budaya ntt

Upload: ira-loasana

Post on 07-Jul-2015

1.143 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FLORES, Satu Pulau Tujuh KeunikanPulau Flores di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu kawasan yang mampu sekaligus memenuhi kebutuhan para petualang yang mencari keindahan atau keunikan: ziarah rohani, budaya, alam, bahari, ekowisata, sosial kemasyarakatan, dan lain-lain.

Dimulai dari ujung timur pulau ini, wisatawan sudah bisa menikmati keindahan alam pantai. Menyusuri pantai sepanjang Larantuka hingga Labuan Bajo di ujung barat Flores itu sungguh merupakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Kita dibuat tidak boleh mengedipkan mata, ujar Cicilia Roehm, wanita bersuamikan Gerard Roehm, yang berasal dari Jerman. Sebuah ungkapan yang tampaknya berlebihan. Namun, apa pun ungkapan hiperbolis yang meluncur dari mulut Cicil, dunia toh mengakui adanya sejumlah keajaiban yang ada di tanah Flores. Dan sebenarnya ungkapan Cicil tidak berlebihan. Sebab Flores sendiri berasal dari bahasa Portugis yang berarti bunga. Bersama Pulau Timor, Pulau Sumba, dan Kepulauan Alor, Pulau Flores dengan luas sekitar 14.300 km adalah empat pulau besar di NTT, sebuah provinsi kepulauan yang memiliki 566 pulau. Semana Santa Paling tidak ada tujuh keunikan yang dapat ditemukan di Flores. Yang pertama adalah Semana Santa, perayaan Pekan Suci yang berpuncak pada prosesi Jumat Agung. Ini merupakan tradisi unik peninggalan Portugis, yang masih tetap hidup di Larantuka. Setiap tahun, menjelang dan pada saat perayaan Paskah umat Katolik, kota indah di bibir pantai ujung timur Pulau Flores ini dibanjiri ribuan peziarah dari berbagai kota di pelosok Tanah Air, bahkan dari luar negeri. Larantuka dalam sepekan itu menjadi kota bisu. Para peziarah seolah bergerak dalam kebisuan untuk mengikuti dengan kusyuk tapak-tapak penderitaan hingga prosesi pemakaman Yesus khas Larantuka. Dalam dekade terakhir, Semana Santa Larantuka sudah masuk dalam agenda kunjungan wisata para pencari sumber mata air kehidupan rohani. Sejumlah biro perjalanan di Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Kupang, bahkan sudah rutin memasukkan Semana Santa di Larantuka ke dalam Paket Wisata Rohani tahunan mereka.

