berbasis tri hita karana pengembangan...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN KEGIATAN
PENGEMBANGAN DESA BINAAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
BERBASIS TRI HITA KARANA
PENGEMBANGAN MODEL KEWIRAUSAHAAN MELALUI KERAJINAN
BERBAHAN ENTAL BERBASIS CREATIVE-BASED TOURISM DI DESA
SAMBIRENTENG, TEJAKULA, BULELENG, BALI
Oleh
Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum (196112081986032001)
Dr. I Ketut Margi, M.Si (196312312002121044)
Drs. I Nyoman Sila, M.Hum (196412311989031003)
Dra . Lulup Endah Tripalupi, M Pd (195606221981032001)
Luh Putu Sri Ariyani, S.S, M.Hum (197704242003122002)
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2016
2
3
ABSTRAK
PENGEMBANGAN MODEL KEWIRAUSAHAAN MELALUI KERAJINAN
BERBAHAN ENTAL BERBASIS CREATIVE-BASED TOURISM DI DESA
SAMBIRENTENG, TEJAKULA, BULELENG, BALI
Sendratari, Luh Putu dkk
Pengabdian masyarakat ini merupakan kelanjutan dari pengabdian yang telah di lakukan di
Desa Sambirenteng, Tejakula, Bali pada Tahun 2015 dengan judul program Penguatan
Capacity Bouilding & Pengembangan Ekonomi Kreatif Pohon Ental Berbasis Creative-
Based Tourism di Desa Sambirenteng, Tejakula, Buleleng, Bali. Berdasarkan hasil di tahun
tersebut diperoleh gambaran bahwa penguatan kelembagaan yang ada di desa Sambirenteng
seperti lembaga sekolah (SMK), sekeha teruna teruni, pengelola wisata telah berhasil pada
tingkat adanya pemahaman yang meningkat dalam hal: (1) pengetahuan tentang desa
Sambirenteng yang menyimpan potensi budaya yang telah menyejarah; (2) salah satu potensi
budaya yang berhasil dikembangkan adalah produk kerajinan berbahan pohon ental (daun
dan lidi ental); (3) muncul kesadaran di kalangan pengelola wisata akan pentingnya menjalin
kerjasama yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pengrajin. Hanya saja, hasil di
tahun 2015 belum dapat menciptakan Creative-Based Tourism yang memperhitungkan
produk kerajinan setempat sebagai produk unggulan yang memiliki pemasaran yang meluas.
Di samping itu, sekolah kejuruan (SMK) yang memiliki potensi strategis dalam merawat
budaya lokal melalui program pendidikan ternyata belum memasukkan program
kewirausahaan berbasis budaya lokal ke dalam kurikulum. Pada tahun kedua (2016) kegiatan
ini bertujuan (1) meningkatkan jangkauan pemasaran produk berbahan ental melalui
kewirausahaan berbasis jejaring sosial (WEB); (2) meningkatkan minat dan kemampuan
siswa dalam pengembangan kerajinan berbahan ental. Solusi pemecahan masalahnya dengan
cara menggunakan beberapa model yaitu model Problem Based Discussion (PBD); Model
Pendampingan; Model Entrepreneurship Capasity Building (ECB) dan Model Technology
Transfer (TT). Subyek sasarannya adalah guru dan siswa SMK; pengrajin ingke. Luaran
kegiatan berupa Jasa (pemahaman kewirausahaan; pemasaran melalui WEB); Metoda
(pengolahan lidi ental & daun ental); Produk (kerajinan lidi ental dan daun ental) ; Artikel.
Kata Kunci: Wirausaha, Capasity Building, Creative-Based Tourism.
4
BAB I
ANALISIS SITUASI
1.1 Profil Potensi Desa
1.1.1 Letak Geografis
Desa Sambirenteng terletak di Kecamatan Tejakuka, Buleleng, Bali. Secara
kewilayahan desa Sambirenteng terdiri atas 4 banjar yaitu Banjar Sambirenteng, Banjar
Benben, Banjar Gretek, dan Banjar Silagading. Di samping itu ada pula wilayah
Tukadsema, Tubuh, dan beberapa wilayah yg lebih kecil yang sering disebut olah masyarakat
setempat seperti: Labuan, Tanah Putih, Jabug, Benben, Selatbatu, Selonding. Banjar tersebut
secara geografis terletak di kawasan pesisir dan perbukitan hutan negara. Tata letak semacam
ini membuat potensi wilayah Desa Sambirenteng bercorak agraris dan laut. Sumber daya
alam yang terdapat di desa ini merupakan sumber daya yang bersumber dari potensi laut
(pantai, ikan, terumbu karang) maupun potensi darat (pertanian lahan kering dan peternakan).
Desa Sambirenteng sangat mudah dijangkau karena terletak pada jalur pantai Utara Buleleng
bagian Timur. Luas wilayahnya adalah 940 ha yang diperuntukkan untuk keperluan berikut
ini. Tegal / ladang : 545 Ha; Pemukiman : 21 Ha; Pekarangan : 5 Ha; Kuburan : 2 Ha;
Perkantoran : 0,5 Ha; Lapangan olah raga : 0,8 Ha; Bangunan sekolah : 2,16 Ha;
hutan : 300 Ha; Lain – lain : 53,54 Ha.
Desa Sambirenteng memiliki batas-batas wilayah berikut ini
Sebelah Utara : Laut Bali
Sebelah Selatan : Kec. Kintamani Kab. Bangli
Sebelah Barat : Desa Sambirenteng
Sebelah Timur : Desa Tembok
1.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Sambirenteng berjumlah 5.197 Jiwa yang terdiri atas
perempuan 2.485 jiwa; laki-laki 2.712 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga 1.380 KK. Jumlah
penduduk yang terdapat di desa ini merupakan subyek sasaran yang strategis untuk
diberdayakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat. Agama yang dianut oleh penduduk
desa adalah agama Hindu (98%); agama Islam 1,3 %; agama lainnya 0,7%. Keanekaragaman
5
agama yang terdapat di desa ini merupakan daya dukung yang menunjang pembangunan
spiritual.
1.1.3 Sumber daya Alam
Sumberdaya alam yang tersedia di desa Sambirenteng adalah sumberdaya pertanian
lahan kering dan sumber laut. Berdasarkan potensi alamnya berbagai tanaman perkebunan
dapat tumbuh di wilayah ini seperti pisang, jagung, ketela pohon, mangga dan kelapa.
Tanaman lahan kering yang cukup menonjol tumbuh di desa ini adalah pohon ental (Enau).
Secara historis pohon ental telah tumbuh lama di desa ini sehingga masyarakat Desa
Sambirenteng dikenal sebagai sebagai produsen gula ental. Bahkan saat ini telah
dikembangkan produksi kerajinan tangan ingke dari lidi ental. Di samping sumberdaya
perkebunan lahan kering, potensi peternakan juga berkembang di desa ini. Ternak sapi dan
ayam merupakan binatang peliharaan yang paling digemari untuk dipelihara dan
dikembangkan sebagai sumber pemasukan keluarga. Berikut adalah gambar bentangan alam
Desa Sambirenteng yang menampakkan potensi daerah wisata dan pohon kelapa.
Gambar 1.1
Bentangan Alam Desa Sambirenteng dan Potensi Alamnya
1.1.4 Sumber daya Kultural
Desa Sambirenteng secara historis merupakan salah satu desa kuno yang terdapat di
kecamatan Tejakula, di samping desa kuno lainnya seperti Desa Sembiran dan Julah.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat sejarah desa ini berkaitan erat dengan keberadaan Desa
Bali Kuno yang terletak di Kintamani. Kisahnya adalah sebagai berikut. Tersebutlah suatu
kerajaan yang letaknya di pinggir kaldera Gunung Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli yang memiliki wilayah kerajaan yang sangat luas, sampai batas batu sungu di bagian
sebelah utara kerajaan itu. Kerajaan tersebut bernama BALI – INGKANG, konon rajanya
adalah keturunan Sri Aji Maya Denawa. Kerajaan Bali-Ingkang pernah diserang musuh, dan
rajanya menyingkir ke suatu tempat di daerah hutan yang lebat yang terletak di sebuah
6
perbukitan yang ada di sebelah utara kerajaan. Di sana raja menginap ( makolem) untuk
beberapa lama. Dan sekarang daerah hutan/perbukitan tersebut disebut Alas Metahun atau
Alas Makolem. Setelah kerajaan dapat direbut kembali, maka raja kembali untuk
menjalankan kekuasaannya.
Pada saat kerajaan Bali-Ingkang akan diserang oleh prajurit Sri Arya Gajah Para,
maka raja mengirim suatu pasukan atau Kanca yang berjumlah dua ratus orang ( Kanca Satak
) yang mempunyai tugas menjaga keamanan yang ada disebelah utara kerajaan. Pasukan atau
Kanca Satak ini membangun sebuah benteng yang berada di bagian timur laut kerajaan, yang
sekarang bernama Desa Tembok. Dan sebagai pusat komando terletak di suatu hutan yang
sangat lebat yang disebut Kayu Samah dengan menempatkan pasukan sebanyak seratus
orang. Pada saat pimpinan memberikan komando/ perintah kepada anggotanya, Pimpinan
mengatakan Sami-Ranta ( Bahasa Bali Kuno yang berarti Semua Siap). Demikianlah daerah
hutan lebat/ kayu samah tersebut yang merupakan pusat komando yang selalu Sami – Ranta (
semua siap ), maka lama kelamaan sebutan Sami-Ranta, berubah menjadi SAMBIRENTENG
yaitu nama desa sekarang.
