beberapa varietas wayang indonesia

Upload: eko-cahyono

Post on 01-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

BEBERAPA JENIS WAYANG DI INDONESIA

1. WAYANG RONTAL Wayang Rontal atau Wayang Lontar pertama kali dikenal di Jawa dalam bentuk semacam tulisan dan ilustrasi tertulis pada daun dan yang mengandung cerita. Daun yang digunakan adalah dari pohon Tal, dan dengan demikian dikenal sebagai Rontal atau Lontar. Prabu Jayabaya dari Kerajaan Majapahit sangat menyukai wayang, dan memerintahkan cerita dan gambar wayang ditulis di daun Tal pada 939 M. Wayang Lontar masih dapat ditemukan di Bali. Cerita dan gambar dalam Wayang lontar mirip di buku komik. Cerita dan gambar ditulis secara hati-hati dan disiapkan pada daun Tal atau pada potongan bambu, yang umumnya 2 cm x 25 cm. Kedua ujung daun diuntai pada tali. Jenis wayang ini tidak dimainkan, tetapi manuskrip daun disimpan dalam koleksi museum dan perpustakaan.

2. WAYANG BEBER Wayang Beber adalah gulungan gambar dari skenario wayang pada media semacam kertas kain yang terbuat dari kulit kayu. Gambar-gambar menggambarkan cerita dari Wayang Purwa, Wayang Gedhok dan Wayang Klithik. Tidak diketahui persis kapan Wayang Beber dibuat; namun, sumber sejarah menyebutkan tahun 1416. Ma Huan, seorang petualang Cina dikirim oleh Kaisar Ming dari Cina untuk menulis sejarah Jawa. Dalam tulisannya, ia menjelaskan pembuatan Wayang Beber. Kita dapat menemukan salah satu Wayang Beber di Desa Gedompol, Pacitan Selatan, Jawa Timur. Wayang Beber ini diperkirakan berusia 150 tahun. Pada saat ini, Wayang Beber sangat jarang dipentaskan, dan tidak ada lagi seniman yang membuat gulungan Wayang Beber. Seniman telah melestarikan seni dengan mereproduksi gambar dalam bentuk lukisan artistik yang menarik.

3. WAYANG PARWA BALI Menurut prasasti Bebetin tertanggal 890 M. Wayang ditemukan di Bali pada masa pemerintahan Raja Ugrasena. Wayang Kulit di Bali adalah prototipe dari wayang Jawa. Hal ini terlihat dari fakta bahwa Wayang Kulit Bali tidak memiliki bentuk runcing, memanjang, gaya yang kita temukan dalam wayang Jawa, melainkan wayang yang tegak dan agak kasar, menyerupai lukisan-lukisan di piala zodiak dari perunggu abad ke-13 yang ditemukan di Jawa Timur. Fitur tegak dan bentuk juga menyerupai relief yang ditemukan pada relief candi Jago dari dekat Tumpang, Malang, yang tertanggal pertengahan abad ke-13, dan juga yang ditemukan di Candi Penataran di Blitar, yang dibangun pada abad ke-14. Dari abad ke-4 Masehi, Indonesia menerima pengaruh Hindu dari sekte Saivite yang kemudian diikuti oleh Buddha Mahayana. Budaya yang mereka bawa dikembangkan dan menjalani proses akulturasi. Akulturasi ini mempengaruhi perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk perubahan dalam seni wayang. Lukisan-lukisan sederhana pada waktu sebelumnya diubah dengan mengambil bentuk Wayang Parwa yang kita masih bisa melihat sampai hari ini. Wayang Parwa Bali menggunakan cerita yang berasal dari Mahabarata dan Ramayana dengan sentuhan dan pengembangan sesuai dengan budaya lokal. Wayang Parwa Bali masih menjadi bagian dari upacara keagamaan, dan fakta ini memungkinkan bahwa bentuk wayang tidak akan punah.