Ziarah semacam ini perlu bagi mereka yang sedang dihinggapi kekeringan rohani, ucap Herman Jacob, peziarah asal Jakarta. Semana Santa, dengan berbagai ritual keagamaanya yang unik adalah salah satu pesona wisata yang ada di Larantuka. Sejatinya, ibu kota Kabupaten Flores Timur ini sendiri adalah tempat permukiman tua nan indah. Letaknya di kaki gunung Ile Mandiri (1502 meter dpl), kota ini terlindungi oleh dua buah pulau kecil di depannya, yakni Adonara dan Solor, yang hanya berjarak beberapa kilometer. Di tengah apitan dua pulau ini terbentang sebuah lautan kecil dengan selat-selat sempit bagaikan sebuah telaga. Secara alami, Larantuka merupakan sebuah permukiman yang sangat indah. Sebagai kota pelabuhan yang tidak terlalu besar, Larantuka memperlihatkan panorama yang dikelilingi bukit-bukit dan gunung Lewotobi ganda yang samar-samar tampak di bagian barat, sungguh memesona. Keindahan itulah yang membuat Larantuka bagai gula yang didatangi semut-semut pada sekitar abad 16 dan 17, ketika berbagai pelayaran petualangan menghampiri kota ini. Bangsa Portugis dan Spanyol berlomba-lomba menghampiri tempat ini. Beberapa tempat telah disinggahi armada asing, seperti Lohayong di Solor. Di Lohayong, hingga kini masih tertinggal sebuah benteng yang didirikan Portugis guna melindungi diri dari musuh. Selain prosesi Semana Santa yang tetap lestari hingga saat ini, kehadiran Portugis di Larantuka tetap hidup dalam wujud bahasa Portugis dan nama-nama Portugis, seperti Diaz, Riberu, Pareira, da Silva, dan lain-lain. Persentuhan budaya Portugis dan budaya lokal, yang tahun ini memasuki usianya yang ke-500 tahun, menjadi daya tarik wisata yang mengasyikkan. Penangkapan Ikan Paus Kembali ke kawasan timur Flores, tak jauh dari Larantuka, para petualang bahari bisa mampir sejenak ke Lamalera di Pulau Lembata untuk menyaksikan tradisi penangkapan ikan paus. Atraksi yang populer di mata wisatawan mancanegara itu sudah muncul berabad-abad silam. Inilah warisan budaya yang tak lekang dimakan usia. Meski sudah menjadi kabupaten sendiri, Lembata bisa dimasukkan sebagai satu kawasan/paket wisata dengan Pulau Flores. Danau Kelimutu Masuk ke kawasan tengah Pulau Flores, para wisatawan bisa menikmati keunikan alam Danau Kelimutu yang terletak di puncak Gunung Kelimutu. Danau ini masuk dalam rangkaian Taman Nasional Kelimutu. Danau ini berada di ketinggian 1.631 meter dari permukaan laut. Danau Kelimutu mempunyai tiga kubangan raksasa, masing-masing dengan warna yang selalu berubah tiap tahunnya. Sejumlah flora langka tumbuh subur di sekitar danau, antara lain kesambi (Schleichera oleosa), cemara (Casuarina equisetifolia) dan bunga abadi Edelweiss.

Kampung Megalitik Bena Masih di bagian tengah Pulau Flores, tepatnya di Kabupaten Ngada, para wisatawan bisa menyaksikan sebuah bangunan megalitik yang ada di perkampungan tradisional, Bena. Desa ini terletak di bawah kaki Gunung Inerie sekitar 13 km arah selatan Kota Bajawa. Perkampungan adat ini terkenal karena keberadaan sejumlah bangunan megalitik yang dimiliki dan tata kehidupan masyarakatnya yang masih mempertahankan keaslian perkampungan tersebut. Taman Laut 17 Pulau Masih di Kabupaten Ngada, Flores Tengah, wisatawan juga bisa menyaksikan keindakan Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau Riung merupakan gugusan pulau-pulau besar dan kecil, dengan jumlah 17 Pulau. Kawasan ini berada sekitar 70 kilometer sebelah utara Kota Bajawa, ibukota Ngada. Beberapa obyek wisata yang berada di dalam dan di luar kawasan TWA Tujuh Belas Pulau merupakan potensi alam yang cukup menarik untuk berbagai kegiatan wisata, baik wisata darat maupun perairan. Beberapa kegiatan wisata lama yang bisa dilakukan di kawasan ini meliputi lintas alam pantai dan panorama alam bawah laut, serta wisata bahari. Taman Nasional Komodo Terletak di kawasan barat Pulau Flores tepatnya Pulau Komodo -- dan masuk wilayah Kabupaten Manggarai Barat, inilah objek wisata yang sudah mendunia dan merupakan aset nasional yang tak tergantikan. Oleh Unesco kawasan ini telah ditetapkan ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia dan Cagar Biosfir. Komodo merupakan spesies kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2 3 meter dan berat mencapai 165 kg. Dia merupakan salah satu hewan purba yang mampu bertahan hidup sampai saat ini. Hewan ini hanya terdapat di Pulau Komodo dan beberapa pulau lainnya di Kabupaten Manggarai Barat. Taman Nasional Komodo juga masih berpeluang masuk dalam Tujuh Keajaiban Alam yang Baru, kendati saat ini masih di urutan terbawah dari 28 finalis seluruh dunia. Penobatan Tujuh Keajaiban Alam yang Baru ini akan dilakukan tahun depan. Manusia dan Masyarakat Selain warisan keunikan alam, Pulau Flores juga didiami masyarakat yang sangat multikultural. Dari Larantuka di Flores Timur hingga Labuan Bajo di Flores bagian barat, kita tak dapat menemukan masyarakat yang sama, homogen. Apa yang dapat kita temukan adalah masyarakat dengan beranekaragam budaya, tradisi, dan bahasa yang berbeda-beda. Masing-masing dengan tampilan aktraksi budaya yang berbeda satu dengan yang lain.

