bronkiolitis obliterans

Upload: khaira-ruhma-ii

Post on 31-Oct-2015

59 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    1/14

    1

    Tinjauan tentang Sindrom Bronkiolitis Obliterans dan Strategi

    Pengobatannya

    Don Hayes

    Abstrak:

    Transplantasi paru merupakan pilihan pengobatan yang penting bagi pasien

    dengan penyakit paru kronik luas. Lamanya kemampuan bertahan hidup pada

    resipien transplantasi paru telah meningkat, akan tetapi, keterbatasan bertahan

    hidup akibat Sindrom Bronkiolitis Obliterans (BOS) masih menjadi masalah yang

    belum dapat diselesaikan. Pada decade belakangan ini, kemampuan kemampuan

    hidup setelah transplantasi paru telah meningkatkan lamanya hidup bagi resipien

    transplantasi dengan BOS. Tulisan ini meninjau tentang BOS dengan strategi

    pengobatannya saat ini, termasukoutcome transplantasi paru saat ini.

    PENDAHULUAN

    Transplantasi paru merupakan pilihan pengobatan bagi pasien dengan

    penyakit paru yang kronik luas atau kegagalan pulmoner ireversibel. Walaupun

    kemajuan tehnik bedah berkembang luas, pemeliharaan paru, imunospuresan, dan

    penanganan iskemia/reperfusi serta infeksi, penolakan transplantasi allograftakut

    dan kronik menjadi masalah besar saat ini. Insidensi dan keparahan penolakan

    terhadap transplantasi paru melebihi semua organ transplantasi padat

    lainnya.[1,2]. Penolakan kronik sering disebut sebagai Sindrom Bronkiolitis

    Obliterans (BOS) yang dapat menyebabkan kematian pada tahun-tahun pertama

    setelah transplantasi paru [3,4]. Tanda-tanda klinis yang penting pada BOS

    adalah obstruksi jalan nafas dengan reduksi volume ekspirasi paksa dalam 1 detik

    (FEV1) yang tidak berespon terhadap bronkodilator (Tabel 1) [5,6]. Temuan

    histologist dari penolakan kronik adalah obliterative bronkiolitis (OB) yang

    ditandai dengan proses inflamasi pada jalan nafas non kartilago [7,8]. Gambar 1

    adalah contoh dari histopatologi OB. Perkembangan BOS sangat jarang dalam 1

    tahun pertama setelah transplantasi paru, tetapi insidensi kumulatif berkisar dari

    43 hingga 80% dalam 5 tahun pertama setelah transplantasi [4.9-11].

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    2/14

    2

    DIAGNOSIS

    Diagnosis BOS ditegakkan melalui parameter klinik, fisiologi dan

    radiografi. Karena keterlibatan OB jarang terjadi, diagnosis patologi dapat

    dibantu melalui biopsy transbronkial (TBB) [5], yang dapat mengeklusikan

    diagnosis lainnya termasuk penolakan akut atau infeksi. Secara histologi, lesi

    awal BOS menunjukkan inflamasi limfositik submukosa dan kerusakan epitel

    jalan nafas, diikuti dengan pertumbuhan jaringan granulasi fibromiksoid dalam

    lumen jalan nafas, mengakibatkan obstruksi parsial atau total. Selanjutnya,

    jaringan granulasi menyebabkan pola sikatrik dengan hasilnya adalah fibrosis dan

    selanjutnya obliterasi lumen jalan nafas [12]. Secara ringkas, hanya histology

    residual BOS yang menyebabkan cincin sirkumferensial elastin disekitar jalan

    nafas yang tidak dapat dideteksi, yang disebut sebagai vanishing airway disease

    [12].