Kisah cerita yang diwariskan secara turum temurun tersebut merupakan modal
kultural yang dapat dihidupkan untuk membangun spirit warga desa dalam mengembangkan
kesejahteraan warga masyarakat. Spirit prajurit yang selalu siaga menjaga desa tidak akan
pernah lekang sepanjang jaman sehingga bisa dijadikan alat inspirasi dalam membangun
desa.
Sumberdaya kultural yang berdimensi spiritual di wilayah Desa Sambirenteng
tepatnya di Banjar Geretek, ada sebuah pura yaitu Pura Pegonjongan yang letaknya di pinggir
pantai. Pura ini bisa terlihat jelas dari jalan raya Singaraja - Amlapura. Pura ini menjadi pusat
persembahyangan bagi desa-desa tetangga dan jika ada piodalan besar, bisa datang dari
beberapa desa di Bangli seperti Pinggan, Siyakin, Sukawana dll. Keberadaan pura yang
disungsung oleh warga masyarakat lintas wilayah merupakan potensi yang sangat strategis
dalam membangun integrasi masyarakat agar luput dari konflik.
Di samping sebagai desa kuno, modal kultural lainnya yang terdapat di desa
Sambirenteng adalah tersedianya sekolah-sekolah dari jenjang TK, SD, SMP dan SMK.
Sekolah tersebut adalah seperti berikut ini.
TK Sila Yukti
Tk Wisudha Laksmi
7
SD N 1 Sambirenteng
SD N 2 Sambirenteng
SD N 3 Sambirenteng
SD N 4 Sambirenteng
SMP Negeri 2 Tejakula
SMK Kerta Wisata
Para siswa yang sedang mengeyam pendidikan di sekolah-sekolah tersebut memiliki modal
kultural yang sangat strategis untuk dibina dan dikembangkan sehingga mereka dapat tumbuh
sebagai generasi muda yang memiliki kompetensi sesuai potensi yang tersedia di daerahnya.
Desa Sambirenteng yang telah tumbuh menjadi desa wisata memerlukan daya dukung
sumberdaya manusia yang peka dan terampil dalam mengolah dan mengembangkan berbagai
potensi yang ada di desanya. Oleh karenanya penguatan pengetahuan tentang kearifan lokal
daerahnya, penguasaan keterampilan mengolah sumber daya alam agar dijadikan produk
unggulan di masa depan perlu digalakkan agar kelak dalam membangun desanya, mereka
memiliki ketahanan secara ideologis, politis dan ekonomi. Perhatian terdapat para siswa agar
dari sejak dini menyadari potensi yang terdapat di daerahnya sangatlah penting, karena
tantangan hidup di masa yang akan datang tidak hanya memerlukan kemampuan kognitif
yang berskala nasional dan global, namun hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengetahui
hal-hal yang berskala lokal.
Berdasarkan sebaran jumlah sekolah yang terdapat di Desa Sambirenteng, dapatlah
diasumsikan bahwa desa ini memiliki arena pengembangan modal kultural yang memadai
untuk dikembangkan lebih lanjut. Dalam hal ini, para siswa yang kelak menjadi tulang
punggung pembangunan desa berpotensi membangun desa dengan memperhitungkan potensi
kultural yang dimiliki oelh desanya. Sekolah yang memiliki posisi strategi adalah sekolah
SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Sekolah jenis ini bertujuan menyiapkan peserta didik
menjadi tenaga kerja yang siap pakai. Dalam konteks ini, rancangan pendidikan yang
memperhitungkan budaya lokal menjadi sebuah alternatif dalam rangka penyiapan peserta
didik dalam membangun inspirasi sebagai tenaga kerja yang punya kemampuan bukan hanya
menjual jasa, tetapi juga membuat pekerjaan. Berdasarkan temuan tahun pertama (2015),
SMKN 1 Tejakula yang berlokasi di Desa Sambirenteng ternyata belum mengenalkan dan
8
melatihkan siswanya untuk mengembangkan kerajinan yang berbasis pada pengetahuan
masyarakat setempat.
Modal kultural lainnya yang dimiliki oleh warga masyarakat desa Sambirenteng
adalah berbagai ritual yang dapat menjadi modal integrasi masyarakat. Berbagai ritual yang
dilaksanakan bersama-sama merupakan bentuk kohesi sosial yang bisa menjadi dasar perekat
masyarakat dalam membangun desanya. Tradisi mecakcak yang diakhiri dengan makan
bersama atau megibung merupakan bentuk kearifan lokal yang patut ditanamkan pada
generasi muda agar mereka bisa mengetahui dan memahami arti filosofis dan hakekat
menjalankan tradisi, sehingga tidak terjadi pemahaman yang gugon tuwon. Berikut adalah
gambar aktivitas tradisi mecakcak yang dilakukan oleh warga masyarakat Sambirenteng.
Gambar 1.2
Aktivitas Warga Masyarakat Saat Tradisi Mecakcak
Berbagai aktivitas ritual yang berpedoman pada konsep yadnya merupakan modal dalam
penerapan ketahanan Tri Hita Karana di Desa Sambirenteng. Mereka yang menjadi
pendukung aktivitas ritual bukan hanya datang dari kalangan tua, namun para muda mudi
juga menjadi tulang punggung atas pelaksanaan ritual. Di desa Sambirenteng terdapat 2
kelompok Sekeha Teruna Teruni (STT) yaitu STT Samiranta dan STT Puspa Yohana.
Kelompok STT merupakan subyek sasaran yang sangat strategis untuk dibina pengetahuan
dan keterampilannya tentang cara-cara menjaga ketahanan budaya dan ketahanan ekonomi
desanya. Mereka perlu dibekali dasar filosofis kearifan lokal desanya agar bentukan kultural
yang mereka dapat di tingkat keluarga maupun di tingkat masyarakat dilandasi dengan
pemahaman yang tidak gugon towon.
1.1.5 Produk Unggulan Desa
9
Sumber daya alam yang telah dikembangkan menjadi industri oleh masyarakat Desa
Sambirenteng yaitu wisata bahari, minyak kelapa, gula ental dan kerajinan ingke.
Berdasarkan atas potensi sumberdaya alam yang tersedia, maka produk unggulan yang telah
ada masih bisa dikembangkan lebih lanjut. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang
telah dilakukan tahun 2015 telah dikembangkan produk yang bahannya bersumber dari pohon
ental yaitu ingke dalam berbagai bentuk, tempat sabun, tempat buah, vas bunga, dulang dan
bunga dari daun ental. Produk ini diharapkan bisa menjadi produk unggulan berikutnya selain
produk berbahan ental yang telah dikenal selama ini. Olahan lidi ental yang selama ini hanya
dijadikan kerajinan ingke (tempat makan) dapat dibuat lebih inovatif sehingga bisa menjadi
sumber pendapatan baru bagi warga masyarakat. Persoalan yang belum teratasi secara
optimal pada tahun 2015 adalah dalam hal pemasaran produk. Para pengrajin sangat berharap
pengetahuan mereka bisa menjadi penopang kehidupan keluarga dalam jangka panjang.
Sebagai desa wisata, desa ini memerlukan pengembangan berupa produk unggulan
yang berbasis pada potensi daerah dan pengetahuan masyarakat. Saat ini di Buleleng telah
ada toko-toko yang menjual berbagai souvenir khas Bali seperti Kresna, Sukawati yang siap
memasarkan berbagai produk lokal khas Bali. berbagai produk yang bersumber dari pohon
ental merupakan produk yang dapat diunggulkan sebagai produk khas Sambirenteng sehingga
bisa menjadi penopang pengembangan wisata. Selain dapat mengandalkan pemasaran melalui
toko soevenir, para pengrajin bisa dilatih untuk merancang pembuatan koperasi yang
berlokasi di desanya. Hal ini penting dilakukan, mengingat respon pembaca atas WEB yang
telah berhasil dibuat pada saat pengabdian masyarakat Tahun 2015 sangat positif, seperti
berikut ini.
“bagus sekali, tolong teruskan bantuan untuk masyarakat desa Sambirenteng, supaya
mereka semakin maju dan makmur” (Putu Sri).
Potensi sumber daya alam yang tersedia di Desa Sambirenteng perlu dikembangkan
lebih jauh, agar percepatan produksi produk unggulan dapat terealisasi secepatnya. Produk
unggulan daerah yang diperkenalkan kepada masyarakat akan menjadi stimulus untuk
menjadikan daerahnya bukan hanya menjadi wisata rekreatif, tetapi sekaligus menjadi wisata
kreatif. Kreatifitas warga dalam menjaga dan mengembangkan daerahnya agar menjadi
daerah tujuan wisata yang diminati menjadi tuntutan multlak dewasa ini agar bisa
berkompetisi dengan daerah tujuan wisata yang telah dikenal oleh tamu mancanegara.
Keunggulan produk yang berbasis pada pengetahuan lokal dapat menjadi trademark yang
akan dapat memberi sensasi yang unik dan spesifik bagi konsumennya. Kekhasan produk
10
suatu daerah akan memberi dampak ikutan berupa keuntungan ganda baik secara finansial
untuk warganya maupun pencitraan dan kebanggaan warga desa atas keunggulan daerahnya.
Berdasarkan atas kajian yang dilakukan oleh Tim dari LPPM Universitas Udayana (2011)
tentang Pengembangan Komuditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM di Propinsi, Bali
ditemukan hasil pemetaaan yang menunjukkan produk unggulan yang terdapat di desa
Sambirenteng hanya berupa minyak kelapa dan gula ental. Padahal keberadaan pohon-pohon
yang dimiliki secara turum temurun dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga menghasilkan
produk yang lebih kreatif. Berikut gambar produk ingke yang dibuat oleh pengrajin di Desa
Sambirenteng yang saat ini ada 4 kelompok pengrajin ingke.
