belanja bantuan sosial dan kemiskinan (studi kasus di

63
i BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012-2013) Oleh : NAVIKA AMANDA DEWI NIM : 232011123 KERTAS KERJA Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

i

BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN

(STUDI KASUS DI KABUPATEN SEMARANG

TAHUN 2012-2013)

Oleh :

NAVIKA AMANDA DEWI

NIM : 232011123

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

ii

Page 3: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

iii

Page 4: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

iv

Page 5: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

v

Page 6: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya tulis skripsi ini kepada :

1. Ayahku tercinta, Munaji

2. Ibuku tercinta, Tutik Hariyanti

3. Kakakku tersayang, Mulatika Vermanindra

4. Kekasihku, Pandu Satmaka

5. Semua sahabat dan teman-temanku

Page 7: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

vii

HALAMAN MOTTO

“Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan.

Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang yang bersabarlah yang disempurnakan

pahalanya tanpa batas.” (Qs. Az Zumar: 10)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh bersama

kesulitan itu ada kemudahan.” (Qs. Asy-Syarh: 5-6)

“But better to get hurt by the truth than comforted with a lie.” ― Khaled

Hosseini

“Where there is love there is life.” ― Mahatma Gandhi

“Life isn't about finding yourself. Life is about creating yourself.”

― George Bernard Shaw

“You only live once, but if you do it right, once is enough.” ― Mae West

Page 8: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

viii

KATA PENGANTAR

Belanja Bantuan Sosial merupakan pemberian bantuan berupa

uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok

dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang

bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Jadi,

semakin besar angka kemiskinan di suatu daerah, maka belanja bantuan sosial

yang diberikan oleh Pemerintah seharusnya akan lebih besar jika dibandingkan

dengan daerah yang memiliki angka kemiskinan yang lebih rendah. Dalam skripsi

ini penulis mengangkat judul “Belanja Bantuan Sosial dan Kemiskinan”. Dengan

objek pengamatan Kabupaten Semarang dan periode pengamatan tahun 2012-

2013 untuk melihat apakah Belanja Bantuan Sosial berkaitan dengan Kemiskinan

di Kabupaten Semarang.

Penulis menyadari di dalam penelitian ini masih terdapat banyak

kekurangan maupun kelemahan yang mungkin akan ditemukan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan segenap kritikan, saran dan masukan dari pembaca agar

penulisan kedepannya dapat lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat

memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Salatiga, Januari 2015

Penulis

Page 9: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat,

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan maupun

keterbatasan dalam menyelesaikan skripsi ini, tanpa campur tangan Allah SWT

serta peran berbagai pihak semua ini tidak akan selesai dengan baik.

Penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama

ini memberikan motivasi serta dukungan selama masa perkuliahan di Universitas

Kristen Satya Wacana hingga terselesaikannya skripsi ini.

Bapak Hari Sunarto, SE, MBA, PhD selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan

Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

Bapak Usil Sis Sucahyo, SE, MBA selaku Ketua Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

Bapak Marwata SE, M.Si, PhD, Akt selaku pembimbing atas waktu, tenaga,

pikiran serta bimbinganya dalam memberikan saran-saran maupun kritik

sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Ibu Yayuk Ariani, SE, M.Si selaku wali studi yang membimbing penulis selama

menempuh studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen

Satya Wacana.

Ayahku Munaji, Ibuku Tutik Hariyanti dan Kakakku Mulatika Vermanindra

atas kasih sayang, cinta, doa, dukungan moril dan materiil serta motivasi

yang diberikan selama perkuliahan hingga skripsi ini terselesaikan dengan

baik.

Pandu Satmaka yang dengan setia menemani, memberi saran mapun kritik serta

memberikan semangat dan hiburan kepada penulis.

Seluruh staf pengajar FEB UKSW yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan

wawasan yang berguna bagi penulis kelak.

Seluruh staf TU FEB UKSW yang telah membantu penulis dalam mengurus

administrasi baik selama perkuliahan hingga persyaratan administrasi

skripsi.

Ibu Hera staf Bagian Ekonomi BAPPEDA dan Ibu Ari Subbagian

Perencanaan DPPKAD Kabupaten Semarang yang telah membantu

penulis dalam perolehan data skripsi.

Page 10: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

x

Dewi Ratoja D. W yang telah memberi semangat serta dukungan dan setia

menjadi sahabat semenjak SMP hingga saat ini. Semangat dan sukses

selalu.

Cahyani Karyaning Tyas yang sudah seperti saudara sendiri, terima kasih atas

motivasi, dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini.

Anggita Filadelfia, Agnes Arwanda Puri, Nungki Kristina Damayanti, Arya Bee

Grand Christian, David Pratama terima kasih atas doa, dukungan,

semangat dan kebersamaannya selama ini. Akan sangat merindukan kalian

nantinya, sukses terus kedepannya.

Puspa, Arintya, Amalia, Tjan Puput, Danis, Dina, Risa, Nia, Ine, Titin, Fajar,

Prayuda, Bayu, Mesakh, Arron, Ian, Vano, Boe, Alif, Tori, Ronald,

Yulius, Isser, Sendi, Aditya Dwiki, Ardya, Aditya Pratama, Fadel, Desi,

Icak dan semua teman-teman EGOAL FEB UKSW 2011 terimakasih

atas kebersamaannya selama kuliah dan dukungannya selama ini. Senang

bisa mengenal kalian semua dan berjuang bersama-sama.

Teman-teman Korps Asisten Fakultas Ekonomika dan Bisnis.

Teman-teman Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Periode 2012-

2013 dan 2013-2014 atas kebersamaannya selama ini, dukungan serta

pembelajaran berharga selama berLembaga Kemahasiswaan di Universitas

Kristen Satya Wacana.

Teman-teman kepanitiaan Fasilitator OMB 2013, SOCEV Fusion 2013, ESCO

FEB UKSW 2014, Makrab Pirates 2014 dan LDKM 2014 FEB UKSW.

Semua teman-teman, kakak angkatan maupun adik angkatan yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, tetap semangat dan terima kasih atas bantuannya

selama kuliah.

Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih telah

memberikan dukungan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

Page 11: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

xi

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i

Pernyataan Keaslian Karya Tulis ...................................................................... ii

Halaman Persetujuan/Pengesahan .................................................................... iii

Halaman Persembahan ..................................................................................... iv

Halaman Motto ................................................................................................. v

Kata Pengantar ................................................................................................. vi

Ucapan Terima Kasih ...................................................................................... vii

Daftar Isi .......................................................................................................... ix

Daftar Grafik .................................................................................................... xi

Daftar Tabel .................................................................................................... xii

Daftar Lampiran .............................................................................................. xiii

BAB I – Pendahuluan ....................................................................................... 1

BAB II – Kajian Teori ...................................................................................... 8

Kemiskinan ....................................................................................... 8

Anggaran Sektor Publik .................................................................. 10

Belanja Daerah ............................................................................... 12

Bantuan Sosial ................................................................................ 13

Kerangka Pemikiran ....................................................................... 17

Page 12: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

xii

BAB III – Metode Penelitian .......................................................................... 19

BAB IV – Hasil Penelitian dan Pembahasan .................................................. 23

Hasil Penelitian ............................................................................... 23

Pembahasan .................................................................................... 33

BAB V – Penutup ........................................................................................... 36

Kesimpulan ..................................................................................... 36

Keterbatasan ................................................................................... 36

Saran ............................................................................................... 37

Daftar Pustaka .................................................................................................. 38

Lampiran-lampiran

Page 13: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Presentase Kemiskinan Kabupaten Semarang 2008-2012 ................ 5

Page 14: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Presentase Penduduk Miskin Kabupaten Semarang Tahun 2008-2012 ..... 23

Tabel 2. Penduduk Miskin Tahun 2011 dan 2012 Kabupaten Semarang ................ 43

Tabel. 3 Ranking Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2011 dan 2011 ........................ 43

Tabel 4. Ranking Belanja Bantuan Sosial Tahun 2012 ............................................ 44

Tabel 5. Ranking Belanja Bantuan Sosial Tahun 2013 ............................................ 45

Tabel 6. Perbandingan Ranking Presentase Kemiskinan Tahun 2011 dengan

Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun 2012 ....................... 46

Tabel 7. Perbandingan Ranking Presentase Kemiskinan Tahun 2012 dengan

Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun 2013 ....................... 47

Tabel 8. Uji Normalitas ............................................................................................ 31

Tabel 9. Uji Korelasi ................................................................................................ 32

Tabel 10. Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Kabupaten Semarang

Tahun 2012-2013 ....................................................................................... 48

Page 15: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Normalitas Presentase Angka Kemiskinan 2011 dan Presentase

Angggaran Bantuan Sosial 2012 .................................................................. 41

Lampiran 2. Uji Normalitas Presentase Angka Kemiskinan 2012 dan Presentase

Angggaran Bantuan Sosial 2013 .................................................................. 41

Lampiran 3. Uji Korelasi Presentase Angka Kemiskinan 2011 dan Presentase

Anggaran Bantuan Sosial 2012 .................................................................... 41

Lampiran 4. Uji Korelasi Presentase Angka Kemiskinan 2012 dan Presentase

Anggaran Bantuan Sosial 2013 .................................................................... 42

Page 16: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

1

PENDAHULUAN

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk

segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.

Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan

efektif serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan asas keadilan akan

mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya dapat mengurangi jumlah

pengangguran serta menurunkan angka kemiskinan di suatu daerah (Ariana,

2013). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan perwujudan

dari pengelolaan keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang-

undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dialokasikan dengan tujuan

spesifik merupakan salah satu cara negara dalam menjalankan tugasnya untuk

menjamin kesejahteraan masyarakat dan melindungi masyarakat dari risiko-risiko

yang mungkin timbul.

Anggaran mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan siklus

perencanaan dan pengendalian manajemen karena anggaran merupakan

penghubung utama antara perencanaan dan pengendalian (Bastian, 2001).

Anggaran memiliki fungsi alokasi, stabilisasi dan distribusi. Pemerintah daerah

dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah seharusnya dikaitkan

dengan salah satu fungsi anggaran, yaitu fungsi alokasi. Pengalokasian sumber

daya seharusnya dilakukan secara efektif dan tepat sasaran sehingga tujuan

penyelenggaraan pemerintahan dapat tercapai.

Page 17: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

2

Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun

2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah telah diatur bahwa belanja daerah

dikelompokkan menjadi dua yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung

yang merupakan kewajiban pemerintah daerah dalam menyelenggarakan

pemerintahan maupun dalam melaksanakan pembangunan daerah. Salah satu jenis

belanja tidak langsung, yaitu belanja bantuan sosial diberikan secara selektif, tidak

terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan penggunaannya dengan

mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, seharusnya diperuntukkan

dalam rangka akselerasi pembangunan daerah guna mencapai kesejahteraan

rakyat. Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan kepada kelompok/anggota

masyarakat untuk usaha ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan di daerah.

Menurut Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 pasal 3 tentang Program

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, telah disebutkan bahwa kelompok

program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga bertujuan untuk melakukan

pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup dan perbaikan kualitas hidup

masyarakat miskin. Bantuan sosial merupakan skema penyelamatan darurat bagi

mereka yang terancam oleh krisis sosial, ekonomi, politik, bencana atau fenomena

alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum atau untuk melindungi

individu, kelompok dan masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.

Dalam Social Risk Management: The Wolrd Bank’s Approach to Social

Protection in a Globalizing Wolrd, disebutkan bahwa risiko sosial terkait dengan

kerentanan, yaitu kemungkinan kejadian ataupun peristiwa yang menyebabkan

rumah tangga atau masyarakat yang saat ini tidak termasuk miskin akan jatuh di

Page 18: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

3

bawah garis kemiskinan atau jika saat ini berada pada garis kemiskinan, akan

tetap berada di bawah garis kemiskinan ataupun semakin terperosok di bawah

garis kemiskinan. Risiko sosial merupakan potensi terjadinya guncangan dan

kerentanan sosial yang apabila tidak dilakukan pemberian bantuan sosial oleh

pemerintah akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar

(Buletin Teknis Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial).

Secara teoritis, daerah yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi

seharusnya mendapatkan aliran dana bantuan sosial yang lebih tinggi

dibandingkan daerah yang memiliki angka kemiskinan yang lebih rendah.

Semakin miskin suatu daerah, maka kebutuhan di daerah tersebut semakin tinggi,

sehingga seharusnya dana bantuan sosial yang diberikan pemerintah juga tinggi.

Sebagai contoh, daerah yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi,

membutuhkan dana bantuan sosial untuk sanitasi, kesehatan dan juga pendidikan

yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki angka

kemiskinan yang lebih rendah.

Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional,

khusunya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan muncul

sebagai akibat dan adanya situasi ketidakadilan, ketimpangan serta

ketergantungan dalam struktur masyarakat. Secara umum, kondisi kemiskinan

ditandai oleh kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan

untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya (Multifiah, 2011). Upaya

penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan

menyediakan beberapa kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perluasan

Page 19: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

4

kesempatan kerja dan pembangunan pertanian. Dalam Peraturan Presiden Nomor

13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan disebutkan

bahwa program penanggulangan kemiskinan dikelompokkan menjadi 3 (tiga)

yaitu berbasis bantuan dan perlindungan sosial, berbasis pemberdayaan

masyarakat dan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil.

Pendanaan untuk pelaksanaan penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan

perlindungan sosial terdiri atas program yang bertujuan untuk melakukan

pemenuhan dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup

masyarakat miskin, sedangkan penanggulangan kemiskinan berbasis

pemberdayaan masyarakat terdiri atas program yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas masyarakat miskin untuk

dapat terlibat dalam pembangunan. Penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan

dan perlindungan sosial serta berbasis pemberdayaan masyarakat diklasifikasikan

dalam jenis belanja bantuan sosial. Selain itu, bantuan yang diberikan oleh

pemerintah seperti raskin, bantuan langsung tunai, program keluarga harapan,

bantuan operasional sekolah merupakan cara pemerintah dalam menurunkan

angka kemiskinan. Namun dirasa kebijakan dan program penanggulangan

kemiskinan belum menampakkan hasil yang optimal. Kemiskinan masih menjadi

isu utama dalam pembangunan sosial ekonomi di Indonesia termasuk di dalamnya

Kabupaten Semarang. Sedangkan angka kemiskinan yang ditunjukkan dengan

presentase penduduk miskin, Kabupaten Semarang telah mengalami penurunan

dari tahun 2008 sebesar 11,37% menjadi 10,66% pada tahun 2009, menjadi

Page 20: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

5

10,50% pada tahun 2010, menjadi 10,30% pada tahun 2011 dan menjadi 9,40%

pada tahun 2012.

Grafik 1 Presentase Kemiskinan Kabupaten Semarang 2008-2012

Sumber : BPS Kabupaten Semarang.

Meskipun presentase penduduk miskin di Kabupaten Semarang mengalami

penurunan namun jumlahnya masih relatif tinggi, hal ini mengharuskan upaya

penanggulangan kemiskinan yang serius dari pemerintah. Rendahnya jumlah

penduduk miskin di Kabupaten Semarang bukan berarti Kabupaten Semarang

tidak memiliki masalah mengenai kemiskinan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010-

2015 Kabupaten Semarang, disebutkan bahwa visi pembangunan Kabupaten

Semarang sampai tahun 2015 adalah terwujudnya Kabupaten Semarang yang

mandiri, tertib dan sejahtera. Sejahtera artinya mampu mewujudkan kondisi

masyarakat yang terpenuhi hak-hak dasarnya baik dari aspek kesehatan,

pendidikan dan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya angka Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) yang didukung dengan terwujudnya kebebasan

kehidupan beragama dan bernegara. Meningkatnya tingkat kesejahteraan dapat

11.37% 10.66% 10.50% 10.30% 9.40%

2008 2009 2010 2011 2012

Presentase Penduduk Miskin Kabupaten

Semarang

Tahun 2008-2012

Page 21: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

6

ditunjukkan dengan terjadinya penurunan angka kemiskinan dan jumlah keluarga

Pra Sejahtera. Namun, dalam RPJMD Kabupaten Semarang Tahun 2010-2015

disebutkan bahwa masih tingginya angka kemiskinan, ditunjukkan dengan masih

tingginya jumlah keluarga Pra KS yaitu diatas 32% dari jumlah kepala keluarga

yang ada serta rendahnya pemenuhan kebutuhan hak-hak dasar masyarakat seperti

sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, sarana prasarana,

dan lain-lain yang menyebabkan masih tingginya jumlah penduduk miskin.

Belanja bantuan sosial diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat

sebagai perlindungan risiko sosial, namun menurut Santosa (2014) realita

mengenai bantuan sosial selama ini adalah potret suram anggaran negara atau

daerah yang menjadi pos-pos anggaran dengan akuntabilitas rendah. Dana

bantuan sosial mudah diselewengkan karena kurangnya transparansi dan kejelasan

mekanisme penyaluran, penetapan penerima, maupun pelaporannya. Sedangkan

menurut Dahlan (2014) alasan sejumlah dana bantuan sosial mudah

diselewengkan adalah minimnya pengaturan yang mengikat pengelolaan belanja

bantuan sosial, belanja bantuan sosial lekat dengan program dan kegiatan bersifat

populis sehingga tidak tepat sasaran, dan pada momen-momen tertentu, misalnya

Pemilu, bantuan sosial rawan dipolitisasi.

