bisnis keluarga dalam perkembangan ekonomi lokal...
TRANSCRIPT
1
BAB I
Bisnis Keluarga dalam Perkembangan Ekonomi Lokal Indonesia
(Studi Kasus Bisnis Keluarga di Sektor Bunga, Ahmad Jazuli Yogyakarta)
A. Latar Belakang
Dunia bisnis mendapatkan dua laporan penting mengenai bisnis keluarga di dunia.
Kedua laporan ini menjadi menarik ketika keduanya melaporkan dua fenomena yang
berbeda. Laporan pertama yakni dari The Credit Suisse Emerging Markets Research
Institute yang melaporkan bahwa pada tahun 2010 sampai dengan 2011, bisnis keluarga
menjadi pilar utama perekonomian Asia1. Jauh berbeda dari laporan pertama, justru
laporan kedua dari tokoh Howard E. Aldrich dan Jennifer E. Cliff melaporkan bahwa pada
awal abad ke-21, bisnis keluarga di Amerika Serikat dan Eropa mengalami penyusutan
setiap tahunnya2.
Laporan yang memiliki dua kutub berbeda ini, tentu tidak sembarang keluar.
Laporan pertama yang dikeluarkan oleh The Credit Suisse Emerging Markets Research
Institute adalah hasil penelitian pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 yang
melibatkan 3.568 bisnis keluarga di sepuluh negara Asia yakni China, Hongkong, Korea
Selatan, Taiwan, India, Indonesia, Malayasia, Philippina, Singapura, dan Thailand3.
Sementara laporan kedua yang dikeluarkan oleh Howard E. Aldrich dan Jennifer E. Cliff
adalah hasil penelitian bisnis berkala, yang dimulai sejak tahun 1994 sampai tahun 2003
yang kerapkali dimuat diberbagai buku karya Aldrich dan di berbagai jurnal bisnis Kanada4.
Adapun isi dari laporan pertama menyatakan bahwa bisnis keluarga di wilayah Asia
yang dulunya hanya naik turun pada besaran 200 persen total laba kumulatif, pada tahun
2010 sampai dengan tahun 2011 telah mencapai 261 persen total laba kumulatif, dengan 1The Credit Suisse Emerging Markets Research Institute. (2011). Asian Family Businesses Report ; October 2011.
Switzerland: Credit Suisse Group AG and/or Its Affiliates. hal. 2. Dipaparkan juga dalam data artikel media nasional, seperti berikut ini: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/31/19102849/Bisnis.Keluarga.Pilar.Penting.bagi..Perekonomian.Asia (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:51 WIB), http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/31/13565976/Bisnis.Keluarga..Pilar.Penting.Perekonomian.Asia (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:53 WIB), http://economy.okezone.com/read/2011/10/31/278/522897/saham-bisnis-keluarga-indonesia-terbaik-di-asia (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:55 WIB), http://finance.detik.com/read/2011/10/31/111403/1756205/4/geliat-bisnis-keluarga-jadi-penopang-ekonomi-asia?fsubbs4 (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 09:01 WIB). 2 Aldrich, Howard E. and Jennifer E. Cliff. (2003). The Pervasive Effects of Family on Entrepreneurship:Toward a Family
Embeddedness Perspective. Canada: Journal of Business Venturing 18, hal. 577. 3 The Credit Suisse Emerging Markets Research Institute, Op.Cit., hal.3.
4 Aldrich, Howard E. and Jennifer E. Cliff, Loc.Cit., hal. 573.
2
pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 13,7 persen. Bahkan tidak tangung-tangung, kini
bisnis keluarga pun telah menguasai 32 persen dari total sumber dana di pasar modal5.
Tidak heran kemudian, Helman Sitohang sebagai CEO (Chief Executive Officer)
Credit Suisse Asia Tenggara menyatakan bahwa kapitalisasi pasar dari bisnis keluarga
setara dengan 34 persen dari total PDB (Produk Domestik Bruto) Asia, bahkan kini bisnis
keluarga merupakan tulang punggung perekonomian Asia karena bisnis ini mewakili
sekitar 50 persen dari seluruh perusahaan yang terdaftar dalam ruang lingkup penelitian6.
Maka dari itulah, bisnis keluarga yang dulunya hanya dijalankan beberapa keluarga
kini mulai menjadi primadona. Terlebih, pasca krisis moneter 1998 bisnis keluarga banyak
yang gulung tikar. Bahkan Vedi Hadiz (2002) menyatakan, bahwa bisnis keluarga itu seperti
tertindih balok besar, sehingga sekalipun berdiri akan seret bagi mereka untuk berkembang
dan mengembalikan kejayaannya7. Namun ternyata belum sampai dua belas tahun, kini
bisnis keluarga bangun dari keterpurukannya dan terus menjamur. Hal ini, dibenarkan oleh
Putri Kuswisnu Wardani8 sebagai CEO (Chief Executive Officer)
generasi kedua yang mengelola bisnis keluarga PT Mustika Ratu Tbk, bahwa perjalanan
bisnis keluarganya, memang tidak seinstan membalikkan tangan apalagi ketika moneter
19989.
Begitupun tokoh Irwan Hidayat10, Eddy Mattuali11, Teddy Tjokrosaputro12 dan
pengelola bisnis keluarga skala besar lainnya, mereka benar-benar merasakan jatuh
bangunnya mengelola bisnis keluarga. Walaupun kini mereka sudah merasakan buah
manisnya, namun tetap saja mereka tidak dapat melupakan proses mendapatkannya. Hal
itulah yang membuat mereka tetap semangat mengembangkan sayap-sayap usahanya.
5 The Credit Suisse Emerging Markets Research Institute, Op.Cit., hal. 3.
6 Ibid. 7 Hadiz , Vedi R. (2002). Dinamika Kekuasaan:Ekonomi Politik Indonesia Pasca Soeharto. Jakarta:LP3ES. hal. 67.
8Direktur Utama PT Mustika Ratu Tbk., riwayat hidup dan perkembangan usaha di paparkan dalam
http://female.kompas.com/read/2011/01/14/13475865/Agar.Bisnis.Keluarga.Tetap.Eksis (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:57 WIB). 9 Ibid.
10Direktur Utama PT Sido Muncul Tbk., riwayat hidup dan perkembangan usaha di paparkan dalam
http://female.kompas.com/read/2011/01/13/16211755/Meneruskan.Bisnis.Keluarga.Butuh.Waktu.Lama (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:59 WIB). 11
Direktur Utama PT Minyak Gosok Cap Tawon Jaya Tbk., riwayat hidup dan perkembangan usaha di paparkan dalam http://nasional.kompas.com/read/2012/12/18/16041973/Bertahan.Lebih.dari.100.Tahun (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 09:03 WIB). 12
Direktur Utama PT Subafood Pangan Jaya Tbk., riwayat hidup dan perkembangan usaha di paparkan dalam http://nasional.kompas.com/read/2012/12/14/15184382/Teddy..Cucu.Pengusaha.Batik.yang.Sukses.di.Bihun.Jagung (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 09:05 WIB).
3
Sementara itu, bagi bisnis keluarga skala kecil dan skala menengah tentunya tidak
perlu berkecil hati, karena menurut pakar pemasaran Hermawan Kertajaya (2011) yang
juga pemilik MarkPlus & Co menyatakan, bahwa menikmati perjalanan bisnis bersama
dengan keluarga, merupakan suatu hal yang penting bagi kedinamisan hidup13. Maka dari
itu, jangan cepat gerah untuk naik kelas, karena bila nanti sudah memiliki kapasitas untuk
naik kelas, dengan sendirinya akan menjangkau segmen tersebut. 14
Namun, hal-hal yang menggembirakan tersebut, tampaknya berbanding terbalik
dengan bisnis keluarga yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Beberapa bisnis keluarga
di Eropa dan Amerika Serikat, seperti Ford Motor Co, SC Johson Co, Wal-Mart Co, dan Faber
Castell Co yang sudah berjalan di generasi keempat atau generasi kelima ini hanya
sepenggal cerita sukses ditengah fenomena yang ada15. Individualisme yang menggejala,
berikut perceraian, hubungan diluar nikah, dan guncangan keluarga lainnya membuat
bisnis keluarga dinegara-negara tersebut mengalami penurunan jumlah dalam setiap
tahunnya16. Bahkan hasil riset dari Howard E. Aldrich dan Jennifer E. Cliff (2003)
menyatakan bahwa mulai dari laki-laki maupun perempuan, hampir semuanya mencari
kerja diluar rumah. Begitupun anak-anak mereka, dikirim ke sekolah dan tempat kursus,
termasuk juga nenek dan kakek mereka, yang dikirim ke panti jompo yang jauh dari
rumah17.
Melihat hal itu, Francis Fukuyama (2005) menyatakan bahwa apabila hal ini terjadi
terus-menerus maka akan terjadi sebuah guncangan sosial, guncangan sosial ini akan
menyebabkan keluarga inti menjadi semakin menciut dan dalam jangka panjang akan
membuat masyarakat barat gagal menghasilkan fungsi keluarga dalam jumlah yang
memadai untuk kelangsungan hidup mereka sendiri18. Maka dari itulah, pada waktu
mendatang sebagian besar orang Eropa dan Amerika Serikat, hanya akan punya hubungan
keluarga dengan nenek moyangnya saja19.