Gambar 1.3
Ingke Berbahan Lidi Ental
Kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan oleh Tim Pelaksana pada tahun 2015
telah mampu memotivasi para pengrajin berproduksi kerajinan dalam bentuk bervariasi ingke
dan produk lainnya yang siap di promosikan. Salah satu kendala pokok yang dirasakan oleh
pengrajin adalah dalam masalah pemasaran. Kondisi riil yang ada para pengrajin tidak
memiliki pengetahuan dan akses yang memadai untuk memasarkan produk kerajinannya.
Atas dasar kondisi inilah maka pengabdian masyarakatan yang berorientasi pada pembinaan
masyarakat desa layak diteruskan.
1.2 Motivasi Pelaksana
Para pelaksana kegiatan merupakan orang-orang yang memiliki komitmen yang tinggi
dalam melakukan pemberdayaan kepada masyarakat. Indikator atas komitmen tim pelaksana
tampak dari program-program pengabdian yang pernah dilakukan oleh tim secara
berkelanjutan maupun melalui aktivitas penelitian yang hasil-hasilnya telah didesimini
kepada masyarakat. Program yang sedang dan telah dilaksanakan oleh tim berupa aktivitas
11
melalui skim P2M Undiksha, MP3EI, Ibikk, Stranas, Fundamental maupun Hibah Bersaing.
Di samping itu, kewajiban para tim untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi
merupakan motivasi yang senantiasa menjadi daya dorong yang kuat bagi anggota tim
pelaksana untuk senantiasa menjaga dan melaksanakan kegiatan P2M secara
berkesinambungan (CV terlampir).
1.3 Prospek Potensi Desa
Berpijak atas gambaran potensi desa pada sub-sub sebelumnya, dapatlah diperkirakan
bahwa Desa Sambirenteng, Tejakula, Buleleng, Bali memiliki prospek untuk dikembangkan
sebagai desa wisata yang bukan hanya sebagai desa rekreatif, tetapi juga desa wisata yang
kreatif. Beberapa prospek yang dapat dikembangkkan adalah berikut ini.
1.3.1 Penguatan pengetahuan pengrajin lidi ental di Desa Sambirenteng dilanjutkan
penguatan pada bidang manajemen pemasaran.
1.3.2 Penguatan kelembagaan sekolah tentang pengolahan kerajinan lidi dan daun
ental untuk membangun jiwa kewirausahaan berbasis pengetahuan lokal.
1.3.3 Pengembangan koperasi sebagai daya dukung pembangunan wisata kreatif
Desa Sambirenteng.
Program pengembangan model kewirausahaan sangatlah diperlukan dalam rangka
pembinaan suatu kawasan agar sumberdaya manusia yang menjadi penggerak ekonimi
masyarakat memiliki ketahanan mental yang kuat dalam menyikapi berbagai tuntutan
maupun perubahan yang bersumber dari pengaruh modernisasi dan globalisasi. Penguatan
kelembagaan koperasi merupakan solusi yang kelak dapat membangun kelembagaan
ekonomi kreatif di desa sehingga masyarakat desa membangun perekonomian beazaskan
kekeluargaan dan gotong royong.
1.4 Permasalahan Potensial
Berpijak atas analisis situasi yang digambarkan dalam sub 1.1; 1.2 dan 1.3 dapat
kiranya dipahami bahwa Desa Sambirenteng memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai
desa yang tidak hanya berpotensi sebagai desa wisata rekreatif, tetapi juga sebagai desa
wisata kreatif. Hanya saja, ada beberapa permasalahan yang perlu dibenahi untuk dijadikan
dasar penguatan dalam pengembangan desa wisata. Permasalahan potensial yang dapat
dipetakan seperti berikut ini.
12
1.4.1 Di Desa Sambirenteng belum tersedia pusat informasi yang bisa dijadikan
sumber bagi para tamu untuk mendapat penjelasan tentang kearifan-kearifan
lokal yang tumbuh dan berkembang di desa ini, maupun potensi kerajinan
masyarakat desa. Kearifan lokal yang terdapat di Desa Sambirenteng baru
dilaksanakan sebagai aktivitas rutin dan dipahami sebagai pengetahuan yang
gugon tuwon. Belum ada strategi yang pernah dilakukan untuk memperbaiki
pengetahuan masyarakat atas tradisi yang telah diterima secara turun temurun
bukan berdasarkan pemahaman gugon tuwon tetapi atas dasar sastra. Para
tamu lokal dan mancanegara yang datang ke Desa Sambirenteng bukan hanya
bertujuan untuk menikmati keindahan alam pesisir dan pegunungan Desa
Sambirenteng tetapi juga nilai-nilai kultural yang melandasi kehidupan
masyarakatnya. Anggota masyarakat yang berperan sebagai guide perlu
diberikan pengetahuan yang benar tentang kearifan lokal yang tumbuh dan
berkembang di desanya, sehingga para tamu yang berkunjung ke Desa
Sambirenteng bisa mendapatkan informasi yang tepat. Berbagai atraksi
kesenian maupun tradisi lokal yang sarat dengan kearifan lokal perlu dikemas
dalam bentuk sajian yang mampu menarik wisatawan untuk terdorong datang
ke Sambirenteng selain bertujuan untuk rekreasi tetapi juga belajar tentang
keunikan kearifan lokal dari Daerah Tujuan Wisata.
1.4.2 Kelembagaan formal (sekolah) belum dipersiapkan untuk memiliki
pemahaman tentang etnosains yang ada di masyarakatnya untuk mewujudkan
desa wisata yang kreatif. Kelemahan yang tampak para siswa belum
dipersiapkan untuk mengekplorasi potensi sumberdaya alam yang terdapat di
desanya untuk menjadikan desanya bertumbuh ke arah wisata kreatif.
Kurikulum di dunia sekolah masih didominasi dengan muatan yang berskala
nasional. Keterampilan yang berbasis pada pengembangan sumber daya lokal
belum dirasakan sebagai kebutuhan oleh para siswa. Para generasi muda perlu
dipersiapkan keterampilannya untuk mengolah sumberdaya alam yang tersedia
di desanya agar tumbuh menjadi generasi yang mandiri. Oleh karenanya,
pengenalan maupun pelatihan pengolahan potensi alam berbasis pengetahuan
lokal masyarakatnya perlu digalakkan di dunia sekolah khususnya sekolah
kejuruan (SMK).
13
1.4.3 Penguatan karakter masyarakat sekolah dan kaum generasi muda belum pula
menjadi penopang yang disiapkan untuk menjadikan desa Sambirenteng
sebagai desa wisata. Karakter-karakter yang diperlukan usaha kerja keras,
kejujuran, pantang menyerah, dan cerdas menangkap peluang. Semua karakter
tersebut merupakan dasar kepribadian dalam kewirausahaan yang kelak
menjadi dasar pembangunan wisata yang mempunyai daya saing terhadap
daerah tujuan wisata yang telah berkembang sebelumnya.
1.4.4 Belum dikembangkannya produk unggulan yang lebih variatif membuat
potensi desa yang terkenal dengan pohon enau/entalnya, hanya dikenal sebagai
desa penghasil gula aren dan kerajinan ingke. Padahal, keberadaan pohon ental
bisa diolah lebih variatif sehingga mampu menambah daftar produk unggulan
berbahan dasar lidi ental maupun kuliner/jajanan dari buah ental. Penambahan
produk unggulan ini akan bisa berdampak pada pengembahan usaha ekonomi
kreatif masyarakat dan memperkuat citra desa dari image sepi kreasi menjadi
kaya kreasi .
1.4.5 Kurangnya promosi tentang berbagai sumberdaya yang tersedia di Desa
Sambirenteng membuat prospeknya sebagai desa wisata kreatif masih
“tersembunyi” dibalik gemerlapnya pariwisata di Bali. salah satu aspek yang
tidak dapat diabaikan dalam dunia kepariwisataan adalah persoalan promosi.
Perkembangan iptek dewasa ini perlu dijadikan alat yang ampuh untuk
membuka tabir pesona Desa Sambirenteng dalam berbagi dimensinya.
1.4.6 Belum tersedianya lembaga ekonomi yang membantu pemasaran yang
dihasilkan para pengrajin.
14
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT
2.1 Tujuan
Tujuan kegiatan P2M di Desa Sambirenteng adalah berikut ini.
2.1.1 Meningkatkan kemampuan para pengrajin dalam hal pengembangan
manajemen pemasaran hasil kerajina berbahan lidi ental dan daun ental
2.1.2 Mendorong pengetahuan perkoprasian di kalangan pengrajin maupun para
siswa untuk membangun kelembagaan perekonomian desa berazaskan
gotong royong dan kekeluargaan
2.1.3 Mendorong munculnya jiwa-jiwa wirausaha muda melalui dunia sekolah
yang memiliki kesadaran pentingnya mengeksplorasi potensi sumberdaya
alam yang tersedia di desanya. Pengenalan atas potensi sumberdaya alam di
sekolah SMK yang ada di desa Sambirenteng setidaknya akan bertumbuh
menjadi pionir yang mampu berkarya yang bercorak khas Desa
Sambirenteng. Mereka nantinya diharapkan menjadi penopang ekonomi
kreatif desa wisata Sambirenteng.
2.1.4 Meningkatkan minat para pengrajin ingke untuk mengembangkan produk
unggulan lainnya, agar gairah berkreativitas tetap terjaga dan percepatan desa
wisata kreatif dapat segera terwujud. Desa wisata Sambirenteng perlu
berkompetisi dengan daerah lainnya melalui produk-produk unggulan yang
diciptakan warganya, sehingga kepariwisataan Bali Utara bisa berkibar
sebagaimana layaknya Bali Selatan.