4. WAYANG KULIT PURWA JAWA Bentuk yang paling terkenal dari wayang di Indonesia adalah Wayang Kulit Purwa Jawa. Seperti diungkapkan oleh namanya, wayang ini terbuat dari kulit, biasanya dari kulit kerbau atau kulit sapi. Wayang Kulit Purwa adalah kombinasi dari lukisan, perforasi/tatah kulit dan inconography yang memiliki makna yang mendalam. Bentuk masing-masing wayang mengungkapkan karakter dan menggambarkan kualitas kepribadian tertentu. Wayang Kulit Purwa telah mengalami perubahan dan perbaikan dari zaman ke zaman, mencapai puncak estetika dalam wayang yang kita lihat sekarang. Di Jawa kita menemukan banyak gaya Wayang Kulit Purwa; di antaranya gaya Surakarta, Yogyakarta, Jawa Timur, Gaya Pesisiran (Pantai Utara Jawa) dan beberapa gaya yang lain. Setiap gaya memiliki ciri-ciri tersendiri sesuai dengan perasaan estetika orang-orang yang telah menciptakannya. Skenario/cerita dari Wayang Kulit Jawa berasal dari epos Ramayana dan Mahabarata. Cerita dari kedua epos ini belum diadopsi secara harfiah, melainkan telah lebih disesuaikan sesuai dengan budaya lokal. Dengan cara ini, berbagai cabang dan sub-cabang cerita telah dikembangkan. Wayang Kulit Purwa Surakarta dan Yogyakarta adalah dua gaya yang paling populer sekarang ini. Perkembangan Wayang Kulit Purwa Jawa adalah didorong dan didukung oleh cukup banyak sekolah pedalangan wayang, sekolah seni serta Institut Seni Indonesia, Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) dan Sekretariat Nasional Wayang Indonesia (SENA WANGI ). Ada juga banyak ahli dalam gaya wayang. Jadi tidak ada kekhawatiran saat ini bahwa gaya wayang akan punah.

5. WAYANG BANJAR Wayang Banjar berasal dari Jawa. Hal ini dibuktikan dengan sejarah yang disebut Hikayat Banjar. Wayang Kulit Purwa dari Jawa dianggap telah memasuki Banjar selama era Mahapahit di Jawa. Namun, perkembangan semacam wayang di Banjar menghadapi hambatan, di antaranya masalah bahasa. Seorang seniman bernama, Kuda dari Hulu Sungai Selatan mengubah bahasa, dan penyajian Wayang Banjar menjadi sesuai dengan budaya lokal. Akhirnya Wayang Banjar bisa berkembang hingga hari ini. Bentuk-bentuk Wayang Banjar mirip dengan Wayang Purwa Jawa, tetapi perforasi/penatahan dan lukisan wayang agak sederhana. Motif dan dekorasi juga sangat sederhana dibandingkan dengan Wayang Kulit Purwa Jawa. Wayang juga lebih kecil dalam ukuran. Cerita Wayang Banjar berasal dari tiga sumber; yaitu, Mahabarata, Ramayana, dan carangan atau cerita cabang yang dikembangkan dari cerita Ramayana dan Mahabarata oleh seniman kreatif.

6. WAYANG PALEMBANG Tidak ada sumber otentik yang menyebutkan kapan Wayang Palembang pertama kali diciptakan. Wayang Palembang tampaknya menyerupai gaya dan ornamen Wayang Kulit gaya Yogyakarta;namun, masih ada keraguan tentang pendapat ini. Ada kemungkinan bahwa Wayang Palembang awalnya dibawa ke Palembang oleh pendatang dari Jawa. Ada tiga jenis Wayang Palembang; yaitu, bentuk lama, bentuk campuran dan bentuk baru. Meskipun wayang lama tidak dalam kondisi sangat baik, dapat dilihat bahwa mereka dibuat oleh seorang seniman ahli dari Yogyakarta di zaman dahulu. Bentuk wayang campuran tidak dari kualitas yang sangat baik. Ada kemungkinan bahwa wayang ini telah dibuat oleh seniman atau dalang dari Palembang. Boneka baru dibuat belakangan dengan gaya Surakarta atau Yogyakarta. Cerita-cerita yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Palembang adalah cerita dari Ramayana dan Mahabarata serta skenario cabang dengan karakteristik lokal.

7. WAYANG DUPORO Wayang Duporo adalah jenis wayang kulit yang dibuat pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono VII (1830 1858) di Keraton Surakarta Hadiningrat. Jenis wayang ini diciptakan oleh Raden Mas Danuatmadja, seorang seniman dari istana. Wayang Duporo tidak berbasis pada cerita dari Mahabarata atau Ramayana, tapi lebih pada cerita yang terjadi selama era kerajaan Demak, Pajang dan Mataram. Bentuk, penatahan dan lukisan Wayang Duporo hampir identik dengan Wayang Kulit Purwa Jawa. 8. WAYANG GEDOG Menurut Serat Centini, Wayang Gedog diciptakan oleh Sunan Ratu Tunggul selama era Kerajaan Demak. Hal ini ditandai dengan chonogram/sengkalan: Gaman Naga ing Udipatya, berarti tahun 1485 Saka. Wayang Kulit Gedog menyerupai Wayang Kulit Purwa dari aspek sumping, dodot, tangan dan kaki; namun, penatahan dan lukisan berbeda. Wayang Gedog menceritakan kisah Raden Panji, mulai dari Lembusubrata sampai Panji Kudalaleyan di Pajajaran, Pranasmara, dan empat saudara yang menjadi raja di Kediri, Jenggala, Singasari dan Urawan. Beberapa karakter dalam Wayang Kulit Gedog memiliki tutup kepala berupa tekes, dan pakaian mereka dalam bentuk rapekan atau dodot, misalnya, karakter Panji Inukertapati. Karakter wanita memiliki rambut yang panjan. 11. WAYANG SASAK Wayang Sasak adalah wayang kulit yang telah dikembangkan di Lombok. Diperkirakan bahwa Wayang Kulit memasuki Lombok pada masa penyebaran Islam di Lombok selama abad ke-16 oleh Sunan Prapen, putra Sunan Giri. Sunan Giri mengembangkan Wayang Gedog dan bersama dengan Pangeran Tranggono menciptakan wayang Kidang Kencana pada tahun 1447. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin bahwa Sunan Prapen juga membawa wayang ke Lombok. Selain itu, wayang di Lombok juga dikatakan telah diciptakan oleh Pangeran Sangupati, seorang pengkhotbah Islam. Yang justru telah menciptakan Wayang Sasak masih merupakan subjek spekulasi.