Lebih dari itu, Francis Fukuyama (2005) juga memaparkan bahwa ketika
individualisme kian menaik, akan mengakibatkan potensi keuangan yang tersedia didalam
13
Riwayat hidup dan data wawancara di paparkan dalam
http://female.kompas.com/read/2011/03/25/16195398/Bisnis%20Tak%20Harus%20Naik%20Kelas (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:57 WIB). 14
Ibid. 15
Longenecker, J.G. et.al. (2001). Kewirausahaan (Manajemen Usaha Buku 1). Jakarta: Salemba Empat. hal. 3. 16
Aldrich, Howard E. and Jennifer E. Cliff, Loc.Cit., hal. 584. 17
Ibid., hal. 587. 18
Fukuyama, Francis. (2005). Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal. 139. 19
Ibid.
4
keluarga menjadi suatu hal yang tidak dapat diharapkan20. Sehingga, banyak dari mereka
yang kehilangan bisnis keluarga karena hilangnya kontak dengan anak-anak mereka atau
dengan anggota keluarga lainnya. Bahkan, banyak dari mereka baru mendapatkan kontak
anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya setelah bercerai, baik dalam satu tahun, dua
tahun atau bahkan lebih21. Sehingga menurut Howard E. Aldrich dan Jennifer E. Cliff (2003),
suatu kapitalisme dan individualisme yang menaik tersebut, juga dapat menghancurkan
ikatan-ikatan yang telah dibangun selama berabad-abad didalam masyarakat, dan pada
akhirnya tidak akan menyisakan apa pun kecuali kepentingan pribadi sebagai senjata
perekat didalam kehidupan masyarakat22.
Selain itu pula, ketika kita membicarakan kedua laporan yang memiliki
kecenderungan berbeda tersebut, sebenarnya telah mengingatkan kita untuk kembali
kepada fungsi utama dari keluarga itu sendiri. Fungsi utama keluarga yang menompang
kehidupan sosial menurut Marilyn M. Friedmen (1998)23 adalah fungsi proteksi (protection
function), fungsi sosialisasi (socialization function), fungsi reproduksi (reproductive
function), fungsi ekonomi (economic function) dan fungsi perawatan atau pemeliharaan
kesehatan (health care function).
Apabila dijabarkan24, fungsi proteksi (protection function) adalah fungsi yang
berhubungan dengan perlindungan, sehingga fungsi ini berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Kedua, fungsi sosialisasi (socialization function), fungsi ini sebagai
tempat untuk melatih anak dan mengembangkan kemampuannya untuk berhubungan
dengan orang lain diluar rumah. Sementara fungsi ketiga adalah fungsi reproduksi
(reproductive function), yang mana keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan
menambah sumberdaya manusia. Keempat, fungsi ekonomi (economic function), dimana
keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi serta sebagai tempat
mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan dan memenuhi
kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian, dan rumah. Namun fungsi ini sukar dipenuhi
oleh keluarga dibawah garis kemiskinan. Fungsi terakhir adalah fungsi perawatan atau
pemeliharaan kesehatan (health care function), fungsi ini untuk mempertahankan keadaan
20
Ibid., hal. 47. 21
Ibid., hal. 49. 22
Aldrich, Howard E. and Jennifer E. Cliff, Loc.Cit., hal. 586. 23
Marilyn M. Friedmen (1998), dalam Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. hal. 184. 24
Ibid., hal. 184-185.
5
kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang mencukupi dalam menjalani
kegiatan sehari-hari.
Maka dari itu, kelima fungsi di ataslah, yang nantinya akan mempengaruhi jatuh
bangunnya bisnis keluarga, dan justru melalui kelima fungsi itulah, kedua laporan tersebut
menjadi semakin menarik untuk dikaji lebih jauh lagi. Bahkan menurut Anderson Carter
(1984), fungsi-fungsi tersebut juga akan semakin berlimpah menjadi suatu sumberdaya,
apabila ukuran keluarga juga semakin membesar25. Maka dari itulah, ia membedakan dua
bentuk keluarga secara rinci dan mendasar, karena menurutnya kedua bentuk ini memiliki
ukuran yang berbeda-beda, yang nantinya akan mempengaruhi ketersediaan sumberdaya
bagi bisnis keluarga26. Adapun dua bentuk keluarga yang dimaksudkannya adalah nuclear
family (keluarga inti) dan extended family (keluarga besar). Nuclear family (keluarga inti)
yaitu keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya
atau diadopsi, ataupun keduanya. Sementara extended family (keluarga besar) adalah
keluarga inti ditambah anggota keluarga lainnya yang masih mempunyai hubungan darah,
seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan sebagainya27.
Selain dapat dilihat melalui fungsi utama keluarga tersebut, kecenderungan yang
berbeda pada kedua laporan ini juga dapat diselidiki melalui faktor struktural yang berlaku
dalam dunia bisnis, karena faktor ini adalah faktor yang dapat membantu kita melihat
mereka (dalam konteks ini adalah para masyarakat ekonomi) berada dalam posisi mana
dan dengan cara apakah mereka beroperasi, apakah dengan cara independen dari tekanan
uang, atau bahkan memberikan kompensasi bagi kekurangan uang orang lain, yang
merupakan suatu bagian dari strategi individu atau strategi kelompok untuk meraih
kekuasaan dan status sosial28.
Selain itu pula, faktor struktural ini benar-benar perlu dielaborasi mengingat
keberadaan strata suatu bisnis keluarga yang semakin tidak pasti29. Ketidakpastian ini
dapat dilihat dari posisi mereka yang terkadang berkembang naik, terkadang diam
ditempat dan terkadang turun bahkan gulung tikar. Sehingga menurut Berger (1987),
25
Anderson Carter (1984), dalam Suprajitno. (2003). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. hal. 1. 26
Ibid. 27
Ibid., hal. 2. 28
Field, John. (2003). Modal Sosial. Bantul: Kreasi Wacana. hal. 21. 29
Ibid.
6
ketidakpastian adalah hubungan kurangnya kepastian mengenai masa depan dan status,
dari sebuah hubungan tersebut30. Adapun ketidakpastian-ketidakpastian ini sebagian besar
terjadi karena keadaan kompetisi yang semakin ketat diantara para pembisnis31. Maka dari
itulah faktor struktural ini menempati posisi yang sama pentingnya dengan kajian-kajian
lain.
Akan tetapi, fenomena naik turunnya bisnis keluarga tersebut, ternyata mengalami
perbedaan dengan fenomena naik turunnya bisnis keluarga dinegara lain. Bisnis keluarga
Asia yang sedang menaik dan bisnis keluarga Eropa yang sedang menyusut, seperti halnya
yang dipaparkan kedua laporan diatas, merupakan sebuah bukti konkret hadirnya suatu
perbedaan, sehingga menurut Bourdieu (1997), perbedaan ini lebih mungkin disebabkan
oleh suatu hal yang dinamakan cultur capital. Cultur capital merupakan faktor kultural yang
dapat menentukan selera budaya mana yang lebih dinikmati oleh seseorang atau beberapa
orang untuk dijadikan sebagai basis bagi bisnis keluarganya dibandingkan dengan selera
budaya lainnya32. Maka dari itu, sangat dimungkinkan apabila antara bisnis keluarga Asia
dan bisnis keluarga Eropa memiliki cara pengoperasian yang berbeda, sehingga sistem
strata yang hadir pun juga berbeda. Bahkan menurut Bourdieu (1997), didalam bisnis
keluarga Asia atau didalam bisnis keluarga Eropa itu sendiri masih bervariasi sesuai dengan
negara dan subbudaya yang dianutnya33.
Lebih dari itu, kevariasian negara dan subbudaya ini juga dibuktikan oleh Hildred
Geertz (1982) ketika mengkaji bisnis keluarga di Mojokuto Jawa34. Melalui bukunya yang
berjudul ”Keluarga Jawa”, ia mencoba menunjukan bahwa bisnis keluarga di Mojukuto
ternyata lahir dari sebuah sistem tata letak rumah, yakni suatu sistem rumah yang
cenderung berkumpul dalam satu wilayah, dan juga dalam satu keluarga besar35. Sistem
rumah seperti ini, berpotensi menyebabkan tingginya interaksi sosial seperti intensitas
menyapa, bertemu, dan berdiskusi, baik dengan anak-anak mereka maupun dengan anggota
keluarga lainnya. Lebih jauh dari itu, ia pun memaparkan, bahwa sistem rumah seperti ini
juga menimbulkan kecenderungan dari orang Jawa untuk lebih percaya kepada keluarganya
sendiri, dibandingkan percaya kepada orang lain diluar keluarganya. Namun justru, sistem
30
Mubyarto. (1981). Teori Ekonomi dan Penerapannya di Asia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal. 131. 31
Ibid., hal. 132. 32
Field, John, Op.Cit., hal. 21. 33
Ibid. 34
Geertz, Hildred. (1982). Keluarga Jawa. Jakarta: Penerbit Grafiti Pers. hal. 4. 35
Ibid., hal. 6.
7
ini jugalah yang dapat membuat bisnis berbasis keluarga lebih digemari, dibandingkan
dengan bisnis berbasis kesamaan latarbelakang kerja atau berbasis lainnya36.