    Sebagai hasil variabilitas histology, International Society for heart and

    Lung Transplant (ISHLT) mengembangkan standar nomenklatur dan membuat

    pemisahan antara OB dan BOS [13]. ISHLT juga bertujuan untuk

    mengembangkan system aplikasi klinis BOS dalam rekomendasinya tahun 1993

    [13]. Kelompok ini yang menyimpulkan bahwa FEV1 merupakan penting dan

    dipercaya sebagai penanda BOS dan merupakan indicator konsisten disfungsi

    allograft diserta dengan adanya atau tidak adanya kelainan patologi OB [12].

    Kelompok ini juga mendefenisikan 4 stadium BOS dengan 2 subkategori untuk

    mengindikasikan apakah patologi OB telah diidentifikasi [13].

    Tabel 1 Klasifikasi Sindrom Bronkiolitis Obliterans (BOS)

    Stadium BOS Klasifikasi

    0 FEV1 > 90% dari garis dasar & FEV 25-75% > 75% dari

    garis dasar

    0-p* FEV1 81-90% dari garis dasar dan/atau FEV 25-75%

    75% dari garis dasar

    1 FEV1 60-80% dari garis dasar

    2 FEV1 51-65% dari garis dasar

    3 FEV1 50% dari garis dasar

    0-p* = potensial BOS, dimodifikasi dari referensi #6

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    3/14

    3

    Tanda klinis BOS bervariasi dari onset awal (tersembunyi) dan penurunan

    bertahap dalam fungsi paru selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun hingga

    akhirnya penurunan berat fungsi paru selama beberapa minggu [14,16].

    Diagnosis klinik BOS memerlukan penurunan pulmoner yang terus-menerus

    dengan turunnya FEV1 selama lebih dari 3 minggu dan mengeklusikan

    penolakan allograft akut, komplikasi anastomosis atau striktur, infeksi, dan

    penyakit infeksi lainnya yang mempengaruhi fungsi paru. Sebagai perbandingan,

    penolakan allograft akut didefenisikan sebagai inflamasi perivaskular atau

    peribronkial mononuclear yang berhubungan dengan reduksi fungsi pulmoner

    akut. Presentasi klinis penolakan allograft akut bervariasi dari pasien

    asimptomatik dengan gejala non spesifik seperti batuk, sesak nafas, produksi

    sputum, demam, hipoksia, dan suara nafas tambahan pada saat auskultasi [8,15].

    Klasifikasi BOS saat ini berdasarkan perubahan FEV1 dengan maksimum post

    transplant FEV1 ditandai dengan 100% nilai prediksi (rata-rata nilai FEV1 post

    operasi diukur sedikitnya 3 minggu) dan rata-rata ekspirasi paksa turun hingga

    setengah dari kapasitas vital paksa (FEF 25-75%), nilai ini digunakan sebagai

    penanda awal potensial BOS [5]. Saat ini, klasifikasi ISHLT untuk BOS

    dijabarkan dalam Tabel 1.

    Saat ini, pencitraan radiografi tidak digunakan sebagai alat diagnostic

    dalam resipien transplantasi saat mengevaluasi BOS, akan tetapi high resolution

    computed tomography (HRCT) dengan tampilan inspirasi dan ekspirasi sangat

    membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit ini. Beberapa abnormalitas

    dampat dilihat seperti hiperlusens atau udara yang terjebak, bronkiektasis,pemendekan garis septum [17]. Mengumpulkan CT ekspirasi dapat membantu

    melihat adanya udara yang terjebak yang tidak terlihat pada saat scan inspirasi

    [17,18]. Oleh karena itu, udara yang terjebak dengan jumlah besar berkorelasi

    dengan derajat keparahan BOS [18].

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    4/14

    4

    Gambar 1 Histopatologi representatif bronkiolitis obliterans dengan

    inflamasi dan fibrosis jalan nafas disekitar alveoli (pewarnaan hematoksilin

    eosin)

    PATOGENESIS DAN FAKTOR RESIKO BOS

    Patogenesis BOS adalah hal yang rumit dan melibatkan mekanisme

    alloimun dan non alloimun yang dapat terjadi secara sendiri-sendiri atau

    kombinasi. Penolakan kronik diklasifikasikan secara patologi berdasarkan

    penolakan vascular kronik atau penolakan jalan nafas kronik [7]. Penolakan

    vascular kronik bermanifestasi umum sebagai aterosklerosis dalam vaskulatur

    paru [1]. Penolakan jalan nafas didefenisikan sebagai histology OB yang sering

    dapat dilihat dan menyebabkan peningkatakn mortalitas dan morbiditas [7,19].

