budaya maumere sebagai metode pendekatan penyuluhan pertanian

16
10 KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan atau menyusun makalah yang berjudul Kearifan Budaya Lokal Sebagai Model Pendekatan Metode Penyuluhan Pertanian ini dengan baik. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah Metode Penyuluhan Pertanian 1. Dalam penulisan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam menulis makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari dosen, orang tua, serta teman-teman, sehingga kendala-kendala yang dihadapi dapat teratasi dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun dalam materi yang disajikan. Mengingat kemampuan yang dimiliki sangat terbatas,untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng

Upload: reykireyvalda

Post on 18-Jan-2016

73 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

TRANSCRIPT

Page 1: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan atau menyusun

makalah yang berjudul Kearifan Budaya Lokal Sebagai Model Pendekatan

Metode Penyuluhan Pertanian ini dengan baik.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk

menyelesaikan mata kuliah Metode Penyuluhan Pertanian 1. Dalam penulisan

makalah ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi, namun penulis menyadari

bahwa kelancaran dalam menulis makalah ini tidak lain berkat bantuan,

dorongan, dan bimbingan dari dosen, orang tua, serta teman-teman, sehingga

kendala-kendala yang dihadapi dapat teratasi dengan baik. Oleh karena itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu

dalam penulisan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari banyak kekurangan baik

pada teknis penulisan maupun dalam materi yang disajikan. Mengingat

kemampuan yang dimiliki sangat terbatas,untuk itu kritik dan saran dari semua

pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sehingga tujuan yang

diharapkan dapat tercapai.

Malang, Desember 2014

Penulis

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Sengi

Page 2: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB 1. PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1. Latar Belakang....................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................3

1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................3

1.4. Manfaat Penulisan.............................................................................................3

1.5. Metode Penulisan..............................................................................................3

BAB 2. PEMBAHASAN....................................................................................................4

2.1. Konsep Budaya Lokal..........................................................................................4

2.2. Sako Seng...........................................................................................................4

2.3. Peranan Penyuluh Terhadap Kearifan Budaya Lokal..........................................6

BAB 3. PENUTUP............................................................................................................7

3.1. Kesimpulan.........................................................................................................7

3.2. Saran..................................................................................................................8

LAMPIRAN..........................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Sengii

Page 3: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budaya merupakan seni menggabungkan kebiasaan dalam masyarakat

yang menjadi kaidah aturan dalam kehidupan sosial. Kaidah ini telah berjalan

sepanjang sejarah manusia yang menjadi warisan luhur generasi terdahulunya.

Budaya telah menjadi cermin kehidupan dalam masyarakat untuk melakukan

segala tindak kehidupan. Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda dan hal

ini menjadikan budaya terlihat unik. Budaya di Indonesia sangat beragam

dikarenakan negara yang berbentuk kepulauan dengan begitu banyak suku,

agama, dan ras. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di

Indonesia, atau tepatnya 1.340 suku bangsa. Keberagaman dalam budaya

Indonesia tercermin pada bagian budaya-budaya lokal yang berkembang di

masyarakat. Keragaman tersebut tidak saja terdapat secara internal, tetapi juga

karena pengaruh-pengaruh yang membentuk suatu kebudayaan. Perkembangan

budaya lokal di setiap daerah tentu memiliki peran yang signifikan dalam

meningkatkan semangat nasionalisme, karena kesenian budaya lokal tersebut

mengandung nilai-nilai sosial masyarakat.

Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi di timur Indonesia

yang berbentuk kepulauan dengan banyak suku mendiaminya. Setiap suku di

NTT mempunyai budaya masing-masing, tetapi banyak diantaranya saling

bermiripan, bahkan ada pula yang sama. Maka untuk mengidentifikasi budaya

masing-masing suku, dilakukan suatu kajian yang diambil dari komunitas –

komunitas suku, menurut keadaan yang konkret. Hasilnya ialah adanya

rangkuman nilai budaya tradisional yang khas dan bersifat sosial, harmonis,

mistis, magis, takhayul, simbolis, etis dan religius . Sifat – sifat khas manusia

NTT ini sudah ada pada para leluhur yang kemudian diwariskan secara turun

temurun.