Namun lebih jauh dari itu semua, pembahasan terkait fungsi keluarga, faktor
struktural, faktor kultural dan pembahasan lainnya terutama untuk menanggapi kedua
laporan bisnis keluarga diatas, membuat penulis menjadi semakin tertarik untuk
mengkajinya lebih jauh. Terlebih, penulis kini telah menemukan sebuah lokus penelitian,
yakni pedagang bunga berbasis keluarga, tepatnya di Jalan Ahmad Jazuli Yogyakarta37. Pada
dasarnya, penulis memang sering membeli bunga di tempat tersebut, namun penulis baru
menyadari tempat ini begitu signifikan untuk diteliti sejak memahami kedua laporan bisnis
keluarga tersebut, beserta dengan referensi-referensi menarik lainnya.
B. Rumusan Masalah
Melalui latar belakang diatas, maka pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana strategi 3 (tiga) keluarga dalam mempertahankan bisnis bunganya di Ahmad
Jazuli Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memahami bekerjanya fungsi keluarga dalam bisnis bunga.
2. Untuk memahami sejarah sosial dari keberadaan pedagang bunga.
3. Untuk memahami faktor yang dapat menjelaskan bisnis bunga tetap bertahan.
4. Untuk memahami bekerjanya politik dikalangan pengusaha bunga.
D. Landasan Teori
Dalam mengasah pisau penelitian, penulis mencoba membedah beberapa kata kunci
penting dalam rumusan masalah demi menciptakan konsep bisnis keluarga yang optimal.
Kata kunci tersebut diantaranya adalah konsep survival (beradaptasi dan bertahan), konsep
keluarga bersama dengan fungsi dan modal sosial, faktor kultural, dan faktor struktural.
36
Ibid., hal. 7. 37
Pedagang bunga berbasis keluarga, yang berderet dari arah timur sampai barat di Jalan Ahmad Jazuli Nomor 55 sampai dengan nomor 70, Kota Baru Yogyakarta (lokasi sebelah selatan Gereja Kota Baru).
8
D.1. Konsep Survivalitas (Beradaptasi dan Bertahan)
Charles Darwin38 dalam The Origin of Species, by Means of Nature Selection or the
Preservation of Favoured Races in the Struggle for life mengatakan bahwa makhluk hidup
termasuk manusia bukannya tidak berubah melainkan sebaliknya, yakni senantiasa berada
dalam proses perubahan. Namun perubahan-perubahan itu bukannya tidak teratur,
melainkan teratur sebab manusia yang awalnya sederhana berubah menjadi jenis yang
lebih canggih untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.
Perubahan-perubahan tersebut juga terjadi secara bertahap, misalnya melalui
perkawin silang antar manusia itu sendiri ataupun melalui migrasi yang ia lakukan. Hal ini
menimbulkan adanya perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Sehingga selalu menimbulkan terjadinya sebuah perjuangan untuk merebut sumber-
sumber kebutuhan yang justru semakin sedikit39.
Pada perebutan sumberdaya ini yang menang adalah mereka yang lebih unggul,
sebab yang unggul berarti yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi
dan situasi tersebut. Sementara yang kalah lama-lama akan tersingkirkan, sebab yang lebih
unggul akan menguasai wilayah mereka serta menjadi bibit pokok dalam perkembangan
diwilayah tersebut40.
Sehingga hukum seleksi disini bersifat keras bagi yang lemah dan menguntungkan
bagi yang unggul terutama untuk tetap lestari sebagai manusia yang terlatih dan enerjik.
Keunggulan ini juga dapat disebabkan oleh cara manusia memilih manusia lain untuk
menjadi pasangannya agar terhindar dari keadaan yang kurang menguntungkan dimasa-
masa mendatang.
Maka dari itulah manusia yang lebih unggul juga terus-menerus bercabang hingga
muncul manusia-manusia baru. Hal inilah yang membuat manusia terus bertambah dalam
jumlah yang lebih besar, akibatnya mereka harus berjuang keras untuk bertahan dalam
seleksi perebutan sumberdaya yang pada akhirnya menimbulkan kelompok manusia
dengan derajat yang bervariasi.
Kevariasian ini juga menciptakan aktivitas-aktivitas individu atau kelompok seperti
mengembangkan ide untuk melakukan pertahanan terutama untuk melawan pesaing- 38
Darwin, Charles. 2003.”The Origin of Species-- Asal-usul Spesies”. Penerjemah TIM UNAS; edisi I, Jakarta: Penerbit
Yayasan Obor Indonesia. hal 463. 39
Ibid. 40
Ibid., hal 464.
9
pesaing yang berada di eksternal mereka. Namun pada saat yang sama mereka juga
melaksanakan aktivitas internal dalam keluarga untuk mengembangkan keadaan
internalnya agar lebih pandai menilai situasi dan kondisi lingkungan yang terus berubah,
dan juga mempertimbangkan untung ruginya dengan tidak tergesa-gesa, sebab kesalahan
dalam pengambilan keputusan dapat berakibat pada pengurangan ataupun kerugian.
Adapun sikap mental yang dibutuhkan untuk mendukung pertahanan adalah sikap
semangat, percaya diri, disiplin dan menyusun segala kegiatan dengan matang. Sehingga
semakin kreatif seseorang maka semakin banyak pula peluang yang hadir. Oleh karena itu
lah, kesadaran akan berimajinasi pun akan mengantarkan individu atau keluarga untuk
bersikap adaptif terhadap keadaan-keadaan yang ada didepannya.
D.2. Pengelolaan Konflik
Pada kehidupan manusia termasuk dalam berkeluarga tentu terdapat siklus antara
konflik dan kekompakan. Bila kita meminjam pandangan Killman dan Thomas (1978)41
terkait jenis-jenis konflik diantaranya ada tiga. Pertama, konflik persepsi yakni konflik yang
berasal dari perbedaan kebutuhan, kepentingan, keinginan dari anggota keluarga atau
beberapa anggota keluarga. Kedua, konflik perasaan yakni konflik yang muncul sebagai
reaksi emosional terhadap situasi atau interaksi yang memperlihatkan adanya
ketidaksesuaian atau ketidakcocokan. Ketiga, konflik sebagai tindakan adalah ekspresi
perasaan dan pengartikulasian konflik kedalam tindakan untuk memperoleh sesuatu
kebutuhan atau kepentingan.
Apabila ketiga konflik tersebut dapat dikelola oleh keluarga menjadi lebih terarah
dengan baik, maka konflik tersebut dapat dijadikan sebagai kekuatan positif yang
bermanfaat untuk membangun kapasitas individu-individu yang ada didalamnya42. Namun
sebaliknya bila tidak dikelola dapat menjadi berbahaya dan bukan suatu yang tidak
mungkin akan terjadi perpecahan, ataupun tindak kekerasan yang tentunya merugikan
pihak-pihak terkait yang ada didalamnya. Bahkan Geertz43 mencontohkan bahwa banyak
keluarga petani Jawa ketika menghadapi konflik atau menghindari konflik mereka
melakukan involusi, yang mana tanah satu petak milik keluarga petani harus dipotong lebih
kecil-kecil lagi untuk dibagikan kepada anak-anaknya yang banyak. Kegiatan involusi yang
bertujuan mengakomodasi setiap kepentingan anggota keluarga inilah, yang
41
Killman dan Thomas dalam Sumenge. (2013). Manajemen Konflik: Pekerjaan dan Keluarga. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. hal 5. 42Ibid., hal 8. 43 Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. hal 12.
mengakibatkan adanya kemiskinan yang terbagi.
untuk menanggulangi kegiatan involusi ini
berkepanjangan, mereka lebih mencoba menerima pembagian tersebut dan
sawah yang lebih kecil tersebut
Oleh karena itulah, untuk menghidari perpecahan yang
maka House44 mengatakan ada beberapa dukungan yang dapat dikelola keluarga untuk
mengarahkan konflik agar lebih bernilai positif. Pertama dukungan emosional (
support), ialah dukungan berupa empati, cinta, dan kepercayaan. Sampai pada akhirnya
anggota keluarga yang mengalami konflik tersebut dapat mencair dan merasakan bahwa
orang disekitarnya ikut memberikan kasih sayang kepada dirinya. Kedua, dukungan
instrumental (instrumental support
uang untuk membantu anggota keluarga yang menghadapi permasalahan atau konflik
dengan mengambil alih tanggung
(appraisal support), ialah dukungan yang membantu anggota keluarga mendapatkan
informasi terkait evaluasi dirinya, baik dalam bekerja, dalam berpenampilan maupun dalam
berperilaku sehari-hari, sehingga
menjadikan konflik lebih mencair dan menghasilkan
diri.
D.3. Bisnis Keluarga
(Gambar : Skema 2)
Seperti halnya arah yang selalu memiliki titik binner, ternyata studi bisnis keluarga
di Indonesia juga memiliki titik tersebut.
mana masing-masing dari mereka, memiliki kekuatan data secara seimbang. Dua kubu ini
adalah kubu optimis dan kubu pesimis. Kubu optimis adalah kubu yang cenderung
44
House dalam Hasibuan, Malayu S. P. (1990). Penerbit CV Haji Masagung. hal 132. 45
Caporaso, James A. and David P. Levine.
