buat tiyuul
TRANSCRIPT
3. Cutton bud steril dicelupkan dalam sap tanaman sakit kemudian diinokulasikan
pada daun yang telah dilukai.
4. Daun-daun kontrol dan daun perlakuan kemudian dibungkus dengan plastik
transparan yang terpisah agar tanaman kontrol tidak ikut terinfeksi. Penutupan
dengan plastik transparan dimaksudkan untuk menjaga kondisi agar tetap
lembab yang akan mendukung pertumbuhan patogen pada tanaman jagung.
5. Perubahan yang terjadi pada daun yang diinokulasi maupun daun kontrol
diamati hingga 7 hari.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Kontrol Awal Kontrol setelah 7 hari
Daun yang diinokulasi SAP Hasil inokulasi setelah 7 hari
B. Pembahasan
Teknik Postulat Koch meliputi empat tahapan, yaitu asosiasi, isolasi,
inokulasi, dan reisolasi. Asosiasi yaitu menemukan gejala penyakit dengan tanda
penyakit (pathogen) pada tanaman atau bagian tanaman yang sakit. Isolasi yaitu
membuat biakan murni pathogen pada media buatan (pemurnian biakan).
Inokulasi adalah menginfeksi tanaman sehat dengan pathogen hasil isolasi dengan
tujuan mendapatkan gejala yang sama dengan tahap asosiasi. Reisolasi yaitu
mengisolasi kembali patogen hasil inokulasi untuk mendapatkan biakan patogen
yang sama dengan tahap isolasi (Inglis, 2007).
Postulat Koch merupakan metode yang dapat diaplikasikan terhadap
penyakit virus untuk menunjukkan bahwa patogennya adalah virus atau bahwa
virus adalah patogenik, akan tetapi postulat tersebut harus didefinisikan kembali
sebagai berikut : (1) virus harus menyertai penyakit, (2) virus harus dapat diisolasi
dari tumbuhan yang sakit dengan syarat terpisah dari kontaminan, memperbanyak
diri dalam inang perkembangbiakan, dapat dimurnikan secara fisiko kimia, serta
dapat diidentifikasi sifat-sifatnya yang hakiki, (3) apabila diinokulasikan ke dalam
tumbuhan inang yang sehat, harus dapat menghasilkan kembali penyakit serupa,
(4) virus yang sama harus dapat ditunjukkan ada di dalam tumbuhan percobaan
dan harus dapat diisolasikan kembali (Bos, 1990).
Percobaan untuk mengetahui adanya virus yang menyerang tanaman
kacang-kacangan menggunakan postulat koch dilakukan dengan cara mengamati
gejala yang ditimbulkan dari virus. Proses isolasi dilakukan untuk memperoleh
biakan murni dari virus tersebut. Tahap selanjutnya kemudian dilakukan proses
inokulasi yang bertujuan untuk mentransmisikan virus pada tanaman yang sehat
agar menunjukkan gejala yang sama. Proses inokulasi ini dilakukan dengan cara
pembuatan sap atau ekstrak tanaman berpenyakit kemudian dioleskan pada bagian
tanaman sehat yang telah diberi pelukaan. Setelah diamati 1 minggu kemudian
dilakukan tahap isolasi dan inokulasi kembali untuk memperkuat pembuktian
adanya virus yang menyerang tanaman (Matthews, 1970).
Berdasarkan hasil pengamatan 7 hari setelah inokulasi, ditemukan gejala
karat pada kacang tanah seperti gejala awal yang tampak pada kacang panjang.
Gejala karat berupa bercak-bercak berwarna orange yang terlihat jelas pada
permukaan daun. Hal ini mungkin disebabkan karena tanaman kacang relatif
rentan terhadap penyakit. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Matthews (1970),
yang menyatakan bahwa tanaman yang terserang virus dikarenakan memiliki daya
imunitas yang rendah sehingga rentan terkena penyakit. Gejala yang timbul pada
daun kacang tanah termasuk dalam gejala lokal berupa bercak atau mosaik, yaitu
infeksi terjadi hanya pada daerah yang terinfeksi saja. Gejala lokal ini timbul
karena perbedaan spesies antara kacang tanah dan kacang panjang. Virus yang
ditransmisikan berasal dari tanaman kacang panjang yang sakit.
