bencana-makalah

74
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir adalah bencana alam yang terjadi secara alami maupun oleh ulah manusia. Sekarang ini banjir sering terjadi disebabkan ulah manusia yang mulai tidak menghiraukan keseimbangan alam. Mulai dari membuang sampah di sungai, penggundulan hutan oleh manusia, penggalian material pasir dan batu alam secara liar tidak terkendali. Sebagai contoh nyata, adanya hujan yang terjadi secara terus menerus dengan insentisas yang tinggi di daerah Bandung dan sekitarnya telah menyebabkan banjir di sejumlah daerah di Kabupaten Bandung. Banjir tersebut terjadi di sepanjang aliran Sungai Citarum dan telah dimulai sejak hari Kamis 18 Desember 2014. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung telah mengusulkan penerapan status tanggap darurat bencana atas banjir Bandung Selatan pada tanggal 23 Desember 2014 setelah melakukan koordinasi dengan 1

Upload: resa

Post on 27-Sep-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bencana-Banjir

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Banjir adalah bencana alam yang terjadi secara alami maupun oleh ulah manusia. Sekarang ini banjir sering terjadi disebabkan ulah manusia yang mulai tidak menghiraukan keseimbangan alam. Mulai dari membuang sampah di sungai, penggundulan hutan oleh manusia, penggalian material pasir dan batu alam secara liar tidak terkendali.

Sebagai contoh nyata, adanya hujan yang terjadi secara terus menerus dengan insentisas yang tinggi di daerah Bandung dan sekitarnya telah menyebabkan banjir di sejumlah daerah di Kabupaten Bandung. Banjir tersebut terjadi di sepanjang aliran Sungai Citarum dan telah dimulai sejak hari Kamis 18 Desember 2014. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung telah mengusulkan penerapan status tanggap darurat bencana atas banjir Bandung Selatan pada tanggal 23 Desember 2014 setelah melakukan koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya. Tanggap darurat diberlakukan hingga tanggal 29 Desember 2014 dan dapat diperpanjang melihat situasi yang ada di lapangan. Banjir tersebut mengakibatkan 36.000 rumah di 10 kecamatan terendam, dan ketinggian air mulai 50 cm hingga 3,5 meter. Hingga hari keenam korban banjir yang kemarin memilih bertahan kinipun mulai mengungsi sehingga, jumlah pengungsi terus bertambah. Para pengungsi mulai terjangkit penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) dan diare. Mayoritas yang terjangkit adalah anak-anak. Hingga hari inidiketahui 4 orang meninggal dunia karena hanyut dan satu orang meninggal dunia karena sakit.Curah hujan yang tinggi dan terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan adanya banjir apalagi jika hal ini terjadi pada daerah yang sawah atau resapan airnya kurang maka resiko akan terjadinya banjir akan lebih tinggi.

Gambar 1.1 Peta Wilayah Bandung

Bandung dapat dikatakan dataran tinggi, tapi lebih tepatnya adalah cekungan tinggi. Dari gambar diatas, daerah A merupakan daerah dataran tinggi. Air dari dataran tinggi ini mengalir ke bawah ke daerah C. Di bagian bawah juga merupakan dataran tinggi (daerah B). Jadi air dari daerah A dan B, turun ke bawah ke daerah C. Bahkan di daerah C ini bermuara beberapa anak sungai yang lumayan besar. Jadi daerah C memang tempat mengumpulnya air dari sisi atas maupun bawah.Gerakan air sungai adalah ke arah kiri gambar, seharusnya air hujan mencari dataran lebih rendah. Namun karena ada bottle neck atau biasa disebut curug jompong. Karena ada curug jompong maka jika hujan deras, air yang di daerah banjir tidak segera mengalir, karena debit air di curug jompong ini jauh lebih rendah dibanding debit di sungai sebelumnya.Banjir dapat mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan menghambat roda perekonomian juga terganggunya kelancaran transportasi maupun aktivitas masyarakat, antara lain kegiatan belajar-mengajar dan bekerja.1.2. Identifikasi MasalahBanjir adalah suatu kejadian dimana air menggenangi suatu daerah, baik volume air yang sedikit maupun sangat banyak. Bahkan suatu daerah dapat menghilang akibat terjadi banjir. Menurut ahli hidrologi banjir-banjir di Indonesia dibagi menjadi 3 jenis:a. Akibat dari peluapan sungai, biasanya terjadi akibat dari sungai tidak mampu lagi menampung aliran air yang ada disungai itu akibat debit airnya sudah melebihi kapasitas, dan akan meluap keluar dari sungai dan biasanya merupakan daerah dataran banjir. Bila curah hujan tinggi dan sistem DAS dari sungai tersebut rusak, maka luapan airnya akan terjadi di hilir sungai.b. Banjir lokal. Banjir ini merupakan banjir yang terjadi akibat air yang berlebihan di tempat tersebut. Pada saat curah hujan tinggi dilokasi setempat dimana kondisi tanah dilokasi tersebut sulit dalam melakukan penyerapan air, maka kemungkinan terjadinya banjir lokal akan sangat tinggi sekali.c. Banjir akibat pasang surut air laut. Saat air pasang, ketinggian permukaan air laut akan meningkat, otomatis aliran air di bagian muara sungai akan lebih lambat dibandingkan pada saat laut surut. Selain melambat, bila aliran air sungai sudah melebihi kapasitasnya (ditempat yang datar atau cekungan) maka air tersebut akan menyebar ke segala arah dan terjadilah banjir.Berdasarkan pantauan UNESCO (2007) besarnya banjir dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:a. Jumlah air (hujan), luas daerah, dan periode waktu terjadinya hujan.Risiko banjir dapat meningkat apabila hujan tersebut turun dalam periode waktu yang cukup lama. b. Kemampuan tanah untuk menahan air.Hujan yang jatuh di atas tanah dapat diserap dan mengalir di dalam tanah melalui lapisan-lapisan tanah sampai ke kedalaman tertentu di mana tanah akan dipenuhi oleh air tanah (muka air tanah). Selain itu, air hujan juga dapat diserap oleh tumbuhan dan mengembalikannya ke udara dalam bentuk uap air. Proses ini disebut proses transpirasi.Perubahan lingkungan tidak bisa kita pungkiri, dengan semakin meningkatnya populasi manusia telah menyebabkan semakin terdesaknya kondisi lingkungan. Bukan hanya faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tetapi juga disebabkan perubahan penggunaan lahan dan penyempitan drainase (sungai).Banjir yang besar memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.a. Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.b. Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air , dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya.c. Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).d. Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.Berbagai upaya pemerintah yang bersifat struktural, ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Indonesia. Penanggulangan banjir, selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk mengurangi dampak bencana.Selain itu, meskipun kebijakan non fisik --yang umumnya mencakup partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir sudah dibuat, namun belum diimplementasikan secara baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga efektifitasnya dipertanyakan. Kebijakan sektoral, sentralistik, dan top-down tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan global yang menuntut desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder, terutama masyarakat yang terkena bencana. Seberapa jauh masyarakat dapat berpartisipasi dan pada tahapan mana masyarakat dapat berpartisipasi harus menjadi pertimbangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.1.3. Rumusan Masalah1.3.1. Bagaimana analisa situasi dari banjir di Bandung Selatan?