Kubu Pesimis
mengakibatkan adanya kemiskinan yang terbagi. Oleh karena itu, keluarga petani
menanggulangi kegiatan involusi ini, sebab daripada mendapatkan konflik yang
berkepanjangan, mereka lebih mencoba menerima pembagian tersebut dan
h kecil tersebut dengan bekerja lebih giat lagi.
Oleh karena itulah, untuk menghidari perpecahan yang diakibatkan oleh
mengatakan ada beberapa dukungan yang dapat dikelola keluarga untuk
agar lebih bernilai positif. Pertama dukungan emosional (
), ialah dukungan berupa empati, cinta, dan kepercayaan. Sampai pada akhirnya
anggota keluarga yang mengalami konflik tersebut dapat mencair dan merasakan bahwa
kut memberikan kasih sayang kepada dirinya. Kedua, dukungan
instrumental support), ialah dukungan yang berupa penyediaan tenaga atau
uang untuk membantu anggota keluarga yang menghadapi permasalahan atau konflik
dengan mengambil alih tanggung-jawab yang ia persoalkan. Ketiga, dukungan penilaian
), ialah dukungan yang membantu anggota keluarga mendapatkan
informasi terkait evaluasi dirinya, baik dalam bekerja, dalam berpenampilan maupun dalam
hari, sehingga dukungan ini dapat mencegah terjadinya konflik ataupun
menjadikan konflik lebih mencair dan menghasilkan pengalaman dalam pengevaluasian
(Gambar : Skema 2)45
Seperti halnya arah yang selalu memiliki titik binner, ternyata studi bisnis keluarga
di Indonesia juga memiliki titik tersebut. Titik binner ini terlihat dari dua kubu besar, yang
masing dari mereka, memiliki kekuatan data secara seimbang. Dua kubu ini
adalah kubu optimis dan kubu pesimis. Kubu optimis adalah kubu yang cenderung
House dalam Hasibuan, Malayu S. P. (1990). Manajemen Sumberdaya Manusia: Dasar dan Kunci Keberhasilan
Caporaso, James A. and David P. Levine. (2008). Teori-Teori Ekonomi Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bisnis Keluarga
Kubu Optimis
10
keluarga petani sulit
, sebab daripada mendapatkan konflik yang
berkepanjangan, mereka lebih mencoba menerima pembagian tersebut dan mengusahakan
diakibatkan oleh konflik,
mengatakan ada beberapa dukungan yang dapat dikelola keluarga untuk
agar lebih bernilai positif. Pertama dukungan emosional (emotional
), ialah dukungan berupa empati, cinta, dan kepercayaan. Sampai pada akhirnya
anggota keluarga yang mengalami konflik tersebut dapat mencair dan merasakan bahwa
kut memberikan kasih sayang kepada dirinya. Kedua, dukungan
), ialah dukungan yang berupa penyediaan tenaga atau
uang untuk membantu anggota keluarga yang menghadapi permasalahan atau konflik
jawab yang ia persoalkan. Ketiga, dukungan penilaian
), ialah dukungan yang membantu anggota keluarga mendapatkan
informasi terkait evaluasi dirinya, baik dalam bekerja, dalam berpenampilan maupun dalam
dukungan ini dapat mencegah terjadinya konflik ataupun
dalam pengevaluasian
Seperti halnya arah yang selalu memiliki titik binner, ternyata studi bisnis keluarga
Titik binner ini terlihat dari dua kubu besar, yang
masing dari mereka, memiliki kekuatan data secara seimbang. Dua kubu ini
adalah kubu optimis dan kubu pesimis. Kubu optimis adalah kubu yang cenderung
Manajemen Sumberdaya Manusia: Dasar dan Kunci Keberhasilan. Jakarta:
Pustaka Pelajar. hal. 114.
11
berstatement positif, hal ini dapat dilihat dari cara mereka mengelaborasi statementnya
yang disertai dengan data kesuksesan dari bisnis keluarga yang mereka miliki. Sementara
kubu pesimis, buku-bukunya lebih banyak hadir ditahun-tahun ketika pasca kebijakan
benteng, juga ketika krisis moneter dan pasca lengsernya Soeharto, karena kubu ini lebih
melihat bukti sejarah dari bisnis keluarga pada saat itu46.
Bahkan lebih jauh dari itu, kebinneran ini sering diperdebatkan oleh dua tokoh
besar yakni Francois Railon dan Heru Nugroho. Francois Railon (2005) misalnya, ia
mencoba memetakan beberapa tokoh besar yang berada di posisi pesimis atas
keberlangsungan bisnis keluarga. Posisi pesimis yang ia gambarkan tersebut, diantaranya
diduduki oleh Yoshihara Kunio, Richard Robison, dan James Clad47.
Pertama-tama Yoshihara Kunio, ia memanggil bisnis keluarga di Indonesia sebagai
”elit ekonomi pencari rente”, dengan cara membuktikan bahwa usahawan yang dibangun
oleh lapisan atas seperti negara ataupun modal asing (komprador) justru bukan membuat
mereka semakin mandiri, namun membuat mereka semakin menjadi parasit ditengah
ketergantungan yang ada48.
Hampir sama dengan Yoshihara Kunio, Richard Robison menjuluki bisnis keluarga
sebagai pelaku ”kabir” (kapitalis birokrat), julukan ini hadir karena adanya kecenderungan
untuk menggantungkan diri kepada kekuasaan negara. Robison pun mencoba
menggambarkan kabir ini dengan cara melihat kebiasaan para borjuasi birokrasi yang terus
mengumpulkan uang, dengan tanpa menghadapi resiko yang rill seperti yang dilakukan
oleh para usahawan pada umumnya49.
Sementara itu, James Clad (1989) lebih menyesalkan pelaku bisnis keluarga pribumi
karena mereka cenderung menjadi ”rekan boneka” dari para pelaku bisnis Tionghoa.
Padahal rezim negara, telah beberapa kali memberikan hak istimewa atas berbagai lisensi
yang tidak dimiliki oleh orang lain diluar pribumi termasuk Tionghoa. Maka dari itulah,
hasil keuntungan yang didapat pribumi, bukan berasal dari usahanya secara mandiri,
namun keuntungan tersebut berasal dari selisih jual-beli berbagai barang lisensi yang
46
Ibid., hal 115. 47
Raillon, Francois. (2001). Dapatkah Orang Jawa Menjalankan Bisnis?; Bangkitnya Kapitalis Pribumi di Indonesia dalam Antlov, Hans dan Sven Cederroth. 2001. Kepemimpinan Jawa: Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 223. 48
Ibid., hal. 225. 49
Ibid.
12
sebenarnya ditujukan negara kepada pribumi, yang kemudian dijual-belikan kepada
Tionghoa50.
Berbagai penjelasan-penjelasan pesimis yang ada diatas, sangat berbanding terbalik
dengan Heru Nugroho yang justru memiliki argumen optimis atas beberapa data yang
dimilikinya. Sebagai salah satu contohnya ia memaparkan konsep self governing
community yang terjadi didalam bisnis keluarga, sebagai hasil dari akumulasi fungsi
keluarga, yang juga membentuk modal sosial yang berkembang secara dinamis51.
Selain itu, Heru Nugroho juga memposisikan kubunya sama seperti Bergen dan
Nerhaus yang juga meneliti komunitas bisnis berbasis keluarga sebagai institusi mediasi
yang cukup efektif dalam memposisikan dirinya sebagai perantara integral antara lembaga
makro diluar sana dengan lembaga mikro seperti individu. Sehingga dengan adanya
komunitas bisnis berbasis keluarga ini dapat membuat para individu memiliki bargaining
position ditengah melebarnya perusahaan raksasa dan menjamurnya para pengusaha52.
Maka dengan kata lain, komunitas bisnis ini dapat dijadikan sebagai alat untuk
menunggangi bisnis Indonesia ditengah kancah persaingan dunia. Sehingga dapat dikatakan
bahwa bila fungsi keluarga yang membentuk self governing community itu menjadi lebih
baik, maka kondisi bisnis keluarga di Indonesia pun juga akan semakin baik53.
D.4. Skema Dasar Keluarga
(Gambar : Skema 3)
50
Ibid., hal. 226. 51
Nugroho, Heru. (2000). Menumbuhkan Ide-ide Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal. 142. 52
Ibid., hal. 143. 53
Ibid.
Keluarga Pedesaan Keluarga Perkotaan
Keluarga
Nuclear Family
(keluarga inti) Extended Family
(keluarga besar)
13
Melalui skema diatas, dapat kita lihat bahwa pengertian keluarga secara mendasar
dibagi menjadi dua, yakni nuclear family (keluarga inti) dan extended family (keluarga
besar). Nuclear family (keluarga inti) yaitu keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak
yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi, ataupun keduanya. Sementara extended
family (keluarga besar) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lainnya yang masih
mempunyai hubungan darah, seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan sebagainya54.
Namun seiring berjalannya waktu, pemahaman keluarga menjadi berkembang.