2.2 Manfaat
Kegiatan P2M ini diharapkan akan memberi manfaat kepada pihak-pihak berikut ini.
2.2.1 Masyarakat
Program pengabdian masyarakat yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat
diharapkan akan membuka kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga ketahanan
kultural yang dimiliki oleh desanya. Di samping itu, diharapkan pula agar masyarakat
mengambil manfaat dengan cara ikut serta berpartisipasi dalam latihan keterampilan,
sehingga terjadi peningkatan kemampuan dalam mengelola sumberdaya alam yang tersedia di
desanya.
15
2.2.2 Pemerintah
Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan di Desa Sambirenteng
diharapkan dapat meringankan tugas pemerintah daerah yang berperan melakukan
pemberdayaan terhadap warga masyarakat sehingga nantinya terdapat peningkatan
kesejahteraannya. Kegiatan ini diharapkan akan dijadikan inspirasi bagi pemerintah daerah
untuk pengembangan potensi wilayah di masa-masa yang akan datang.
16
BAB III
TARGET LUARAN
Target Luaran dari kegiatan P2M di Desa Sambirenteng, Tejakula, Buleleng adalah
berupa.
3.1 Jasa
Luaran yang berupa jasa dalam kegiatan ini berwujud : (1) Pengetahuan dan
pemahaman tentang Kearifan lokal dalam bidang etnosains/pengetahuan tradisional untuk
para pengarajin dan para guru serta siswa di SMK; (2) Pengetahuan tentang perhitungan
keuangan laba rugi secara sederhana; (3) Pengetahuan dan keterampilan tentang pengolahan
lidi ental dan daun ental.
3.2 Metode
Metode yang akan diperkenalkan kepada subyek sasaran adalah (1) metode
pengolahan lidi ental; (2) metoda pengolahan daun ental. Metode pengolahan berbahan baku
dari pohon ental yang terdapat di Desa Sambirenteng akan memberikan pengetahuan baru
dalam mengeksplorasi sumberdaya alam agar tercipta produk unggulan baru yang memiliki
prospek pasar bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Sambirenteng khususnya dan
Buleleng pada umumnya. Metode yang diperkenalkan diupayakan mudah dipahami oleh
subyek sasaran dan berbahan baku lokal.
3.3 Produk
Produk yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah barang kerajinan dari lidi ental
berupa vas bunga, dulang, ingke berbagai jenis, tempat sabun, dll. Produk lainnya adalah
olahan daun ental yang dijadikan hiasan yang menarik. Produk yang berbahan dasar dari
komponen pohon ental akan dapat menambah pengetahuan masyarakat dan pendapatan
masyarakat. Di samping itu, pengembangan produk unggulan ini diharapkan akan
menstimulus warga masyarakat agar senantiasa merawat dan membudidayakan pohon ental
agar kelestariannya sebagai tanaman penyelamat ekonomi masyarakat tetap terjaga.
3.4 Artikel
Hasil kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan di Desa Sambirenteng,
Tejakula, Buleleng, Bali akan dipublikasikan melalui jurnal yang terakreditasi. Publikasi
17
dimaksudkan untuk menyebarluaskan hasil pengabdian sehingga dapat menjadi inspirasi bagi
pembacanya untuk mengembangkan program inovatif di daerah lainnya.
18
BAB IV
METODE DAN RENCANA KEGIATAN
4.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Kegiatan pengabdian masyarakat disusun berdasarkan berbagai alternatif pemecahan
masalah yang disusun seperti dalam Tabel 4.1 berikut ini.
No Permasalahan Akar Masalah Alternatif Pemecahan
1 Pengembagan Desa wisata kreatif
tidak hanya ditunjang dengan
adanya fasilitas sarana hotel,
transfortasi dan aktraksi namun
lebih jauh dari itu memerlukan
kesiapan kemampuan
sumberdaya manusia dalam
memahami cara pengolahan
potensi desa sebagai modal
kultural yang dimiliki Desa
Sambirenteng
Belum tersedianya
sumberdaya
manusia yang
andal dalam
mengelola potensi
desa yang dapat
dikembangkan
sebagai modal
kultural dan modal
ekonomi sebagai
penunjang desa
wisata kreatif.
1) Penyuluhan
dan diskusi
tentang
manajemen
pemasaran
2) Elaborasi
pemikiran para
guru dan siswa
dalam menata
potensi desa
untuk dasar
pengembangan
wisata berbasis
budaya lokal
2 Anak-anak yang sedang
mengeyam pendidikan di
berbagai jenjang merupakan
generasi muda belum
dipersiapkan untuk mengenal
dan menekuni pengetahuan lokal
yang berbasis pada potensi
desanya. Hal ini penting
diperhitungkan agar keterampilan
yang dimiliki bisa menjadi
penopang yang memperkuat
wujud desa wisata.
Rancangan
pelatihan
keterampilan
membuat berbagai
kerajinan
berbahan lidi ental
dan daun ental.
1) Pelatihan
pembuatan
kerajinan
berbahan lidi
ental dan daun
ental di
kalangan siswa
SMK
2) Elaborasi
pemikiran para
guru dan
kepala sekolah
untuk
membangun
jiwa
kewirausahaan
di lingkungan
sekolah
3 Belum terciptanya jiwa wirausaha
yang memadai di kalangan anak-
anak sekolah kejuruan untuk
dipersiapkan menjadi wirausaha
muda yang peduli dengan potensi
alam yang tersedia di desanya.
Generasi muda
yang sedang
duduk di sekolah
kejuruan perlu
dibina dalam hal
kewirausahaan
1) Pedampingan
dalam
pengelolaan
keuangan
sederhana
2) Penambahan
19
yang berbasis
pengetahuan
budaya
masyarakat
setempat
koleksi buku-
buku berkaitan
dengan
kerajinan dan
kewirausahaan
untuk dasar
pengembangan
desa wisata
kreatif
4.2 Realisasi Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah akan diawali dengan melakukan sosialisasi terlebih dahulu
kepada aparat desa, pengrajin dan sekolah SMK tentang program yang akan direalisasi.
Tujuan dari kegiatan sosialisasi adalah untuk menyepakati waktu dan tempat dilaksanakan
pelaksanaan program. Secara umum kegiatan program berupa penyuluhan dan pelatihan yang
bertujuan untuk mengeksplorasi, mengelaborasi pemikiran masyarakat untuk mempersiapkan
Desa Sambirenteng sebagai desa wisata kreatif. Persiapan desa wisata memerlukan produk
unggulan yang mampu menjadi pilar pengembangan desa wisata. Berikut ini dalam Tabel 4.2
akan dijabarkan Program PENGEMBANGAN MODEL KEWIRAUSAHAAN MELALUI
KERAJINAN BERBAHAN ENTAL BERBASIS CREATIVE-BASED TOURISM DI DESA
SAMBIRENTENG, TEJAKULA, BULELENG, BALI berikut ini.
Tabel 4.2 Kegiatan Pengembangan Model Kewirausahaan Melalui Kerajinan Berbahan Ental
No Tujuan Bentuk Kegiatan Produk Petugas
1 Meningkatkan
pemahaman
pengrajin, para guru
dan siswa tentang
etnosains sebagai
dasar penopang yang
kuat dalam
mengembangan desa
wisata yang kreatif
Pemaparan dan
diskusi mengenai
hakikat etnosains
berbasis Tri Hita
Karana
Pengetahuan
tentang
Etnosains
berbasis Tri
Hita Karana
Penguatan
lembaga
Sekolah dan
masyarakat
pengrajin
sebagai
penopang desa
wisata
Dr Luh Putu
Sendratari,
M.Hum
2 Meningkatkan
pengetahuan dan
keterampilan para
guru dan murid
dalam bidang
Pemaparan, diskusi
dan pelatihan
penyusunan
manajemen
keuangan
Rancangan
manajemen
keuangan
Dra . Lulup
Endah
Tripalupi, M Pd
20
kewirausahaan dan
lembaga ekonomi
pedesaan
sederhana
4 Meningkatkan
keterampilan para
pengrajin dan para
siswa tentang tata
cara mengekplorasi
sumberdaya alam yg
terdapat di desa
untuk menciptakan
ketahanan produk
unggulan
Pemaparan, diskusi
dan praktek
pengolahan bahan
dasar lidi ental
Kerajinan
berbahan lidi
ental dan daun
ental seperti
vas bunga,
tempat sabun,
ingke berbagai
jenis, dulang,
hiasan dari
daun ental
Drs. I Nyoman
Sila, M,Hum
5 Pengembangan
model pemasaran
berbasis IT untuk
penunjang wisata
kreatif Desa
Sambirenteng
Pengembangan
Web
Web Desa
wisata kreatif
Dr. I Ketut
Margi, M.Si
Luh Putu Sri
Ariyani, SS,
M.Hum
4.3 Metode yang Digunakan
Metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat Desa
Sambirenteng adalah berikut ini.
4.3.1 Penyuluhan dan diskusi tentang etnosains berbasis Tri Hita Karana untuk
mempersiapkan para siswa dan pengrajin di Desa Sambirenteng dalam
mengembangkan desanya menjadi desa wisata yang kreatif.
4.3.2 Pelatihan manajemen pemasaran untuk mempersiapkan peserta didik dan pengrajin
dalam pengelolaan hasil kerajinan yang berkelanjutan sehingga nantinya bisa menjadi
penopang desa wisata.
4.3.3 Pelatihan pengolahan lidi ental dan daun ental untuk penyiapan kemampuan siswa dan
pengrajin agar mampu mengekplor pengetahuan dan pengolahan potensi alam desanya
sehingga nantinya berhasil mengembangkan desanya menjadi desa wisata dapat terjaga
secara berkesinambungan.