12. WAYANG KLITIK Wayang klitik diciptakan selama abad ke-17. Nama-nama pencipta yang tidak diketahui. Namun, Wayang klitik dinamakan demikian karena suara yang dihasilkan ketika boneka kayu saling bersentuhan. Kedua lengan boneka yang terbuat dari kulit. Hal ini menunjukkan eksperimen baru dari bentuk wayang kulit terhadap kayu dari wayang golek. Wayang klitik juga memiliki wanda ekspresi wajah dan karakter suasana hati yang menggambarkan temperamen kepribadian berdasarkan warna tertentu. Misalnya, karakter Menakjingga sebagai simbol matahari diilustrasikan dengan kulit merah keunguan. Sebaliknya, Damarwulan sebagai simbol bulan dan kesejukan diberi warna putih dengan ekspresi tenang. Wayang klitik juga memiliki beberapa bentuk wanda atau bentuk yang berbeda untuk suasana hati yang berbeda dari karakter yang sama, terutama untuk karakter utama. Wayang Klitik memiliki fitur khusus yang berbeda untuk gaya Yogya, Surakarta dan Mangkunegaran. Gaya Yogyakarta kurang anatomi, terutama pada ukiran kaki boneka, dan cenderung ke arah bentuk-bentuk primitif, seperti halnya pada karakter wayang kulit Bima. Hal ini memberikan kesan bahwa gaya Yogya lebih tua daripada Surakarta. Gaya Yogya lebih berani dan lebih sederhana, sedangkan Surakarta cenderung ke arah perbaikan dan ketenangan.

13. WAYANG BETAWI Secara umum, dapat dikatakan bahwa Wayang Betawi menyerupai Wayang Kulit Purwa Jawa. Wayang Kulit Betawi bergaya seperti wayang Jawa, tetapi dengan bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan kurang halus. Wayang Betawi kadang-kadang disebut Wayang Tambun, karena banyak dalang Wayang Betawi berasal dari daerah Tambun Bekasi. Wayang Betawi adalah seni rakyat dimana elemen improvisasi dan spontanitas memainkan peran dominan dalam setiap pertunjukan 14. WAYANG KANCIL Wayang Kancil diciptakan pada tahun 1925 oleh seorang pecinta seni wayang dari etnis Cina yang bernama Bo Liem. Wayang Kancil adalah wayang yang terbuat dari kulit. Lie Too Hien memotong, menatah dan mewarnai lebih dari 100 karakter Wayang Kancil yang terdiri dari hewan di hutan. Meskipun seniman adalah keturunan Cina, artistik: gaya seninya mengikuti seni wayang tradisional Jawa. Cerita-cerita Wayang Kancil diambil dari Serat Kancil Kridomartono karya Raden Panji Notoroto.

17. WAYANG SULUH Wayang Suluh diciptakan oleh Sutarto Hardjowahono. Dia adalah seorang karyawan dari Departemen Informasi di Yogyakarta. Wayang Suluh adalah wayang yang dipotong, ditatah dan diowarnai berdasarkan metode Wayang Kulit Purwa. Cerita-cerita yang disajikan dalam Wayang Suluh adalah cerita yang berhubungan dengan perjuangan rakyat Indonesia melawan penindas kolonial dan peristiwa yang berhubungan dengan kemerdekaan Republik Indonesia serta propaganda pemerintah tentang Pancasila, UUD Republik Indonesia 1945, dan lain-lain.

18. WAYANG WAHYU Wayang Wahyu diciptakan oleh Temotheus Mardji Subrata dari Malang, Jawa Timur pada tahun 1960. Karakter Wayang Wahyu dibuat realistis dengan ornamen bergaya yang menyerupai Wayang Kulit Purwa. Sekitar 225 karakter laki-laki dan perempuan telah dibuat, diambil dari Alkitab Perjanjian Lama dan Baru. Dalang Wayang Wahyu yang masih aktif antara lain Paulus Harsono dan Lucia Siti Minah. Mereka sebelumnya dalang Wayang Kulit Purwa yang tertarik untuk memainkan Wayang Wahyu dengan cerita yang diambil dari Alkitab.

