bgtl v30n2 november 2020

99

Upload: denisugandi

Post on 30-Nov-2020

1 views

Category:

Science


0 download

DESCRIPTION

BULETIN GEOLOGI TATA LINGKUNGAN - BADAN GEOLOGI, Volume 30 Nomor 2 Bulan November 2020.

TRANSCRIPT

Page 1: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020
Page 2: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 1

Dalam penerbitan Volume 30 Nomor 2, bulan November 2020, sidang dewan redaksi menghaturkan beberapa artikel yang berkaitan dengan kondisi geologi di Indonesia. Di artikel utama menurunkan tulisan Taman Bumi di Klaten Jawa Tengah; Aspiring Geopark Bayat yang disusun hasil laporan survey lapangan oleh tim, dalam rangka verifikasi lapangan.

Di artikel utama berikutnya mengetengahkan tulisan tentang Misteri Geologi Lingkungan di Pulau Buton, oleh Aminuddin. Kemudian tulisan Peran Geologi dalam Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan, disusun oleh Dita Arif Yuwana.

Untuk tema khusus geowisata Dewan Redaksi menurunkan beberapa tulisan yang disusun oleh para praktisi, peneliti geolog dan pelaku intepreter geowisata. Diantaranya adalah Geowisata di Kompleks Gunungapi Purba Soreang, ditulis oleh T Bachtiar. kemudian artikel Mengembangkan Geowisata Indonesia, Menggali Dokumen Lama Geologi yang disajikan oleh Muhammad Malik Ar Rahiem. Artikel ringan selanjutnya berupa langlanbumi kunjungan ke lereng kaldera di sebelah utara Ende, Dalam Haribaan Bayangan Kaldera Sokoria oleh Deni Sugandi.

Berikutnya dalam tulisan yang diketengahkan oleh Ketua Dewan Redaksi, berupa sumbahsih pemikiran berkaitan dengan pengembangan geowisata. Dibalut dalam artikel Mitos, Sejarah dan Perkembangan Geologi; Gaia Ibu Semua Dewa-Dewi. Dalam artikel tersebut, Oki Oktariadi bermasud menyampaikan pesan tentang sejarah perkembangan bumi dari pengetahuan kolektif dan mitos. Beberapa artikel lainya tidak kalah menarik, tersaji dalam penerbitan edisi ini. Semoga menjadi pengetahuan bagi sidang pembaca yang budiman. Oki Oktariadi

PENGANTAR EDITORIAL

Page 3: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

2 Vol 30 N2 November 2020

Penanggung Jawab Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Andiani Ketua Dewan Redaksi Oki Oktariadi. Anggota Dewan Redaksi Dita Arif Yuwana, T Bachtiar, Deni Sugandi, Atep Kurnia, Ronald Agusta. Ketua Dewan Penerbit Amin Hamidi. Anggota Dewan Penerbit Sri Yuliani Hartati, Tursanti Dewi. Penata Letak Ayi Sacadipura. Ilustrator Dedi Umbara. Editor Bahasa CN. Annisa dan Atep Kurnia. Sekretariat Turinah, Ellia Kurnia MY.

Sekretariat Redaksi:Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (Centre of Groundwater and Environmental Geology) Jalan Diponegoro 57 Bandung 40122. Telp. 022-7274676, 022-7274677 Faks. 022-7206167. Email: [email protected]

Redaksi menerima artikel diketik dengan spasi rangkap, maksimal 5.000 karakter, ditandatangani serta disertai identitas. Format dalam bentuk digital dikirim ke alamat redaksi, dengan catatan dewan redaksi berhak menyunting kembali naskah yang diterima.

Buletin Geologi Tata Lingkungan (BGTL)diterbitkan berkala tiga kali setahun oleh Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Redaksi BGTL.Dalam beberapa bulan ke belakang, saya mendapatkan salah satu edisi majalah BGTL. Bagi saya majalah ini mampu menjangkau dan menyebarkan pengetahuan populer yang berkaitan dengan keilmuan dan informasi populer kegeologian lainya, khususnya geologi lingkungan. Namun sayang sekali, distribusi majalah ini sangat terbatas, sehingga bagi yang yang berada di luar Jawa sangat sulit mendaptkan edisi selanjutnya. Mengusulkan agar majalan ini bisa dibuatkan dalam bentuk PDF, dan disebarluarkan melalui jejaring sosial. Terima kasih.

Putri, Magelang

Redaksi BGTL.Saya sangat menyambut baik penerbitan satu-satunya majalah populer produk dari Badan Geologi Kementrian ESDM. Beberapa informasi sangat saya butuhkan sebagai peningkatan kapasitas sebagai pemandu geowisata. Tertutama berkaitan dengan informasi kegeologian untuk tata lahan dan air tanah yang dirasa masih kurang di negeri ini. Semoga majalah ini tetap terbit menyatapa para penggemarnya di tahun-tahun ke depatannya

Linawati Warsa, Bandung

SURAT PEMBACA

Page 4: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 3

DAFTAR ISI

14 ASPIRING GEOPARK BAYAT, TAMAN BUMI DI KLATEN Penulis: Aris Dwi Nugroho, Didit Hadi Barianto dan Oki Oktariadi

24 GEOWISATA DI KOMPLEKS GUNUNGAPI PURBA SOREANG Penulis: T Bachtiar

31 MENGEMBANGKAN GEOWISATA INDONESIA Penulis: Muhammad Malik Ar Rahiem

40 MISTERI GEOLOGI LINGKUNGAN PULAU BUTON SULAWESI TENGGARA Penulis: Aminuddin

48 PERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN Penulis: Dita Arif Yuwana

52 ULASAN MYTH AND GEOLOGI Penulis: Atep Kurnia

58 NICOLAAS WING EASTON (1859-1937) MENEMUKAN INTAN KALIMANTAN Penulis: Atep Kurnia

64 SITU-SITU YANG HILANG DI CEKUNGAN BANDUNG Penulis: T Bachtiar

70 MITOS, SEJARAH DAN PERKEMBANGAN GEOLOGI Penulis: Oki Oktariadi

88 DALAM HARIBAAN BAYANGAN KALDERA SOKORIA Penulis: Deni Sugandi

Foto sampul depan Singkapan Mass transport complex di Sumba Timur. Foto: Deni Sugandi

Page 5: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

4 Vol 30 N2 November 2020

Dinding terjal yang disusun oleh batugamping, dengan struktur kekar di Pantai Parangtritis, Kawasan ini mempunyai zone pecah gelombang yang dekat pantai sehingga zone paparannya sempit. Akibatnya adalah hempasan ombak dapat menyapu pantai dengan energi yang masih kuat. Kondisi ini yang kadang membawa korban jiwa wisatawan.

Foto & Teks: Sultan Ahmad Mawardi

Page 6: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 5

Page 7: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

6 Vol 30 N2 November 2020

Gua yang terbentuk akibat abrasi ombak dengan diameter kurang lebih 50 m, berhubungan langsung dengan laut lepas. Gua yang disusun batu breksi vulkanik dan dijebol melalui mekanisme erosi, menyebabkan batuan yang lebih lemah tergerus gelombang laut. Selain sebagai lingkungan kelelawar, gua pantai sebelah baratdaya Pulau Sangiang, dimanfaatkan menjadi tempat paling baik buat tumbuhnya anak hiu, hidup dari kotoran guano kelelawar.

Foto dan Teks: Muamar Khadafi

Page 8: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 7

Page 9: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

8 Vol 30 N2 November 2020

Bekas tambang timah di Desa Airputih - Kecamatan Muntok ini telah ditata menjadi taman. Di sekitar lokasi ditemukan batuan granit dalam berbagai bentuk dan ukuran yang disisakan dari pertambangan . Granit yang ditemukan pada umumnya, permukaannya telah lapuk dan beberapa masih segar (putih berbintik hitam). Pada salah satu bongkah ditemui mineral Tourmalin yang sangat kasar. Di tengah tapak bumi ini terdapat danau yang terlihat dari foto udara menyerupai bentuk Kepulauan Bangka Belitung.

Foto & Teks: Ronald Agusta

Page 10: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 9

Page 11: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

10 Vol 30 N2 November 2020

Masyarakat kampung adat Nggela, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, percaya bahwa nenek-moyanya bermula dari empat orang kakak-beradik yang mendirikan kampung ini. Nama kampung diambil dari nama anak bungsu perempuan kesayangan keluarga, yaitu Ni Nggela. Orang tua Ni Nggela mempunyai empat orang anak. Anak pertama laki-laki bernama A Nogo, yang kedua Tori, anak ketiga, Nira, dan anak yang keempat, perempuan satu-satunya, bernama Ni Nggela. Nenek moyang mereka berasal dari utara, mengarungi Laut Flores, lalu mendarat di teluk sekitar Weweria, Maurole.

Foto dan teks: T Bachtiar

Page 12: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 11

Page 13: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

12 Vol 30 N2 November 2020

Page 14: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 13

Perbukitan antiklinal yang membentuk lembah yang curam dan didasarnya ditoreh oleh Batang Kuantan hulu, di Silokek, Sijungjung, Sumatra Barat. Morfologi demikian merupakan ciri daerah cekungan sedimen yang telah mengalami pengangkatan dan perlipatan.

Foto dan Teks: Deni Sugandi

Page 15: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

14 Vol 30 N2 November 2020

Rawa Jombor, Krakitan, Bayat. Foto: Deni Sugandi

TAMAN BUMI DI KLATEN, JAWA TENGAH

ASPIRING GEOPARK BAYATOleh: Aris Dwi Nugroho, Didit Hadi Barianto dan Oki Oktariadi

Page 16: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 15

Page 17: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

16 Vol 30 N2 November 2020

Bayat adalah salah satu daerah melange pra-Tersier di Indonesia selain Karangsambung (Jawa Tengah), Ciletuh (Jawa Barat), Meratus (Kalimantan Selatan), Pagimana (Sulawesi Tengah) dan Bantimala (Sulawesi Selatan). Daerah ini sangat penting bagi ilmu kegeologian dikarenakan komposisi batuannya yang campur aduk akibat terbentuk dari proses subduksi antara 2 lempeng. Singkapan yang tersebar di sepanjang Perbukitan Jiwo Barat dan Perbukitan Jiwo Timur ini dapat diamati di sungai, sisi jalan, depan rumah maupun di kebun penduduk.

Seolah tak mau kalah dengan daerah lainnya yang sudah menjadi kawasan geopark, yaitu Geopark Ciletuh sebagai UNESCO Global Geopark dan Geopark Karangsambung-Karangbolong sebagai Geopark Nasional, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah maupun Pemerintah Kabupaten Klaten menjadikan kawasan Bayat ini sebagai salah satu kandidat Geopark Nasional yang harus segera dikembangkan. Apalagi sang tetangga, Geopark Gunungsewu (Gunungkidul-Wonogiri-Pacitan) sudah sejak 2015 menjadi UNESCO Global Geopark.

Geopark adalah kawasan geografis dimana situs-situs warisan geologis menjadi bagian dari konsep perlindungan, pendidikan dan pembangunan berkelanjutan secara holistik. Sinergi antara keragaman geologi, biologi dan budaya harus ditonjolkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari geopark

khususnya jika nilai bentang alam dan geologinya dapat ditunjukkan kepada pengunjung (UNESCO 2010). Sedangkan motto geopark adalah memuliakan bumi dan mensejahterakan masyarakat. Berdasarkan kosep pengembangan dan motto geopark diatas, jelas bahwa tujuan utama geopark adalah terlindunginya kawasan dikarenakan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat yang meningkat.Pengembangan geopark berdasarkan tiga

pilar utama, yaitu : Aspek perlindungan dan konservasi, Aspek pendidikan dengan menyelenggarakan kegiatan dan menyediakan informasi kepada publik tentang pengetahuan geosains serta konsep lingkungan dan budaya dan Aspek pengembangan nilai ekonomi lokal melalui kegiatan pariwisata (geotourism) berkelanjutan. Untuk membangun suatu geopark, pemerintah daerah diharapkan memilih kawasan yang akan diusulkan sebagai geopark. Kriteria pemilihan kawasan untuk geopark antara lain : mengumpulkan pernyataan para ahli geologi bahwa kawasan tersebut memiliki bentang alam geologi yang bertaraf internasional/nasional/lokal, adanya hubungan antara warisan geologi dengan warisan budaya serta masyarakat setempat mendukung pembangunan geopark. Dari pilar dan pemilihan kawasan, daerah Bayat dan sekitarnya adalah kawasan yang sangat cocok karena memiliki

Bagi peneliti geologi, Bayat merupakan kawah candradimuka bagi yang ingin mengupas rahasia bumi jutaan tahun yang lalu. Di Kecamatan Klaten, berbatasan Jawa Tengah dan DIY

Page 18: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 17

keanekaragaman geologi, keanekaragaman biologi dan keanekaragaman budaya.

I. Keanekaragaman GeologiKawasan Bayat dan sekitarnya sangat kaya akan keunikan batuan, baik dari bentang alam, batuan, proses, maupun strukturnya. Diantara kandidat geosite di kawasan Bayat adalah :• Filit klorit-muskovit Bukit PertapanBatuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat adalah batuan metamorf yang diperkirakan berumur 98 juta tahun yang lalu dari hasil perhitungan umur batuan menggunakan metode radiometrik Potassium-Argon (K-Ar) (Prasetyadi, 2007). Batuan ini dapat ditemukan di Perbukitan Jiwo Barat dan Perbukitan Jiwo Timur

berupa Filit klorit-muskovit yang berasal dari metamorfose batuan sedimen berbutir halus seperti batulempung atau batupasir dengan sedikit variasi batugamping dan batuserpih yang mengandung karbon.

• Marmer Joko TuwoMerupakan marmer tertua di Pulau Jawa (98 juta tahun/zaman Kapur) hasil proses metamorfosa regional berupa lensa marmer dalam batuan filit. Terdapat cermin sesar dan breksi sesar yang berarti penting dalam proses rekonstruksi struktur geologi yang bekerja didaerah tersebut. Aksesbilitas untuk mencapai geosite ini berupa jalan setapak sejauh 100 meter dari jalan desa yang sudah

Filit klorit-muskovit Bukit Pertapan. Foto: Aris Dwi Nugroho

Page 19: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

18 Vol 30 N2 November 2020

dilakukan cor beton• Grafit Gunung GajahMerupakan geosite yang berada disamping lokasi wisata kolam renang Gunung Gajah. Grafit yang ada terbentuk hasil proses metamorfosis kontak dari batu karbonan yang merupakan sisipan dari Formasi Wungkal, yang didominasi oleh perselingan batu lempung dan batu pasir. Metamorfosis kontak terjadi karena Formasi Wungkal tersebut diterobos oleh diorit. Beberapa cermin sesar juga muncul pada batugamping numulites dan breksi kuarsa. Selain itu terdapat terobosan diorit berposisi sejajar perlapisan batupasir yang sering disebut sebagai Sill.

• Geosite WatuprauUntuk mencapai lokasi ini sudah tersedia jalan beraspal dan penunjuk arah menuju Bukit Cinta sejak dari Jalan Raya Bayat-Cawas. Di area ini dapat kita jumpai Sekis dengan sisipan marmer dan fragmen kuarsa Pra-Tersier. Merupakan hasil proses metamorfosis regional yang muncul karena proses subduksi dan menjadi basement Pulau Jawa bagian timur.Selain itu terdapat batuan berumur Kapur dan Batugamping Eosen berumur 44 juta tahun yang mengandung fosil Numulites Javanus, Numulites Nanggulani, dan Alveolina, Numulites Djogjakartae menunjukan struktur slumping dan imbrikasi fosil yang menunjukkan arah arus purba dari selatan ke utara.

• Lava Bantal JarumMerupakan lava yang terbentuk pada lingkungan bawah laut yang menunjukan struktur breksi autoklastik akibat lava yang telah mendingin, dan mengeras, membentuk fragmen-fragmen seperti breksi. Struktur lava bantal terbentuk

akibat tekanan gas tidak mampu menembus tekanan air dengan umur Oligosen Awal. Aksesbilitas geosite ini sangat mudah dengan melalui jalan aspal penghubung Bayat-Semin, dan berbelok kekiri sejauh 250 meter ke arah Desa Jarum.

• Fosil Nummulites Gunung Wungkal.Batugamping Eosen, berumur 44 juta tahun, mengandung fosil Numulites Javanus, Numulites Nanggulanis, dan Alveolina, Numulites Djogjakartae menunjukan struktur slumping dan imbrikasi fosil yang menunjukkan arah arus purba. Kontak antara batupasir Formasi Wungkal dengan batugamping Numulites Formasi Gamping.

Morfologi bukit yang terisolasi (isolated hill in layer) dan dapat melihat panorama Rawa Jombor dari arah selatan. Aksebilitas dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat.

• Rawa Jombor.Terletak di Desa Krakitan dan dapat ditempuh dengan mudah dengan kendaraan roda empat atau lebih. Merupakan rawa purba yang terbentuk dari proses tektonik akibat pengangkatan pegunungan selatan sehingga aliran air ke selatan terbendung dan terbentuk Rawa Gantiwarno. Rawa ini kemudian dikeringkan oleh Belanda namun ada bagian yang dipertahankan sebagai rawa dan disebut Rawa Jombor. Sejak zaman Belanda berfungsi sebagai reservoir untuk pengairan perkebunan tebu dan tembakau, dimasa kini dijadikan area keramba ikan maupun wisata air bagi masyarakat sekitar.

Page 20: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 19

Marmer Joko Tuo

(bawah) Grafit di Gunung GajahFoto: Deni Sugandi

Page 21: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

20 Vol 30 N2 November 2020

Geosite Watuprau(bawah) Lava Bantal JarumFoto: Deni Sugandi

Page 22: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 21

• Bukit PatromMerupakan lahan bekas tambang batugamping yang dikembangkan sebagai area wisata oleh masyarakat lokal. Terletak di dekat Rawa Jombor, sehingga aksebilitas sangat mudah dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat atau lebih.Batugamping bagian atas mengandung berbagai jenis koral seperti tubipora musica, hexagonaria, acropora, porites, serta beberapa gastropoda laut.Struktur sedimen mega cross bed yang terbentuk akibat arus laut yang membentuk batugamping berlapis. Cermin dan breksi sesar pada batugamping Formasi Wonosari berumur Pliosen.

II. Keanekaragaman BiologiTerdapat beberapa fauna kuarter yang sudah tidak ada keberadaannya lagi sejak Rawa Gantiwarno dikeringkan untuk perkebunan namun tulangnya masih dapat dijumpai di endapan alluvial di Desa Krakitan. Fauna itu antara lain kuda air (hipoopotamus), menjangan (cervidae) dan banteng/ kerbau (bubalus). Beberapa spesies plangton di Rawa Jombor juga terpunahkan akibat penurunan pH air akibat pemanfaatan yang berlebihan sebagai keramba dan restoran apung. Namun beberapa fauna lokal yang masih bisa ditemui disana antara lain berbagai jenis burung, tupai, kadal, bahkan beberapa spesies ular. Diantara pohon jati dapat kita jumpai ular pucuk daun/gadung (Ahaetulla prasina), ular viper pohon hijau (Trimeresurus albolabris) dan di bukit kapur/ dataran sawah kadang dijumpai ular kobra Jawa (Naja sputatrix). Di rawa Jombor sendiri masih dapat kita jumpai ikan Sepat rawa (Trichogaster trichopterus), ikan lele

(Clarias), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan bawal (Bramidae) bahkan ikan gurameh (Osphronemus goramy). Tanam tanaman yang sering dijupai di perbukitan antara lain pohon jati (tectona grandis), kayu putih (M. leucadendron), pandan (pandanus), sengon (Albizia chinensis) bahkan pinus dan cemara. Sedangkan di puncak built dapat kita jumpai tanaman buah buhan seperti duwet/ jamblang (Myrtaceae), mangga dan jambu mete (Anacardium occidentale). Tanaman perladangan dan persawahan antara lain padi, kacang tanah, ubi, tembakau, tebu, melinjo, kelapa, rambutan, mangga dan lainnya.