Kegiatan penyuluhan, diskusi, pedampingan maupun praktek pengolahan lidi ental dan daun
ental akan menguatkan pemahaman warga masyarakat akan pentingnya menambah
keterampilan dalam mengembangkan desanya menjadi desa wisata kreatif.
4.4 Indikator Keberhasilan
21
Kegiatan ini akan menghasilkan luaran produk berupa kerajinan lidi ental dan daun
ental. Selanjutnya, program kegiatan diharapkan akan menghasilkan luaran produk lainnya
berupa model pemasaran dengan berbasis IT-on line (WEB). Indikator keberhasilan luaran ini
adalah kualitas produk yang dihasilkan mencakup tampilan, kehalusan, kerapian, ketahanan
mininal tergolong baik dengan rerata skor 3,40 berdasarkan skala likert.(1-5). Terbentuknya
pasar yang memasarkan produk pengrajin.
Evaluasi kegiatan dilakukan terhadap proses dan produk yang dihasilkan dalam
kegiatan ini. Evaluasi proses dilakukan lewat observasi atas partisipasi subyek ssaran selama
kegiatan berlangsung dan pencatatan dilakukan atas berbagai persoalan yang mengemuka
selama kegiatan berlangsung maupun kerjasama yang dijalin selama kegiatan berlangsung.
Evaluasi produk dilakukan berdasarkan kualitas barang kerajinan yang dihasilkan serta
kualitas tampilan WEB yang mampu memikat calon konsumen.
22
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penyuluhan Tentang Etnosains
Pelaksanaan penyuluhan etnosains dilaksanakan di SMKN 1 Tejakula yang diikuti
oleh 30 orang siswa dan 3 orang guru pendamping. Kegiatan ini berlangsung dari pkl 09.00
sampai pkl 11.00 WITA. Nara sumbernya adalah (1) Dr I Ketut Margi, M.Si dan (2) Dr. Luh
Putu Sendratari, M.Hum. Sesi pertama dilakukan dalam bentuk pemaparan materi oleh kedua
nara sumber. Lingkup materi meliputi arti penting pemahaman etnosains, kearifan lokal,
tantangan pengetahuan tradisional di tengah tantangan global, jenis-jenis pengetahuan
tradisional
Gambar : 4.1 Kegiatan Penyuluhan tt Etnosains
Sumber : Dokumentasi Sendratari, 201
Tujuan pokok dari penyuluhan ini adalah untuk membuka wawasan peserta tentang latar
belakang pentingnya menaruh perhatian terhadap pengetahuan tradisional/etnosains di tengah
era global. Di samping itu, bertujuan untuk memberikan landasan akademik kepada peserta
dalam membangun jiwa kewirausahaan di bidang pengolahan lidi dan daun ental. Diharapkan
melalui pemahaman tentang pengetahuan tradisional akan terbentuk sikap terhadap potensi
lokal yang dimiliki daerahnya. Dijadikannya para guru dan siswa SMKN 1 Tejakula sebagai
23
subjek sasaran dalam pelatihan kerajinan ental berpijak pada landasan pemikiran dan kondisi
real berikut ini.
1. Sekolah Menengah Kejuruan memiliki orientasi pokok membekali para siswa untuk
memiliki keterampilan di bidang kewirausahaan. Implikasinya adalah pemberian
pengetahuan praktis untuk bekal terjun di dunia kerja. Atas dasar inilah pentingnya
bekal pengetahuan yang berbasis potensi lokal digali dan diperkenalkan kepada guru
dan siswa sehingga mampu nantinya melahirkan inspirasi untuk membuka peluang
usaha sesuai dengan minat dan potensi yang tersedia di daerah asalnya.
2. SMKN 1 Tejakula memiliki komitmen untuk membekali para siswanya dalam
berbagai keterampilan sehingga pihak sekolah sangat terbuka dalam merespon
berbagai gagasan. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan Kepala Sekolah dan
Guru Pembina. Dalam wawancara awal Kepala Sekolah memberikan keterangan
bahwa pihaknya sangat menyambut baik setiap program kerjasama yang bertujuan
memberikan bekal keterampilan kepada siswa karena hal ini sesuai dengan visi misi
sekolah
3. Lokasi sekolah yang terletak di wilayah Desa Sambirenteng yang menyimpan potensi
alam dapat menjadi sumber inspirasi bagi siswa untuk dikembangkan dalam aktivitas
kewirausahaan. Dalam kaitan ini, potensi suatu wilayah dapat menjadi sumber belajar
bagi guru maupun siswa, sehingga dapat menyusun pilihan-pilihan yang kelak dapat
direalisasikan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Penyuluhan tentang etnosains diikuti oleh 20 orang siswa dan tiga orang guru. Adapun
susunan acaranya adalah : (1) Pengantar oleh Guru Pembimbing; (2) Penyajian Materi oleh
Dr. I Ketut Margi, M.Si dan Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum; (3) Diskusi. Kegiatan ini
berjalan lancar. Para siswa dan guru tampak antusias mengikuti acara diskusi sampai acara
selesai. Ada dua pertanyaan yang muncul dari siswa berikut ini.
1. Made Anggawati : “Mengapa anak-anak muda sekarang tidak peduli dengan
pengetahuan tradisional, tetapi lebih condong memperhatikan pengetahuan yang
datangnya dari Barat”?
2. Kadek Virga Dinata: “Bagaimana cara memajukan pengetahuan tradisional” ?
Tanggapan yang diberikan oleh nara sumber atas pertanyaan tersebut di atas meliputi (a)
pengertian pengetahuan tradisional; (b) gambaran tentang karakteristik pengetahuan
tradisional dibandingkan dengan karakteristik pengetahuan Barat.
24
Istilah traditional knowledge dalam sebuah kamus hukum nasional adalah engetahuan
tradisional yang dimiliki oleh masyarakat daerah atau tradisi yang sifatnya turun temurun,
yang meliputi bidang seni, tumbuhan, arsitektur, dan lain sebagainya. Dan traditional
knowledge adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi, dan how know
yang secara khusus mempunyai ciri - ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit sosial.
dalam banyak cara, bentuk knowledge tidak seperti dalam bahasa Inggris sehari - hari.
Bentuk khusus dari pengetahuan/knowledge merujuk kepada lingkungan pengetahuan
tradisional (traditional environment knowledge). Pengetahuan atau karya tersebut dipakai
oleh suatu generasi dan diteruskan oleh generasi berikutnya dan berkembang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat wilayah tertentu. Pengetahuan tradisional mencakup metode budidaya
dan pengolahan tanaman (pertanian), pengobatan, obat-obatan, resep makanan dan minuman,
kesenian dan lain sebagainya.
Pada prinsipnya, pengetahuan tradisional masih dikurung oleh berbagai steriotyp yang
membuatnya kalah ketika disandingkan dengan pengetahuan Barat. Beberapa steriotyp yang
tidak menguntungkan pengetahuan tradisional adalah : lambat, kuno, susah dimengerti,
sedangkan pengetahuan modern mendapat label : cepat, mewah, menyenangkan,
mempermudah hidup, hasilnya langsung dapat dilihat dan dinikmati. Setidaknya, dua kutub
yang bertolak belakang tersebut membuat popularitas antara pengetahuan tradisional dengan
pengetahuan modern menjadi berbeda dalam penerimaannya di masyarakat, terutama di
kalangan generasi muda. Dalam beberapa aspek kedua perbandingan tersebut ada benarnya,
namun bukan berarti antara keduanya harus dinilai bahwa yang satu nilainya lebih rendah
dibandingkan yang lainnya. Persoalan yang lebih sering terjadi adalah penilaian yang
timpang terhadap pengetahuan tradisional yang seringkali diberikan nilai yang lebih rendah
dilihat dari aspek kekunoan. Contoh yang paling ekstrim adalah saat ketika negara ini dijajah.
Di masa lalu, terutama pada zaman penjajahan yang dilakukan oleh bangsa - bangsa Barat
terhadap bangsa Timur, dikembangkan suatu anggapan bahwa kebudayaan dari
negara/bangsa terjajah memiliki nilai yang jauh lebih rendah daripada kebudayaan bangsa
penjajah. Bahkan, kebudayaan negara/bangsa yang terjajah seringkali dianggap kebudayaan
primitif/biadab (Billa, 2005: 5). Ini berarti secara mentah - mentah menyatakan bahwa
kebudayaan mereka tidak memiliki nilai yang berarti bagi kehidupan manusia. Stigma
tersebut kemudian melekat pula pada Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi
Folklor/Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), yang secara umum dapat diartikan sebagai :
pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat sebagai sarana untuk menyelesaikan
25
masalah/kesulitan sesuai dengan nilai - nilai budaya mereka yang mengedepankan
harmonisasi hubungan antara manusia, alam (dan Penciptanya), yang diwariskan secara turun
- temurun dari mulut ke mulut (pada umumnya) atau melalui contoh tindakan. Padahal
pengetahuan tradisional sebenarnya mengandung sisi keuntungan dari berbagai dimensi. Dari
segi sosial, jelas dengan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, maka pelestarian
nilai - nilai sosial juga akan terjaga dan terpelihara. Karena dengan ini, pemerintah tidak lagi
bisa acuh tak acuh dengan pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat. Dari segi
ekonomi, nyata bahwa dengan dilakukannya perlindungan hukum terhadap pengetahuan
tradisional, maka nilai- nilai ekonomi yang akan dihasilkan dari pengetahuan tradisional akan
memiliki nilai tambah dalam hal ini devisa negara dapat ditingkatkan. Hal ini menjadi logis
mengingat selama ini eksploitasi pengetahuan tradisional hanya sebatas pemanfaatan secara
konvensional, tetapi belum dikembangkan menjadi sesuatu yang sangat bernilai. Berdasarkan
pada nilai strategis ini, seharusnya pemerintah Indonesia tidak lamban dalam menyikapi
persoalan ini. Bagaimanapun jika dicermati perangkat perundang - undangan yang mengatur
masalah pengetahuan tradisional, khususnya dalam rezim HKI kurang diperhatikan, baik
dalam tataran normatif maupun law inforcement. Oleh karena itulah persoalan generasi muda
kurang tertarik pada pengetahuan tradisional karena ada persoalan dalam pengatahuan itu
sendiri yang lebih diartikan tidak sesuai dengan selera anak muda dan juga ada persoalan di
luar pengatahuan tradisional yaitu persoalan goodwill pengambil kebijakan/pemerintah dalam
mengembangkan pengetahuan tradisional.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memajukan pengetahuan masyarakat.