1.3.2. Apa saja yang termasuk dalam resiko bencana, elemen resiko dan vulnerability dalam bencana tersebut?

1.3.3. Apa saja kegiatan mitigasi yang dilakukan dalam banjir?

1.3.4. Bagaimana cara untuk penanggulangan banjir dengan manajemen program penanggulangan bencana?

1.4. Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :1.4.1.Memberi pengetahuan dan wawasan mengenai banjir, faktor penyebab, serta cara penanggulangan banjir.1.4.2.Mengetahui analisa situasi dari banjir di Bandung Selatan.

1.4.3.Mengetahui resiko bencana, elemen resiko dan vulnerability dari banjir di Bandung Selatan.

1.4.4.Mengetahui kegiatan mitigasi banjir.

1.4.2.Mengetahui penanggulangan banjir dari berbagai manajemen program penanggulangan bencana. BAB 2

ANALISIS SITUASISebanyak 7.229 jiwa mengungsi di 23 titik pengungsian di 3 Kecamatan yaitu Baleendah, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang. Pengungsi berasal dari Kecamatan Baleendah sebanyak 523 KK atau 2.298 jiwa, Kecamatan Dayeuhkolot sebanyak 660 KK atau 3.311 jiwa, Kecamatan Bojongsoang sebanyak 367 KK atau 1680 jiwa. Untuk kecamatan lain jumlah pengungsi lebih sedikit karena tidak berada tepat di daerah aliran sungai Citarum, mereka antara lain Kecamatan Kutawaringin sebanyak 29 KK atau 108 jiwa, Kecamatan Ketapang 194 KK atau 555 jiwa dan Cicalengka sebanyak 159 KK atau 657 jiwa. Sepuluh kecamatan terdampak adalah Bojongsoang, Baleendah, Dayeuhkolot, Pameungpeuk, Majalaya, Rancaekek, Ciparay, Banjaran, Ketapang dan Kutawaringin. Dari data yang dihimpun tim Baraya Bandung telah diidentifikasi beberapa titik pengungsian yang menjadi tempat berlindung sementara pengungsi. Di Kecamatan Baleendah terdapat titik pengungsian di Gedung Inkanas (73 KK, 273 Jiwa, 33 Balita, 34 lansia, dan 1 ibu hamil), Shelter Parung Halang (130 KK, 390 jiwa, 22 balita, 4 lansia) serta di GOR Kelurahan (298 KK, 1251 jiwa, 71 balita, 18 lansia, 1 ibu hamil). Untuk Kecamatan Bojongsoang posko pengungsi berada di Gedung Tanggo (367 KK, 1287 jiwa, 94 balita, 17 lansia, 10 ibu hamil) serta di Kecamatan Dayeuh Kolot pada posko GOR Kecamatan (567 KK, 1739 jiwa,24 balita, 1 lansia). Kondisi tersebut semakin lama semakin berat mengingat banjir setinggi kurang lebih 3 meter telah menggenang selama 5 hari.

No.KecamatanJumlah Pengungsi(KK)Jumlah Pengungsi (Jiwa)

1Baleendah523 KK2.298 jiwa

2Dayeuhkolot660 KK3.311 jiwa

3Bojongsoang367 KK1680 jiwa

4Kutawaringin29 KK108 jiwa

5Ketapang194 KK555 jiwa

6Cicalengka159 KK657 jiwa.

Tabel 2.1. Jumlah Pengungsi Setiap Kecamatan

Gambar 2.1. Jumlah Pengungsi Setiap Kecamatan

Gambar 2.1. menunjukkan bahwa Kecamatan Dayeuhkolot merupakan kecamatan dengan pengungsi terbanyak yaitu 3311 jiwa dengan 660 Kartu Keluarga (KK). KecamatanTempatJumlah Pengungsi

KKJiwaBalitaLansiaBumil

Baleendah Gedung Inkanas7327333341

Shelter Parung Halang 1303902240

GOR Kelurahan298125171181

Bojongsoang Gedung Tanggo 3671287941710

Dayeuh KolotGOR Kecamatan56717392410

Tabel 2.2. Jumlah Pengungsi Setiap Tempat Pengungsian di KecamatanTabel 2.2. menunjukkan bahwa jumlah pengungsi terbanyak di Kecamatan Dayeuh Kolot sebanyak 1739 jiwa/567 KK yang berada di GOR Kecamatan. Jumlah balita terbanyak berada di Kecamatan Bojongsoang sebesar 94 orang yang berada di pengungsian Gedung Tanggo, jumlah lansia terbanyak di Kecamatan Baleendah sebesar 34 orang yang berada di Gedung Inkahas, dan jumlah ibu hamil terbanyak berada di kecamatan Bojongsoang sebesar 10 orang di Gedung Tanggo.BAB 3

RESIKO BENCANAResiko bencana adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yg disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Resiko biasanya dihitung secara matematis, merupakan probabilitas dari dampak atau konsekuensi suatu bahaya. Menghitung resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan, dan kapasitas pada wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

R: Resiko bencana

H: Bahaya

V: Kerentanan

C: Kapasitas

Setelah melakukan resiko bencana dilakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebut yang disebut mitigasi. Tindakan mitigasi dilakukan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah (Tim P2MB, 2013)

Selama 6 hari tergenang banjir, di Wilayah Bandung Selatan kurang lebih telah mengalami kerugian sebesar Rp.75 miliar dari semua sektor. Pada kasus bencana banjir di Bandung Selatan, dapat mengakibatkan kerugian antara lain:

a. Timbulnya korban.

b. Kerusakan sarana dan prasarana umum.

c. Kerusakan bangunan.

d. Timbulnya penyakit.

e. Kegiatan ekonomi tidak berjalan.

