bebagai model pengukuran earnings management mana yang

22
303 Purwokerto, 20 September 2017 SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT: MANA YANG PALING AKURAT Oleh: Eko Suyono Email: [email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ABSTRACT As explained by Healy and Wahlen (1999), earnings management occurs when managers use judgment in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying outcomes that depend on reported accounting numbers or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers’. Several accounting researchers have proposed models for detect ing the earnings management, e.g, Healy model (1985), De Angelo model (1986), Jones model (1991), Industry model (1991), Modified Jones Model (1995), Kotari Model (2000), Dechow & Dichev model (2002), Stubben (2010), the new approach model (2011), etc. This study aims to evaluate those of earnings management models, which is the most accurate in measuring earnings management. After comparing those earnings management models, this study concludes that the new approach model is able to overcome the weaknesses in other models, thus, so far it is the most accurate model in measuring the earnings management. Keywords: earnings management, judgment, financial reporting, structuring transaction. JEL: M14, M49 Seperti yang dijelaskan oleh Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai hasil mendasar yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Beberapa peneliti akuntansi telah mengusulkan model untuk mendeteksi manajemen laba, misalnya model Healy (1985), model De Angelo (1986), model Jones (1991), Model Industri (1991), Modified Jones Model (1995), Kotari Model (2000) , Model Dechow & Dichev (2002), Stubben (2010), model pendekatan baru (2011), dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi model pengukuran manajemen laba yang paling akurat dalam mengukur manajemen laba. Setelah membandingkan berbagai model manajemen laba tersebut, penelitian ini menyimpulkan bahwa model pendekatan baru mampu mengatasi kelemahan model lainnya, sehingga sejauh ini merupakan model yang paling akurat dalam mengukur manajemen laba. Kata kunci: manajemen laba, penilaian, pelaporan keuangan, penataan transaksi. JEL: M14, M49

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

303 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT:

MANA YANG PALING AKURAT

Oleh:

Eko Suyono

Email: [email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRACT

As explained by Healy and Wahlen (1999), earnings management occurs when managers

use judgment in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports

to either mislead some stakeholders about the underlying outcomes that depend on reported

accounting numbers or to influence contractual outcomes that depend on reported

accounting numbers’. Several accounting researchers have proposed models for detecting

the earnings management, e.g, Healy model (1985), De Angelo model (1986), Jones model

(1991), Industry model (1991), Modified Jones Model (1995), Kotari Model (2000), Dechow

& Dichev model (2002), Stubben (2010), the new approach model (2011), etc. This study

aims to evaluate those of earnings management models, which is the most accurate in

measuring earnings management. After comparing those earnings management models, this

study concludes that the new approach model is able to overcome the weaknesses in other

models, thus, so far it is the most accurate model in measuring the earnings management.

Keywords: earnings management, judgment, financial reporting, structuring transaction.

JEL: M14, M49

Seperti yang dijelaskan oleh Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika

manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi

untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan beberapa pemangku kepentingan

mengenai hasil mendasar yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan atau

untuk mempengaruhi hasil kontrak yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang

dilaporkan. Beberapa peneliti akuntansi telah mengusulkan model untuk mendeteksi

manajemen laba, misalnya model Healy (1985), model De Angelo (1986), model Jones

(1991), Model Industri (1991), Modified Jones Model (1995), Kotari Model (2000) , Model

Dechow & Dichev (2002), Stubben (2010), model pendekatan baru (2011), dan lain-lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi model pengukuran manajemen laba yang paling

akurat dalam mengukur manajemen laba. Setelah membandingkan berbagai model

manajemen laba tersebut, penelitian ini menyimpulkan bahwa model pendekatan baru

mampu mengatasi kelemahan model lainnya, sehingga sejauh ini merupakan model yang

paling akurat dalam mengukur manajemen laba.

Kata kunci: manajemen laba, penilaian, pelaporan keuangan, penataan transaksi.

JEL: M14, M49

Page 2: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

304 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

PENDAHULUAN

Berbagai skandal keuangan yang melibatkan banyak korporasi besar seperti Enron,

WorldCom, Parmalat, Xerox, dan sebagainya pada tahun 2000-an memunculkan opini

publik bahwa earnings manajemen dilakukan akibat perilaku oportunistis para manajer yang

ingin mendapatkan keuntungan pribadi. Akibatnya, berbagai regulasi telah dikeluarkan

untuk mengantisipasi supaya kasus-kasus serupa tidak terulang di masa yang akan datang

seperti dengan dikeluarkannya Sarbane-Oxley Act (SARBOX) di Amerika. SARBOX

mewajibkan supaya perusahaan mempunyai perangkat dewan yang dapat memaksimalkan

fungsi pengawasan terhadap aktivitas pengelolaan keuangan perusahaan untuk mencegah

praktik earnings management oleh para manajer. Bahkan NASDAQ Stock Exchange

menerbitkan sebuah petunjuk yang mengharuskan seluruh perusahaan tercatat pada bursa

tersebut untuk membentuk sebuah komite yang berperan dalam pengawasan pelaporan

keuangan perusahaan, yang selanjutnya komite tersebut disebut sebagai komite audit

(Jiaroporn et al., 2008).

Namun demikian, tidak semua praktik earnings management adalah jelek. Dalam level

tertentu praktik earnings management justru terbukti mampu menyajikan informasi yang

sangat efektif dalam mendukung proses pengambilan keputusan (Ronen dan Yaari, 2008).

Hal ini sebagaimana yang diobservasi oleh Arya et al. (2003: 111) sebagai berikut:

Accounting research shows that income manipulation is not an unmitigated evil; within

limits, it promotes efficient decisions. Our argument, admittedly controversial, is worth

airing: earnings management and managerial discretion are intricately linked to serve

multiple functions; accounting reform that ignores these interconnections could do

more harm than good.

Demikian pula banyak peneliti lainnya di bidang akuntansi yang berargumentasi bahwa

mungkin saja earnings management menjadi menguntungkan perusahaan ketika dilakukan

dalam level yang mampu meningkatkan nilai informasi yang terkandung dalam laba.

Manajer mungkin akan menguji pilihan-pilihan akuntansi dalam penyajian laba untuk

mengkomunikasikan informsai khusus kepada pemegang saham dan seluruh pemangku

kepentingan perusahaan (Jiaroporn et al., 2008; Subramanyam, 1996; Watts and

Zimmerman, 1986; Holthausen, 1990; Guay et al., 1996; Demski, 1998; Arya et al., 2003).

Jika hal ini yang terjadi, mungkin saja praktik earnings management tidak akan merugikan

para pemegang saham maupun pemangku kepentingan lainnya. Subramanyam (1996)

mendukung pendapat bahwa manajer menguji pilihan-pilihan akuntansi untuk meningkatkan

kemampuan informasi laba dalam mencerminkan nilai-nilai mendasar yang ada,

Sedangkan penelitian terdahulu yang berargumentasi bahwa earnings management

cenderung lebih ke oportunistis karena ketidaksesuaian insentif manajer dan pemegang

saham dapat mendorong manajer untuk menggunakan fleksibilitas yang diberikan oleh

Prinsip Akuntansi yang Diterima Umum (GAAP) untuk mengelola pendapatan secara

oportunis, sehingga menciptakan distorsi informasi dalam melaporkan pendapatan di dalam

laporan keuangan (Healy and Palepu, 1993).

Praktik earnings management sangat mungkin dilakukan karena memanga Prinsip

Akuntansi yang Diterima Umum (GAAP) memungkinkan manajemen menentukan beberapa

tingkatan dalam menentukan jumlah dan waktu akrual akhir periode tertentu (Schipper 1989;

Healy dan Wahlen 1999; Mohapatra, 2011). Dengan adanya insentif (misalnya, bonus

manajer), diskresi akuntansi ini dapat mendorong manajer melakukan praktik earnings

management, ataupun pengalihan pendapatan dari satu periode ke periode lainnya yang

dikenal sebagai income smoothing (Healy 1985; Schipper 1989). Menurut Schipper (1989),

earnings management terjadi ketika manajer melakukan intervensi dalam proses pelaporan

eksternal untuk memperoleh keuntungan pribadi. Sementara penelitian sebelumnya telah

Page 3: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

305 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

mengidentifikasi beberapa teknik manajemen laba (Healy, 1985; DeAngelo, 1986; Jones,

1991; dan sebagainya), yang umumnya dilakukan dengan menggunakan kebijaksanaan

terkait akrual yang akan memberi manajer kesempatan lebih besar untuk merasionalisasi

keputusan akuntansi mereka kepada anggota manajemen lainnya, di lingkungan di mana

keputusan semacam itu dapat diteliti secara seksama.

Banyak dokumen-dokumen keuangan yang menyajikan data bahwa akhir-akhir ini

banyak perusahaan yang menggunakan akrual diskresioner untuk mengelola pendapatan.

Sebagai contoh, Xerox, Nortel, dan Sunbeam masing-masing menetapkan beberapa bentuk

kelebihan biaya akrual yang kemudian digunakan untuk mengatasi kekurangan dalam hasil

operasi (Bandler dan Hechinger 2003). Meskipun tindakan ini mungkin membantu

memaksimalkan bonus eksekutif, setiap perusahaan di AS akhirnya mengajukan revisi

laporan keuangan kepada Securities and Exchange Commission (SEC). Selain itu, Arthur

Levitt, mantan Ketua Komisi Sekuritas dan Bursa, mencatat bahwa manajer menggunakan

akrual diskresioner sebagai salah satu dari beberapa teknik untuk melaporkan pendapatan

yang mencerminkan keinginan manajemen senior daripada kinerja ekonomi perusahaan

(Beaudoin, 2008). Penelitian sebelumnya mengkonfirmasikan hubungan antara insentif

bonus dan akrual diskresioner (misalnya, Healy 1985; Holthausen et al., 1995).

