bay bars 1

34
SULTAN AL-ZAHIR RUKNUDDIN BAYBARS AL-BUNDUQDARY: KEBIJAKAN POLITIK DAN PENCAPAIAN KEJAYAAN DINASTI MAMLUK MESIR Oleh: Cecep Darul Iwan A. Pendahuluan Kesultanan Mamluk Mesir merupakan salah satu kesultanan atau dinasti yang pernah mewarnai perjalanan sejarah peradaban Islam di kawasan Timur Tengah 1 dengan capaian prestasi gemilang. Para sejarawan memasukkan peradaban Mamluk pada periode medieval Islam 2 karena ia berlangsung sekitar abad XIII sampai abad XIV. 3 Masa ini dikenal sebagai awal masa kemunduran Islam ketika perkembangan ilmu pengetahuan dan ekspansi Islam tidak secemerlang periode klasik. Periode pertengahan diwarnai oleh kemunculan beberapa dinasti yang dikuasai oleh sultan-sultan lokal, intrik-intrik politik dalam beberapa dinasti, dan terpolarisasinya umat Islam ke 1 Marshall G.S. Hodgson lebih senang menyebut kawasan Timur Tengah dengan istilah“Nil sampai Oxus”. Menurutnya istilah Timur Tengah lebih terasa eurosentris dan tidak memandang sejarah dengan pandangan yang adil. Lihat Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam; Buku Pertama Lahirnya Sebuah Tatanan Baru, terj. Mulyadi Kartanegara, Jakarta: Paramadina, 2002. P.86-87. 2 Pembagian periode sejarah menjadi kuno (klasik), menengah, dan modern, bagi Hodgson juga terasa kurang pas. Lihat Marshall, G.S. Hodgson, The Venture of Islam..., P.42-47. 3 Goitiein membagi tiga babakan sejarah umat Islam: 1) periode kolonisasi dan konsolidasi keagamaan (620-850), 2) peradaban pertengahan (850-1250), dan 3) periode pembentukan budaya nasional yang diikuti dengan kemunduran (1250-1850). Lihat S.D. Goitein, Studies in Islamic History and Institutions, Leiden: E.J. Brill, 1968. P.46. 1

Upload: cecep-darul-iwan

Post on 24-Jun-2015

384 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bay Bars 1

SULTAN AL-ZAHIR RUKNUDDIN BAYBARS AL-BUNDUQDARY:

KEBIJAKAN POLITIK DAN PENCAPAIAN KEJAYAAN

DINASTI MAMLUK MESIR

Oleh: Cecep Darul Iwan

A. Pendahuluan

Kesultanan Mamluk Mesir merupakan salah satu kesultanan atau dinasti

yang pernah mewarnai perjalanan sejarah peradaban Islam di kawasan Timur

Tengah1 dengan capaian prestasi gemilang. Para sejarawan memasukkan

peradaban Mamluk pada periode medieval Islam2 karena ia berlangsung sekitar

abad XIII sampai abad XIV.3 Masa ini dikenal sebagai awal masa kemunduran

Islam ketika perkembangan ilmu pengetahuan dan ekspansi Islam tidak

secemerlang periode klasik. Periode pertengahan diwarnai oleh kemunculan

beberapa dinasti yang dikuasai oleh sultan-sultan lokal, intrik-intrik politik dalam

beberapa dinasti, dan terpolarisasinya umat Islam ke dalam beberapa kekuatan

politik. Bagdad yang pernah menjadi pusat dunia Islam dengan segala

kemajuannya pada masa ini telah kehilangan aura kecantikannya, sehingga ia

tidak lagi menarik untuk dijadikan panutan kaum Muslimin.

Dalam keadaan demikian di Mesir tumbuh sebuah kekuatan baru yang

disokong oleh suatu entitas kekuasaan yang berbeda dibanding kekuasaan pada

dinasti-dinasti Islam lainnya. Sejak masa Muawiyah membangun imperium Bani

Umayyah, umat Islam telah sangat akrab dengan sistem pemerintahan kerajaan,

demikian juga Bani Abbasiyah yang dibangun melalui sebuah perebutan

kekuasaan dengan maksud memperbaiki apa yang telah dilakukan oleh Bani

Umayyah juga terjebak pada sistem yang sama. Namun di Mesir, kaum Mamluk,

1 Marshall G.S. Hodgson lebih senang menyebut kawasan Timur Tengah dengan istilah“Nil sampai Oxus”. Menurutnya istilah Timur Tengah lebih terasa eurosentris dan tidak memandang sejarah dengan pandangan yang adil. Lihat Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam; Buku Pertama Lahirnya Sebuah Tatanan Baru, terj. Mulyadi Kartanegara, Jakarta: Paramadina, 2002. P.86-87.

2 Pembagian periode sejarah menjadi kuno (klasik), menengah, dan modern, bagi Hodgson juga terasa kurang pas. Lihat Marshall, G.S. Hodgson, The Venture of Islam..., P.42-47.

3 Goitiein membagi tiga babakan sejarah umat Islam: 1) periode kolonisasi dan konsolidasi keagamaan (620-850), 2) peradaban pertengahan (850-1250), dan 3) periode pembentukan budaya nasional yang diikuti dengan kemunduran (1250-1850). Lihat S.D. Goitein, Studies in Islamic History and Institutions, Leiden: E.J. Brill, 1968. P.46.

1

Page 2: Bay Bars 1

pada 1250 memberikan nuansa berbeda. Mereka menyusun pemerintahannya

berdasarkan oligarki militer. Keturunan sebagai alasan utama untuk mengangkat

seseorang menjadi khalifah diganti dengan asas senioritas dalam militer.

Kekuatan Dinasti Mamluk muncul dari puing-puing kehancuran Dinasti

Ayyubiyah yang dibangun oleh Salahuddin Al-Ayubi menyusul kemunduran yang

dialami oleh Dinasti Fatimiyah. Terdapat banyak kisah mengagumkan dari sepak

terjang kaum budak ini dalam memangun kekuatan imperiumnya. Mereka dikenal

sebagai salah satu pilar penyangga kekuatan Islam ketika Islam sedang berada

dalam kelemahan yang luar biasa.4 Tulisan ini akan mencoba membedah kisah

Dinasti Mamluk terutama akan difokuskan pada perjalanan kepemimpinan salah

satu sultannya, yaitu Sultan Ruknuddin Baybars yang berkuasa pada 1260-1277

yang menurut beberapa sejarawan ia adalah sultan terbesar Dinasti Mamluk di

Mesir.5

B. Asal Mula Kaum Mamluk

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai Dinasti Mamluk, saya akan

memaparkan dahulu mengenai asal-usul Mamluk. Istilah mamluk berasal dari

bahasa Arab (mamālīk dalam bentuk jamaknya) yang bisa diartikan sebagai

budak, hamba, atau orang yang dikuasai. Para budak ini pada awalnya dibeli dari

pasar-pasar budak sewaktu mereka masih kecil yang kemudian diberi pendidikan

militer untuk digunakan sebagai tentara pemerintah.6 Dalam kasus mamluk di

Mesir, para penguasa Ayyubiyah dengan gencar menggunakan jasa kaum mamluk

ini setelah kematian Sultan Salahuddin al-Ayubi.7 Kaum mamluk (dalam

pengertian tentara) bahkan dimiliki oleh bangsawan-bangsawan tertentu untuk

4 Bernard Lewis menyebutkan bahwa bangsa Turki dengan segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki telah mampu memberikan perlawanan sengit terhadap serangan-serangan mematikan yang dilancarkan oleh Tentara Salib dan Mongol sehingga Islam mampu bertahan dalam kacaunya keadaan saat itu. Lihat Bernard Lewis, Islam from the Prophet to the Capture of Constantinople, London: The McMillan Press Ltd. 1974 p. xiv-xv.