BAB 4

ELEMEN RESIKO

Elemen resiko adalah segala objek, perseorangan, binatang, aktivitas, dan proses yang dapat terkena efek negatif oleh fenomena-fenomena alam yang berbahaya (hazardous phenomena) baik secara langsung maupun tidak langsung (Van Westen, 2005). Elemen resiko (element at risk) ialah penduduk, bangunan, properti, fasilitas penting, infrastruktur, komponen lingkungan dan sosial yag berpotensi terkena dampakdari suatu kejadian bencana dan kemungkinan kerugian yang timbul akibat suatu kejadian bencana. Elemen resiko jika terjadi banjir di wilayah Bandung Selatan antara lain:a. Masyarakat di Bandung SelatanJika terjadi banjir maka sebagian dari jumlah penduduk Bandung akan terkena dampaknya terutama yang dekat dengan Sungai Citarum. Dimana jumlah penduduk Kota Bandung sebesar 2.483.977 jiwa, terdiri dari laki-laki 1.260.565 jiwa dan perempuan 1.223.412 jiwa. Jumlah Balita sebanyak 333.673 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2013).Banjir di wilayah Bandung Selatan mengakibatkan 7.229 jiwa mengungsi di 23 titik pengungsian. Hingga hari keenam diketahui 4 orang meninggal dunia karena hanyut dan satu orang meninggal duniakarena sakit.b. Kerusakan dan kerugian di sektor perumahan

Banjir tersebut mengakibatkan 36.000 rumah di 10 kecamatan terendam dengan kondisi rusak ringan, dan rusak berat. Kerugiannya antara lain kehilangan surat-surat penting, furniture peralatan dan pakaian.c. Kerusakan dan kerugian sektor infrastrukturInfrastruktur yang rusak antara lain rusaknya jalan akibat banjir, rusaknya balai desa, balai RT/RW.d. Kerusakan dan kerugian sektor ekonomi produktif

Tercatat sejumlah industri, pasar serta Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menderita kerugian akibat terendam banjir. Pada industri, banjir menyebabkan mesin terendam air atau listrik dipadamkan sehingga mesin tidak dapat dijalankan, sedangkan pada PKL atau pasar menyebabkan bahan yang akan dijual tergenang.e. Kerusakan dan kerugian sarana dan prasarana social

Meliputi fasilitas pendidikan misalnya buku-buku yang berada di sekolah, alat/bahan medis dan non medis yang ikut hanyut di puskesmas/Rumah Sakit/klinik. f. Memutuskan jalur transportasi

Dampak umum banjir adalah memutuskan jalur transportasi darat. Akibat genangan air yang tinggi motor, mobil tidak bisa melewati jalan tersebut.g. Mendatangkan masalah kesehatan

Banjir menyebabkan lingkungan menjadi kurang bersih sehingga nyamuk dan bibit kuman penyakit mudah berkembang biak. Selain itu, umumnya makanan dan minuman yang sehat akan susah ditemukan (terjadi kerawanan pangan).

Hingga hari keenam banjir,para pengungsi mulai terjangkit penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), dan diare. Mayoritas yang terjangkit adalah anak-anak. h. Kerugian yang tidak bisa dihitung

Meliputi rasa ketidaknyamanan, kekhawatiran akibat banjir, perubahan sistem sosial karena harus mengungsi, dan menyebabkan korban manusia.

BAB 5

VULNERABILITY

Vulnerability (kerentanan) merupakan sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Faktor-faktor kerentanan antara lain:

a. FisikMeliputi kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman bencana. Banjir yang terjadi di Bandung Selatan terjadi akibat Terdapat bottle neck atau curug jompong. Karena ada curug jompong maka jika hujan deras, air yang di daerah banjir tidak segera mengalir, karena debit air di curug jompong ini jauh lebih rendah dibanding debit di sungai sebelumnya. Tanjakan batu yang berada di sekitar curug juga dapat mengakibatkan aliran air yang mengalir dari berbagai anak sungai kembali ke asal aliran sungai tersebut sehingga dapat menjadi penyebab banjir. b. SosialTermasuk di dalamnya kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat) terhadap ancaman bencana. Faktor sosial yang dapat menyebabkan Bandung Selatan rentan terjadi banjir akibat perilaku buang sampah masyarakat sekitar yang masih membuang sampah di sembarang tempat, dan ada masyarakat di beberapa wilayah Bandung Selatan yang masih membuang sampah di sungai sehingga akan menghalangi air dari hujan yang mengalir. c. EkonomiMerupakan kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya.d. LingkunganMeliputi tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta kerusakan lingkungan yang terjadi. Di Bandung Selatan, rawa/sawah/resapan lainnya telah menjadi pemukiman. Tidak adanya daerah resapan air menyebabkan air hujan akan tergenang terutama di daerah wilayah yang paling rendah.BAB 6PERENCANAAN MITIGASI BENCANA

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No. 21 tahun 2008). Mitigasi dapat pula dikatakan upaya yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana yang dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk mengurangi resiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana baik bencana alam (natural disaster), maupun akibat ulah manusia (man-made disaster). Untuk mendefinisikan rencana atau strategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (Risk Asssesment). Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode sebelum kegiatan bencana yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari perkiraan semula (Tahta, 2010). Tujuan utama (ultimate goal) dari mitigasi bencana adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy cost) dan kerusakan sumber daya alam.

b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe) (Tahta, 2010).