Keunikan kehidupan masyarakat kawasan pulau ini semakin memesona ketika lima tahun lalu, di kawasan Manggarai, ditemukan Manusia Flores. Para peneliti mengidentifikasi penemuan mencengangkan tersebut sebagai leluhur hobbit, spesies mirip manusia yang diperkirakan telah menguasai Flores satu juta tahun lalu. Para peneliti dari Australia mengatakan hominins ini mungkin telah berevolusi menjadi hobbit kecil seperti manusia, atau "Manusia Flores" yang berdiri sekitar satu meter dan memiliki tengkorak ukuran jeruk. Selain kerangka Manusia Flores ini, ditemukan pula artefak-artefak 45 peralatan batu -- yang menunjukkan Manusia Flores ini mungkin telah ada bahkan lebih awal. Meski bernuansa akademik, penemuan ini justru menjadi menarik dari sisi panorama budaya dan masyarakat. (AD)

Pasola berasal dari kata `sola atau `hola, yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan `pa (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan. Jadi pasola atau pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan. Pasola diselenggarakan di Sumba Barat setahun sekali pada bulan Februari di Kodi dan Lamboya. Sedangkan bulan Maret di Wanokaka. Pasola dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga Kabisu dan Paraingu dari kedua kelompok yang bertanding dan oleh masyarakat umum. Sedangkan peserta permainan adalah pria pilih tanding dari kedua Kabisu yang harus menguasai dua keterampilan sekaligus yakni memacu kuda dalam kecepatan super tinggi (super speed power) dan melempar lembing (hola). Pasola biasanya menjadi klimaks dari seluruh rangkaian kegiatan dalam rangka pesta nyale.

foto: Para Penari Toda Gu asal Sanggar Lalu Kile saat tampil di arena jambore pariwisata NTT di Kalabahi bulan Oktober 2009 lalu.

KALABAHI ON- Pemerintah Kabupaten Nagekeo, dalam kegiatan Jambore Pariwisata Tingkat Propinsi NTT tahun 2009 di Alor, menampilkan dua jenis atraksi seni budaya yang merupakan asset kekayaan dan kebanggaan daerah dan bangsa Indonesia. Bersama dengan Sanggar Lalu Kile, yang merupakan mitra Dinas Perhubungan, Kebudayaan Pariwisata, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nagekeo, Kontingen asal Kabupaten Nagekeo menampilkan Tarian Toda Gu. Tarian Toda Gu, menurut salah seorang pejabat dari Dinas Perhubungan, Budpar dan Informatika Kabupaten Nagekeo, Silvester Teda Sada, S.Fil, yang hadir saat itu, merupakan nama salah satu atraksi tari tradisional masyarakat Boawae Kabupaten Nagekeo. Dinamakan Toda Gu, terutama karena alat musik pengiring tarinya yang menggunakan gendang (=Toda) dan bambu aur (=Gu) yang ditabuh dalam nada dan irama sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan expresi gerak dan tari. Atraksi ini, dalam keseharian ritual adat masyarakat setempat, biasa dilakukan saat pembuatan maupun pemugaran rumah adat (Sa o Waja) maupun saat penancapan tiang agung di tengah kampung (Pa Peo). Makna utamanya adalah sebagai ungkapan atau ekspresi keperkasaan dan ketangkasan dalam melindungi tanah air ataupun segenap harta kekayaan yang dimiliki. Alat yang digunakan penari dalam mengimbangi gerakan kaki adalah tombak (Bhuja) dan Pedang (Topo). Dari alat yang digunakan juga warna gerak yang dimilikinya maka para penarinya adalah hanya kaum laki-laki. Tidak untuk kaum perempuan. Kalau untuk perempuan adalah Tari Tea Eku, dengan alat pengimbang gerakan kaki adalah sapu tangan, kata Sil Teda Sada. Tarian ini dipersembahkan oleh Grup Sanggar Lalu Kile dari Boawae Kabupaten Nagekeo. Atraksi ini sudah secara umum sudah sering diperkenalkan atau dipertontonkan. Peserta asal Kabupaten Nagekeo yang mengikuti kegiatan jambore pariwisata Alor tahun 2009 berjumlah 15 orang yang terdiri dari 13 orang peserta dari sanggar dan 2 orang pendamping dari dinas terkait.

Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur ternyata aslinya bernama Pulau Ular. Dalam bahasa Lio, Nusa Nipa. Nama Flores ternyata pemberian orang Portugal ketika pertama kali datang ratusan tahun silam. Toh dari pulau yang sayup dari Jakarta ini, keindonesiaan sempat dibina. Makna sejarah Pulau Flores itu dituangkan dalam bentuk lukisan berjudul Nusa Nipa pada sebuah tripleks. Lukisan itu masih terpampang sebagai bagian dari jenis koleksi di Museum Bikon Blewut di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Lukisan karya Frater Goris Leki (1993) itu berwarna dasar biru muda. Bentuknya berupa gambar pulau yang dililit seekor ular mengusung sejumlah perhiasan emas, lalu diterangi cahaya matahari. Almarhum Pater Piet Petu SVD yang meminta Frater Leki untuk melukisnya pada saat itu. Maksudnya agar secuil sejarah Pulau Flores dapat dengan mudah diketahui dan diingat terutama oleh generasi muda.

Di daratan Flores, kalau orang Manggarai menyebut pulau ini dengan Nuca Nepa Lale (Pulau Ular yang Indah). Sementara orang Ngada dan Ende menyebut Nusa Nipa. Tapi, orang Larantuka (Kabupaten Flores Timur) menyebut dengan Nuha Ula Bungan (Pulau Ular yang Suci). Semua sebutan ini turut dituangkan dalam lukisan agar orang lebih mudah memahami dan mengingatnya, ungkap Staf Harian Museum Bikon Blewut, Endy Paji (43). Warga Desa Nita, Kecamatan Nita, Sikka, ini secara lancar dapat menjelaskan tiap jenis koleksi kepada para pengunjung tanpa harus membaca teks atau dokumen museum.

Adapun nama Pulau Nusa Nipa yang artinya Pulau Ular diberikan karena beberapa alasan. Yang pertama, di Pulau ini banyak dijumpai ular. Kedua, nenek moyang pulau ini mempunyai

keyakinan, jika seseorang bertemu ular atau didatangi ular, maka ia akan memperoleh rezeki. Pertimbangan lainnya karena ular dianggap sebagai dewa atau titisan arwah leluhur oleh marga tertentu. Oleh karena itu, sampai sekarang masih dipegang kepercayaan jika ular memasuki rumah atau berhenti di ladang, maka oleh tuan rumah atau pemilik ladang tak akan diusir, dilukai, atau dibunuh. Sebaliknya, ular itu akan dibentangkan sarung serta dihidangkan makanan berupa telur dan beras mentah. Jenis koleksi unik lainnya di museum ini adalah lukisan pahlawan revolusi Jenderal Achmad Yani yang meninggal akibat Gerakan PKI tanggal 30 September 1965. Lukisan itu selesai dibuat detik-detik menjelang kematian Achmad Yani. Lukisan bergambar Sang Jenderal dengan baju kedinasan hijau itu merupakan karya almarhum Frater Bosco Beding pada tanggal 30 September 1965. Bosco Beding membuat lukisan itu lewat foto Achmad Yani. Sementara gambar Achmad Yani diambil ketika dia memberikan ceramah di Seminari Tinggi St Paulus Ledalero tanggal 25 September 1965. Lukisan itu sendiri selesai dibuat tanggal 30 September malam. Namun, tak lama setelah itu, tanggal 1 Oktober dini hari, diberitakan lewat RRI bahwa jenderal itu telah dibunuh pada peristiwa 1965.