Dana bantuan sosial yang sejatinya untuk kesejahteraan rakyat, namun

dalam kenyataannya mudah diselewengkan karena akuntabilitas yang rendah.

Bantuan sosial dialokasikan untuk orang yang benar-benar perlu dibantu agar

mendapat peluang untuk bangkit dan keluar dari permasalahannya. Penganggaran

dan pencairan bantuan sosial harus mengacu pada kriterianya. Tujuannya untuk

Page 22: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

7

apa, sasarannya kemana, lalu peruntukan seperti apa. Penyaluran bantuan sosial

ini harus tepat sasaran sehingga diawal kriterianya harus jelas (Mardiasmo, 2014).

Maka dari itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh mengenai bantuan sosial, baik

sasaran penerima, manfaat maupun mekanisme penyalurannya. Pendekatan

bantuan sosial dalam pemberdayaan dan kesejahteraan sosial harus dilaksanakan

dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat miskin serta diperlukan

perencanaan yang baik ke depan dan data yang kuat dalam mengalokasikan

belanja bantuan sosial kepada masyarakat. Dalam kaitannya dengan isu akuntansi

manajemen pada sektor publik, concern Management Accounting adalah

penggunaan sumber daya secara efektif, efisien dan ekonomi. Sehingga

pemerintah seharusnya melakukan efisiensi dalam pengalokasian sumber daya

agar tujuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat tercapai.

Fenomena tersebut menimbulkan suatu pertanyaan apakah dana yang

dialokasikan dari APBD yang berupa bantuan sosial berkaitan dengan

penanggulangan kemiskinan di suatu daerah. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui apakah terdapat kaitan antara besarnya dana bantuan

sosial dengan angka kemiskinan di suatu daerah.

Page 23: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

8

KAJIAN TEORI

Kemiskinan

Kemiskinan mempunyai makna yang sangat luas, hal ini yang menyebabkan

makna kemiskinan mengalami koreksi setiap waktu. Secara konvensional,

kemiskinan dimaknai dengan pendapatan yang kurang dikarenakan distribusi

kekayaan yang tidak merata yang menyebabkan seseorang atau keluarga tidak

mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan sehari-hari. Kemiskinan oleh

BAPPENAS (2005) didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau

sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak terpenuhi hak-hak dasarnya

untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

Definisi kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui

bahwa masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak-hak

dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi

dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau

sekelompok orang, laki-laki dan perempuan dalam menjalani kehidupan secara

bermartabat.

Bentuk kemiskinan dalam skala mikro ditandai oleh tingkat kesejahteraan

suatu rumah tangga dengan tingkat konsumsi yang berada di bawah ambang

tertentu atau yang disebut sebagai garis kemiskinan. Sedangkan pada tingkat

makro, kemiskinan merupakan suatu indikator tingkat ketidaksejahteraan dalam

suatu wilayah tertentu. Secara umum kemiskinan adalah suatu kondisi yang

menunjukkan ketidaksejahteraan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup

Page 24: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

9

yang paling mendasar. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori

berikut :

(a) Kemiskinan individu-kemiskinan kolektif

(b) Kemiskinan absolut–kemiskinan relative

(c) Kemiskinan kronik–kemiskinan sementara

(d) Kemiskinan pedesaan-kemiskinan perkotaan.

Sumodiningrat (2002) mengelompokkan sebab-sebab kemiskinan menjadi

dua. Pertama, kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh faktor eksternal atau

faktor yang berada di luar jangkauan individu. Faktor ini secara kongkrit lebih

bersifat hambatan kelembagaan atau struktur yang memang bisa menghambat

seseorang untuk meraih kesempatan-kesempatannya. Adanya kemiskinan jenis ini

bukan karena seseorang itu malas atau tidak mampu bekerja. Karena itu

kemiskinan jenis ini disebut juga kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural

adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur

sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan

yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kedua, adalah kemiskinan yang

disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri seseorang atau

lingkungannya. Kaum konservatif penganut pandangan ini melihat kemiskinan

jenis ini terjadi sebagai akibat dari nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut

sekelompok masyarakat. Jadi tidak bermula dari struktur sosial tetapi berasal dari

karakteristik khas orang-orang miskin itu sendiri. Orang menjadi miskin karena ia

tidak mau bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa

Page 25: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

10

wiraswasta , fatalis, tidak ada hasrat berprestasi dan sebagainya. Orang-orang

miskin adalah kelompok sosial yang mempunyai budaya sendiri.

Anggaran Sektor Publik

Anggaran sektor publik menurut Mardiasmo (2004: 62) yaitu suatu rencana

kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan

belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran

publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari

suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan

aktivitas. Anggaran sektor publik merupakan rincian seluruh aspek kegiatan yang

akan dilaksanakan yang tersusun atas rencana pendapatan dan pengeluaran yang

akan dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun. Anggaran sektor publik dibuat

untuk membantu pemerintah dalam membantu tingkat pertumbuhan masyarakat

seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya agar

terjamin secara layak dan tingkat kesejahteraan masyarakat akan semakin terjamin

serta penggunaan dan pengalokasiannya lebih efektif dan efisien. Anggaran sektor

publik merupakan suatu perencanaan yang dibuat baik pemerintah pusat atau

daerah yang memuat informasi mengenai pendapatan, belanja, aktivitas dan

pembiayaan dalam satuan moneter.

Prinsip-prinsip anggaran sektor publik menurut Mardiasmo (2004: 67-68)

adalah sebagai berikut :

1. Otorisasi oleh Legislatif

Page 26: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

11

Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu

sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

2. Komprehensif

Anggaran harus menunjukan semua penerimaan dan pengeluaran

pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non-budgetair pada dasarnya

menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.

3. Keutuhan anggaran

Semua penerimaan dan belanja pemerintah terhimpun dalam dana umum

(general fund).

4. Nondissretionary Apropriation

Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara

ekonomis, efisien dan efektif.

5. Periodik

Anggaran merupakan suatu proses periodik, dapat bersifat tahunan maupun

multi tahunan.

6. Akurat

Estimasi anggaran hendaknya tidak dimasukan cadangan yang tersembunyi

(hyden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan

dan inefisiensi anggaran serta dapat mengkibatkan munculnya

underestimate pendapatan dan underestimate pengeluaran.

7. Jelas

Anggaran hendaknya dapat dipahami masyarakat dan tidak

membingungkan.

Page 27: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

12

8. Diketahui Publik

Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.

Bastian (2001: 82) menyatakan bahwa proses penyusunan anggaran harus

dapat menjamin pelaksanaan fungsi anggaran : alokasi, stabilisasi dan distribusi.

1. Alokasi anggaran dapat dikatakan efektif apabila menyeimbangkan berbagai

permintaan di dalam pemerintahan, baik organisasi sektor swasta dan sektor

publik dan strategi pencapaian tujuan (visi) yang telah ditetapkan. Sehingga

bobot pengukuran prestasi pengukuran anggaran akan dikatakan dengan

bobot pendapatan dan pengeluaran, formulasi kebijakan program dan

kapasitas pendanaan yang telah dijamin tersedia.

2. Stabilisasi anggaran didasari akurasi perhitungan dampak pelaksanaan, baik

di sisi program dan ekonomi. Poin stabilisasi ini terdiri dari akun-akun

laporan keuangan, peramalan/asumsi ekonomi dan koordinasi moneter. Ini

berarti anggaran sebenarnya tidak mentoleransi ketidakakurasian asumsi,

teknik maupun survey.

3. Distribusi anggaran selalu dikaitkan dengan agen-agen pengeluaran publik

dan terlaksananya pelayanan publik yang lebih baik.

Belanja Daerah

Pendapatan daerah yang diperoleh baik dari pendapatan asli daerah maupun

dan perimbangan tentunya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai

belanja daerah (Sasana, 2011). Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui

Page 28: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

13

sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri

dari urusan wajib dan pilihan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

Belanja daerah berdasarkan pada Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah dikelompokkan ke dalam belanja langsung dan

belanja tidak langsung. Belanja langsung merupakan belanja yang memiliki

keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja

pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal, sedangkan belanja tidak

langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung

dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja

bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan

belanja tidak terduga.

Belanja daerah pada dasarnya merupakan fungsi dari penerimaan daerah

(Adi, 2009). Belanja merupakan variabel terikat yang besarannya bergantung pada

sumber-sumber pembiayaan daerah, baik yang berasal dari penerimaan daerah

sendiri maupun dari transfer pemerintah pusat.

Bantuan Sosial

Menurut Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian

Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah, bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang

Page 29: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

14

dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat

yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk

melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Menurut Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah, belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian

bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang

kepada kelompok/anggota masyarakat dan partai politik.

Menurut Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (Bultek SAP)

Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial, bantuan sosial adalah

transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada

masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Transfer

uang atau barang memiliki ketentuan sebagai berikut :

Belanja bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat

dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya bantuan untuk

lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.