Bentuk mitigasi:

a. Mitigasi struktural Mitigasi struktural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami.Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

Mitigasi struktural meliputi pemilihan lokasi yang tepat untuk bangunan, penilaian gaya yang diakibatkan fenomena alam seperti gempa bumi, badai dan banjir, perencanaan dan analisis bangunan yang disesuaikan dengan gaya fenomena alam, perencanaan bangunan yang sesuai kondisi lokal, material bahan bangunan yang sesuai, dan tidak membangun pada daerah yang rawan longsor, banjir, gempa bumi tsunami dan rawan terhadap letusan gunung api.Berdasarkan banjir di Bandung Selatan, kegiatan mitigasi struktural yang dapat dilakukan antara lain:

a. Bekerja sama dengan pemerintahan terkait untuk melakukan kegiatan untuk mengurangi resiko banjir misalnya dengan memperluas curug dan membuat sumur resapan karena banyaknya pemukiman sedangkan daerah resapan hanya sedikit.b. Melakukan pengerukan sungai Citarum dengan cara mengorek semua lumpur dan kekotoran yang terdapat di sungai. Bila proses ini dilakukan, sungai bukan saja menjadi dalam tetapi mampu mengalirkan jumlah air hujan dengan banyak.

c. Infrastruktur saluran air (drainase) yang harus diperlebar. Saat ini kebanyakan saluran air (parit) semakin menyempit akibat pelebaran jalan. Perumahan-perumahan baru hanya membuat parit kecil sebagai saluran pembuangan air. Apabila parit ini diperlebar, maka akan mempercepat jalan air menuju sungai dan mengurangi genangan air.b. Mitigasi non-struktural (peraturan perundang-undangan, pelatihan, dll.)Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya tersebut di atas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagaia aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.

Kebijakan non struktural meliputi legalisasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.Mitigasi non struktural meliputi peraturan pemerintah tataguna lahan dan tataguna bangunan, insentif memberikan dorongan untuk melakukan mitigasi, pelatihan dan pendidikan, sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat: pengetahuan dan pemahaman bahaya dan kerawanan, partisipasi masyarakat, pemberdayaan institusi, sistem peringatan, dan usaha mitigasi pertanian (Tim P2MB, 2013).Berdasarkan bencana banjir yang ada di Wilayah Bandung Selatan, kegiatan mitigasi non struktural yang dapat dilakukan antara lain:a. Membuat peta rawan bencana banjir yang berguna dalam pengambilan keputusan terutama dalam antisipasi banjir. b. Membangun atau menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi banjir, dan menentukan lokasi pengungsian.c. Memberikan sosialisasi pada masyarakat sekitar untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana karena bermukim di daerah rawan bencana yang meliputi:1) Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan seperti: Makanan kering seperti biskuit, air minum, kotak kecil berisi obat-obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga, fotokopi tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor-nomor telepon penting.2) Menjaga kebersihan saluran air dan limbah misalnya tidak membuang sampah sembarangan dan tidak membuang sampah di sungai.d. Melakukan pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan banjir. e. Pelatihan/Pendidikan Pelatihan yang difokuskan pada tata cara pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana. Tujuan pelatihan lebih ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB, SATLAK PB, dan masyarakat sampai tingkat pegungsian, dan penyelamatan korban banjir. Dengan pelatihan ini akan membentuk kesiapsiagaan yang tinggi. f. Membangun sistem peringatan dini banjir yang bertujuan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan banjir agar persiapan secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah untuk memberikan kesadaran masyarakat dalam menghindarkan diri dari banjir.BAB 7MANAJEMEN PROGRAM PENANGGULANGAN PASCA BENCANA

A. Manajemen Pelayanan Kesehatan1. Rehabilitasi

Rehabilitasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Rehabilitasi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan salah satunya pelayanan kesehatan.Untuk mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana, pemerintah daerah menetapkan prioritas dari kegiatan rehabilitasi akibat bencana. Penetapan prioritas didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana. Kegiatan rehabilitasi merupakan tanggung jawab Pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Dalam menyusun rencana rehabilitasi harus memperhatikan pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya, dan ekonomi.

Penggunaan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah sebagaimana dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh tim antar departemen/ lembaga pemerintah non departemen dengan melibatkan BPBD yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB.

Kegiatan rehabilitasi dimaksud di atas dilaksanakan oleh satuan kerja pemerintah daerah dan instansi/ lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh kepala BPBD (Tim Penulis, 2014).

Pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan masyarakat melalui pemulihan sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

Sedangkan pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali segala bentuk pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti sebelum terjadi bencana yang meliputi SDM Kesehatan, sarana/prasarana kesehatan, dan kepercayaan masyarakat. Indikator capaian pelayanan kesehatan sebagai berikut:KomponenIndikator Capaian

SDM Kesehatan 1. Berfungsinya kembali instansi kesehatan pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan setempat yang dilaksanakan oleh staf lokal seperti saat sebelum bencana.

2. Berfungsinya kembali pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta yang dilakukan oleh staf kesehatan lokal.

3. Penggantian tenaga medis meninggal dunia karena bencana oleh staf setempat, baik lewat pengangkatan baru maupun promosi atau mutasi di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta.

Sarana/prasarana kesehatan1. Pulihnya fungsi koordinatif yang dilakukan oleh dinas kesehatan setempat yang melibatkan semua unsur kesehatan.

2. Tercapainya jumlah minimal alat pelayanan medis dan obat-obatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di wilayah tersebut dan terjamin keberlanjutannya.

3. Terjaminnya keberlanjutan pelayanan kesehatan dengan adanya kepastian pendanaan.

4. Membangun kembali RS, puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan publik yang rusak atau hancur di daerah bencana.

Masyarakat1. Terbentuknya kepercayaan masyarakat untuk kembali menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan public setempat.

2. Tertanganinya korban-korban bencana baik yang luka maupun cacat hingga dapat melakukan aktivitas seperti sediakala.

3. Adanya pemulihan bagi korban-korban yang mengalami cacat tubuh menetap sehingga tidak dapat melakukan aktivitasnya seperti sediakala.

Elemen pelayanan kesehatan antara lain: Puskesmas pembantu, puskesmas, RSU,

Klinik bersalin.Dapat kembali melakukan pelayanan kesehatan pada korban bencana.