Healy dan Wahlen (1999) mendefinisikan earnings management (manajemen laba)

sebagai perubahan kinerja ekonomi perusahaan yang dilaporkan oleh pihak-pihak internal di

dalam perusahaan untuk "menyesatkan beberapa pemangku kepentingan" atau

"mempengaruhi hasil kontraktual." Secara khusus, pihak-pihak internal (para manajer)

cenderung menggunakan kendali yang mereka miliki atas sumber daya perusahaan untuk

menguntungkan diri mereka sendiri dengan mengorbankan pihak-pihak eksternal (para

pemegang saham). Jika manfaat kendali pribadi oleh pihak-pihak internal ini terdeteksi,

pihak-pihak eksternal cenderung akan melakukan tindakan disipliner terhadap pihak internal

perusahaan. Akibatnya, pihak-pihak internal memiliki insentif untuk menyembunyikan

pengalihan sumber daya ini dari pihak-pihak eksternal (Leuz,et al., 2003). Lebih jauh lagi,

Leuz et al. (2003) berpendapat bahwa pihak-pihak internal memanipulasi laporan akuntansi

tentang kinerja perusahaan dalam upaya menyembunyikan keuntungan atas pengendalian

rahasia yang mereka miliki. Misalnya, pihak-pihak internal dapat menggunakan

kebijaksanaan mereka dalam pelaporan keuangan untuk melebih-lebihkan penghasilan dan

menyembunyikan realisasi pendapatan yang tidak menguntungkan yang bisa mendorong

campur tangan pihak-pihak eksternal. Demikian pula, pihak-pihak internal dapat

menggunakan pilihan akuntansi untuk mengurangi pendapatan selama bertahun-tahun dalam

tahun-tahun yang kinerjanya baik untuk menciptakan cadangan untuk periode tahun-tahun

berikutnya yang kinerjanya buruk, yang secara efektif membuat laba yang dilaporkan kurang

bervariasi daripada kinerja perusahaan yang sebenarnya. Kondisi ini mengakibatkan

kemampuan pihak-pihak eksternal menjadi lemah dalam mengawasi perusahaan ketika

earnings management dilakukan secara ekstensif, sehinga laporan keuangan akan

menyajikan informasi yang tidak akurat mengenai kinerja perusahaan yang sesungguhnya.

Kondisi sebagaimana dijelaskan dalam paragraf sebelumnya di atas tidak akan terjadi

ketika penegakan hukum di negara tersebut berjalan efektif. Efektivitas sistem hukum suatu

negara dalam melindungi pemegang saham minoritas dan kreditur eksternal akan membatasi

kemampuan pihak-pihak internal untuk memperoleh keuntungan pengendalian istimewa

(Claessens et al., 2000). Perlindungan hukum yang kuat meningkatkan hambatan bagi pihak-

pihak internal untuk mengalihkan sumber daya perusahaan untuk memenuhi kepentingan

mereka (Shleifer dan Vishny, 1997; La Porta et al., 2000). Dengan kata lain, ketika sistem

hukum disebuah negara berjalan efektif maka keunggulan yang dimiliki pihak-pihak internal

sehingga mereka mampu menyembunyikan keuntungan atas pegendalian istimewa yang

Page 4: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

306 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

mereka miliki akan berkurang. Sebagai akibatnya, ketika sistem hukum berjalan efektif,

maka seluruh pemegang saham, termasuk pihak-pihak minoritas akan lebih terlindungi

haknya. Selanjutnya, karena efektifitas penerapan hukum akan membatasi pihak-pihak

internal mengambil keuntungan pribadi, maka kondisi ini secara otomatis akan mengurangi

aktivitas-aktivitas earnings management yang dilakukan oleh para manajer.

Dalam tiga dekakde terakhir banyak sekali peneliti yang mencoba mengemukakan

berbagai model atau metode yang bisa digunakan dalam mengidentifikasi atau mengukur

earnings management. Secara umum, mereka mendasarkan metode mereka pada asumsi

bahwa akrual tidak dapat dijelaskan oleh proyeksi linier dari observasi-observasi yang

dilakukan pada tingkat perusahaanm yang disebut sebagai akrual diskresioner (discretionary

accruals), yang secara eksplisit mencerminkan aktivitas manajemen laba (Seperti dalam

Jones, 1991; Dichow et al., 1995; Dichow dan Dichev, 2002; dan sebagainya). Teknik-

teknik pengukuran ini pada umumnya mengasumsikan bahwa residual dari regresi linier bisa

digunakan sebagai ukuran manajemen laba yang dilakukan oleh para manajer. Gerakos

(2012) menjelaskan bahwa metode-metode pengukuran manajemen laba yang ada umumnya

mengalami kesalahan pengukuran dan variabel yang saling terkait, yang menyebabkan

kesalahan Tipe 1 (yaitu penolakan hipotesis nol yang benar yang menyatakan tidak ada

manajemen laba) dan kesalahan Tipe 2 (yaitu, kegagalan untuk menolak hipotesis nol palsu

yang menyatakan tidak ada manajemen laba). Berdasarkan argumentasi-argumentasi di atas,

maka tulisan ini bermaksud membandingkan teknik-teknik pengukuran manajemen laba

yang ada, sehingga dapat ditarik kesimpulan metode mana yang paling akurat digunakan.

Dengan demikian diharapkan tulisan ini bisa berkontribusi dalam riset akuntansi di

Indonesia dengan memberikan rekomendasi bagi para peneliti akuntansi untuk memilih

metode atau teknik pengukuran manajemen laba yang mana yang paling akurat untuk

digunakan.

Tinjauan Pustaka

Earnings Management (Manajemen Laba)

Sebelum membahas masalah ini secara lebih rinci, perlu ditentukan apa arti manajemen

laba. Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika

manajer memiliki perilaku discretionary yang berkaitan dengan angka-angka akuntansi

dengan atau tanpa batasan dan perilaku ini dapat diadopsi untuk memaksimalkan nilai

perusahaan. Meski begitu, Davidson, et al. (2004) menetapkan bahwa manajemen laba

adalah proses mengambil langkah-langkah yang disengaja dalam batasan prinsip akuntansi

yang berlaku umum untuk menghasilkan tingkat laba yang diharapkan untuk dilaporkan.

Dengan cara yang sama, Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai perilaku

yang disengaja untuk mengubah laporan keuangan eksternal dengan tujuan memperoleh

keuntungan pribadi para manajer. Namun, deskripsi yang paling sering digunakan oleh

peneliti di bidang ini adalah bahwa manajemen laba adalah "manipulasi laporan keuangan

perusahaan oleh manajer berdasarkan penilaian mereka sendiri, dengan tujuan

membingungkan pengguna tentang situasi ekonomi perusahaan yang sebenarnya, atau untuk

mempengaruhi kontrak yang dapat mengandalkan laporan keuangan (Healy and Wahlen,

1999: 368). Selanjutnya, Phillips et al. (2003) mendefinisikannya sebagai strategi untuk

menghasilkan laba akuntansi melalui kebijaksanaan manajerial yang terkait dengan pilihan

akuntansi dan arus kas operasi. Senada dengan penelitian tersebut, García et al. (2005)

menetapkan bahwa manajemen laba adalah praktik pengelolaan, oportunistik dan/atau

pendidikan yang sengaja dilakukan, dengan tujuan melaporkan hasil yang diinginkan

berbeda dari yang sebenarnya.

Page 5: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

307 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

Karena tidak ada definisi yang diterima secara umum, sehingga Ruiz (2016) menjelaskan

bahwa arti manajemen laba sangat bergantung pada konteks penelitian. Misalnya, sewaktu

sebagian besar penelitian berfokus pada perusahaan AS yang menghubungkan penggunaan

akrual dengan motivasi perataan laba dan penyediaan informasi tambahan kepada pengguna

(Collins et al., 1999; Tucker and Zarowin, 2006), penelitian transnasional menghubungkan

akrual diskresioner ke penurunan kualitas informasi, karena adanya peraturan nasional yang

lemah atau perlindungan investor yang rendah (Leuz et al., 2003).

Dari berbagai definisi manajemen laba di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas

manajemen laba merupakan aktivitas manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh para

manajer yang dimaksudkan untuk mencapai berbagai tujuan. Mengenai hal ini, literatur

sebelumnya telah menunjukkan banyak insentif yang mendorong manajer untuk

memanipulasi hasil perusahaan. Healy dan Wahlen (1999) menyediakan tiga kategori

umum: motivasi pasar modal, motivasi kontrak dan motivasi peraturan. Ruiz (2016)

menambahkan insentif lain setelah klasifikasi yang diberikan oleh Campa dan Camacho

(2015) tentang insentif pengelolaan laba yang paling banyak merujuk pada literatur

sebelumnya. Insentif ini diklasifikasikan sebagai penyebab internal dan eksternal, dimana

penyebab internal adalah hal yang langsung dikuasai oleh perusahaan sedangkan penyebab

eksternal adalah hal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan secara langsung.

Sehingga dengan merangkum pendapat dari penelitian sebelumnya Ruiz et al. (2016)

menyimpulkan bahwa terdapat berbagai motivasi yang menyebabkan manajer melakukan

manajemen laba, yaitu: (1) motivasi kontrak, kompensasi, dan pinjaman, (2) motivasi pasar

modal, dan (3) jenis perusahaan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa manajer akan memiliki insentif lebih besar

untuk memanipulasi pendapatan jika mereka memiliki perjanjian hutang berdasarkan

profitabilitas perusahaan, untuk menghindari risiko pembatalan (Dechow et al., 1995) atau

negosiasi ulang kondisi hutang (Watts & Zimmermann, 1986). Studi lain menunjukkan

bahwa kompensasi manajer cenderung menjadi insentif untuk dimanipulasi, karena

kemungkinan mereka bersedia melakukan manipulasi semacam itu untuk meningkatkan

rencana kompensasi atau bonus mereka (Healy, 1985; Holthausen et al., 1995; Shuto, 2007).