III. Keanekaragaman Budaya• Gerabah BayatKehadiran batuan metamorf di Bayat memiliki manfaat ganda, ketika hadir dalam kondisi segar bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan kebumian dan saat hadir dalam kondisi lapuk dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk bercocok tanam maupun pembuatan kerajinan gerabah. Tradisi pembuatan gerabah di Bayat merupakan warisan dari Sunan Pandanaran atau Sunan Tembayat. Beliau adalah tokoh penyebar agama Islam di Kabupaten Klaten, khususnya di Bayat. Teknik Putaran Miring dalam pembuatan gerabah dengan menggunakan roda putar datar sebenarnya banyak dijumpai di berbagai daerah, tetapi hal berbeda yang ditemui di Bayat adalah roda putar yang digunakan tidak datar (horisontal), melainkan dimiringkan beberapa derajat ke depan. Hasil kerajinan ini terpajang di sepanjang Jalan Raya Bayat, terutama di Desa Keramik Pagerjurang - Paseban sebagai sentra produksi gerabah yang sudah terkenal hingga mancanegara.

Page 23: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

22 Vol 30 N2 November 2020

• Tenun BayatKain tenun yang dihasilkan di kawasan ini biasanya menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) atau dikenal masyarakat sebagai tenun oglek. Sedangkan motif tenun sangat bervareasi, antara lain : motif luwung, motif tuluh watu, motif kembang gedang, motif telu-pat, motif kijing miring, motif bribil putih, motif bribil merah, motif lorok, motif yuyu sekandang, motif polos, motif udan liris, dan motif pelangi dengan unsur pembentuk motif tersusun atas benang lungsi dan benang pakan. Susunan warna benang pada lungsi menghasilkan garis polos, garis dua warna benang berselingan, dan garis benang warna-warni. Hasil kerajinan tenun ini bisa kita jumpai di sentra tenun bayat, seperti di Desa Jambakan, Desa Gunung Gajah, dan Desa Talang.

• Batik BayatDesa Wisata Jarum menjadi salah satu lokasi batik khas Bayat diproduksi. Warga setempat menyebutnya Batik Bayat. Kedekatan Klaten dengan Solo membuat corak Batik Bayat mirip batik Solo, yakni corak kasunanan. Batik Bayat didominasi warna cokelat. Warna ini kerap dipadukan dengan motif Gajah Birowo. Gajah digunakan lantaran hewan ini melambangkan sumber kekuatan serta kepemimpinan. Selain motif gajah birowo, batik tersebut juga memiliki motif lain, yakni Babon Angrem. Dalam bahasa Indonesia, babon angrem berarti induk ayam yang sedang mengerami telurnya. Batik Bayat motif babon angrem biasanya digunakan para ibu pada upacara tujuh bulanan. Menilik pelambangannya, babon angrem menggambarkan kasih sayang ibu pada anaknya. Batik ini juga menjadi ungkapan permohonan keturunan agar

bisa melanjutkan sejarah keluarga.

• Makam Sunan Pandanaran atau Sunan TembayatMakam Sunan Pandanaran/Sunan Tembayat yang berada di Desa Paseban, Kecamatan Bayat merupakan salah satu tempat wisata religi yang terdapat di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Makam Sunan Pandanaran sangat dikenal para peziarah karena merupakan salah satu wali penyebar agama Islam di daerah Tembayat pada zaman Kerajaan Demak dan juga merupakan murid Sunan Kalijaga. Kompleks Makam Sunan Pandanaran berlokasi di sebuah bukit “Gunung Jabalkat” dengan bagian dasar terdapat makam umum sampai anak tangga lalu kompleks makam utama berlokasi di puncak bukit. Terdapat 2 buah gentong yang memiliki ukiran naga oleh karena itu disebut Gentong Sinogo di dekat gapura . Didekat Gentong Sinogo telah disediakan gelas bagi siapa saya yang ingin meminum air yang ada pada Gentong Sinogo.

• Kuliner di BayatBayat merupakan sumber pebuatan gerobak angkringan tidak hanya di Jawa Tengah, namun juga di Yogyakarta bahkan hingga Pulau Sumatera. Sehingga tidaklah mengherankan apabila dalam radius 200 meter saja akan dijumpai tempat nongkrong tradisional yang disebut angkringan. Menunya sederhana namun nikmat antara lain nasi kucing (nasi bungkus), ceker ayam, tahu tempe hingga sate bekicot dan sate keong. Minuman khasnya adalah wedang teh jahe dan kopi joss. Kuliner lainnya yang sangat terkenal adalah es dawet. Es dawet bayat tersebar hingga lintas propinsi terutama

Page 24: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 23

Fosil Nummulites Gunung WungkalFoto; Deni Sugandi

di perbatasan Klaten-Yogyakarta, yaitu di Prambanan_kalasan. Saat menuju Bayat juga dijumpai Sate kambing yang disajikan dalam porsi besar, dengan irisan daging yang tebal dan dibakar dengan menggunakan kawat besi. Berbagai restoran apung dengan menu ikan air tawar dan ayam serta tumisan kangkung dapat dijumpai di sepanjang tepian Rawa Jombor di Desa Krakitan. Bagi penyuka ayam goring dapat mencoba ayam goring kampung terancam. Yaitu perpaduan ayam kampung yang telah di bumbuin dan digoreng kering dengan menggunakan tepung dan disajikan dengan sambal bajak dan urap sayur mentah. Menu kuliner lainnya muncul di sore hari yaitu bakmi jawa. Suatu perpaduan antara mie basah, telur dan ayam kampung yang dimasak

dengan cara direbus maupun digoreng.Berdasarkan identifikasi keanekaragaman geologi, keanekaragaman biologi maupun keanekaragaman budaya di kawasan Bayat dan sekitarnya, maka sangat layak untuk segera dilakukan percepatan pengusulan Geopark Bayat sebagai Geopark Nasional. Dengan penetapan sebagai geopark Nasional, diharapkan perlindungan geosite, biosite maupun cultural-site semakin intens sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar juga akan meningkat.

Para penulis adalah Aris Dwi Nugroho, dan Oki Oktariadi dari Bidang Geologi Lingkungan, Pusat Airtanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi. Didit Hadi Barianto dari Teknik Geologi Universitas Gajah Mada

Page 25: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

24 Vol 30 N2 November 2020

Pemukiman yang berada di lembah.

GEOWISATA DI KOMPLEKS

GUNUNGAPI PURBA SOREANGTeks dan Foto: T Bachtiar

Page 26: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 25

Page 27: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

26 Vol 30 N2 November 2020

Breksi Gunung Buleud

(bawah) Gunung Singa di Soreang

Page 28: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 27

Gunung Singa tampak gagah terlihat dari arah Warunglobak, menerus ke barat sampai Cibayondah, Ciloa, Legokkeong, dan Caringin. Gunung ini menjadi ciri bumi, karena terlihat megah dari berbagai arah. Bukit batu ini berada di Desa Campaka, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Gunun Singa (+1.033 m dpl) termasuk gunungapi purba atau fosil gunungapi, karena gunung ini sudah tidak menunjukkan adanya kegiatan kegunungapian. Namun, bukit ini memberikan beberapa petunjuk, bahwa semula, gunung ini merupakan gunungapi yang aktif. Disebut gunungapi purba karena gunungapi ini pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang sudah mati, bagian luarnya sudah tererosi dengan kuat dan lama, sudah sangat lanjut, maka penampakan sisa tubuh gunungnya sudah tidak seperti gunungapi aktif saat ini yang berbentuk kerucut berkawah.

Lereng tegak di sisi tenggara-timur Gunung Singa berupa batuan pejal (lava) yang ditekan dari perut bumi (magma) empat juta tahun yang lalu. Magma itu batuan kental pijar yang masih ada di dalam bumi, atau yang dilontarkan ke permukaan bumi (Macdonald, 1972). Magma itu sangat berkaitan dengan sumber panas yang ada di dalam bumi, yang berupa larutan silikat pijar, dengan suhu antara 900-1.100o C, mengandung gas, dan mudah bergerak, dengan pergerakan yang cenderung menuju ke permukaan bumi. Di lereng utaranya,

terdapat lava pejal, dan di dekat rungkun bambu, terdapat tiang-tiang lava yang besar. Adanya magma yang kemudian membeku, merupakan ciri, bahwa pada masa lalu, setidaknya empat juta tahun lalu, Gunung Singa merupakan gunungapi aktif.

Pada fase akhir letusan, ketika magma dalam perjalan menuju permukaan bumi, kemudian membeku di dalam, maka terbentuklah sumbat lava. Atau, bisa juga berupa batuan yang membeku di dalam, atau batuan beku terobosan. Apabila magma mencapai atau ke luar permukaan bumi, terbentuk gunungapi. Di Gunung Singa, Gunung Tugagug (+774 m dpl),

Pasir Paseban (+1.087 m dpl), Gunung Lalakon (+972 m dpl), dan yang lainnya, di sana terdapat lava pejal. Ini dapat dijadikan penanda, bahwa pada masa lalu, setidaknya empat juta tahun lalu, gunung-gunung itu merupakan gunung-gunungapi aktif yang membentang dari Soreang sampai Cililin.

Menurut Sutikno Bronto (2013), gunungapi purba atau fosil gunungapi adalah gunungapi yang pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang sudah mati, bahkan sudah terkikis/tererosi sangat lanjut, sehingga kenampakan fisis tubuhnya sudah tidak seperti gunungapi aktif saat ini, yang berbentuk kerucut. Bahkan sebagian sisa tubuhnya sudah

Material telusan yang terhampar di kawasan yang sangat luas antara Soreang sampai Cililin itu umumnya berupa breksi vulkanik.

Page 29: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

28 Vol 30 N2 November 2020

ditutupi oleh batuan yang lebih muda. Secara umum, perbukitan di kawasan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, berdasarkan material pembentuknya. Pertama, bukit yang dibangun oleh lava pejal, seperti Gunung Singa, Gunung Tugagug, Pasir Paseban, Gunung Lalakon, dan lain-lain. Bukit-bukit batu itu merupakan tengah-tengah dari lubang kawah atau kaldera, bisa juga berupa sumbat lava. Karena proses waktu, sudah berjalan 4.000.000 tahun lamanya, maka ada bagian luar yang melapuk dan tererosi tingkat lanjut, terkikis dan terhanyutkan, membentuk lembah dan perbukitan yang menjadi ciribumi kawasan di sepanjang Soreang sampai Cililin.

Kedua, bukit-bukit yang lebih banyak jumlah, kerucut-kerucut yang membentang dari Soreang sampai Cililin, yang tubuh bukitnya dibangun oleh material letusan gunungapi yang dihamburkan, seperti bom gunungapi, lapili, pasir, abu, kemudian menyatu menjadi breksi gunungapi. Material itu umumnya bersumber dari letusan plinian - ultra plinian, letusan gunungapi yang sangat dahsyat, tapi entah di titik mana pusat letusannya. Jumlah material yang dihamburkan bisa lebih dari 100 km kubik. Material letusan yang sangat panas ketika dihamburkan, kemudian mengendap di lereng, di kaki gunung, di lembah, dan di pedataran. Material letusan itu kemudian direkatkan oleh abu halus pada saat panas, sehingga membentuk

batuan kasar yang padat, terksturnya seperti batu beton.

Dalam Kamus Kebumian karya M.M. Purbo-hadiwidjoyo (1994), breksi adalah batuan rombakan, tersusun dari pesusun kasar, bersudut, lebih besar dari pasir dan terekat oleh bahan yang berbutir halus. Menurut Sutikno Bronto (2013), breksi gunungapi itu adalah batuan gunungapi bertekstur klastika yang tersusun oleh kepingan berbentuk menyudut, berbutir kasar, garis tengahnya lebih dari 2 mm, tertanam pada masa dasar berbutir halus yang lebih kecil dari 2 mm.

Bagian-bagian yang mudah lepas atau mudah terkikis air hujan dan angin, kemudian membentuk lembah, dan menyisakan breksi vulkanik yang paling kuat, yang sekarang berupa perbukitan, seperti Gunung Buleud (+1.182 m dpl),

Gunung Hanyawong (+773 m dpl), Gunung Putri, (+884 m dpl), Batumaseuk (+961 m dpl), dan lain-lain.

Material telusan yang terhampar di kawasan yang sangat luas antara Soreang sampai Cililin itu umumnya berupa breksi vulkanik, dengan ketebalan ada yang mencapai 200-300 meter. Pastilah material letusan yang begitu banyak ini berasal dari

Terjadi letusan plinian-ultra plinian di masa lalu, melontarkan material yang sangat banyak. Akibatnya terjadi kekosongan menyebabkan bagian puncaknya rubuh dan membentuk kaldera dengan ukuran kawah lebih dari 2 km

Page 30: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 29

letusan gunungapi yang sangat dahsyat, yang disebut letusan plinian - ultra plinian. Letusan dengan gas vulkaniknya sangat kuat, akan menghamburkan batuapung dan abu vulkanik, serta material vulkanik lainnya dalam jumlah lebih dari 100 km kubik (Indiyo Pratomo, 2015). Menurut RAF Cas dan JV Wright (1987), ledakannya membentuk tiang letusan sampai ketinggian 55 km. Abu halus dan aerosolnya menembus lapisan stratosfer, maka sinar matahari akan terhalang berhari-hari, sehingga bumi menjadi gulita, dan suhu menjadi dingin. Karena letusan plinian - ultra plinian itu menghamburkan material letusan yang sangat banyak, maka bagian tengah tubuh gunung sampai puncaknya runtuh atau ambruk, membentuk kaldera, atau kawah

yang diameternya lebih dari 2 km.

Kalau gunungapi purba ini berupa gunungapi aktif pada empat juta tahun yang lalu, di manakah letak gunungapinya? Di manakah pusat letusannya?

Gunung Singa itu gunungapi purba, tubuh gunungnya berupa magma yang membeku di kedalam bumi, lalu bagian luarnya melapuk dan tererosi, menjadi bukit batu yang menjadi ciribumi kawasan Soreang. Bagian dinding tegak yang berupa lava pejal di sisi tenggara-timur gunung inilah yang menyerupai wajah singa/harimau yang karismatik, gagah, sekaligus menyeramkan. Ronabumi bukit ini terlihat perkasa, karena merupakan

Lava pejal di lereng Gunung Singa dengan struktur kekar kolom.

Page 31: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

30 Vol 30 N2 November 2020

perpaduan antara warna batu yang abu kehitaman yang tidak ditumbuhi tanaman, wujudnya menyerupai wajah binatang, dengan tumbuhan di sekilingnya seperti rambut dan bulunya. Dari kejauhan, dinding batu tegak itu terlihat seperti kepala singa/harimau, raja belantara, yang menakutkan tapi gagah penuh wibawa, penuh karisma.

Karena kemegahah bentuk bukit yang menyerupai singa/harimau yang sedang duduk dengan kepala yang tengadah inilah yang menginspirasi para karuhun, para leluhur Soreang untuk menamai bukit batu ini Gunung Singa.

Kata singa atau singha, diserap dari bahasa Sanskerta simha, yang berarti singa, kuat, harimau, dan nama panggilan untuk batara Kala (Prof. Drs. S. Wojowasito, 1994. Kamus Kawi-Indonesia). Dalam Kamus Kawi-Indonesia (Drs. Y.B. Suparlan, 1994), singha diserap dari bahasa Sanskerta simha yang artinya singa. Demikian juga dalam Kamus Kuna-Indonesia (L. Mardiwarsito, 1994), singha berasal dari bahasa Sanskerta simha yang artinya singa. Ka-simha-n, keberanian singa.

Dalam ajaran Hindu, Dewa Kālá adalah dewa penguasa waktu, putra Dewa Siwa. Dewa Kala sering disimbolkan sebagai raksasa berwajah menyeramkan, karena dapat memaksa semua orang, bila ada yang melawan karma, seperti kematian.

Karena raja dicitrakan sebagai titisan dewata yang karismatik, gagah, berani, dan mempunyai kekuatan untuk

memaksa, maka raja pun banyak yang memakai kata singa atau singha, seperti Jayasinghawarman, menantu Prabu Dewawarman VIII dari Kerajaan Salakanagara, yang kemudian menjadi Raja Tarumanagara selama 24 tahun, mulai tahun 358 sampai tahun 382 M (Ayatrohaedi, Sundakala, 2005).

Nama geografi/toponim pun ada yang memakai kata singa, seperti Singajaya di Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Singaparna di Kabupaten Tasikmalaya, keduanya di Jawa Barat. Singaraja di Kabupaten Buleleng, Bali. Nama Negara

pun ada yang memakai kata singa, yaitu Singhapura.

Bahkan tempat duduk rajanya pun dicitrakan sebagai tempat duduk yang penuh karisma dan penuh kewibawaan, sehingga disebuatlah singgasana. Menurut L. Mardiwarsito (1994, Kamus Kuna-Indonesia) kata singgasana diserap dari kata singhãsana.

Penulis, anggota Masyarakat Geografi Nasional Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung. Anggota dewan redaksi BGTL.

Kalau gunungapi purba ini berupa gunungapi aktif pada empat juta tahun yang lalu, di manakah letak gunungapinya?

Page 32: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 31

(atas) Pedataran Soreang di Kabupaten Bandung

Sawah di lembah Gunung Lumbung

Page 33: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

32 Vol 30 N2 November 2020

Kawah Ratu Gunung Tangkubanparahu, melalui kamera Junghuhn, 1864.

Page 34: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 33

MENGEMBANGKAN GEOWISATA INDONESIA MELALUI CATATAN LAMA

MENGGALI DOKUMEN ERA HINDIA BELANDA

Oleh: Muhammad Malik Ar Rahiem

Page 35: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

34 Vol 30 N2 November 2020

Seiring dengan lahirnya kawasan taman bumi nasional, geowisata menjadi andalan utama mendorong konservasi dan mensejahterakan rakyat. Melalui dorongan pemerintah daerah, satu persatu geopark tampil menggali dirinya sendiri untuk memaknai potensi keberagaman bumi. Sebagai modal dasar pemikat wisata yang berbasis geologi.

Hal ini patut kita syukuri dan terus tingkatkan. Perlindungan objek geowisata bukan semata-mata terkait dengan kebutuhan ekonomi, tetapi lebih sebagai upaya menghargai kemanusiaan dan penghargaan terhadap peradaban. Dalam presentasinya, Pak Oman Abdurrahman, peneliti senior geowisata, sering menyatakan bahwa pengembangan

geowisata adalah ciri masyarakat yang beradab, yaitu masyarakat yang menghargai asal-usulnya, dan asal-usul lingkungan sekitarnya. Sebagai bagian dari pemahaman kita terhadap lingkungan sekitar, terutama dalam konteks geowisata, maka kita tidak bisa berlepas dari catatan sejarah. Kesadaran bahwa lingkungan sekitar kita menyimpan begitu banyak makna bukanlah kesadaran kemarin sore. Puluhan, bahkan ratusan tahun silam orang sudah menyadari ini, dan merekamnya dalam catatan, lukisan, dan juga cerita lisan.

Ada banyak lukisan tempo dulu yang bisa kita kunjungi lokasinya dan kita bandingkan kondisi dulu dan sekarang. Salah satu lukisan yang sangat menarik

Lukisan Antoine Payen, gambaran Curug (air terjun) Lontar di Bogor.

Page 36: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 35

belum terjamah untuk mencatatkan namanya dalam sejarah; sebagai penemu, sebagai perintis suatu bidang ilmu. Kita kenal nama-nama besar seperti Charles Darwin dan Alexander von Humboldt. Tapi kita tak boleh lupa juga bahwa begitu banyak orang-orang yang pernah menuliskan kisah perjalanannya di Hindia.

Kita bisa telusuri catatan Franz Junghuhn (1809-1864), seorang peneliti Jerman di Hindia. Selama 13 tahun dari 1835-1848, Junghuhn menjelajahi rimba Jawa dan Sumatera. Ia menuliskan penemuannya dalam buku-buku hebat yang tanpa tanding. Salah satu karya terbesarnya adalah buku Java: Seine Gestalt, Pflanzendecke, und Innere Bauart, yang

terbit 3 volume dengan tebal lebih dari 1800 halaman. Karya Java adalah karya monumental yang paling teliti membahas Pulau Jawa dari berbagai sisi; pada volume 1 vegetasinya, volume 2 gunungapinya, volume 3 geologinya.