5 Philip K. Hitti, p. 695-696. Lihat juga artikel Redmond WA, Baybars I dalam Microsoft Student 2007: Microsoft Corporation 2006.

6 Qasim Abduh Qasim, ‘Asr Salātīn al-Mamālīk; al-Tārīkh al-Siyāsī wa al-Ijtimā’ī, Beirut:Ein for Human and Social Studies, 1998. p. 25.

7 Ibid.

2

Page 3: Bay Bars 1

mendukung atau bahkan menghabisi lawan-lawannya dalam pertikaian-pertikaian

politik dalam Dinasti Ayyubiyah sendiri.

Jauh sebelum Dinasti Ayyubiyah di Mesir menggunakan jasa kaum

mamluk, tenaga mereka sebenarnya sudah digunakan dalam beberapa konflik

politik dunia Islam. Goitein mencatat bahwa keterlibatan pertama kali kaum

budak dalam peperangan adalah ketika Abdullah Isfahany, seorang Persia,

memberikan bantuan 400 orang budaknya kepada Gubernur Irak dalam rangka

melakukan pemberontakan kaum Syi’ah Mukhtar pada 687 M. Abdullah sendiri

ikut berperang dengan memimpin pasukan pada sayap kanan. Nampaknya dari

sini kemudian istilah Mamluk kemudian identik dengan tentara budak.8

Penggunaan tentara Mamluk sebagai kekuatan tersendiri dalam kesatuan

militer seperti yang digunakan oleh Abdullah Isfahany di atas, nampaknya bukan

sebagai sebuah kesatuan khusus sampai kemudian digunakan secara resmi oleh

Al-Mansur, salah seorang khalifah Abbasiyah, pada abad ke-9 untuk memperkuat

barisan tentaranya. Bani Abbasiyah banyak mengambil budak-budak ini dari

kawasan Kaukasus dan Laut Hitam. Mereka adalah bangsa Turki, terutama dari

keturunan Kipchak, yang kemudian diberi pengajaran Agama Islam.

Menurut Goitein, kita tidak tahu secara lebih detil bagaimana Al-Mansur

sebagai khalifah yang menggunakan tenaga para kaum Mamluk ini menerapkan

disiplin dan pengajaran agama bagi mereka. Namun pelatihan yang efisien

nampaknya berlangsung pada masa Nizam al-Mulk dengan pasukan Siyaset

Nama. Praktek inilah yang selanjutnya digunakan oleh kaum Mamluk di Mesir

dan pasukan Janisseri Utsmani. Model pelatihan ini menjadikan pendidikan

agama sebagai bagian penting dalam memilih pasukan beserta tugas-tugas

mereka.9

Pada masa kekuasaan Abbasiyah semakin besar dan luas, kebutuhan akan

tentara profesional nampaknya tidak bisa dihindarkan. Selama ini tentara yang

digunakan dari bangsa Arab cenderung lebih mentaati syekh atau bangsawan-

bangsawan lainnya yang kadang bertentangan dengan khalifah. Sementara tentara

8 S.D. Goitein, Studies in Islamic History..., p. 235. 9 Ibid p.158.

3

Page 4: Bay Bars 1

budak, karena mereka tidak memiliki ikatan dengan golongan manapun dalam

masyarakat Islam, bahkan juga mereka tidak memiliki ikatan keluarga (karena

biasanya direkrut ketika masih kanak-kanak)10, maka kesetiaan tertinggi mereka

hanya bagi khalifah. Selain itu, dalam struktur masyarakat Islam pada masa itu,

golongan budak dan orang asing merupakan golongan masyarakat pada strata

terbawah sehingga jika mereka menentang khalifah dengan mudah khalifah dapat

menjatuhkan hukuman tanpa ada pihak manapun yang akan menghalanginya.

Oleh karena itu bagi para khalifah, tentara Mamluk merupakan aset terpenting

dalam militer.

Setelah memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara

berkuda. Mereka harus mematuhi Furusiyah, sebuah aturan yang memasukkan

nilai-nilai seperti keberanian dan kemurahan hati. Selain itu Furusiyah juga berisi

doktrin mengenai taktik perang berkuda, kemahiran menunggang kuda, kemahiran

memanah, dan juga kemahiran merawat luka dan cedera. Tentara Mamluk ini

hidup dalam komunitas mereka sendiri dalam asrama, barak, atau perkampungan

tertentu. Dalam waktu luang ketika tidak ada peperangan, mereka menghabiskan

waktu dengan permainan seperti memanah, dan persembahan kemahiran

bertempur.

Selanjutnya setelah seorang Mamluk menyelesaikan latihan, ia kemudian

dimerdekakan tetapi harus setia kepada khalifah atau sultan. Setiap perintah sultan

atau khalifah harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Selain sultan atau

khalifah, para amir (pejabat setingkat gubernur) juga memiliki pasukan mamluk

namun tidak lebih besar dibandingkan pasukan khalifah atau sultan.

Di Mesir, sebagai wilayah dimana kaum Mamluk mampu mendirikan

dinasti tersendiri, pada awalnya kehadiran kaum Mamluk merupakan tawanan

para penguasa Dinasti Ayyubiyah yang kemudian dididik untuk dijadikan tentara.

Secara ekslusif mereka ditempatkan di pulau Raudhah di kawasan sungai Nil

sebagai perkampungan mereka sehingga mereka dikenal sebagai Mamluk Bahri.

Karir militer mereka di Mesir yang pada awalnya merupakan tentara kelas

rendahan perlahan-lahan mencapai tingkat yang lebih tinggi. Tentara Mamluk

10 Qasim Abduh Qasim, ‘Asr Salātīn al-Mamālīk...p. 26.

4

Page 5: Bay Bars 1

juga menjadi salah satu kekuatan penentu dalam perebutan kekuasaan. Bahkan

Sultan Ayyubiyah terakhir, al-Malik al-Salih Najmuddin Ayyub, menjadikan

mereka sebagai pengawal untuk menjaga kelangsungan kekuasaannya. Pada masa

al-Malik al-Salih ini tentara Mamluk mendapat hak-hak istimewa, baik pada karir

ketentaraan maupun dalam hal imbalan material.