Poin kedua dalam bagian ini terkait dengan bukti motivasi pasar modal untuk manajemen

laba. Penilaian saham dengan menggunakan pengungkapan informasi oleh laporan keuangan

berpotensi menciptakan insentif untuk memanipulasi informasi keuangan yang diberikan

oleh dokumen-dokumen ini (Healy & Wahlen, 1999). Dalam hal ini dokumen-dokumen

pasar modal yang ada bisa digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa bahwa para manajer

memanipulasi pendapatan mengenai ekspektasi pasar modal untuk meningkatkan nilai

perusahaan (Teoh et al., 1998a, 1998b; Erickson & Wang, 1999; Myers et al., 2007), untuk

menghindari kerugian atau penurunan pendapatan (Burgstahler & Dichev 1997; Glaum et

al., 2004) dan untuk mengalahkan atau memenuhi perkiraan analis untuk mendapatkan

keuntungan dibandingkan analis yang memastikan perkiraan pertumbuhan di masa depan

(Burgstahler & Dichev, 1997; Graham et al., 2005; Lee et al., 2006; Keung et al., 2010).

Selanjutnya, beberapa penelitian melakukan evaluasi apakah manajer dengan insentif

untuk memanipulasi pendapatan karena sifat kontrak kompensasi mereka benar-benar

menyebabkan manajer melakukan praktik manajemen laba yang bersifat oportunistik

ataukah tidak. Healy (1985) menemukan bukti yang konsisten dengan hipotesis bahwa

eksekutif melakukan pengelolaan pendapatan ke bawah (menurunkannya saat bonus mereka

maksimal. Holthausen, et al. (1995) juga mendokumentasikan bukti serupa. Dechow dan

Sloan (1991) menemukan bahwa CEO cenderung mengurangi pengeluaran untuk penelitian

dan pengembangan di tahun-tahun terakhir kerja mereka, kemungkinan untuk meningkatkan

laba yang dilaporkan. Selain alasan tersebut, perusahaan juga dapat mengelola laba untuk

Page 6: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

308 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

memenuhi ekspektasi pasar modal. Teoh et al. (1998 a) mencatat bahwa proses IPO sangat

rentan terhadap manajemen laba karena ada asimetri informasi yang tinggi antara investor

dan emiten pada saat penawaran, dimana akrual abnormal kenaikan pendapatan dapat

diidentifikasi sebelum penawaran umum awal. Bukti serupa juga ditemukan pada

penawaran ekuitas musiman (Teoh et al., 1998 b). Dengan kata lain, berbagai penelitian

tersebut menyimpulkan bahwa manajemen laba secara sifat asalnya cenderung bersifat

oportunistis, sehingga akan merugikan perusahaan.

Namun demikian banyak juga penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa praktik

manajemen laba bisa saja menguntungkan perusahaan ketika manajer menerapkan

kebijaksanaan atas pendapatan untuk meningkatkan informasi pendapatan dengan

memungkinkan komunikasi informasi privat (Watt dan Zimmerman, 1986; Healy dan

Palepu, 1993). Argumen ini memperoleh dukungan empiris dalam penelitian Subramanyam

(1996), yang menemukan buti empiris bahwa discretionary accrual direspon positif oleh

pasar dengan naiknya harga saham. Selanjutnya, Arya et al. (2003) berpendapat bahwa untuk

menyimpulkan apakah manajemen laba dapat mengurangi transparansi ataukah tidak dapat

dibuktikan dengan cara yang relative sederhana. Hal ini bisa dilihat apakah setiap orang

mendapatkan informasi yang sama dalam sebuah organisasi yang terdesentralisasi, dimana

informasi tersebar secara merata. Namun buktinya adalah bahwa masih banyak ditemukan

bahwa setipa orang mempunyai tingkatan informasi yang berbeda antara satu dan lainnya.

Dengan alas an ini, Arya et la. (2003) menyimpulkan bahwa dalam lingkungan seperti itu,

arus pendapatan yang dikelola dapat menyampaikan lebih banyak informasi daripada arus

penghasilan yang tidak dikelola. Louis (2003) meneliti fungsi pensinyalan dari akrual

diskresioner dengan menyelidiki manajemen laba di seputar aktivitas pemecahan saham. Dia

berpendapat bahwa, karena perusahaan cenderung melakukan pemecahan saham ketika para

manajer optimis mengenai kinerja perusahaan, akrual diskresioner cenderung digunakan di

sekitar pemecahan saham untuk menyampaikan informasi privat yang positif. Dia

menemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa manajer menggunakan akrual dalam

hubungannya dengan pemecahan saham untuk memberi sinyal kinerja yang menguntungkan.

Penelitian tersebut menemukan bahwa hasil berdasarkan pengumuman abnormal return di

seputar aktivitas stock split yang dilakukan perusahaan juga menyiratkan bahwa sinyal yang

disematkan pada akrual diskresioner dianggap dapat dipercaya oleh pasar.

Model-model Pengukuran Earnings Management

Model Healy

Healy Model (1985) menguji manajemen laba dengan membandingkan rata-rata total

akrual di seluruh variabel pembagian manajemen laba. Studi Healy berbeda dengan

kebanyakan studi manajemen laba lainnya karena ia memprediksi bahwa manajemen laba

sistematis terjadi dalam setiap periode. Variabel pemisahnya membagi sampel menjadi tiga

kelompok, dengan pendapatan diprediksi akan dikelola ke atas di salah satu kelompok dan

ke bawah pada dua kelompok lainnya. Kesimpulan kemudian dilakukan melalui

perbandingan berpasangan dari total akrual rata-rata pada kelompok di mana pendapatan

diprakirakan akan dikelola ke atas dengan rata-rata total akrual untuk masing-masing

kelompok di mana pendapatan diprediksi akan dikelola ke bawah. Pendekatan ini setara

dengan memperlakukan seperangkat pengamatan dimana pendapatan diperkirakan akan

dikelola ke atas sebagai periode estimasi dan himpunan pengamatan dimana pendapatan

diperkirakan akan dikelola ke bawah sebagai periode peristiwa. Total akrual rata-rata dari

periode estimasi kemudian mewakili ukuran akrual nondiscretionary. Total accruals (ACC,)

Page 7: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

309 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

yang mencakup discretionary (DAt) dan non-discretionary (NDAt) components, dihitung sebagai berikut (Healy, 1985):

ACCt = NAt + DAt ,

Selanjutnya total accrual diestimasi dengan menghitung selisih antara laba akuntansi

yang dilaporkan dikurangi dengan arus kas operasi. Arus kas merupakan modal kerja dari

aktivitas operasi dikurangi dengan perubahan-perubahan dalam persediaan dan piutang

usaha, di tambah dengan perubahan-perubahan pada persediaan dan utang pajak

penghasilan. Sehingga formula selengkapnya menjadi sebagai berikut (Healy, 1985):

ACCt= -DEPt – (XIt x D1) + ∆ ARt + ∆INVt - ∆APt – {(∆TPt + Dt) x D2}

Keterangan: DEPt = Depresiasi di tahun t XIt = Extraordinary Items di tahun t ∆AR t = Piutang usaha di tahun t dikurangi piutang usaha di tahun t-1. ∆INVt = Persediaan di tahun t dikurangi persediaan di tahun t-1 ∆APt = Utang usaha di tahun t dikurangi utang usaha di tahun t-1 ∆TPt = Utang pajak penghasilan ditahun t dikurangi utang pajak penghasilan

di tahun t-1

D1 = 1 jika rencana bonus dihitung dari laba setelah extarordinary items, 0 jika rencana bonus dihitung dari laba sebelum extarordinary items;

D2 = 1 jika rencana bonus dihitung dari laba sesudah pajak penghasilan, 0 jika rencana bonus dihitung dari laba sebelum pajak penghasilan,

Model DeAngelo

DeAngelo (1986) menguji manajemen laba dengan menghitung perbedaan pertama

dalam total akrual, dan dengan mengasumsikan bahwa perbedaan pertama memiliki nilai nol

yang diharapkan berdasarkan hipotesis nol yang menyatakan tidak ada manajemen laba.

Model ini menggunakan total akrual periode lalu (diskalakan dengan total aset t-1) sebagai

ukuran akrual nondiskritioner. Dengan demikian, Model DeAngelo untuk akrual

nondiskritioner adalah (DeAngelo, 1986):

NDAt = TAt-1

Dechow et al. (1995) menjelaskan bahwa Model DeAngelo dapat dipandang sebagai

kasus khusus dari Model Healy, di mana periode estimasi akrual nondiskretioner dibatasi

pada pengamatan tahun sebelumnya. Gambaran umum Model Healy dan DeAngelo adalah

bahwa keduanya menggunakan total akrual dari periode estimasi ke proxy untuk akrual

nondiskretionioner yang diharapkan. Jika akrual nondiskretioner konstan dari waktu ke

waktu dan akrual diskresioner memiliki rata-rata nol pada periode estimasi, maka Model

Healy dan DeAngelo akan mengukur akrual nondiskritioner tanpa kesalahan. Namun, jika

akrual nondiskritioner berubah dari satu periode ke periode lainnya, maka kedua model akan

cenderung mengukur akrual nondiskritioner dengan kesalahan. Selanjutnya Dechow et al.