Tabel 7.1. Indikator Capaian Pelayanan Kesehatan

(Peraturan BNBP, 2008)

2. RekonstruksiRekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Rekonstruksi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan:

a. pembangunan kembali prasarana dan sarana

b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat

c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat

d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana

e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat

f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya

g. peningkatan fungsi pelayanan publik

h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

Untuk mempercepat pembangunan kembali semua prasarana dan sarana serta kelembagaan pada wilayah pascabencana, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan prioritas dari kegiatan rekonstruksi. Penetapan prioritas dimaksud didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana. Kegiatan rekonstruksi merupakan tanggung jawab pemerintah daerah yang terkena bencana, kecuali prasarana dan sarana yang merupakan tanggung jawab Pemerintah. Indikator pelayanan kesehatan non fisik sebagai berikut:Tabel 7.2. Indikator Pelayanan Kesehatan

Kegiatan rekonstruksi dimaksud dilaksanakan oleh satuan kerja pemerintah daerah dan instansi/ lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh BPBD (Tim Penulis, 2014).Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat dilakukan pasca banjir antara lain:1. Pelayanan Kesehatan

Kegiatannya meliputi :

a. Monitoring evaluasi

1) Melakukan monev pelaksanaan PKK pada masa tanggap darurat

2) Melakukan monev tingkat Kabupaten, Kota, Provinsi dan Pusat

b. Upaya pemulihan dini

Kegiatan pemulihan kondisi kesehatan masyarakat terkena dampak bencana misalnya menyediakan obat-obatan, menyediakan peralatan kesehatan, menyediakan tenaga medis dan paramedik, dan memfungsikan kembali sistem pelayanan kesehatan termasuk sistem rujukan.

c. Upaya pemulihan lanjutan

1) Membantu perawatan lanjut korban bencana yang sakit dan mengalami luka sehingga dapat melakukan aktivitas seprti sedia kala.

2) Melakukan penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan di bidang kesehatan.

3) Melakukan dukungan pengumpulan data untuk provinsi.B. Manajemen Pelayanan Gizi dan PanganKegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagai bagian dari surveilans, untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan (Need Assesment), dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi dalam bentuk pengumpulan data perkembangan status gizi korban bencana sebagai tindak lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh secara terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat (public health response) untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi korban bencan (Pedoman Kegiatan Gizi dalam Penanggulangan Bencana, 2012).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan ransum untuk pengungsi:

1. Karena di pengungsian terdapat Bumil, Lansia dan balita maka perlu ditambahkan kebutuhan pangan khusus seperti , susu, MP-ASI dan Garam beryodium

2. Setiap pembuatan ransum untuk pengungsi dilebihi 10% untuk antisipasi tercecer dan Rusak

Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 8000 jiwa selama 3 hari:Bahan MakananKebutuhan/org/hari(g)Kebutuhan Bahan Makanan untuk 8000 pengungsi Tambahan 10%(kg)Jumlah Kebutuhan (kg)

Per hari (kg)Per 3 hari(kg)

Biskuit 10080024002402640

Mie Instan 320246076807688440

Sereal5040012001201320

Blended food(MP ASI )5040012001201320

Susu balita(1-5 tahun)40 320960961056

Tabel 7.4. Perhitungan Bahan Makanan Mentah untuk 8000 jiwaUntuk keperluan surveilans gizi pengungsi, beberapa hal yang perlu disiapkan adalah :

1. Petugas pelaksana adalah tenaga gizi (Ahli gizi atau tenaga pelaksana gizi) yang sudah mendapat latihan khusus penganggulangan gizi dalam keadaan darurat. Jumlah petugas pelaksana gizi minimal tiga orang tenaga gizi terlatih, agar surveilans dapat dilakukan secepat mungkin. Tenaga pelaksana gizi ini akan bekerja secara tim dengan surveilans penyakit atau tenaga kedaruratan lainnya

2. Alat untuk identifikasi, pengumpulan data dasar, pemantauan dan evaluasi :

a. Formulir untuk registrasi awal dan pengumpulan data dasar dan skrining/penapisan, dan juga formulir untuk pemantauan dan evaluasi secara periodik.

b. Alat ukur antropometri untuk balita dan kelompok umur golongan rawan lainnya. Untuk balita diperlukan timbangan berat badan (dacin/salter) alat ukur panjang badan (portable) dan medline (meteran)

c. Monitoring pertumbuhan untuk balita (KMS).

d. Jika memungkinkan disiapkan komputer yang dilengkakpi dengan sistem aplikasi untu pemantauan setiap individu

3. Melakukan kajian data surveilans gizi dengan mengintegrasikan informasi dari surveilans lainnya (penyakit dan kematian).

Bantuan yang telah banyak diberikan diantaranya berupa bahan makanan. Bantuan mengalir dari berbagai pihak, dari Pemkab bandung sendiri, Dinas Sosial telah menyalurkan 1,2 ton besar, 174 liter minyak goreng dan 3.360 bungkus mie instan. BPBD Kabupaten Bandung telah mendirikan beberapa posko dapur umum lapangan untuk penyediaan makanan siap saji bagi para pengungsi Kebutuhan pangan untuk korban banjir sangat kompleks , sehingga dibutuhkan manajemen Gizi yang tepat. Untuk menjamin pangan pengungsi banjir, ada beberapa standar minimum yang harus dipenuhi:1. Bahan makanan berupa beras 400 gram perorang perhari atau bahan makanan pokok lainya dan bahan lauk pauk.

2. Makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan siap saji sebanyak 2 kali makan dalam sehari.

3. Besarnya bantuan makan setara dengan 2100 kalori/orang/hari, 10-20% dari total energi tersedia dari protein, 17% dari total energi disediakan oleh lemak

4. Asupan mikronutrien dapat diperoleh dari makanan segar.C. Manajemen Kesehatan LingkunganPrioritas yang dilakukan pasca bencana di bidang kesehatan lingkungan agar tidak menimbulkan masalah kesehatan, antara lain:1. Memastikan kecukupan jumlah air minum, fasilitas sanitasi, pembuangan kotoran manusia, pembuangan air limbah dan sampah dan camp pengungsian yang memadai.2. Pemastikan keamanan pangan, pengendalian vektor dan melakukan promosi kebersihan diri (personal hygiene). Dalam hal pengadaan air, hal-hal yang harus diperhatikan:1. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikitdikitnya 15 liter per orang per hari.