Belanja bantuan sosial bersifat sementara atau berkelanjutan.

Belanja bantuan sosial ditujukan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi

sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial,

penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana.

Belanja bantuan sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan,

kualitas, kelangsungan hidup dan memulihkan fungsi sosial dalam rangka

mencapai kemandirian sehingga terlepas dari risiko sosial.

Page 30: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

15

Belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk bantuan langsung,

penyediaan aksesibilitas dan/atau penguatan kelembagaan.

Tujuan penggunaan dana belanja bantuan sosial yang diatur dalam Bultek

SAP Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial hanya dapat dilakukan

untuk kegiatan yang bertujuan untuk :

Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan

kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

Perlindungan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko

dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok

dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai

dengan kebutuhan dasar minimal.

Pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan

warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga

mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh

rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program dan kegiatan

yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat

yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak

dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.

Page 31: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

16

Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi

penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,

kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.

Pemberian bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah haruslah selektif,

yaitu hanya diberikan kepada calon penerima yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan dalam pengertian belanja bantuan sosial yaitu melindungi dari

kemungkinan risiko sosial. Bantuan sosial yang diberikan oleh Pemerintah Daerah

dilakukan secara tidak terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan

peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan

daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Bantuan sosial yang

diberikan secara tidak terus-menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian

bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.

Khusus kepada partai politik, bantuan diberikan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dianggarkan dalam bantuan sosial.

Penerima bantuan sosial juga diatur dalam Bultek SAP Nomor 10 tentang

Akuntansi Belanja Bantuan Sosial, yaitu terkait persyaratan penerima bantuan

sosial. Penerima belanja bantuan sosial adalah seseorang, keluarga, kelompok,

dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat

dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam agar dapat

memenuhi kebutuhan hidup minimum, termasuk di dalamnya bantuan untuk

lembaga non pemerintah bidang pendidikan, keagamaan dan bidang lain yang

berperan untuk melindungi individu, kelompok dan/atau masyarakat dari

kemungkinan terjadinya risiko sosial.

Page 32: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

17

Kerangka Pemikiran

Dalam pengelolaan keuangan daerah yang dituangkan dalam APBD,

terdapat dua jenis belanja daerah yaitu belanja langsung dan belanja tidak

langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki

keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja

tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan

sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Dalam pos

belanja tidak langsung, salah satunya adalah belanja bantuan sosial yang ditujukan

untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Menurut Bultek SAP

Nomor 10 mengenai Akuntansi Belanja Bantuan Sosial, menyebutkan bahwa

risiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat mempengaruhi

kesejahteraan rumah tangga (masyarakat) yang disebabkan oleh pembebanan

tambahan permintaan atas sumber daya. Pengertian lain yang dikutip dari Social

Risk Management: The World Bank’s Approach to Social Protection in a

Globalizing World, risiko sosial terkait dengan kerentanan yaitu kemungkinan

kejadian atau peristiwa yang membuat rumah tangga (masyarakat) yang saat ini

tidak termasuk miskin akan jatuh di bawah garis kemiskinan atau jika saat ini

berada di bawah garis kemiskinan, akan tetap berada di bawah garis kemiskinan

atau semakin jauh terperosok di bawah garis kemiskinan.

Salah satu tujuan penggunaan dana bantuan sosial yang sebagaimana telah

diatur oleh Bultek SAP Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial

adalah untuk penanggulangan kemiskinan dimana merupakan kebijakan, program,

dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau

Page 33: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

18

masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan

tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. Sehingga secara

teoritis, daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi juga akan mendapatkan

dana bantuan sosial yang tinggi pula selaras dengan tujuan pelaksanaan dana

bantuan sosial.

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dipaparkan, maka

peneliti dapat menyusun hipotesis bahwa besarnya dana bantuan sosial yang

diberikan oleh pemerintah berkaitan dengan besarnya angka kemiskinan.

Page 34: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

19

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Menurut

Indriantoro dan Supomo (2002), penelitian deskriptif merupakan penelitian

terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan

penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus di Kabupaten

Semarang. Kabupaten Semarang dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan

kemudahan akses peneliti dalam memperoleh data yang digunakan dalam

penelitian. Selain itu, Kabupaten Semarang dipilih karena di Kabupaten Semarang

masih terdapat isu tentang kemiskinan, walaupun angka kemiskinan di Kabupaten

Semarang relatif rendah dibandingkan daerah lain, namun jumlah penduduk

miskin di Kabupaten Semarang masih tinggi.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder yaitu data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah

(DPPKAD) Kabupaten Semarang dalam bentuk dokumentasi. Data sekunder

tersebut meliputi data anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012-2013 dan angka

kemiskinan di Kabupaten Semarang tahun 2011-2012.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, yaitu

pengumpulan data baku yang diperoleh pada BAPPEDA dan DPPKAD

Kabupaten Semarang.

Page 35: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

20

Analisis deskriptif dilakukan terhadap variabel penelitian yaitu anggaran

belanja bantuan sosial dan angka kemiskinan. Analisis deskriptif digunakan untuk

menggambarkan fenomena atau karateristik dari data yang telah dikumpulkan.

Selain itu, berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, penelitian ini

menggunakan analisis korelasi. Analisis korelasi yaitu analisis yang membahas

mengenai derajat hubungan antara variabel-variabel penelitian. Metode penelitian

analisis korelasi dipilih karena dalam penelitian ini akan melihat hubungan antara

variabel-variabel yang akan diteliti. Dalam hal ini akan melihat anggaran belanja

bantuan sosial pemerintah Kabupaten Semarang selama tahun 2012-2013

dikaitkan dengan angka kemiskinan Kabupaten Semarang tahun 2011-2012.

Selanjutnya, untuk kebutuhan analisis dalam penelitian ini digunakan data

anggaran belanja bantuan sosial dan angka kemiskinan setiap kecamatan yang ada

di Kabupaten Semarang.

Penelitian ini menggunakan analisis perbandingan angka kemiskinan tahun

2011-2012 dan anggaran belanja bantuan sosial selama 2 (dua) periode, yaitu

tahun 2012-2013 dan juga analisis korelasi untuk melihat kaitan antara angka

kemiskinan dengan belanja bantuan sosial. Langkah-langkah analisis adalah

sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi angka kemiskinan tahun 2011-2012 yang ditunjukkan

dengan presentase kemiskinan yang didasarkan pada jumlah penduduk

miskin di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang tahun 2011

berdasarkan data anggota rumah tangga miskin hasil PPLS tahun 2011.

Page 36: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

21

2. Mengidentifikasi anggaran belanja bantuan sosial yang ditunjukkan dengan

presentase anggaran belanja bantuan sosial di setiap kecamatan yang ada di

Kabupaten Semarang selama tahun 2012 sampai dengan tahun 2013.

3. Melakukan ranking kecamatan yang memiliki presentase kemiskinan yang

paling tinggi sampai dengan kecamatan yang memiliki presentase

kemiskinan paling rendah di Kabupaten Semarang tahun 2011 dan 2012.

4. Melakukan rangking kecamatan yang memiliki presentase anggaran belanja

bantuan sosial yang paling tinggi sampai dengan kecamatan yang memiliki

presentase anggaran belanja bantuan sosial paling rendah di Kabupaten

Semarang tahun 2012 dan 2013.

5. Membandingkan kecamatan dengan presentase kemiskinan paling tinggi

dengan presentase anggaran belanja bantuan sosial yang paling tinggi

sampai dengan yang paling rendah di Kabupaten Semarang.

6. Mengidentifikasi adanya hubungan anggaran belanja bantuan sosial dengan

angka kemiskinan melalui uji korelasi. Uji korelasi yang dilakukan

menggunakan presentase anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012-2013

dan presentase angka kemiskinan tahun 2011-2012 di Kabupaten Semarang

dengan tujuan untuk mengurangi bias data. Data diolah dengan aplikasi

SPSS versi 20. Tingkat keyakinan ditetapkan sebesar 95%.

Untuk menghitung presentase anggaran belanja bantuan sosial, digunakan

rumus sebagai berikut :

Page 37: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

22

Sedangkan untuk menghitung presentase angka kemiskinan digunakan

rumus sebagai berikut :

Page 38: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

23

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk

miskin di 19 Kecamatan di Kabupaten Semarang tahun 2011 dan anggaran

belanja bantuan sosial di 19 Kecamatan di Kabupaten Semarang tahun 2012-2013.

Untuk mengetahui kondisi kemiskinan di Kabupaten Semarang digunakan 2 (dua)

pendekatan pendataan, yaitu melalui data Persentase Penduduk Miskin dan

Jumlah Rumah Tangga Miskin, dengan kriteria yang berbeda.