(1995) menjelaskan bahwa ketika akrual nondiskretioner mengikuti proses yang konstan,

Page 8: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

310 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

maka model Healy lebih sesuai digunakan. Sebaliknya, jika akrual nondiskretioner

mengikuti proses yang acak, maka model DeAngelo lebih sesuai.

Model Jones

Jones (1991) mengusulkan sebuah model yang menyederhanakan anggapan bahwa

akrual nondiskretioner bersifat konstan. Modelnya mencoba mengendalikan efek perubahan

pada lingkungan ekonomi perusahaan terhadap akrual nondiskritioner. Model Jones untuk

akrual nondiskretioner pada tahun yang bersangkutan adalah (Jones, 1991):

NDAt = α1 (1 / At-l) + α2 (∆REVt) + α3 (PPEt)

Keterangan:

- ∆REVt = pendapatan pada tahun t dikurangi pendapatan pada tahun t-1 didibagi dengan Total aset pada t-1;

- PPEt = property, pabrik dan peralatan pada tahun t dibagi dengan total aset pada t-1; - At-1 = total aset pada tahun t-1; - α1, α2, α3 = parameter-parameter spesifik perusahaan.

Estimasi parameter spesifik perusahaan (α1, α2, α3) dihasilkan dengan menggunakan

model berikut pada periode estimasi (Jones, 1991):

TAt = a1 (1 / At-l) + a2 (∆REVt) + a3 (PPEt) + υt,

Dimana:

a1, a2, dan a3 menunjukkan estimasi koefisien regresi dari α1, α2, dan α3. Sedangkan TA adalah total akrual dibagi dengan total aset tahun t-1.

Dechow et al. (1995) menjelaskan bahwa hasil perhitungan Model Jones menunjukkan

bahwa model tersebut berhasil menjelaskan sekitar seperempat variasi total akrual. Asumsi

yang tersirat dalam model Jones adalah bahwa pendapatan bukan diskresioner. Jika

pendapatan dikelola melalui pendapatan discretionary, maka Model Jones akan menghapus

sebagian dari pendapatan yang dikelola dari proxy akrual diskresioner. Misalnya,

pertimbangkan situasi dimana manajemen menggunakan kebijaksanaannya untuk

memperoleh pendapatan pada akhir tahun saat uang belum diterima dan sangat

dipertanyakan apakah pendapatan tersebut telah diperoleh. Hasil dari pertimbangan

manajerial ini akan meningkatkan pendapatan dan jumlah akrual (melalui peningkatan

piutang). Model Jones menterjemahkan total akrual yang berhubungan dengan pendapatan

dan oleh karena itu akan mengekstrak komponen akrual diskresioner ini, yang menyebabkan

estimasi manajemen laba menjadi bias terhadap nol. Jones mengakui keterbatasan model ini

di dalam tulisannya (Dechow et al., 1995).

Model Industri

Dechow dan Sloan (1991) menyusun model pengukuran manajemen laba yang dikenal

dengan Model Industry. Serupa dengan Model Jones, Model Industri menyederhanakan

anggapan bahwa akrual nondiskretioner konstan sepanjang waktu. Namun, alih-alih

mencoba secara langsung memodelkan faktor penentu akrual nondiskritioner, Model

Industri mengasumsikan bahwa variasi dalam faktor penentu akrual nondiskresioner adalah

umum di seluruh perusahaan di industri yang sama. Model Industri untuk akrual

nondiskritioner adalah (Dechow dan Sloan, 1991) :

Page 9: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

311 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

NDAt = γ1 + γ2medianI(TAt)

Dimana: - medianI(TAt)= nilai median dari total akrual yang diukur dengan aset tahun t-1 untuk

semua perusahaan non-sampel dalam kode industry yang sama.

- Parameter spesifik perusahaan γ1 dan γ2diperkirakan menggunakan koefesien regresi pada pengamatan di Periode estimasi.

Kemampuan Model Industri untuk mengurangi kesalahan pengukuran dalam akrual

diskresioner bergantung pada dua faktor. Pertama, Model Industri hanya menghilangkan

variasi akrual nondiscretionary yang umum terjadi di perusahaan-perusahaan di industri

yang sama. Jika perubahan akrual nondiskretioner mencerminkan respons terhadap

perubahan dalam keadaan spesifik perusahaan, maka Model Industri tidak akan mengekstrak

semua akrual nondiscretionary dari proxy akrual diskresioner. Kedua, Model Industri

menghilangkan variasi dalam akrual diskresioner yang berkorelasi di seluruh perusahaan di

industri yang sama, yang berpotensi menimbulkan masalah. Tingkat keparahan masalah ini

bergantung pada sejauh mana stimulus manajemen laba berkorelasi di antara perusahaan-

perusahaan di industri yang sama (Dechow et al., 1995).

Model Modifikasi Jones

Dechow et al. (1995) mempertimbangkan versi modifikasi Model Jones dalam analisis

empiris. Modifikasi ini dirancang untuk menghilangkan kemungkinan dugaan Model Jones

untuk mengukur akrual diskresioner dengan kesalahan ketika diskresi manajemen dilakukan

terhadap pendapatan. Dalam model yang dimodifikasi, akrual nondiskretioner diperkirakan

selama periode peristiwa (yaitu, selama periode di mana manajemen laba dihipotesakan.

Penyesuaian yang dilakukan terhadap Model Jones asli adalah bahwa perubahan pendapatan

disesuaikan dengan perubahan piutang pada periode kejadian. Model Jones asli secara

implisit mengasumsikan bahwa diskresi tidak dilakukan terhadap pendapatan baik dalam

periode estimasi atau periode peristiwa. Versi Modifikasi Model Jones secara implisit

mengasumsikan bahwa semua perubahan dalam penjualan kredit pada periode kejadian

berasal dari manajemen laba, hal ini didasarkan pada penalaran bahwa lebih mudah

mengelola pendapatan dengan menerapkan diskresi atas pengakuan pendapatan atas

penjualan kredit daripada mengelola pendapatan dengan menerapkan diskresi atas

pengakuan pendapatan atas penjualan tunai (Dechow et al., 1995). Jika modifikasi ini

berhasil, maka perkiraan manajemen laba seharusnya tidak lagi bias terhadap nol dalam

sampel dimana manajemen laba telah dilakukan melalui pengelolaan pendapatan.

Formula selengkapnya dari Model John yang Dimodifikasi adalah sebagai berikut

(Dechow et al., 1995):

(1) menghitung total accrual (TAC) yaitu laba bersih tahun t dikurangi arus kas operasi

tahun t dengan rumus sebagai berikut:

TAC = NIit – CFOit Selanjutnya, total accrual (TA) diestimasi dengan Ordinary Least Square sebagai

berikut:

𝑇𝐴𝑖𝑡

𝐴𝑖𝑡−1

1 = 𝛽1 (

𝐴𝑖𝑡−1

∆𝑅𝑒𝑣𝑖𝑡 ) + 𝛽2 (

𝑖𝑡−1

) + 𝛽3 ( 𝑃𝑃𝐸𝑖𝑡

𝐴𝑖𝑡−1

) + 𝜀 𝐴

Page 10: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

312 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

(2) Dengan koefisien regresi seperti pada rumus di atas, maka nondiscretionary accruals

(NDA) ditentukan dengan formula sebagai berikut:

1 𝑁𝐷𝐴𝑖𝑡 = 𝛽1 (

𝐴

∆𝑅𝑒𝑣𝑖𝑡 ) + 𝛽2 (

𝐴

∆𝑅𝑒𝑐𝑖𝑡 − 𝐴

𝑃𝑃𝐸𝑖𝑡 ) + 𝛽3 (

𝐴 )

𝑖𝑡−1 𝑖𝑡−1 𝑖𝑡−1 𝑖𝑡−1

(3) Terakhir, discretionary accruals (DA) sebagai ukuran manajemen laba ditentukan

dengan formula berikut :

Keterangan :

𝑇𝐴𝑖𝑡 𝐷𝐴𝑖𝑡 =

𝑖𝑡−1 − 𝑁𝐷𝐴𝑖𝑡

DAit = Discretionary Accruals perusahaan i dalam periode tahun t NDAit = Nondiscretionary Accruals perusahaan i dalam periode tahun t TAit = Total acrual perusahaan i dalam periode tahun t NIit = Laba bersih perusahaan i dalam periode tahun t CFOit= arus kas dari aktivitas operasi perusahaan i dalam periode tahun t Ait-1 = total assets perusahaan i dalam periode tahun t-1 ∆Revit = Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi dengan pendapatan

perusahaan I pada tahun t-1 PPEit = property, pabrik, dan peralatan perusahaan i dalam periode tahun t ∆Recit = piutang usaha perusahaan I pada tahun t dikurangi pendapatan perusahaan I pada tahun t-1.

ε = error

Model Dechow-Dichev

Dechow dan Dichev (2002) mengajukan sebuah model yang bisa digunakan untuk

mengukur kualitas akrual dalam laba yang tersaji di laporan keuangan. Pengukuran didasari

pada sebuah observasi yang menemukan bahwa akrual akan mampu menyesuaikan

perubahan arus kas dari waktu ke waktu. Akan tetapi, seringkali akrual didasari pada suatu

estimasi akan peristiwa yang akan dating, yang jika estimasi ini salah maka memerlukan

penyesuaian di masa yang akan dating. Denagn demikian, kesalahan estimasi menjadi factor

pengganggu yang dapat menurunkan kualitas akrual. Model ini memfokuskan diri pada

pemanfaatan akrual untuk kepentingan oportunustis manajer yang dapat menyesatkan para

pengguna laporan keuangan. Selanjutnya model ini menjelaskan bahwa karakteristik asal

dari proses akrual menyarankan bahwa besaran kesalahan estimasi akan secara sistematis

berhubungan dengan hal-hal fundamental perusahaan seperti lamanya siklus operasi

perusahaan dan variabilitas operasional perusahaan.