Pertama, memberikan edukasi kepada generasi muda secara berkesinambungan dalam
berbagai jenjang pendidikan. Edukasi ini dimasudkan untuk menjaga kesinambungan budaya
antara generasi pendahulu dangan generasi muda. Keterputusan budaya bisa berakibat
tercerabutnya generasi muda dengan alar budayanya. Bentuk edukasi yang dapat dipilih
haruslah memperhitungkan variasinya. Pelatihan, lomba, iklan budaya, workshop. Ke dua,
memastikan perlindungan hukum terhadap karya tradisional. Perlindungan hukum ini
sangatlah urgen di tengah-tengah adanya berbagai kasus yang mengklaim bahwa beberapa
karya anak bangsa telah di klaim oleh negara. Jika ini dibiarkan jelas akan mempengaruhi
cara pandang generasi muda dan tidak akan lada lagi sisa kebanggaan yang dimiliki.
Genarasi muda harus menyadari bahwa pengetahuan lokal memiliki kearifan yang
dapat dijadikan pegangan dalam menata kehidupan sosial budaya. Menurut Ridwan (2010:2)
26
kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia
dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu,
objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa wisdom
dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam
bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
terjadi.
Setelah mendengarkan paparan nara sumber siswa akhirnya dapat memahami
persoalan yang ada tentang pengetahuan tradisional. Selanjutnya, siswa diminta melakukan
evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan dengan materi tentang etnosain. Siswa yang ikut serta
dalam penyuluhan ini disebarkan angket setelah usai kegiatan. Peserta yang mengisi angket
berjumlah 20 orang. Hasilnya adalah berikut ini.
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Kegiatan Penyuluhan tentang Materi Etnosains
No Pernyataan Katagori
Setuju (%) Sangat setuju (%)
1 Pembicara menguasai
materi
60 40
2 Memberi kesempatan
berdiskusi
20 80
3 Materi yang diberikan
sesuai dengan karakter
sekolah
40 60
4 Sesuai dengan kebutuhan
siswa
75 25
5 Sesuai dengan tuntutan
jaman
80 20
Sumber: Primer, Juli 2016
Berpijak dari data Tabel 4.1 kegiatan penyuluhan tentang etnosains masuk dalam katagori
berterima. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan para guru, materi tentang
pengetahuan tradisional tergolong baru diperkenalkan melalui kegiatan P2M ini, sehingga
mereka disadarkan akan potensi pengetahuan yang sebenarnya tidak asing bagi mereka dalam
lingkungannya atau sebenarnya sangat dekat dengan kesehariannya.
5.2 Pelatihan Manajemen Keuangan & Pemasaran
Di samping kegiatan penyuluhan tentang etnosains, para siswa dan guru diberikan
pula pelatihan manajemen keuangan dan pemasaran. Adapun tujuan pokok diberikan materi
ini adalah.
27
1. Memberikan pengetahuan dasar tentang prinsip dasar keuangan sebagai bagian dari
aktivitas kewirausahaan
2. Memberikan keterampilan dasar tentang cara mengatur pemasukan dan pengeluaran
secara sederhana
Peserta yang ikut serta dalam pelatihan ini berjumlah 25 orang siswa. Metode yang
digunakan dalam pelatihan adalah metode ceramah dan praktek. Tahapan Kegiatannya adalah
berikut ini.
1. Siswa diberikan pengarahan terlebih dahulu oleh tim pelatih (Dra . Lulup Endah
Tripalupi, M Pd dan Luh Putu Sri Ariyani, S.S, M.Hum). Berikut dokumentasi saat
awal kegiatan.
Gambar 4.2 Spanduk Kegiatan
Sumber: Dokumentasi, Aryani, Juni, 2016
Gambar 4.2 Nara Sumber Memberikan Pengantar Kegiatan
Sumber: Dokumentasi, Aryani, Juni, 2016
28
2. Setelah pengarahan, selanjutnya peserta diberikan wawasan tentang konsep dasar
kewirausahaan dan keuangan. Berikut dokumentasinya.
Gambar 4.4 Pemberian Materi Kewirausahaan
Sumber: Dokumentasi, Aryani, Juni, 2016
3. Tahap berikutnya adalah aktivitas praktek. Pada kegiatan praktek, para siswa bekerja
secara berkelompok. Masing-masing kelompok yang terdiri atas 5 orang anggota
diberikan sejumlah bahan dan alat (kertas,kawat, gunting, lem dsb). Bahan-bahan
tersebut harus mereka olah menjadi berbagai karya sesuai dengan kreativitasnya.
Setelah mereka menghasilkan karya, tugas mereka selanjutnya adalah menyusun
estimasi biaya yang dikeluarkan dari karya tersebut dan melakukan estimasi pula
terhadap harga yang akan ditetapkan ketika karya tersebut akan dilempar ke pasaran.
Berikut adalah dokumentasi kegiatan.
Gambar 4.5 Siswa sedang Menunggu Distribusi Bahan Praktek
Sumber: Dokumentasi, Aryani, Juni, 2016
29
Gambar 4.6 Peserta Mulai Mereka-reka Apa yang akan dibuat
Dari Bahan yang tersedia
Sumber: Dokumentasi, Aryani, Juni, 2016
Gambar 4.7 Peserta Mulai Mengerjakan Bahan untuk Menghasilkan Karya
Sumber: Dokumentasi, Aryani, Juni, 2016
4. Setelah masing – masing kelompok menghasilkan karya, selanjutnya secara bergiliran
mereka mempresentasikan hasil karya mereka dan melaporkan estimasi pengeluaran
dan harga jual dari masing-masing karya yang telah mereka hasilkan. Berikut
dokumentasinya.
30
Gambar 4.8 Salah Satu Perwakilan Kelompok Sedang Presentasi
Sumber: Dokumentasi, Aryani, Juni, 2016
5. Penentuan Kejuaraan. Tahap akhir dari kegiatan adalah penentuan kejuaraan. Dalam
Tahap ini, Tim Pelatih melakukan seleksi berdasarkan evaluasi proses dan evaluasi
hasil. Penilaian dilakukan di tingkat kelompok pada saat proses pengerjaan karya,
kualitas presentasi dan kualitas karya serta ketepatan dalam menghitung estimasi
pengeluaran dan harga jual. Juara yang ditetapkan adalah Juara I, II dan III. Acara ini
merupakan acara yang di tunggu-tunggu oleh peserta pelatihan. Hadiah yang
disediakan oleh tim pelaksana sebenarnya bukan hanya dimaksudkan untuk
menciptakan suasana yang meriah saja, tetapi lebih jauh dari itu untuk memberikan
reward maupun reinforcement positif atas prestasi kerja yang telah dihasilkan.
6. Tahap Evaluasi Kegiatan. Menjelang kegiatan ditutup, tim P2M melakukan
pengedaran angket kepada siswa untuk mengetahu tingkat keberteriamaan kegiatan
yang telah dilakukan. Hasilnya adalah berikut ini.
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Kegiatan Pelatihan Kewirausahaan
No Pernyataan Katagori
Setuju (%) Sangat setuju (%)
1 Pelatih menguasai materi
pelatihan
20 80
2 Memberi kesempatan
bertanya
60 40
3 Materi yang diberikan
menarik dan sesuai
dengan karakter sekolah
40 60
4 Metode pelatihan
menarik dan membuat
siswa antusias berlatih
25 75
5 Menjadi mengerti arti
kewirausahaan
20 80
31
6 Bisa melakukan cara
perhitungan pengeluaran
dan harga jual
30 70
Sumber: Primer, Juli 2016
Hasil yang diperoleh dari kegiatan pelatihan kewirausahaan tergolong positif. Hal ini terlihat
dari beberapa aspek. Pertama, peserta tampak sangat antusias selama kegiatan berlangsung.
Mereka mengikutinya secara tekun dan melaksanakan setiap petunjuk yang diberikan oleh
tim pelatih selama kegiatan berlangsung. Jumlah peserta yang terlibat dalam kegiatan ini dari
awal sampai akhir kegiatan tidak berkurang. Kedua, hasil angket menunjukkan bahwa peserta
merasa mendapatkan manfaat dari pelatihan yang mereka ikuti. Di samping pertanyaan yang
sifatnya tertutup, peserta diberi kesempatan pula untuk menyampaikan pandangannya secara
terbuka dalam pengisian angket. Para peserta umumnya memohon agar di masa mendatang
sekolah mereka diberikan pelatihan yang serupa dan yang lebih kreatif agar sekolah mereka
semakin dikenal melalui karya-karya siswanya.