C. Kelahiran Dinasti Mamluk Mesir

Dinasti Mamluk (648-922 H/ 1250-1517 M) lahir dengan mewarisi

kekayaan dan tanggung jawab politik serta militer Dinasti Ayyubiyah. Kedua

Dinasti ini, baik Ayyubiyah maupun Mamluk, muncul untuk menjawab tantangan

politik dan militer dimana dunia Islam, khususnya wilayah Arab atau Timur

Tengah, sedang menghadapi masa-masa sulit dari sejarah panjang peradaban

Islam. Dinasti Ayyubiyah, yang dibangun oleh Salahuddin al-Ayyubi, memiliki

peran dan tanggung jawab untuk menghadapi musuh umat Islam, yaitu kaum

Salib, yang menguasai al-Quds dan wilayah Palestina serta Syiria bahkan

mengancam sebagian wilayah Arabia. Namun para penguasa Ayyubiyah yang

terakhir telah gagal dalam menghadapi orang-orang Frank karena beberapa

konflik yang terjadi di dalam pemerintahannya sendiri. Sehingga potensi yang

dimilikinya malah terkuras untuk menyelesaikan konflik dalam negeri dan bukan

bahu-membahu untuk menghadapi kekuaran tentara Salib.11

Tiga pembesar Ayyubiyah di Syiria, yaitu: al-Malik al-Shalih Ismail

gubernur Damaskus, al-Malik al-Nasir Daud gubernur Kirk, dan al-Malik al-

Mansur gubernur Hims bergabung untuk mengadakan persekutuan dengan tentara

Salib dengan maksud melawan Sultan Najmuddin Ayyub di Mesir. Tiga penguasa

yang bergabung itu sepakat untuk menyerahkan wilayah Masjid al-Aqsa dan

Qubat al-Sakhra kepada pasukan Salib sebagai balasan kerja sama penyerangan

terhadap al-Malik al-Salih Najmuddin di Mesir.12

Najmuddin Ayyub mau tidak mau harus menghadapi saudara-saudaranya

itu dengan pedang, ia memiliki beban untuk mempertahankan kekayaan Mesir

11 Ibid. 12 Ibid.

5

Page 6: Bay Bars 1

yang agung dengan membentuk pasukan yang memungkinkannya untuk

menghadapi tentara koalisi ini. Sebagian pasukannya juga berasal dari beberapa

tentara Khawarizmiyah yang datang ke wilayah Arabia setelah negeri mereka

dihancurleburkan oleh Mongol. Orang-orang Khawarizmi ini hanya setia siapa

saja yang mampu membayar mereka. Pasukan Sultan Najmuddin Ayyub yang

diperkuat oleh tentara Khawarizmi ini kemudian berhasil menghadapi tentara

koalisi tiga gubernur (Damaskus, Hims, dan Kirk) yang dibantu oleh tentara Salib

untuk menguasai kembali Bait al-Muqaddas dan Nablus dan menggabungkannya

ke dalam kekuasaan sang Sultan. Pasukan koalisi berhasil dihancurkan pada tahun

1244 M dalam peperangan yang terkenal dengan nama “Perang Gaza”.

Dalam keadaan kacau balau antara Perang Salib VII, perang saudara

Dinasti Ayyubiyah, dan ancaman serangan mematikan dari bangsa Mongol yang

terus merayap dari Timur, kekuatan Mamluk perlahan muncul ke permukaan.

Ketika al-Malik al-Salih Najmuddin Ayyub meninggal pada 1249 M, disepakati

bahwa anaknya yang bernama Turansyah naik tahta sebagai sultan. Namun

kemunculan Turansyah di atas singgasana kekuasaan Mesir menimbulkan

ketidaknyamanan di kalangan kaum Mamluk, karena Turansyah lebih dekat

kepada tentara Kurdi daripada mereka. Terlebih Turansyah memiliki hubungan

yang tidak baik dengan janda sultan al-Malik al-Salih Najumddin, yaitu Syajarat

al-Durr. Melalui sebuah siasat akhirnya Turansyah terbunuh oleh para pembesar

Mamluk.

Secara dramatis para sejarawan menulis proses pembunuhan terhadap

Turansyah. Baybars menghadap Turansyah dengan menghunuskan pedangnya dan

langsung menebas Turansyah sehingga beberapa jari Turansyah putus. Turansyah

lari ke atas menara dan dikejar oleh beberapa pembesar Mamluk dengan cara

membakar menara itu. Tak tahan dengan panasnya menara ia lari dan

menceburkan diri ke sungai dengan berteriak-teriak meminta pertolongan kepada

pasukannya namun tidak ada satupun pasukan yang berani menolongnya sehingga

6

Page 7: Bay Bars 1

ia mati dalam keadaan terluka, terbakar, dan tenggelam.13 Pembunuhan terhadap

Turansyah ini terjadi di Farsikur pada 28 Muharam 648 H.14

Setelah Turansyah terbunuh, maka para pembesar Mamluk kemudian

menyepakati Syajarat al-Durr, yang ternyata merupakan budak yang kemudian

dimerdekakan dan dinikahi oleh al-Malik al-Salih Najmuddin Ayyub, diangkat

sebagai sultanah Mesir menggantikan Turansyah. Ada banyak cerita unik

mengenai posisi Syajarat al-Durr sebagai sultanah. Bagi mayoritas umat Islam,

tentu karena berdasarkan hadits Rasulullah15, keberadaan perempuan sebagai

sultan tentu tidak bisa diterima, apalagi pada posisi umat Islam abad ke 10-11 M.

Karena itu setelah kurang lebih 80 hari menduduki singgasana kesultanan,

Syajarat al-Durr turun dari tahta. Bagi sebagian sejarawan seperti CE.

Bosworth,16 Syajarat al-Durr adalah sultan pertama Dinasti Mamluk di Mesir.

Sementara yang lain, dalam hal ini beberapa sejarawan Timur Tengah, mencatat

urutan sultan-sultan Mamluk dengan tidak memasukkan Syajarat al-Durr sebagai

sultan pertama dinasti ini melainkan Kutbuddin Aybak yang dianggap sebagai

sultan pertama.17

Dalam masa pemerintahannya yang pendek, Syajarat al-Durr ternyata telah

memiliki rencana untuk mengekalkan kekuasaanya sehingga sekalipun ia tidak

bisa menjadi sultan lebih lama namun ia berharap dapat tetap memiliki pengaruh

terhadap pemerintahan. Untuk itu ia menikahi salah seorang panglima Mamluk

yang berpengaruh dan ikut serta dalam pembunuhan Turansyah, sultan Ayyubiyah

terakhir, yaitu Kutbuddin Aybak18. Namun ternyata sebagai seorang panglima

ulung, Aybak memahami maksud di balik pernikahan dirinya dengan Syajarat al-13 Almaqrizi. Al-Sulūk.... Juz I h. 11814 Muhammad Farid Bik Al-Mahami. Tārīkh al-Daulah al-‘Aliyah al-‘Utsmāniyah,

ditahkik oleh Dr. Ihsan Haqqi, Daar al-Nafatas, tt. p. 83. 15 Hadits tentang kepemimpinan perempuan ini selengkapnya sebagai berikut:

« - ب�ى - ر� إ�ن� ال� ق� ف� وسلم عليه الله صلى الن�ب�ى� ت�ى� أ ار�س� ف� ه�ل�

أ� �م�ن ال" ج$ ر� ن�أ� ة� ب�ك�ر� ب�ى

� أ � ع�ن - . عليه «. الله صلى ل�لن�ب�ى� ي�ع�ن�ى ل�ه$ يل� و�ق� ال� ق� ى ر� �ك�س ي�ع�ن�ى ب�ك� ر� ت�ل� ق� �د ق� ت�ع�ال�ى و� ك� ت�ب�ار�

» « . �ة3- أ ر� �ام م$ ل�ك$ه$ �ت�م و�م3 ق� ل�ح$ �ي$ف ال� ال� ق� ف� ال� ق� اب�ن�ت�ه$ ل�ف� �ت�خ �اس د� ق� �ن�ه$ إ وسلمSelengkapnya lihat dalam Ahmad, Musnad Ahmad, al-Maktabah al-Syāmilah, http://

www.alwarraq.com. Juz 44 h. 321.16 Lihat C.E. Bosworth, The Islamic Dynasties, (Edinburgh: Edinburgh University Pers,

1967. 17 Muhammad Farid Bik Al-Mahami. Tārīkh al-Daulah al-‘Aliyah.... p. 107.18 Aybak berarti “The Briliant Chief” . Lihat Syed Amir Ali, A Short History of the

Saracens, New Delhi: Kitab Bhavan, 1994. P.385.