Ada pula jenis koleksi kuno yang lain berupa fosil fauna, yaitu fosil Stegodon, sejenis gajah raksasa yang ditemukan di Ola Bula, Kabupaten Ngada, Flores, pada bulan Desember 1956 oleh Tim Ekspedisi Verhoeven. Fosil ini dinamakan Stegodon Trigonocephalus Florensis karena ditemukan di Flores. Diperkirakan hewan ini telah hidup di Flores pada periode 400.000 tahun 10.000 tahun

Sebelum Masehi (SM). Selain di Ola Bula, fosil juga ditemukan di Mengeruda, Matamenge, dan Boaleza di Ngada. Lokasi penemuan itu dari satu titik ke titik yang lain diperkirakan seluas 10 kilometer. Namun amat disayangkan, potongan atau pecahan fosil gajah raksasa ini seluruhnya tak dapat disaksikan umum. Karena keterbatasan ruang, potongan fosil gajah itu terpaksa sebagian besar ditaruh berjejalan di dalam peti atau kotak penyimpanan. Puluhan ribu jenis koleksi museum ini sampai sekarang hanya disimpan dalam satu ruangan berukuran sekitar 99 meter persegi.Fosil manusia raksasa Pada 11 Juli 1998, Tim Ekspedisi Museum Ledalero yang dipimpin Piet Petu SVD dan Ansel Doredae SVD menemukan fosil tengkorak manusia raksasa (a mythical gigantic skeleton) di Lia Natanio, Ngada, yang terletak 12 kilometer dari lokasi penemuan fosil Stegodon di Ola Bula. Fosil itu kini sedang dipelajari atas dasar hipotesis bahwa besar kemungkinan fosil tengkorak tersebut mempunyai kaitan historis dengan fosil gajah Stegodon. Theodor Verhoeven SVD pada 1954 juga menemukan fosil manusia purba penghuni goa di Liang Toge, bagian utara Kabupaten Manggarai yang berbatasan dengan Riung, Ngada. Fosil yang ditemukan jenis manusia kerdil. Usia diperkirakan di atas 40 tahun dengan tinggi badan cuma 146 sentimeter. Usia fosil itu diperkirakan 300.000 tahun SM. Penemuan ini dinilai penting bagi ilmu pengetahuan internasional karena merupakan satu-satunya fosil manusia terlengkap di dunia. Profesor Huizinga dari Universitas Utrecht Belanda dan Prof Koeningswald menyimpulkan bahwa fosil ini berasal dari jenis manusia ras Negrito yang pernah berdiam di Flores. Akan tetapi, karena jenisnya lebih tua, maka disebut Proto Negrito. Artinya manusia yang lebih tua dari Negrito. Karena ditemukan di Flores, fosil itu kemudian disebut Proto Ngerito Florensis. Namun, fosil manusia Proto Negrito Florensis masih tersimpan di Universitas Utrecht. Dengan demikian, diduga kuat Flores telah dihuni manusia sejak 300.000 tahun SM. Keunikan lainnya, di museum ini juga tersimpan alat-alat kebudayaan Dongson, berbahan perunggu. Peninggalan itu sebagiannya diperoleh dengan cara ganti rugi dan sebagian melalui penelitian. Alat perunggu yang paling istimewa adalah keris perunggu. Keris ini merupakan satu-satunya yang pernah ditemukan di Indonesia. Keris ini ditemukan tahun 1952 oleh Pater Mommersteeg SVD di daerah Naru, Ngada. Keris itu adalah milik suku Naru, yang tak lagi digunakan sebagai senjata, melainkan untuk upacara keagamaan. Koleksi langka lainnya, temuan tahun 1954, berupa tiga buah kapak perunggu di Kampung Guru Lama oleh Pater Darius Nggawa SVD dan Pater Frans Nurak SVD. Sayang, kapak yang pernah dimiliki museum itu diketahui telah dijual arkeolog Verhoeven ke Museum Bassel, Swiss.

