biokomia
DESCRIPTION
biokimia kunjungan lapanganTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum Biokimia ini. Dalam penulisan laporan
ini, banyak bantuan, dorongan, dan pengarahan dari berbagai pihak, karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dan membantu dalam
penyelesaian laporan ini. Kami menyadari bahwa tiada gading yang tak retak, begitu pula
dalam penuyusunan laporan ini banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak. Semoga laporan ini dapat
berguna dan dapat menyempurnakan hasil belajar kami.
Mataram, 25 Januari 2013
Kelompok III A
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...………………………………………..................………………………. 1
Daftar Isi…………………………………………………………………………………… 2
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………...………………………..3
1.2 Tujuan………………………….…………………………...……………. 4
1.3 Waktu dan Tempat………………………………………….....………….4
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Pengaturan Glukosa Darah.……………………………………………… 5
2.2 Pemeriksaan Glukosa Darah dengan Metode O-Toluidin………….…….7
2.3 Pemeriksaan Glukosa Urin………………………………………………..7
BAB III Hasil Pengamatan dan Pembahasan
3.1 Pemeriksaan Glukosa Darah dengan Metode O-Toluidin………………..10
3.2 Pemeriksaan Glukosa Urin……………………………………………….12
BAB IV Penutup
4.1 Simpulan……………………………………..…………………………....16
4.1 Saran………………………………………………………………………16
Daftar Pustaka……………………………………................................................................17
Lampiran
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah.
Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh.
Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh.
Glukosa diperlukan sebagai sumber energi terutama bagi sistem syaraf dan eritrosit. Glukose
juga dibutuhkan di dalam jaringan adipose sebagai sumber gliserida-glisero, dan mungkin
juga berperan dalam mempertahankan kadar senyawa antara pada siklus asam sitrat di dalam
banyak jaringan tubuh.
Glukose sebagian besar diperoleh dari manusia, kemudian dibentuk dari berbagai
senyawa glukogenik yang mengalami glukogenesis lalu juga dapat dibentuk dari glikogen
hati melalui glikogenolsis.
Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil didalam darah merupakan salah
satu mekanisme homeostasis yang diatur paling halus dan juga menjadi salah satu mekanisme
di hepar, jaringan ekstrahepatik serta beberapa hormon. Hormon yang mengatur kadar
glukosa darah adalah insulin dan glukagon. Insulin adalah suatu hormon anabolik,
merangsang sintesis komponen makromolekuler sel dan mengakibatkan penyimpanan
glukosa.
Glukagon adalah suatu katabolik, membatasi sintesis makromolekuler dan
menyebabkan pengeluaran glukosa yang disimpan. Peningkatan glukosa dalam sirkulasi
mengakibatkan peningkatan kosentrasi glukosa dalam sirkulasi mengakibatkan peningkatan
sekresi insulin dan pengurangan glukagon, demikian sebaliknya.
Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh
gagalnya pengaturan gula darah. Meskipun disebut “gula darah”, selain glukosa, kita juga
menemukan jenis-jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya
tingkatan glukosa yang diatur melalui insulin dan leptin.
3
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa memahami cara pemeriksaan glukosa darah (terutama metode O-
toluidin) dan glukosa urin (benedict/reduksi)
2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan kadar glukosa pada saat
praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal.
3. Menjelaskan nilai normal glukosa serta kadar patologis dari hasil praktikum.
4. Mahasiswa akan dapat dapat melakukan diagnosa dini penyakit apa saja yang
disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa dengan bantuan hasil praktikum yang
dilakukan.
1.3 Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal : Senin, 14 Januari 2013
Pukul : 13.30-selesai
Tempat : Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA
Universitas Mataram
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengaturan Gula Darah
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah lambung
dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin. Bagian
eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas
yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus.
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, yaitu:
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan insulin
dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50µ, sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya 100-
225µ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel
yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut:
a. Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
b. Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
c. Sel delta menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d. Sel F menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang
tidak jelas.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh
5
sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk
keperluan regulasi glukosa darah.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, prepoinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-
gelembung (secretory vesicle) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase,
proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya proses
metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa dalam
tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan
obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin
setelah adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami
secara jelas.
Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan
rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang
membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang
terdapat dalam berbagai sel yang berperan proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai
"kenderaan" pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose
transforter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses
masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan
langkah penting, agar selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang
terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat
pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan
depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel.
Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca²⁺ sehingga meningkatkan kadar ion
Ca²⁺ intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang
cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan .
6
2.2 Pemeriksaan Glukosa Darah Dengan Metode O-Toulidin
Secara garis besar ada dua cara penetapan kadar glukosa darah dalam kimia klinik,
yaitu cara kimiawi dan cara enzimatik. Metode yang paling banyak digunakan saat ini adalah
metode enzimatik. Metode enzimatik dapat menggunakan beberapa enzim seperti enzim
heksokinase, enzim glukosa oksidase, dan enzim glukosa dehidrogenase. Metode O-Toluidin
merupakan salah satu cara penetapan kadar glukosa darah secara kimiawi. O-Toluidin dapat
bereaksi dengan glukosa dalam larutan asam asetat panas menghasilkan senyawa turunan
berwarna. Adapun prinsip reaksinya adalah sebagai berikut: kompleks kromosom (hijau
kebiruan)
O-Toluidin berkondensasi dengan gugus aldehida glukosa membentuk glikosilamin
dan basa Schiff. Penataulangan dan reaksi lebih lanjut menghasilkan senyawa berwarna hijau
kebiruan dengan puncak serapan pada panjang gelombang 630 nm. Semakin tinggi intensitas
cahaya yang diserap oleh alat maka semakin tinggi pula kandungan glukosa yang terdapat di
dalam serum tersebut.Penentuan glukosa dengan O-toluidin dapat digunakan untuk bahan
sampel yang dideproteinisasi maupun yang tidak dideproteinisasi. Protein darah diendapkan
dengan asam trikloroasetat. Glukosa berkonjugasi dengan O-Toluidin dalam asam asetat
panas membentuk senyawa biru-hijau. Dengan cara ini dapat ditetapkan kadar glukosa yang
lebih tepat dalam suatu larutan. Galaktosa akan memberikan reaksi yang sama dan dapat
mengganggu pemeriksaan.
2.3 Pemeriksaan Glukosa Urin
Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah untuk
membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Eksreksi urin diperlukan
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter
menuju kandung kemih, dan akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari
air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi
organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting
bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan
yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih
atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin
7
dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber
nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan
kompos Dari urin kita bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya.
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang
penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang
sehat. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan penyaring.
Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-
beda. Cara yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen
yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan
reagen fehling yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung
garam cupri. Sedangkan pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim glukosa oxidase.
Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi, dikerjakan
dengan menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat digolongkan
dalam jenis pemeriksaan semi-kuantitatif. Sedangkan tes glukosa dengan reaksi enzimatik
dilakukan dengan metode carik celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi-kuantitatif
dan kuantitatif. Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A dan fehling B.
Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan fehling B merupakan campuran larutan NaOH
dan kalium natrium tartrat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan
tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling,
ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi fehling dapat dianggap sebagai
larutan CuO.
Pada praktikum ini diketahui bahwa tabung A dan B menunjukkan hasil positif
terkandungnya glukosa dalam sampel urine. Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri
menjadi kupro kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Perbedaan
intensitas warna merah dari tiap tabung tersebut secara kasar menunjukkan kadar glukosa
dalam urine yang diperiksa. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tabung B
mengandung glukosa dengan kadar tertinggi yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan
warna dari biru tua (warna fehling A dan B) menjadi kuning kemerahan dean terdapat
endapan kuning merah. Dilanjutkan dengan tabung A dengan warna kuning kehijauan dengan
endapan kuning. Sedangkan tabung C tidak menunjukkan terjadinya perubahan warna, yakni
tetap berwarna biru tua seperti warna larutan fehling A dan B sebelum dipanaskan.
Hal ini telah sesuai secara teoritis, dimana sampel yang digunakan pada tabung ketiga
merupakan sampel urine normal, sehingga tidak terjadi perubahan warna pada uji fehling
8
yang menunjukkan tidak adanya glukosa dalam sampel tersebut. Berikut ini adalah reaksi
antara aldehid dengan fehling yang menghasilkan endapan merah bata.
Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosuria dapat
terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum
tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus,
tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau
karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan
sindroma Fanconi.
Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal ini
dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang
disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang
dapat menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa,
pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, dan vitamin C.
Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang
terkandung dalam sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang
mengindikasikan keberadaan penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif
dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin
sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl. Nilai ambang
ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah 160-180 mg %.