Perkembangan ini terlihat dari hadirnya turunan baru yang mengacu pada pola kota dan
desa. Kecenderungan yang berbeda antara keluarga yang ada dikota dengan keluarga yang
ada didesa ini, telah diungkapkan oleh Soerjono Soekanto (2006) sebagai salah satu alat
untuk memudahkan penggolongan keluarga ditengah kerumitan interaksi sosial yang ada,
yakni dengan cara meninjau penggolongan tersebut melalui tempat tinggal mereka55.
Sehingga, penggolongan ini menurutnya dibagi menjadi dua, yakni keluarga
pedesaan yang digambarkan sebagai kelompok primer, serta keluarga perkotaan yang
digambarkan sebagai kelompok sekunder. Adapun yang dimaksudkan dengan kelompok
primer adalah kelompok keluarga yang memiliki ciri-ciri dasar saling mengenal antara
anggota satu dengan anggota lainnya, serta mengutamakan kerjasama yang erat dan
bersifat pribadi sebagai hasil dari adanya peleburan individu-individu, dalam suatu
kelompok56.
Sementara kelompok sekunder adalah kelompok keluarga yang ditandai dengan
ciri-ciri saling mengenal, akan tetapi cenderung tidak akrab karena hubungan yang terjadi
hanya berdasarkan kepentingan rasional. Maka dari itu, tidak dapat dipungkiri walaupun
kelompok keluarga tersebut saling bertetangga, dapat terjadi saling ketidak-akraban baik
secara aksi maupun secara komunikasi. Hal ini terjadi karena tingginya intensitas bekerja,
sekolah, serta kegiatan primer lainnya57.
Pada pembagian konsep seperti itu, sepertinya Todaro masih sejalan dengan
Soerjono Soekanto. Hanya saja Todaro membagi lagi konsep keluarga perkotaan yang
awalnya dianggap tunggal oleh Soerjono Soekanto, menjadi suatu kelompok yang
bercabang. Cabangan tersebut, membuat kelompok perkotaan dibagi dalam dua kelompok
54
Ibid. 55
Soekanto, Soerjono. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. hal. 92. 56
Ibid. 57
Ibid., hal. 93.
14
lagi. Kelompok pertama adalah kelompok keluarga yang pindah dari desa ke kota karena
pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya. Sementara kelompok kedua adalah kelompok
keluarga yang memang tinggal dikota tersebut sejak awal perkembangan58.
Melalui dua kelompok tersebut jugalah, Todaro (1992) mengidentifkiasi beberapa
perbedaan kecenderungan dalam cara mereka membangun interaksi sosial, seperti
dibawah ini59:
Alat Interaksi Sosial
Kelompok Migrasi Kota Kelompok Asli Kota
- Membentuk komunitas keluarga, paguyuban , - Membentuk komunitas gaya hidup.
atau membuat ikatan asrama tempat asal. -Pola pembagian kerja sudah
- Arisan berbasis tempat asal. terspesialisasi.
- Pola pembagian kerja, semi spesialisasi. - Arisan berbasis teman kantor, ataupun
-Pulang kampung bersama. teman sekolah.
(Gambar : Skema 4)60
Maka, melalui skema tersebut kita dapat melihat bahwa kelompok migrasi kota
merupakan kelompok migrasi rantai. Kelompok migrasi rantai adalah kelompok yang
sama-sama memiliki sebuah kecenderungan untuk mencari tempat dimana mereka dapat
memiliki teman atau kerabat yang satu daerah, yang nantinya akan menjadi sumber untuk
memfasilitasi penyesuaian dan mungkin juga membantu mengkompensasikan atas tiadanya
kebutuhan sumber daya, seperti uang tunai ataupun kebutuhan lainnya61.
Selain itu juga, melalui skema diatas kita dapat melihat bagaimana kelompok asli
kota memiliki management yang sudah tersusun dan terspesialisasi seiring berkembangnya
tempat tinggal mereka. Adapun menurut Todaro (1992), ketersusunan tersebut hadir
58
Todaro, Michael P. (1992). Kajian Ekonomi Migrasi Internal di Negara Berkembang. Yogyakarta: Pusat Penelitian
Kependudukan, Universitas Gadjah Mada. hal. 1. 59
Ibid., hal. 2. 60
Ibid. 61
Ibid.
sebagai hasil adaptasi mereka terhadap arus globalisasi dan modernisasi yang kini tengah
terjadi62.
D.5. Fungsi Keluarga - Modal Sosial
Tidak kalah menarik dengan keluarga yang dikelompokkan berdasarkan tempat
tinggal seperti diatas, kita juga dapat melihat potensi dari fungsi keluarga itu sendiri ketika
membentuk modal sosial dalam menjalankan suatu bisnis keluarga. Berikut ini
menggambarkan akumulasi fungsi keluarga y
(Gambar : Skema 5)
Melalui skema tersebut kita bisa melihat bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi
utama diantaranya adalah fungsi proteksi (
(socialization function), fungsi reproduksi (
(economic function) dan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (
function). Pertama fungsi proteksi (
dengan perlindungan, sehingga fungsi ini berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Kedua, fungsi sosialisasi (
melatih anak dan mengembangkan kemampuannya untuk berhubungan denga
diluar rumah64.
62
Ibid. 63
Marilyn M. Friedmen (1998), dalam Efendi, Ferry dan Makhfudli.
Penerbit Salemba Medika. hal. 184. 64
Ibid.
Menghasilkan Modal Sosial
fungsi sosialisasi (sosialization
function)
fungsi
ekonomi
(economic
function)
sebagai hasil adaptasi mereka terhadap arus globalisasi dan modernisasi yang kini tengah
Modal Sosial
Tidak kalah menarik dengan keluarga yang dikelompokkan berdasarkan tempat
tinggal seperti diatas, kita juga dapat melihat potensi dari fungsi keluarga itu sendiri ketika
membentuk modal sosial dalam menjalankan suatu bisnis keluarga. Berikut ini
menggambarkan akumulasi fungsi keluarga yang menghasilkan modal sosial
(Gambar : Skema 5)63
Melalui skema tersebut kita bisa melihat bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi
utama diantaranya adalah fungsi proteksi (protection function),
), fungsi reproduksi (reproductive function), fungsi ekonomi
) dan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (
). Pertama fungsi proteksi (protection function) adalah fungsi yang berhubungan
dengan perlindungan, sehingga fungsi ini berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Kedua, fungsi sosialisasi (socialization function), fungsi ini sebagai tempat untuk
melatih anak dan mengembangkan kemampuannya untuk berhubungan denga
Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas
Menghasilkan Modal Sosial
fungsi reproduksi
(reproductive function)
Fungsi Proteksi (protection function)
fungsi
perawata
n atau
pemeliha
raan
kesehata
15
sebagai hasil adaptasi mereka terhadap arus globalisasi dan modernisasi yang kini tengah
Tidak kalah menarik dengan keluarga yang dikelompokkan berdasarkan tempat
tinggal seperti diatas, kita juga dapat melihat potensi dari fungsi keluarga itu sendiri ketika
membentuk modal sosial dalam menjalankan suatu bisnis keluarga. Berikut ini skema yang
ang menghasilkan modal sosial
Melalui skema tersebut kita bisa melihat bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi
), fungsi sosialisasi
), fungsi ekonomi
) dan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (health care
yang berhubungan
dengan perlindungan, sehingga fungsi ini berguna untuk pemenuhan kebutuhan
), fungsi ini sebagai tempat untuk
melatih anak dan mengembangkan kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain
n Komunitas. Jakarta:
16
Sementara fungsi ketiga adalah fungsi reproduksi (reproductive function), yang
mana keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumberdaya
manusia. Keempat, fungsi ekonomi (economic function), dimana keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi serta sebagai tempat mengembangkan kemampuan
individu untuk meningkatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti
makan, pakaian, dan rumah. Namun fungsi ini sukar dipenuhi oleh keluarga dibawah garis
kemiskinan. Fungsi terakhir adalah fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (health
care function), fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap
memiliki produktivitas yang mencukupi untuk kegiatan sehari-hari65.
Seiring berjalannya waktu, fungsi tersebut akan mengasilkan modal sosial. Modal
sosial yang berlimpah didalam keluarga, atau modal sosial yang kering didalam keluarga,
tergantung pada bagaimana fungsi keluarga tersebut berjalan. Namun lebih dari itu, konsep
keluarga dan konsep modal sosial ini, erat kaitanya dengan Bourdieu (1992), yang
mendefinisikan modal sosial sebagai suatu sumberdaya yang berbentuk aktual ataupun
maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan
tahan lama berupa hubungan timbal balik seperti pengakuan dan kekerabatan yang sedikit
banyak sudah terinstitusionalisasikan dalam keluarga66.
Namun, agar modal sosial lebih mudah dimengerti, Bourdieu mencontohkannya
pada pertukaran hadiah. Pertukaran hadiah menurutnya adalah upaya untuk
memersonalisasikan hadiah, dan mengubah nilai yang sepenuhnya bersifat moneter,
menjadi sesuatu yang berbeda, karena pertukaran hadiah pada dasarnya dapat dijadikan
sebagai alat untuk menginvestasikan kesolidan, yang mana labanya akan muncul dalam
jangka pendek maupun jangka panjang, baik bentuk uang ataupun bentuk lainnya yang
lebih abstrak67. Namun dari pada itu, ia pun memaparkan bahwa dalam pemupukan modal
sosial, seringkali terjadi ekslusifitas. Padahal modal sosial yang ada seharusnya ditujukan
untuk menyatukan beragam orang dari berbagai ranah sosial. Sehingga ia pun mengambil
statement bahwa hubungan-hubungan yang terbuka dan bervariasi lebih baik dari pada
hubungan ekslusifitas, karena hubungan yang terbuka dan bervariasi dapat
menghubungkan aset internal dengan aset eksternal yang ada didalam keluarga68.