Dengan berpikir atau menghayati nilai – nilai tradisional tersebut tidaklah

berarti bahwa manusianya juga primitif sebagai manusia purba, yang dunianya di

dominasi oleh perbuatan-perbuatan gaib dan penuh rahasia serta lebih terselami

oleh rasa ketimbang akal. Dahulu, kini dan nanti, manusia NTT berkarya dengan

akalnya, bukan hanya dengan perasaannya, meski ia tradisionalis.

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng1

Page 4: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

Sebuah kata adat Sikka yang agaknya dapat merangkul seluruh unsur –

unsur yang dominan dari adat budaya NTT ialah: “kula wiit ganu wulang deri

lepo, kara wiit ganu lero moang gera woga”. Artinya: berlakulah bagai ibu (bulan)

dan bapa (matahari) yang tetap menjalankan tugasnya dan mantap berada di

kediamannya. Makna padanannya ialah tetap menjaga kelestarian kehidupan,

keadilan dan perdamaian.

Budaya yang merupakan warisan luhur telah bersentuhan langsung

dalam berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, politik, sosial, ekonomi,

pertanian dan sebagainya. Budaya pertanian atau yang dikenal dengan istilah

Agriculture merupakan budaya yang masih awet meski kemajuan teknologi terus

menghantam keras. Sebagai kebudayaan yang masih bertahan tentunya menjadi

potensi yang diandalkan karena mengandung nilai kearifan lokal. Salah satu

budaya Masyarakat Maumere (Sikka) Provinsi Nusa Tenggara Timur yang masih

kental adalah Budaya Sako Seng. Sako Seng merupakan budaya gotong royong

masyarakat Maumere sebelum menjelang musim tanam. Sako Seng telah

menjadi kearifan budaya lokal dan tentu ini menjadi potensi yang baik untuk

pendekatan dalam metode penyuluhan pertanian.

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng2

Page 5: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

1.2. Rumusan Masalah

Penulisan mengemukakan beberapa masalah dalam makalah ini, yaitu :

1. Konsep budaya lokal!

2. Pengertian Sako Seng!

3. Peranan penyuluh terhadap kearifan budaya lokal (Sako Seng)

1.3. Tujuan Penulisan

Dalam penulisan makalah, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu :

1. Memperluas wawasan penyuluh terhadap budaya setempat

(budaya masyarakat Sikka)

2. Meningkatkan keterampilan penyuluh dalam mendesain materi

penyuluhan berbasis budaya lokal

3. Agar materi penyuluhan dapat menyentuh kebutuhan masyarakat,

mudah dipahami masyarakat setempat, lebih praktis dan lebih tepat

sasaran.

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja

kearifan budaya lokal masyarakat setempat yang masih terpelihara dan juga

sebagai tolak ukur bagi seorang penyuluh dalam menyusun model metode

penyuluhan yang akan digunakan sesuai dengan kebudayaan setempat. Selain

itu juga agar materi yang disampaikan mudah dipahami oleh penyuluh karena

berbasis kebudayaan lokal.

1.5. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu metode

deskripsi analisi. Metode tersebut merupakan metode yang memberikan

gambaran objektif serta membahasnya secara lengkap yang dilakukan dengan

mengumpulkan data dari buku dan website.

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng3

Page 6: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Konsep Budaya Lokal

Secara umum budaya diartikan sebagai hal-hal yang  berkaitan dengan

budi dan akal manusia. Jadi budaya daerah adalah suatu sistem atau cara hidup

yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah daerah dan diwariskan dari

generasi ke generasi. Budaya daerah terbentuk dari berbagai unsur,

termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,

perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni serta bahasa. 

Kearifan Lokal  secara umum diartikan sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai,

pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,

bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Ciri-cirinya adalah:

Mampu bertahan terhadap budaya luar

Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam

budaya asli

Mempunyai kemampuan mengendalikan

Mampu memberi arah pada perkembangan budaya

Dengan demikian budaya dan kearifan lokal adalah hal yang saling berkaitan

satu sama lain.

2.2. Sako Seng

Sako seng merupakan Gotong Royong Model masyarakat Maumere yang

berlangsung pada saat musim tanam tiba. Sako seng itu adalah sebuah tradisi

masyarakat Maumere sejak zaman dulu. Secara etimologi Sako seng berarti

( sako = cangkul, seng = gotong royong). Jadi Sako seng berarti mencangkul

bersama-sama.