    Tabel 2 meringkaskan tentang faktor resiko yang dilaporkan saat ini yang

    berhubungan dengan perkembangan BOS dalam resipien transplantasi paru.

    Faktor resiko mayor berhubungan dengan BOS ditampilkan dalam paragraph

    dibawah ini.

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    5/14

    5

    Penolakan Akut

    Penolakan akut didefenisikan sebagai faktor resiko primer dalam

    perkembangan BOS [9,20-25]. Berikutnya, episode keparahan penolakan akut

    berhubungan dengan meningkatnya resiko BOS. Selain itu, Hachem et al [26]

    saat ini mendemonstrasikan bahwa episode tunggal penolakan minimal akut

    tanpa rekurensi atau progresi hingga stadium penolakan yang lebih tinggi

    merupakan prediktor penting faktor resiko BOS lainnya.

    Tabel 2 Faktor Resiko Sindrom Bronkiolitis Obliterans (BOS) setelah

    transplantasi paru

    Kemungkinan Potensial

    Penolakan akut Kolonisasi aspergillus pada jalan nafas bawah

    Pneumonitis CMV Aspirasi

    HLA-mismatching Infeksi CMV (tanpa pneumonitis)

    Bronchitis

    limfositik/bronkiolitis

    Aktivitas spesifik antigen donor

    Noncompliance dengan

    pengobatan

    Reaktivasi Epstein Barr Virus

    Disfungsi graft primer Etiologi penyakit paru dasar

    Refluks gastroesofageal

    Usia donor lebih tua

    Pneumonia (gram negative, gram positif, jamur)

    Iskmeia allograft memanjang

    Infeksi berulang selain CMV

    Kolonisasi jalan nafas/Pneumonia

    Pneumonia dan/atau kolonisasi jalan nafas dengan pathogen gram positif

    atau gram negatif sama seperti jamur sebagai determinan disfungsi allograft

    kronik [27]. Dalam suatu penelitian, serologi Chlamydia pneumonia dalam donor

    dan resipien berhubungan dengan perkembangan resipien tranplantasi paru BOS.

    Faktanya, BOS terjadi lebih sering dan lebih awal pada C.pneumoniae donor

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    6/14

    6

    seropositifdan berkebalikan dengan donor seropositifC.pneumoniae[28]. Dalam

    penelitian lainnya, kolonisasi jalan nafas bawah dengan Aspergillus juga

    menentukan peranan kausatif potensial dalam perkembangan transplantasi post

    lung BOS [29]. Bronkiolitis eksudatif ditentukan dengan pencitraan HRCT yang

    berhubungan dengan meningkatnya resiko BOS pada resipien transplantasi [30].

    Jenis Transplan

    Jenis transplant, apakah tunggal atau bilateral, merupakan faktor resiko

    perkembangan BOS. Dalam tinjauan retrospektif terhadap 221 resipien transplant

    paru dengan penyakit paru obstruktif krinik (PPOK), resipien transplant bilateral

    mirip dengan resipien transplant tunggal BOS 3 tahun (57,4% vs 50,7%) dan 5

    tahun (44,5% vs 17,9%) setelah transplantasi (P=0,024) [31].