7

Page 8: Bay Bars 1

Durr dan penyerahan tampuk kekuasaan kepada dirinya. Karena itu ia kemudian

membunuh Syajarat Al-Durr dan dengan demikian ia bisa memegang tampuk

kekuasaan sepenuhnya tanpa direcoki lagi oleh nafsu berkuasa Syajarat Al-Durr.

Sampai masa kepemimpinan Kutbuddin Aybak ini sebenarnya kekuasaan

Dinasti Mamluk di Mesir nampaknya belum kokoh. Terbukti langkah selanjutnya

yang ditempuh Aybak adalah mengangkat Musa, salah seorang keturunan Dinasti

Ayyubiyah, sebagai sultan “Syar’i” (the jure), sementara secara de facto Aybaklah

yang berkuasa. Pengangkatan sultan Syar’i ini dalam pandangan saya lebih

didasarkan atas krisis kepercayaan diri kaum Mamluk, yang berasal dari budak

belian yang dimerdekakan, yang merasa bahwa mereka sebenarnya tidak berhak

untuk memegang kekuasaan sehingga perlu mencari legitimasi dari penguasa

sebelumnya.

Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257). Setelah meninggal ia

digantikan oleh anaknya Nuruddin Ali yang masih berusia belia. Karena beberapa

tekanan tertentu Ali kemudian mengundurkan diri pada 1259 dan digantikan oleh

wakilnya Sayf al-DinQutuz. Pada masa kekuasaan Qutuz ini Baybars, yang pada

masa kekuasaan Aybak mengasingkan diri ke Syiria karena tidak senang dengan

sepak terjang Aybak, kembali ke Mesir. Bersama sang sultan, Baybars bahu-

membahu mempertahankan kejayaan Mesir khususnya dan dunia Islam pada

umumnya dari serangan tentara Mongol di Timur dan tentara Salib yang

menyerang dari Barat.

Sepeninggal Sayf al-DinQutuz yang tewas pada 1260, kepemimpinan

Mamluk Mesir kemudian diambil alih oleh Baybars Al-Bunduqdary. Ia dianggap

sebagai sultan terbesar Dinasti Mamluk Mesir dan dianggap sebagai peletak sejati

kekuasaan Mamluk di Mesir karena pada masanya Mesir mencapai kemajuan luar

biasa. Selain karena kemampuan luar biasa yang dimiliki oleh Baybars dalam

membangun Mesir, kemajuan Mesir saat itu juga merupakan imbas dari

tumbangnya beberapa kawasan dunia Islam yang sebelumnya menjadi pusat-pusat

peradaban. Bagdad sebagai pusat kekuatan Abbasiyah pada 1258 telah luluh

lantak oleh hantaman keras kekuatan tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu

Khan. Sementara itu kawasan semenanjung Iberia yang sejak 711 disentuh oleh

8

Page 9: Bay Bars 1

peradaban Islam dan sempat mencapai puncak kejayaannya, pada masa itu telah

mulai porak-poranda oleh nafsu angkara murka para pangeran dan raja-raja kecil

dinasti-dinasti Arab dan Afrika yang terus bersaing berebut pengaruh, sehingga

masa itu dikenal sebagai masa muluk al-tawaif.

D. Ruknuddin Baybars: Awal Kehidupan dan Pencapaian Kekuasaan di

Mesir

Nama lengkapnya adalah al-Malik al-Zahir Rukn al-Din Baybar al-

Bunduqdary, dan ia diberi gelar Abu al-Futuh19. Ia merupakan sultan keempat

dalam urutan sultan-sultan Dinasti Mesir Mamluk (jika memasukkan Syajarat al-

Durr maka ia berada pada urutan kelima). Baybars dilahirkan di kawasan Krimea

dan merupakan keturunan Turki dari suku Kipchak di Asia Tengah20. Menurut

beberapa sumber semasa kecil ia ditangkap oleh tentara Mongol dari kawasan

stepa (padang rumput) Kipchak dan dijual sebagai budak sehingga kemudian ia

sampai ke Syiria.21 Orang yang membelinya pertama kali adalah seorang pangeran

dari Hanna, al-Amir Ala’ al-Din Aydkin al-Bunduqdary,22 yang nampaknya

kurang suka Baybars karena ia memiliki kulit kuning langsat yang tidak biasa bagi

kebanyakan laki-laki suku Kipchak. ia berpostur sangat tinggi dan memiliki

bulatan pada salah satu matanya. Baybars kemudian dijual kepada salah seorang

pangeran Mesir yang kemudian mengangkatnya sebagai pengawal penguasa

Mesir al-Salih Ayyub. Baybars merupakan salah satu komandan perang yang

19 Gelar ini diberikan kepadanya berkaitan dengan berbagai kemenangan yang ia raih dalam banyak pertempuran.

20 Lihat Al-Maqrizi, Al-Suluk...p. 520, lihat juga Ibn Thagri, al-Nujum al-Zahirah fi Muluk Misr wa al-Qahirah, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www.alwarraq .com.

21 Sebenarnya tidak banyak sumber sejarah yang menulis mengenai masa kecil dari Baybars. Menurut Qasim Abduh Qasim, Baybars kecil adalah seorang anak yang lahir dari keluarga miskin dan biasa-biasa saja. Oleh karenanya tidak banyak sejarawan (atau para penulis masa itu) yang tertarik untuk menuliskannya. Sudah menjadi hal yang manusiawi, bahwa para penulis lebih suka mengabadikan sesuatu yang besar, hebat, dan luar biasa. Tidak ada sejarawan yang mau menulis tentang kehidupan orang awam dan peristiwa keseharian. Oleh karena itu merupakan kesulitan tersendiri bila kita mencari asal-usul yang lengkap mengenai Baybars. Lihat Qasim Abduh Qasim, Asr Salatin...p. 84-85.

22 Dari pangeran inilah Baybars mendapatkan gelar al-Bunduqdary. Lihat Qasim Abduh Qasim, ‘Asr Salatin...p. 86.

9

Page 10: Bay Bars 1

sangat dipercaya oleh sultan Najmuddin Ayyub ketika menghadapi perang

saudara.23

Sepeninggal sultan Najmuddin Ayyub, Baybars kemudian mengabdi

kepada putra Najmuddin yang diangkat untuk menggantikan ayahnya, Turansyah.

Namun karena hubungan Turansyah dengan para pembesar Mamluk kurang

harmonis, maka kemudian Baybars dan beberapa pembesar Mamluk lainnya

membunuh Turansyah.

Sekitar tahun 1250 Baybars merupakan salah satu panglima perang

Mamluk yang handal. Berkali-kali ia memimpin pasukan untuk melawan tentara

Salib ketujuh di bawah pimpinan Louis IX yang didukung oleh Paus Innocent,

dan memperoleh banyak kemenangan. Pada masa kekuasaan Sayf al-DinQutuz ia

merupakan panglima yang memimpin serangan tentara Mamluk yang berhadapan

dengan tentara Mongol pada sebuah pertempuran besar dan menentukan di Ayn

Jalut (the Pool of Goliath). Pertempuran ini sangat menentukan dalam sejarah,

sebab inilah pertempuran pertama yang tidak bisa dimenangkan oleh tentara

Mongol yang terkenal sadis, selain itu pertempuran ini menjadi titik balik dari

gerak maju pasukan Mongol sebab setelah kalah dalam pertempuran di Ayn Jalut

mereka tidak bisa maju lebih jauh untuk memperluas wilayahnya.

