumatera Utara

  • hemoglobin yang secukupnya. Anemia boleh terhasil daripada ketidakcukupan protein, iodin, kobalt, kuprum vitamin C atau sebahagian vitamin B. Namun ke semua nutrien ini boleh didapati daripada bawang putih. Terdapat beberapa faktor yang boleh menjadikan bawang putih sebagai makanan yang baik untuk pesakit-pesakit anemia dan antaranya ialah bawang putih meningkatkan penyerapan vitamin B, terutamanya vitamin B-1. Bawang putih mengandugi kuprum yang diperlukan

    untuk asimilasi zat besi. Selain itu ia diperlukan untuk penyerapan dan penggunaan vitamin C daripada makanan lain. Vitamin C meningkatkan asimilasi zat besi

    daripada makanan. Oleh itu, dengan mengamalkan bawang putih dalam makanan seharian, secara tidak langsung akan menghindarkan seseorang itu daripada mendapat penyakit anemia. Pesakit-pesakit yang sudah lama menderita pula secara tidak langsung akan mendapat rawatan dan mempunyai harapan untuk sembuh (Yacob, 2008).

    6) Bawang putih pada lipid Efek protektif bawang putih pada artheriosklerosis telah dikaitkan dengan

    kemampuan untuk mengurangi kadar lemak di dinding arteri. Bawang putih menyebabkan efek artherogenik (preventif) dan antiartherosklerotik (menyebabkan regeresi) langsung pada dinding arteri. Bawang putih menekan kegiatan enzim lipogenik dan kolestrogenik di hati seperti enzim malat, asam lemak sintase, glukosa 6-fosfat dehidrogenase dan 3-hidroksi-3-metil-glutaryl-KoA (HMG CoA) reduktase. Bawang putih juga meningkatkan ekskresi kolestrol dengan meningkatkan ekskresi asam steroid netral setelah mengkonsumsi bawang putih. LDL yang diisolasi dari subjek manusia yang diberi ekstrak bawang putih tua dan ekstrak air bawang putih ditemukan secara signifikan lebih rentan terhadap oksidasi. Data menunjukkan dengan menekan oksidasi LDL mungkin menjadi mekanisme yang kuat dalam menyumbang dalam proses artehroskelerosis. Allicin awalnya diidentifikasi sebagai senyawa aktif yang bertanggungjawab untuk efek antisklerosis, namun baru- baru ini

    Universitas Sumatera Utara

  • studi in vitro menunjukan bahwa senyawa organo sulfur larut dalam air, terutama sistein S-alil (SAC) yang hadir dalam ekstrak bawang yang tua dan dialil-disulfida yang hadir dalam minyak bawnag putih merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesa kolestrol (Benerjee dan Maulik, 2002).

    Sekitar 4% dari seluruh pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan 30% pasien sakit jantung yang mengambil herbal suplemen mengambil bawang putih (Yeh et al, 2006). Pada awal tahun 1920-an dan 1930-an (Rahman 2001, Sclesinger 1926 dan Taubman 1934), menyatakan banyak penelitian melaporkan efek yang menguntungkan terhadap kardiovaskular. Bawang putih dilaporkan dapat membuang oksidan, meningkatkan superoksida dismutase, katalase, peroksidase glutation dan glutathione tingkat serta menghambat peroksidasi lipid dan prostaglandin inflamasi. Bawang putih juga mengurangi sintesis kolestrol dengan menghambat 3-hydoxy-3-methylglutaryl-KoA. Bawang putih juga terbukti menghambat oksidasi LDL, agregasi platelet, plak arteriosklerosis, homosistein menurun, tekanan darah dan meningkatkan sirkulasi mikro yang penting pada diabetes di mana perubahan mikrovaskular ini dapat memberi risiko pada peningkatan penyakit jantung dan demensia (Bongiorno, Fratellone, LoGiudice, 2008).

    Universitas Sumatera Utara