E. Definisi Konseptual
65
Ibid. 66
Bourdieu (1992), dalam Field, John, Op.Cit., hal. 21. 67
Ibid., hal. 23. 68
Ibid., hal. 51.
17
E.1. Konsep Survivalitas (Beradaptasi dan Bertahan)
Kehidupan manusia termasuk dalam berkeluarga selalu mengahadapi perubahan
sosial. Pada perubahan-perubahan tersebut terjadi hukum seleksi yang mana yang lebih
unggul maka dialah yang lebih mampu menyesuaikan diri dalam kompetisi, sementara yang
kalah lama-lama akan tersingkirkan sebab yang lebih unggul akan menguasai wilayah
mereka serta menjadi bibit pokok dalam perkembangan diwilayah tersebut.
Maka pada perebutan sumberdaya ini kemampuan beradaptasi dan bertahan hidup
benar-benar diuji sedemikian rupa, sehingga kompetisi ini akan bersifat menguntungkan
bagi yang unggul dan bersifat keras bagi yang lemah. Maka dari itulah banyak dari mereka
yang mencoba berbagai strategi untuk berjuang agar dapat bertahan dalam kompetisi-
kompetisi tersebut.
E.2. Pengelolaan Konflik
Konflik yang hadir didalam keluarga dapat dikelola menjadi lebih terarah dengan
menjadikan konflik tersebut sebagai kekuatan positif yang bermanfaat untuk membangun
kapasitas individu-individu yang ada didalamnya69. Akan tetapi sebaliknya, apabila konflik
tidak dikelola dan diarahkan kepada hal yang positif bukan suatu yang tidak mungkin akan
terjadi perpecahan, ataupun tindak kekerasan yang tentunya merugikan pihak-pihak yang
ada didalamnya.
Maka dari itulah adanya pilihan-pilihan yang diambil untuk menghadapi konflik
akan tergantung pada keluarga itu sendiri. Namun keluarga dapat berusaha memberikan
dukungan baik dukungan emosional berupa empati, cinta, dan kepercayaan, maupun
dukungan instrumental (instrumental support) berupa penyediaan tenaga atau uang untuk
membantu dengan mengambil alih tanggung-jawab yang ia persoalkan, dan dukungan
penilaian (appraisal support) agar anggota keluarga mendapatkan informasi terkait
evaluasi dirinya, baik dalam bekerja, dalam berpenampilan maupun dalam berperilaku
sehari-hari.
E. 3. Bisnis Keluarga
Bisnis keluarga ialah sebuah kegiatan yang tidak hanya menghasilkan profit yang
berbentuk moneter, akan tetapi juga menghasilkan profit yang berbentuk abstrak bagi para
pelakunya. Profit moneter dan profit abstrak tersebut, dapat hadir karena adanya
69
Ibid., hal 8.
18
akumulasi sosial antara fungsi keluarga yang secara kontinyu memproduksi modal sosial,
dengan posisi keluarga yang secara kontinyu terlekat dalam nilai-nilai kultural dan
struktural yang ada. Bahkan, berbagai aktivitas yang dilakukan para anggota keluarga pun
menjadi semakin menarik karena tidak dapat dipisahkan dari proses daily politics yang ada.
Lebih jauh dari itu, sebenarnya studi bisnis keluarga di Indonesia ini memiliki dua
kubu besar, yakni kubu optimis dan kubu pesimis. Kubu optimis adalah kubu yang
cenderung berstatement positif, hal ini dapat dilihat dari cara mereka mengelaborasi
statementnya yang disertai dengan data kesuksesan dari bisnis keluarga yang mereka
miliki. Sementara kubu pesimis, buku-bukunya lebih banyak hadir ditahun-tahun ketika
pasca kebijakan benteng, krisis moneter, dan juga pasca lengsernya Soeharto, karena kubu
ini lebih melihat bukti sejarah dari bisnis keluarga pada saat itu. Akan tetapi, penelitian ini
tidak akan mengekslusifkan dirinya secara sepihak untuk memilih diantara kedua kubu
tersebut. Sehingga penelitian ini akan lebih didorong untuk terbuka terhadap segala
kemungkinan, termasuk membuat pola baru atau bahkan pola tambahan diluar kedua kubu
tersebut.
E.4. Skema Dasar Keluarga
Keluarga dapat diartikan sebagai keluarga besar dan inti. Keluarga besar terdiri dari
ayah, ibu, anak baik keturunan atau adopsi atau bahkan keduanya, nenek, kakek, paman,
bibi, dan sebagainya, pola keluarga besar ini sering disebut dengan extended family.
Sementara keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak baik
keturunan atau adopsi atau bahkan keduanya, pola keluarga inti ini sering disebut sebagai
nuclear family.
Pada kesempatan ini, penelitian juga akan didorong untuk memahami skema dasar
keluarga dengan lebih spsesifik lagi, yakni dengan memahami pola kewilayahan atau
tempat tinggal yang didiami oleh para keluarga. Sehingga pola dan perilaku yang berbeda
antara keluarga yang ada didesa dan keluarga yang berada dikota, dapat diidentifikasi
secara optimal dalam memahami bisnis keluarga yang ada dilapangan.
Lebih jauh dari itu, peneliti juga menambahkan satu sub variatif dari keluarga
perkotaan, yakni keluarga migrasi dan keluarga asli kota. Keluarga migrasi ialah keluarga
yang awalnya berdomisili di desa kemudian pindah kekota, sementara keluarga asli kota
adalah keluarga yang memang lahir dan besarnya dikota.
19
E.5. Fungsi Keluarga – Modal Sosial
Keluarga memiliki beberapa fungsi dasar diantaranya adalah fungsi proteksi
(protection function), fungsi sosialisasi (socialization function), fungsi reproduksi
(reproductive function), fungsi ekonomi (economic function) dan fungsi perawatan atau
pemeliharaan kesehatan (health care function). Kelima fungsi ini secara kontinyu dapat
menghasilkan modal sosial yang melimpah maupun terbatas. Keterbatasan dan
melimpahnya modal sosial yang ada tergantung pada fungsi keluarga itu sendiri, apakah
fungsi keluarga itu berjalan dengan optimal ataukah berjalan dengan stagnat.
Namun lebih jauh dari itu, modal sosial yang bercirikan adanya kepercayaan, norma
dan jaringan sosial, secara langsung juga akan mempengaruhi keberlangsungan dari bisnis
keluarga. Sebagai contoh, bila kepercayaan tidak ada, norma dan jaringan sosial juga akan
meredup, begitupun sebaliknya bila norma tidak ada, maka kepercayaan dan jaringan sosial
akan berjalan secara tidak beraturan. Sehingga, kapasitas keluarga dalam mengelola fungsi
keluarga menjadi penentu apakah modal sosial itu dapat berjalan optimal bagi
keberlangsungan bisnis keluarga ataukah tidak.
F. Definisi Operasional
F.1. Konsep Survivalitas (Beradaptasi dan Bertahan)
a) Adanya proses seleksi, yang dapat beradaptasi dan bertahan maka ia yang lebih
unggul.
b) Mereka yang kalah adalah yang tidak dapat beradaptasi dan bertahan sehingga
dalam waktu tertentu akan tergeser atau terusir dari wilayah kompetisi.
F.2. Pengelolaan Konflik
a) Adanya perbedaan dalam persepsi, emosional, ataupun tindakan.
b) Adanya pengarahan konflik kedalam suatu tindakan yang lebih terarah seperti
musyawarah.
c) Adanya pengarahan konflik kedalam suatu tindakan yang lebih berdiam diri.
d) Adanya dukungan-dukungan keluarga seperti dukungan tenaga, pemberian kasih
sayang, pemberian penilaian atau pengertian.
F.3. Bisnis Keluarga
20
a) Bisnis keluarga muncul atas dampak kebutuhan moneter, walaupun memang
hasilnya tidak selalu berbentuk moneter tetapi juga berbentuk abstrak seperti
modal sosial yang berupa kepercayaan, norma dan jaringan sosial yang terjadi pada
internal keluarga maupun eksternal keluarga.
b) Bisnis keluarga yang dimaksudkan disini adalah bisnis keluarga disektor penjualan
bunga.
c) Bisnis keluarga pengelolanya adalah anggota keluarga.
F.4. Skema Dasar Keluarga
a) Keluarga besar terdiri dari ayah, ibu, anak keturunan atau adopsi atau bahkan
keduanya, kakek, nenek, bibi, paman dan sebagainya.
b) Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, anak keturunan atau adopsi atau bahkan
keduanya.
c) Keluarga perkotaan adalah keluarga yang tinggal didaerah yang teknologinya sudah
berkembang, pembangunannya sudah hampir merata, dan tingkat kehidupannya
berada pada level lepas landas.
d) Keluarga pedesaan adalah keluarga yang tinggal didaerah yang teknologinya masih
belum maju, pembangunannya masih jarang dan belum merata, serta tingkat
kehidupannya masih berada pada level tradisional.
e) Keluarga migrasi kota adalah keluarga yang berasal dari desa, kemudian pindah
kekota.
f) Keluarga asli kota adalah keluarga yang memang lahir dan tinggal dikota.