Buku Java menggabungkan cara penulisan rangkuman pengamatan sekaligus catatan perjalanan, dengan deskripsi lokasi yang begitu rinci dan mengagumkan. Sebagai contoh, Junghuhn menjelaskan mengenai lokasi-lokasi penemuan fosil. Ia membagi lokasi penemuan fosil ke dalam lokasi A-Z dan kemudian menjelaskan mengenai fosil-fosil yang ditemukan di

adalah lukisan karya Antoine Payen, seorang pelukis kebangsaan Belgia yang berkunjung ke Hindia Belanda pada awal abad ke-19.

Pada lukisan ini, kita bisa lihat satu air terjun yang indah, dengan kekar kolom yang berdiri tegak sangat indah. Ada seorang lelaki berdiri di atas batu memandangi keindahan air terjun ini. Dalam katalog koleksi Rijksmuseum Amsterdam, dituliskan bahwa air terjun ini adalah: Waterval Jompong van de rivier Citarum (Air terjun Jompong di Ci Tarum). Keterangan ini jelas keliru, karena tidak ada air terjun semacam ini di Ci Tarum. Setelah ditelusuri berdasarkan gambar-gambar yang ada di dunia maya, maka diketahui bahwa ini adalah Curug Lontar di Leuwiliang, Bogor.

Selain lukisan Curug Lontar, masih banyak lukisan lain yang bisa ditelusuri dari Payen. Ada lukisan Payen tentang Sanghyang Tikoro, Jalan Raya Pos, Curug Tjigeureuh di Malabar, Ci Sondari, Bantimurung, dan lain sebagainya. Kesemua lukisan ini bisa menjadi bahan geowisata dan menjadi spot pengamatan, penjelasan, dan dokumentasi. Kita bisa membandingkan foto dulu dan sekarang, difoto di spot yang sama dengan spot yang dilukis oleh Payen hampir dua ratus tahun silam.

Selain lukisan, kita juga bisa menapaktilasi catatan. Ada begitu banyak catatan perjalanan ke Hindia yang begitu menarik untuk ditelusuri. Abad-19 adalah abad romantisme, ketika orang-orang berlomba-lomba mengabadikan kawasan

Begitu banyak catatan perjalanan ke Hindia untuk ditelusuri, baik melalui hasil penerbitan maupun laporan perjalanan

Page 37: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

36 Vol 30 N2 November 2020

daerah tersebut. Catatan dan spesimen koleksi Junghuhn kemudian membantu begitu banyak peneliti untuk menentukan stratigrafi sedimen di Pulau Jawa. Salah satu peneliti utama dalam topik ini adalah Karl Martin, seorang Jerman lain yang kini dikenal sebagai Perintis Stratigrafi Tersier Hindia. Karl Martin pernah berkunjung ke Hindia. Pada tahun 1911 ia berkunjung ke Jawa untuk melihat lokasi-lokasi fosil yang dilaporkan Junghuhn dan Verbeek, untuk memastikan posisi stratigrafinya. Dalam laporannya: Vorläufiger Bericht über geologische Forschungen auf Java, atau pendahuluan mengenai penelitian geologi di Jawa, Martin melaporkan tentang perjalanannya ke Nyalindung, Rajamandala, Cilanang, dan Yogyakarta. Ia menapaktilasi catatan Junghuhn dan Verbeek, kemudian menyusuri kembali lokasi-lokasi yang dilaporkan, untuk

kemudian melaporkan penemuan fosil-fosil. Lokasi Cilanang disebut oleh Junghuhn sebagai Lokasi O, dan merupakan lokasi yang sangat kaya akan fosil moluska. Karena kelimpahan fosilnya, Martin mampu menentukan lapisan mana yang lebih muda dan mana yang lebih tua, melalui perbandingan antara persentase spesies yang masih hidup hingga sekarang dengan spesies yang telah punah. Ia menduga bahwa Lapisan Cilanang pastilah lebih muda daripada Lapisan Nyalindung, karena alasan ini. Lokasi-lokasi penemuan fosil A-Z yang dilaporkan Junghuhn bisa sangat menarik untuk dikembangkan sebagai potensi geowisata. Secara historis lapisan ini telah terbukti sangat penting, karena orang sejak dulu pun sudah menelitinya. Lebih lagi bahwa catatannya ada dan bisa ditelusuri, membuat kita bisa mengembangkan

Peta wisata alam, dibuat oleh Bandoeng Vooruit, 1928. Sumber: javapost.nl

Page 38: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 37

Pembukaan jalur Hooglandweg ke G. Tangkubanparahu oleh Bandoeng Voorouit, 1928.

wisata napak tilas ke tempat-tempat ini. Tak hanya lukisan Payen, laporan Junghuhn, atau catatan perjalanan Karl Martin, masih banyak lagi dokumentasi lama yang terlupakan. Salah satu penyebabnya adalah karena kebanyakan laporan-laporan ini berbahasa Jerman dan Belanda, bahasa yang tak begitu dikuasai orang Indonesia. Penyebab lainnya adalah lambatnya proses digitalisasi dari dokumen-dokumen tua yang begitu lama terlunta-lunta di perpustakaan. Begitu mengerikan ancaman kerusakan dari dokumen-dokumen ini, mengingat iklim kita yang tak bersahabat, dan kemampuan tata kelola dokumen kita yang terbatas. Meski begitu banyak perpustakaan luar negeri yang telah mendigitalisasi koleksinya dan menyediakannya untuk umum. Satu alasan penting kenapa catatan-catatan lama ini bisa tergali,

yaitu karena itu tersedia. Maka sebagai penutup dari tulisan ini, saya mendorong para pengembang geowisata di seluruh Indonesia agar giat menggali catatan-catatan lama dari para petualang yang meninggalkan catatan perjalanannya. Nusantara telah memikat hati para petualang Eropa sejak lama, ia meninggalkan kesan yang mendalam, yang membuat mereka menuliskan pengalamannya dengan sangat baik, juga melukiskan pemandangan yang mereka lihat dengan begitu apik. Membaca dan melihatnya seolah kita kembali ke masa lampau, seolah melihat dunia dari mata mereka. Itu semua hanya bisa terjadi jika kita tekun dan teliti mencari catatan lama tentang wilayah yang ingin kita pelajari.

Penulis Pegiat geowisata, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Page 39: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

38 Vol 30 N2 November 2020

Page 40: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 39

Disebut juga gunung Sindara atau Sundoro. Berdiri di antara Temanggung dan Wonosobo, Jawa Tengah. Berdampingan dengan Gunung Sumbing yang menunjukan aktifitas fumarol dan kawah. Tercatatkan pernah meletus 1806 dalam catatan awal. Dari ciri endapan hasil letusannya di masa lalu diperkirakan merupakan hasil letusan tipe strombolian.

Foto & Teks: Ramlan Warsid

Page 41: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

40 Vol 30 N2 November 2020

Teluk Pulau Lenggudi, Pasawaran, Lampung

Danau bekas tambang, di Pulau Belitong. Foto: Deni Sugandi

Page 42: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 41

PULAU BUTON, SULAWESI TENGGARA

MISTERI GEOLOGI LINGKUNGANOleh: Aminuddin

Page 43: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

42 Vol 30 N2 November 2020

Teringat di waktu Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Pertama tahun 1970 an, kala itu ada pelajaran Ilmu Bumi yang mengajarkan bahwa nun jauh di sana Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat daerah penghasil batu aspal yaitu P. Buton, dan sampai kini pelajaran itu tidak akan terlupakan karena kita bekerja di bidang ilmu kebumian.

Lokasi sumber daya aspal terletak di Pulau Buton, secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sumber daya aspal alam di Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan satu-satunya endapan aspal alam di Indonesia. Selain di Indonesia, endapan aspal alam terdapat di Kepulauan Trinidad; Albania dan Irak yang dipergunakan untuk pelapis jalan, atap bangunan, mastic flooring, campuran paving dan campuran cat. (Hutamadi dkk, 2011)

Aspal alam di Pulau Buton ini telah diketahui sejak awal abad ke-20. Penyelidikan pertama kali dilakukan oleh seorang Geologist Belanda yaitu Elbert tahun 1909. Yang dilanjutkan oleh W.H. Hetzel, tahun 1924. Kemudian oleh Departemen Tambang Pemerintahan Belanda di Hindia Timur, pada Tahun 1926 aspal Buton dikerjakan oleh N.V. Meijnbouwen Cultuur Maatscappij Boeton sampai terjadinya perang Pasific atas dasar kerja borongan untuk pemerintah sampai tahun 1954. Sejak itu, pengusahaan aspal dikelola oleh Bagian Butas, Kementrian Pekerjaan Umum. Tahun

1962 didirikan Perusahaan Aspal Negara (PAN) dengan PP No.195 Tahun 1961 yang mengusahakan aspal alam lebih lanjut. Kemudian, berdasarkan PP No.3 Tahun 1984, PAN dialihkan menjadi PT. Sarana Karya.

Genesa aspal buton terbentuk karena adanya minyak bumi yang mengalir melalui celah atau patahan kemudian mengendap dalam cekungan. Seepage, aspal yang terdapat dalam batuan, kemudian mengalir ke bagian yang lebih rendah disebabkan tekanan material di sekitarnya atau karena panas matahari. Selain itu juga bisa terbentuk karena proses impregnasi aspal dalam

batuan (impregnating rock), aspal yang cair mengalir dan masuk pada pori-pori batuan gamping yang dilaluinya, sehingga bersatu dengan batuan di mana aspal itu mengalir.

Berdasarkan data PT. Sarana Karya, potensi aspal buton (asbuton) berjumlah sekitar 184 juta ton dengan kadar aspal (bitumen) 15 – 35%. Secara umum keterdapatan aspal buton terletak hanya antara 2 - 10 meter di bawah permukaan tanah. Lokasi aspal buton ini terdapat pada lima daerah yang dianggap ekonomis yaitu Waisiu, Kabungka, Winto, Wariti dan Lawele meliputi areal seluas 70.000 Ha yang membujur dari Teluk Sampolawa di sebelah selatan sampai Teluk Lawele

aspal buton terbentuk karena adanya minyak bumi yang mengalir melalui celah atau patahan kemudian mengendap dalam cekungan.

Page 44: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 43

di sebelah utara dalam suatu graben di selatan. sedangkan jumlah produksi dari sejak tahun 1926 sampai 2002 sekitar 4,9 juta ton, hal ini menunjukkan bahwa sisa cadangan relatif masih cukup besar. Pada tanggal 24 Desember 2013 PT Wijaya Karya (Persero) mengakusisi 100% saham PT Sarana Karya dengan senilai Rp. 50 Milyar. Nama PT Sarana Karya berubah menjadi PT Wijaya Karya Bitumen.

Langkah pengambil alihan ini dilakukan untuk menunjang pertumbuhan bisnis PT Wijaya Karya Tbk di bidang pembangunan infrastruktur yang meliputi pembangunan jalan-jalan tol, peningkatan jalan, dan pemeliharaan jalan di dalam negeri. PT Wijaya Karya Bitumen sekarang sedang mengembangkan teknologi ekstraksi aspal Buton, yang diharapkan akan dapat memproduksi aspal Buton “full” ekstraksi untuk menggantikan aspal minyak impor.

Kawasan Bentang Alam KarstDi dalam menentukan Kawasan Bentang Alam Karst ( KBAK ), harus berpedoman kepada Permen ESDM No.17/2012, pasal 4 ayat (1) yaitu harus ada bentuk Eksokarst dan Endokarst memiliki kriteria sebagai berikut :1. Memiliki fungsi sebagai daerah imbuhan air tanah yang mampu menjadi media meresapkan air permukaan ke dalam tanah

2. Memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara permanen dalam bentuk akuifer

3. Memiliki mata air permanen

4. Memiliki gua yang membentuk sungai atau jaringan sungai bawah tanah.

Delineasi KBAK didasarkan pada:- Batas sebaran formasi batu gamping- Sebaran eksokarst dan endokarst tertentu

Perbukitan KarstEksokarst berbentuk perbukitan, secara umum tidak memperlihatkan bentuk ciri-ciri karst yang sepesifik seperti kerucut (conical), setengah bola (sinusoidal), dan menara (tower). Pada umumnya perbukitan karst bentuknya mempunyai bentuk tersendiri, yaitu berupa perbukitan yang berlereng landai sampai hampir datar.

Mata AirBerdasarkan data hasil penyelidikan di lapangan terdapat sebaran mata air yang cukup banyak, yaitu ada yang cukup besar dan telah dimanfaatkan untuk kebutuhan penduduk di sekitar kota Bau-bau dan Kabupaten Buton pada umumnya.Nama nama mata air yang tersebar di beberapa kecamatan antar lain adalah: Alam bungi ; Tirta Rimba ; Klapa gading; Kombakomba; Wakonte; Waduk Loko; Mataompana; Watubula; PLTM Wining; Ngapontoowa; Kali topa

1. Mata air Alam Bungi Mata air ini muncul ke luar dari rekahan/rongga yang cukup besar. Debit aliran dari mata air ini cukup besar dan telah dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai tempat pemandian umum. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, mata air ini berair sepanjang tahun. Selain untuk pemandian, mata air alam bungi ini juga dimanfaatkan untuk irigasi persawahan di wilayah desa setempat, (Foto 6). Secara administratif lokasi mata air alam bungi termasuk ke dalam wilayah Desa Lakologou,

Page 45: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

44 Vol 30 N2 November 2020

Kecamatan Kokalukuna, Kota Bau-Bau.

2. Mata air Tirta Rimba Kemunculan mata air seperti air terjun disertai terbentuknya batu tirai pada batugamping napalan (flowstone). Debit aliran dari mata air ini sangat besar dan telah dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai tempat wisata alam dan sebagai sumber air bersih. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, mata air ini berair sepanjang masa. Secara administratif lokasi mata air alam bungi termasuk ke dalam wilayah Desa Kopalia, Kecamatan Kokalukuna, Kota Bau-Bau.

3. PLTM. WinningPLTM. Winning merupakan beberapa mata air yang keluar dari rekahan-rekahan batugamping yang bergabung menjadi sungai winning dan selanjutnya dibuat Dam dimana aliran airnya bisa untuk menggerakkan turbin yang akan menghasilkan tenaga listrik. Debit aliran dari dari sungai winning ini cukup besar. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, mata air ini berair sepanjang tahun (Foto 8). Secara administratif lokasi mata air Winning termasuk ke dalam wilayah Desa Winning, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton.

4. Mata air Kali Topa Mata air keluar dari rekahan-rekahan gamping yang diduga indikasi dari sungai bawah tanah. Debit aliran dari mata air cukup besar dan telah dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai tempat

pemandian umum. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, mata air ini berair sepanjang tahun. Secara administratif lokasi mata air Kali Topa termasuk ke dalam wilayah Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton.

Sungai Bawah TanahBerdasarkan data hasil penyelidikan di lapangan terdapat beberapa sungai bawah tanah , yaitu di beberapa kecamatan di Kabupaten Buton dan Kota Bau-bau antara lain adalah : Laburunci; Labeampangulu; Larumusu; Wakoko; Wiwimorondo; Lahondoru; Lacubea; Lanto; Magaha; Moko; Lakasa

1. Sungai bawah tanah Laburunci Terdapat pada goa Laburunci, debit aliran sedang dan telah dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber air bersih. Secara administratif lokasi sungai bawah tanah termasuk ke dalam wilayah Desa Banabungi, Kecamatan Pasarwajo,

Kabupaten Buton.

2. Sungai bawah tanah Labeampangulu Terdapat pada goa labeampangulu, debit aliran cukup besar dan tidak dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber air bersih karena rasa payau. Secara administratif lokasi sungai bawah tanah termasuk ke dalam wilayah Desa Banabungi, Kecamatan Pasarwajo,

Air adalah anugerah alam. Kita menerima air dari alam dengan cuma-cuma. Kita berhutang kepada alam, karena telah menggunakan anugerah ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan kita.

Page 46: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 45

Kabupaten Buton.

3. Sungai bawah tanah Wakoko Sungai bawah tanah keluar dari rekahan batugamping, debit aliran besar dan telah dimanfaatkan Pemda setempat sebagai sumber air bersih dan dimanfaatkan untuk PDAM. Secara administratif lokasi sungai bawah tanah termasuk ke dalam wilayah Desa Wasaga, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton.Sungai bawah tanah wakoko ini telah diturap dan dibuat bak penampung pada sumbernya, selanjutnya disalurkan dengan paralon ukuran diameter 10 inchi, menuju bak penampungan besar sejauh 2 km yang berada di desa Wasaga. Debit sungai bawah tanah ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di Pasarwajo

dan sekitarnya termasuk kebutuhan air untuk perkantoran Pemerintah Daerah Kabupaten Buton.4. Sungai bawah tanah Lahondoru Sungai bawah tanah terdapat didalam goa, debit aliran besar dan belum dimanfaatkan masyarakat karena sungai bawah tanah sulit dicapai. Secara administratif lokasi sungai bawah tanah termasuk ke dalam wilayah Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton.

5. Sungai bawah tanah LantoSungai bawah terdapat di dalam goa lanto, speleotem sudah terbentuk, debit aliran besar dan dimanfaatkan masyarakat untuk air bersih dan tempat pemandian. Secara administratif lokasi sungai bawah

Penambangan aspla Buton. Sumber: suarakendari.com

Page 47: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

46 Vol 30 N2 November 2020

tanah termasuk ke dalam wilayah Desa Kadolo Moko, Kecamatan Kokalukuna, Kota Bau-Bau.

6. Sungai bawah tanah Magaha Sungai bawah terdapat di dalam goa magaha, speleotem sudah terbentuk, debit aliran besar dan tidak dimanfaatkan masyarakat karena sudah ada PDAM. Secara administratif lokasi sungai bawah tanah termasuk ke dalam wilayah Desa Kadolo Moko, Kecamatan Kokalukuna, Kota Bau-Bau.

Deliniasi Kawasan Bentang Alam KarstBerdasarkan data eksokarst dan endokarst yang dijumpai di lapangan dan dari data sekunder yang ada, sebaran batu gamping di daerah penyelidikan yang memenuhi

kriteria kawasan bentang alam karst sebagaimana tercantum pada pada pasal 4 ayat (1) Permen ESDM No.17/2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst dapat diuraikan sebagai berikut :( 1 ). KBAK Daerah Kecamatan Pasarwajo – Wabula, Kabupaten ButonKawasan bentang alam karst di daerah ini dideliniasi berdasarkan adanya beberapa kriteria eksokarst dan endokarst tertentu yang dijumpai di lapangan, yaitu meliputi:

a). Beberapa Gua yang merupakan gua berair, tempat masuknya aliran air permukaan ke dalam rekahan batu gamping (ponor) dan juga diduga di dalamnya mengalir sungai bawah tanah. Gua-gua tersebut adalah :Gua Laburunci, (SB-1) lokasi di ds.

Kegiatan penambanga aspal di Buton. Sumber foto: pontas.id

Page 48: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 47

Banabungi, kec. Pasarwajo; Gua Labeampangulu, (SB-2) lokasi di ds. Banabungi, kec. Pasarwajo; Gua Larumusu, (SB-3) lokasi di ds. Kombeli, kec. Pasarwajo; Sungai Bawah Tanah Wakoko (SB-4), terdapat di wilayah Desa Wasaga, Kecamatan Pasarwajo, Gua Wiwimorondo (SB-5), terdapat di Desa Wabula, Kecamatan Wabula; Gua Lahondoru, (SB-6), terdapat di Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Gua Lacubea (SB-7), terdapat di Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton.

b). Adanya kemunculan beberapa mata air yang letaknya tidak jauh dari Gua-gua yang merupakan sumber air dari reservoir air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat setempat, Mata air tersebut antara lain adalah :

Mata air Waduk Loko (MA-6), terletak di Desa Kamelanta, Kecamatan Kapontori; Mata air Mataompana (MA-7), terletak di Desa Wakangka, Kecamatan Kapontori; Mata air Watubula (MA-8), terletak di Desa Holiomombo, Kecamatan Pasarwajo; Mata air Winning - PLTM. (MA-9), terletak di Desa Winning, Kecamatan Pasarwajo; Mata air Ngapontoowa (MA-10), terletak di Desa Wabula, Kecamatan Wabula; Mata air Kali Topa (MA-11), terletak di Desa Wabula, Kecamatan Wabula.