Tradisi ini terjadi menjelang musim hujan ketika para petani akan memulai

menggarap ladangnya. Biasanya secara bergilir mereka bergotong royong.

Diusahakan selama sehari satu ladang bisa selesai dikerjakan bersama. Sako

seng ini bersifat sosial, hanya dari mereka yang mendapat giliran, mereka

menyediakan makanan untuk makan pagi, makan siang dan makan sore. Untuk

makan pagi biasanya umbi-umbian dan sayur-sayuran, misalnya keladi

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng4

Page 7: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

(rose,tales), ubi kayu (aiohu, singkong), ubi jalar (tuka), pisang (mu’u), daun

pepaya (pa’du roun) sayur, daun singkong sayur.

Makan siang biasanya nasi jagung dengan lauk-pauk ikan atau ayam

kampung digulai. Sedang makan malam itu semacam pesta kecil dimana tuan

rumah menghidangkan menu makanan bermacam-macam, misalnya nasi , ayam

(bahkan babi), moke (tuak, yaitu minuman wajib, jenis minuman yang disuling

dari lontar), gulai, ikan, buah-buahan. Untuk malam hari tuan rumah menyiapkan

makanan tambahan buat mereka yang di rumah/tetangga, sejumlah mereka

yang hadir. Semuanya mendapat bagian.

Yang wajib hadir kerja di sako seng adalah warga komunitas (gabungan)

kurang lebih 20-25 kepala keluarga. Mereka ini membabat rumput di ladang

tersebut, kemudian mencangkul serta menyiapkan lahan untuk ditanami. Barulah

tuan rumah menyiapkan bibit untuk ditanami. Saat mau menanam, biasanya

diadakan sesaji disebut tung piong, ini menandakan bahwa keluarga tak lupa

dengan arwah leluhur, bila ada acara-acara seperti ini. Tung piong ini wajib

memakai resep hati, misalnya hati ayam, hati babi, hati kambing, dll.

Menyiangi rumput bersama-sama juga sejenis sako seng. Ini juga

menjadi kebiasaan yang sama dengan pengolahan lahan tadi. Masa panen.

Untuk memanen juga memakai kebiasaan dalam sako seng. Catatan: kegiatan

sako seng ini sangat bermanfaat di masyarakat karena dengan ini masyarakat

membangun persaudaraan sejati, termasuk menjalin cinta antara muda-mudi.

Budaya sako seng juga tidak terlepas dari musyawarah. Musyawarah

biasa dilakukan sebelum kegiatan gotong royong dilaksanakan dan juga sebelum

suatu kegiatan penting dilaksanakan. Masyarakat Sikka menjelaskannya lewat

ungkapan-ungkapan seperti “bibo babong” dan “kula kameng”. Untuk

menekankan kebersamaan dalam musyawarah, dipakai pula dengan kata “wiit”

yang mengacu ke kata kita dan kata “wiing” yang merujuk ke kata kami, kamu

atau mereka. Jadi “babong wiit”, atau “kula kameng wiit” diartikan dengan kita

sama – sama berunding. Sedangkan “babong wiing” atau “kula kameng wiing”

artinya kami (kamu atau mereka) bersama berembuk.

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng5

Page 8: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

2.3. Peranan Penyuluh Terhadap Kearifan Budaya Lokal

Dalam melakukan kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus

memperhatikan kondisi budaya daerah yang disuluh. Dengan mengetahui

budaya daerah, akan mempermudah penyuluh dalam memberikan penyuluhan.

Penyuluh lebih gampang memilih metode dan materi yang pas untuk disuluhkan.

Budaya sako seng merupakan budaya asli masyarakat Maumere. Budaya ini

melambangkan jiwa sosial dalam hidup bermasyarakat. bila jiwa sosial telah

terbentuk, maka mudah bagi penyuluh untuk membentuk kelembagaan

kelompok tani. Kelembagaan kelompok tani bertujuan agar dalam

menyampaikan penyuluhan tidak terlalu memakan waktu lama dan juga antar

petani dan penyuluh bisa saling bertukar pikiran, berbagi wawasan seputar dunia

pertanian dan sebagainya. Selain itu, dalam pengambilan keputusan akan dilalui

jalur musyawarah yang tentunya akan berpihak kepada kepentingan petani.