F.5. Fungsi Keluarga-Modal Sosial
a) fungsi proteksi (protection function)
Adanya proses saling melindungi antara anggota keluarga satu dengan
anggota keluarga lainnya.
b) fungsi sosialisasi (socialization function)
21
Adanya proses sosialisasi yang berupa pengenalan untuk memahami
suatu hal yang berhubungan dengan interaksi sosial yang ada
dimasyarakat.
c) fungsi reproduksi (reproductive function)
Adanya proses penambahan keturunan, agar dapat melanjutkan bisnis
keluarga, dan kegiatan lainnya.
d) fungsi ekonomi (economic function)
Adanya pemenuhan sandang, pangan, dan papan.
e) fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (health care function)
Adanya perawatan dan pemeliharan kesehatan, agar anggota keluarga
dapat tetap survive dalam melakukan kegiatan sehari-harinya.
Perawatan dan pemeliharaan ini dapat berupa pemenuhan gizi keluarga,
terdaftar dalam asurasi kesehatan, ataupun terlibat dalam penegakan
kebersihan keluarga.
f) Adanya modal sosial, berupa:
Kepercayaan yakni keadaan saling memahami dan meyakini antara satu
keluarga dengan keluarga lainnya.
Norma yakni seperangkat aturan yang mengikat segala tata perilaku
dalam kehidupan sosial.
Jaringan sosial yakni koneksi antara satu anggota keluarga dengan
anggota keluarga lainnya, atau bahkan dengan orang-orang yang berada
diluar mereka.
G. Metode Penelitian
G.1. Jenis Penelitian
22
Penelitian terkait tiga bisnis keluarga ini akan menggunakan metode kualitatif
dengan jenis studi kasus. Adapun pemilihan studi kasus dalam penelitian ini, lebih
disebabkan oleh usaha peneliti untuk memahami fenomena kontemporer yang terjadi
secara lebih konstektual dan akurat sesuai dengan ruang dan waktu penelitian70. Adapun
fenomena kontemporer yang dimaksudkan adalah fenomena tiga bisnis keluarga yang
berupa bisnis penjualan bunga yang berada di Jalan Ahmad Jazuli Yogyakarta.
Selain itu, melalui studi kasus yang pada dasarnya memang memiliki fungsi dapat
memfasilitasi sebuah eksplorasi fenomena baik itu individu, organisasi, hubungan, proses
maupun program71, maka dapat dipastikan penelitian ini juga tidak hanya dieksplorasi
melalui satu lensa melainkan berbagai lensa yang memungkinkan beberapa aspek dari
fenomena yang ada akan terungkap serta mudah dipahami ketika rekonstruksi dan
dekonstruksi72. Terutama pada peristiwa-peristiwa kehidupan nyata seperti perubahan
lingkungan sosial, proses organisasional dan managerial industri, hubungan-hubungan
keluarga, hubungan-hubungan internasional dan juga fenomena lainnya.
Lebih jauh lagi, penelitian ini juga akan menggunakan desain multikasus. Desain
multikasus adalah desain yang pada umumnya memang digunakan pada penelitian yang
sama namun berisi lebih dari sebuah kasus tunggal. Selain itu, desain multikasus juga
memandang multikasus sebagai multieksperimen yang menggunakan logika penelitian
yang juga memperlakukan teori sebagai alat bantu dalam mengarahkan73. Maka dari itulah,
melalui penggunaan desain multikasus ini diharapkan dapat membantu mengungkapkan
makna-makna dari kasus maupun fenomena yang terjadi pada tiga keluarga besar yang
memiliki bisnis penjualan bunga, di Jalan Ahmad Jazuli Yogyakarta.
Namun disisi lain, studi kasus sebagai suatu inkuiri empiris yang menyelidiki
fenomena dalam konteks kehidupan nyata ternyata juga memiliki kelemahan dan
kelebihannya tersendiri, terutama pada desain multikasus yang digunakan ini, juga
memiliki kelemahan dan keuntungan tersendiri. Desain multikasus memiliki keuntungan
yaitu dipandang lebih kuat dan lebih menstimulasi dalam proses penelitian. Hanya saja,
dalam penyelenggaraan studi multikasus ini dapat menuntut banyak sumber dan waktu
yang ektra bagi peneliti, bahkan peneliti dapat menjadi tidak terfokus bila tidak dibantu
dengan teori yang ada dalam penelitian ini, yang juga dapat dijadikan sebagai alat untuk
70
Santana, Septiawan. (2007). Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 105. 71
Ibid., hal. 107. 72
Ibid. 73
Ibid.
23
mengarahkan dan meminimalisir variasi bias yang dapat menyesatkan peneliti dari
banyaknya kebenaran faktual74.
Salah satu kelebihan dari studi kasus lainnya, ialah bisa menjelaskan suatu
fenomena secara unik dan komprehensif75. Akan tetapi juga memiliki keterbatasan secara
metodologis, karena seperti yang kita ketahui, pada dasarnya kasus memang memiliki
batas, lingkup kajian dan pola pikir tersendiri dalam mengungkapkan realitas sosial
tersebut76. Atas dasar hal inilah studi kasus banyak diperdebatkan mengenai aspek validitas
(kemampuan kasus merepresentasikan kasus lainnya), reliabilitas (kemampuan untuk
direplikasi dalam kasus lain dalam kesempatan yang lain), serta generalisasi hasil temuan,
sebagai sebuah teori yang diterima secara umum. Maka dari itulah, peneliti menyadari
bahwa temuan dalam penelitian ini memiliki kemungkinan tidak bisa digeneralisasikan
atau direplikasi pada kasus yang lain dalam setting waktu dan tempat yang berbeda77.
Sehingga dalam penelitian ini, kebenaran dalam studi kasus menjadi suatu hal yang
relatif, karena pada dasarnya pendekatan ini juga mengakui pentingnya manusia yang
memiliki telaah subjektif dalam penciptaan makna tetapi studi kasus juga tidak menolak
beberapa pengertian tentang objektivitas78. Walaupun demikian, namun tetap saja peneliti
tidak menjadi aktor tunggal ketika menginterpretasikan data penelitian. Hal ini dilakukan
demi memperkuat validitas, karena pada dasarnya pendapat dari berbagai narasumber ahli
seperti dosen, kelompok diskusi, dan informan, menjadi suatu hal yang sangat diperlukan,
agar proses interpretasi menjadi lebih berimbang79.
G.2. Unit Analisa Data
Penelitian ini memfokuskan diri pada tiga bisnis keluarga yang bergerak disektor
penjualan bunga, yang berada di Jalan Ahmad Jazuli, Kota Baru, Yogyakarta80.
Adapun peta lokasinya seperti berikut ini81 :
74
Gerring, John. (2004). What Is a Case Study and What Is It Good for?. American Political Science, Review Vol. 98, No. 2 (May 2004), Boston University, Boston: American Political Science Association. hal. 342. 75
Nawawi, Hadari. (1995). Metode Penelitian Sosial; Cetakan 7. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal. 153. 76
Salim, Agus. (2001). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. hal. 100. 77
Ibid., hal. 101. 78
Yin, Robert K. (2006). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal. 136. 79
Mulyana, Deddy. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal. 201. 80
Lokasi spesifik, yakni sebelah selatan Gereja Kota Baru atau sebelah selatan kantor RRI (Radio Republik Indonesia) Yogyakarta.
24
(Sumber: Radio Republik Indonesia Yogyakarta. (2011). Peta Lokasi Radio Republik Indonesia Yogyakarta,
Jalan Ahmad Jazuli Yogyakarta. http://wikimapia.org/14865317/id/RRI. Peta lokasi ini diunduh pada
Rabu, 26 Juni 2013, pukul 18:02 WIB. Peta lokasi RRI tersebut, bersebelahan langsung dengan obyek
penelitian yakni bisnis keluarga yang bergerak disektor penjualan bunga.)
Melalui peta tersebut, dapat kita lihat bahwa terdapat jalan berwarna merah, dan
sebelah kiri dari gambar jalan berwarna merah tersebut merupakan lokasi penelitian yakni
lokasi tiga bisnis keluarga tepatnya bisnis penjualan bunga segar.
Berhubung tiga bisnis keluarga ini merupakan bisnis keluarga besar, maka
penetapan terhadap narasumber internal menjadi penting untuk dilakukan, terutama atas
dasar posisi strategisnya didalam keluarga besar82. Adapun narasumber internal ini terbilah
menjadi tiga klasifikasi, yaitu :
1). Anggota keluarga yang dituakan, merupakan salah satu narasumber yang sangat
diperlukan untuk mengetahui seluk-beluk bisnis keluarganya, mengetahui kesepakatan-
kesepakan yang terjadi didalam keluarga, serta data-data lainnya.