Selanjutnya model ini membangun rerangka akrual, dimana laba akan sama dengan arus

kas ditambah dengan akrual, dengan formula seperti berikut (Dechow and Dichev, 2002):

E = CF + Accruals

Dari perspektif akuntansi, arus kas (CF) di kategori menjadi arus kas tahun lalu (CFt-1), arus

kas tahun berjalan (CFt), dan arus kas masa depan (CFt+1). Sehingga, rumus selengkapnya

dari laba (E) adalah sebagai berikut (Dechow and Dichev, 2002):

𝐴

Page 11: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

313 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

t+1 t+1

t

Et = CFt-1t + CFt

t + CF

t + ε

t - εt

t-1

Dari rumus di atas, porsi akrual yang terdapat dalam laba (At) ditentukan dengan formula

sebagai berikut (Dechow and Dichev, 2002):

At = CFt-1t – (CFt

t+1 + CFt

t-1)+ CFt+1

t + εt+1

t - ε t-1

Kemudian diukur perubahan modal kerja akrual (∆WC) dengan formula sebagai berikut

(Dechow and Dichev, 2002):

∆WCt = b0 + (b1xCFOt-1) + (b2x CFOt) + (b3xCFOt+1) + εt

Model Kothari

Kothari et al. (2005) berupaya menyempurnakan Model Jones, dengan menambahkan

perubahan return on assets (ROA) untuk mengontrol kinerja. Dengan kata lain, model ini

hanya menambahkan perubahan ROA dalam penghitungan akrual diskresioner. Model ini

berargumen bahwa memasukan unsure ROA dalam penghitungan akrual diskresioner akan

dapat meminimalkan kesalahan spesifikasi, sehingga akan mampu mengukur manajemen

laba secara lebih akurat

Model Stubben

Stubben (2010) menjelaskan bahwa model discretionary revenue (pendapatan

diskresioner) lebih mampu mengatasi bias dalam pengukuran manajemen laba jika

dibandingkan dengan akrual diskresioner. Hal ini karena model akraul diskresioner banyak

menerima kritik akibat adanya bias dari gangguan kesalahan dalam melakukan estimasi atas

diskresi manajer. Sehingga Stubben (2010) berargumentasi akan perlunya mengatasi bias

tersebut dengan cara memusatkan perhatian pengukuran manajemen laba pada salah satu

factor pembentuk laba. Dia berargumen bahwa pendapatan merupakan komponen terbesar

yang menyumbangkan laba perusahaan dan juga sebagai subjek utama diskresi manajer,

sehingga dengan memfokuskan pada pendapatan akan diperoleh estimasi diskresi yang lebih

akurat untuk mengukur praktik manajemen laba.

Pendapatan diskresioner adalah selisih antara perubahan aktual piutang dan perubahan

piutang yang diprediksi berdasarkan model. Piutang yang terlalu rendah tinggi secara tidak

normal mengindikasikan adanya praktik manajemen laba dalam perusahaan. Untuk

membandingkan model yang ada, Stubben (2010) membandingkan kemampuan model

pendapatan diskresioner dan model akrual diskresioner yang umum digunakan (Jones, 1991;

Dechow et al., 1995; Dechow and Dichev, 2002; Kothari et al. 2005) untuk mendeteksi

kombinasi manajemen pendapatan dan biaya. Temuan menunjukkan bahwa ukuran

pendapatan diskresioner sebenarnya menghasilkan perkiraan yang secara substansial tidak

terlalu bias dan kesalahan pengukuran relative kecil dibandingkan dengan model akrual.

Dengan menggunakan manipulasi simulasi (Kothari et al., 2005), Stubben (2010)

menemukan bahwa model pendapatan menghasilkan perkiraan diskresi yang ditentukan

dengan baik untuk perusahaan dalam masa pertumbuhan.

Selanjutnya, formula model pendapatan diskresioner ditentukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut (Subben, 2010):

Page 12: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

314 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

(1) Pendapatan (R) terdiri dari nondiscretionary revenues (RUM) dan discretionary

revenues (δRM), sehingga formulanya adalah:

Rit = RitUM + δit

RM

(2) Selanjutnya, bagian (disimbolkan dengan c) nondiscretionary revenues tidak tertagih pada akhir tahun, sehingga model ini mengasumsikan bahwa tidak terjadi penagihan kas atas discretionary revenues. Sehingga, piutang usaha (AR) akan setara dengan

jumlah nondiscretionary revenues yang tidak tertagih (c × RUM) dan discretionary

revenues (δRM). Sehingga formula berikutnya adalah:

ARit = c x (RitUM + δit

RM)

(3) Asumsi berikutnya adalah bahwa discretionary revenues meningkatkan piutang

usaha dan pendapatan dengan jumlah yang sama. Dengan kata lain, discretionary

receivables sama dengan discretionary revenues. Karena nondiscretionary revenues

tidak dapat diobservasi, model ini mengatur ulang persyaratan-persyaratannya dan

mengungkapkan ending receivables sebagai pendapatan yang dilaporkan. Kemudian

digunakan selisih pertama untuk mengungkapkan the receivables accrual. Sebagai

berikut:

ΔARit = c × ΔRit + (1 − c) × Δ δitRM

(4) Akhirnya, estimasi discretionary revenues perusahaan sebagai ukuran manajemen laba

ditentukan dari nilai residual persamaan berikut :

ΔARit = α + β ΔRit +ε it

Model Pendekatan Baru

Dechow et al. (2011) mengusulkan sebuah pendekatan baru untuk mendeteksi

manajemen laba yang sekaligus meningkatkan daya uji dan spesifikasi untuk meminimalkan

besaran kesalahan estimasi dari model akrual diskresioner yang sebelumnya. Pendekatan ini

mengeksploitasi karakteristik inheren manajemen laba berbasis akrual yang telah banyak

diabaikan dalam penelitian sebelumnya. Secara khusus, penelitian ini menjelaskan bahwa

setiap pengelolaan laba berbasis akrual dalam satu periode harus berbalik dalam periode lain

(reversal). Jika peneliti memiliki perkiraan waktu yang tepat mengenai periode dimana

manajemen laba diharapkan berbalik, kekuatan dan spesifikasi pengujian untuk manajemen

laba dapat ditingkatkan secara signifikan dengan menggabungkan efek pembalikan ini.

Misalnya, jika peneliti sama-sama akurat dalam memprediksi periode di mana manajemen

laba terjadi dan periode di mana manajemen laba berbalik, kekuatan pengujian manajemen

laba dapat meningkat akurasinya lebih dari 40% dengan memasukkan faktor pembalikan.

Sehubungan dengan pencegahan kesalahan spesifikasi dalam pengujian manajemen laba

dalam sebuah sampel yang mengabaikan factor karakteristik ekonomi, pengujian model ini

mengharuskan variabel yang dihilangkan tidak berbalik dalam periode yang sama dengan

manajemen laba. Sebagai contoh, ukuran perusahaan telah diidentifikasi sebagai variabel

potensial berkorelasi penting yang diabaikan dalam pengujian manajemen laba (Ecker et al.,

2011). Hal ini menjadi penting untuk menaruh perhatian pada variable ukuran perusahaan

karena ukuran perusahaan cenderung bertahan, sehingga menggabungkan pembalikan akrual

dapat secara substansial mengurangi kesalahan spesifikasi. Demikian pula, investasi baru

telah diidentifikasi sebagai variabel berkorelasi penting yang diabaikan dalam pengujian

Page 13: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

315 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

manajemen laba (McNichols dan Stubben, 2008). Selama investasi baru tidak sepenuhnya

dibalik (yaitu, dilikuidasi) dalam periode pembalikan manajemen laba, menggabungkan

pembalikan akan mengurangi bias dalam pengujian. Model ini menunjukkan bahwa

menggabungkan pembalikan akrual dapat memberikan solusi yang kuat untuk mengurangi

kesalahan spesifikasi dalam berbagai karakteristik ekonomi yang berbeda.

Selanjutnya Dechow et al. (2011) mengembangkan formula baru untu mengukur

manajemen laba dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Mengembangkan formula untuk menghitung discretionary accruals (DA) sebagai

berikut:

DAi,t = a + bPARTi,t + εi,t

Dimana:

PART = variabel dummy yang ditetapkan 1 pada periode di mana determinan yang

dihipotesiskan atas manajemen laba memang terjadi dan 0 sebaliknya.

(2) Mengajukan asumsi standar dari OLS, estimator OLS yaitu b dinotasikan dengan

bˆ, merupakan estimator linier tidak bias yang terbaik dengan standar eror. Sehingga

formulanya adalah :

SE(bˆ) = Sε/[ (n-1)SPART]

Dimana:

n = Jumlah observasi Sε = Standar eror regresi

bˆ = besaran manajemen laba

SPART = stndar deviasi atas sampel PART

Rasio bˆ terhadap SE(bˆ) memiliki distribusi t dengan n-2 degrees of freedom.

Hipotesis nol yang menyatakan tidak ada manajemen laba ditolak jika hasilnya

memiliki arah dan signifikan secara statistik pada tingkat konvensional. Akibatnya,

t-statistik yang dihasilkan dan kekuatan pengujian manajemen laba menjadi semakin

meningkat.