Interpretasi pemeriksaan
1. Negatif (-) : Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan
dan agak keruh
2. Positif ( + atau 1+) : Hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai
dengan 0,5-1% glukosa)
3. Positif (++ atau 2+) : Kuning keruh (1-1,5% glukosa)
4. Positif (+++ atau 3+): Jingga atau warna lumpur keruh ( 2 -3,5%
glukosa
5. Positif (++++ atau 4+): Merah keruh (lebih dari 3,5% glukosa)
9
BAB III
HASIN PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Pemeriksaan Glukosa Darah Dengan Metode O-Toulidin
A. Alat & Bahan :
Alat
1. Tabung ukur
2. 4 tabung sentrifuse
3. Alat sentrifuse
4. Alat pemanas air
5. Gelas pemanas
6. Air keran
7. Pipet tetes
8. Kertas label
Bahan
1. Sampel darah vena
2. Reagen warna O – toluidine
3. TCAD
4. Glukosa standar
5. Aquadest
B. Cara Kerja :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Masing – masing tabung sentrifuse di beri label a, b, c, dan d
3. Tabung a dan b masing – masing diisi dengan 0,2 mL darah, tabung c diisi dengan 0,2
mL glukosa standar, sedangkan tabung d diisi dengan 0,2 mL aquadest.
4. Menambahkan 0,2 mL TCAD % ke masing – masing tabung sentrifuse
5. Mensentrifuse tabung a dan b didapatkan serum
6. Mengambil masing – masing 1 mL cairan dari keempat tabung sentrifuse
7. Menambahkan 40 ml reagen O - toluidineke masing – masing taung sentrifuse
8. Mengkocok keempat tabung
9. Memanaskan keempat tabung tersebut ke dalam air yang telah mendidih selama
kurang lebih 8 menit.
10. Mendinginkan tabung – tabung tersebut dengan dialiri di bawah air keran
11. Membaca hasilnya dengan spektro lamda 625 mg/dL
12. Mengcatat hasil pengamatan
C. Hasil Pengamatan
Adapun hasil yang didapat, antara lain:
10
Sampel darah A = 0,160
Sampel darah B = 0,149
Glukosa standar = 0,048
Aquadest = 0,045
Rumus:
Kadar glukosa darah = nilaiabsorbendarahsampel
nilaiabsorbenglukosastandar x volume sampel
100volumesampel
Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Kadar glukosa darah A = 0,1600,048
x 0,21000,2
= 333,33 mg/dL
Kadar glukosa darah B = 0,1490,048
x 0,21000,2
= 310,41 mg/dL
D. Pembahasan
Setelah melakukan semua prosedur, kami melakukan perhitungan untuk mengukur
glukosa darah pada dua sampel serum. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus
yang telah ditentukan yaitu:
Kadar glukosa darah = nilaiabsorbendarahsampel
nilaiabsorbenglukosastandar x volume sampel
100volumesampel
Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Kadar glukosa darah A = 0,1600,048
x 0,21000,2
= 333,33 mg/dL
Kadar glukosa darah B = 0,1490,048
x 0,21000,2
= 310,41 mg/dL
Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua serum darah memiliki
kadar glukosa yang tinggi atau dapat dikatakan dalam keadaan hiperglikemi (kadar normal
glukosa serum puasa adalah 70-115 mg/dl).
Untuk mengkorelasikan apa yang kami temukan, kami melakukan anamnesis pada
probandus yang darahnya digunakan sebagai sampel. Dari hasil anamnesis yang dilakukan
11
ditemukan bahwa probandus saat dilakukan pengambilan sampel darah, sebelumnya
mengkonsumsi makanan sejak 1,5 jam yang lalu. Pengambilan sampel darah dilakukan
sekitar pukul 13.30 siang, sedangkan probandus B baru mengkonsumsi makanan sekitar
pukul 12.00 setelah dilakukan pengambilan sampel darah. Jadi sangat mungkin ditemukan
keadaan hiperglikemi pada probandus. Diketahui juga probandus mengkonsumsi minuman
berfruktosa pada saat dia makan sehingga lebih cepat meningkatkan kadar glukosa darah.
jadi kemungkinan peningkatan glukosa darahnya dipengaruhi oleh hal tersebut. Dan juga
diduga ada kesalahan kami saat melakukan pemeriksaan.
Oleh karena itu, untuk menghasilkan hasil yang akurat, prosedur yang baik serta
kemampuan analis yang baik dibutuhkan. Prosedur sebelum pengambilan sampel juga
dibutuhkan, seperti meminta pasien untuk berpuasa terlebih dahulu sekitar 4-6jam sebelum
pengambilan sampel, sehingga tidak banyak bias yang ditemukan saat melakukan
pemeriksaan.