Sako seng yang merupakan kearifan budaya lokal sangat membantu dalam

penyuluh menyusun metode dan materi yang akan disampaikan. Metode dan

materi yang dipilih akan didesain seapik mungkin sehingga mudah diserap oleh

petani.

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng6

Page 9: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

BAB 3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pada dasarnya cara berpikir sosial – kolektif masyarakat Sikka umumnya

bertujuan memupuk persatuan, “naha peta plolo, wate, ha, loat”, supaya kita

semua bersehati, atau supaya kerukunan dan perdamaian suku tetap terjaga. Di

dalam peribahasa dikatakan “ai ganu ata ruli, tali ganu ,ata pete”, dimana ikatan

persatuan dilambangkan sebagai kayu yang di berkas atau tali yang terikat. Di

dalam kesulitan, kerukunan digambarkan dalam harapan seperti“lohor wawa di

hama – hama, bawak papang di moga – moga “, yang berarti kalau turun pun

bersama – sama, bila tersandung pun berbarengan.

Di bidang ekonomi, unsur persatuan nampak jelas dalam kebun bersama.

Tahap pertama membuka kebun baru, yaitu “opi he, ,uma tulang”, melibatkan

banyak orang, karena bukan hanya belukar, tetapi juga pohon – pohon pun

harus dibersihkan. Banyak orang diajak yang dalam bahasa Sikka disebut “leta

ata”. Mereka datang dengan sukarela untuk membantu, karena pada gilirannya

mereka pun akan di bantu “lakang wiing”. Bila semua sampah sudah di bakar

atau “holo hening”, mulailah waktunya di cangkul yang disebut “sako”.

Dibentuklah arisan kebun, dimana kebun digarap secara bergiliran satu setelah

yang lain. Disini tuan kebun menyiapkan makanan. Ada sistem lain dalam

kelompok, dimana setiap anggota menyumbang makanan dan ini berdasarkan

mufakat bersama.

Dari tulisan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

Bahwa nilai – nilai budaya masyarakat Sikka yang dituangkan dalam

setiap situasi maupun peristiwa yang terjadi pada dasarnya adalah

ungkapan / penghayatan dari sifat sosial kolektif, dan dari sosial –

kolektif melahirkan musyawarah mufakat. Sehingga dengan

demikian proses sosialisasi, hubungan yang harmonis dalam

masyarakat akan selalu ada dan terus terjadi namun tak dapat

dipungkiri kualitasnya semakin tergerus perubahan zaman.

Dalam hal ini saya sebagai seorang penyuluh dapat melakukan

“pendekatan” berbasis budaya lokal karena akan memperoleh

dampak dari kegiatan penyuluhan secara lebih optimal.

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng7

Page 10: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

3.2. Saran

Dalam setiap melakukan metode penyuluhan, seorang penyuluh perlu

memasukan unsur kebudayaan didalamnya, karena merupakan cerminan pribadi

masyarakat. Budaya harus terus dipelihara melalui berbagai sektor usaha

khususnya bidang pertanian.

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng8

Page 11: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

LAMPIRAN

(Gambar 1) Ilustrasi Budaya Sako Seng di Maumere

(Gambar 2) Sako Seng Masyarakat Maumere

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng9

Page 12: Budaya Maumere Sebagai Metode Pendekatan Penyuluhan Pertanian

DAFTAR PUSTAKA

Bere Hernimus. “Praktek gotong – royong, upaya memelihara nilai – nilai

budaya”,

Ledalero, 1986

Lambo Pareira Yohanes. “Sosialitas pada masyarakat Sikka”, Ledalero, 1979

Stephanus Ozias Fernandez. “Kebijakan manusia Nusa Tenggara Timur dulu

dan kini”,

STFK Ledalero, 1990

http://intishar1994.wordpress.com/2013/04/25/kearifan-budaya-lokal-cerminan-

perilaku-budaya-masyarakat/

http://roysrasta.wordpress.com/2008/10/02/hello-world/

Makalah Kearifan Budaya Lokal – Sako Seng10