biokomia

26
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum Biokimia ini. Dalam penulisan laporan ini, banyak bantuan, dorongan, dan pengarahan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dan membantu dalam penyelesaian laporan ini. Kami menyadari bahwa tiada gading yang tak retak, begitu pula dalam penuyusunan laporan ini banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak. Semoga laporan ini dapat berguna dan dapat menyempurnakan hasil belajar kami. Mataram, 25 Januari 2013 Kelompok III A 1

Upload: ria-dharma-patni

Post on 24-Apr-2015

39 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

biokimia kunjungan lapangan

TRANSCRIPT

Page 1: biokomia

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga

kami dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum Biokimia ini. Dalam penulisan laporan

ini, banyak bantuan, dorongan, dan pengarahan dari berbagai pihak, karena itu kami

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dan membantu dalam

penyelesaian laporan ini. Kami menyadari bahwa tiada gading yang tak retak, begitu pula

dalam penuyusunan laporan ini banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kami

mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak. Semoga laporan ini dapat

berguna dan dapat menyempurnakan hasil belajar kami.

Mataram, 25 Januari 2013

Kelompok III A

1

Page 2: biokomia

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...………………………………………..................………………………. 1

Daftar Isi…………………………………………………………………………………… 2

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang…………………………………...………………………..3

1.2 Tujuan………………………….…………………………...……………. 4

1.3 Waktu dan Tempat………………………………………….....………….4

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Pengaturan Glukosa Darah.……………………………………………… 5

2.2 Pemeriksaan Glukosa Darah dengan Metode O-Toluidin………….…….7

2.3 Pemeriksaan Glukosa Urin………………………………………………..7

BAB III Hasil Pengamatan dan Pembahasan

3.1 Pemeriksaan Glukosa Darah dengan Metode O-Toluidin………………..10

3.2 Pemeriksaan Glukosa Urin……………………………………………….12

BAB IV Penutup

4.1 Simpulan……………………………………..…………………………....16

4.1 Saran………………………………………………………………………16

Daftar Pustaka……………………………………................................................................17

Lampiran

2

Page 3: biokomia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah.

Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh.

Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh.

Glukosa diperlukan sebagai sumber energi terutama bagi sistem syaraf dan eritrosit. Glukose

juga dibutuhkan di dalam jaringan adipose sebagai sumber gliserida-glisero, dan mungkin

juga berperan dalam mempertahankan kadar senyawa antara pada siklus asam sitrat di dalam

banyak jaringan tubuh.

Glukose sebagian besar diperoleh dari manusia, kemudian dibentuk dari berbagai

senyawa glukogenik yang mengalami glukogenesis lalu juga dapat dibentuk dari glikogen

hati melalui glikogenolsis.

Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil didalam darah merupakan salah

satu mekanisme homeostasis yang diatur paling halus dan juga menjadi salah satu mekanisme

di hepar, jaringan ekstrahepatik serta beberapa hormon. Hormon yang mengatur kadar

glukosa darah adalah insulin dan glukagon. Insulin adalah suatu hormon anabolik,

merangsang sintesis komponen makromolekuler sel dan mengakibatkan penyimpanan

glukosa.

Glukagon adalah suatu katabolik, membatasi sintesis makromolekuler dan

menyebabkan pengeluaran glukosa yang disimpan. Peningkatan glukosa dalam sirkulasi

mengakibatkan peningkatan kosentrasi glukosa dalam sirkulasi mengakibatkan peningkatan

sekresi insulin dan pengurangan glukagon, demikian sebaliknya.

Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh

gagalnya pengaturan gula darah. Meskipun disebut “gula darah”, selain glukosa, kita juga

menemukan jenis-jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya

tingkatan glukosa yang diatur melalui insulin dan leptin.

3

Page 4: biokomia

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa memahami cara pemeriksaan glukosa darah (terutama metode O-

toluidin) dan glukosa urin (benedict/reduksi)

2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan kadar glukosa pada saat

praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal.