( 2 ). KBAK Daerah Kecamatan Kokalukun Kota Bau-Bau a). Beberapa Gua yang merupakan gua berair, tempat masuknya aliran air permukaan ke dalam rekahan batu

gamping (ponor) dan juga diduga di dalamnya mengalir sungai bawah tanah. Gua-gua tersebut adalah :Gua Lanto (SB-8), terdapat di Desa Kadolo Moko, Kecamatan Kokalukuna, Gua Magaha (SB-9), terdapat di Desa Kadolo Moko, Kecamatan Kokalukuna, Gua Moko (SB-10), terdapat di Desa Kadolo Moko, Kecamatan Kokalukuna, Gua Lakasa (SB-11), terdapat di Desa Sulaa, Kecamatan Betoambari,

b). Adanya kemunculan beberapa mata air yang letaknya tidak jauh dari Gua-gua yang merupakan sumber air dari reservoir air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat setempat, Mata air tersebut antara lain adalah :

Mata Air Alam Bungi, (MA-1), terletak di Desa Lakologou, Kecamatan Kokalukuna; Mata air Tirta Rimba, (MA-2), terletak di Desa Kopalia, Kecamatan Kokalukuna; Mata air Klapa Gading (MA-3), terletak di Desa Balidwipa, Kecamatan Bungi; Mata air Komba komba (MA-4), terletak di Desa Wakonti, Kecamatan Sorawolio; Mata air Wakonte (MA-5), terletak di Desa Kadolo Katapi, Kecamatan Wolio.

Penulis adalah Perekayasa Utama, di Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi KESDM

Deliniasi Kawasan Bentang Alam KarstBerdasarkan data eksokarst dan endokarst yang dijumpai di lapangan dan dari data sekunder yang ada.

Page 49: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

48 Vol 30 N2 November 2020

PERAN GEOLOGI DALAM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

Oleh: Dita Arif Yuwana

Page 50: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 49

Sungai Cikapundung, membelah kota Bandung. Foto: Deni Sugandi

Page 51: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

50 Vol 30 N2 November 2020

Indonesia sebagai negara yang terletak di daerah cincin api menyimpan berbagai karakter bencana geologi. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan infrastruktur yang aman dan berkelanjutan yang dapat meminimalkan resiko terjadinya korban jiwa dan harta benda.

Di dalam tulisan ini kita akan mengenal geologi tidak hanya terkait dengan ektraksi sumber daya geologi namun sebagai sumber data informasi untuk pembangunan infrastruktur. Informasi tersebut meliputi geologi di permukaan dan bawah permukaan dengan tingkat kedetailan yang mampu untuk menggambarkan kekuatan tanah, batuan, air tanah yang diperlukan untuk mendesain infrastruktur sipil seperti jalan, jembatan, bendungan dan bangunan.

Kondisi Secara UmumPenggambaran kondisi geologi yang bersifat regional, bermanfaat untuk pengembangan wilayah suatu kawasan. Informasi meliputi tentang geologi regional, kebencanaan geologi , sumber daya geologi, hidrogeologi, dan kondisi topografi digunakan sebagai bagian dari kriteria yang dipertimbangkan untuk perencanaan penataan ruang serta gambaran untuk perencanaan penelitian detail/tapak.

Detail/TapakDalam pembangunan infrastruktur diperlukan informasi geologi yang rinci/detail terutama mengenai informasi daya

dukung pelapisan tanah dan batuan yang akan menjadi penopang untuk pondasi infrastruktur. Pengambilan data tersebut meliputi pemetaan detail permukaan dan pemetaan bawah permukaan dengan menggunakan pendugaan geofisika yang dikorelasikan dengan data sondir maupun pemboran teknik.

Analisa Geologi Regional/Umum Hasil dari analisa data geologi yang dilakukan digunakan untuk memberi rekomendasi dalam penataan ruang wilayah, dengan memberi gabaran keleluasaan suatu wilayah untuk dibangun infrastruktur. Sebagai contoh dalam suatu peta skala 1:50.000 berdasarkan hasil analisa akan tergambar kawasan yang leluasa, kurang leluasa,

dan tidak leluasa untuk dibangun infrastruktur. Semakin tidak leluasa maka biaya yang dibutuhkan semakin besar dalam membangun infrastrutur, begitu juga sebaliknya semakin leluasa maka biaya semakin kecil. Gambaran tersebut akan memberi arahan bagi perencana dalam mengembangkan suatu kawasan.

Analisa Geologi Detail/Tapak Kemudian dalam pembangunan infrastruktur di tapak lokasi diperluan analisa geologi yang lebih detail dari data bawah permukaan. Analisa tersebut memberi gambaran lapisan-lapisan daya

Dalam pembangunan berkelanjutan, rekomendasi geologi mutlak diperlukan sebagai informasi secara umum maupun informasi secara detail.

Page 52: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 51

Rudy Suhendar. Foto: Deni Sugandi

dukung yang keras dan stabil untuk pondasi dan beban bangunan, serta relatif aman dari rekahan dan pergeseran jika terjadi gempa bumi maupun kejadian bencana geologi yang lainnya.Rekomendasi Geologi

Dalam pembangunan berkelanjutan, rekomendasi geologi mutlak diperlukan sebagai informasi secara umum maupun informasi secara

Peta mineralogi Pulau Bangka karya Thomas Horsfield.

detail. Dari informasi infrastruktur yang dibangun dapat mengantisipasi adanya kendala kegeologian yang ada, sehingga diharapkan infrastruktur yang dibangun tersebut kuat, aman dan dapat meminimalkan kerusakan dan korban jiwa jika terjadi bencana.

Penulis adalah Kepala Subidang Konservasi Geolog, PATGTL Badan Geologi KESDM

Contoh Peta Gelogi Tata Lingkungan, menunjukan keleluasaan tinggi (hijau), sedang (kuning), rendah (merah), dan tidak layak (abu-abu)

Page 53: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

52 Vol 30 N2 November 2020

ULASAN: MYTH AND GEOLOGY

SASAKALA RIWAYAT KEBUMIANOleh: Atep Kurnia

Page 54: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 53

Page 55: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

54 Vol 30 N2 November 2020

Dalam khazanah bahasa dan budaya Sunda, ada istilah khusus untuk menggambarkan kisah-kisah yang bertalian dengan asal-usul sesuatu. Itulah yang disebut dengan sasakala. Mungkin hampir setara dengan istilah legenda dalam bahasa Indonesia. Meskipun pada akhirnya nanti, setelah membaca menampakkan nuansa makna yang berbeda.

Banyak sasakala yang terkenal pada ranah budaya Sunda. Salah satu contohnya yang menonjol adalah riwayat asal-usul terjadinya Gunung Tangkuban Parahu, di utara Kota Bandung. Konon, menurut alkisah, gunung tersebut merupakan buah dari kekesalan seorang anak, yakni Sangkuriang, yang kadung mencintai ibunya, Dayang Sumbi. Namun, karena hubungan percintaan sedarah alias inses tidak dimungkinkan dalam budaya Sunda, maka dibuatlah penolakan. Caranya, saat hendak mengabulkan permohonan Dayang Sumbi, Sangkuriang gagal membuat perahu sebelum fajar menyingsing, setelah sebelumnya berhasil membendung dan membentuk danau untuk berlayar menikmati masa pengantin mereka. Dayang Sumbi berusaha dengan memancing ayam jantan berkokok dan membangunkan matahari pagi. Karena merasa gagal, Sangkuriang menendang perahu yang belum jadi itu hingga menelungkup. Konon, terbentuklah Gunung Tangkuban Parahu. Sementara tunggul-tunggul kayu bekas ditebang untuk membuat perahu, menjadi Gunung Bukit Tunggul. Demikian pula dengan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan legenda tersebut.

Selain pesan, bahwa orang Sunda sejak

dulu menolak adanya praktik inses, sasakala Sangkuriang juga berpotensi untuk diberi pengertian dari sisi riwayat kebumian yang terjadi di sekitar gunung api yang tumbuh dan berkembang serta menunjukkan aktivitasnya di sekitar Bandung utara tersebut, kemudian kemunculan Danau Bandung Purba, kemudian kepercayaan bahwa bobolnya danau tersebut di Sanghyang Tikoro, di daerah Bandung Barat sana, serta hal ihwal lainnya.

Nah, dalam kerangka membaca sasakala yang dipertautkan dengan riwayat kebumian, saya menemukan buku yang membahas mengenai hal tersebut. Bukunya termasuk buku agak lama. Judulnya Myth and Geology, sebagai terbitan Geological Society, London, Special Publications No. 273. Buku setebal 346 halaman ini disunting berdua, yaitu oleh Luigi Piccardi dan W. Bruce Masse. Dalam tulisan ini, saya akan berbagi informasi mengenai apa yang hendak disampaikan di dalam buku tersebut.Di dalam pengantar, Piccardi yang bekerja di CNR, Istituto di Geoscienze e Georisorse, Firenze, Italia, menyatakan bahwa buku ini menyajikan tinjauan mengenai kajian mendasar geologi terhadap mitos, sebagai disiplin yang baru muncul di dunia ilmu kebumian. Kajian tersebut disebut sebagai geomitologi.

Istilah tersebut untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh ahli geologi Dorothy Vitaliano melalui bukunya Legends of the Earth: their geologic origins (1973). Oleh Dorothy, geomitologi diartikan sebagai kajian mengenai asal-usul geologi fenomena alam yang telah lama dijelaskan dalam mitos dan folklor.

Page 56: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 55

Menurut Piccardi, maksud penerbitan buku Myth and Geology ini adalah untuk membuat geomitologi sebagai disiplin yang diakui sebagai lapangan penelitian ilmiah, dengan jalan menyajikan makalah-makalah yang memperbincangkan kajian realitas geologi yang ada di balik mitos dan legenda masa lalu.

Selanjutnya, Piccardi menyatakan bahwa buku lahir karena adanya sesi diskusi bertajuk sama yang diselenggarakan pada Kongres Geologi Internasional ke-32 (the 32nd International Geological Congress) di Florence, Italia, pada Agustus 2004. Saat itu, Dorothy menjadi pembicara kuncinya serta dalam buku ini, makalahnya ditempatkan sebagai tulisan pertama yang dimuat. Selain Dorothy, tulisan-tulisan lainnya yang dimuat dalam buku ini menyajikan analisa pelbagai mitos, legenda, dan folklor lama, yang berupa dokumen historis yang berasal dari khazanah tradisi lisan, serta asal-usulnya mengandung ingatan kolektif bagi fenomena geologi di masa lalu.

Istilah geomitologi, menurut Piccardi, belum terdaftar dalam kamus-kamus dan ensiklopedia, sehingga maknanya bisa menjadi berbeda-beda, seperti yang terdapat dalam Wikipedia. Namun, yang jelas geomitologi menunjukkan setiap hal di mana asal-usul mitos dan legenda dapat ditunjukkan isinya yang berpautan dengan fenomena dan aspek geologi, dalam arti yang luas, termasuk yang berkaitan dengan astronomi. Hal ini juga ditegaskan oleh Dorothy (1973), bahwa hal

pertama dan terutama, ada dua macam folklor geologi, yaitu pada beberapa fitur geologi atau kejadian beberapa fenomena geologi yang menginspirasi penjelasan folklor, dan satu lagi yang memutarbalikkan penjelasan beberapa kejadian geologi yang sebenarnya terjadi, biasanya dalam hal bencana alam.Agar tafsir folklor geologi alias geomitologi benar, menurut Piccardi, membutuhkan perpaduan atau integrasi ilmu pengetahuan di bidang geologi, arkeologi, sejarah, mitologi perbandingan da antropologi. Dengan

jalan demikian, maka geomitologi dapat mengungkap ingatan tersembunyu dari kejadian-kejadian geologi di masa lalu, sehingga menyediakan sebuah gudang penyimpanan informasi geologi. Selain itu, geomitologi dapat membantu menyediakan pandangan baru kepada penelitian sejarah, arkeologi, dan antropologi, dan membuka cakrawala baru pada bidang yang secara tradisi termasuk bidang garapan masing-masing ilmu tersebut.

Sebagai tulisan pembuka, Dorothy dalam tulisannnya (“Geomythology: geological origins of myths and legends”) membahas mengenai hubungan mitos dengan geologi. Menurutnya mitos dengan geologi berkaitan dalam beberapa cara. Mitos bisa merupakan hasil upaya manusia untuk menjelaskan keadaan alam yang

Dalam khazanah bahasa dan budaya Sunda, ada istilah khusus untuk menggambarkan kisah-kisah yang bertalian dengan asal-usul sesuatu.

Page 57: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

56 Vol 30 N2 November 2020

layak dicatat di sekitar lingkungannya, seperti bentang alam menakjubkan, karena manusia memang selalu tergoda untuk mencoba menjelaskan lingkungan alamnya. Sebagian yang lain mencoba mencatat proses-proses alam yang mencolok mata, seperti kejadian gempa bumi, fenomena gunung api, banjir, dan lain-lain. Mitos tempatan terkadang memang membantu memahami permasalahan geologi yang dikandungnya, karena geomitologi merekam kejadian-kejadian geologi yang besar, misalnya.Di balik kelahiran gagasan mengenai geomitologi ini,

Dorothy menyatakan bahwa sejak kecil dia sangat suka membaca mitos-mitos bangsa Yunani dan Romawi kuno. Kemudian saat dia sudah bekerja sebagai ahli geologi, ia mengumpulkan pelbagai mitos yang mengandung kaitannya dengan geologi. Saat muncul makalah yang mengaitkan Gunung Santorini dengan hilangnya Atlantis, Dorothy membuat tinjauan teori tersebut kepada Jurusan Geologi Universitas Indiana. Ini adalah buah dari saat dia dan suaminya diundang ke kongres mengenai Gunung Santorini yang pertama pada tahun 1969. Nah, saat Dorothu menyerahkan tinjauan tersebut, ada pihak penerbit dari Universitas Indiana yang hadir dan menawarinya menulis buku. Itulah asalnya Dorothy menulis buku Legends of the Earth: their geologic origins (1973) sekaligus mulai mengenalkan istilah geomitologi.

Pada tulisan kedua, “Exploring the nature of myth and its role in science”, yang ditulis W.B. Masse, E. Wayland Barber, L. Piccardi dan Paul T. Barber, hubungan mitos dengan pengetahuan kian diperinci. Antara lain, saya mendapatkan keterangan bahwa legenda kebanyakannya berkaitan dengan kisah-kisah semi sejarah yang diyakini benar oleh budaya-budaya yang menghidupinya. Legenda biasanya membentuk adat kebiasaan tempatan,

menceritakan migrasi orang, dan catatan kepahlawanan. Legenda biasanya memadukan realisme dengan unsur-unsur ajaib dan mitis. Nah, kisah epik yang berisi cerita panjang kerap merupakan batas antara legenda dengan mitos, yang disampaikan dalam bentuk puisi atau prosa liris atau nyanyian, yang waktunya bisa seharian atau semalam suntuk.Sementara mitos adalah catatan budaya mengenai kejadian besar yang biasanya terjadi di masa yang telah lampau sekali pada budaya yang bersangkutan, di saat dunia masih berbeda dengan saat ini.

Mitos-mitos tersebut diakui benar oleh para penjaga pengetahuan tradisi yang meneruskan kisahnya, dan kebanyakannya bersifat sakral atau paling tidak diimbuhi dengan nada keagaamaan dan ritual

Mitos (geomitos) paling tidak berdasar pada amatan terhadap fenomena alam khusus yang riil serta kejadian-kejadian yang secara akurat dapat ditempatkan dalam ruang dan waktu serta dihubungkan dengan beragam macam bukti fisik bagi kejadian sejarah.

Page 58: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 57

yang kuat. Mitos menggunakan tokoh-tokoh gaib (dewa-dewi, manusia setengah dewa, atau binatang) dan alur kisah yang mengungkapkan batasan dan kerja dunia serta tempat alam dalam lingkungan sebuah budaya, yang disebut nantinya dengan istilah pandangan dunia.Menurut pandangan ahli antropologi William Haviland (1975), konsep pandangan dunia dengan ilmu pengetahuan itu berkaitan.

Dalam hal tersebut, mitos adalah ilmu pengetahuan budaya ang tidak memverifikasi kebenaran mengenai alam dengan jalan eksperimen. Namun, semua penjaga pengetahuan tradisional meyakini bahwa mitos dan legenda adalah benar pernah terjadi secara sejarah. Di pihak lain, bagi semua ilmuwan menganggap bahwa mereka yang tidak mereprsentasikan kejadian sejarah faktual adalah berupa teka-teki yang mengganggu.

Dengan demikian, menurut Masse dan kawan-kawan, mitos dan kategori mitos paling tidak berdasar pada amatan terhadap fenomena alam khusus yang riil serta kejadian-kejadian yang secara akurat dapat ditempatkan dalam ruang dan waktu serta dihubungkan dengan beragam macam bukti fisik bagi kejadian sejarah.

Bahwa kita bisa sampai menemukannya karena alur cerita mitos yang bersangkutan mengandung rincian kaya mengenai kejadian-kejadian dan fenomena alam dan kita dapat menemukan konfirmasi yang jelas serta bukti lapangan bagi kejadian faktualnya di tempat-tempat yang diceritakan di dalam mitos. Catatan-catatan mitos pun

memiliki aturan struktural dan prinsip yang membentuk isi dan transmisi lisan mitos.

Tentu banyak hal lainnya yang menarik dalam tulisan kedua ini. Tulisan-tulisan selanjutnya yang berjumlah 23 tulisan lagi menyajikan kasus-kasus khusus yang berkaitan dengan geomitologi. Misalnya seperti tulisan D. Chandrasekharam, “Geo-mythology of India” yang menggali kisah-kisah dari dalam Ramayana, Mahabharata, dan Purana. Atau misalnya pada tulisan akhir dalam buku ini, “The contribution of the Sibilla Appenninica legend to karst knowledge in the Sibillini Mountains (Central Apennines, Italy)” yang disusun oleh D. Aringoli, B. Gentili, G. Pambianchi, dan A.M. Piscitelli.

Dengan demikian, paling tidak bagi saya pribadi, buku ini sangat penting, mengingat potensi teoritis dan praktis tatkala membedah sasakala yang berpautan erat dengan riwayat kebumian. Seperti sasakala Gunung Tangkuban Parahu, apalagi ditambah sasakala-sasakala lainnya di Tatar Sunda, seperti Gunung Guntur, Gunung Galunggung, air terjun, gua, sungai, dan lain-lain. Tidak terkecuali dalam khazanah puisi epik Sunda (pantun) dan naskah Sunda kuna yang mengandung pula pelbagai mitos. Hal-hal tersebut, saya kira, dapat digali realitas yang melatarbelakanginya, asalkan tadi, harus melibatkan pelbagai disiplin ilmu.

Penulis adalah Peminat literasi Sunda dan kebumian.

Page 59: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

58 Vol 30 N2 November 2020

Page 60: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 59

NICOLAAS WING EASTON (1859-1937)

MENEMUKAN INTAN KALIMANTANOleh: Atep Kurnia

Page 61: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

60 Vol 30 N2 November 2020

Senin sore, 9 Januari 1928, saat pertemuan senat Technische Hoogeschool atau Sekolah Tinggi Teknik di Delft, Belanda, Prof. Dr. G.A.F. Molengraaff menyampaikan pidato penghargaan kepada seorang bekas kepala insinyur pertambangan di Hindia Belanda (oud-hoofd-ingenieur bij het Mijnwezen in Ned.-Indie) yang hari itu dianugerahi gelar doctor honoris causa. Menurut Molengraaff, mantan insinyur pertambangan yang tinggal di Rijswijk itu dinilai menjadi perintis dalam penyelidikan geologi dan pertambangan Hindia Belanda, terutama dalam bidang konstruksi tanah (Het Centrum, 09-01-1928). Lima tahun kemudian, pada hari Jum’at, 30 Juni 1933, ahli geologi dan pertambangan yang dianugerahi gelar doctor honoris causa itu memperingati 50 tahun kiprahnya sebagai insinyur pertambangan (gouden ingenieursjubileum atau vijftig jaar mijningenieur). Orang yang diberi gelar doktor kehormatan pada 1928 dan memperingati 50 tahun kariernya di bidang geologi dan pertambangan itu adalah Nicolaas Wing Easton (Deli courant, 20 Juli 1933 dan Het Vaderland, 29 Juli 1933).