    Infeksi Virus

    Infeksi saluran nafas bawah disebabkan virus yang diperoleh dari

    komunitas yang dilaporkan telah meningkatkan resiko BOS termasuk rinovirus,

    corona virus, respiratory syncytial virus, influenza A, parainfluenza, human

    metapneumovirus, dan human herpes virus-6 [32-35]. Oleh karena itu,

    pengobatan infeksi virus ini secara teoritis dapat mengurangi insidensi BOS,

    tetapi ketersediaan datanya sangat terbatas [36]. Infeksi Cytomegalovirus (CMV)

    juga digambarkan sebagai faktor resiko yang berpotensial dalam perkambangan

    BOS; [19,37,38] akan tetapi, satu penelitain menunjukkan bahwa secara

    histopatologi CMV pneumonia yang diobati dengan ganciclovir bukanlah faktor

    resiko BOS atau pasien yang bertahan hidup bukanlah kelompok resipien/donor

    CMV tertentu [39]. Pengobatan CMV dan pencegahan selanjutnya BOS masihbelum jelas seluruhnya. Dalam penelitian saat ini, reaktivasi Eisptein Barr Virus

    (EBV) dideteksi melalui analisis berulang DNA EBV dari darah donor transplant

    paru yang berhubungan dengan perkembangan BOS [40].

    Disfungsi Graft Primer

    Jejas reperfusi iskemia setelah transplantasi paru atau disfungsi graft

    primer berhubungan dengan perkembangan selanjutnya BOS [41-43]. Daud et al

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    7/14

    7

    [43] melaporkan bahwa 334 resipien allograft paru, 269 orang mempunyai

    disfungsi graft: 130 orang adalah stadium 1, 69 orang stadium 2, 70 orang

    stadium 3. Model multivariabel menunjukkan bahwa meningkatnya resiko BOS

    dengan disfungsi graft primer tergantung pada penolakan akut, bronchitis

    limfositik, dan infeksi virus yang diperoleh dari komunitas [43]. Oleh karena itu,

    ini akan meningkatkan resiko BOS secara langsung yang berhubungan dengan

    keparahan disfungsi graft primer.

    Refluks Gastroesofageal

    Refluks Gastroesofageal (GE) sangat sering terjadi setelah transplant paru

    dan dapat berkontribusi dalam penolakan allograft kronik. Mekanisme apakah

    GE refluks menyebabkan BOS masih merupakan hal yang belum jelas

    seluruhnya. Keberadaan asam empedu dan pepsin dalam cairan bronchoalveolar

    lavage (BAL) dari resipien transplant paru mengungkapkan bahwa aspirasi dapat

    menimbulkan jejas jalan nafas [44,45]. Selain itu, pengobatan dengan proton

    pump inhibitor mengurangi refluks asam tetapi tidak mempengaruhi refluks non

    asam termasuk empedu atau pepsin, mengungkapkan keberadaan elemen ini

    dalam jalan nafas bagian bawah sebagai faktor yang berhubungan dengan BOS

    [45]. Pengobatan bedah awal refluks GE dengan fundoplikasi setelah

    transplantasi paru berhubungan dengan bebas dari BOS dan telah memperbaiki

    lamanya masa hidup [46,47]. Suatu Institusi tunggal telah melaporkan bahwa

    93/128 (73%) resipien transplant paru mempunyai anbomal pH esophageal 24

    jam [46]. Setelah fundoplikasi, 16 pasien mengalami perbaikan skor BOS,

    dengan 13 pasien tidak lagi mengalami criteria BOS [46]. Penelitian lainnya

    mendemonstrasikan bahwa pengobatan bedah agresif dini terhadap refluks GEdengan fundoplikasi akan memperbaiki tingkat BOS dan lamanya masa hidup

    pasien [47].

    Human Leukocyte antigen mismatches

    Efek Human Leukocyte antigen mismatches (HLA) selama

    perkembangan BOS telah dilaporkan walaupun masih kontrovesial.