Setelah pertempuran di ‘Ayn Jalut ini, Sayf al-DinQutuz meninggal dunia.

Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa Baybars yang membunuh Sayf al-

DinQutuz karena keinginan Baybars untuk diangkat sebagai Gubernur di Aleppo,

sebagai hadiah kemenangan di ‘Ayn Jalut, tidak dipedulikan oleh Qutuz. Setelah

Sayf al-DinQutuz meninggal maka Baybars kemudian diangkat sebagai sultan

Mesir dan Syiria dengan gelar al-Malik al-Zahir (Raja sang Penakluk).

E. Beberapa Peperangan dan Penaklukan yang Dilakukan Baybars

Setelah Baybars memegang tampuk kekuasaan kesultanan yang menguasai

Mesir dan Syiria serta beberapa wilayah Islam di sekitarnya, ia melanjutkan

pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung sebelumnya. Ia menyerang

23 Almaqrizi. Al-Sulūk li Ma’rifati Duwal al-Mulūk, al-Maktabah al-Syāmilah, http:// www.alwarraq.com. Juz I h. 102

10

Page 11: Bay Bars 1

Kerajaan Kristen Syiria yang dibentuk oleh tentara Salib, kemudian ia juga

menyerang penguasa Antioch, yang merupakan negara sekutu Mongol yang selalu

mendukung serangan Mongol terhadap Damaskus dan Syiria. Pada masa itu

tentara Salib dengan dukungan penuh dari Paus Innocent berusaha menjalin

koalisi dengan pasukan Mongol untuk secara bersama-sama menghancurkan

kekuatan Islam. Dengan mengutip Maqrizi, Thomas W. Arnold mensinyalir

persekutuan antara Kristen dengan dinasti Ilkhan di bawah pimpinan Hulagu

Khan, yang menguasai Persia, berjalan hanya sebentar saja sebab kemenangan

Baybar sultan Mamluk Mesir (1260-1277) yang bersekutu dengan Baraka Khan

telah memaksa Ilkhan untuk berpikir lain.24

Untuk menghadang berbagai persekutuan ini maka Baybars pun

menempuh persekutuan dengan salah satu penguasa Mongol Baraka Khan.

Inisiatif persahabatan itu datang dari Baybars yang pernah menerima kedatangan

200 orang prajurit Golden Horde. Para prajurit ini menyaksikan perselisihan

Hulagu yang menguasai Bagdad dengan Baraka Khan yang dikhawatirkan akan

berakibat buruk pada mereka sehingga kemudian mereka lari ke Syiria, kemudian

diantar kepada Baybars di Mesir. Baybars sendiri sedang dalam kondisi berperang

dengan Hulagu Khan yang pernah dihalaunya ketika Hulagu melakukan agresi

terhadap Syiria. Ia mengirimkan dua orang Mongol untuk menyampaikan surat

persahabatan kepada Baraka Khan. Sekembalinya dua utusan ini mengabarkan

bahwa setiap amir dalam pemerintahan Baraka telah memiliki imam dan muadzin

serta anak-anak diberi pelajaran Al-Qur’an di sekolah-sekolah. Persahabatan

kedua negara ini kemudian menjadi jalan banyaknya orang-orang Mongol yang

datang ke Mesir untuk mempelajari Islam.25

Pada tahun 1263, Baybars menyerang Acre yang merupakan ibu kota dari

sisa-sisa Kerajaan Kristen Yerusalem, namun pada kesempatan itu Baybars tidak

bisa merebutnya. Banyak sekali pertempuran dengan tentara Salib yang ia

menangkan. Beberapa diantaranya adalah: pertempuran Arsuf, Athlith, Haifa,

Safad, Jaffa, Ashkalon, dan pertempuran Caesarea. Baybars juga memimpin

24 Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam, terj. Nawawi Rambe, Jakarta: Widjaya, 1979. P.196.

25 Thomas W. Arnold, Sejarah... P. 200.

11

Page 12: Bay Bars 1

perang di kota Mansurah untuk menghadapi tentara Salib, dalam peperangan ini

setidaknya ia menewaskan 1.500 pasukan salib26. Perang yang lebih dahsyat

terjadi di kota Farsikur pada tanggal 3 Muharram 643 H, dimana kekalahan telah

dialami oleh tentara Salib sehigga tidak kurang 10.000 pasukan Salib tewas,

bahkan menurut cerita yang dibesar-besarkan korban mencapai 30.000 orang.

Baybars beserta Mamluk Bahri yang lainnya mendapat keuntungan luar biasa dari

harta rampasan perang ini.27

Pertempuran-pertempuran yang dilakukan Baybars di atas tentu

membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu Baybars mewajibkan

pajak pada setiap orang di Mesir, bagian dari zakat, dan juga sepertiga harta

warisan dari orang yang bukan kaum Mamluk.28 Selain itu salah satu pendukung

kekuasaan Baybars adalah kelompok pedagang Karim. Secara umum mereka

merupakan salah satu penunjang keberadaan Dinasti Mamluk di Mesir dengan

dukungan finansialnya yang besar. Pada akhir abad ke-13 sampai awal abad ke-15

kelompok ini memonopoli perdagangan negara-negara Arab-Islam dengan India,

Afrika Timur, dan Timur Jauh.29

F. Kebijakan Politik Baybars

Sultan a-Zahir Rukn al-Din Baybars al-Bunduqdary menjadi penguasa

Mesir dan Syiria selama 17 tahun. Jika dibandingkan dengan penguasa dinasti

Mamluk yang lainnya, masa kekuasaan Baybars adalah yang paling lama. Banyak

hal yang mendukung kelanggengan kekuasaan yang digenggam Baybars, salah

satunya adalah soliditas tentara Mamluk yang dimilikinya dan keunggulan mereka

dalam memenangkan berbagai pertempuran di berbagai medan tempur. Banyak

sejarawan mencatat keunggulan tentara Mamluk ini terutama terletak pada

kehandalan pasukan berkuda (kavaleri) yang terlatih. Selain itu sebagai keturunan

suku Kipchak Turki, kaum Mamluk juga terkenal dengan keunggulan fisiknya

26 Almaqrizi. Al-Sulūk... Juz I h. 11427 Almaqrizi. Al-Sulūk.... Juz I h. 11628 Qasim Abduh Qasim, ‘Asr Salatin...p. 86.29 S.D. Goitein, Studies in Islamic History, P.351.

12

Page 13: Bay Bars 1

yang tangguh, cekatan dan tahan banting.30 Baybars sendiri, seperti telah

disebutkan di atas, memiliki postur tubuh yang sangat tinggi dengan perawakan

yang kokoh. Dengan keunggulan pasukan berkuda, mobilitas tentara Mamluk

dapat diandalkan untuk menjadi kekuatan pendobrak dalam setiap pertempuran.