Sebagaimana yang saya baca dari obituari yang ditulis oleh Ir. H. Van Hettinga Tromp (“In Memoriam Dr. H.C. Ir. N. Wing Easton [1859-1937]” dalam Geologie & Mijnbouw, 1 Agustus 1937) dan sumber-sumber lainnya, Nicolaas lahir pada 16 Februari 1859 di Dordrecht, Belanda. Anak pertama

dari dua bersaudara itu berayahkan seorang kapten kapal yang meninggal sewaktu Nicholaas masih kecil. Setelah lulus HBS yang setara dengan SMA di Dordrecht, pada 1876, Nicholaas melanjutkan sekolahnya ke Polytechnische School (sekolah politeknik) di Delft, tempatnya menimba ilmu pertambangan. Sebelum lulus dari sana, sebagai calon insinyur pertambangan dia sudah terdaptar berdinas untuk pemerintahan Hindia Belanda selama setahun di Clausthal (Ober-Harz). Beruntung dia bertemu dan belajar kepada profesor geologi Von Groddeck. Dari guru besar tersebut, Nicholaas dapat mendalami dan mencintai genesis cebakan, bahkan hingga

akhir hayatnya tetap ia geluti.Diploma sebagai insinyur pertambangan diraihnya pada 1883. Dua tahun kemudian, pada Februari 1885, Nicholaas memulai kariernya di bidang pertambangan di Hindia Belanda. Lapangan kerja pertamanya adalah Kalimantan bagian barat (Westerafdeeling van Borneo) antara 1885 hingga 1887. Di daerah yang sebelumnya kurang diketahui oleh orang Eropa itu, dia menemukan cebakan emas tetapi kurang ekonomis bila dijadikan pertambangan. Namun, pada 1886 dia menemukan rangkain gunungapi Tersier yang membentang dari barat ke timur dan memotong bentangan gunungapi Tersier di Kalimantan Tengah

Pada 1887, Nicholaas dipindahkan ke Batavia untuk membantu merevisi undang-undang pertambangan Hindia Belanda (Indische Mijnwet).

Page 62: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 61

di Pegunungan Muller. Itulah Gunungapi Situng dan Pando. Pada 1887, Nicholaas dipindahkan ke Batavia untuk membantu merevisi undang-undang pertambangan Hindia Belanda (Indische Mijnwet). Setahun kemudian, pada 1888, dia melakukan penyelidikan geologi Lembah Anai (het onderzoek van de Aneikloof ), untuk rel kereta api, yang nantinya akan digunakan untuk membawa batubara dari Sawah Lunto ke Emmahaven (Brandewijnsbaai). Beberapa tahun kemudian, pada 1890, dia dipindahkan lagi ke bagian air tanah (Grondspilwezen), karena sudah diketahui bahwa di Pulau Jawa banyak terdapat sumber-sumber air artesis. Di bagian ini dia pernah menyelidiki sumber air tanah di Makassar melalui pemboran sumur artesis. Pada 1892, Nicholaas berangkat ke Pulau Samosir untuk menyelidiki genesis bismuth di Danau Toba.

Namun, penyelidikan tersebut dikembangkan menjadi deskripsi geologi yang menarik ihwal tanah Batak. Hasil penyelidikan ini dimuat dalam Jaarboek van het Mijnwezen tahun 1894 dengan judul “Geologische en topograpische opname van het schiereiland Samosir in het Tobameer in 1892” dan dalam Zeitschr. d. Deutschen Geol. Gesellschaft pada 1896 dengan judul “Der Toba-See”. Menurut Nicholaas, bisa jadi, Danau Toba terbentuk sebagai danau tektonik berupa cekungan air sisa setelah empat periode rekahan formasi dan proses vulkanisme yang terjadi sejak Mesozoikum.

Selain itu, pada 1892 pula, dia memperkaya pengetahuannya tentang pengelolaan praktis untuk mineralogi,

geologi, dan pertambangan. Antara tahun 1898 hingga 1900 dia ditempatkan sebagai kepala Dinas Air Tanah (Dienst van het Grondpeilwezen). Setelah mengambil cuti besar ke Belanda antara tahun 1900-1903, Nicholaas kemudian dipromosikan menjadi insinyur kepala dan mengepalai penyelidikan tambang pada tahun 1903.

Dia juga turut merumuskan secara praktis regulasi pertambangan yang aman di Hindia Belanda pada tahun 1905. Sebagaimana yang diberitakan De locomotief edisi 8 Desember 1905, aturan baru tersebut diberi tajuk De Indische Mijnwet en hare Uitvoerings-Ordonnantie (mijn-ordonnantie). Nicholaas yang menjadi editornya. Di dalam aturan tersebut, ia terlibat dalam perumusan mengenai aturan keamanan (titel X [Veiligheidsvoorschriften] yang bertalian dengan tenaga kerja paksa, upamanya di pertambangan batubara Sawahlunto di Sumatra Barat yang melibatkan tenaga kerja paksa dari Jawa. Aturan baru tersebut diresmikan pada tahun 1906. Namun, pada tahun 1906 pula, Nicholaas mengundurkan diri dari posisinya dan beralih kerja sebagai pimpinan teknis (Technische Vertegenwoordiger) dan wakil perusahaan Dordtsche Petroleum Maatschappij di Hindia Belanda (1906-1911). Di dalam kapasitas barunya, dia dinilai orang yang punya integritas dan kemanusiaan tinggi. Ini terbukti pada tahun 1908, saat dia tiba di Cepu, saat wabah kolera merebak di sana. Dia segera menyelenggarakan pelbagai upaya pencegahan, antara lain dengan menyediakan 200.000 liter air mendidih yang dibagikan kepada warga pribumi setiap harinya. Kemudian pada 1911,

Page 63: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

62 Vol 30 N2 November 2020

Nicholaas kembali lagi ke Belanda. Saat melakukan perjalanan tahun 1919, ia mengunjungi pertambangan di Sumatra. Hasil perjalanan tersebut pada tahun 1926, ia publikasikan. Nicholaas memperkaya khazanah pustaka mengenai tinjauan endapan logam Sumatra, termasuk genesisnya. Judul kajiannya “Het ontstaan van den Maleischen archipel, bezien in het licht van Wegeners hypothese”. Antara waktu tersebut, pada 27 November 1923, Nicholaas diberi anugerah gelar ridder in de orde van den Nederlandschen Leeuw oleh pihak Kerajaan Belanda setelah 40 tahun berkiprah di dunia pertambangan. Setelah pensiun dari Dinas Pertambangan Hindia Belanda hingga tahun 1923, Nicholaas tetap aktif menulis. Buktinya ada sekitar 50 tulisannya yang terbit antara lain pada Het Jaarboek voor het Mijnwezen, Het Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, De Indische Mercuur, De Ingenieur dan Verslagen van de Geologische sectie van het Geologisch Mijnbouwkundig Genootschap (De Maasbode, 29 November 1923 dan Bataviaasch nieuwsblad, 12 Januari 1924). Menurut Van Hettinga Tromp (1937), penghargaan tersebut sangat terlambat, bila dibandingkan dengan jasa-jasa baik Nicholaas. Bahkan saat Nicholaas mengundurkan diri pada 1906, pemerintah tidak mencegah serta tidak menyatakan rasa terima kasih yang tulus atas kinerja yang diberikan Nicholaas.Bila melihat minatnya, sebenarnya Nicholaas tertuju pada masalah-masalah teknis dan teoritis. Minatnya yang pertama adalah Kalimantan, termasuk di dalamnya penyelidikannya tentang asal-usul intan

yang ada di Kalimantan Selatan (zijn nota betreffende het onderzoek naar den oorsprong van het Zuid-Borneo diamant). Untuk hal tersebut, antara lain dia menulis tentang Geologisch overzicht van West-Borneo-verschilen overeenkomst met Centraal-en Zuid-Oost Borneo (1914), dan Kristallijne schisten in West-Borneo (1919).

Mengenai genesis intan Kalimantan sebenarnya sudah mulai ia kemukakan dalam laporan penyelidikannya dalam Jaarb. Mijnwezen (T en A van 1894). Di dalam laporan tersebut, ia menyertakan deskripsi menarik tentang kemunculan intan di Landak (Het diamantvoorkomen in Landak). Minat terhadap genesis intan tersebut terus membetot perhatiannya, sehingga pada tahun 1925 menjadi bahan bagi bagian geologi dari Perhimpunan Geologi dan Pertambangan (Geol. Sectie van het Geol.-Mijnb. Genootschap). Topik yang sama ia sampaikan dalam tulisannya yang ditujukan kepada Kepala Jawatan Survei di Hindia Belanda (Hoofd v. d. Opsporingsdienst in Ned. Indie) dan dimuat dalam De Mijningenieur dengan judul “De natuurlijke minerale koolstof en hare bestaansmogelijkheden. Toepassing op de Borneo-diamanten”.

Ia juga punya inisiatif mengenai dinas penjagaan gunungapi (op het groote belang van cen vulkaanbewakingsdienst te wijzen). Gagasan monitoring gunungapi tersebut mula-mula ia dedahkan dalam tulisannya yang berjudul “Wat wij van onze-Indische vulkanen weten en niet weten” (dalam Geol. Sectie v/h G. M. Genootschap, Desember 1915). Ternyata Dinas Penjagaan Gunungapi (Vulkaanbewakingsdienst in Ned. Indie) diresmikan pada tahun 1920. Tetapi, Nicholaas tetap melanjutkan

Page 64: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 63

minatnya di bidang gunungapi dengan menulis, antara lain, “Nieuwe denkbeelden over het wezen van het Vulkanisme”(1925), “Vulcanic Science in past and present” (1929), dan sebelumnya ada tulisan mengenai kaldera (“het caldera-probleem”, 1916). Kemudian minat lainnya adalah pulau timah Belitung, terutama mengenai bilitonit. Ini antara lain buah dari undangan Billiton Maatschappij untuk mengadakan penyelidikan geologi di Pulau Belitung selama enam bulan pada tahun 1920.

Kunjungan tersebut membuahkan beberapa tulisan tentang asal-usul bilitonit dan kakse. Tulisan Nicholaas mengenai bilitonit antara lain “The Billitonites (An Attempt to Unravel the Tectite Puzzle)” yang dimuat dalam Verhandelingen der Koninklijke Akademie van Wetenschappen te Amsterdam (Tweede Sectie), Deel XXII, No. 2 (1921).

Pada 1924, bersama dengan Moerman, Nicholaas berkunjung ke pedalaman Sumatra atas undangan perusahaan tambang Mij. Soengei Pagoe (Moeara-Laboe) selama beberapa minggu. Dia juga mengunjungi tambang emas di daerah Lebong dan tambang emas milik pemerintah kolonial Tambang Sawah. Kunjungan-kunjungan tersebut menjadi tulisan mengenai genesis cebakan yang berjudul “Die wichtigsten Edelmetall-Lagerstatten Sumatras” (1926).

Namun, pada saat ke Belitung, Nicholaas tidak diberi kesempatan untuk mengunjungi Bangka. Padahal, dia sangat menginginkannya. Kesempatan tersebut sangat disesali Nicholaas karena dalam anggapannya, dia telah melepaskan

kesempatan untuk mendapatkan jawaban ihwal genesis cebakan timah. Namun, Nicholaas tetap menuliskannya. Hasilnya berjudul “The tin-ores of Banca, Billiton and Singkep, Malay Archipelago” yang dimuat dalam Economic Geology (Januari-Februari 1924). Pencapaian kinerja Nicholaas yang lain, menurut Van Hettinga Tromp (1937) adalah Inventaris van Technische en Natuurwetenschappelijke Periodieken in Nederlandsche bibliotheken. Buku ini berisi inventarisasi yang berkaitan dengan berkala teknis dan ilmu alam di perpustakaan Belanda. Yang diliputi dalam buku ini sebanyak 5026 berkala, tulisan antologi dan serial, yang mencakup bidang pertambanga, geologi, paleontologi, kimia, alam, binatang, tumbuhan, geografi, hingga tahun 1933. Ahli pertambangan yang sangat energik ini meninggal dunia pada usianya yang ke-78 pada pagi hari tanggal 14 Juli 1937, di Rijswijk. Dibilang energik, karena hingga menjelang meninggalnya, Nicholaas masih bergelut dengan masalah-masalah ilmu pengetahuan yang baru. Ini terbukti dari buku-buku perpustakaan di Delft yang dibacanya pada Senin-Selasa, 12-13 Juli 1937, dua hari sebelum dia meninggal. Itulah akhir hayat orang pertambangan yang hendak menemukan riwayat intan Kalimantan.

Penulis adalah Peminat literasi dan kebumian, tinggal di Bandung.

Page 65: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

64 Vol 30 N2 November 2020

Page 66: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 65

SITU-SITU YANG HILANG

CEKUNGAN BANDUNGOleh: T Bachtiar

Bentang alam di Cekungan Bandung bagian timur.Foto; Deni Sugandi

Page 67: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

66 Vol 30 N2 November 2020

Ada foto tak bertahun yang memberikan gambaran, ada kolam yang tenang dan luas, yang di tepiannya ada babancong (gazebo) dan pendopo yang terlihat besar. Di bawah foto ditulis keterangan, Sebelah selatan rumah Bupati, Bandung. Ada dua hal yang memperkuat dugaan, bahwa kolam itulah yang kemudian oleh masyarakat dinamai Balong Gedé, kolam yang luas, yang kemudian menjadi toponim kawasan tersebut, Balonggdé. Pertama karena ada tulisan dalam foto, Sebelah selatan rumah Bupati, Bandung, dan kedua, dalam peta Bandung tahun 1921, di selatan rumah Bupati Bandung dan di sebelah utara Pungkurweg itu sudah dibuat jalan, tapi belum diberi nama. Baru pada peta Bandung tahun 1927 jalan itu sudah diberi nama Balonggedeweg.

Balong yang luas itu menjadi ciribumi bagi masyarakat, yang berada di selatan kantor pemerintahan Kabupaten Bandung. Dan masyarakat saat itu yang ada urusan ke kantor Kabupaten Bandung, lebih memilih masuk dari pintu belakang di sebelah selatan kantor, daripada dari bagian depan di sebelah utara. Bagian pungkur atau belakang itu pun kemudian menjadi toponim Pungkur. Oleh masyarakat Bandung kawasan Balong Gedé itu dijadikan sebagai titiktemu untuk berkumpul, sebelum mereka menuju kantor. Nama kolam yang luas ini menjadi penanda, sehingga menjadi tempat yang selalu diucapkan. Lama kelamaan, artinya bergeser, dari kolam yang luas menjadi nama geografi, Balonggedé. Nama geografi Balonggedé kini menjadi

nama kelurahan di Kota Bandung mencakup kawasan yang luasnya 55 ha, yaitu Kelurahan Balonggedé. DKelurahan ini di selatan dibatasi oleh Jl Pungkur, berbatasan dengan Kelurahan Pungkur dan Kelurahan Ciateul, di utara dibatasi Jl Asia Afrika, berbatasan dengan Kelurahan Braga, di sebelah timur dibatasi Ci Kapundung, berbatasan dengan Kelurahan Cikawao, dan di sebelah barat dibatasi Jl Oto Iskandar Di Nata, berbatasan dengan Kelurahan Karanganyar.

Balonggedé merupakan contoh, bahwa semula ada kolam yang luas, yang dijadikan lanskap kantor Kabupaten Bandung dan rumah bupati. Tentu, banyak tempat yang cekung, yang sudah dikeringkan sebelum peta tahun 1921 dibuat, tapi ada yang abadi menjadi toponim, tanpa diketahui berapa luas ranca atau situ-nya.

Pada zaman kolonial, di dasar Cekungan Bandung terdapat banyak daerah yang ronabuminya nyangkorah, mariuk, cekung. Daerah-daerah yang cekung inilah yang kemudian ditata sesuai karakter alamnya, dijadikan tempat penampungan air dari daerah sekitarnya. Situ yang dikelilingi tegakan pohon tinggi, dapat mengatur iklim mikro di kawasan itu, dan menjadi rumah tetap dan rumah singgah bagi burung dan serangga. Seperti yang sekarang menjadi Taman Lalulintas, misalnya, pada zaman kolonial, berupa situ, yang memberikan kesejukan bagi kantor yang ada di sekelilingnya. Demikian juga di beberapa tempat lainnya, daerah-daerah yang cekung itu dimanfaatkan sebagai kolam-kolam penampungan air hujan.

Page 68: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 67

Secara lebih luas, Cekungan Bandung itu seperti baskom raksasa, dari lereng-lereng bagian dalamnya air meteorik diresapkan ke dalam bumi, kemudian ke luar secara teratur di mata-mata air. Sampai pada periode letusan-letusan mahadahsyat Gunung Sunda antara 210.000-105.000 tahun yang lalu, seperti dikemukakan oleh Moch. Nugraha Kartadinata (2005), telah membendung aliran Ci Tarum purba di utara Padalarang. Kemudian secara evolutif, air sungai meluap ke berbagai sisinya, membentuk danau raksasa dari Cicalengka sampai Rajamandala. Sekitar 90.000 tahun danau Bandung purba menggenang, baru bobol atau bedah 16.000 tahun yang lalu (MAC Dam, 1996).

Setelah 16.000 tahun, dasar Cekungan

Bandung tidak sepenuhnya kering, tapi menyisakan lahan basah yang luas yang dikenal dengan sebutan ranca dan situ. Di Cekungan Bandung, terdapat nama tempat yang memakai kata ranca: 96 dan kata situ: 18, jumlah keseluruhannya: 114 (T Bachtiar dan Dewi Syafriani, 2016). Dalam Peta Bandoeng-Zuid – 1931, terdapat 45 situ yang ukurannya besar (T Bachtiar, 2020). Semua situ itu kini tinggal nama, dan sudah berubah menjadi nama geografi, tempat hunian masyarakat Bandung.

Malik Arrahiem (2020), mendata situ yang ada pada Peta Topografi tahun 1931, Lembar Bandung Selatan. Menurutnya terdapat 73 tubuhair (situ, ranca, balong), dengan beberapa situ yang luas, seperti:

Peta kolonial yang menunjukan Situ Gunting pada, dibuat pada tahun 1931

Page 69: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

68 Vol 30 N2 November 2020

Situ di daerah Gumuruh (luasnya: 6,57 ha), Situ Tarate (luas: 2,32 ha), Situ Gunting (luas: 1,54 ha), dan Situ Hiang (luas: 1,84 ha). Luas keseluruhan situ: 50,053 ha. Dengan asumsi kedalaman situ 2 meter, maka seluruh situ mampu menampung air sedikitnya 1.000.000 m kubik.

Luas keseluruhan situ setara dengan 70 x luas lapangan sepakbola (105 x 68 m = 7.140 m²), mampu menampung air baku sebanyak 1.000.000.000 liter. Bila mengacu pada jumlah pemakaian air rumahtangga perkotaan sebanyak 144 liter/hari/orang, maka air sebanyak itu dapat memenuhi kebutuhan warga kota sebanyak 6.944.444 orang, cukup untuk memenuhi kebutuhan air baku bagi sebagian besar penduduk di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat, yang jumlah keseluruhan penduduknya 8 juta jiwa.

Betapa luas dan besar manfaatnya situ alami itu setelah diperbandingkan dengan kolam-kolam penampungan, kolam retensi, yang dibangun saat ini, seperti kolam retensi Bima yang luasnya 2.500 m2, kolam Retensi Cipamokolan luasnya 2.000 m2, dua kolam retensi di Jalan SOR GBLA, Gedebage luasnya 8.000 m2, dan kolam retensi Cieunteung luasnya 4 ha.