5.3 Pelatihan Pengolahan Lidi dan Daun Ental
Setelah melewati dua kegiatan yang dilakukan di dalam kelas, berikutnya adalah
kegiatan pelatihan pokok yaitu pengolahan lidi dan daun ental. Pelatihan ini dilakukan setiap
minggu (diambil pada hari Minggu) selama dua bulan di Rumah Pengrajin di Desa
Sambirenteng. Pelatihan ini diiikuti oleh 12 orang siswa (dua orang pria; sepuluh orang
wanita); 3 orang guru (1 orang pria dan 2 orang wanita); 5 orang pendamping (tim pelaksana)
dan 2 orang pelatih. Berikut dokumentasi kegiatan. Disamping tim ini, ada pula kesertaan dua
orang mahasiswa jurusan pendidikan sosiologi yang ikut serta. Pelibatan ini dimaksudkan
untuk memberi pengalaman tentang kondisi dan situasi belajar dalam aktivitas P2M.
Gambar 4.9 Tim Pelaksana dan Peserta Pelatihan
Sumber: Dokumentasi, Margi, Juli, 2016
32
Pelatihan I
Materi Ajar : Pembuatan Kerajinan Berbahan Lidi Ental
Pada saat pelajaran pertama ini, peserta dilatih membuat ingke dalam bentuk yang kecil.
Pembuatan ingke memiliki tahapan berikut ini.
Tahap 1
1) Lidi yang berusia sedang (jika muda akan cepat berubah warna) ental direndam
terlebih dahulu dalam air dingin selama kurang lebih 5-10 menit
2) Lidi yang telah direndam dibersihkan (dirot, diserut) sehingga menghasilkan lidi yang
siap diulat
3) Lidi yang telah diserut diangin-anginkan selama kurang lebih lima menit
4) Selanjutnya nguseh
5) Ngulat
6) Sebelum mengulat lidi harus dipastikan terlebih dahulu ukuran ingke yang akan
dibuat. Jika akan membuat ingke ukuran kecil diperlukan lidi sejumlah 56 batang; jika
hendak membuat yang besar (bokor) diperlukan lidi sejumlah 14 x 7 = 98 batang.
7) Setelah ingke berhasil dibuat maka perlu diangin-anginkan dan selanjutnya divernis
8) Cara perawatannya adalah setelah dipakai dicuci dengan memakai sabun cair, dijemur
agar benar-benar kering, selanjutnya penyimpanannya dibungkus dengan plastik.
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan peserta pelatihan mengikuti tahap-tahapan
pembuatan ingke.
Gambar 4.10: Peserta sedang Ngerot Lidi Ental
Sumber: Dokumentasi, Margi, Juli 2016
33
Gambar 4.11: Peserta Sedang Belajar Nguseh bersama Pelatih & Pendamping
Sumber: Dokumentasi, Margi, Juli 2016
Gambar 4.12 Peserta Mulai Berlatih Mengulat Ingke
Sumber: Dokumentasi, Margi, Juli 2016
34
Gambar 4.13 Ingke yang Telah Berhasil dibuat Oleh Peserta dan Siap Dihaluskan
Sumber: Dokumentasi, Margi, Juli 2016
Pelatihan pembuatan ingke berlangsung selama 4 minggu berturut-turut. Penentuan hari
latihan dilakukan melalui kesepakatan antara peserta, pelatih dan pendamping. Agar tidak
mengganggu jam belajar siswa di sekolah maka disepakati latihan dilakukan setiap hari
minggu. Selama pelatihan berlangsung, ada beberapa catatan menarik untuk dilaporkan
berikut ini.
1. Pelatihan ini diikuti oleh peserta pria maupun wanita. Padahal kerajinan ini lazimnya
dinilai sebagai pekerjaan yang bercorak feminin, karena sesuai dengan pensifatan
feminin yaitu dalam pengerjaannya menuntut kesabaran, ketekunan, produk yang
dibuat berhubungan dengan dunia ke wanitaan, dsb. Namun, dalam kegiatan ini justru
antusias siswa pria dan wanita tidak berbeda dalam mengikuti proses pelatihan.
2. Selama proses pembuatan ingke peserta merasakan ada keseruan yang terjadi dari
berbagai tahapan yang harus dilewati. Misalnya, saat materi nguseh semua peserta
mengaku menghadapi tantangan yang sulit karena membuat kerangka merupakan
pelajaran yang benar-benar menuntut ketelitian dan kesabaran. Dalam hal ini dapat
direkam ekspresi yang datar, gelisah dan penasaran. Pada umumnya peserta yang
semangat tetapi beberapa kali gagal membuat kerangka kelihatan menunjukkan
ekspresi gregetan. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya semua peserta bisa
membuat kerangka untuk bahan ingke. Dapat direkam pula ada peserta yang cepat
dapat menyerap dan berhasil dalam waktu singkat membuat rangka, ada yang sedang,
tetapi ada pula yang lambat. Kesabaran para pelatih, akhirnya dapat memupus
kekhawatiran peserta. Dalam kaitan ini, pedamping sekaligus pelaksana kegiatan ikut
serta bergairah berlatih membuat ingke untuk memompa semangat peserta. Selama
kegiatan berlangsung, suasana seringkali pecah karena antara pendamping, pelatih
35
dan peserta sering membuat juk, guyonan yang disertai ledekan ketika melihat ada
yang belum berhasil mengikuti percepatan peserta lainnya.
3. Antusias peserta selama pelatihan tampak dari ketekunannya selama bekerja. Salah
satu tolak ukurnya adalah seringkali terjadi keasyikan bekerja, sampai melewati saat
jam makan siang/waktu istirahat.
4. Terungkap pula bahwa bagian yang paling menyenangkan dalam pembuatan ingke
adalah ketika sosoknya sudah kelihatan dan yang menyenangkan adalah saat mepet
yaitu merapatkan ulatan agar bentuknya menjadi rapi dan nyata.
Pelatihan II
Pada tahap kedua diisi dengan materi : Membuat Keranjang dari Daun Ental
Materi ini diikuti oleh peserta yang sama pada saat pembuatan lidi ental. Waktu dan tempat
pelaksanaan dilakukan tidak berbeda dengan saat pelatihan pembuatan ingke. Proses
pembuatan keranjang mengikuti tahap berikut ini.
1. Daun ental yang dipilih adalah daun yang berumur muda dan berwarna putih
2. Jika keranjang yang diinginkan berwarna maka daun ental harus dicelup terlebih
dahulu selama kurang lebih 5 menit, selanjutnya dijemur agar benar-benar kering.
Warna pencelup yang dipakai adalah pewarna kayu
3. Sebelum diulat menjadi keranjang, daun yang sudah diwarnai diiris terlebih dahulu.
Irisannya harus dibuat dengan ukuran yang sama. Agar mendapat ukuran yang sama
dibuatlah cetakan pemotong dari daun ental yang disisipi pisau catter
4. Setelah irisan terkumpul barulah mulai mengulat sesuai bentuk dan warna yang
diinginkan
Berikut gambar beberapa aktivitas peserta saat membuat keranjang berbahan daun ental.
Gambar 4.14 Daun Ental yang Telah Diwarnai
Sumber: Dokumentasi, Margi, Agustus, 2016
36
Gambar 4.15 Peserta sedang Mengiris Daun Ental
Sumber: Dokumentasi, Margi, Agustus, 2016
Gambar 4.16 Peserta mulai Berlatih Mengulat Daun Ental
Sumber: Dokumentasi, Margi, Agustus, 2016
Gambar 4.17 Keranjang Dari Daun Ental
Sumber: Dokumentasi, Margi, Agustus, 2016
Pada saat berlangsungnya pelatihan tahap dua dengan materi mengulat daun ental, peserta
tampak tetap semangat mengikuti pelatihan yang dilaksanakan berlangsung selama bulan
Agustus. Ukuran keranjang yang dibuat dalam ukuran kecil, sedang dan besar. Di samping
dari segi ukuran, ada berbagai warna yang dipadukan, tetapi ada juga peserta yang memilih
37
satu warna saja. Masing-masing peserta menghasilkan minimal 1 keranjang dalam ukuran
kecil, sedang atau besar.
Setelah selesai pelatihan pada materi yang kedua, para peserta diminta untuk mengisi
angket yang telah disiapkan oleh Tim Pelaksana. Hasil angket adalah berikut ini.
Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Kegiatan Pelatihan
No Pernyataan Katagori
Baik (%) Sangat Baik (%)
1 Isi pelatihan 20 80
2 Nara sumber/pelatih 25 75
3 Kejelasan tujuan
pelatihan
40 60
4 Kejelasan agenda
pelatihan
25 75
5 Fasilitas pelatihan 20 80
6 Target yang dihasilkan 15 85
Sumber: Primer, Agustus 2016
Angka yang muncul dalam Tabel 4.3 merepresentasikan tingkat keberhasilan dari kegiatan
pelatihan. Hal ini sangat mungkin terjadi karena sebelum latihan dimulai dalam pemilihan
peserta pelatihan dilakukan tahap seleksi calon peserta yang dilakukan oleh guru pembina.
Hal ini bertujuan agar diperoleh siswa yang memang memiliki tekad dan kesungguhan untuk
berlatih. Setelah diperoleh nama peserta yang definitif, mereka dikumpulkan terlebih dahulu
untuk diberikan pengarahan tentang apa tujuan dilakukan pelatihan, bagaimana tata cara
selama mengikuti pelatihan dan mendengarkan secara langsung komitmen peserta. Tindakan
ini dilakukan agar mereka mempunyai pemahaman yang tepat dari pelaksanaan pelatihan
sampai target yang akan dihasilkan. Di samping diperoleh persentase tentang penilaian
kegiatan pelatihan, diperoleh pula pandangan secara terbuka melalui melalui pertanyaan
tentang hal positif yang ditemui selama proses pelatihan. Jawabannya adalah berikut ini.