    Perkembangan anti HLA antibody kelas I dan II berhubungan dengan BOS

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    8/14

    8

    [15,48,49]. Oleh karena itu, hubungan antara BOS dan mismatchespada lokus A

    [21,50], 2 DR mismatches [51], atau tota; mismatches pada lokus A, lokus B,

    atau lokus DR [9,50] juga telah dilaporkan. Akan tetapi, mismatches lokus HLA

    A bukan lokus B berhubungan dengan penolakan seluler akut tetapi bukan BOS

    [52]. Penelitian selanjutnya dibutuhkan untuk menginvestigasi masalah penting

    ini.

    Autoimunitas

    Konsep penting BOS adalah kemungkinan autoimunitas dibandingkan

    alloimunitas untuk menyembunyikan epitop kolagen tipe V. Epitop ini tampak

    sebagai hasil jejas iskmemia atau reperfusi atau kerusakan lainnya epitel respirasi

    [53]. Penelitian selanjutnya akan menginvestigasi temuan penting ini.

    Terapi BOS

    Terapi Immunosupresan

    Sejumlah penelitian telah menilai perbedaan modalitas terapetik yang

    dilaporkan bermanfaat pada pasien ini. Penyesuaian terapi immunosupresan dan

    penggunaan pengobatan immunomodulasi berpotensial sebagai pilihan

    pengobatan. Penyesuaian dalam agen immunosupresan telah menunjukkan

    outcome positif [54.58]. Cairn et al [54] melaporkan bahwa konversi

    cyclosporine hingga tacrolimus mentabilisasikan pengukuran spirometrik pada

    pasien dengan BOS sementara Whyte et al [55] menunjukkan hasil yang sama

    dengan pengenalan mycophenolate mofetil. Dalam satu penelitian, BOS mungkin

    lebih sering berkembang ketika sirolimus disubsitusikan terhadap azathioprine

    dalam 37 resipien transplant paru yang menerima cyclosporine atau tacrolimus,tetapi sirolimus telah dihentikan karena mempunyai banyak efek samping [56].

    Ide atau Munculnya Terapi

    Penggunaan terapi immunosupresan dapat memperbaiki outcome BOS.

    Hal ini meliputi penelitian dalam penggunaan aerosolized cyclosporine [59-61]

    suatu penelitian acak double blind tunggal meneliti placebo dan percobaan

    terkontrol aerosolized cyclosporine yang ditampilkan dengan inisiasi obat dalam

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    9/14

    9

    6 minggu setelah transplant paru dengan imunosupresan sistemk rutin [59].

    aerosolized cyclosporine tidak memperbaiki penolakan akut tetapi memperbaiki

    lamanya masa hidup dan periode lamanya masa hidup dari penolakan kronik

    [59]. Saat ini, penelitian pusat acak tunggal menunjukkan perbaikan dalam fungsi

    paru pasien transplant paru yang menerima aerosolized cyclosporine selama2

    tahun pertama setelah transplantasi dibandingkan dengan placebo [60]. Suatu

    penelitian kasus saat ini melaporkan bahwa aerosolized cyclosporine

    berhubungan dengan perbaikan fungsional kapasitas dan oksigenasi pada pasien

    dengan BOS [62]. Terdapat terapi lain dibawah investigasi penelitian, termasuk

    alemtuzumab yaitu suatu anti CD 52 antibodi yang signifikan memperbaiki

    stadium histology BOS pada 7 dari 10 pasien yang tidak mempunyai efek pada

    fungsi paru.

    Terapi Azithromycin

    Azithromycin mempunyai efek immunomodulator yang bermanfaat

    dalam gangguan paru, termasuk BOS. Beberapa penelitian menunjukkan nilai

    Azithromycin jangka panjang (250 mg secara oral setiap hari) dan totalnya 34

    pasien dengan BOS dengan perbaikan FEV1 untuk beberapa pasien tetapi tidak

    semuanya [64-66]. Dalam suatu penelitian observasional yang lebih lama,

    Gottlieb et al [67] mendemonstrasikan bahwa 24/81 (30%) pasien dengan BOS

    mempunyai perbaikan dalam FEV1 setelah 6 bulan terapi Azithromycin; 22 dari

    24 responden membaik setelah 3 bulan terapi. Dengan analisis univariat,

    responden Azithromycin pada 6 bulan mendemonstrasikan pengobatan awal

    neutrofil BAL yang lebih tinggi [67]. Neurohr et al (68) juga mendemonstrasikan

    bahwa neutrofil BAL dalam resipien transplant paru stabil memiliki nilaiprediktif dalam identifikasi BOS.