2). Anggota keluarga yang diberi amanah kios bunga, merupakan salah satu narasumber
yang diperlukan untuk mengetahui cara pengelolaan bisnis keluarga, untuk mengetahui
81
Radio Republik Indonesia Yogyakarta. (2011). Peta Lokasi Radio Republik Indonesia Yogyakarta, Jalan Ahmad Jazuli Yogyakarta. http://wikimapia.org/14865317/id/RRI. Peta lokasi ini diunduh pada Rabu, 26 Juni 2013, pukul 18:02 WIB. Peta lokasi RRI tersebut, bersebelahan langsung dengan obyek penelitian yakni bisnis keluarga yang bergerak disektor penjualan bunga. 82
Baxter, Pamela and Susan Jack. (2008). Qualitative Case Study Methodology: Study Design and Implementation for Novice Researchers. The Qualitative Report, Volume 13 Number 4 December 2008, Ontario, Canada: McMaster University, West Hamilton. hal. 544.
B
S U
T
25
interkasi dan kecenderungan perilaku antar anggota keluarga, serta megetahui data-data
lainnya.
3). Anggota keluarga yang tidak diberi amanah kios bunga (dalam artian memiliki
pekerjaan lain, atau usaha lain yang tidak sejenis, atau bahkan tidak atau belum memiliki
pekerjaan). Narasumber yang satu ini, dapat membantu peneliti untuk mengkomparasikan
data, serta mengetahui interaksi dan kecenderungan perilakunya.
Lebih jauh dari itu, peneliti juga akan membutuhkan narasumber eksternal yakni
narasumber yang berasal dari luar keluarga besar, namun mempunyai informasi yang juga
sama pentingnya. Sehingga, pemilihan narasumber eksternal ini sangat berguna untuk
mengkomparasikan data agar menjadi lebih komprehensif dan berimbang83. Adapun
narasumber eksternal atau diluar keluarga besar diklasifikasikan menjadi dua, yakni:
1). Pejabat lokal setempat (bapak/ibu RT, RW, Kepala Desa/Lurah), merupakan
narasumber yang diperlukan dalam mencari data terkait seberapa lama mereka sudah
menempati tempat tersebut, dan catatan-catatan sipil lainnya yang berkaitan dengan
penelitian ini.
2). Beberapa tetangga dari keluarga besar, merupakan narasumber yang diperlukan untuk
mengkomparasikan data.
Maka dari itulah, pemaparan obyek nyata dalam penelitian ini, yang kemudian
ditambah dengan peta lokasi serta klasifikasi narasumber internal dari keluarga dan
narasumber eksternal keluarga yang telah dibahas diatas, diharapkan dapat memudahkan
peneliti dalam mencari data dan menganalisa data, serta memudahkan pembaca untuk
memahami unit spsesifik dari penelitian ini84.
G.3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder.
Sumber data primer diperoleh melalui wawancara, dan observasi partisipan. Pertama
adalah wawancara. Sebelum melakukan wawancara, peneliti berusaha menyusun interview
guide (rancangan pertanyaan), ditujukan agar wawancara tetap terfokus. Wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model indepth interview (wawancara mendalam)
dengan teknik memberikan pertanyaan secara umum kepada informan dan kemudian
83
Ibid. 84
Santana, Septiawan, Op.Cit., hal. 107.
26
mengajukan beberapa pertanyaan lanjutan85. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan
alat rekaman untuk mempermudah melakukan analisis86.
Adapun untuk memperoleh data yang mendukung penelitian bisnis keluarga ini,
maka wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber yang berasal dari anggota
keluarga, pejabat lokal setempat (RT, RW, Kepala Desa/Lurah), dan beberapa tetangga
keluarga, yang telah lama berinteraksi dan berhubungan dengan keluarga yang memiliki
bisnis keluarga ini.
Kedua, observasi partisipan. Observasi partisipan dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengikuti berbagai kegiatan baik kegiatan dagang, ataupun kumpul keluarga
seperti arisan dan kegiatan lainnya. Selain itu, peneliti juga akan mengamati berbagai
interaksi antara anggota keluarga, mengamati metode penjualan, program dan peraturan
keluarga, proses sharing pengetahuan, serta musyawarah mufakat yang dilakukan oleh
keluarga.
Maka dari itu, observasi partisipan ini sebenarnya memiliki kelebihan tersendiri
diantaranya ialah peneliti dapat lebih mudah memahami konteks data dalam keseluruhan
interaksi sosial, dalam rangka mendapatkan pandangan yang menyeluruh tentang suatu
fenomena yang dilakukan oleh keluarga dalam mengelola bisnis keluarganya. Bahkan lebih
dari itu, observasi partisipan ini dapat mengungkap data-data yang tidak terungkap melalui
metode wawancara87.
Berlanjut kepada sumber data sekunder. Sumber data sekunder pada penelitian ini
diperoleh melalui teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi ini dilakukan peneliti guna
memperoleh informasi lain yang relevan terkait bisnis keluarga, hal ini dilakukan dengan
mencari, mengumpulkan, mengamati, dan mempelajari dokumen yang berupa buku-buku
yang terkait dengan substansi penelitian, dokumentasi media massa, dan jurnal ilmiah88.
Sebab pada dasarnya, data dokumentasi tersebut sangatlah berguna, karena data
dari dokumentasi ini dapat mempengaruhi interpretasi peneliti dalam memandang obyek
penelitian dan menjelaskan fenomena yang kala itu sedang terjadi89. Maka dari itulah,
85
Yin, Robert K, Op.Cit., hal. 140. 86
Ibid. 87
Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. hal. 115. 88
Yin, Robert K, Op.Cit., hal. 140. 89
Baxter, Pamela and Susan Jack, Loc.Cit., hal. 545.
27
teknik dokumentasi ini memiliki kelebihan tersendiri, salahsatunya ialah, memperoleh
wawasan yang luas ketika mengkaji suatu fenomena termasuk fenomena bisnis keluarga90.
G.4. Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan salah satu cara dalam mengurutkan dan
mengkategorisasikan data kedalam berbagai bentuk kategori sesuai dengan kebutuhan dari
masing-masing bab, dan dalam melakukan analisis data ini, peneliti akan memulainya
dengan mengumpulkan berbagai data yang didapatkan baik dari wawancara, observasi
partisipan maupun dari dokumen-dokumen91.
Adapun untuk hasil wawancara peneliti akan melakukan transkrip wawancara dari
rekaman wawancara yang didapatkan. Kemudian, hasil dari transkrip tersebut
dikumpulkan dengan berbagai data lainnya92. Sementara untuk data yang dihasilkan
melalui observasi partisipan dan dokumen-dokumen, peneliti akan membuat sebuah
akumulasi laporan baik isinya berbentuk teks, gambar, maupun kliping, dan kemudian
dikumpulkan dengan berbagai data lainnya93.
Langkah selanjutnya, peneliti akan menilai data-data tersebut dan
mengelompokannya berdasarkan kegunaan data untuk setiap bab atau bagian tertentu.
Setelah itu, peneliti akan melakukan interpretasi terhadap data yang sudah dikumpulkan,
dikomparasikan, dan diklasifikasikan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam
melakukan tahap selanjutnya yakni tahap pemberian kesimpulan. Adapun kesimpulan yang
dihasilkan nantinya, merupakan sinkronisasi antara teori dan data yang ditampilkan dalam
bentuk teks94.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan dari hasil penelitian ini, nantinya akan dibagi menjadi lima bab. Bab
pertama merupakan bagian yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, landasan teori, definisi konseptual, definisi operasional, metode penelitian
sampai pada sistematika penulisan. Runtutan ini bertujuan agar pembaca yang membaca
90
Ibid. 91
Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design; Choosing Among Five Approaches. London: University of Nebraska, Lincoln. hal. 74. 92
Ibid. 93
Ibid. 94
Ibid., hal. 75.
28
penelitian ini akan mudah menemukan urutan langkah-langkah dalam penelitian, sehingga
inti dari kajian ini akan mudah dipahami oleh pembaca.
Bab kedua, akan berisi sejarah bisnis dari tiga keluarga besar pedagang bunga yakni
keluarga besar Purwo, keluarga besar Kusumo dan keluarga besar Puspo, yang mana
nantinya akan membahas terkait asal-usul terbentuknya bisnis keluarga, serta mengungkap
faktor-faktor yang membuat ketiga keluarga ini memilih bisnis disektor penjualan bunga.
Kemudian, bab ini juga akan mengungkap generasi-generasi yang hadir dari sejak awal
berdiri, sejak masa perkembangan sampai dengan sekarang tahun 2014.
Bab ketiga, bab ini akan membahas terkait persaingan dan pengelolaan bisnis bunga,
oleh keluarga besar Purwo, keluarga besar Kusumo dan keluarga besar Puspo, yang mana
didalamnya membahas bagaimana cara mereka memasuki peluang bisnis, cara mereka
mempertahankan bisnis, cara mereka mengelola pekerja, dan cara mereka mengelola
penjualan.
Bab terakhir atau keempat merupakan bagian kesimpulan dari penelitian ini, dalam
bab ini akan dipaparkan jawaban dari pertanyaan penelitian yang isinya merupakan hasil
akumulasi data dan teori-teori yang ada. Selain itu, pada bab ini juga akan dipaparkan
terkait kontribusi penelitian bisnis keluarga terhadap khasanah ilmu politik secara umum.