Untuk seluruh pengungsi korban banjir diasumsikan jumlah air yang dibutuhkan adalah 120000 liter per harinya. Kebutuhan ini untuk 8000 orang pengungsi yang tersebar di tiga titik pengungsian. 2. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.3. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter4. 1 (satu) kran air untuk 80 100 orang

Dibutuhkan kurang lebih 90 kran air bersih untuk seluruh pengungsi.Dalam hal kualitas air, hal-hal yang harus diperhatikan:Air di sumbersumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risikorisiko besar terhadap kesehatan akibat penyakitpenyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis dari penggunaan jangka pendek. Tolak ukur kunci :

1. Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter

2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah

3. Untuk air yang disalurkan melalui pipapipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,20,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum5. Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahanbahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.

Dalam hal sarana dan prasarana lengkap, hal-hal yang harus diperhatikan:1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 1020 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alatalat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.3. Kamar mandi umum harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jamjam tertentu. Pisahkan petakpetak untuk perempuan dari yang untuk lakilaki.

Sarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.Dalam pembuangan kotoran manusia, hal-hal yang harus diperhatikan:Jumlah Jamban dan Akses

Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam. Tolak Ukur :

1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orangContoh shelter yang berada di Gor Kec. Dayeuh kolot dengan total pengungsi 1739 jamban miniamal yang harus disediakan adalah 85 jamban. 2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban lakilaki dan jamban permpuan)3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.

4. Jamban umum tersedia di tempattempat seperti pasar, titiktitik pembagian sembako, pusat pusat layanan kesehatan dsb.5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurangkurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya6. 1 (satu) Latrin/jaga untuk 610 orangDalam hal pengelolaan limbah padat, hal-hal yang harus diperhatikan:Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat

Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis. Tolak Ukur :

1. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.2. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perbanperban kotor, obatobatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempattempat umum.

3. Dalam batasbatas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.4. Terdapat lubanglubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat tempat khusus untukmembuang sampah di pasarpasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.5. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problemaproblema kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.6. 2 ( dua ) drum sampah untu 80 100 orangTempat/lubang Sampah PadatMasyarakat memiliki cara cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari hari secara nyaman dan efektif. Tolok ukur :

1. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga seharihari tidak dikubur ditempat.Dalam hal pengelolaan limbah cair (pengeringan), hal-hal yang harus diperhatikan:Sistem pengeringan

Masyarakat memiliki lingkungan hidup seharihari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasaranaprasaran medis. Halhal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :

1) Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titiktitik pengambilan/sumber air untuk keperluan seharihari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman2) Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.3) Tempat tinggal, jalan jalan setapak, serta prasana prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air (Tim BNBP, 2001).

D. Manajemen Pemulihan Psikologi

Tahapan dalam merespon bencana dapat menentukan gangguan psikologis yang akan dialami oleh para korban banjir. Beberapa gejala psikologis yang negatif dapat muncul beberapa jam paska banjir. Jika tidak diatasi dan diselesaikan dengan tepat dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi gangguan psikologis yang serius. Menurut Albert Maramis, pakar kesehatan dari WHO, pada setiap kejadian bencana alam, rata-rata penduduk yang mengalami masalah kejiwaan mencapai 50%.

1. Tahap Pemulihan a. Akut Stress Paska Trauma (ASPT)Gejala-gejala dibawah ini adalah normal, sebagai reaksi atas kejadian yang tidak normal (traumatik). Biasanya gejala-gejala ini akan menghilang seiring dengan berjalannya waktu. Gejalanya diantaranya adalah emosi (mudah menangis atau mudah marah, emosinya labil, mati rasa dan kehilangan minat untuk melakukan aktivitas, gelisah, perasaan ketidakefektifan, malu dan putus asa), pikiran (mimpi buruk, mengalami halusinasi ataupun disasosiasi, sulit konsentrasi, menghindari pikiran tentang bencana dan menghindari tempat, gambar, suara mengingatkan penyintas bencana, dan menghindari pembicaraan tentang bencana tersebut), tubuh (sakit kepala, perubahan siklus menstruasi, sakit punggung, sariawan atau sakit maag yang terus menerus sakit kepala, berkeringat dan menggigil, tremor, kelelahan, rambut rontok, perubahan pada siklus haid, hilangnya gairah seksual, perubahan pendengaran atau penglihatan, nyeri otot), perilaku (menarik diri, sulit tidur, putus asa, ketergantungan, perilaku lekat yang berlebihan atau penarikan social, sikap permusuhan, kemarahan, merusak diri sendiri, perilaku impulsif dan mencoba bunuh diri).

b. Post Trauma Stress Disorder (PTSD)Terjadi setelah lebih dari dua bulan gejala ASPT masih ada dapat diduga mengalami PTSD, jika memunjukkan gejala ini selepas 2 bulan dari kejadian bencana. Gejala yang dialami antara lain korban akan merasa mengalami kembali peristiwa traumatik yang mengganggu misalnya melalui mimpi buruk, menghindari pikiran atau perasaan atau percakapan tentang bencana, sangat mudah marah atau kesulitan berkonsentrasi, jantung mudah berdebar-debar, keringat dingin, panik dan nafas terengah-engah saat teringat kejadian, kesulitan konsentrasi dan mudah terkejut.

b. Generalized Anxiety DisorderMeliputi: Kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang berbagai peristiwa ataupun kegiatan (tidak terbatas bencana). Cemas berlebihan saat air tidak mengalir, seseorang tidak muncul tepat waktu

c. Dukacita EkstrimBiasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali respon pertama adalah penyangkalan. Kemudian, mati rasa dan kadang kemarahan.

d. Post Trauma DepresiDepresi berkepanjangan adalah salah satu hal yang paling sering ditemui pada saat terjadi bencana banjir. Gangguan ini sering terjadi dalam kombinasi dengan Post Traumatic Stress Disorder. Gejala umum depresi termasuk kesedihan, gerakan yang lambat, insomnia (ataupun kebalikannya hipersomnia), kelelahan atau kehilangan energi, nafsu makan berkurang (atau berlebihan nafsu makan), kesulitan dengan konsentrasi, apatis dan perasaan tak berdaya, anhedonia (tidak menunjukkan minat atau kesenangan dalam aktivitas hidup), penarikan sosial, pikiran negatif, perasaan putus asa, ditinggalkan, dan mengubah hidup tidak dapat dibatalkan, dan lekas marah. 2. Tahap Rekonstruksi. Selama fase ini, walaupun banyak korban mungkin telah sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian yang serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkat, kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi.