Bagaimana situ-situ itu satu-satu menghilang? Ketika awal pembangunan kota ini, dibangunlah gedung-gedung, jalan raya, rel keretaapi, dan kebutuhan bangunan lainnya di pusat Kota Bandung, telah menarik banyak penduduk dari luar kota Bandung. Terjadi perpindahan penduduk, bahkan pada zaman kolonial

sering dengan sengaja mendatangkan banyak orang dari suatu daerah, yang penduduknya mempunyai keterampilan pertukangan atau perdagangan yang baik. Maka mereka akan mengelompok membangun babakan, perkampungan kecil baru yang warganya berasal dari satu daerah asal yang sama. Babakan Tarogong, misalnya, warganya berasal dari Tarogong, Kabupaten Garut. Urbanisasi itu semakin tidak terbendung pascakemerdekaan, terutama karena alasan keamanan, dan pembangunan daerah yang gencar mulai tahun 1970-an. Awalnya, ketika membangun rumah-rumahnya di pinggiran situ, dan membiarkan situnya tetap ada, maka tempat itu dinamai Cisitu. Karena orang terus berdatangan, sementara di sana masih banyak genangan air, air dialirkan dalam parit-parit, berjalan harus meloncat-loncat, makan dinamailah Ciluncat. Bila paritnya sudah dipasangi cukang, jembatan kecil dan pendek, dinamailah Cicukang. Orang yang bermukim semakin banyak, maka situ mulai diurug, dinamilah Situsaeur. Tanah urugan kalau terkena air, pastilah licin, maka kawasan itu dinami Sukaleueur. Proses pembangunan kota dan menghilangnya situ dan ranca, sebagian terabadikan dalam nama geografi.

Situ-situ yang hilang pastilah luasannya jauh lebih luas lagi dari data yang tertera dalam peta. Dan, situ itu semakin terasa manfaatnya bukan ketika situ ada, namun ketika situ itu sudah menghilang, yang manfaatnya tak tergantikan!*

Penulis, anggota Masyarakat Geografi Nasional Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung. Anggota dewan redaksi BGTL.

Page 70: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 69

(atas) Ada konsekuansi hidup di dasar Cekungan Bandung yang datar. Foto: T Bachtiar

Dasar Cekungan Bandung datar. Foto: T Bachtiar

Page 71: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

70 Vol 30 N2 November 2020

MITOS, SEJARAH DAN PERKEMBANGAN GEOLOGI

GAIA IBU DARI SEMUA DEWA-DEWIOleh: Oki Oktariadi

Berikut adalah artikel prolog dari buku tentang geowisata, model pariwisata berkelanjutan. Saya merasa perlu menyampaikan tulisan ini sebagai upaya penyebaran pengetahuan yang lebih luas juga untuk mengingatkan kembali dan menambah wawasan bagi para geologiawan pada umumnya dan khususnya para pemandu atau interpretator Geowisata, karena sering kali para geowisatawan bertanya asal muasal munculnya ilmu kebumian (geologi). Semoga artikel berjudul “Sekelumit Mitos, Sejarah, dan Perkembangan Geologi” ini bermanfaat.

Page 72: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 71

Litografi Dr Thomas Horsfield (1773-1859) karya J. Erxleben.

Litografi Dr Thomas Horsfield (1773-1859) karya J. Erxleben.

Page 73: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

72 Vol 30 N2 November 2020

Gaia adalah dewi perwujudan dari bumi dalam mitologi Yunani. Sebagai protogenoi pertama yang muncul di alam semesta setelah Khaos, sehingga Gaia dikenal sebagai “Ibu dari Semua” dan menjadi fondasi bagi surga yang nantinya akan menjadi Olimpus. Kemudian, melalui partenogenesis, Gaia melahirkan Uranus (langit) yang menutupinya “di segala sisi”. Ia juga melahirkan Pontos (laut) dan para Urea (bukit-bukit) dengan cara yang sama. Melalui hubungannya dengan Uranus, Gaia melahirkan para Titan, Cyclops, dan Hekatonkhires; melalui hubungannya dengan Ponto, ia melahirkan para dewa-dewi laut. Di Mitologi Romawi, Gaia dikenal dengan nama Terra Mater/Tellus.Dari sepenggal cerita mitologi Yunani itu,

Bumi tempat manusia berpijak selalu mendapat perhatian karena langsung menyangkut hajat hidup manusia. Kejadian sekitar yang dapat memberinya kehidupan atau sebaliknya, mengancam nyawanya pasti secara naluriah tidak luput dari pengamatannya. Karena itu orang sejak awal sudah mencoba menerangkan kejadian-kejadian alam itu, walaupun tidak dalam bentuk penalaran. Kejadian alam merupakan ketentuan dari Dewa seperti antara lain dikemukakan oleh Homerus pada lebih kurang 850 tahun sebelum masehi. Dewa Poseidon, atau Neptunis dalam mitologi Roma adalah Dewa yang menguasai air. Dewa ini dikenal juga sebagai Dewa Gempabumi oleh karena Bumi selalu diguncangkannya untuk mengeluarkan air dari dalam

Dewa Vulcan yang bersemayam di Gunung Olympus. Sumber: gnosticmuse.com

Page 74: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 73

perut Bumi. Hades atau Pluto menguasai perut Bumi. Hephaestu anak Dewa Zeus, menguasai kilat dan api yang ada dalam perut Bumi. Berangkat dari letusan-letusan G. Etna dan G. Stromboli di Sisilia, maka Dewa Hephaestus yang menguasai api disebut juga sebagai Vulkanus atau Dewa Vulkan. Di dalam menelusuri ilmu pengetahuan kebumian, kita seringkali mendengar nama Prometheus seorang dewa yang disiksa oleh Dewa Zeus karena berhasil mencuri api atas bantuan Dewi Athena agar bisa masuk ke gunung Olympus. Singkat cerita Prometheus berhasil mencuri api dan memberikannya kepada manusia, walaupun dengan risiko mendapat hukuman dari Zeus dengan merantainya di puncak Gunung Kaukasus dan memerintahkan burung elang untuk memakan hati Prometheus setiap harinya. Amarah Zeus tersebut di picu karena api adalah lambang ilmu pengetahuan dan menjadikan manusia pintar mengungguli kedewaaanya.

Di kemudian hari, Herakles salah satu anak Zeus membebaskan Prometheus setelah membunuh elang yang memakan hati Prometheus dan menghancurkan rantai yang membelenggunya. Dan setelah terbebas, ternyata Zeus telah memaafkan Prometheus dan mau menerimanya kembali.

Pada waktu itu orang-orang yang memikirkan terbentuknya planet bumi percaya bahwa unsur pembentuk bumi adalah air, tanah, api, dan angin. Thales (624-565 S.M.) berpendapat bahwa proses yang terjadi pada Bumi adalah kejadian alam dan bukan peristiwa luar biasa yang berkaitan dengan Dewa-Dewi. Heraclites pada kira-kira 500 S.M. percaya bahwa

seluruh Bumi senantiasa bergerak. Api adalah unsur yang paling menentukan dalam proses perubahan. Pemikiran yang menurut ukuran kita sekarang dianggap rasional dan maju tersebut, ternyata bertentangan dengan pandangan filsuf-filsuf terkemuka pada waktu itu seperti Plato (427-327 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.) yang menganut faham bahwa Bumi, Matahari dan semua Planet adalah Dewa-Dewi.

Katatrofisme versus UniformitarismePemikiran yang barangkali merupakan landasan geologi sebagai ilmu, mulai dijumpai pada hasil karya Leonardo da Vinci (1452-1519), yang serba bisa itu. Beliau melukis Mona Lisa yang selalu tersenyum sampai kepada rancangan pesawat terbang yang rumit. Leonardo da Vinci-lah yang menerangkan cangkang-cangkang kerang yang sudah memfosil yang ditemukan di Pegunungan Apenia, Italia sebagai bekas kehidupan laut dan bahwa Italia pernah suatu ketika digenangi laut yang kemudian oleh erosi membentuk bentang alam.

Pandangan Leonardo tersebut dipengaruhi ketika perjalanan ke gunung saat dia berjalan di antara bebatuan yang suram. Dibawah ini petikan cerita perjalanannya.

“Saya berada di mulut gua yang besar dan saya merasa tertegun. Saat membungkuk, berjalan maju dan mundur, saya mencoba melihat apakah saya bisa menemukan sesuatu di dalam sana, namun sulit, karena gelap. Tiba-tiba dalam diri saya ada dua emosi yang berseberangan, ketakutan dan hasrat, takut akan kegelapan gua yang mengancam, dan hasrat untuk melihat apa

Page 75: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

74 Vol 30 N2 November 2020

hal luar biasa yang ada di dalamnya.”

Leonardo pun merasa ingin masuk dan memberanikan diri memasuki gua tersebut. Keingintahuannya kemudian terbayar dengan temuan di dalam akan sebuah fosil paus dan tumpukan cangkang kerang laut kuno yang lekuk geometrisnya kemudian dia gambarkan ulang di buku catatannya. Dalam beberapa tahun berikutnya, kehadiran “tiram dan karang dan berbagai cangkang dan bekicot laut” yang menggugah di “puncak-puncak ketinggian pegunungan”, jauh dari laut, memikat imajinasi sang seniman.

Pada tahun 1669, Nicolas Steno (1638-1687) seorang ilmuwan Geologi abad ketujuhbelas yang terlahir dengan nama asli Niels Stensen pada 1 Januari 1638 di Denmark, ayahnya adalah tukang pandai emas. Beliau mulanya belajar sebagai ahli anatomi, membedah mayat, mempelajari organ tubuh berbagai spesies. Memasuki dunia geologi bermula dari petunjuk Fosil Ikan Hiu ketika seorang bangsawan dari Tuscany yang gemar pada seni dan sains, memerintahkan Steno untuk membedah seekor Hiu. Gigi ikan Hiu menyerupai batu lidah, sejenis batu-batu aneh yang dijumpai pada batuan di Pulau Malta dan pegunungan dekat Florensia, Italia.

Ketika itu Pliny the Elder, seorang naturalis pada jaman romawi kuno mengatakan jika batu ini jatuh dari langit. Pada masa kegelapan eropa, legenda mengatakan jika batu itu dulunya lidah ular yang diubah menjadi batu oleh Saint Paul. Sedangkan hasil penelitian Steno menunjukkan bahwa batu lidah adalah gigi ikan Hiu, ditandai dengan kesamaan struktur pertumbuhannya.

Menyadari jika kedua benda ini mirip satu sama lain dan terbentuk dengan cara yang mirip, Steno berpendapat jika gigi kuno berasal dari hiu purba yang hidup di perairan kuno, yang sekarang membentuk batu, dan kemudian terangkat kedaratan menjadi pegunungan. Dengan menemukan asal usul gigi ikan hiu dari dua masa berbeda, dengan menyatakan hukum alam yang bekerja sekarang juga bekerja dengan cara yang sama di masa lampau. Steno menemukan prinsip uniformitarianism, sebuah ide yang berkata jika masa lampu suatu hal dibentuk oleh proses yang juga teramati pada masa kini.

Perkembangan ilmu geologi pada diri Steno sampailah pada prediksi tentang lapisan batuan yang mengatakan bahwa suatu masa batuan tersebut merupakan lapisan sedimen perairan, yang tersebar secara horisontal, dengan lapisan tertua berada di lapisan terbawah dan semakin muda di lapisan atasnya. Jika lapisan batuan ini berubah bentuk, termiringkan, terpotong oleh patahan atau ngarai, perubahan ini terjadi setelah terbentuknya lapisan sedimen. Pada masa kini kedengaran seperti hal sederhana, tetapi pada masa itu, ide ini sungguh revolusioner. Prinsip ini terus digunakan sampai sekarang pada ilmu geologi dan berkembang menjadi ilmu turunannya yaitu ilmu stratigrafi sebagai dasar ilmu geologi.

Karya Steno tersebut merupakan berkontribusi luar biasa yang kenudian menginspirasi Charles Lyell, James Hutton, hingga Charles Darwin dalam pengembangan ilmu geologi. Beliau memprediksi pelapisan-pelapisan batuan

Page 76: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 75

dan menerbitkan hasil pengamatannya, bahwa batuan yang terbentuk lebih dahulu terletak lebih bawah dari yang terbentuk kemudian. Dengan prinsip itu maka Steno dapat mengenal bagaimana batuan telah terlipat yang pada waktu itu ia terangkan sebagai amblas ke dalam gua atau didorong tenaga gunungapi dari dalam perut bumi.

Pemikiran-pemikiran tersebut diatas membawa kepada kesimpulan bahwa proses yang terjadi atas Bumi berlangsung secara terus-menerus. tetapi ketika dijumpai fosil-fosil yang begitu banyak jumlahnya dan fosil itu tak ditemukan samasekali pada lapisan yang lebih muda, maka orang akhirnya berkesimpulan bahwa terlah terjadi suatu peristiwa besar yang berlangsung dengan tiba-tiba dan menghentikan kehidupan itu. Apakah malapetaka atau kejadian besar itu berupa banjir atau letusan gunungapi, pada waktu itu benar-benar dipercaya orang. Rekaman fosil yang terdapat pada batuan, memperlihatkan bukti yang menyakinkan. Teori Malapetaka atau Katatrofisme ini mempunyai penganut yang luas, terlebih-lebih karena sejalan dengan pandangan ahli-ahli agama di Eropa pada waktu itu.Di lain pihak James Huton (1726-1797) berkesimpulan bahwa kejadian yang berlangsung berkesinambungan itu merupakan peristiwa yang beragam atau Uniformitarisma. Pada tahun 1985 ditulisnya buku mengenai “Hukum Uniformitarisme” yang kemudian menjadi paradigma ilmu geologi modern. Kesimpulan yang ditarik dari Hukum Uniformitarisme ini adalah bahwa proses alam yang terjadi pada hari ini terjadi juga pada masa yang lalu. Konsep ini merupakan dalil yang paling penting, dan

melekat sebagai bagian hidup dari para ilmuwan kebumian. “The Present is the Key to the Past”. Sampai sekarang pandangan ini tetap dianut orang, walaupun ilmu geologi sudah memasuki era modern Ke-II atau mengalami revolusi.

Malahan kini para ilmuwan mengembangkannya lebih lanjut. Dengan kemampuan teknologi, melalui Konsep Geologi Global, para ilmuwan mencoba memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa akan datang berdasarkan rentetan peristiwa kekinian, “The Present is the Key to the Future”. Teori Hutton tersebut tidak lepas dari tantangan pelbagai pihak, oleh karena itu, berdasarkan teorinya, maka umur Bumi dihitung sebagai 4500 sampai 5000 juta tahun yang lalu dan proses alam berlangsung secara seragam (uniform) pada setiap zaman dengan melalui evolusi. Padahal menurut kepercayaan orang Eropa Barat pada abad ke 16, Bumi tercipta pada 4004 tahun sebelum Masehi pada tanggal 26 Oktober jam 9:00 pagi (Tjia, 1990).

Dengan munculnya Teori Uniformitarisma maka Teori Katatrofisma kemudian ditinggalkan orang. Memang tidak mudah untuk memahami bagaimana bencana besar dapat melanda seluruh bulatan Bumi ini. Belakangan teori ini menarik perhatian kembali. Orang tetap memikirkan kenyataan bahwa Dinosaurus punah dengan tiba-tiba. Padahal Dinosaurus, ditemukan di banyak belahan dunia yang jaraknya amat berjauhan. Fantasi ini telah mengundang diangkatnya Dinosaurus dalam film yang menjadi box-office, terlaris. Film “Jurasic Park” menggambarkan bagaimana seorang profesor geologi menemukan tetesan

Page 77: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

76 Vol 30 N2 November 2020

darah Dinosaurus dalam seekor nyamuk yang kemudian terbungkus getah tanaman yang memfosil menjadi batu.Dengan kemajuan teknologi biokimia, maka DNA diekstraksi, gene dihasilkan dan telur Dinosaurus dapat diciptakan kembali. Fantasi ini amat luar biasa oleh karena umat manusia sekarang diambang pintu untuk merekayasa makhluk-makhluk dengan mengatur gen. Bukan saja rekayasa ini bermanfaat untuk mengetahui penyakit keturunan atau penyakit yang akan dideritanya pada masa hidupnya, yang kemudian sejak awal dapat diubah supaya penyakit berat itu (seperti kanker, leukimia atau talasemia) tidak sampai menimpa dirinya, tetapi juga di lain pihak akan menimbulkan kekhawatiran andaikata teknologi rekayasa gene itu dikuasai oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

John Naisbittt & Patricia Aburdene (1990) dalam bukunya “Megatrends 2000” menyebutkan kemajuan teknologi biokimia tersebut di atas sebagai Biofundamentalist yang menggambarkan kejahatan ekstrim. Sehingga, banyak orang berharap-harap cemas dalam memasuki tahun-tahun penutup abad ke-20 ini atau dikenal sebagai Tahun-Tahun Biologi. Apakah teknologi yang maha dahsyat ini dapat membawa kemaslahatan bagi umat manusia atau sebaliknya dapat membawa bencana bagi umat manusia. Jeremy Rifkin, seorang jaksa dari Washington, Amerika Serikat telah secara terus menerus menentang teknologi rekayasa yang amat membahayakan ini. Banyak orang berpendapat, aturan hukum dan moral belum akan sanggup mengendalikan dampaknya.Fantasi rekayasa bioteknologi yang

menghidupkan kembali Dinosaurus memang telah mempesonakan. Binatang yang luar biasa besarnya ini telah hidup kembali dan bisa beranak pinak. Amat indah karena Dino adalah binatang jinak pemakan dedaunan. Pada pagi hari yang masih berselimut kabut, terdengar suaranya melenguh dan amat enak didengar. Berbeda sekali dengan Tyranosaurus yang amat buas dan memakan manusia yang akhir-akhirnya meteror penonton.

Kembali kepada kepunahan Dino yang bersehabat itu, ilmuwan mengkaji ulang pelbagai kemungkinan macam bencana kimia lebih memungkinkan untuk terjadi. Terlebih-lebih, perhatian orang sekarang sedang tertuju kepada masalah lingkungan. Artinya apa yang terjadi pada penghujung Zaman Jura itu, bisa terjadi pada zaman kita sekarang dan seluruh umat manusia bisa punah! Gejala-gejala lingkungan yang membahayakan telah terdeteksi orang seperti antara lain menipisnya lapisan ozon, pemanasan global karena effek rumah kaca dan lain-lain. Semua mengancam kehidupan umat manusia. Padahal menurut perhitungan Christian de Duve (1995) pemenang Hadiah Nobel 1970 dalam bukunya yang terlaris “Vita Dust”, kehidupan masih akan berlangsung 5000 juta tahun lagi.Semenanjung Yukatan dan Teluk Maxiko telah mendapat perhatian yang luar biasa. Penelitian di darat dan di laut dilakukan untuk mengungkapkan kehebatan meteor raksasa yang menghunjam Bumi kita di Teluk Maxico. Cipratannya yang berukuran besar menyimbah ke Semenanjung Yukatan, sementara lubangnya membentuk Teluk Maxico yang dalam itu. Cipratan dalam bentuk gas menyibak

Page 78: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 77

ke udara dan mampu mengubah komposisi atmosfir. Itulah salah satu Teori Katatrofisme yang dianut oleh para Ahli sekarang ini. Terungkapnya peristiwa di atas menyebabkan Teori Katatrofisme hidup kembali dan ramai diperbincangkan para ahli kebumian modern.

“Orogenesa” Pembentuk Permukaan BumiBanyak sekali gejala geologi yang dapat diterangkan dengan mekanisme pembentukan cekungan (geosinklin, geoklin) dan pengangkatan atau pembentukan pegunungan. Proses pembentukan pegunungan ini dinamakan orogenesa. Seperti halnya mengenai geosinklin, konsep orogenesa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan para ilmuwan kebumian.