3. Menjelaskan nilai normal glukosa serta kadar patologis dari hasil praktikum.

4. Mahasiswa akan dapat dapat melakukan diagnosa dini penyakit apa saja yang

disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa dengan bantuan hasil praktikum yang

dilakukan.

1.3 Waktu dan Tempat

Hari/ Tanggal : Senin, 14 Januari 2013

Pukul : 13.30-selesai

Tempat : Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA

Universitas Mataram

4

Page 5: biokomia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengaturan Gula Darah

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah lambung

dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin. Bagian

eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas

yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus.

Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, yaitu:

a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan insulin

dan glukagon langsung ke darah.

Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di

seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans

berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang

terkecil adalah 50µ, sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya 100-

225µ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel

yang tersebar di seluruh organ.

Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut:

a. Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor

hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.

b. Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.

c. Sel delta menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang

menghambat sekresi glukagon dan insulin.

d. Sel F menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang

tidak jelas.

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh

5

Page 6: biokomia

sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin

disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk

keperluan regulasi glukosa darah.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon insulin) pada

retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, prepoinsulin mengalami

pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-

gelembung (secretory vesicle) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase,

proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk

disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya proses

metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa dalam

tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi

rangsangan terhadap sel beta memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan

obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin

setelah adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami

secara jelas.

Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan

rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang

membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang

terdapat dalam berbagai sel yang berperan proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai

"kenderaan" pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose

transforter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses

masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan

langkah penting, agar selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami

proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang

terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat

pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan

depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel.

Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca²⁺ sehingga meningkatkan kadar ion

Ca²⁺ intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang

cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan .

6

Page 7: biokomia

2.2 Pemeriksaan Glukosa Darah Dengan Metode O-Toulidin

Secara garis besar ada dua cara penetapan kadar glukosa darah dalam kimia klinik,

yaitu cara kimiawi dan cara enzimatik. Metode yang paling banyak digunakan saat ini adalah

metode enzimatik. Metode enzimatik dapat menggunakan beberapa enzim seperti enzim

heksokinase, enzim glukosa oksidase, dan enzim glukosa dehidrogenase. Metode O-Toluidin

merupakan salah satu cara penetapan kadar glukosa darah secara kimiawi. O-Toluidin dapat

bereaksi dengan glukosa dalam larutan asam asetat panas menghasilkan senyawa turunan

berwarna. Adapun prinsip reaksinya adalah sebagai berikut: kompleks kromosom (hijau

kebiruan)

O-Toluidin berkondensasi dengan gugus aldehida glukosa membentuk glikosilamin

dan basa Schiff. Penataulangan dan reaksi lebih lanjut menghasilkan senyawa berwarna hijau

kebiruan dengan puncak serapan pada panjang gelombang 630 nm. Semakin tinggi intensitas

cahaya yang diserap oleh alat maka semakin tinggi pula kandungan glukosa yang terdapat di

dalam serum tersebut.Penentuan glukosa dengan O-toluidin dapat digunakan untuk bahan

sampel yang dideproteinisasi maupun yang tidak dideproteinisasi. Protein darah diendapkan

dengan asam trikloroasetat. Glukosa berkonjugasi dengan O-Toluidin dalam asam asetat

panas membentuk senyawa biru-hijau. Dengan cara ini dapat ditetapkan kadar glukosa yang

lebih tepat dalam suatu larutan. Galaktosa akan memberikan reaksi yang sama dan dapat

mengganggu pemeriksaan.

2.3 Pemeriksaan Glukosa Urin

Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan

dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah untuk

membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Eksreksi urin diperlukan

untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk

menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter

menuju kandung kemih, dan akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari

air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi

organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial.

Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting

bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan

yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih

atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin

7

Page 8: biokomia

dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber

nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan

kompos Dari urin kita bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya.

Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang

penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang

sehat. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan penyaring.

Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-

beda. Cara yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen

yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan

reagen fehling yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung

garam cupri. Sedangkan pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan

menggunakan enzim glukosa oxidase.

Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi, dikerjakan

dengan menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat digolongkan

dalam jenis pemeriksaan semi-kuantitatif. Sedangkan tes glukosa dengan reaksi enzimatik

dilakukan dengan metode carik celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi-kuantitatif

dan kuantitatif. Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A dan fehling B.

Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan fehling B merupakan campuran larutan NaOH

dan kalium natrium tartrat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan

tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling,

ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi fehling dapat dianggap sebagai

larutan CuO.

Pada praktikum ini diketahui bahwa tabung A dan B menunjukkan hasil positif

terkandungnya glukosa dalam sampel urine. Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri

menjadi kupro kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Perbedaan

intensitas warna merah dari tiap tabung tersebut secara kasar menunjukkan kadar glukosa

dalam urine yang diperiksa. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tabung B

mengandung glukosa dengan kadar tertinggi yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan

warna dari biru tua (warna fehling A dan B) menjadi kuning kemerahan dean terdapat

endapan kuning merah. Dilanjutkan dengan tabung A dengan warna kuning kehijauan dengan

endapan kuning. Sedangkan tabung C tidak menunjukkan terjadinya perubahan warna, yakni

tetap berwarna biru tua seperti warna larutan fehling A dan B sebelum dipanaskan.

Hal ini telah sesuai secara teoritis, dimana sampel yang digunakan pada tabung ketiga

merupakan sampel urine normal, sehingga tidak terjadi perubahan warna pada uji fehling

8

Page 9: biokomia

yang menunjukkan tidak adanya glukosa dalam sampel tersebut. Berikut ini adalah reaksi

antara aldehid dengan fehling yang menghasilkan endapan merah bata.

Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosuria dapat

terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum

tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus,

tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau

karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan

sindroma Fanconi.

Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal ini

dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang

disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang

dapat menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa,

pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, dan vitamin C.

Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang

terkandung dalam sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang

mengindikasikan keberadaan penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif

dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin

sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl. Nilai ambang

ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah 160-180 mg %.

Interpretasi pemeriksaan

1. Negatif (-) : Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan

dan agak keruh

2. Positif ( + atau 1+) : Hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai

dengan 0,5-1% glukosa)

3. Positif (++ atau 2+) : Kuning keruh (1-1,5% glukosa)

4. Positif (+++ atau 3+): Jingga atau warna lumpur keruh ( 2 -3,5%

glukosa

5. Positif (++++ atau 4+): Merah keruh (lebih dari 3,5% glukosa)

9

Page 10: biokomia

BAB III

HASIN PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Pemeriksaan Glukosa Darah Dengan Metode O-Toulidin

A. Alat & Bahan :

Alat

1. Tabung ukur

2. 4 tabung sentrifuse

3. Alat sentrifuse

4. Alat pemanas air

5. Gelas pemanas

6. Air keran

7. Pipet tetes

8. Kertas label

Bahan

1. Sampel darah vena

2. Reagen warna O – toluidine

3. TCAD

4. Glukosa standar

5. Aquadest

B. Cara Kerja :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan

2. Masing – masing tabung sentrifuse di beri label a, b, c, dan d

3. Tabung a dan b masing – masing diisi dengan 0,2 mL darah, tabung c diisi dengan 0,2

mL glukosa standar, sedangkan tabung d diisi dengan 0,2 mL aquadest.

4. Menambahkan 0,2 mL TCAD % ke masing – masing tabung sentrifuse

5. Mensentrifuse tabung a dan b didapatkan serum

6. Mengambil masing – masing 1 mL cairan dari keempat tabung sentrifuse

7. Menambahkan 40 ml reagen O - toluidineke masing – masing taung sentrifuse

8. Mengkocok keempat tabung

9. Memanaskan keempat tabung tersebut ke dalam air yang telah mendidih selama

kurang lebih 8 menit.