(3) Karena akrual diskresioner sangat sulit untuk diobservasi secara langsung, maka

dirumuskan proksi dari akrual diskresioner (DAP), yang merupakan akrual

diskresioner yang mempertimbangkan unsure eror. Sehingga formulanya menjadi

sebagai berikut:

DAPit = (DAit – µit) +it

Dimana:

µ = akrual diskresioner yang secara tidak disengaja terhapus dari DAP

Page 14: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

316 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

2 2

DAP

= akrual non diskresioner yang secara tidak disengaja masih melekat di

(4) Untuk menganalisis kesalahan spesifikasi, selanjutnya DAP disubstitusikan terhadap

DA dalam persamaan berikut ini:

DAPit = a + bPARTit + (-µit + it + εit)

Selanjutnya estimator OLS b yang diperoleh dari meregresikan DAP terhadap PART ~

dinotasikan dengan b , merupakan kesalahan spesifikasi akibat kesalahan regresi (- ~

). Secara spesifik b merupakan estimator bias dari b, yang dapat diketahui

dengan formula sebagai berikut:

~

E(b ) – b = β(-µ + )PART

Dimana:

β(-µ + )PART = merupakan koefisien regresi dari hasil regresi (-µ + ) terhadap PART.

(5) Menghitung standar eror b

~ dengan formula sebagai berikut:

~

SE(b ) = SE (bˆ)(1-r (-µ + )(PART)) / ((1-r (DAP)(-µ + )(PART))

Dimana:

r2

(-µ + )(PART) = r squared hasil regresi (-µ + ) terhadap PART.

r2

(DAP)(-µ + )(PART)) = r squared hasil regresi DAP terhadap komponen (-µ + ) yang

merupakan orthogonal terhadap PART.

Semua penjelasan di atas dapat memperjelas tiga tipe kesalahan spesifikasi yang berbeda

yang mungkin muncul dari estimasi, yaitu (Dechow et al., 2011):

(1) Bias dan hilangnya kekuatan pengukuran yang disebabkan oleh diabaikannya -µ dari

DAP. µ merepresentasikan akrual diskresioner yang secara tidak disengaja terhapus

dari DAP.

(2) Bias dan kesalahan spesifikasi akibat dimasukkannya korelasi ke dalam DAP.

merepresentasikan akrual non diskresioner yang secara tidak sengaja tertinggal di

dalam DAP.

(3) Inefisiensi yang disebabkan karena dimasukannya yang tidak terkorelasi ke dalam

DAP. Jika akrual non diskresioner tertinggal di dalam DAP tetapi tidak terkorelasi

dengan PART maka bˆ menjadi tidak bias.

µ +

Page 15: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

317 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

Selanjutnya, Dechow et al. (2011) mensubstitusikan hasilnya ke dalam persamaan modal

kerja akrual (WA_ACC) dengan memperhitungkan periode pembalikan ke dalam persamaan

berikut:

WA_ACCit = a + bPARTit + cPARTit + ∑kfkxk.i.t + eit

Dimana:

xk = pengendali untuk akrual non diskresioner

Metode

Tulisan ini disusun berdasarkan penelaahan literatur yang berhubungan dengan metode

pengukuran earnings management dari berbagai sumber penelitian terdahulu yang telah

dipublikasi di berbagai jurnal internasional bereputasi yang tersedia secara on-line. Penulis

berusaha mebandingkan berbagai model pengukuran earnings management yang ada, dan

mencoba menarik kesimpulan manakah yang paling akurat di antara berbagai pengukuran

yang ada.

PEMBAHASAN

Dari berbagai metode pengukuran manajemen laba yang telah kita bahas dalam seksi

tinjauan pustaka, kita bisa mengetahui bahwa secara umum para peneliti lebih cenderung

menggunakan metode akrual diskresioner dalam mengukur praktik manajemen laba.

Berbagai metode yang telah dibahas yaitu : Healy (1985), DeAngelo (1896), Jones (1991),

model industry (Dechow dan Sloan, 1991), Dechow-Dichev (2002), Kothari (2005), Stubben

(2010) dan Model Pendekatan Baru (Dechow et al., 2011). Hampir semua metode tersebut

menggunakan pendekatan akrual diskresioner, kecuali untuk Stubben (2010) yang lebih

fokus pada satu komponen yang membentuk laba sehingga dia merekomendasikan untuk

digunakannya pendekatan pendapatan diskresioner (discretionary revenue).

Secara umum, pendekatan akrual diskresioner didasarkan pada asumsi bahwa akrual

yang tidak dapat dijelaskan oleh proyeksi linier pada tingkat perusahaan yang dapat diamati

(yaitu, akrual diskresioner) secara ekplisit mencerminkan praktik manajemen laba yang

sudah dilakukan oleh manajer. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa residual dari regresi

linier merupakan manajemen laba. Seluruh metode di atas pada akhirnya saling

menyempurnakan akibat kelemahan dalam metode terdahulu. Setiap metode yang ada

berusaha menyempurnakan penghitungan akrual diskresioner yang telah dilakukan di dalam

metode yang lebih dahulu muncul. Hal ini karena metode akrual diskresioner umumnya

menderita kesalahan pengukuran dan variabel yang saling terkait, yang pada akhirnya

menyebabkan kesalahan Tipe 1 (yaitu penolakan hipotesis nol yang benar tentang tidak ada

manajemen laba) dan kesalahan Tipe 2 (yaitu, kegagalan untuk menolak hipotesis nol yang

salah tentang tidak ada manajemen laba).

Mengikuti Healy (1985), sebagian besar model akrual diskresioner menggunakan modal

kerja akrual (accrual working capital). Penelitian awal hanya menggunakan perubahan

dalam modal kerja akrual sebagai proxy akrual diskresioner (Healy, 1985 dan DeAngelo,

1986). Namun, asumsi yang tersirat dalam model ini yang menyatakan bahwa akrual

nondiskretioner konstan tidak mungkin bersifat deskriptif empiris, karena akrual

nondiskretioner diharapkan dapat berubah seiring dengan perubahan aktivitas bisnis

Page 16: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

318 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

perusahaan (Kaplan, 1985; McNichols, 2000). Selanjutnya, penelitian-penelitian selanjutnya

berusaha mengembangkan model yang lebih canggih yang mencoba untuk secara eksplisit

mengukur akrual nondiskretioner, memungkinkan total akrual untuk didekomposisi menjadi

komponen discretionary dan nondiscretionary. Model yang paling populer yang pernah ada

diantaranya adalah Jones (1991), Dechow et al. (1995), Dechow dan Dichev (2002), Kothari

et al. (2005).

Model semacam itu biasanya memerlukan setidaknya satu parameter untuk diperkirakan,

dan pada awalnya dilaksanakan melalui penggunaan periode perkiraan spesifik perusahaan',

di mana tidak ada manajemen laba sistematis yang dihipotesiskan. Para peneliti umumnya

menggunakan estimasi cross-sectional dan panel model ini. Kekhawatiran bahwa model ini

gagal menangkap semua akrual nondiskretioner juga telah menyebabkan para peneliti

melengkapi model dengan prosedur pencocokan kinerja. Kothari et al. (2005) mengusulkan

prosedur pencocokan populer yang memerlukan perkiraan mengurangkan akrual

diskresioner dari model tipe Jones menggunakan perusahaan kontrol yang disesuaikan

dengan industri dan pengembalian aset baik pada periode sekarang maupun periode

sebelumnya.

Sementara berbagai model yang diuraikan di atas telah digunakan secara luas dalam

literatur untuk menguji manajemen laba, keefektifannya diketahui terbatas. Dechow et al.

(1995) memberikan penilaian komprehensif pertama mengenai spesifikasi dan kekuatan

statistik uji yang umum digunakan di seluruh ukuran akrual diskresioner yang dihasilkan

oleh beberapa model. Mereka menyimpulkan bahwa: (i) semua model menghasilkan uji

statistik yang ditentukan dengan baik bila diterapkan pada sampel acak; (Ii) semua model

menghasilkan uji daya rendah untuk pengelolaan laba dengan besaran ekonomis yang masuk

akal (misalnya satu sampai lima persen dari total aset); dan (iii) semua model tidak spesifik

bila diterapkan pada sampel perusahaan dengan kinerja keuangan yang ekstrem. McNichols

(2000) mengulangi poin (iii) dan menunjukkan bahwa semua model sangatlah tidak tepat

jika diterapkan pada sampel dengan perkiraan pertumbuhan pendapatan jangka panjang yang

ekstrem. Kothari et al. (2005) mengusulkan prosedur pencocokan kinerja yang disebutkan

sebelumnya untuk mengurangi kesalahan penilaian kinerja. Hasil mereka menunjukkan

bahwa pencocokan kinerja bukanlah obat mujarab. Pertama, prosedur pencocokan kinerja

mereka jarang menghilangkan kekeliruan dan kadang-kadang membesar-besarkan

kekeliruan. Misalnya, hasil mereka menunjukkan bahwa pencocokan kinerja pada ROA

mengurangi kesalahan penilaian sampel dengan pendapatan dan harga buku yang ekstrim,

namun dapat membesar-besarkan kekeliruan dalam sampel dengan ukuran ekstrim dan arus

kas operasi. Kedua, hasil mereka menyoroti rendahnya kekuatan tes yang ada untuk

manajemen laba dan menunjukkan bahwa kinerja yang sesuai memperparah masalah ini.

Sebagai contoh, simulasi mereka menunjukkan bahwa dengan menggunakan sampel acak

dari 100 perusahaan, ditemukan bukti bahwa manajemen laba terjadi sebesar 1% dari total

aset dan tingkat uji 5% (Kothari, 2005).

Berbagai pendekatan pengukuran manajemen laba di atas tidak mengalami perubahan

yang signifikan dalam tiga dekade terakhir sampai akhirnya Dechow et al. (2011)

mengajukan sebuah metode baru untuk mengidentifikasi manajemen laba berbasis akrual.