Kalau pada zaman renaissance dan abad yang lalu konsepsi geologi dideduksi dari hasil pengamatan di Pegunungan Alpen atau Italia, maka pada abad ke 20 ini penyelidikan makin meluas kebahagian dunia lain, khususnya Benua Amerika. Akan tetapi penyelidikan yang dilakukan sampai ditutupnya melanium ke 2 ini, hampir seluruhnya di darat, sehingga konsep terbentuknya pegunungan yang notabene tentu di darat, merupakan dasar penyusunan konsep geologi. Sebagaimana nanti akan terlihat bahwa pandangan umat manusia ke dasar lautan yang membentuk 74% dari permukaan planet Bumi kita ini tenyata akan dengan drastis mengubah konsep dasar ilmu geologi. Penyelidikan di benua Amerika memberikan kepada James Hall (1859)

Permodelan benturan meteor di sekitar teluk Yucatan Meksiko. Sumber: nationalgeographic.com

Page 79: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

78 Vol 30 N2 November 2020

suatu tantangan untuk menerangkan terjadinya batuan sedimen Palezoik yang mencapai tebal 12.000 meter, padahal kesemuanya diendapkan di laut yang dangkal. Hall berkesinambungan bahwa selama pengendapan berlangsung telah terjadi penurunan dasar cekungan sehingga lingkungan laut tetap dangkal.Dana (1873) adalah penyelidik yang pertama kali mempergunakan istilah geosinklin. Pengendapan berlangsung pada masa tenang yang panjang dengan penurunan dasar cekungan, lalu kemudian terjadi proses pelipatan yang berlangsung relatif singkat. Kompresi dan perubahan suhu dari dalam laut ke atas permukaan laut menyebabkan panas yang dapat membentuk gunungapi dan proses selanjutnya metamorfisme. Beberapa akhli lainnya membuat pelbagai klasifikasi dari geosinklin berdasarkan kepada pemerian yang lebih mendetail, seperti dilakukan oleh Mashall Kay (1951) atau Aubouin (1965). Pengetahuan mengenai Bumi secara modern baru dikenal pada lebih kurang 200 tahun yang lalu dan selama itu dikenal pelbagai hipotesis yang timbul dan tenggelam.

Pada dasarnya gerak Orogenesa adalah gerak tektonis yang membentuk permukaan bumi dalam waktu yang relatif singkat dan meliputi wilayah yang sempit. Bentukan permukaan bumi hasil gerak orogenesa biasanya berupa struktur pegunungan khas antara lain sturktur pelengkungan (warping), lipatan (folding), patahan (fault), dan rekahan (joint). Orogenesa berlangsung pada kurun waktu tertentu, yaitu lebih kurang 50 juta tahun yang diikuti oleh masa yang lebih panjang, mungkin sampai 250 juta tahun, yang kondisinya tenang. Selama kurun waktu

yang tenang itu terjadi pengangkatan dan penurunan dengan pelan-pelan. J.H.F. Umbgrove membendingkan naik turunnya kerakbumi ini seperti “denyutan tubuh bumi” atau “the pulse of the earth”. Orogenesa dapat terjadi dimana saja pada tempo yang bersamaan. Berdasarkan urutan umur yang berbeda, Stille menyusun sekala waktu orogenesa yaitu mulai dari yang tertua: Arkean (2900 sampai 1350 juta tahun yang lalu), Karelia, Huron, Hersinia (Karbon dan Perm), Kimmerik (Trias dan Jura), Austria (Kapur Awal-Kapur Akhir), Pyrenee (Eosen) dan Alpen mulai dari Oligosen sampai sekarang. Dalam setiap orogenesa terdapat beberapa fase.

Suatu hal yang amat sulit untuk diterima adalah bahwa pada suatu lapisan yang berumur singkat ternyata dapat ditemukan beberapa ketidak-selarasan atau unconformity seperti misalnya James Gilluly menemukan 43 rumpang menyudut (angular unconformity) pada batuan berumur Miosen. Ini berarti pada masa yang singkat itu telah terjadi pengangkatan yang amat intensif.

Kompresi Harisontal dan Teori UndasiEduard Suess (1831-1914) dari Austria adalah orang yang mengemukakan konsep baru dalam pemikiran geologi yaitu dengan memperkenalkan adanya kompresi horisontal pada proses orogenesa. Proses tersebut terjadi tidak semata-mata karena pembentukan magma. Kompresi timbul karena pengerutan bola Bumi. Dalam bukunya “Die Entstehung der Alpen” yang terbit tahun 1875, dibahasnya karakteristik Pegunungan Alpen, termasuk sayap lipatan yang selalu tidak simetris yang

Page 80: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 79

menunjukkan adanya kompresi dari samping. Tak terbantahkan bila Eduard Suess di dapuk sebagai ahli geologi dan geografi Pegunungan Alpen. Selain itu, juga bertanggung jawab untuk membuat hipotesis dua bekas fitur geografis utama, Gondwana superkontinen yang diusulkan pada 1861 dan Samudra Tethys. Dalam bukunya “Der Anlitz der Erde” yang terbit berjilid-jilid antar tahun 1883 sampai 1909, Suess memberikan gambaran bentuk kerakbumi yang dihasilkan oleh pengerutan bola Bumi.

Selain ahli geologi dan geografi, Eduard Suess pun di kenal sebagai orang pertama yang memperkenalkan istilah Biosfer dalam bukunya “Die Enstehung der Alpen” atau The Origin of the Alps (1857) untuk menggambarkan lapisan bumi yang mengandung kehidupan. Kemudian lebih dipopulerkan oleh ilmuwan Rusia Vladimir Vernadsky (1863-1945) dalam bukunya, “La Biosfer” (1926). Vernadsky mengembangkannya sebagai sebuah bahasan antar berbagai ilmu, antara lain geologi, kimia, dan biologi, termasuk ekologi dan berbagai keilmuan terkait. Agak berbeda dengan pemikiran-pemikiran yang dikemukakan Eduard Suess, Erich Haarmann (1930) menganggap bahwa orogenesa terbentuk karena kerakbumi bergerak terangkat seperti “tumor” atau “geotumor”. Sedimen kemudian melengser pada lereng tumor karena gaya berat, yang kemudian melipat ataupun patah. R.W. van Bemmelen (1933) yang lahir di Batavia pada tanggal 14 April 1904 dan wafat di Unterpirkach (Austria) pada tanggal 19 November 1983. Masa kecilnya dihabiskan di Hindia Belanda, dan pada usia 17 tahun dia berangkat ke Belanda untuk menuntut

ilmu di Universitas Delft. Van Bemmelen menyelesaikan studinya pada tahun 1927 dengan meraih gelar doktor melalui disertasinya yang berjudul Bijdrage tot de Geologie der Betische Ketens in de provincie Granada (Contribution to the Geology of Baetic chains in Granada province).

Pada tahun 1949, Van Bemmelen merumuskan sebuah karya besar yang kelak menjadi pedoman baku bagi penelitian geologi di Indonesia, yaitu bukunya The Geology of Indonesia. Buku ini hingga sekarang masih digunakan sebagai acuan di kalangan para ahli geologi Indonesia. Pada dasarnya buku itu mengaplikasikan pembentukan tumor yang berkaitan dengan gunungapi di Indonesia dan pada pinggiran tubuh suatu gunungapi selalu terbentuk lipatan. Ukuran tumor yang lebih besar terdapat di Kalimantan Barat, yang kalau kita telusuri dari Sumatera maka penyebaran batuan magmatik tampak seperti membentuk gelombang besar yang semakin meluas menjauhi pusatnya yang terletak di Kepulauan Anambas. Makin dekat ke pusat maka makin muda umurnya. Teori ini kemudian dikenal dengan nama teori “undasi (Undation Theory)”.

Tektonik Global Fixist versus MobilistKecuali teori yang diajukan Alfred Lothar Wegener, yang lahir di Berlin Jerman pada tanggal 1 November 1880 dan meninggal di Greenland pada tanggal 2 November 1930 adalah seorang ilmuwan Geologist dan metereologist yang lulus Ph.D pada tahun 1904 dari Universitas Berlin. Beliau yang memperkenalkan benua mengembara yang disebabkan oleh kompresi horisontal yang dominan. Sementara, semua pandangan lainnya

Page 81: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

80 Vol 30 N2 November 2020

adalah fixist yaitu terjadinya di tempat yang tetap, artinya terjadinya geosinklin sampai pengangkatan menjadi pegunungan melalui orogenesa berlangsung di suatu tempat yang sama (fixed). Teori Wegener di lain fihak disebut mobilist, karena semua proses terjadi pada ruang dan waktu yang bebas dan lokasinya bergerak (mobil).

Benua yang mengembara tersebut kemudian di kenal sebagai teori Pengapungan Benua yang diajukan pada tahun 1915, yang menjelaskan bahwa benua-benua di muka bumi ini bergerak secara perlahan dipermukaan Bumi. Akan tetapi dia tidak dapat menjelaskan mengenai mekanisme pergerakannya pada saat itu dan sedikitnya bukti-bukti pendukung sehingga teori ini kurang mendapat tanggapan sampai sekitar tahun 1950 dimana ditemukannya beberapa bukti-bukti yang dapat menjelaskan teori Pengapungan Benua (Continental Drift). Kemudian berdasarkan bukti-bukti baru ternyata teori ini hidup lagi melalui Teori

Tektonik Global.Secara ringkas pandangan teori klasik geologi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian sebagai berikut:(1) Teori utama fixist sedangkan teori mobilist tidak mendapat dukungan dan kemudian dikubur;(2) Teori fixist menganggap Bumi tidak mengalami kompresi mengarah horisontal, tetapi semua pergerakan adalah vertikal;(3) Kejadian siklus geologi berlangsung pada suatu tempat yang sama (fixed), dimulai dengan pembentukan geosinklin, proses kegiatan vulkanik/magmatik, pengangkatan yang dibarengi lipatan dan

patahan dan fase terakhir erosi.Pelbagai teori dikembangkan untuk menerangkan tenaga yang membentuk orogenesa seperti Dana (1873), Suess (1875) dan Heim (1878) yang menganggap bahwa bola Bumi mengerut karena pendinginan. Teori ini diperkuat oleh Kober (1924) dan Sonder (1956) yang mengemukakan bahwa pengerutan terjadi karena pertukaran fase dan pertukaran kerapatan massa dalam mantel.

Pergerakan BenuaAdalah mula-mula Alfred Lother Wegener (1880-1930) yang melemparkan pandangan yang dianggap tidak umum, yaitu bahwa benua telah mengembara di muka Bumi. Hal itu dijelaskannya dalam bukunya “Die Entstehung der Kontinente und Ozeane” (1915). Wegener yang pakar meteorologi bangsa Jerman ini mengumpulkan pelbagai data mengenai geologi, biologi dan klimatologi yang membawanya kepada kesimpulan tersebut. Semua akhli menolak Teori Wegener ini.

Teori geosinklin dan orogenesa lebih dapat menerangkan pelbagai gejala geologi di dunia. Segelintir kecil, diantaranya Emile Argand mencoba menerapkan konsep Wegener di Pegunungan Alpen yang pada waktu itu merupakan satu-satunya laboratorium alam. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa untuk menerangkan bentuk Alpen maka diperkirakan terdapat kompresi mendatar terarah dan bahwa batuan akan bersifat plastis dalam tekanan yang lama yang bersekala waktu geologi.

Sebenarnya Antonio Snider-Pelligrini (1658) telah tertarik pada geometri bentuk

Page 82: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 81

pantai barat dan pantai timur Atlantik. Lalu Wegener (1912-1915) menerangkan bahwa pergerakan benua itu dapat terjadi karena putaran Bumi dan tarikan pasang surut Bulan dan Matahari. Putaran Bumi mendorong benua untuk bergerak ke arah Kutub. Pada 250 juta tahun yang lalu semua benua merupakan satu kesatuan yaitu Pangaea atau Urkontinent yaitu benua induk. Pada Mesozoik Awal mulailah benua induk terpecah menjadi 2 benua besar yaitu Gondwana dan Leurasia. Selanjutnya benua-benua besar ini terpecah-pecah kedalam kepingan benua yang lebih kecil.

Walaupun Wegener melengkapi teorinya dengan bukti-bukti data geologi, flora dan iklim pada tiap kurun waktu, namun pandangannya tidak dapat diterima, antara lain karena tidak dapat menerangkan sejarah geologi pada masa sebelum Pangaea.

Teori ini mendapatkan kembali momentumnya ketika orang sudah berhasil mengumpulkan pelbagai informasi mengenai keadaan dasar lautan. Perkembangan teknologi yang pesat sesudah perang dunia ke II memungkinkan orang untuk melakukan penyelidikan di dasar lautan. Demikian pula peralatan untuk melakukan penyelidikan geofisika di dasar lautan serta kemajuan dalam teknologi pengukuran sifat-sifat fisik dari kerakbumi di dasar lautan. Pemboran laut-dalam adalah suatu teknologi yang dapat mengungkapkan rahasia batuan yang berada di bawah permukaan laut. Pada tahun 1960-an penelitian ini dilakukan dengan intensif.

Revolusi Ilmu KebumianPada tahun 1967 Tuzo Wilson mengemukakan tentang terjadinya revolusi penting dalam ilmu pengetahuan geologi. Secara jelas Wilson memperlihatkan bukti-bukti bahwa kerakbumi begerak secara horisontal dan terdapat pemekaran-pemekaranpada kerak bumi. Dengan demikian maka benarlah apa yang diduga Wgener mengenai mengembaranya kontinen-kontinen.

Penelitian bawah laut dengan paralatan modern telah menyimpulkan 3 hal yang penting yaitu:(1) Pengukuran medan magnet pada setumpukan aliran lava yang memperlihatkan polaritas yang bertentangan antara satu lapisan dengan lapisan lainnya secara sistematis;(2) Jalur anomali magnet yang mempunyai ratio yang sama di mana-mana;(3) Pemboran lau-dalam membuktikan tentang kemagnetan batuan seperti diperkirakan.

Lantai sanudera kemudian diselidiki dengan lebih intensif, sehingga orang sampai pada kesimpulan bahwa lantai samudera bergerak mekar ke arah luar dari punggungan tengah samudera (midoceanic ridge). Lalu secara detail tingkah laku lantai samudera ini dipelajari pada tepiannya yaitu bagaimana tepian-tepian ini berbenturan dan membentuk zona subduksi. Demikian pula pengaruh benua yang mengapung pada kerakbumi dalam proses perbenturan tersebut. Dengan demikian maka hampir seluruh muka Bumi berada dalam satu kesatuan proses. Kejadian di satu tempat mempunyai dampak di tempat lainnya melalui hubungan kerakbumi

Page 83: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

82 Vol 30 N2 November 2020

yang kemudian dinamakan kepimngan-kepingan tektonik kerakbumi (tectonic plate). Seluruh planet Bumi secara geologis merupakan satu kesatuan. Karena itulah Wilson berani mengemukakan bahwa teori ini mengantarkan orang kepada suatu pandangan yang lebih universal dan dengan demikian memenuhi syarat sebagai suatu teori. Tektonik Global atau Geologi Global mulai dikenal karena semuanya dapat diterangkan secara universal atau berlaku dimana-mana.

Pada prinsipnya Teori Tektonik Global atau Tektonik Lempeng (Plate Tectonics) mengenal 6 lempeng utama dan lebih kurang 14 lempeng yang lebih kecil di dunia. Lempeng-lempeng tersebut diantaranya adalah: Eurasia, Indo Australia, Pasifik, Amarika, Afrika, Antartika, Nazca, Cocos, Filipina, Karabia, Arab dan Gorda atau Juan de Fuca. Setiap kepingan minimal mempunyai dua sisi dan bisa sampai bersisi 6. Kepingan selalu mempunyai batas simpang tiga. Kepingan mempunyai sifat kaku (rigid) sehingga bergerak dalam satu kesatuan sampai berbenturan dengan lempeng lainnya.

Untuk menerangkan pelbagai gejala dari gerakan kulit bumi ini maka orang mengenal pelbagai istilah seperti antara lain pusat pemekaran, igir tengah samudera (mid-oceanic ridge), parit (trough), zona obduksi (obduction), zona subduksi (subduction) zona Benioff dan sebagainya. Mekanisme pergerakannya diterangkan oleh Wilson pada1967 dengan memperkenalkan satu jenis patahan baru yaitu patahan transformal (transform fault) yang mempunyai karekter tersendiri disamping patahan yang sudah dikenal yaitu patahan normal, sesar naik

atau sesar mendatar.

Teori tektonik lempeng telah dapat menerangkan penyebaran pusat gempabumi yang selalu berknsentrasi di tempat-tempat yang tetap di sekeliling Samudera Pasifik, Himalaya sampai Italia, Afrika Utara dan bagian Atlantik. Demikian pula penyebaran gunungapi yang di seputar Pasifik berhimpitan dengan jalur gempabumi. Kedalam gempabumi dapat diperkirakan dengan menggambrkannya pada zona subduksi. Demikian pula gempabumi yang amat dangkal yang terdapat pada sesar-sesar transformal atau sesar mendatar “transcurrent”.

Cybernetic Mengurai Kerumitan Pengetahuan Kebumian Ilmu pengetahuan geologi telah melibatkan pelbagai disiplin ilmu lainnya untuk dapat memahami alam ini dengan lebih baik. Mau tidak mau para penyelidik kebumian harus mengakui bahwa telah terjadi perubahan yang drastis dalam ilmu pengetahuan bumi. Revolusi pada ilmu pengetahuan bumi telah terjadi. Revolusi itu telah melibatkan pelbagai cabang ilmu menjadi satu ilmu yang bersama-sama menyelidiki bumi yang dinamis ini “geonomy”. Ilmu fisika, kimia, dan biologi telah bersama-sama dengan ilmu geologi melibatkan diri dalam penyelidikan bumi.

Revolusi dalam ilmu pengetahuan geologi ini memungkinkan untuk terjadi karena adanya loncatan dalam teknologi. Gelombang revolusi teknologi ke-3 yaitu cybernetic yang melanda dunia pada pertengahan abad ini telah melambungkan pengetahuan kita tentang bumi dan karenanya dapat menyusun

Page 84: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 83

konsepsi dengan lebih baik pula. Teknologi yang langsung dirasakan menjadi tulang punggung perkembangan ilmu geologi antara lain adalah:a. Komputer untuk menghitung dan memproses dengan teliti data yang selama ini terkumpul secara lebih kuantitatif;b. Penerbangan ruang angkasa dan peluncuran satelit yang dapat melihat bumi secara menyeluruh (synoptic view) dan bumi dapat diukur secara kuantitatif. Untuk pertamakalinya bumi dapat dilihat sebagai suatu bentuk bola melalui pesawat ruang angkasa (remote sensing);c. Kemampuan deteksi bidang fisika untuk mengukur kemagnetan dan sifat fisik lainnya dibawah laut yang tidak lepas pula dari kemampuan untuk menyelam ke kedalaman laut ter,asuk teknologi pemboran laut/dalam.Masalah yang paling besar yang dihadapi

ilmu pengetahuan bumi ialah oleh karena bumi ini terlalu rumit, sehingga ilmu ini tidak pernah melewati jenjang pertama dari keempat jenjang yang biasanya terjadi pada perkembangan suatu ilmu yaitu: tahap pengunpulan data, tahap penyusunan teori, tahap peramalan, dan akhirnya pengecekan kebenaran dari peramalan itu. Ilmu pengetahuan atau sain pada dirinya sendiri harus terkandung kemampuan untuk mengecek kebenaran peramalam. Sumbangan pengetahuan geologi dan model-model yang disusun oleh ahli-ahli geofisika pada akhirnya dapat merumuskan suatu hubungan sebab/akibat tingkah laku bumi dalam satu sistem atau teori. Teori ini masih harus terus diuji dengan semua gejala yang terdapat pada planet bumi kita. Dengan teori geologi global maka dapat diterangkan bahwa pelbagai

Lempeng tektonik bumi yang masih bergerak hingga kini. Sumber: pri.org

Page 85: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

84 Vol 30 N2 November 2020

gejala bukanlah terjadi secara kebetulan. Terdapatnya cebakan mineral di suatu tempat mempunyai hubungan yang luas dengan tempat lainnya. Dengan mudah orang dapat menerangkan kenapa minyak bumi terdapat dalam kubah garam di pantai Gabon Afrika dan Pantai Brazil, apabila kita ketahui bahwa kedua benua itu telah merenggang dan lautan telah terbentuk diantara keduanya pada kira-kira pertengahan zaman Kapur. Selanjutnya orang dengan mudah menerangkan adanya tubuh batuan ultra basa yang kaya akan nikel di Cyprus, Kuba, Italia, Turki, Yunani, Kaledonia Baru, Papua Nugini dan Sulawesi. Petrbenturan lempeng dasar laut/dalam telah menerangkan ini semua. Pada masa yang akan datang orangpun akan mudah untuk menjawab kenapa tidak semua patahan besar terdapat cebakan mineral?.