10. Mendinginkan tabung – tabung tersebut dengan dialiri di bawah air keran

11. Membaca hasilnya dengan spektro lamda 625 mg/dL

12. Mengcatat hasil pengamatan

C. Hasil Pengamatan

Adapun hasil yang didapat, antara lain:

10

Page 11: biokomia

Sampel darah A = 0,160

Sampel darah B = 0,149

Glukosa standar = 0,048

Aquadest = 0,045

Rumus:

Kadar glukosa darah = nilaiabsorbendarahsampel

nilaiabsorbenglukosastandar x volume sampel

100volumesampel

Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Kadar glukosa darah A = 0,1600,048

x 0,21000,2

= 333,33 mg/dL

Kadar glukosa darah B = 0,1490,048

x 0,21000,2

= 310,41 mg/dL

D. Pembahasan

Setelah melakukan semua prosedur, kami melakukan perhitungan untuk mengukur

glukosa darah pada dua sampel serum. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus

yang telah ditentukan yaitu:

Kadar glukosa darah = nilaiabsorbendarahsampel

nilaiabsorbenglukosastandar x volume sampel

100volumesampel

Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Kadar glukosa darah A = 0,1600,048

x 0,21000,2

= 333,33 mg/dL

Kadar glukosa darah B = 0,1490,048

x 0,21000,2

= 310,41 mg/dL

Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua serum darah memiliki

kadar glukosa yang tinggi atau dapat dikatakan dalam keadaan hiperglikemi (kadar normal

glukosa serum puasa adalah 70-115 mg/dl).

Untuk mengkorelasikan apa yang kami temukan, kami melakukan anamnesis pada

probandus yang darahnya digunakan sebagai sampel. Dari hasil anamnesis yang dilakukan

11

Page 12: biokomia

ditemukan bahwa probandus saat dilakukan pengambilan sampel darah, sebelumnya

mengkonsumsi makanan sejak 1,5 jam yang lalu. Pengambilan sampel darah dilakukan

sekitar pukul 13.30 siang, sedangkan probandus B baru mengkonsumsi makanan sekitar

pukul 12.00 setelah dilakukan pengambilan sampel darah. Jadi sangat mungkin ditemukan

keadaan hiperglikemi pada probandus. Diketahui juga probandus mengkonsumsi minuman

berfruktosa pada saat dia makan sehingga lebih cepat meningkatkan kadar glukosa darah.

jadi kemungkinan peningkatan glukosa darahnya dipengaruhi oleh hal tersebut. Dan juga

diduga ada kesalahan kami saat melakukan pemeriksaan.

Oleh karena itu, untuk menghasilkan hasil yang akurat, prosedur yang baik serta

kemampuan analis yang baik dibutuhkan. Prosedur sebelum pengambilan sampel juga

dibutuhkan, seperti meminta pasien untuk berpuasa terlebih dahulu sekitar 4-6jam sebelum

pengambilan sampel, sehingga tidak banyak bias yang ditemukan saat melakukan

pemeriksaan.

Namun, hasil disini ada sedikit kesalahn yang disebabkan karena human error. Disini

terjadi peningkatan glukosa darah yang sangat drastic yang kalo diintreprestasikan mengarah

ke suatu kelainan padahal setelah dianamnesis probandus termasuk dikategorikan orang sehat

dan normal. Salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan pengenceran pada reagen

pembanding sehingga didapatkan hasil yang terlalu kecil setelah dilakukan pengecekan

spektro lamda.

3.2 Pemeriksaan Glukosa Urin

A. Alat dan Bahan :

Alat

1. 3 Tabung Rekasi

2. Pipet tetes

3. Alat pemanas

4. Gelas pemanas

5. Pipet tetes

Bahan

1. Larutan benedict

2. Urine sempel

3. Air

4. Glukosa 0,1%

12

Page 13: biokomia

5. Glukosa 1%

B. Cara Kerja :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan

2. Memberikan label 3a, 3b, dan 3c untuk masing-masing tabung reaksi

3. Masing-masing tabung diisi dengan 5 mL reagen benedict

4. Menambahkan 8 tetes sampel urine pada tabung a, 8 tetes glukosa 0,1 % pada

tabung b, dan 8 tetes glukosa 1 % pada tabung c.