Gejala eksternal berupa gejala lokal dan gejala sistemik. Gejala lokal
merupakan gejala yang hanya terbatas pada situs infeksi primer dan dalam
virologi dikenal dengan istilah bercak lokal. Bercak lokal dapat berupa klorosis
karena hilang atau berkurangnya klorofil atau nekrosis karena terjadi kematian sel
tanaman inang. Contohnya pada daun Chenopodium amaranticolor yang
terinfeksi PStV. Gejala sistemik terjadi apabila virus yang diinokulasi pada
tanaman inang tidak hanya terbatas pada situs infeksi primer, tetapi menyebar ke
bagian lain dan menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Gejala infeksi ini
secara umum disebut gejala sistemik. Tanaman dikatakan bantut apabila ukuran
tanaman yang terinfeksi lebih kecil bila dibandingkan dengan tanaman normal.
Contohnya pada tanaman kedelai yang terserang CPMMV (cowpea mild mottle
virus). Mosaik menunjukkan adanya warna yang berbeda secara tidak teratur,
seperti warna hijau tua yang diselingi dengan hijau muda. Gejala mosaic biasanya
didahului oleh pemucatan sepanjang tulang daun (vein clearing) atau akumulasi
warna hijau sepanjang tulang daun (vein banding). Contoh pada tanaman
tembakau yang terkena TMV. Bercak cincin pada bagian tanaman yang terinfeksi
dilingkari garis berbentuk cincin. Selain berupa klorosis atau nekrosis, kadang-
kadang gejala tersebut dapat berupa lingkaran terpusat. Contoh pada tanaman
paprika yang terkena CMV. Layu (Wilting) akibat nekrosis pada pembuluh
tanaman. Contoh tomat yang terinfeksi TSWV. Bentuk daun akan menimbulkan
perubahan sitologi sel tanaman, seperti bentuk dan ukuran kloroplas,
penggumpalan kloroplas, berkurangnya jumlah klorofil total daun, serta terjadinya
penumpukan karbohidrat pada daun. Contoh pada kedelai yang terinfeksi SMV
(Akin, 1998).
Gejala penyakit karat pada tanaman kacang-kacangan dapat dikenali
ketika pustul berwarna orange muncul di permukaan daun bagian bawah dan
pecah mengeluarkan uredospora yang berwarna coklat kemerah-merahan. Pustul
muncul pertama kali di permukaan bawah dan pada cultivar yang sangat rentan
pustul awal tersebut dapat dikelilingi oleh koloni pustul-pustul sekunder. Bentuk
pustul biasanya bundar dengan diameter 0,5 – 1,4 mm. Gejala penyakit ini tampak
seperti bercak-bercak coklat muda sampai orange (warna karat) pada daun. Daun
gugur sebelum waktunya. Produksi polong pun menurun akibat serangan patogen
ini, kandungan minyak pun akan menjadi lebih rendah. Pengendalian penyakit
menggunakan varietas tanaman yang resisten. Tanaman yang terserang dicabut
dan dibakar. Selain itu juga dengan penyemprotan fungisida yang sesuai dengan
kondisi setempat (Foster et al., 2008).
Mekanisme penginfeksian virus ke tanaman yaitu partikel virus masuk ke
dalam tanaman melalui luka pada permukaan tanaman dengan perantaraan tepung
sari dan sebagainya, maka akan terjadi kontak antara virus dengan sitoplasma sel
tanaman. Sesudah terjadi inokulasi, RNA yang merupakan bagian virus yang
infektif keluar dari selubung protein. Usaha tersebut dilakukan dengan
perantaraan sel tanaman karena virus tidak mempunyai energi untuk keperluan
tersebut. Semua aktivitas biologis tergantung dari tanaman yang diserangnya.
Keadaan ini merupakan perbedaan utama dalam hubungan tanaman inang dengan
parasit untuk penyakit virus dan penyakit yang disebabkan oleh patogen lainnya.
Protein yang ditinggalkan kemungkinan tertinggal dalam sel tanaman dan
selanjutnya menjadi bagian protein sel tanaman inang. RNA yang keluar tersebut
merangsang tanaman inang untuk membentuk enzim yang disebut RNA-
polymerases, RNA-synthetases atau RNA-replicates. Enzim tersebut membentuk
RNA baru dan RNA baru selanjutnya merangsang sel tanaman inang untuk
mensintesa molekul protein yang spesifik untuk dijadikan selubung RNA (Akin,
2006).