Walaupun teori tektonik lempeng ini harus mengalami pelbagai pengujian dan penyempurnaan, namun aplikasi di banyak tempat telah dengan mudah memahami pelbagai gejala geologi. Pemanfaatannya di Indonesia seperti dilakukan oleh Katili (1974, 1978, 1980) telah dapat mengungkapkan pelbagai misteri tentang gempabumi, gunungapi, cebakan mineral, dan endapan hidrokarbon. Malahan endapan hidrokarbon di laut yang selama ini kurang diselidiki, pada akhirnya dengan kemampuan meramal dari teori tektonik lempeng, telah dapat ditemukan dengan jumlah yang jauh lebih besar dari endapan yang terdapat di daratan. Malahan cebagak gas terbesar di dunia dipetrkirakan terdapat di laut Cina Selatan diantaranya Natuna yang sekarang sudah dibuktikan dan sedang dikembangkan.

Teori tektonik global atau tektonik lempeng atau geologi global merupakan loncatan kedua dalam perkembangan ilmu geologi menjadi ilmu yang modern. Malahan Tjia (1990) dari Universitas Kebangsaan Malaysia, menyebutnya bahwa peristiwa ini sama pentingnya seperti ketika diformulasikannya teori Evolosi Darwin yang terkenal itu yang menyangkut perubahan berfikir dari hampir seluruh cabang ilmu.

Perkembangan Tektonik Lempeng di IndonesiaPola tektonik yang teratur dan kemampuan memprediksi dari Teori Tektonik Global, menyebabkan teori ini dengan cepat mendapatkan tempat dan dianut luas oleh para ilmuwan kebumian. Perkembangan Teori Tektonik Global makin diperkuat dengan data yang lebih kuantitatif. Perkembangan teknologi ruang angkasa dan satelit memungkinkan pengukuran kerakbumi dengan lebih teliti dan mencakup jarak yang amat jauh. Le Pichon (1968) memetakan kecepatan pergerakan semua lempeng di dunia beserta arahnya. Demikian pula Tapponier (1982) dengan satelit menganalisa peranan subkontinen India dalam membentur Pegunungan Himalaya dan dampaknya kepada daratan Cina dan Seluruh Asia Tenggara. Apalagi karena teori ini dapat memprediksi letak endapan-endapan bahan galian, mineral keras ataupun cekungan-cekungan hidrokarbon.

Pembahasan tatanan teknonik Indonesia menggunakan pendekatan tektonik lempeng telah lama dilakukan. Aplikasi teori ini untuk menerangkan gejala geologi regional di Indonesia dilakukan oleh

Page 86: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 85

Hamilton (1970, 1973, 1978), Dickinson (1971), dan Katili (1975, 1978, 1980). Secara setempat-setempat Audley-Charles (1974) menerapkan teori ini untuk menjelaskan gejala geologi kawasan Pulau Timor, Rab Sukamto (1975) dan Simanjuntak (1986) menerapkannya untuk memahami keruwetan Sulawesi. Sartono (1990) mengemukakan bahwa tatanan tektonik Indoenesia selama Neogen yang dipengaruhi oleh tatanan geosinklin pasca Larami. Busur-busur geosiklin ini merupakan zona akibat proses tumbukan kerak benua dan samudra.

Kerak benua yang bekerja pada waktu itu terdiri dari kerak benua Australia, kerak benua Cina bagian selatan, benua mikro Sunda, kerak samudra Pasifik, dan kerak samudra Sunda. Tumbukan Larami tersebut membentuk busur-busur geosinklin Sunda, Banda, Kalimantan utara dan Halmahera-Papua. Peta anomali gaya berat dapat menunjukkan dengan baik pola hasil tektonik ini. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Paparan Sunda yang relatif stabil. Pergerakan dinamis menyolok hanya terjadi pada perputaran Kalimantan serta peregangan selat Makassar. Hal ini terlihat pada pola sebaran jalur subduksi Indonesia Barat (Katili dan Hartono, 1983, dan Katili, 1986; dalam Katili 1989). Sementara keberadaan benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sesar (Katili, 1973 dan Pigram dkk., 1984 dalam Sartono, 1990) sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia

bagian timur.

Berbagai hasil penelitian tersebut, keadaan geologi Indonesia menjadi lebih mudah untuk dipahami, walaupun tektonik di sini agak rumit karena perbenturan lebih dari satu megaplate yaitu Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik dan dari arah yang berbeda. Keadaan ini menyebabkan Indonesia merupakan wilayah yang unik di dunia dan merupakan laboratorium alam yang mendemontrasikan bagaimana pegunungan sedang dilahirkan. Negeri kita Indonesia berada di dekat batas lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Jenis batas antara kedua lempeng ini adalah konvergen. Lempeng Indo-Australia adalah lempeng yang menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Selain itu di bagian timur, bertemu 3 lempeng tektonik sekaligus, yaitu lempeng Philipina, Pasifik, dan Indo-Australia. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, subduksi antara dua lempeng menyebabkan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menyebabkan terbentuknya deretan gunung berapi yang tak lain adalah Bukit Barisan di Pulau Sumatra dan deretan gunung berapi di sepanjang Pulau Jawa, Bali dan Lombok, serta parit samudra yang tak lain adalah Parit Jawa (Sunda). Lempeng tektonik terus bergerak.

Walaupun Teori Tektonik Lempeng ini harus mengalami pelbagai pengujian dan penyempurnaan, namun aplikasi di banyak tempat telah dengan mudah memahami pelbagai gejala geologi. Katili (1974) dan juga Hamilton (1978) mengaplikasikan Konsep Tektonik Lempeng di Kepulauan Indonesia dan berhasil menerangkan pelbagai

Page 87: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

86 Vol 30 N2 November 2020

gejala geologi Indonesia. Demikian pula keberhasilan pencaharian mineral dan hidrokarbon banyak memberikan hasil berkat pemanfaatan kemampuan prediksi dari teori ini. Malahan endapan hidrokarbon di laut yang selama ini kurang diselidiki, pada akhirnya dengan kemampuan meramal dari Teori Tektonik Lempeng telah dapat ditemukan dengan jumlah yang jauh lebih besar dari endapan yang terdapat di daratan. Keberadaan cebakan gas terbesar di dunia diperkirakan terdapat di Laut Cina Selatan diantaranya di Kepulauan Natuna yang sekarang sudah dibuktikan dan dikembangkan serta sebagian sedang dieksploitasi.

Lempeng Tektonik itu terus bergerak, sehingga suatu saat gerakannya mengalami gesekan atau benturan yang cukup keras. Bila ini terjadi, timbullah gempa dan tsunami, dan meningkatnya kenaikan magma ke permukaan. Jadi, tidak heran bila terjadi gempa yang bersumber dari dasar Samudra Hindia, yang seringkali diikuti dengan tsunami, aktivitas gunung berapi di sepanjang pulau Sumatra dan Jawa juga turut meningkat. Katili pun dalam berbagai tulisannya (1974, 1978, dan 1980) telah dapat mengungkapkan pelbagai misteri tentang gempabumi, erupsi gunungapi, dan bahaya geologi lainnya. Indonesia merupakan negara dengan jumlah gunungapi terbanyak. Pola penyebaran gunungapi menunjukkan jalur yang hampir mirip dengan pola penyebaran fokus gempa dan tipe aktivitas kegunungapiannya tergantung pada batas lempengnya. Hubungan ini menunjukkan bahwa volkanisma merupakan salah satu produk penting sistem tektonik.

Geologi untuk Pariwisata BerkelanjutanDari segi ilmu kebumian, Indonesia benar-benar merupakan daerah yang sangat menarik. Kepentingannya terletak pada rupabuminya, jenis dan sebaran endapan mineral serta energi yang terkandung di dalamnya, keterhuniannya, dan ketektonikaannya. Oleh sebab itulah, berbagai anggitan (konsep) geologi mulai berkembang di sini, atau mendapatkan tempat untuk mengujinya Inilah wilayah yang memiliki salah satu paparan benua yang terluas di dunia (Paparan Sunda dan Paparan Sahul), dengan satu-satunya pegunungan lipatan tertinggi di daerah tropika sehingga bersalju abadi (Pegunungan Tengah Papua), dan di sini pulalah satu-satunya di dunia terdapat laut antarpulau yang terdalam (-5000 meter) (Laut Banda), dan laut sangat dalam antara dua busur kepulauan (-7500 meter) (Dalaman Weber).

Dua jalur gunungapi besar dunia bertemu di Nusantara. Beberapa jalur pegunungan lipatan dunia pun saling bertemu di Indonesia. Indonesia pun dibentuk oleh pertemuan dua dunia : asal Asia dan asal Australia. Ini mengakibatkan begitu kayanya biodiversitas Indonesia. (Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).Meskipun Indonesia hanya meliputi sekitar 4 % dari luas daratan di Bumi, tidak ada satu negeri pun selain Indonesia yang mempunyai begitu banyak mamalia, 1/8 dari jumlah yang terdapat di dunia). Bayangkan, satu dari enam burung, amfibia, dan reptilia dunia terdapat di Indonesia; satu dari sepuluh tumbuhan dunia terdapat di Indonesia (Kartawinata dan Whitten, 1991). Indonesia juga memiliki keanekaragaman ekosistem yang lebih besar dibandingkan dengan

Page 88: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 87

kebanyakan negara tropika lainnya. Sejarah geologi dan geomorfologinya yang beranekaragam, dan kisaran ikim dan ketinggiannya telah mengakibatkan terbentuknya banyak jenis hutan daratan dan juga hutan rawa, sabana, hutan bakau dan vegetasi pantai lainnya, gletsyer, danau-danau yang dalam dan dangkal, dan lain-lain.

Salah satu jalur timah terkaya di dunia menjulur sampai di Nusantara meliputi Kepulauan Riau dan Bangka-Belitung. Juga mempunyai akumulasi minyak dan gasbumi yang tergolong besar walaupun kini mulai menyusut. Meskipun berumur muda, batubara Indonesia yang jumlahnya cukup besar dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan terutama untuk energi listrik.

Tak kalah pentingnya adalah endapan nikel dan kromit yang terbawa oleh tesingkapnya kerak Lautan Pasifik di beberapa wilayah di Indonesia Timur seperti di Sulawesi menjadi harapan di masa akan datang, (Katili, 1973).Bagian tertentu Indonesia sangat baik untuk dihuni. Ini tidak hanya berlaku saat ini yang memungkinkan orang dapat bercocok tanam dan memperoleh hasil yang baik karena tanah subur dan air yang berlimpah, tetapi juga pada masa lampau, sebagaimana terbukti dengan temuan fosil manusia purba di beberapa tempat di Indonesia. Maka, Indonesia penting dalam dunia paleoantropologi sebagai salah satu pusat buaian peradaban manusia di dunia. Semua kepentingan dan keunikan geologi Indonesia ini timbul karena latar belakang perkembangan tektonik wilayah Nusantara. Di sinilah wilayah tempat saling bertemunya tiga lempeng

besar dunia : Eurasia - Hindia-Australia - Pasifik yang menghasilkan deretan busur kepulauan dan jajaran gunungapi, tanah yang subur, pemineralan yang kaya dan khas, pengendapan sumber energi yang melimpah, dan rupabumi (keragaman bumi) yang menakjubkan, (Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).

Keberadaan sumber daya energi dan mineral sudah lama dimanfaatkan dan telah menjadi modal dalam pembangunan Negara Indonesia. Sementara rupabumi yang menakjubkan belum maksimal dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Menurunnya devisa yang dihasilkan dari sumberdaya energi dan mineral telah menyadarkan para ahli geologi perlu segera menginventarisasi dan memanfaatkan rupabumi yang menakjubkan tersebut.

Perkembangan Geowisata dan Geopark di Indonesia adalah bukti nyata upaya-upaya segenap ahli geologi dalam pemanfaatan rupabumi yang menakjubkan untuk meningkatkan devisa negara khususnya mensejahterakan masyarakat setempat tanpa melupakan pentingnya perlindungan dan konservasi rupabumi (situs geologi) yang memiliki makna warisan bumi (geoheritage). Isi Buku ini menjadi penting dalam memberikan arahan pemanfaatan rupabumi yang menakjubkan itu sebagai objek Geowisata. Kenapa harus Geowisata, karena konsep Geowisata adalah manifestasi dari konsep Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan.

Penulis adalah Fungsional Penyelidik Bumi di Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan Badan Geologi KESDM

Page 89: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

88 Vol 30 N2 November 2020

Desa adat Nggela di Ende, Nusa Tenggara Barat

Page 90: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 89

DALAM HARIBAAN BAYANGAN

KALDERA SOKORIAOleh: Deni Sugandi

Page 91: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

90 Vol 30 N2 November 2020

Roda berputar peralahan menghindari jalanan yang berlubang. Walaupun digerakan dengan ban ganda, bus kayu khas Flores menapaki jalan perlahan menuju dataran tinggi Sokoria di Ndona Timur, Ende Nusa Tenggara. Diperlukan waktu tiga jam lebih dari kota Ende menuju dataran tinggi Sokoria, untuk menemui lapangan kawah fumarola di Sokoria.

Lapangan panas bumi Mutubusa-Sokoria berada kurang lebih 37 km ke arah timur laut dari kota Ende. Lapangan kawah fumarola yang dikunjungi merupakan manifestasi kegiatan gunungapi tua Sokoria yang kini sedang giat-giatnya diusahakan menjadi lapangan panas bumi di Desa Sokoria, Kecamatan Ndoda

Timur, Kabupaten Ende. Selintas melalui pengamantan langsung, dataran tinggi Sokoria disusun oleh tanah penutup hasi pelapukan, breksi tufa, andesit, andesit terubah, breksi andesit terubah dan andesit basaltik terubah.

Seperti kuali dalam ukuran sangat besar, dataran tinggi Sokoria duduk di atas sistem panas bumi yang memanaskan batuannya melalui proses alterasi. Dicirikan dengan pelapukan tingkat tinggi, breksi vulkanik yang terubahkan akibat alterasi. Secara keseluruhan batuanya telah mengalami ubahan hidrothermal dengan intensitas ubahan bervariasi, dari lemah sampai kuat. Ubahan hidrotermal yang terjadi umumnya dicirikan oleh proses argilitisasi, oksidasi dengan/

Instalasi PLTU yang sedang dibangun, di Sokoria

Page 92: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 91

tanpa piritisasi, silisifikasi, karbonatisasi, anhidritisasi dan kloritisasi. Tipe ubahan termasuk Argillic yang berfungsi sebagai batuan penudung pada lapangan panas bumi Mutubusa-Sokoria. Lingkungan pembentuk mineral ubahan menunjukkan kondisi fluida bersifat netral hingga asam yang mencirikan pembentuknya pada sistem air panas bertemperatur tinggi dan sistim uap (Boegis, dkk. 2005).

Sejarah vulkanisme daerah penyelidikan dimulai setelah pembentukan formasi batuan sedimen berumur Tersier (Formasi Kiro, Tanahau, Nangapada, Laka dan Formasi Waihekang). Pada Kuarter tua terbentuk gunungapi strato yang besar (Mutubusa) yangmenghasilkan batuan bersusunan andesitik- basaltik, batuannya diwakili oleh endapanaliran lava tua Sokoria (PLN, P.T., 1995).

Dari hasil letusan besar kemudian menghasilkan batuan piroklastik dengan komposisis reolitik hingga dasitik, mengalir di atas lava tua Sokoria dan batuan sedimen tersier. Akibatnya terjadi kekosongan serta ketidak seimbangan di dalam tubuh gunungapi, kemudian menyebabkan proses volcanotectonic depression. Peristiwa tersebut menghasilkan pembentukan formasi kaldera Sokoria atau Mutubusa Tua. Dari citra satelit, terlihat garis tapal kuda khas pembentukan kaldera, dengan radius kurang lebih 15 km yang terbuka ke arah selatan.

Bisa didiperkirakan terjaladi longsoran

besar, akibat dasar kaldera Mutubusa Tua sangat lemah, disebabkan munculnya rekahan-rekahan. Zona lemah atau tersebut merupakan sesar Loworia yang berarah timurlaut-baratdaya. Kelurusan inilah menjadi zona kemunculan kawah-kawah dan potensi panas bumi sepanjang dasar kaldera. Secara garis besar stratigrafi daerah panas bumi Sokoria terdiri dari Lava tua Sokoria, lava Keli Nabe, rempah-rempah dan batuan vulkanik Mutubusa, serta endapan pirollastik Keli Bara aktif di Umur Recent. (PLN, PT., 1995).

Selain potensi panas bumi, sebagian kawasan masuk ke dalam Taman Nasional

Kelimutu, berbatasan juga dengan hutan rakyat adat. Pemanfaatkan lahannya digunakan untuk perkebunan kopi yang telah hadir sejak masa kolonial. Belanda memperkenalkan budi daya kopi di wilayah ini, untuk dikembangkan sebagai upaya tanam paksa sejak perjanjian agraria tahun 1870. Komoditas kopi saat itu menjadi primadona dunia. Selepas kemerdekaan, perkebunan kopi tidaklah terlalu populer, sehingga masyarakat hanya memanfaatkannya sebagai tumbuhan pembatas atau pagar di perkebunan. Menjelang akhir 2014, perkebunan kopi di dataran tinggi Sokoria diusahakan kembali melalui Sokoria Coffee oleh Ferdianus Rega, melalui Koperasi Tani Sokoria Daya Mandiri.

Kaldera tapal kuda terbuka dan menerus hingga ke arah selatan menuju batas pantai Ngalupolo, Ndona. Tinggi dinding kaldera tersebut kurang lebih 800 m.

Page 93: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

92 Vol 30 N2 November 2020

Kawah fumarola di Saga, Detusuko. Di lereng sebelah selatan Kaldera Sokoria.

Page 94: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 93

Page 95: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

94 Vol 30 N2 November 2020

Dinding kaldera Sokoria sebelah barat, memanjang hingga ke arah selatan, dari Roga berakhir di pantai selatan di Ngalupolo, Ende. Diantara lembah ini, ditanami kopi unggulan, di atas ketinggian lebih dari 1.800 m dpl,

Page 96: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 95

Page 97: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

96 Vol 30 N2 November 2020

Endapan vulkanik berupa perselingan piroklastik, di Roga, Ndona Timur, Ende.

Menampung kurang lebih 47 petani kopi Sokoria, dan hingga kini telah membawa kesejahteraan kepada para anggotanya.

Di dataran tinggi dan berbukit-bukit di sebelah barat lereng kaldera Sokoria, berjajar rumah-rumah adat Ngela. Didirikan di atas tinggian yang bisa memandang langsung laut Sawu di sebelah selatan. Desa adat tersebut terletak di Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Pola pendirian rumahnya memanjang utara-selatan, dengan pertimbangan kosmologis, keseimbangan titik ekstrim dan kaitannya dengan pemukiman yaitu ulu (kepala) dan eko (hilir). Ditengahnya disebut puse (pusat) sebagai pusat pemukiman adat. Desa adat Nggela dihuni oleh mosalaki

atau orang yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat yang tergabung ke dalam struktur masyarakat adat. Bentuk dan penempatan kampung adat tersebut hasil pengamatan dan pengetahuan di masa lampau, yang dipengaruhi oleh elemen-elemen fisik sehingga membentuk sebuah pola. Lingkungannya adala gunungapi, sehingga sering memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia, untuk kebutuhan pembuatan altar atau penanda kubur dari bahan batu vulkanik. Bentuknya disesuaikan dengan tujuan kosmologi dan estetika, sehinga selaras dengan lingkungan sekitarnya.

Penulis adalah Dewan Redaksi BGTL dan pegiat geowisata

Page 98: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

Vol 30 N2 November 2020 97

Budaya kopi di dataran tinggi Toba,Roga, perkebunannya di lereng sebelah timur Sokoria

(bawah) Satu-satunya moda transportasi bus kayu, melayani penumpang dari Roga ke kota Ende.

Page 99: BGTL V30N2 NOVEMBER 2020

98 Vol 30 N2 November 2020

Fasilitas akomodasi wisata Nggela Beach Bungalow, di tepi pantai Nggela, Wolojita yang berhadapan langsung dengan Laut Sawu