Nama museum Bikon Blewut diturunkan dari syair adat penciptaan semesta alam atau buana, versi Krowe-Sikka yang berbunyi Saing Gun Saing Nulun/ Saing Bikon Saing Blewut/ Saing Watu Wu an Nurak/ Saing Tana Puhun Kleruk/ De ot Reta Wulan Wutu/ Kela Bekong Nian Tana Lero Wulan. Maknanya, sejak zaman purbakala, ketika bumi masih rapuh, ketika batu masih merupakan buah muda, ketika tanah masih seperti kuntum yang baru muncul, Tuhan di angkasa mencipta bumi, matahari, dan bulan. Dengan demikian, konsep nama Bikon Blewut menunjukkan kepurbaan atau ketuaan dari beberapa jenis koleksi yang dikumpulkan dalam museum ini. Pencetus nama Bikon Blewut adalah Pater Piet Petu SVD, kurator museum periode 1983-1998. Saat ini kuratornya dipegang Pater Ansel Doredae SVD. Oleh Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, lembaga ini disebut juga sebagai Museum Misi dan Budaya karena mayoritas jenis koleksi yang dilestarikan merupakan hasil karya etnografis para misionaris SVD. Keberadaan Museum Bikon Blewut yang menyimpan sejumlah kekayaan budaya Flores ini tak lepas dari peran para misionaris SVD pada awal abad ke-19. Umumnya imam SVD merupakan ahli di bidang sejarah, bahasa, serta kebudayaan (etnolog dan antropolog). Misionaris SVD yang turut mengambil bagian dalam penemuan dan pengumpulan kekayaan budaya Flores antara lain Paul Arndt SVD, Theodor Verhoeven SVD, Guisinde SVD, Jilis Verheijen SVD, dan Paul Schebesta SVD. Sepintas orang mungkin tak menyangka bahwa di lembaga pendidikan tinggi ini terdapat museum yang kaya akan jenis koleksi dengan nilai sejarah tinggi. Belum lagi letak museum yang jauh di bagian timur, serta tak ada petunjuk yang dipasang di tempat-tempat strategis mengenai keberadaan museum. Sebenarnya banyak sekali jenis koleksi yang masih disimpan. Namun sayang, karena kekurangan tempat, tak semua jenis dapat dipamerkan. Seperti fosil gajah yang diperkirakan usianya sudah ribuan tahun hanya sebagian yang dipamerkan, ungkap Bapak satu anak ini. Dengan mencermati sekian banyak jenis koleksi yang khususnya merupakan kekayaan kebudayaan Flores, museum ini niscaya merupakan aset nasional yang amat berharga, terutama tentang pluralitas kita. Lukisan Jenderal Achmad Yani yang sederhana tadi, salah satu bukti saja, bahasa sejarah nasional dan keindonesiaan kita ternyata ikut diolah dan dibina dari museum ini

]

A. Selayang Pandang Cagar Alam Gunung Mutis merupakan salah satu obyek wisata andalan yang dimiliki oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kawasan wisata ini terkenal dengan gunung-gunung batu marmernya yang oleh masyarakat setempat disebut Faut Kanaf atau batu nama. Di bawah Faut Kanaf, terdapat sumbersumber mata air yang disebut Oe Kanaf atau air dari batu. Air yang bersumber dari Faut Kanaf tersebut mengalir menuju satu titik dan membentuk dua buah DAS (Daerah Aliran Sungai), yang oleh masyarakat disebut DAS Benain dan DAS Noelmina. Kedua DAS ini merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Timor Tengah Barat sampai hari ini.