Pendekatan mereka didasarkan pada konsep bahwa manajemen laba berbasis akrual dalam

satu periode harus berbalik dalam periode lain (reversal). Konsep bahwa manajemen laba

berbasis akrual akhirnya berbalik dalam peiode pembalikan (reversal period) tampaknya

relatif tidak kontroversial. Dengan memperhitungkan pembalikan akun-akun akrual,

pendekatan baru ini berpotensi meningkatkan kekuatan uji statistik, kontrol yang lebih baik

untuk variabel yang saling terkait, dan secara benar memodelkan dinamika pendapatan dan

akrual. Oleh karena itu metode ini merupakan sebuah inovasi yang sangat dibutuhkan untuk

Page 17: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

319 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

penelitian akuntansi yang dapat digunakan oleh akademisi dan praktisi untuk menetapkan

secara akurat keberadaan manajemen laba dalam data historis yang tersaji di dalam laporan

keuangan.

Dalam metode pendekatan baru, Dechow et al. (2011) memperkenalkan pendekatan baru

untuk mendeteksi manajemen laba yang berpotensi meningkatkan daya uji dan mengurangi

kesalahan penilaian secara bersamaan. Pendekatan ini mengeksploitasi properti akrual

diskresioner yang melekat. Akrual diskresioner dibuat dengan tujuan mengalihkan

pendapatan antara periode pelaporan. Proses akuntansi akrual mensyaratkan salah saji dalam

satu periode untuk dibalik pada periode lain. Misalnya, jika perusahaan melebih-lebihkan

piutangnya dalam satu periode, pernyataan berlebih harus dibalik pada periode berikutnya

bila ditentukan bahwa arus kas yang terkait tidak akan diterima.

Karena akrual diskresioner harus berbalik arah sementara akrual nondiskretioner harus

bertahan, Dechow et al. (2011) menguji manajemen laba tidak hanya dengan menguji adanya

akrual diskresioner pada periode manajemen laba, tetapi juga dengan menguji pembalikan

akrual tersebut dalam periode yang berdekatan. Hal ini karena memasukkan pembalikan

dapat meningkatkan kekuatan uji dan menghilangkan kesalahan klasifikasi yang terkait

dengan akrual nondiskretioner berkorelasi yang termasuk dalam proksi akrual diskresioner

(DAP).

Karena ditujukan untuk menyempurnakan metode-metode pengukuran manajemen laba

yang telah ada sebelumnya, model pendekatan baru (Dechow et al., 2011) dilakukan dengan

cara:

(1) mengembangkan kerangka ekonometri untuk merangkum tes umum untuk manajemen

laba dan menyoroti masalah yang terkait,

(2) memperkenalkan prosedur fleksibel untuk menangani masalah ini dengan

menggabungkan istilah para peneliti mengenai pembalikan akrual diskresioner dalam

pengujian manajemen laba. Prosedur ini mengharuskan peneliti untuk

mengidentifikasi periode dimana akrual diprakirakan dikelola dan periode dimana

manajemen akrual ini diprediksi akan mengalami pembalikan. Uji standar untuk

kepentingan bersama kemudian digunakan untuk menguji manajemen laba. Prosedur

ini dapat disesuaikan dengan semua model akrual diskresioner yang umum.

(3) Selanjutnya metode ini mengevaluasi kekuatan dan spesifikasi pengujian yang

menggabungkan pembalikan akrual relatif terhadap uji t tradisional pada akrual

diskresioner dan untuk melakukan akrual diskresioner yang tidak sesuai.

Setelah Dechow et al. (1995), metode pendekatan baru (Dechow et al., 2011)

menggunakan empat kumpulan analisis untuk mengevaluasi pengujian manajemen laba,

yaitu:

(1) mengevaluasi spesifikasi pengujian data historis dengan menggunakan pembalikan

secara acak. Hasilnya menunjukkan bahwa pengujian yang dilakukan cukup tepat untuk

digunakan dalam sampel acak.

(2) melakukan simulasi dengan menggunakan data arsip dan manajemen pendapatan

unggulan untuk mengevaluasi apakah menggabungkan pembalikan akrual diskresioner

dapat meningkatkan kekuatan pengujian manajemen laba. Hasil simulasi dalam model

ini menunjukkan bahwa jika penentu peneliti tentang tahun pembalikan sama akuratnya

dengan perkiraan tahun manajemen laba, maka gabungan pembalikan meningkatkan

daya uji lebih dari 40%.

(3) mengevaluasi kekuatan tes dalam sampel perusahaan yang bermasalah, di mana SEC

menuduh perusahaan dalam sampel telah membesar-besarkan laba. Hasilnya

menemukan bahwa menggabungkan pembalikan akrual pada periode setelah dugaan

Page 18: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

320 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

overstatements secara substansial meningkatkan kekuatan tes untuk manajemen laba

dalam sampel ini.

(4) mengevaluasi spesifikasi pengujian dalam sampel data historis dengan karakteristik

ekonomi ekstrim. Hasilnya menunjukkan bahwa pengujian yang menggabungkan

pembalikan akrual sangat kuat dalam mengurangi kesalahan spesifikasi

(misspecification) di berbagai karakteristik ekonomi.

Secara keseluruhan, metode pendekatan baru untuk mendeteksi manajemen laba

menghasilkan perbaikan substansial dalam kekuatan uji dan spesifikasi. Oleh karena itu,

Dechow et al. (2011) mendorong penelitian manajemen laba berikutnya untuk

mempertimbangkan pendekatan ini. Kerangka pembalikan dalam metode ini juga berguna

bagi praktisi yang tertarik untuk membangun eksistensi manajemen laba dalam data historis

sehingga akan berkontribusi dalam mengurangi kasus kecurangan di perusahaan secara

khusus dan pasar modal secara umum.

KESIMPULAN

Manajemen laba merupakan sebuah praktik pengelolaan penyajian laba perusahaan di

dalam laporan keuangan supaya terlihat baik di hadapan seluruh pemangku kepentingan.

Kita sudah ketahui bersama bahwa apakah manajemn laba ini merugikan atau bisa

menguntungkan perusahaan, maka arus penelitian terdahulu terbagi dalam dua pendapat

tersebut. Secara umum penelitian terdahulu mengatakan bahwa praktik manajemen laba

merugikan karena dapat menyajikan informasi yang keliru tentang kondisi perusahaan di

hadapan para pemangku kepentingannya. Namun demikian, dalam level tertentu beberapa

peneliti (seperti Suramanyam, 1996; dan Jiaroporn et al., 2008) menyimpulkan bahwa

manajemen laba bisa menguntungkan ketika manajer mampu menyajikan informasi yang

sangat private kepada para pemangku kepentingan.

Terlepas dari perdebatan di atas, persoalan yang perlu dipecahkan adalah bagaimana cara

mengevaluai bahwa di dalam sebuah perusahaan terdapat praktik manajemen jaba ataukah

tidak. Hal ini penting karena praktik manajemen laba memberikan dampak ekonomi yang

sangat luas dalam suatu negara. Banyak peneliti terdahulu yang telah menciptakan sebuah

model untuk mengukur manajemen laba. Dalam literature yang ada kita bisa mengetahui

berbagai model, seperti: Healy (1985), DeAngelo (1986), Jones (1991), Model Industri

(Dechow dan Sloan, 1991), Jones yang Dimodifikasi (Dechow et al., 1995), Dechow-Dichev

(2002), Kothari (2005), Stubben (2010)dan Model Pendekatan Baru (Dechow et al., 2011).

Hampir seluruh model tersebut menggunakan pendekatan akrual diskresioner sebagai proxy

dalam mengukur manajemen laba dimana metode berikutnya berusaha menyempurnakan

metode yang sebelumnya. Kecuali Stubben (2010) yang berpendapat bahwa untuk

mengevaluasi praktik manajemen laba akan lebih baik jika pengujin difokuskan kepada salah

satu faktor yang paling utama membentuk laba, yaitu pendapatan. Sehingga Stubben (2010)

menggunakan oendapatan diskresioner untuk mengukur praktik manajemen laba. Akan

tetapi menurut saya model Stubben (2010) memang bisa menghasilkan akurasi pengukuran

yang baik, akan tetapi menjadi kurang komprehensif ketika pengukuran manajemen laba

hanya mempertimbangkan satu faktor pembentuk laba, yaitu pendapatan.

Pendekatan akrual diskresioner merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan

oleh para peneliti dalam mengukur manajemen laba, terutama model Jones yang

dimodifikasi yang dikembangkan oleh Dechow et al. (1995). Sebenranya banyak sekali

kritik yang muncul terhadap model ini yaitu tentang kekuatan pengujian dan kemungkinan

kesalahan spesifikasi. Namun karena sedikitnya alternatif model lain yang berbeda secara

Page 19: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

321 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

signifikan dengan model ini, maka sampai saat ini metode ini masih paling banyak

digunakan.

Dechow et al. (2011) berusaha menyempurnakan model jones yang dimodifikasi dengan

cara meningkatkan kekuatan pengujian dan meminimalkan kesalahan spesifikasi. Hal ini

dilakukan dengan memasukan faktor pembalikan dalam penghitungan manajemen laba. Hal

ini karena menurut metode ini, sebuah kunci utama yang menjadi karakteristik proses

akuntansi akrual adalah bahwa adanya distorsi di satu periode harus terbalikkan dalam

periode sesudahnya. Dalam kasus modal kerja akrual yang umumnya berputar untuk periode

yang tidak melebihi satu tahun, periode pembalikan akan datang dalam tahun tersebut atau

persis sesudahnya. Sehingga menjadi sangat krusial untuk memasukan faktor pembalikan

tersebut dalam mengukur akrual diskresioner supaya dapat menghasilkan akurasi

pengukuran manajemen laba yang semakin baik.