Mekanisme transmisi virus pada tanaman dapat dilakukan secara
horizontal dan vertikal. Menurut Perdana (2009), transmisi virus tanaman secara
vegetatif disebut transmisi virus secara horizontal. Transmisi virus secara
vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan stek atau cangkok yang akan
mentransmisikan virus ke tanaman yang diberi perlakukan stek atau cangkok.
Virus akan menyebar melalui plasmodesmata pada tanaman. Transmisi virus
tanaman secara generatif disebut transmisi virus secara vertikal. Transmisi ini
dilakukan dengan menggunakan bagian generatif tanaman seperti biji. Biji yang
telah terinfeksi virus akan berkembang menjadi tanaman baru. Virus yang terdapat
pada biji tersebut akan terus bereplikasi sehingga virus akan tetap ditransmisikan
hingga membentuk tanaman baru. Selain itu, virus dapat ditransmisikan melalui
vektor seperti serangga. Proses penyerbukan tanaman yang dibantu serangga
mengakibatkan virus menempel pada serangga sehingga apabila serangga tersebut
melakukan penyerbukan pada tanaman lain virus akan ditransmisikan.
Tanaman kacang-kacangan (leguminosae) merupakan tanaman yang
sering digunakan untuk uji Postulat Koch. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan
tanaman yang relatif cepat sehingga mudah diamati gejala yang ditimbulkan
apabila terdapat penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam agen
penginfeksi. Pada umumnya penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah
di Indonesia adalah penyakit layu bakteri, bercak daun awal, bercak daun lambat,
dan karat yang masing-masing disebabkan oleh Ralstonia solanacearum,
Cercospora arachidicola, Cercosporidium personatum, dan Puccinia arachidis.
Penyakit karat daun Puccinia arachidis merupakan penyakit yang cukup
berbahaya pada pertanaman kacang tanah. Puccinia arachidis sendiri merupakan
cendawan parasit obligat yang tidak dapat hidup sebagai secara saprofit
(Semangun, 1991). Sementara jenis virus yang menyerang kacang-kacangan
misalnya PStv dan PmoV yang dapat menimbulkan gejala bilur (blotch) pada
kacang tanah (Akin, 2006).
Virus mudah menyebar pada tanaman kacang panjang dan kacang tanah
melalui vektor. Menurut Kuhn (1965) et al., dalam Dang et al., (2010), virus
menyerang tanaman kacang pada beberapa lahan di Georgia melalui perantara
organisme yang terbawa angin. Beberapa virus yang ditemukan pada tanaman
kacang yaitu Peanut mottle virus (PMV), Peanut stripe virus (PStV), Peanut stunt
virus (PSV), dan beberapa spesies kacang dapat terinfeksi virus Tomato spotted
virus (TSWV). Tospovirus seperti TSWV merupakan salah satu jenis penyebab
utama penyakit pada tanaman kacang di Amerika Serikat bagian utara. Menurut
Pappu et al., (1998) dalam Dang et al., (2010), Potyvirus seperti PMV lebih
banyak bertransmisi melalui biji dengan laju transmisi 2% per plot. PStV
merupakan jenis potyvirus lain yang juga bertransmisi melalui biji, laju transmisi
diatas 5% per plot. Menurut Sulandari et al., (2006), tanaman dalam famili
Leguminosae juga dapat terserang geminivirus, yaitu jenis virus yang banyak
menyerang tanaman cabai. Intensitas infeksi geminivirus lebih ringan dan masa
inkubasinya relatif lama.
Upaya pencegahan dan pengobatan tanaman dari infeksi virus menurut
Sulandari et al., (2006) adalah melalui pola tanam. Tanaman sering ditanam
dengan pola berdampingan pada areal yang sama, pola tanam ini dapat lebih
mudah transmisi virus. Pola tanam ini seharusnya dihindari karena selain dapat
melestarikan keberadaan jenis virus juga memungkinkan terjadinya infeksi
campuran atau terjadinya mutasi menjadi strain yang lebih virulen. Berdasarkan
beberapa hasil penelitian tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah
disarankan untuk ditanam dengan pola tumpang sari untuk mengurangi
penyebaran beberapa strain virus. Upaya pengobatan infeksi dapat dilakukan
dengan membakar semua tanaman yang terserang infeksi virus, hal ini dapat
memutus rantai penyebaran virus.