bell pf.docx

11
Nama Peserta : dr. Tessa Rulianty Nama Wahana: RUMKIT TK IV BENGKULU Toi! : Bell"s Palsy Tan##al $!asus%: &'(&)(*&+) Nama Pasien : Ny. , No. RM &*- // Tan##al Presentasi: 0uli *&+) Nama Pendamin#: dr. Rianty Temat Presentasi : RUMKIT TK IV BENGKULU 12ye!ti3 Presentasi: Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil 4es!risi:Wanita us ia tahun !atang !engan keluhan "i"ir kanan !irasakan "aal !an te"al sejak # jam $MR$% &ungsi menelan !an penge'apan normal( mata kanan !irasakan sangat perih("erair !an sulit untuk !itutup( mual )*+( munta se'ara statis tepat pa!a wajahnya !an saat mengen!arai ken!araan os sering mengarahkan a' tepat kearah os

Upload: tsrulianty

Post on 03-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

saraf

TRANSCRIPT

Nama Peserta : dr. Tessa Rulianty

Nama Wahana: RUMKIT TK IV BENGKULU

Topik : Bells Palsy

Tanggal (kasus): 07-05-2015

Nama Pasien : Ny. SNo. RM 023988

Tanggal Presentasi: Juli 2015Nama Pendamping: dr. Rianty

Tempat Presentasi : RUMKIT TK IV BENGKULU

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja DewasaLansia Bumil

Deskripsi: Wanita usia 33 tahun datang dengan keluhan bibir kanan dirasakan baal dan tebal sejak 6 jam SMRS. Keluhan mulai dirasakan ketika pasien merasakan sulit untuk minum air setelah pasien bangun dari tidur. Air yang diminumnya seakan-akan tidak masuk ke dalam mulutnya, fungsi menelan dan pengecapan normal, mata kanan dirasakan sangat perih,berair dan sulit untuk ditutup, mual (-), muntah(-), lemah sisi/seluruh tubuh (-), gangguan pada pendengaran (-). Demam, batuk, pilek juga disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sewaktu tidur malam pasien mengarahkan kipas secara statis tepat pada wajahnya dan saat mengendarai kendaraan os sering mengarahkan ac tepat kearah os

Tujuan: mengobati bells palsy pada pasien

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien:Nama: Ny. SNomor Registrasi: 023988

Nama klinik: Rumkit tk IV BengkuluTelp: -Terdaftar sejak: -

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Bells Palsy bibir kanan dirasakan baal dan tebal sejak 6 jam SMRS Air yang diminumnya seakan-akan tidak masuk ke dalam mulutnya, fungsi menelan dan pengecapan normal mual (-), muntah(-) lemah sisi/seluruh tubuh (-) gangguan pada pendengaran (-) Demam, batuk, pilek (-)

2.Riwayat Pengobatan: -

3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya

4. Riwayat keluarga: Pasien adalah ibu dari 2 orang anak. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien

5. Riwayat pekerjaan : Swasta

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN): -

7. Riwayat imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus): tidak tahu

8. Lain-lain: (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM dan TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)Pemeriksaaan Fisik Tekanan darah : 120/80 mmHg Suhu: 36,8 CNadi : 88x/menit Nafas : 19x/menitN.VII: kesan parese N.VII kanan perifer KananKiri

Sikap wajahKesan mencong ke kiri

Angkat alisMenurunBaik

Kerut dahiMenurunBaik

Lagoftalmus+Tidak ada

MenyeringaiKurang baikBaik

Lipatan NasolabialKurang jelas terlihatBaik

Daftar Pustaka: (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK)

1. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Bells palsy. In: Kasper DL, editor. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 2372-931.

2. Bells Palsy epidemology. Medscape. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1146903-epidemiology#showall. Di akses pada 13 Juni 2015.2.

Hasil Pembelajaran:

1. Diagnosa Bells Palsy

2. Penatalaksanaan Bells Palsy

3. Komplikasi Bells Palsy

SUBJEKTIFWanita usia 33 tahun datang dengan keluhan bibir kanan dirasakan baal dan tebal sejak 6 jam SMRS. Keluhan mulai dirasakan ketika pasien merasakan sulit untuk minum air setelah pasien bangun dari tidur. Air yang diminumnya seakan-akan tidak masuk ke dalam mulutnya, fungsi menelan dan pengecapan normal, mata kanan dirasakan sangat perih,berair dan sulit untuk ditutup, mual (-), muntah(-), lemah sisi/seluruh tubuh (-), gangguan pada pendengaran (-). Demam, batuk, pilek juga disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sewaktu tidur malam pasien mengarahkan kipas secara statis tepat pada wajahnya dan saat mengendarai kendaraan os sering mengarahkan ac tepat kearah os

OBJEKTIFKeadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran: ComposmentisTekanan darah: 120/80 mmHgDenyut nadi: 88 kali/menitkualitas nadi: kuat, regulerFrekuensi nafas: 19 kali/menit kualitas nafas: adekuat, regulerSuhu: 36,8 CBerat badan: 57 kgPemeriksaan sistematisKepala: Normocephal Mata: Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), air mata (+), cekung (-) Hidung: Pernapasan cuping hidung (-), discharge (-) Telinga: Discharge (-) Mulut: Mukosa kering (-) Abdomen Inspeksi: Datar Palpasi: Datar, lemas, nyeri tekan (-), turgor baik Perkusi: Timpani Auskultasi: BU (+) normal Hepar: Tidak teraba membesar Lien: Tidak teraba membesar Extremitas: Akral hangat, CRT 2sN.VII: kesan parese N.VII kanan perifer KananKiri

Sikap wajahKesan mencong ke kiri

Angkat alisMenurunBaik

Kerut dahiMenurunBaik

Lagoftalmus+Tidak ada

MenyeringaiKurang baikBaik

Lipatan NasolabialKurang jelas terlihatBaik

ASSESMENTBells Palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non supuratif, non neoplastik, non degenerative primer maupun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bells Palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells Palsy yaitu :1. Teori Iskemik vaskulerNervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.2. Teori infeksi virusVirus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1).3. Teori herediterBells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.4. Teori imunologiDikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.Para ahli menyebutkan bahwa pada bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, sehingga ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut sereblopontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells Palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpe zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada bells palsy akan terjadi di bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagopthalmus, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu. Manifestasi klinik bells palsy khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa : Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmus) Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut bells sign Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipatan nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.

PLANNING1. Penegakan diagnosis Bells PalsySelain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, penegakan diagnosis Bells Palsy juga dapat melalui pemeriksaan penunjang dengan tujuan menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya, yaitu :a. Pemeriksaan LaboratoriumTidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis bells palsyb. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multiple dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells Palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis atau pada telinga, ganglion genikulatum.

2. Penatalaksanaan Bells Palsy Terapi medikamentosa : a. Golongan kortikosteroid kortikosteroid, misalnya Prednison harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu. Dosis 1mg/kg bb /hari atau 60mg p.o diturunkan sec tapp off. b. Vitamin B1, B6 & B12. Dengan dosis tinggi, digunakan untuk pertumbuhan serabut syaraf yang rusak.c. Aciclovir 400mg diberikan 5 kali sehari selama 7 hari Rehabilitasi Medika. Fisioterapi Cara yang sering digunakan yaitu: mengurut (massage) otot wajah selama 5 menit pagi sore atau dengan faradisasi. Gerakan yang dapat dilakukan berupa tersenyum, mengatupkan bibir, mengerutkan hidung, mengerutkan dahi, gunakan ibu jari dan telunjuk untuk menarik sudut mulut secara manual, mengangkat alis secara manual dengan keempat jari menutup mata. Terapi panas Superficial Digunakan untuk menghilangkan pembengkakan pada jaringan. Stimulasi listrik/electrical stimulation merangsang otot yang innervasinya terganggu, dapat dalam bentuk bentuk E -stimuli, dan akupuntur. Terapi operatif : tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.Tindakan operasi umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intra-kranial tindakan operasi dilakukan apabila: tidak terdapat penyambuhan spontan tidak ada bukti bahwa operasi untuk mengurangi saraf wajah efektif, dan mungkin berbahaya. Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total

Pada pasien ini diberikan terapi :1. Non medikamentosa Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan pengobatan yang diberikan. Penderita dianjurkan untuk beristirahat. Menenangkan penderita bahwa penyakit ini bukan stroke dan kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2-8 minggu sampai 2 tahun. Jaga agar mata tidak kering dengan memberi tetes mata buatan (artificial eyedrop) dan hindarkan mata dari angin dan debu (misalnya dengan menggunakan kacamata). Menerangkan pada pasien untuk melakukan latihan wajah di rumah. Dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada daerah wajah yang lumpuh. Dilanjutkan dengan menggerakan otot-otot wajah. Dianjurkan untuk menjalani fisioterapi untuk mengatasi kelumpuhan pada sisi kanan wajah.2. Medikamentosa Methyl prednisolon yang diberikan dengan dosis 3x4 mg Neurodex tab 1x1.

d. Komplikasi Crocodile tear phenomenon Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimal. Lokasi lesi di sekitar kelenjar ganglion genikulatum.

Synknsis Dalam hal ini ini otot-otot dapat digerakan satu per satu atau tersendiri, selalu timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut. Kontraksi plastisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah. Serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.

Hemifacial spasmeTimbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai pada satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat menggenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. komplikasi terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.

Kontraktur Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi lumpuh disbanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.