1. Data Presentase Penduduk Miskin

Persentase penduduk miskin dihitung berdasarkan pada hasil Susenas

tahun 2011, dimana angka yang diperoleh adalah angka makro. Penentuan

penduduk miskin dihitung berdasarkan pemenuhan kebutuhan pangan yang

setara dengan pemenuhan 2100 kkal perkapita per hari. Berdasarkan kriteria

tersebut, selama kurun waktu tahun 2010-2011 terjadi penurunan angka dari

10,50% menjadi 10,30% dan pada tahun 2012 juga terjadi penurunan angka

menjadi 9,40%.

Tabel 1 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Semarang

Tahun 2008-2012

NO TINGKAT 2008 2009 2010 2011 2012

1 Nasional (%) 15,42 14,15 13,33 12,49 11,66

2 Provinsi Jawa Tengah (%) 19,23 17,72 16,56 15,76 14,98

3 Kabupaten Semarang (%) 11,37 10,66 10,50 10,30 9,40

Sumber : BPS Kabupaten Semarang

Page 39: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

24

2. Jumlah Rumah Tangga Miskin

Jumlah Rumah Tangga Miskin Kabupaten Semarang didasarkan pada

data PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) Tahun 2011, dengan

kriteria sebagai berikut (Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten

Semarang, 2014) :

1. Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati masih sewa

atau bukan milik sendiri.

2. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.

3. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/ kayu

murahan.

4. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu

berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

5. Jenis atap tempat tinggal terbuat dari ijuk/rumbia/seng dan kondisi atap

berkualitas jelek/rendah.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/

sungai/air hujan.

7. Cara memperoleh air minum yang masih mengambil dari sumur/ mata

air tidak terlindung/sungai/air hujan.

8. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

9. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/

minyak tanah.

10. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain.

Page 40: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

25

11. Tempat pembuangan akhir tinja yang masih menggunakan sungai/

danau/laut/lubang tanah/kebun.

12. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.

500.000,00 seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal

motor atau barang modal lainnya.

13. Menjadi peserta program beras untuk orang miskin (Raskin).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Jumlah Rumah Tangga Miskin

pada hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial Kabupaten Semarang Tahun

2011 sebagai acuan dalam menghitung angka kemiskinan tahun 2011 dan 2012.

Berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial angka kemiskinan

yang ada di setiap Kecamatan di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada tabel 2.

Dari 19 kecamatan yang ada, 6 (enam) kecamatan memiliki angka kemiskinan

dibawah 20% dari jumlah penduduknya baik pada tahun 2011 maupun tahun

2012, yaitu Kecamatan Ambarawa (12,4% dan 12,3%), Kecamatan Bawen

(19,3% dan 19%), Kecamatan Bergas (13,6% dan 13,5%), Kecamatan Ungaran

Barat (7,8% dan 7,7%), Kecamatan Ungaran Timur (14,5%) dan Kecamatan

Bandungan (16,9% dan 16,7%). 13 Kecamatan lainnya memiliki jumlah

penduduk miskin lebih besar dari 20% dari jumlah penduduknya. Bahkan, pada

tabel 2 dapat dilihat pula terdapat kecamatan yang memiliki angka kemiskinan

yang tinggi, yaitu Kecamatan Bancak dengan 43,2% pada tahun 2011 dan 43%

pada tahun 2012. Hampir setengah dari jumlah penduduk yang ada di Kecamatan

Bancak mengalami risiko sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih

Page 41: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

26

tingginya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Semarang dan masih terdapat

masalah kemiskinan yang harus ditangani serius oleh pemerintah daerah

Kabupaten Semarang.

Dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2012

Kabupaten Semarang, telah disebutkan bahwa belanja bantuan sosial pada APBD

tahun anggaran 2012 dialokasikan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan

sosial dan ekonomi masyarakat. Belanja bantuan sosial yang merupakan salah

satu pos belanja tidak langsung digunakan Pemerintah Kabupaten Semarang

sebagai bantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada individu/sekelompok

masyarakat dengan tujuan mengurangi terjadinya risiko sosial. Di dalam pos

belanja bantuan sosial di Kabupaten Semarang dibagi ke dalam 4 (empat)

kelompok, yaitu Belanja Bantuan Sosial kepada Organisasi Sosial

Kemasyarakatan, Belanja Bantuan Sosial kepada Kelompok Masyarakat, Belanja

Bantuan Sosial kepada Anggota Masyarakat dan Belanja Bantuan Sosial kepada

Partai Politik.

Dari beberapa klasifikasi peruntukan Belanja Bantuan Sosial peneliti

menggunakan data Belanja Bantuan Sosial kepada Organisasi Sosial

Kemasyarakatan di Bidang Sosial Tenaga Kerja yaitu Bantuan Sarana dan

Prasarana Air Bersih Pedesaan, di Bidang Pemberdayaan Masyarakat yaitu Dana

Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) PNPM Mandiri dan Belanja Bantuan

Sosial kepada Anggota Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Masyarakat yaitu

Bantuan Pemugaran Rumah Tidak Layak Huni.

Page 42: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

27

Bantuan Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) PNPM Mandiri

kepada 204 Desa yang bertujuan penanggulangan kemiskinan melalui PNPM

mandiri Perdesaan, peningkatan perekonomian masyarakat dan infrastuktur

perdesaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan Pemugaran Rumah

untuk RTM atau rumah tangga miskin sebanyak 478 kepala keluarga. sebagai

upaya pemenuhan kebutuhan dasar perumahan yang layak huni bagi Rumah

Tangga Miskin (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Semarang,

2012).

Anggaran belanja bantuan sosial Kabupaten Semarang di 19 Kecamatan

pada tahun 2012 adalah Rp4.810.500.000,00 sedangkan pada tahun 2013 adalah

Rp5.445.000.000,00. Dapat dilihat selama tahun 2012-2013 Belanja Bantuan

Sosial yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Semarang naik sebesar

Rp634.500.000,00 atau sebesar 13%.

Kemiskinan dan Belanja Bantuan Sosial

Secara teoritis, semakin tinggi angka kemiskinan di suatu daerah maka

semakin besar belanja bantuan sosial yang dianggarkan oleh pemerintah daerah,

begitu pula sebaliknya, semakin rendah angka kemiskinan di suatu daerah maka

belanja bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah juga kecil. Oleh karena itu,

perlu dilakukan ranking terkait besarnya jumlah penduduk miskin di setiap

Kecamatan di Kabupaten Semarang pada tahun 2011 dengan jumlah anggaran

belanja bantuan sosial di setiap Kecamatan di Kabupaten Semarang pada tahun

2012 dan 2013.

Page 43: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

28

Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki presentase

kemiskinan tertinggi di Kabupaten Semarang tahun 2011 dan 2012 adalah

Kecamatan Bancak (43,18% dan 43,01%), sedangkan daerah yang memiliki

presentase kemiskinan terendah adalah Kecamatan Ungaran Barat, yaitu 7,77%

pada tahun 2011 dan 7,70% pada tahun 2012.

Dari tabel 4, dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki presentase anggaran

belanja bantuan sosial tahun 2012 paling besar adalah Kecamatan Bawen (7,72%),

sedangkan daerah yang memiliki presentase anggaran belanja bantuan sosial

paling kecil adalah Kecamatan Jambu, yaitu 3,15%.

Dari tabel 5, dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki presentase anggaran

belanja bantuan sosial tahun 2013 paling besar adalah Kecamatan Banyubiru

(7,85%), sedangkan daerah yang memiliki anggaran belanja bantuan sosial paling

kecil adalah Kecamatan Ambarawa (3,03%).

Dari data yang telah diranking, presentase kemiskinan dikaitkan dengan

presentase anggaran belanja bantuan sosial dengan metode perbandingan.

Berdasarkan tabel 6, ditemukan bahwa besarnya presentase kemiskinan tahun

2011 tidak berkaitan dengan presentase anggaran belanja bantuan sosial pada

tahun 2012. Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa Kecamatan Bancak yang

memiliki presentase kemiskinan tahun 2011 tertinggi yaitu sebesar 43,18%

seharusnya mendapatkan alokasi belanja bantuan yang besar, namun pada ranking

presentase anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012, Kecamatan Bancak berada

pada peringkat ke-12, yaitu 4,66% saja. Sedangkan pada Kecamatan Ungaran

Barat yang memiliki presentase kemiskinan paling rendah (7,77%), mendapatkan

Page 44: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

29

alokasi belanja bantuan sosial yang cukup tinggi, terlihat dari ranking presentase

anggaran belanja bantuan sosial yang berada pada peringkat 2, setelah Kecamatan

Bawen, yaitu sebesar 7,62%. Selanjutnya untuk Kecamatan Bawen yang memiliki

presentase anggaran belanja bantuan sosial tertinggi (7,72%), ternyata memiliki

presentase kemiskinan yang lebih rendah dari Kecamatan Bancak, yaitu 19,33%

dan Kecamatan Jambu yang memiliki ranking presentase anggaran belanja

bantuan sosial terkecil (3,15%), memiliki presentase kemiskinan pada peringkat

ke-13, yaitu sebesar 22,73%. Berbeda dengan Kecamatan Banyubiru yang berada

pada peringkat ke-3 presentase anggaran belanja bantuan sosial (6,81%), ternyata

presentase kemiskinan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Kecamatan

Bancak, yaitu 27,46% atau pada peringkat ke-10 dan untuk Kecamatan Pabelan

dengan presentase kemiskinan yang cukup besar, yaitu 38,03% atau pada

peringkat ke-3, namun presentase anggaran belanja bantuan sosial berada pada

peringkat 3 (tiga) terbawah, yaitu hanya 3,68%.

Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2013, hasil perbandingan ranking

presentase anggaran belanja bantuan sosial dan presentase kemiskinan dapat

dilihat pada tabel 7. Kecamatan Bancak yang memiliki presentase kemiskinan

tertinggi (43,01%) memiliki ranking belanja bantuan sosial pada peringkat ke-13

(4,87%), sedangkan Kecamatan Ungaran Barat yang memiliki presentase

kemiskinan terendah, yaitu 7,70%, ternyata memiliki presentase anggaran belanja

bantuan sosial yang cukup tinggi yang berada pada peringkat 7 (5,79%). Berbeda

dengan Kecamatan Banyubiru yang memiliki presentase anggaran belanja bantuan

sosial tertinggi, yaitu 7,85%, namun presentase kemiskinan jauh di bawah

Page 45: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

30

Kecamatan Bancak atau pada peringkat ke-10 (27,35%). Kecamatan Ambarawa

yang memiliki presentase anggaran belanja bantuan sosial terendah (3,03%)

memiliki presentase kemiskinan pada peringkat 2 terendah atau sebesar 12,32%).

Selanjutnya untuk Kecamatan Tuntang yang memiliki presentase anggaran

belanja bantuan sosial yang tinggi, yaitu berada pada peringkat ke-2 (7,76%),

ternyata presentase kemiskinan berada pada peringkat ke-12 (24,88%), jauh di

bawah Kecamatan Bancak dan Pabelan.

Sesuai dengan fungsi alokasi dalam anggaran, seharusnya daerah yang

memiliki presentase kemiskinan yang tinggi mendapatkan alokasi presentase

anggaran belanja bantuan sosial yang besar dari pemerintah. Begitu pula

sebaliknya, daerah yang memiliki presentase kemiskinan yang rendah,

mendapatkan presentase anggaran belanja bantuan sosial yang kecil, sehingga

alokasi setiap sumber daya yang dimiliki daerah dapat terlaksana secara efektif,

efisien dan tujuan penyelenggaran daerah tercapai. Namun, hal tersebut tidak

dapat dibuktikan dari hasil ranking yang telah dilakukan menggunakan data

presentase kemiskinan dan presentase anggaran belanja bantuan sosial. Untuk itu,

perlu dilakukan uji korelasi untuk melihat apakah besarnya belanja bantuan sosial

berkaitan dengan angka kemiskinan di suatu daerah.

Namun sebelum melakukan Uji Korelasi, perlu dilakukan Uji Normalitas

untuk mengetahui data terdistribusi dengan normal atau tidak normal.

Berdasarkan data yang telah diolah, berikut adalah hasil dari uji normalitas dan uji

korelasi :

Page 46: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

31

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data terdistribusi secara

normal. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan alat uji

Kolmogorov Smirnov. Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan

probability value yang diperoleh dengan pedoman pengambilan keputusan bahwa

: jika probability value > 0,05 maka data terdistribusi normal dan jika nilai

probability value < 0,05 maka data terdistribusi tidak normal.

Uji normalitas dilakukan terhadap 4 (empat) variabel penelitian, yaitu

presentase kemiskinan tahun 2011, presentase kemiskinan tahun 2012, presentase

anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012 dan presentase anggaran belanja

bantuan sosial tahun 2013. Berikut adalah hasil yang diperoleh dari uji normalitas

menggunakan SPSS :

Tabel 8 Uji Normalitas

Variabel yang Diuji Signifikansi Distribusi

1. Kemiskinan 2011 0,200 Normal

2. Kemiskinan 2012 0,200 Normal

3. Bansos 2012 0,200 Normal

4. Bansos 2013 0,200 Normal

Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2014

Dari uji normalitas pada tabel 8, ditemukan bahwa data presentase

kemiskinan tahun 2011 dan 2012 berdistribusi normal dan data presentase

anggaran bantuan sosial tahun 2012 dan 2013 berdistribusi normal, sehingga

untuk uji korelasi menggunakan uji parametrik, yaitu uji Pearson.

Page 47: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

32

Uji Korelasi

Dalam uji korelasi, penulis menggunakan uji korelasi parametrik (Pearson)

dengan 4 (empat) variabel yang memenuhi kriteria uji normalitas. Jika hasil uji

korelasi Pearson memiliki nilai Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha (0,05),

dengan demikian Ha tidak didukung oleh bukti empiris sehingga Ho tidak dapat

ditolak, yang artinya presentase kemiskinan tidak berkaitan dengan presentase

anggaran belanja bantuan sosial. Sedangkan apabila nilai Sig. (2-tailed) lebih kecil

dari alpha (0,05), dengan demikian Ha didukung oleh bukti empiris dan Ho

ditolak, yang artinya presentase kemiskinan berkaitan dengan presentase anggaran

belanja bantuan sosial. Berikut adalah hasil uji korelasi dengan menggunakan

SPSS :

Tabel 9 Uji Korelasi

Variabel yang dikaitkan Jenis

Korelasi

Korelasi/Tidak

berkorelasi

Kemiskinan 2011 dan Anggaran bansos 2012 Parametrik Tidak berkorelasi

Kemiskinan 2012 dan Anggaran bansos 2013 Parametrik Tidak berkorelasi

Sumber : Data sekunder yang telah diolah 2014

Dari hasil uji korelasi, diperoleh hasil pada tabel 9 bahwa pada tahun 2012,

berdasarkan uji korelasi yang telah dilakukan, penelitian ini tidak dapat menolak

Ho atau dengan kata lain presentase kemiskinan tidak berkaitan dengan presentase

anggaran belanja bantuan sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji korelasi

yang telah dilakukan. Berdasarkan nilai Sig. (2-tailed) untuk korelasi presentase

kemiskinan tahun 2011 dengan presentase anggaran belanja bantuan sosial tahun

2012 yaitu 0,385 lebih dari 0,05.

Page 48: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

33

Sedangkan pada tahun 2013, berdasarkan nilai Sig. (2-tailed) untuk korelasi

presentase kemiskinan tahun 2012 dengan presentase anggaran belanja bantuan

sosial tahun 2013 yaitu 0,764. Nilai signifikansi ini jauh lebih besar jika

dibandingkan dengan nilai alpha yaitu 0,05 sehingga berdasarkan uji korelasi

yang telah dilakukan, penelitian ini tidak dapat menolak Ho atau dengan kata lain

presentase kemiskinan tidak berkaitan dengan presentase anggaran belanja

bantuan sosial.

Pembahasan

Belanja bantuan sosial adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang,

atau jasa yang diberikan oleh pemerintah pusat/daerah kepada masyarakat guna

melindungi masyarakat dari risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan

kesejahteraan rakyat. Risiko sosial adalah peristiwa yang dapat menimbulkan

kerentanan sosial yang ditanggung individu, keluarga, kelompok dan/atau

masyarakat sebagai dampak krisis sosial, ekonomi, politik dan bencana alam. Jika

tidak diberikan bantuan sosial, dikhawatirkan akan semakin terpuruk dan tidak

dapat hidup dalam kondisi wajar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis menemukan bahwa angka

kemiskinan yang tinggi tidak berkaitan dengan anggaran belanja bantuan sosial

yang tinggi. Ditemukan pula bahwa anggaran belanja bantuan sosial yang besar

justru diberikan kepada daerah yang memiliki angka kemiskinan yang rendah.

Seharusnya sesuai dengan tujuan utama belanja bantuan sosial yaitu melindungi

dari terjadinya risiko sosial, alokasi anggaran belanja bantuan sosial dikaitkan

Page 49: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

34

dengan angka kemiskinan disetiap daerahnya. Begitu pula sebaliknya,

berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa daerah yang memiliki angka

kemiskinan yang tinggi justru mendapat anggaran belanja bantuan sosial yang

lebih rendah jika dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki angka

kemiskinan lebih rendah.