    Terapi Statin

    Statin (3-hidroksi-3-methylglutaryl koenzim inhibitor reduktase) secara

    luas digunakan untuk menurunkan agen lemak yang juga menunjukkan efek

    immunomodulator. Resipien transplant paru yang hidup selama 6 tahun

    menerima yang terapi statin mempunyai masa hidup lebih lama dibandingkan

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    10/14

    10

    yang tidak menerima terapi statin [69]. Penolakan akut sering ditemukan pada

    kelompok statin, tidak ada satupun dari 15 resipien memulai terapi statin selama

    post operasi pertama dimana kumulasi insidensi diantara kelompok kontrol

    adalah 37%.

    Ekstrakorporeal Fotoferesis

    Terdapat fakta bahwa Ekstrakorporeal Fotoferesis adalah metode efektif

    dalam pengobatan gangguan inflamasi yaitu sel T dependent termasuk BOS.

    Dalam akhir tahun 1990, 2 penelitian menunjukkan stabilisasi obstruksi jalan

    nafas disebabkan BOS dengan Ekstrakorporeal Fotoferesis pada 4/5 pasien [70]

    dan 5/8 pasien [71]. Diharapkan tidak ada komplikasi yang terjadi melalui

    prosedur ini. Salerno et al [71] melaporkan 2 pasien mengalami penolakan

    histology. Stabilisasi fungsional diamati pada 3/5 pasien dengan BOS bersama

    dengan sejumlah peningkatan atau stabilisasi sejumlah darah perifer CD4 (+)

    CD25 (tinggi) sel dengan in vitrosel Treg dimana 2 lainnya adalah pasien non

    responsif dengan BOS menunjukkan penurunan dalam subset Treg perifer [72[.

    Suatu penelitian terhadap hewan coba menunjukkan bahwa CD4(+) CD25 (+) sel

    T memegang pernan penting dalam efek immunomodulator Ekstrakorporeal

    Fotoferesis [73]. Selama periode 10 tahun, satu penelitian melaporkan bahwa 12

    pasien dengan BOS yang diobati dengan Ekstrakorporeal Fotoferesis mempunyai

    perbaikan signifikan dalam penurunan FEV1, 112 ml/bulan sebelum terapi dan

    12 ml/bulan setelah 12 siklus terapi (P=0,011) [74]. Efek Ekstrakorporeal

    Fotoferesis pada FEV1 absolut pada kelompok 12 pasien tidak signifikan dan

    terapi ditoleransi [74].

    Saat ini, 60 resipien transplant paru mengalami reduksi dalam tingkatpenurunan fungsi paru yang berhubungan dengan BOS progresif dengan terapi

    Ekstrakorporeal Fotoferesis [75]. Penurunan FEV1 selama 6 bulan pertama

    terhadap pengobatan Ekstrakorporeal Fotoferesis adalah 116,0 ml/bulan, tetapi

    nilai ini menurun hingga 28,9 ml/bulan selama periode 6 bulan setelah inisiasi

    terapi dengan perbedaan rata-rata penurunan menjadi 87,1 ml/bulan ({

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    11/14

    11

    setelah memulai Ekstrakorporeal Fotoferesis dengan peningkatan rata-rata 20,1

    ml/bulan [75].