Namun, hasil disini ada sedikit kesalahn yang disebabkan karena human error. Disini
terjadi peningkatan glukosa darah yang sangat drastic yang kalo diintreprestasikan mengarah
ke suatu kelainan padahal setelah dianamnesis probandus termasuk dikategorikan orang sehat
dan normal. Salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan pengenceran pada reagen
pembanding sehingga didapatkan hasil yang terlalu kecil setelah dilakukan pengecekan
spektro lamda.
3.2 Pemeriksaan Glukosa Urin
A. Alat dan Bahan :
Alat
1. 3 Tabung Rekasi
2. Pipet tetes
3. Alat pemanas
4. Gelas pemanas
5. Pipet tetes
Bahan
1. Larutan benedict
2. Urine sempel
3. Air
4. Glukosa 0,1%
12
5. Glukosa 1%
B. Cara Kerja :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Memberikan label 3a, 3b, dan 3c untuk masing-masing tabung reaksi
3. Masing-masing tabung diisi dengan 5 mL reagen benedict
4. Menambahkan 8 tetes sampel urine pada tabung a, 8 tetes glukosa 0,1 % pada
tabung b, dan 8 tetes glukosa 1 % pada tabung c.
5. Memanaskan ke tiga tabung reaksi ke dalam air yang telah mendidih
6. Mengamati perubahan warna yang terjadi.
7. Mencacat hasil pengamatan
C. Hasil Pengamatan
Negatif (-) : tetap biru atau sedikit kehijau-hijauan
Positif (+) : hijau kekuning-kuningan dan keruh
Positif (++) : kuning keruh
Positif (+++) : jingga
13
Tabung Larutan Hasil Uji dengan
Benedict
3a Urin -
3b Gula 0,1% -
3c Gula 1% -
Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa sampel urin yang diperiksa tidak
mengandung glukosa, walau hasilnya sebenarnya sedikit hijau kebiruan, namun masih dapat
ditoleransi karena perubahan warnanya belum mencapai dari setengah jumlah reaksi.
Dikatakan positif 1 bila perubahan warna hijau kebiruannya jika lebih dari setengah dari yang
direaksikan. Sehingga kesimpulannya, glukosa urin yang diperiksa masih dalam batasan
normal.
D. Pembahasan
Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid
dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa
bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa
akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil
positif pada uji benedict. Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi
ion kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan berwarna merah.
Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan kadar gula yang terdapat di dalam
urin. Dengan demikian, urin sampel yang tidak menunjukkan perubahan warna bermakna
14
pada reaksi dengan benedict dapat disimpulkan tidak mengandung gula pereduksi bermakna,
seperti glukosa.Normalnya glukosa tidak ada atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil di
dalam urin.Ketika tingkat glukosa dalam darah melebihi batasan gula ginjal (160-180 mg/dl)
maka glukosa mulai nampak dalam urin.
Kalaupun hasil uji gula urin positif, perlu diidentifikasi lebih jauh lagi, gula pereduksi
apa yang terdapat pada urin sampel. Jika memang glukosa maka dapat disimpulkan pemiliki
sampel urin mengidap diabetes melitus. Namun pada pemeriksaan urin sampel ini,
didapatkan hasil dimana urin pasien masih dalam batasan normal dan tidak mengalami
perubahan warna yang bermakna.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Percobaan I didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan keadaan probandusnya akibat
dari kesalahan ‘Human Error’
2. Dari Percobaan II sampel urin yang diperiksa tidak mengandung glukosa, walau
hasilnya sebenarnya sedikit hijau kebiruan, namun masih dapat ditoleransi karena
perubahan warnanya belum mencapai dari setengah jumlah reaksi. Dikatakan positif 1
bila perubahan warna hijau kebiruannya jika lebih dari setengah dari yang
direaksikan. Sehingga kesimpulannya, glukosa urin yang diperiksa masih dalam
batasan normal.
4.2 Saran
1. Dalam pemeriksaan ini, mungkin sebaiknya lebih hati-hati dalam melakukan
pengenceran glukosa standar agar didapatkan hasil yang tepat dan lebih akurat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Baron.2000. Kapita Selekta Patologi Klinik. Penerbit EGC : Jakarta
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Penerbit EGC: Jakarta
Murray, Robert K, Granner,darly K,etc, 2007 biokimia Harper edisi 25.penerbit EGC : Jakarta
Sheerwood, Lauralee. 2001. Fisiologi manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit EGC: Jakarta
17
LAMPIRAN
Alat dan Bahan :
Glukosa Urin
18
Larutan Gula 0,1%
19
Larutan Gula 1%
Larutan benedic
20
Sampel Urine
Tabung Reaksi
Alat pemanas & tabung pemanas