Kemenangan-kemenangan dalam berbagai pertempuran, terutama dengan

dua musuh utama umat Islam saat itu yaitu tentara Mongol dan tentara Salib,

maka posisi kesultanan Mamluk Mesir menjadikan beberapa penguasa lokal

bergabung dan menyatakan ketundukannya kepada penguasa Mamluk Mesir.

Karena itu posisi Mesir kemudian menjadi sangat penting bagi dunia Islam saat

itu, karena di bawah kekuasaan kaum Mamluk, nampaknya hanya Mesir satu-

satunya kawasan dunia Islam yang selamat dari keganasan tentara Mongol dan

nafsu serakah tentara Salib. Mesir kemudian berubah menjadi kawasan tempat

berkumpulnya para ulama dan para pecinta ilmu dari berbagai penjuru dunia

Islam.31

Selain faktor kemenangan atas musuh-musuh eksternalnya, kekuasaan

Baybars dapat bertahan lama juga karena kelihaiannya dalam meredam konflik

internal dan kemampuannya untuk menyingkirkan musuh-musuh politiknya.

Sebagai dinasti yang memegang prinsip oligarki militer, bukan sistem monarki,

potensi konflik internal dapat terjadi lebih banyak dibandingkan sistem monarki.

Persaingan dan intrik politik dalam upaya naik ke puncak kekuasaan sangat

mungkin terbuka. Namun dengan kelihaiannya Baybars mampu mengelola hasrat

berkuasa ini menjadi sebuah energi positif yang ia terapkan kepada setiap pejabat

dan tentara untuk bersaing secara sehat menuju karir yang lebih bagus. Sehingga

kemudian pada masa Baybars ini terkenal dengan upaya para amir untuk

memajukan daerahnya agar mendapatkan kemajuan karir politik.

Demikian juga dengan karir ketentaraan, Baybars menerapkan ukuran

kesalehan dalam menentukan kemajuan tingkat seorang tentara, dan Baybars

sendiri yang memegang kontrol penuh. Nampaknya hal ini untuk menghindari

30 Karena keunggulan-keunggulan fisik inilah, para khalifah Abbasiyah dahulu banyak mendatangkan budak-budak Mamluk untuk dijadikan tentara profesional kekhalifahan.

31 Seorang peziarah al-Balwa al-Magribi yang sempat mengunjungi Mesir pada masa kekuasaan Mamluk mengatakan bahwa Mesir merupakan sumber ilmu. Lihat Said Abdul Fattah, al-‘Asru al-Mamāliki fi Misr wa al-Syam, Cairo: Dar al-Nahdlah al-Arabiyah 1976, p. 342.

13

Page 14: Bay Bars 1

terjadinya pengkhianatan terhadap dirinya sebagaimana yang ia lakukan dahulu

terhadap Sayf al-DinQutuz.

Kemampuan Baybars untuk meredam konflik internal ditunjukannya

ketika awal-awal ia berkuasa dengan mampu memadamkan perlawanan dan

pengkhianatan para pangeran. Pada akhir tahun 1260 M di Damaskus muncul

pemberontakan yang dipimpin oleh Gubernur Sanjar al-Halbi, salah seorang

pembesar Mamluk di Damaskus. Ia merupakan pendukung setia Sayf al-Din

Qutuz sehingga ketika mengetahui pembunuhan terhadap Qutuz ia tidak mau

mengakui Baybars sebagai sultan. Sang Gubernur bukan saja memberontak

kepada Baybars namun lebih jauh ia mengangkat dirinya sebagai sultan di

Damaskus dan memakai gelar al-Malik al-Mujahid. Untuk memperkuat posisinya

Sanjar al-Halbi melakukan kampanye dan mengelilingi kota Damaskus dengan

benteng yang kuat untuk mengantisipasi serangan dari Mesir. Ia juga mengajak

sisa-sisa bangsawan Bani Ayyubiyah untuk bergabung bersama dirinya, namun

ternyata mereka menolak.32

Melihat kondisi demikian Baybars memerintahkan blokade atas kota

Damaskus sehingga setiap bantuan yang datang dari daerah sekeliling Damaskus

dapat diputuskan. Mendapat blokade seperti itu kekuatan Sanjar menjadi lemah.

Dalam kondisi demikian Baybars mengutus sepasukan tentara ke Damaskus untuk

menangkap Sanjar dan membawanya ke Kairo. Pemberontakan itu akhirnya dapat

dipadamkan pada 1261.

Dalam masa yang berdekatan muncul lagi pemberontakan yang dilakukan

oleh Syams al-Din al-Burly yang memproklamasikan kemerdekaan Halb.

Pemberontakan ini pun dapat dipadamkan dan Syams al-Din al-Burly

mendapatkan pengampunan dari Baybars, karena ia juga merupakan salah satu

pembesar Mamluk.

Sikap Baybars terhadap pemberontak dari kalangan Mamluk dan bukan

Mamluk ternyata berbeda. Jika pimpinan pemberontak yang berasal dari kaum

Mamluk tertangkap, maka Baybars dengan murah hati mau memaafkannya.

Namun jika pemberontak bukan berasal dari keluarga Mamluk maka ia dapat

32 Qasim Abduh Qasim, ‘Asr Salatin ...p. 87

14

Page 15: Bay Bars 1

dengan keji menghukum mati mereka. Kejadian ini menimpa salah seorang

penganut Syi’ah, al-Kaurani, dan beberapa pendukungnya yang

mempropagandakan gerakan Syi’ah di Kairo. Ia mengajak para penganut Syi’ah

untuk mengabaikan aturan-aturan yang diterapkan Baybars dan kembali

menggunakan ajaran Syi’ah sebagaimana dahulu yang diterapkan oleh Bani

Fatimiyah. Menghadapi gerakan ini Baybars melakukan tindakan tegas dengan

menangkapi para pemberontak dan menggantung mereka di pintu gerbang

“Zawilah” salah satu pintu gerbang kota Kairo.33

Upaya Baybars saat ia berkuasa yang dinilai cemerlang oleh para

sejarawan adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah yang telah

hancur seiring dengan luluh lantaknya Bagdad karena serbuan tentara Mongol.

Baybars memboyong keluarga dinasti Abbasiyah yang tersisa ke Mesir untuk

kemudian salah satu keturunan mereka diangkat menjadi khalifah. Menurut al-

Suyuthi upaya dinasti Mamluk untuk menghidupkan kembali kekhalifahan

Abbasiyah (meskipun tidak lebih dari pada simbol) telah memberikan simpati luas

di kalangan dunia Islam saat itu. Karena itu kemudian Mesir menjadi tujuan utama

para ulama dan pelajar untuk mencari ilmu.34 Upaya ini bagaimanapun juga

memberikan legitimasi hukum kekhalifahan bagi Baybars. Bagi umat Islam,

kekhalifahan di dunia Islam hanya satu sehingga tidak mungkin ada kekhalifahan

ganda dalam satu waktu.35 Dan pemilik syah kekhalifahan sampai saat itu adalah

keluarga Abbas, meskipun kerajaan mereka telah hancur oleh tentara Mongol.

Karena itu Baybars memandang urgen untuk menghidupkan kembali

kekhalifahan Abbasiyah demi menyatukan umat Islam dalam menghadapi

serangan tentara Mongol dan tentara Salib.