    Penanganan Strategis BOS

    Suatu strategi penting dalam mengobati BOS adalah pencegahan awal dan

    pengobatan agresif faktor yang berhubungan, yang sama seperti identifikasi BOS

    dengan untuk memberikan terapi awal dengan cepat. Awalnya, penanganan klinis

    pasien ini sebaiknya berfokus pada reduksi resiko disfungsi graft primer melalui

    waktu penurunan ventilasi mekanik bagi donor dan menurunkan waktu iskemia

    allograft, dimana juga membatasi bypass kardipulmonar dan transfuse produk

    darah selama transplantasi [76].

    Skrining rutin untuk mendefenisikan onset BOS sangat penting karena

    disana tampak adanya jendela pengobatan bagi beberapa pilihan pengobatan yang

    tersedia. Jain et al [77] mendemonstrasikan bahwa pengobatan azithromycin yang

    dimulai sebelum perkembangan BOS stadium 2 berhubungan dengan reduksi

    signifikan resiko kematian. Oleh karena itu, klinisi seharusnya melakukan

    pemantauan resipien transplant paru secara hati-hati pada awal penolakan akut.

    Spirometri sebaiknya dilakukan secara rutin pada resipien transplant paru,

    melihat adanya perubahan dalam pengukuran FEV1 dan FEV 25-75%

    berdasarkan system klasifikasi ISHLT (Tabel 1). Penggunaan pencitraan HRCT

    dengan tampilan ekspirasi dan ekspirasi paru untuk menilai udara yang terjebak

    dapat membantu berdasarkan penelitian awal [18,78], tetapi penelitian

    selanjutnya kurang konklusif dalam mempertanggungjawabkan nilai ini [78-81].

    Saat ini, pencitraan radiografik adalah penunjang dalam avaluasi diagnostic dan

    penanganan BOS. Gambar 2 menunjukkan kegunaan pencitraan HRCT dalammendiagnosa BOS pada pasien berumur 55 tahun yang mengalami transplantasi

    tunggal paru kanan pada tahun 1992 untuk defisiensi alpha 1 antitripsin tetapi

    secara tiba-tiba mengalami reduksi 25% FEV1 3 tahun setelah mengalami

    transplantasi tunggal paru kiri untuk BOS. Allograft kanan secara signifikan jelas

    menunjukkan nronkiektasis karena BOS yang lama, tetapi allograft saat ini pada

    sisi kiri mempunyai tanda bronkiektasis dengan udara terjebak, selanjutnya

    mendukung diagnosis BOS dalam allograft.

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    12/14

    12

    Gambar 2 Resolusi CT Scan dada tingkat tinggi mendemonstrasikan

    bronkiektasis bilateral (kanan lebih berat dibandingkan kiri) pada pasien

    yang mengalami transplantasi paru tunggal kanan pada tahun 1992 untuk

    defisinesi alpha-1-antitripsin dan transplantasi tunggal paru kiri pada tahun

    2003 pada Sindrom Bronkiolitis Obliterans (BOS)

    Pengobatan agresif refluks GE, menghindari infeksi, dan vaksinasi

    merupakan cara untuk menangani resipien transpaln paru. Penelitian

    eksperimental faktor resiko melaporkan bahwa dalam BOS sebaiknya

    dipertimbangkan tanda klinis selama evaluasi resipien transplant termasuk

    bronkoalveolar yang lebih luas (BAL) neutrofilia dan tingkat IL-8 [82,83] yangsama dengan kolonisasi jalan nafas dengan Pseudomonas aeruginosa [84,85].

    Penlitian selanjutnya dibutuhkan untuk mendefenisikan peranan klinis yang lebih

    baik terhadap keterlibatan faktor-faktor ini.