Hasil yang diperoleh dari uji korelasi yang mengaitkan antara presentase

kemiskinan (tahun t) dengan presentase anggaran belanja bantuan sosial (tahun

t+1) terbukti bahwa angka kemiskinan di setiap Kecamatan di Kabupaten

Semarang tidak berkaitan dengan besarnya belanja bantuan sosial yang dilakukan

oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang. Sesuai dengan tujuan

penganggaran belanja bantuan sosial yaitu melindungi dari terjadinya risiko sosial

dan menganggulangi kemiskinan, secara teoritis angka kemiskinan (tahun t)

berkaitan dengan anggaran belanja bantuan sosial yang dianggarkan pemerintah

(tahun t+1). Namun, hasil penelitian ini justru menemukan bahwa besarnya angka

kemiskinan dan besarnya anggaran belanja bantuan sosial tidak berkaitan.

Hal tersebut memungkinan adanya faktor lain Pemerintah Daerah dalam

menganggarkan belanja bantuan sosial di setiap tahunnya, bukan hanya dari

besarnya angka kemiskinan yang dimiliki oleh suatu daerah. Dalam PSAP Nomor

02 disebutkan bahwa belanja bantuan sosial merujuk pada jenis belanja, maka

pemberian bantuan sosial tidak dapat hanya dikaitkan dengan fungsi perlindungan

sosial. Dengan kata lain tidak semua pengeluaran dalam fungsi perlindungan

sosial merupakan belanja bantuan sosial. Belanja bantuan sosial dapat dikeluarkan

Page 50: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

35

oleh unit lain yang tidak memiliki fungsi perlindungan sosial (Buletin Teknis

Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 ).

Selain hal tersebut, terdapat kemungkinan anggaran belanja bantuan sosial

digunakan untuk kepentingan politik, dalam hal ini ketika terjadi Pemilukada

(Pemilihan Umum Kepala Daerah). Dalam website Muhammadiyah menyebutkan

bahwa dana bantuan sosial masih sering salah sasaran, ketidakjelasan identitas

penerima, lembaga penerima fiktif, alamat penerima yang tidak jelas, bahkan

diindikasikan aliran dana juga mengalir ke lembaga-lembaga yang dipimpin oleh

kolega dan kroni-kroni partai politik, hal tersebut disampaikan ketua Lembaga

Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY,

Arif Jamali Muis.

Besarnya angka kemiskinan di setiap Kecamatan di Kabupaten Semarang

tidak berkaitan dengan besarnya belanja bantuan sosial yang dianggarkan oleh

Pemerintah Kabupaten Semarang walaupun kemiskinan merupakan salah satu

fokus dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Tidak serta merta daerah yang

memiliki angka kemiskinan tinggi, anggaran belanja bantuan sosial juga tinggi,

begitu pula sebaliknya dengan daerah yang memiliki angka kemiskinan rendah

akan mendapat anggaran belanja bantuan sosial yang rendah. Jumlah dana yang

digulirkan untuk penanggulangan kemiskinan dibandingkan jumlah penduduk

miskin masih relatif kecil, sehingga diperlukan upaya keras agar kebutuhan dan

permasalahan penduduk miskin dapat teratasi (Kertati, 2013).

Page 51: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

36

KESIMPULAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kaitan antara angka kemiskinan

dan anggaran belanja bantuan sosial di setiap Kecamatan di Kabupaten Semarang.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa

besarnya angka kemiskinan tidak berkaitan dengan besarnya anggaran belanja

bantuan sosial. Hasil analisis dengan menggunakan ranking dan uji korelasi

menunjukkan bahwa diantara keduanya, yaitu angka kemiskinan dan anggaran

belanja bantuan sosial tidak terdapat kaitan. Lebih rinci temuan pada penelitian ini

adalah :

1. Presentase kemiskinan tahun 2011 tidak berkaitan dengan presentase

anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012.

2. Presentase kemiskinan tahun 2012 tidak berkaitan dengan presentase

anggaran belanja bantuan sosial tahun 2013.

KETERBATASAN

Dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan yang tidak dapat dihindari.

Penelitian ini menemukan bahwa besarnya anggaran belanja bantuan sosial yang

diberikan oleh pemerintah tidak berkaitan dengan angka kemiskinan di suatu

daerah. Namun, dalam penelitian ini tidak dapat menjelaskan mengapa anggaran

belanja bantuan sosial tidak berkaitan dengan angka kemiskinan, seperti

mekanisme penyusunan anggaran belanja bantuan sosial maupun penyaluran

bantuan sosial kepada masyarakat.

Page 52: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

37

SARAN

Untuk penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode penelitian yang

tidak hanya mengamati selama 2 (dua) tahun saja serta dapat memperbesar jumlah

populasi penelitian dengan melakukan penelitian di tingkat desa dan kelurahan.

Page 53: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

38

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Priyo Hari. 2009. Fenomena Ilusi Fiskal dalam Kinerja Anggaran

Pemerintah. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 6, No.1.

Ariana, Hermawati, Suharyono dan Dwi Risma Deviyanti. 2013. Analisis

Pendapatan dan Belanja pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai

Timur. Jurnal Publikasi Ilmiah Universitas Mulawarman, Vol 1, No. 1.

Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 tentang Akuntansi

Belanja Bantuan Sosial.

http://demo.jurnas.com/halaman/11/2014-02-01/285591 diakses pada tanggal 5

Februari 2014.

http://pendidikan776.blogspot.com/2013/06/pengertian-anggaran-sektor-publik-

fungsi-prinsip-jenis-anggaran-sektor-publik.html diakses pada tanggal 15

April 2014.

http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-2996-detail-waspadai-dan-tolak-

korupsi-bermodus-hibah-dan-bantuan sosial.html diakses pada tanggal 5

Februari 2014.

http://www.bappenas.go.id diakses pada tanggal 23 Maret 2014.

Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. BP-FE

Yogyakarta.Yogyakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis.

Penerbit BPFE. Yogyakarta.

Page 54: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

39

Kertati, Indra. 2013. Analisis Kemiskinan Kota Semarang berdasarkan Data

Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Jurnal Riptek Vol. 7,

No. 1, Hal. 27-38.

Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial (World Summit for Social

Development) di Kopenhagen (Maret 1995).

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Semarang Tahun 2012.

Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Andi. Yogyakarta.

Multifiah. 2011. Telaah Kritis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dalam

Tinjauan Konstitusi. Journal of Indonesian Applied Economics.

Peraturan Menteri dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

Keuangan daerah.

Peraturan Menteri dalam Negeri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian

Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah.

Peraturan Menteri dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 Pasal 3 tentang Program Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Semarang Tahun 2012.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Semarang Tahun

2010-2015.

Robert, Holzmann, Lynne Sherburne-Benz, and Emil Tesliuc. 2003. Social Risk

Management: The World Bank’s Approach to Social Protection in a

Page 55: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

40

Globalizing World. Social Protection Department The World Bank.

Washington D.C.

Sasana, Hadi. 2011. Analisis Determinan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Barat dalam Era Otonomi dan Desentralisasi Fiskal. Jurnal

Bisnis dan Ekonomi. Universitas Diponegoro Semarang.

Sumodiningrat, Gunawan dkk. 2002. Kemiskinan Teori Fakta dan Kebijakan.

Jakarta: Impac.

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Page 56: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

41

Lampiran-lampiran

Lampiran 1 Uji Normalitas Presentase Angka Kemiskinan 2011 dan

Presentase Anggaran Bantuan Sosial 2012

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kemiskinan2011 ,097 19 ,200* ,972 19 ,814

bansos_12 ,114 19 ,200* ,951 19 ,417

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Lampiran 2 Uji Normalitas Presentase Angka Kemiskinan 2012 dan

Presentase Anggaran Bantuan Sosial 2013

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kemiskinan2012 ,098 19 ,200* ,971 19 ,795

bansos_13 ,098 19 ,200* ,961 19 ,593

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Lampiran 3 Uji Korelasi Presentase Angka Kemiskinan 2011 dan Presentase

Anggaran Bantuan Sosial 2012

Correlations

kemiskinan2011 bansos_12

kemiskinan2011

Pearson Correlation 1 -,212

Sig. (2-tailed) ,385

N 19 19

bansos_12

Pearson Correlation -,212 1

Sig. (2-tailed) ,385

N 19 19

Page 57: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

42

Lampiran 4 Uji Korelasi Presentase Angka Kemiskinan 2012 dan Presentase

Anggaran Bantuan Sosial 2013

Correlations

kemiskinan2012 bansos_13

kemiskinan2012

Pearson Correlation 1 ,074

Sig. (2-tailed) ,764

N 19 19

bansos_13

Pearson Correlation ,074 1

Sig. (2-tailed) ,764

N 19 19

Page 58: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

43

Tabel 2 Penduduk Miskin Tahun 2011 dan 2012 Kabupaten Semarang

No Kecamatan

Kemiskinan (jiwa)