Sebenarnya Baybars bukanlah orang pertama yang memiliki pemikiran

untuk memindahkan kekhalifahan Abbasiyah ke Mesir. Sejak masa berkuasanya

Ahmad bin Tulun dari dinasti Tuluniyah sampai Sayf al-Din Qutuz naik tahta

upaya ini selalu dilakukan. Namun baru pada masa Baybars upaya ini berhasil

33Ibid. p.88. 34 Said Abdul Fattah, al-‘Asru al-Mamāliki..p. 342. 35 Karena itulah mengapa para penguasa dinasti Umayyah yang berada di Andalusia tidak

memproklamirkan dirinya sebagai khalifah tetapi amir, kecuali setelah Kekhalifahan Abbasiyah di Bagdad mulai mengalami kemunduran.

15

Page 16: Bay Bars 1

terwujud. Dan, menurut Qasim Abduh Qasim, sejarah hanya mencatat apa yang

dilakukan bukan apa yang diniatkan. Setelah kemenangan tentara Mamluk di

‘Ayn Jalut Sayf al-Din Qutuz mengundang salah satu keturunan Abbasiyah, yaitu

Abu al-Abbas Ahmad, ke Damaskus. Di kota itu Qutuz membai’at Abu al-Abbas

sebagai khalifah. Namun sayang Qutuz hanya mengangkatnya sebagai khalifah

tanpa menyediakan jabatan khalifah di Kairo.36

Ketika Baybars naik tahta kesultanan, ia mengundang salah seorang amir

keturunan Abbas yang lain yaitu Abu al-Qasim Ahmad ibn Khalifah al-Zahir

Muhammad ibn al-Nasir Li Din Allah Ahmad ibn al-Mustad’i bi Allah. Pada

bulan Rajab 759/ 1261 di timur kota Kairo Baybars yang didampingi wazir Baha

al-Din ibn Hana, para hakim, para ulama, dan para pembesar lainnya menjemput

kedatangan Abu al-Qasim. Setelah beberapa hari Baybars kemudian

menyelenggarakan acara besar-besaran untuk membaiat Abu al-Qasim sebagai

khalifah. Acara ini dihadiri oleh seluruh pembesar Mamluk, para hakim, para

saudagar, dan orang-orang terhormat di Mesir. Setelah beberapa pernyataan

mengenai keabsahan keturunan dari Abu al-Qasim, ia kemudian dibaiat sebagai

khalifah dengan gelar al-Mustansir bi Allah. Setelah selesai pembaiatan sang

Khalifah berdiri dan melantik Baybars sebagai sultan penguasa negeri Islam

dengan diberi gelar Qasim Amir al-Din.37

Langkah politik Baybars dengan pengangkatan khalifah dan kini berpusat

di Mesir merupakan langkah politik yang cerdas. Sebab legitimasi kekuasaan

Baybars saat itu tidak sekedar didukung oleh kekuatan militer yang tangguh

namun juga secara diplomatik ia telah memenangkan legitimasi kekuasaannya

dari umat Islam. Semenjak Syajarat al-Durr merebut kekuasaan dari Turansyah

sampai berkuasanya Qutuz, kaum Mamluk di Mesir selalu mencari legitimasi

kekuasaannya dari khalifah Abbasiyah. Namun baru pada masa Baybars

keinginan itu terwujud.

G. Kemajuan Ilmu Pengetahuan

36 Qasim Abduh Qasim, ‘Asr Salatin...p. 89.37 Ibid. 89.

16

Page 17: Bay Bars 1

Seperti telah disinggung di atas, pada masa dinasti Mamluk berkuasa,

Mesir menjadi ibukota Islam yang sekaligus menjadi menara ilmu. Ada dua faktor

penting yang menyebabkan Mesir menjadi pusat pengembangan ilmu di dunia

Islam pada saat itu. Pertama, tidak adanya pusat ilmu pengetahun Islam selain

Mesir. Kawasan-kawasan utama yang sebelumnya menjadi tempat

berkembanganya ilmu pengetahuan yaitu Bagdad di Timur dan Andalusia di

Barat, pada saat itu sudah padam, sehingga hanya Mesir satu-satunya kawasan

yang relatif kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Faktor kedua adalah

kecintaan para penguasa Mamluk terhadap ilmu pengetahuan, salah satunya

adalah Sultan Baybars. Abu al-Mahasin menyebutkan bahwa Sultan Baybars

sangat mencintai ilmu sejarah sehingga menurut orang-orang dekatnya, bagi

Baybars lebih utama menyimak keterangan sejarah daripada berlatih perang.38

Karena kecintaanya akan ilmu pengetahuan, maka al-Azhar sebagai pusat para

pelajar mencari ilmu, pada masa Baybars mencapai kemajuan yang luar biasa dan

menjadi tujuan pada pencari ilmu dari seluruh penjuru dunia Islam. Pada masa

Baybars berkuasa muncul para ulama yang terkenal dalam ilmu adab dan sejarah

seperti Mahy al-Din ibn Abd al-Zahir, Ibn Khalikan, dan Jamal al-Din ibn Wasil.

Kecintaan akan ilmu juga ditunjukkan oleh beberapa sultan dinasti

Mamluk, termasuk Baybars, dengan menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah

mingguan. Pertemuan ini kadang dilaksanakan satu kali, dua kali, atau bahkan

beberapa kali dalam seminggu. Dalam pertemuan-pertemuan itu dibahas berbagai

permasalahan ilmiah dan keagamaan untuk kemudian semua yang hadir ikut

berdiskusi. Karena itu, menurut Said Abdul Fattah, kita banyak mendengar

mengenai kesibukan para sultan dan keluarga dinasti Mamluk yang selalu sibuk

dengan mencari ilmu dalam bidang fiqih, hadits, dan bahasa Arab.

Selain itu sebagai bentuk kecintaan terhadap ilmu pengeahuan, para sultan

Mamluk juga banyak membangun madrasah dan perpustakaan sebagai sarana

untuk mencari ilmu. Salah satu yang terkenal adalah Madrasah al-Zahiriyah yang

dibangun oleh sultan al-Zahir Baybars pada tahun 1261. Yang menarik adalah

bahwa pembangunan madrasah-madrasah tidak hanya dilakukan di Mesir saja,

38 Ibid.

17

Page 18: Bay Bars 1

namun para sultan Mamluk juga membangun madrasah-madrasah di seluruh

wilayah kekuasaan dinasti Mamluk yang sangat luas.

Sangat menarik untuk disebutkan di sini adalah penyelenggaraan pesta-

pesta besar yang dilakukan oleh Baybars, dan sultan-sultan lain dari dinasti

Mamluk, dalam acara pembukaan madrasah-madrasah yang dibangun. Biasanya

pembukaan madrasah merupakan peristiwa besar yang dihadiri sultan, para

pejabat negara, para fuqaha, para hakim, dan berbagai lapisan masyarakat. Dalam

acara itu disajikan berbagai makanan dan minuman untuk menjamu para tamu.39

Ini membuktikan bagaimana kecintaan Baybars, dan beberapa sultan Mamluk

lainnya, terhadap ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang saat itu mengalami

masa kemunduran semenjak Bagdad luluh lantak.