Berdasarkan argumentasi di atas, tulisan ini menyimpulkan bahwa sejauh ini metode

pendekatan baru yang diciptakan oleh Dechow et al. (2011) berhasil menyempurnakan

konsep pengujian akrual diskresioner yang ada dalam metode-metode sebelumnya. Dengan

demikian tulisan ini merekomendaskikan kepada para peneliti berikutnya dalam topik

manajemen laba untuk menggunakan metode pendekatan baru dibandingkan metode Jones

yang dimodifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arya, A., Glover, J., & Sunder, S. (2003). Are Unmanaged Earnings Always Better for

Shareholders?, Accounting Horizons, supplement, 111-116.

Bandler, J. & Hechinger, J. (2003). Leading The News: Six Figures in Xerox Case Are Fined

$22 Million – In Settling Fraud Charges, SEC Punishes Ex-Ceos Allaire, Thomas, 4

Others. Wall Street Journal, June 6th.

Beaudoin, C.A. (2008). Earnings Management: The Role of the Agency Problem and

Corporate Social Responsibility. PhD Thesis Drexel University, USA.

Burgstahler, D., & Dichev, I. (1997). Earnings Management to Avoid Earnings Decreases

and Losses. Journal of Accounting and Economics, 24(1), 99-126.

Campa, D., & Camacho, M.M. (2015). The impact of SME’s Pre-Bankruptcy Financial

Distress on Earnings Management Tools. International Review of Financial Analysis,

42, 222-234.

Claessens, S., Djankov, S. & Lang, L. (2000). The Separation of Ownership and Control in

East Asian Corporations. Journal of Financial Economics, 58, 81-112.

Collins, D., Pincus, M., and Xie, H. (1999). Equity Valuation and Negative Earnings: The

Role of Book Value of Equity. The Accounting Review, 74(1), 29-61.

Davidson, W. N., Jiraporn, P., Kim, Y. S. & Nemec, C. (2004). Earnings Management

Following Duality-Creating Successions: Ethnostatistics, Impression Management,

and Agency Theory. Academy of Management Journal, 47 (2), 267-275.

Page 20: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

322 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

DeAngelo, E.L. (1986). Accounting Numbers as Market Valuation Substitutes: A Study of

Management Buyouts of Public Stockholders. The Accounting Review, LXI, (3), 400-

422.

Dechow, P. & Dichev, I. (2002). The Quality of Accruals and Earnings: The Role of Accrual

Estimation Error. The Accounting Review, 77, 35–59.

Dechow, P., Hutton, A., Kim, J. & Sloan, R. (2011). Detecting Earnings Management: A

New Approach. Working Paper, University Arizona, USA.

Dechow, P., & Sloan, R. (1991). Executive Incentives and The Horizon Problem: An

Empirical Investigation. Journal of Accounting and Economics, 14, 51-89.

Dechow, P., Sloan, R. & Sweeney, A. (1995). Detecting Earnings Management. The

Accounting Review, 70, 193-225.

Demski, J. (1998). Performance Measure Manipulation, Contemporary Accounting

Research, 15, 261-285.

Ecker, F., Francis, J., Olsson, P., & Schipper, K. (2011). Peer Firm Selection for

Discretionary Accrual Models. Working Paper, Duke University.

Erickson, M., & Wang, S. W. (1999). Earnings Management by Acquiring Firms in Stock

for Stock Mergers. Journal of Accounting and Economics, 27 (2), 149-176.

García, J. M.L, García, B. O, & Mora, A. (2005). The Effect of Earnings Management on

The Asymmetric Timeliness of Earnings. Journal of Business Finance & Accounting,

32 (3‐4), 691-726.

Gerakos, J. (2012). Discussion of Detecting Earnings Management: A New Approach.

Journal of Accounting Research, XXXX, 1-13.

Glaum, M., Lichtblau, K., & Lindemann, J. (2004). The extent of earnings management in

the US and Germany. Journal of International Accounting Research, 3(2), 45-77.

Graham, J.R., Harvey, C.R. & Rajgopal, S. (2005). The Economic Implications of Corporate

Financial Reporting. Journal of Accounting and Economics, 40 (1), 3-73.

Guay, W. R., Kothari, S.P., & Watts, R. (1996). A Market Based Evaluation of Discretionary

Accruals Models. Journal of Accounting Research, 34, 83-105.

Healy, P. (1985). The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions. Journal of

Accounting andEconomics, 7, 85–107.

Healy, P. M. & Palepu, K.G (1993). The Effect of Firms’ Financial Disclosure Policies on

Stock Prices’, Accounting Horizons, 7, 1-11.

Healy, P. M. & Wahlen, J. M. (1999). A Review of The Earnings Management Literature

And Its Implications For Standard Setting. Accounting Horizons, 13 (4), 365-383.

Page 21: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

323 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

Holthausen, R. W. (1990). Accounting Method Choice: Opportunistic Behavior, Efficient

Contracting and Information Perspectives. Journal of Accounting and Economics,12,

207-218.

Holthausen, R. W., Larcker, D. F., & Sloan, R. G. (1995). Annual Bonus Schemes and The

Manipulation of Earnings. Journal of accounting and economics, 19 (1), 29-74.

Jiaroporn, P., Miller, G.A., Yoon, S,S., & Kim, Y.S. (2008). Is Earnings Management

Opportunistic or Beneficial? An Agency Theory Perspective. International Review of

Financial Analysis, 17 (3), 622-634.

Jones, J.J. (1991). Earnings Management During Important Relief Investigations. Journal of

Accounting Research, 29, (2), 193-228.

Kaplan, R. S. (1985). Evidence on The Effect of Bonus Schemes on Accounting Procedure

and Accrual Decisions. Journal of Accounting and Economics, 7 (1-3), 109-113.

Keung, E., Lin, Z. X., & Shih, M. (2010). Does The Stock Market See a Zero or Small

Positive Earnings Surprise as a Red Flag?. Journal of Accounting Research, 48 (1), 91-

121.

Kothari, S. P., Leone, A.J., and. Wasley, C.E. (2005). Performance Matched Discretionary

Accrual Measures. Journal of Accounting and Economics, 39 (1): 163-197.

La Porta, R., De-Silanes, F.L., Schleifer, A. & Vishny, R. (2000). Investor Protection and

Corporate Governance. Journal of Financial Economics, 58, 3-27.

Lee, Y. J., Petroni, K. R., & Shen, M. (2006). Cherry Picking, Disclosure Quality, and

Comprehensive Income Reporting Choices: The Case of Property‐Liability Insurers.

Contemporary Accounting Research, 23 (3), 655-692.

Leuz, C., Nanda, D. & Wysocki, P.D. (2003). Investor Protection and Earnings

Management: an International Comparison. Journal of Financial Economics, 69 (3),

505-527.

Louis, H. (2003). Do Managers Credibly Use Accruals to Signal Private Information?

Evidence from The Pricing of Discretionary Accruals Around Stock Splits. Working

Paper, Pennsylvania State University.

McNichols, M.F. (2000). Research Design Issues in Earnings Management Studies. Journal

of Accounting and Public Policy, 19 (4-5), 313-345.

McNichols, M.F., & Stubben, S.R. (2008). Does Earnings Management Affect Firms’

Investment Decisions?. The Accounting Review, 83 (6), 1571-1603.

Mohapatra, S. (2011). Earnings Management, Human Rationality, and Relative

Deprivation - Some Critical Assessments. PhD Thesis, College of Economics,

Page 22: BEBAGAI MODEL PENGUKURAN EARNINGS MANAGEMENT MANA YANG

324 Purwokerto, 20 September 2017

SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE-7 (SCA-7) FEB UNSOED

University of Ca Foscari Venesia, Italia. Retrived from

http://dspace.unive.it/bitstream/handle/10579/1051/Siddharth2011.pdf?sequence=1.

Myers, J. N., Myers, L. A., & Skinner, D. J. (2007). Earnings Momentum and Earnings

Management. Journal of Accounting, Auditing & Finance, 22 (2), 249-284.

Phillips, J., Pincus, M., & Rego, S. O. (2003). Earnings Management: New Evidence Based

on Deferred Tax Expense. The Accounting Review, 78(2), 491-521.

Ronen, J., & Yaari, V. (2008). Earnings Management: Emerging Insights in Theory,

Practice, and Research. Springer, New York, USA.

Ruiz, C.V. (2016). Literature Review of Earnings Management. Finnish Business Review,

March, 1-13.

Schipper, K. (1989). Commentary on Earnings Management. Accounting Horizons, 3 (3),

91-102.

Shleifer, A. & Vishny, R. (1997). A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance,

52, 737-783.

Shuto, A. (2007). Executive Compensation and Earnings Management: Empirical Evidence

from Japan. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 16 (1), 1-26.

Stubben, S.R. (2010). Discretionary Revenues as a Measure of Earnings Management. The

Accounting Review, 85 (2), 695-717.

Subramanyam, K. R. (1996). The Pricing of Discretionary Accruals. Journal of Accounting

and Economics, 22, 249-281.

Teoh, S. H., Welch, I., & Wong, T. J. (1998a). Earnings Management and The

Underperformance of Seasoned Equity Offerings. Journal of Financial Economics, 50

(1), 63-99.

Teoh, S. H., Welch, I., & Wong, T. J. (1998b). Earnings Management and The Long‐Run

Market Performance of Initial Public Offerings. The Journal of Finance, 53(6), 1935- 1974.

Tucker, J. W., & Zarowin, P. A. (2006). Does income smoothing improve earnings

informativeness?. The Accounting Review, 81(1), 251-270.

Watts, R., & Zimmerman, J. (1986). Positive Accounting Theory. Prentice-Hall, Englewood

Cliffs, NJ, USA.