Kawasan wisata yang berjarak sekitar 140 km sebelah timur laut dari Kota Kupang ini memiliki luas wilayah sekitar 12.000 hektar dan dihuni oleh salah satu suku tertua di Nusa Tenggara Timur, yaitu Suku Dawan.

B. Keistimewaan Berkunjung ke Kawasan Wisata Cagar Alam Gunung Mutis sungguh menarik. Sejuta flora dan fauna hidup di dalamnya. Kawasan Wisata Gunung Mutis memiliki tipe vegetasi yang merupakan perwakilan hutan homogen dataran tinggi. Kawasan ini juga didominasi berbagai jenis ampupu (eucalyptus urophylla) yang tumbuh secara alami dan jenis cendana (santalum album). Selain itu di sini dapat ditemui berbagai jenis pohon lainnya seperti hue (eucalyptus alba), bijaema (elacocarpus petiolata), haubesi (olea paniculata), kakau atau cemara gunung (casuarina equisetifolia), manuk molo (decaspermum fruticosum), dan oben (eugenia littorale).

Olive (Olea paniculata)

hue (eucalyptus alba)

cemara gunung (casuarina equisetifolia)

oben (eugenia littorale)

Ada juga jenis tumbuh-tumbuhan seperti salalu (podocarpus rumphii), natwon (decaspermum glaucescens), natbona (pittospermum timorensis), kunbone (asophylla glaucescens), tune (podocarpus imbricata), natom (daphniphylum glauceccens), kunkaikole (veecinium ef. varingifolium), tastasi (vitex negundo). Kemudian ada juga manmana (croton caudatus), mismolo (maesa latifolia), kismolo (toddalia asiatica), pipsau (harissonia perforata), matoi (omalanthus populneu), dan aneka jenis paku-pakuan dan rumputrumputan. Selain kaya dengan flora, kawasan wisata Mutis juga menyimpan aneka fauna khas Pulau Timor. Di kawasan ini, pengunjung dapat menyaksikan rusa timor (cervus timorensis), kuskus (phalanger orientalis), babi hutan (sus vitatus), biawak (varanus salvator), biawak timor (varanus timorensis). Di kawasan ini juga terdapat ular sanca timor (phyton timorensis), ayam hutan (gallus-gallus), punai timor (treon psittacea), betet timor (apromictus jonguilaceus), pergam timor (ducula cineracea), dan perkici dada kuning (trichoglosus haematodus).

Pemandangan menarik lainnya yang dapat disaksikan adalah cara suku-suku asli di kawasan wisata ini untuk menafkahi hidupnya. Dengan memanfaatkan dahan dan ranting pohon-pohon besar, penduduk setempat membuatkan rumah bagi lebah hutan penghasil madu. Dari madu lebah hutan ini, masyarakat dapat berharap banyak untuk menopang kehidupan ekonominya, selain dari hasil ternak dan pertanian. Daftar Jenis Burung yang ada di gunung mutis :

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Ducula cineracea Turacoena modesta Macropygia magna Trichoglossus euteles Psitteuteles iris Aprosmictus jonquillaceus Halcyon australasia Saxicola gutturalis Zoothera dohertyi Zoothera peronii Buettikoferella bivittata Phylloscopus presbytes Cyornis hyacinthinus Gerygone inornata Pachycephala orpheus Heleia muelleri Lichmera flavicans Myzomela vulnerata Meliphaga reticulata Philemon inornatus Erythrura tricolor Oriolus melanotis Sphecotheres viridis

LOGO DAERAH

Kab. Rote

Kab. Sumba Tengah

NTT

KAB. ALOR

FLORES