Selain pembangunan madrasah-madrasah yang sangat pesat, pada masa itu

Baybars dan para penguasa Mamluk lainnya juga memperhatikan pembangunan

perpustakaan-perpustakaan. Tak dapat dipungkiri bahwa untuk mengembangkan

ilmu selain dibutuhkan madrasah sebagai tempat pengajaran dan pendidikan,

maka kebutuhan akan buku dan perpustakaan juga menempati posisi sentral. Para

penguasa Mamluk nampaknya menyadari akan hal ini, sehingga mereka banyak

membangun perpustakaan-perpustakaan untuk mendampingi madrasah-madrasah

yang telah didirikan. Demikian yang dilakukan Sultan Baybars, setelah

membangun madrasah al-Zahiriyah ia menyediakan buku-buku yang akan dikaji

oleh para pelajar yang tidak sedikit jumlahnya dalam berpuluh-puluh lemari.40

Di Kairo sendiri Baybars sangat berjasa dalam menghidupkan kembali

Universitas Al-Azhar, yang cikal bakalnya adalah masjid Jami’ Kairo, yang

selama seratus tahun lebih (semenjak masa keemasan Dinasti Fatimiyah)

ditinggalkan umat. Pada 18 Rabi’ul Awal 665 H/ 1267 M Sultan Baybars

mengadakan shalat Jum’at di masjid itu, sehingga tanggal itu dianggap sebagai

tonggak hidupnya kembali Universitas Al-Azhar.41

H. Penutup

39 Ibid. p. 342.40 Ibid. p. 345.41 Qasim Abduh Qasim, Asr Salatin...p. 93.

18

Page 19: Bay Bars 1

Jika ada negeri Muslim yang selamat dari penghancuran luar biasa dari

tentara Mongol dan serbuan tentara Salib, salah satunya adalah Mesir. Di Negeri

ini umat Islam bisa menemukan warisan yang luar biasa berharganya dari

peninggalan-peninggalan umat Islam baik masa klasik maupun pertengahan. Sejak

Amr bin ‘Ash masuk ke Mesir membawa Islam pada masa khalifah Umar bin

Khattab -dan sekaligus ditunjuk sebagai gubernur di sana- sampai pada masa kini

Mesir tidak pernah disentuh oleh peradaban lain kecuali peradaban Islam. Salah

satu cultural bearer di negeri Mesir adalah kaum Mamluk. Mereka yang pada

awalnya datang ke Mesir sebagai budak belian dan bahkan tawanan perang, pada

satu waktu tampil sebagai pemimpin dan penyelamat umat Islam dari keganasan

musuh-musuhnya.

Di antara sekian orang sultan yang pernah menduduki puncak

pemerintahan dinasti Mamluk, terdapat seorang sultan yang sangat menonjol. Dia

adalah sultan al-Zahir Rukn al-Din Baybars al-Bunduqdary. Masa

pemerintahannya merupakan awal masa keemasan dinasti Mamluk sehingga ia

dikenang sabagai pendiri dinasti Mamluk yang sejati, meskipun ia adalah sultan

keempat dari urutan penguasa Mamluk Mesir.

Beberapa kebijakan politik yang ditempuh Baybars dinilai cemerlang

dalam menjadikan kesultanan Mamluk sebagai kekuatan utama umat Islam saat

itu. Di tengah umat yang sedang membutuhkan pertolongan dari ancaman dua

musuh besar umat saat itu yaitu tentara Mongol dan tentara Salib, kemunculan

Baybars dengan kekuatan politik dan militer yang dimilikinya bagaikan oase di

tengah kehausan padang pasir. Baybars memberikan optimisme pada umat setelah

terpukul dengan kehancuran Bagdad yang selama ini dibanggakan sebagai pusat

keunggulan ilmu dan peradaban Islam. Dengan segala kebijakannya ia

membangun Mesir sebagai tempat peradaban dan ilmu menggantikan Bagdad.

Pembaiatan atas Khalifah Abbasiyah di Mesir seakan mengobati luka umat Islam

atas pembantaian yang dilakukan tentara Mongol terhadap khalifah Abbasiyah

terakhir, al-Musta’shim. Penyelenggaraan kembali shalat Jum’at di Masjid Jami’

al-Azhar juga memberikan optimisme baru akan pembangunan pendidikan di

19

Page 20: Bay Bars 1

dunia Islam, sehingga keharuman al-Azhar sebagai menara ilmu yang pernah

berjaya pada masa Dinasti Fatimiyah semerbak kembali.

Kenangan umat Islam atas kejayaan Dinasti Mamluk di Mesir dengan

Sultan Baybars sebagai tokohnya nampaknya harus dihidupkan kembali. Sebab

selama ini sejarah yang ditulis sering menganggap kehancuran Bagdad ketika

diserbu oleh tentara Mongol sebagai titik terakhir kemajuan umat Islam. Memang

benar bahwa sejak kehancuran Bagdad umat Islam tidak pernah mencapai

kemajuan ilmu dan peradaban sebagaimana yang dicapai Abbasiyah dahulu.

Namun rasanya tidak fair jika peradaban setelahnya dipandang sebelah mata,

termasuk peradaban yang dibangun oleh Dinasti Mamluk.

Wa Allahu A’lamu bi al-Shawab.

20

Page 21: Bay Bars 1

DAFTAR PUSTAKA

Arnorld, Thomas W. Sejarah Dakwah Islam, terj. Nawawi Rambe, Jakarta: Widjaya, 1979.

Abdul Fattah, Said. al-‘Asru al-Mamāliki fi Misr wa al-Syam, Cairo: Dar al-Nahdlah al-Arabiyah 1976.

Amir Ali, Syed. A Short History of the Saracens, New Delhi: Kitab Bhavan, 1994.

Almaqrizi. Al-Sulūk li Ma’rifati Duwal al-Mulūk, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www.alwarraq.com

Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www.alwarraq.com

Al-Mahami, Muhammad Farid Bik. Tārīkh al-Daulah al-‘Aliyah al-‘Utsmāniyah, ditahkik oleh Dr. Ihsan Haqqi, Daar al-Nafatas, tt.

Aljabbārati. ‘Ajāibu al-Ātsār, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www.alwarraq .com

Alyafi’i. Mir’atul Jinān wa ‘Ibratu al-Yaqzān fi Ma’rifati hawādiṣi al-Zamān, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www.alwarraq .com

Abu Al-Fida. Al-Mukhtasar fī Akhbāri al-Basyar, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www.alwarraq .com

Al-Shafadi. A’yān al-‘Asr wa A’wān al-‘Asr, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www.alwarraq .com

Goitein, S.D. Studies in Islamic History and Institutions, Leiden: E.J. Brill, 1968.

Hodgson, Marshall G.S. The Venture of Islam; Buku Pertama: Lahirnya Sebuah Tatanan Baru, terj. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta: Paramadina, 2002.

Hourani, Albert. Sejarah Bangsa-bangsa Muslim, terj. Irfan Abubakar, Bandung: Mizan, 2004.

Ibn Abi Uhsaibi’ah. ‘Uyūn al-Anbā fi Tabaqāti al-Atibbā, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www.alwarraq.com

Ibn Mandzūr. Mukhtaṣar Tārikh Dimasyqi, al-Maktabah al-Syāmilah, http://www. alwarraq.com

21

Page 22: Bay Bars 1

Lewis, Bernard. Islam from the Prophet to the Capture of Constantinople, London: The McMillan Press Ltd. 1974.

Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim; Bunga Rampai Kebudayaan Muslim, Jakarta: Bulan Bintang 1986.

Qasim, Qasim Abduh. ‘Asr Salātīn al-Mamālīk; al-Tārīkh al-Siyāsī wa al-Ijtimā’ī, Beirut:Ein for Human and Social Studies, 1998.

W. A, Redmond. Baybars I dalam Microsoft Student 2007, Micrsosoft Corporation 2006

22