1. “Bisa menggali ilmu baru atau kreativitas siswa dalam pelatihan”
2. “Mendapatkan ilmu tambahan sehingga bisa dikembangkan untuk berusaha”
3. “Saya mampu berorganisasi dan bekerjasama dengan baik”
4. “Saya mendapatkan pelajaran yang baik dan mampu berkreasi saat membuat keben”
5. “Saya dilatih menjadi pribadi yang sabar”
6. “Dengan berlatih mengulat saya tahu cara mengisi waktu untuk kerja yang
bermanfaat”
38
7. “Mengajarkan saya untuk ulet dalam membuat usaha”
8. “Saya belajar tentang kearifan lokal”
9. “Saya berlatih tentang kebersamaan”
Pengakuan peserta dapat dihubungkan dengan semangat mereka berlatih tampak ada
kesesuaian antara pandangan tersebut dengan keseriusannya mengikuti pelatihan. Mereka
secara tekun mengikuti arahan pelatihnya. Keceriaan mereka satu sama lain, solidaritas,
loyalitas kelompok tampak sangat kental selama kegiatan berlangsung.
mereka yang bisa menyerap pelajaran yang diberikan oleh pelatih, akan membantu temannya
yang belum mengerti petunjuk yang diberikan pelatihnya.
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Pelaksanaan kegiatan P2M yang telah berlangsung di SMKN 1 Tejakula dan di rumah
Ibu Nyoman Widiasih (Pengrajin Ingke) dapat ditarik kesimpulan berikut ini.
1. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Tejakula yang dijadikan lokasi kegiatan sesuai
dengan visi dan misi kegiatan pengabdian yang melihat pembangunan desa secara
lintas sektoral dan komprehensif. Artinya, tingkat keberhasilan pembangunan desa
harus dilihat dari partisipasi semua pihak, termasuk masyarakat sekolah. Hal ini juga
bersambut dengan visi misi sekolah yang mendudukkan masyarakat sebagai sumber
belajar bagi masyarakat sekolah untuk tindakan pemberdayaan. Dalam konteks ini
dipastikan sebagai sekolah kejuruan sangat berkepentingan dengan berbagai potensi
yang tersedia di lingkungan alam, sosial dan budaya masyarakat setempat.
2. Para siswa dan guru di SMKN 1 Tejakula yang ikut serta dalam kegiatan penyuluhan
etnosains telah memiliki pengetahuan tentang pengertian pengetahuan tradisional, arti
penting serta tantangannya di tengah-tengah pengetahuan modern
3. Peserta pelatihan kewirausahaan telah memiliki pengetahuan dasar tentang tata cara
menyusun perhitungan harga beli dan harga jual dari produksi yang dihasilkan
melalui kegiatan pelatihan.
4. Peserta pelatihan telah berhasil memiliki teknik pembuatan ingke dan keranjang dari
daun ental melalui proses belajar yang diberikan oleh tim pelatih.
40
LAMPIRAN
PETA LOKASI KEGIATAN
Sumber : http://mapcarta.com/26457482. Diakses tgl 21 September 2014
MATERI I
41
MATERI II
42
Kerja Kelompok:
1. Anggota kelompok masing-masing 5 orang.
2. Tiap kelompok membuat suatu produk sesuai dengan sumber daya yang telah diterima
(boleh membuat 2 macam produk)
3. Hitung biaya produksi untuk masing-masing produk kemudian tentukan harga jualnya.
4. Hasil produk jadi ditaruh di atas meja etalase dengan memberi nama dan harga jual
produknya.
5. Tiap kelompok menunjuk satu orang yang bertugas sebagai tenaga pemasaran untuk
mempromosikan hasil produksinya.
6. Kemudian masing-masing kelompok dipersilahkan untuk membeli jenis produk yang
disukai (tidak boleh memilih produknya sendiri)
43
Ketentuan Pemenang,
1. Produk kelompok yang disukai oleh banyak orang.
2. Memiliki keuntungan yang paling banyak
Harga Bahan Baku.
Nama Bahan Baku Satuan Harga (Rp)
Batang pohon Batang 4.000
Balon cacing Lembar 1.250
Balon bulat Lembar 1.000
Benang wool Tiap jenis warna 250
Pita kain Tiap jenis warna 1.500
Pita raffia Tiap jenis Warna 1.500
Benang 1,00
Kertas jagung Tiap jenis warna 650
Kertas origami kecil Tiap lembar 200
Kertas origami besar Tiap lembar 300
Kain flanel Per lembar 650
Pipet Per biji 100
Jarum pentul Per biji 500
Jarum jahit Per biji 500
Lidi Per biji 25
Gunting Per biji 3.350
Sewa lem 50
Sewa Benang 10
WEB
MERAIH MIMPI MELALUI DAUN ENTAL, KREATIVITAS PEREMPUAN
PENGRAJIN ENTAL DI DESA SAMBIRENTENG, BULELENG
KAMIS, 08 OKTOBER 2015
DARI MMEL KE MALL
MERAIH MIMPI MELALUI DAUN ENTAL, KREATIVITAS PEREMPUAN PENGRAJIN ENTAL DI DESA
SAMBIRENTENG, BULELENG BALI
CONTACT PERSON: Nyoman Widiasih, 085238503934
Desa Sambirenteng, Tejakula, Bali merupakan Desa yang memiliki potensi kepariwisataan yang belum
dikembangkan secara optimal. Berpijak dari grand desain pemerintah agar sektor kepariwisataan yang dimiliki
suatu daerah dapat dikembangkan dari wisata rekreatif menuju wisata kreatif (creative based tourism). Desa
ini secara historis dikenal sebagai desa kuno yang letaknya berdekatan dengan Desa kuno (Desa Bali Mula)
yang telah dikenal sebelumnya seperti Desa Sembiran, Pacung.
44
Sumberdaya alam yang tersedia di desa Sambirenteng adalah sumberdaya pertanian lahan kering dan sumber
laut. Berdasarkan potensi alamnya berbagai tanaman perkebunan dapat tumbuh di wilayah ini seperti pisang,
jagung, ketela pohon, mangga dan kelapa. Tanaman lahan kering yang cukup menonjol tumbuh di desa ini
adalah pohon ental (Enau) dengan luas kira-kira 46,15 ha. Secara historis pohon ental telah tumbuh lama di
desa ini sehingga masyarakat Desa Sambirenteng dikenal sebagai sebagai produsen gula ental. Bahkan saat ini
telah dikembangkan produksi kerajinan tangan ingke dari lidi ental.
Bentangan alam Desa Sambirenteng
Bentangan alam Desa Sambirenteng
Secara historis pembuatan kerajinan lidi ental maupun daun ental bukan merupakan hal yang baru dalam
masyarakat. Setidaknya, anggota masyarakat yang telah berumur 70tahun pada saat kegiatan ini dilakukan
mengakui bahwa keberadaan hutan rontal di Desa Sambirenteng memang telah ada dari sejak dulu. Istilahnya
hutan lontar dikenal dengan sebutan mmel, sehingga sekitar tahun 70an masyarakat Desa Sambirenteng masih
terkonsentrasi aktivitasnya di mmel, sehingga waktu itu dikenal istilah ke mmel. Digambarkan oleh para orang
tua bahwa pagi-pagi masyarakat telah siap-siap pergi ke mmel dengan membawa berbagai peralatan yang
diperlukan. Masyarakat pada waktu itu mendirikan pondok-pondok di bawah pohon ental. Berbagai aktivitas di
45
lakukan di mmel, yaitu berkebun singkong dan sayuran lainnya, memelihara babi, memasak, mengayam dan
aktivitas domestik lainnya. Aktivitas lain yang tidak kalah pentingnya pada waktu itu adalah menyadap air nira
untuk dijadikan gula. Para laki-laki betugas memanjat pohon ental (nira), sedangkan para ibu memasaknya
menjadi gula. Aktivitas membuat gula pada waktu itu tergolong tinggi, demikian pula dalam pembuatan
jejahitan dari daun lontar telah dikenal pula oleh kaum perempuan pada waktu itu. Ingke buatan
Sambirenteng sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat di Buleleng pada umumnya.
Apa yang terjadi sekarang ?, romantisme ke Mmel hanya tinggal kenangan bagi sebagian besar warga
masyarakat. Dulu, masyarakat lebih mengenal mmel sebagai pusat aktivitas, sekarang masyarakat lebih dekat
dengan atribut dunia modern dan global yang identik dengan dunia mal.
Walaupun potret masyarakat telah berubah, namun ada sekelompok ibu-ibu yang masih menaruh harapan
besar dari keberadaan hutan ental yang telah lama ditinggalkan oleh warganya. Melalui kegiatan P2M yang
dilakukan oleh Tim (Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum; Prof.Dr.Nengah Bawa Atmadja, MA; Dr. I Ketut Margi,
M.Si; Drs. I Nyoman Sila, M.Hum; Luh Putu Sri Ariyani, S.S, M.Hum) sederetan mimpi indah yang dimiliki oleh
para pengrajin di bawah komando Ibu Nyoman Widiasih kembali dibangkitkan. Hasilnya adalah karya-karya
cantik melalui sentuhan hati yang tulus untuk menjadikan desanya diperhitungkan di masa yang akan datang.
Merupakan keniscayaan tradisi dari Mmel ke Mal menjadi realitas, ketika kehidupan berubah, karya mereka
pun diperhitungkan di dunia Mal yang tempatnya setara dengan produk modern dan global. LIHATLAH UPAYA
KERJA KERAS MEREKA BERKARYA
46
47
Berikut hasil karya mereka.
Diposkan oleh Ental Sambirenteng di 02.33 1 komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Posting Lama Beranda
Langganan: Entri (Atom)
MENGENAI SAYA
48
Ental Sambirenteng
Lihat profil lengkapku