Pemulihan yang selama ini dilakukan kebanyakan pada penderita stress paska trauma bisa dilakukan di lini lapangan sampai ketingkat rujukan tertinggi, dalam bentuk kegiatan penyuluhan,bimbingan, konseling yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan dan kewenangan petugas di setiap jenjang pelayanan.Penanggulangan penderita stress paska trauma di lini lapangan dapat dilakukan oleh para relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat atau keagamaan maupun petugas pemerintah ditingkat desa dan atau kecamatan. Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan dalam 3 (tiga) jenis kegiatan, yaitu :

1. Penyuluhan kelompok besar (lebih dari 20 orang)

2. Ahli Psikologi

3. Kader masyarakat yang telah dilatih (Tim Penanggulangan Masalah Kesehatan, 2001).Saat terjadi bencana banjir, kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil dan lansia juga akan mengalami dampak psikologis. Selain kejadian bencana itu sendiri, kondisi posko pengungsian yang minim fasilitas dan tidak ada hiburan cenderung membuat kelompok rentan berada dalam keadaan depresi dan stress. Pemulihan psikologi dapat dilakukan dengan cara:Tahap Tanggap Darurat : Pasca dampak-langsunga. Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan, misalnya defusing dan debriefing untuk mencegah secondary trauma.

b. Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid), misalnya berbagai macam teknik relaksasi dan terapi praktis.

c. Menghidupkan kembali aktivitas rutin bagi anak.

d. Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis.

Tahap Pemulihan: Bulan pertama

a. Lanjutkan tahap tanggap darurat.

b. Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan dengan efek trauma.

c. Melatih konselor bencana tambahan.

d. Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat.Tahap Pemulihan akhir: Bulan kedua

a. Lanjutkan tugas tanggap bencana.b. Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi atau ketangguhan.c. Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang masih membutuhkan pertolongan psikologis.d. Menyediakan "debriefing" dan layanan lainnya untuk penyintas bencana yang membutuhkan.e. Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas lainnya berbasis lembaga. Fase Rekonstruksia. Melanjutkan memberikan layanan psikologis dan pembekalan bagi pekerja kemanusiaan dan korban banjir.b. Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi.c. Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana korban bisa menghubungi konselor jika mereka membutuhkannya.d. Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang pendampingan psikososial agar mereka mampu mandiri.

Dukungan sosial berdasarkan kelompok umur:1. Anak-anakHal utama yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang saat bersama dengan anak-anak, karena reaksi orang dewasa akan mempengaruhi reaksi anak. Mulailah membuat kegiatan yang teratur dan rutin seperti sebelum bencana. Oleh karena itu penting sekali, untuk segera menyelenggarakan sekolah darurat, mencari tempat yang aman bagi anak-anak untuk bermain di sore hari, mengajak anak untuk mengaji di sore hari atau kegiatan lain sesuai dengan agama dan kepercayaannnya. Dukungan psikososial diberikan dalam beberapa bentuk, seperti mengajak anak-anak melakukan kegiatan-kegiatan atraktif, bermain, bernyanyi dan perlombaan-perlombaan sederhana untuk memotivasi semangat dan menyalurkan emosi anak. Pemulihan aktifitas pendidikan melalui pembelajaran transisi di tenda atau sekolah darurat. Dapat didukung dengan kegiatan menggambar, menulis cerpen tentang pengalaman sehari-hari atau pengalaman saat peristiwa bencana terjadi atau impian masa depan. Menggali potensi, bakat dan minat anak dibidang seni, olah raga dan permainan-mainan tradisional lokal. Juga konseling personal untuk kelompok anak yang mengalami stress akut (teridentifikasi mengalami trauma).

2. RemajaKegiatan yang dapat dilakukan diantaranya mengajaknya Sholat dan Zikir untuk relaksasi, melakukan aktivitas social, melakukan aktivitas olahraga, melakukan aktivitas kesenian seperti menari, menyanyi, main musik, drama, melukis, dan lain-lain, dan menonton film.3. Orang Dewasa

Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya mengajak untuk perbanyak melakukan kegiatan agama, mengajak bicara tentang apa saja sehingga ia tidak merasa sendiri, menjadi pendengar yang baik terutama saat ia menceritakan perasaannya tentang bencana yang menimpa, mendorong korban untuk banyak beristirahat dan makan yang cukup, mengajak korban melakukan aktifitas yang positif, mengajak korban untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari, mengajak bercanda dengan menggunakan humor ringan, mengajak berbincang-bincang tentang kondisi saat ini diluar, membantu menemukan sanak saudara yang masih terpisah, dan memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga menimbulkan harapan.4. Wanita

Mendorong untuk mengungkapkan masalah yang dirasakan kepada orang yang dipercayai, mendorong untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang disukai yang dapat mengalihkan dari pikiran-pikiran akan kejadian, menasihati untuk ikhlas dan mendekatkan diri kepada-Nya, mengajak rekan perempuan dalam komunitas agar lebih percaya diri, dan aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok, bersama-sama ikut memberikan pendapat dalam rapat atau pertemuan penyelesaian masalah karena suara perempuan juga penting.