19. WAYANG SADAT Wayang yang digunakan untuk Wayang Sadat mirip dengan wayang kulit, tetapi karakternya adalah tokoh-tokoh penyebaran agama Islam di Jawa, seperti Sunan Ampel, Raden Patah, dan lain-lain. Fitur lain yang unik dari jenis wayang ini adalah bahwa semua musisi memakai turban putih dan beskap landung abu-abu, dan penyanyi pesindhen mengenakan kebaya dan mukharoh.

20. WAYANG JEMBLUNG Wayang Jemblung adalah jenis wayang dari Kabupaten Banyumas (Jawa Tengah) yang dalam memainkannya tidak menggunakan wayang atau peralatan lainnya. Ada empat sa,mpai lima seniman laki-laki dan perempuan, yang bertindak sebagai karakter wayang yang berbeda, dan juga membuat suara seperti orkestra gamelan sementara salah satu dari mereka bertindak sebagai dalang. Para pemain duduk bersila di atas tikar, atau di kursi di sekeliling meja.

21. WAYANG ORANG Wayang Orang menggunakan aktor hidup sebagai wayang. Mereka mengenakan kostum dan atribut lain seperti yang digunakan dalam Wayang Kulit Purwa. Wayang Orang dilakukan di istana dan berkembang dengan baik selama era Mangkunegoro VII (1916.1944) di Keraton Surakarta. Pada tahun 1922, Wayang Orang dimainkan di luar istana sebagai bagian dari kongres budaya yang diselenggarakan di Surakarta. Wayang Orang adalah hiburan yang dilakukan di atas panggung, dan dengan demikian, peran tari, vokal dan dramaturgi memainkan peran penting. Skenario biasanya diambil dari epos Ramayana dan Mahabharata. Kostum berkilau terang meningkatkan keindahan dan ketampanan aktor, koreografi tarian dan adegan goro-goro yang lucu dari Panakawan selalu menarik pecinta jenis wayang ini.

22. WAYANG UKUR Wayang Ukur adalah ciptaan Sukasman dari Yogyakartra. Ini adalah jenis baru dari Wayang Kulit Purwa yang dibuat sesuai dengan ukuran tertentu dengan perubahan ornamen dan tatahan baru dan lukisan wayang. Bentuk permainannya juga berbeda, menggunakan lebih dari satu dalang dan didukung oleh beberapa penari. Pengaturan layar ditingkatkan dengan menggunakan efek yang pencahayaan yang dikendalikan. Skenario kental menggunakan bahasa Indonesia, yang diambil dari epos Ramayana dan Mahabbarata.

23. WAYANG KOMIK Menurut Marcel Bonneff, seorang penulis komik Prancis, Wayang Komik merupakan jenis komik asli Indonesia, karena masyarakat Indonesia dalam waktu yang sangat lama telah membuat gambar wayang dalam bentuk Wayang Beber di dalam bentuk ilustrasi di naskah kuno atau gambar di rontal (naskah daun kelapa). Komik wayang modern pertama kali dibuat oleh Ardisoma dalam serial Wayang Purwa sebanyak 22 volume yang masing-masing terdiri dari 42 halaman (18,5 x 26,5 cm). Serial terkait epos Ramayana dan Mahabbarata. Pada tahun 1955-1960, RA Kosasih membuat komik Ramayana dan Mahabbarata berdasarkan cerita dari India. Sebelum ini, ada seorang seniman dari Semarang Indrii S, yang membuat serangkaian komik humor Panakawan: Petruk, Gareng, dan Bagong.

24. ANIMASI DAN FILM WAYANG Tema wayang telah dieksplorasi beberapa kali oleh sutradara film Indonesia D. Djajakusuma. Dua dari film-filmnya yaitu Lahirnya Gatutkaca (1960); dan Bimo Kroda (1967). Sejauh ini, belum ada yang membuat skenario wayang lengkap menjadi film animasi. Banyak film animasi telah menyajikan karakter wayang; misalnya, Sepasang Tanduk (oleh Gotot Prakosa, 1976); Burisrawa (oleh Nurliswandi Piliang, 1983). Sebuah film animasi oleh Bambang Gunawan disebut episode Anoman yang dilaporkan telah memenangkan hadiah pertama dalam Festival Film Animasi Indonesia 2004. Akhirnya, Wody Yogyakarta bersama dengan Ureg-ureg Studio bercita-cita untuk membuat serangkaian film animasi wayang berdasarkan komik RA Kosasih.