Jumlah Penduduk

Tahun 2011

Jumlah Penduduk

Tahun 2012

Anggota Rumah Tangga

Tahun 2011

Angka kemiskinan

2011

Angka kemiskinan

2012

1 Getasan 48587 48748 13947 28,71% 28,61%2 Tengaran 64410 64546 16249 25,23% 25,17%3 Susukan 43203 43319 12785 29,59% 29,51%4 Suruh 59800 60082 22758 38,06% 37,88%5 Pabelan 37325 37531 14195 38,03% 37,82%6 Tuntang 60993 61197 15228 24,97% 24,88%7 Banyubiru 40471 40631 11114 27,46% 27,35%8 Jambu 36962 37186 8401 22,73% 22,59%9 Sumowono 29972 30155 9161 30,57% 30,38%

10 Ambarawa 58481 58767 7242 12,38% 12,32%11 Bawen 54444 55263 10524 19,33% 19,04%12 Bringin 41160 41262 15013 36,47% 36,38%13 Bergas 68942 69570 9393 13,62% 13,50%14 Ungaran Barat 75040 75726 5834 7,77% 7,70%15 Ungaran Timur 69176 69441 10038 14,51% 14,46%16 Pringapus 50416 50724 15724 31,19% 31,00%17 Bancak 19858 19937 8574 43,18% 43,01%18 Kaliwungu 26312 26359 8012 30,45% 30,40%19 Bandungan 53250 53833 8991 16,88% 16,70%

Jumlah 938802 944277 223183 23,77% 23,64%Sumber : BPS Kabupaten Semarang

Tabel 3 Ranking Presentase Penduduk Miskin Tahun 2011 dan 2012

No KecamatanPresentase

Kemiskinan 2011

No KecamatanPresentase

Kemiskinan 2012

1 Bancak 43,18% 1 Bancak 43,01%

2 Suruh 38,06% 2 Suruh 37,88%

3 Pabelan 38,03% 3 Pabelan 37,82%

4 Bringin 36,47% 4 Bringin 36,38%

5 Pringapus 31,19% 5 Pringapus 31,00%

6 Sumowono 30,57% 6 Kaliwungu 30,40%

Page 59: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

44

7 Kaliwungu 30,45% 7 Sumowono 30,38%

8 Susukan 29,59% 8 Susukan 29,51%

9 Getasan 28,71% 9 Getasan 28,61%

10 Banyubiru 27,46% 10 Banyubiru 27,35%

11 Tengaran 25,23% 11 Tengaran 25,17%

12 Tuntang 24,97% 12 Tuntang 24,88%

13 Jambu 22,73% 13 Jambu 22,59%

14 Bawen 19,33% 14 Bawen 19,04%

15 Bandungan 16,88% 15 Bandungan 16,70%

16 Ungaran Timur 14,51% 16 Ungaran Timur 14,46%

17 Bergas 13,62% 17 Bergas 13,50%

18 Ambarawa 12,38% 18 Ambarawa 12,32%

19 Ungaran Barat 7,77% 19 Ungaran Barat 7,70%

Tabel 4 Rangking Presentase Belanja Bantuan Sosial Tahun 2012

No KecamatanPresentase

Bansos 2012

1 Bawen 7,72%2 Ungaran Barat 7,62%3 Banyubiru 6,81%4 Suruh 6,77%5 Getasan 6,55%6 Tuntang 6,44%7 Tengaran 5,69%8 Ungaran Timur 5,53%9 Susukan 5,33%10 Bergas 5,12%11 Pringapus 5,04%12 Bancak 4,66%13 Bringin 4,53%14 Bandungan 4,36%15 Kaliwungu 3,76%16 Pabelan 3,68%17 Ambarawa 3,67%18 Sumowono 3,58%19 Jambu 3,15%

Page 60: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

45

Tabel 5 Ranking Presentase Belanja Bantuan Sosial Tahun 2013

No KecamatanPresentase

Bansos 2013

1 Banyubiru 7,85%2 Tuntang 7,76%3 Suruh 7,21%4 Getasan 6,38%5 Pringapus 6,20%6 Bergas 5,88%7 Ungaran Barat 5,79%8 Susukan 5,74%9 Jambu 5,33%

10 Bawen 5,23%11 Bringin 5,00%12 Ungaran Timur 4,96%13 Bancak 4,87%14 Kaliwungu 4,50%15 Bandungan 4,22%16 Pabelan 3,49%17 Tengaran 3,35%18 Sumowono 3,21%19 Ambarawa 3,03%

Page 61: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

46

Tabel 6

Perbandingan Ranking Presentase Kemiskinan Tahun 2011 dengan

Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun 2012

No KecamatanPresentase

Kemiskinan 2011No Kecamatan

Presentase Bansos 2012

1 Bancak 43,18% 1 Bawen 7,72%2 Suruh 38,06% 2 Ungaran Barat 7,62%3 Pabelan 38,03% 3 Banyubiru 6,81%4 Bringin 36,47% 4 Suruh 6,77%5 Pringapus 31,19% 5 Getasan 6,55%6 Sumowono 30,57% 6 Tuntang 6,44%7 Kaliwungu 30,45% 7 Tengaran 5,69%8 Susukan 29,59% 8 Ungaran Timur 5,53%9 Getasan 28,71% 9 Susukan 5,33%

10 Banyubiru 27,46% 10 Bergas 5,12%11 Tengaran 25,23% 11 Pringapus 5,04%12 Tuntang 24,97% 12 Bancak 4,66%13 Jambu 22,73% 13 Bringin 4,53%14 Bawen 19,33% 14 Bandungan 4,36%15 Bandungan 16,88% 15 Kaliwungu 3,76%16 Ungaran Timur 14,51% 16 Pabelan 3,68%17 Bergas 13,62% 17 Ambarawa 3,67%18 Ambarawa 12,38% 18 Sumowono 3,58%19 Ungaran Barat 7,77% 19 Jambu 3,15%

Page 62: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

47

Tabel 7

Perbandingan Ranking Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2012 dengan

Anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun 2013

No KecamatanPresentase

Kemiskinan 2012No Kecamatan

Presentase Bansos 2013

1 Bancak 43,01% 1 Banyubiru 7,85%2 Suruh 37,88% 2 Tuntang 7,76%3 Pabelan 37,82% 3 Suruh 7,21%4 Bringin 36,38% 4 Getasan 6,38%5 Pringapus 31,00% 5 Pringapus 6,20%6 Kaliwungu 30,40% 6 Bergas 5,88%7 Sumowono 30,38% 7 Ungaran Barat 5,79%8 Susukan 29,51% 8 Susukan 5,74%9 Getasan 28,61% 9 Jambu 5,33%

10 Banyubiru 27,35% 10 Bawen 5,23%11 Tengaran 25,17% 11 Bringin 5,00%12 Tuntang 24,88% 12 Ungaran Timur 4,96%13 Jambu 22,59% 13 Bancak 4,87%14 Bawen 19,04% 14 Kaliwungu 4,50%15 Bandungan 16,70% 15 Bandungan 4,22%16 Ungaran Timur 14,46% 16 Pabelan 3,49%17 Bergas 13,50% 17 Tengaran 3,35%18 Ambarawa 12,32% 18 Sumowono 3,21%19 Ungaran Barat 7,70% 19 Ambarawa 3,03%

Page 63: BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN (STUDI KASUS DI

48

Tabel 10

Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Kabupaten Semarang Tahun

2012-2013

KecamatanBansos 2012

(000)Bansos 2013

(000)

Presentase Bansos 2012

Presentase Bansos 2013

Bawen Rp 371.500 Rp 427.500 0,065 0,064Ungaran Barat Rp 366.500 Rp 422.500 0,057 0,034Banyubiru Rp 327.500 Rp 392.500 0,053 0,057Suruh Rp 325.500 Rp 347.500 0,068 0,072Getasan Rp 315.000 Rp 337.500 0,037 0,035Tuntang Rp 310.000 Rp 320.000 0,064 0,078Tengaran Rp 273.500 Rp 315.000 0,068 0,079Ungaran Timur Rp 266.000 Rp 312.500 0,031 0,053Susukan Rp 256.500 Rp 290.000 0,036 0,032Bergas Rp 246.500 Rp 285.000 0,037 0,030Pringapus Rp 242.500 Rp 272.500 0,077 0,052Bancak Rp 224.000 Rp 270.000 0,045 0,050Bringin Rp 218.000 Rp 265.000 0,051 0,059Bandungan Rp 209.500 Rp 245.000 0,076 0,058Kaliwungu Rp 181.000 Rp 230.000 0,055 0,050Pabelan Rp 177.000 Rp 190.000 0,050 0,062Ambarawa Rp 176.500 Rp 182.500 0,047 0,049Sumowono Rp 172.000 Rp 175.000 0,038 0,045Jambu Rp 151.500 Rp 165.000 0,044 0,042Jumlah Rp 4.810.500 Rp 5.445.000 1 1