5. Lansia

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk memulihkan kondisi psikologis diantaranya memberikan keyakinan yang positif, mendampingi pemulihan fisiknya dengan melakukan kunjungan berkala, memberikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada lokasi penampungan, membantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun lingkungan sosial lainnya, dan mendampingi untuk menapatkan pengobatan dan bantuan keuangan.E. Manajemen Pemberantasan Penyakit MenularPengungsian adalah peristiwa berpindahnya penduduk dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk mengamankan, dan menyelamatkan diri akibat terjadinya suatu peristiwa mendadak seperti bencana atau konflik sosial. Adanya pengungsian (sekelompok orang dengan jumlah besar) akan terjadi resiko terhadap status kesehatan masyarakat pengungsi. Resiko perubahan status kesehatan akan terjadi sangat cepat, tidak terduga, dan adanya penyakit potensial KLB, dapat menyebabkan jumlah korban. Kejadian Luar Biasa dapat terjadi karena penduduk yang padat, pengungsian, kerusakan dan kontaminasi sumber air dan pelayanan sanitasi, gangguan pelaksanaan program kesehatan masyarakat, perubahan lingkungan yang mendukung perkembangbiakan vektor, dan penyediaan makanan, air, dan shelter darurat. Tidak ada aturan khusus jenis penyakit berpotensi KLB yang harus diamati. Kriteria untuk memilih penyakit yang akan diamati yaitu magnitude (insidens, prevalens), seriousness (CFR, Mortality rate), ketersediaan intervensi yang efektif, resources yang tersedia, dan kemungkinan menimbulkan penyebaran baru di wilayah yang ditempati pengungsi. Fokus terutama penyakit menular yaitu penyakit yang umum terjadi di wilayah yang ditempati pengungsi, penyakit yang umum di wilayah asal dan tidak dijumpai di wilayah yang ditempati pengungsi, dan penyakit yang potensial KLB. Penyakit potensial KLB diantaranya diare cair, diare berdarah, campak, malaria, Infeksi Saluran Pernafasan Akut, pneumonia, tifus abdominalis, Demam Berdarah Dengue, meningitis epidemica dan acute jaundice syndrome sedangkan penyakit lainnya yaitu cacar air, tetanus, tuberkulosis, kecacingan, scabies, Infeksi Menular Seksual, kekurangan Vitamin A, anemia, dan trauma.Penanggulangan penyakit menular meliputi kegiatan sebagai berikut:1. VaksinasiVaksinasi untuk PD3I (BCG, hepatitis, polio, DPT, campak ) harus tetap dilaksanakan. Program vaksinasi harus segera dimulai begitu tenaga kesehatan, vaksin, peralatan dan perlengkapan lain sudah tersedia, tanpa menundanunda lagi. Tolak ukur :

a. Bila muncul satu kasus campak (yang baru dalam tahap diduga ataupun sudah dipastikan) ini berarti harus diadakan pemantauan dilokasi termasuk mengenai status vaksinasi dan usia pasien.

b. Dalam pengendalian wabah campak pemberian vaksin kepada anak usia 6 bulan sampai 15 tahun atau lebih dan pemberian dosis vit A yang tepat adalah kuncinya.c. Cacar air (10% dari penduduk berusia 6 bulan sampai 5 tahun belum diimunisasi.d. Penyakit infeksi pernafasan (ada kecenderungan peningkatan kasus).e. Diare (ada kecenderungan peningkatan kasus) (Tim Penanggulangan Masalah Kesehatan, 2001).2. Pelaksanaan program preventif (selain vaksinasi)Program preventif yang dilaksanakan mengacu pada identifikasi faktor risiko penyakit sesuai hasil Rapid Health Assessment. Berdasarkan data yang telah didapatkan di pengungsian banjir Bandung Selatan, para pengungsi mulai terjangkit penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), dan diare. Mayoritas yang terjangkit adalah anak-anak.PenyakitPenyebabTindakan Preventif

ISPA Kondisi pengungsian yang kumuh.

Kurangnya selimut dan pakaian.

Beberapa pengungsi merokok di tempat umum.- Menyediakan area yang bersih.

- Perlindungan yang cukup seperti penyediaan pakaian dan selimut yang memadai.

- Merokok di tempat yang jauh dari anak-anak.

Diare Kondisi pengungsian terlalu padat.

Pencemaran air, dan makanan.

Sanitasi kurang bagus.- Menyediakan area yang memadai.

Meningkatkan kesadaran makanan dan pribadi.

Menyediakan sabun untuk cuci tangan.

Menyediakan air dan makanan yang bersih.

Tabel.Pelaksanaan Program Preventif(Tim Penanggulangan Masalah Kesehatan, 2001).3. Pengobatan penyakitPengobatan penyakit menular harus tetap dilaksanakan agar dapat memutus rantai penularan misalnya program TB.4. Surveilans Pasca BencanaSurveilans pasca bencana merupakan pemantauan dilangsungkan sepanjang waktu agar bisa secepatnya melacakdan mengambil tindakan jika didapati kasus penyakit menular sedini mungkin, dan dilakukan terhadap beberapa penyakit menular. DAFTAR PUSTAKA

Allfazira, Annisa. 2013. Mitigasi Bencana Banjir.http://safirallfazira.blogspot.com/2013/01/mitigasi-bencana-banjir.html diakses tanggal 29 April 2015.

KemenkesRI. 2012. Pedoman Kegiatan Gizi dalam Penanggulangan Bencana. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.Rosita. 2012. Cara Menanggulangi Banjir.

http://wwwcaramenangulangibanjir.blogspot.com/2012/02/latar-belakang-masalah-cra.html diakses tanggal 29 April 2015.

Tahta, 2010. Pengertian Mitigasi. http://tahtaazmi.blogspot.com/ diakses tanggal 29 April 2015.

Tim Penanggulangan Masalah Kesehatan. 2001. Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan Pengungsi. Tim Penulis. 2014. Rehabilitasi. http://manajemenbencana.com/ diakses tanggal 1 Mei 2015

Tim Penulis. 2014. Rekonstruksi. http://manajemenbencana.com/ diakses tanggal 1 Mei 2015

Tim Penulis. 2012. Pedoman Kegiatan Gizi dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta: Kemenkes RI.Tim Penulis. 2012. Pengantar Manajemen Penanggulangan Bencana.http://www.bandungkab.go.id/arsip/2385/kesehatan diakses tanggal 29 April 2015.

Tim P2MB. 2013. Mitigasi. http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana.html diakses tanggal 29 April 2015.

Van Westen, C. 2005. Multihazard Risk Assasment. UNUITC-DGIM. ITC, The Netherlands.

47