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    13/14

    13

    Tabel 3 Retransplantasi Paru pada Sindrom Bronkiolitis Obliterans (BOS)

    Penulis

    pertama

    Usia rata-rata

    (tahun)

    Jumlah pasien Kemampuan

    bertahan

    hidup

    referensi

    Brugiere et al 50 15 60% (1 tahun)

    53% (2 tahun)

    45% (5 tahun)

    73

    Martnu et al 40 12 75% (1 tahun) 74

    Strueber et al 42 37 78% (1 tahun)

    62% (1 tahun)

    75

    Aigner et al 36 19 72% (1 tahun)

    61% (5 tahun)

    76

    Osaki et al 44 12* 67% (1 tahun)

    67% (2 tahun)

    44% (5 tahun)

    77

    *1 pasien mangalami retransplantasi sebanyak 2 kali

    Retransplantasi BOS

    Pengobatan defenitif BOS dan bronkiektasis adalah retransplantasi. Akan

    tetapi, retransplantasi paru masih merupakan hal yang controversial disebabkan

    terbatasnya organ dan tingkat kemampuan bertahan hidup lebih rendah

    dibandingkan transplant awal. Pada tahun 1995, Novick et al [86] meninjau

    rekaman 72 pasien yang mengalami retransplantasi BOS pada 26 pusat kesehatan

    di Amerika Utara dan Eropa. Pada penelitian Cohor, tingkat bertahan hidup

    actual adalah 71% pada 1 bulan, 43% pada 1 tahun, dan 35% pada 2 tahun [86].

    Dalam 90 hari, 63% pasien masih hidup dan 2 tahun setelah retransplantasi [86].

    Penelitian Cohort berikutnya pada 139 pasien retransplant pada tahun 1995 dan

    230 penerima retransplant pada tahun 1998 mendemonstrasikan angka statistic

    bertahan hidup yang mempunyai nilai yang sama [87,88]. Walaupun tingkat

    bertahan hidup untuk retransplantasi paru lebih rendah dibandingkan transplant

    awal, retransplantasi par uterus dilakukan pada pasien yang mengalami BOS.

    Saat ini, kemampuan bertahan hidup setelah retransplantasi paru telah membaik

  • 7/16/2019 Bronkiolitis Obliterans

    14/14

    14

    [84-94]. Suatu penelitian Cohort retrospektif pada 205 pasien yang mengalami

    retransplantasi paru antara bulan Januari 2001 dan Mei 2006 di United States

    mendemonstrasikan 1 tahun bertahan hidup adalah 62%, 3 tahun bertahan hidup

    adalah 49%, %, dan 5 tahun bertahan hidup adalah 45% [89]. Penulis tidak

    menilai outcome pasien yang mengalami retransplantasi secara spesifik untuk

    BOS, tetapi terdapat bukti dalam outcome pasien yang mengalami retransplantasi

    paru dalam era modern. Selain itu, terdapat penelitian yang lebih kecil yang

    membahas kemampuan hidup retransplantasi paru pada BOS pasien dewasa;

    Tabel 3 menjabarkan penelitian-penelitian yang telah dipublikasi sejak tahun

    2000. Terdapat 5 penelitian yang melaporkan tingkat bertahan hidup 1 tahun dan

    5 tahun pada 60-75% dan 44-62%, perbandingan terhadap tingkat bertahan hidup

    yang tidak disesuaikan saat ini untuk tranplan awal adalah 79% pada 1 tahun dan

    52% pada 5 tahun seperti yang dipublikasikan oleh Christie et al [4].

    Kesimpulan

    Untuk resipien tranplan paru, BOS merupakan penyebab utama mortalitas

    setelah 1 tahun pertama. Dalam skor alokasi paru saat ini dalam era transplantasi

    paru, resipien secara signifikan mempunyai 3 hari bebas BOS setelah 3 tahun di

    foolow up[95]. Penelitian berikutnya diperlukan dalam mendefenisikan

    mekanisme patofisiologi BOS untuk mencegah onset tertunda gangguan ini.

    Terapi yang tersedia untuk BOS saat ini sangat terbatas dan hanya penurunan

    lambat fungsi paru. Retranplantasi paru juga masih controversial, tetapi tingkat

    bertahan hidup telah meningkat pada pasien ini dengan BOS selama beberapa

    decade dan selanjutnya harus dipertimbangkan sebagai pilihan pengobatan bagi

    populasi pasien ini.

    .