5. Memanaskan ke tiga tabung reaksi ke dalam air yang telah mendidih

6. Mengamati perubahan warna yang terjadi.

7. Mencacat hasil pengamatan

C. Hasil Pengamatan

Negatif (-) : tetap biru atau sedikit kehijau-hijauan

Positif (+) : hijau kekuning-kuningan dan keruh

Positif (++) : kuning keruh

Positif (+++) : jingga

13

Tabung Larutan Hasil Uji dengan

Benedict

3a Urin -

3b Gula 0,1% -

3c Gula 1% -

Page 14: biokomia

Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa sampel urin yang diperiksa tidak

mengandung glukosa, walau hasilnya sebenarnya sedikit hijau kebiruan, namun masih dapat

ditoleransi karena perubahan warnanya belum mencapai dari setengah jumlah reaksi.

Dikatakan positif 1 bila perubahan warna hijau kebiruannya jika lebih dari setengah dari yang

direaksikan. Sehingga kesimpulannya, glukosa urin yang diperiksa masih dalam batasan

normal.

D. Pembahasan

Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid

dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa

bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa

akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil

positif pada uji benedict. Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi

ion kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan berwarna merah.

Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan kadar gula yang terdapat di dalam

urin. Dengan demikian, urin sampel yang tidak menunjukkan perubahan warna bermakna

14

Page 15: biokomia

pada reaksi dengan benedict dapat disimpulkan tidak mengandung gula pereduksi bermakna,

seperti glukosa.Normalnya glukosa tidak ada atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil di

dalam urin.Ketika tingkat glukosa dalam darah melebihi batasan gula ginjal (160-180 mg/dl)

maka glukosa mulai nampak dalam urin.

Kalaupun hasil uji gula urin positif, perlu diidentifikasi lebih jauh lagi, gula pereduksi

apa yang terdapat pada urin sampel. Jika memang glukosa maka dapat disimpulkan pemiliki

sampel urin mengidap diabetes melitus. Namun pada pemeriksaan urin sampel ini,

didapatkan hasil dimana urin pasien masih dalam batasan normal dan tidak mengalami

perubahan warna yang bermakna.

15

Page 16: biokomia

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

1. Percobaan I didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan keadaan probandusnya akibat

dari kesalahan ‘Human Error’

2. Dari Percobaan II sampel urin yang diperiksa tidak mengandung glukosa, walau

hasilnya sebenarnya sedikit hijau kebiruan, namun masih dapat ditoleransi karena

perubahan warnanya belum mencapai dari setengah jumlah reaksi. Dikatakan positif 1

bila perubahan warna hijau kebiruannya jika lebih dari setengah dari yang

direaksikan. Sehingga kesimpulannya, glukosa urin yang diperiksa masih dalam

batasan normal.

4.2 Saran

1. Dalam pemeriksaan ini, mungkin sebaiknya lebih hati-hati dalam melakukan

pengenceran glukosa standar agar didapatkan hasil yang tepat dan lebih akurat.

16

Page 17: biokomia

DAFTAR PUSTAKA

Baron.2000. Kapita Selekta Patologi Klinik. Penerbit EGC : Jakarta

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Penerbit EGC: Jakarta

Murray, Robert K, Granner,darly K,etc, 2007 biokimia Harper edisi 25.penerbit EGC : Jakarta

Sheerwood, Lauralee. 2001. Fisiologi manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit EGC: Jakarta

17

Page 18: biokomia

LAMPIRAN

Alat dan Bahan :

Glukosa Urin

18

Larutan Gula 0,1%

Page 19: biokomia

19

Larutan Gula 1%

Larutan benedic

Page 20: biokomia

20

Sampel Urine

Tabung Reaksi

Alat pemanas & tabung pemanas