bukan pilih kasih
TRANSCRIPT
Bukan Pilih Kasih
Yohanes 1:38,39a "Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu cari?" Kata mereka kepada-Nya: "Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal? Ia berkata kepada mereka: "Marilah dan kamu akan melihatnya."
Renungan Harian Kristen OnlineKamis, 27 September 2012
Syalom saudara, Sikap pilih kasih sering terjadi diantara kehidupan kita manusia. Terkadang, kita akan lebih cenderung bersikap memperhatikan seseorang secara lebih, apabila orang itu kita rasa memiliki beberapa kecocokan dengan kita. Baik dalam berbicara, berpikir, hobi, pekerjaan, dan lain sebagainya yang membuat kita merasa lebih nyaman. Sikap pilih kasih sendiri berarti, sebuah sikap yang lebih mengutamakan orang lain atau seseorang untuk lebih diperhatikan, dari sekian banyak orang yang ada di lingkungan pergaulan sekitar. Hal itu tak jarang yang menjadi pemicu rasa iri di dalam hati orang lain terhadap kita.
Bagaimana pendapat anda mengenai sikap pilih kasih? mari kita lihat secara menyeluruh dari sudut pandang yang lebih luas lagi. Pada saat Tuhan Yesus sedang berjalan, kemudian Yohanes dan Andreas mengikuti Yesus dan menjadi murid-Nya di dalam Yohanes 1:40 "Salah seorang dari keduanya yang mendengar perkataan Yohanes lalu mengikut Yesus adalah Andreas, saudara Simon Petrus." Kemudian Andreas mengajak Simon Petrus untuk diperkenalkannya kepada Tuhan Yesus dan mengajaknya untuk mengikut Yesus dan menjadi murid-Nya dalam kitab Yohanes 1:41,42 "Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus); Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: "Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)."
Disini kita lihat bahwa, Andreas telah lebih dulu menjadi murid dari Tuhan Yesus, lalu kemudian menyusul Simon Petrus saudaranya. Namun pada faktanya, kita lebih cenderung membaca sosok Petrus yang lebih ditonjolkan di dalam Alkitab dari pada Andreas. Simon Petrus kerap kali muncul di mana saja Tuhan Yesus pergi dan berada. Sedangkan sosok Andreas yang lebih dulu menjadi murid
Tuhan Yesus dari pada saudaranya Petrus, jarang ditonjolkan. Jadi, apakah menurut anda Tuhan Yesus juga melakukan sikap pilih kasih? Apakah menurut anda Tuhan Yesus tidak berlaku adil terhadap setiap muridnya dengan memperlakukan mereka secara sama?
Pada kenyataannya Yesus Kristus tidak pernah memilih kasih terhadap semua orang, namun Tuhan Yesus lebih memfokuskan diri-Nya untuk menuntun jalan orang yang sesat dan berdosa, agar bisa kembali ke jalan benar yang dimaksudkan oleh-Nya. Coba kita lihat realita yang ada di dalam Lukas 5:32 "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." Jadi intinya Yesus Kristus lebih memilih untuk mendekatkan diri kepada Simon Petrus karena Tuhan Yesus ingin lebih memantapkan lagi iman dari Petrus. Lihat saja Simon Petrus sampai tiga kali menyangkal Tuhan Yesus pada waktu sebelum disalibkan.
Saudaraku yang mengenal dan dikenal oleh Tuhan Yesus dan mendapatkan urapan melalui Roh Kudus. Sikap pilih kasih memang kerap kali disalah-artikan oleh orang yang melihatnya bahkan orang yang melakukannya. Namun perbuatan Tuhan Yesus atas Simon Petrus dan Andreas adalah benar adanya. Apakah kita harus mengajari orang yang sudah pintar? Tentu tidak bukan. Kita harus membantu orang lain yang lebih membutuhkan pertolongan tangan kita, sebagai wujud nyata dari iman rohani kita sebagai orang kristen yang mengaku percaya kepada Tuhan Allah.
Kiranya Damai Yesus KristusSenantiasa Memberkati Umat-Nya" Amin "
uarga Kristen Yang Berakar, Bertumbuh dan Berbuahby ADMIN RENUNGAN HARIAN KRISTEN
in RENUNGAN TENTANG HIDUP
Keluarga adalah lembaga pertama yang didirikan oleh Allah (Kej. 2:18-25), keluarga Kristenmerupakan pusat dan tujuan dari perjanjian Allah (Kej. 12:3) dan sebuah keluarga Kristen merupakan gambaran keluarga Allah di dalam kekekalan. Keluarga kita ialah kesaksian akan kehadiran Allah (Ef. 3:14-15; Maz. 103:13). Lalu bagaimana cara agar konsep keluarga seperti yang Alkitab gambarkan tersebut dapat diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari atau menjadi kenyataan? Berikut ini adalah renungan Kristen singkat tentang keluarga Kristen yang berakar, bertumbuh dan berbuah di dalam Tuhan.Keluarga Yang Berakar Dalam Firman Tuhan
Berakar adalah sebuah gambaran sebuah pohon yang memiliki akar kuat di dalam tanah. Akar berfungsi untuk menyerap makanan dari tanah yang mendukung kehidupan pohon tersebut sehingga menjadi kuat. Keluarga Kristen yang berakar dalam Tuhan tak ubahnya seperti gambaran tersebut. Kristuslah yang menjadi pondasi kehidupan keluarga, sebuah keluarga Kristen akan menjadi sangat kuat bila ada penyokong (yaitu Yesus Kristus) yang menjadi pijakan dalam menjalani kehidupan. Takkan mudah sebuah keluarga Kristen hanyut diterpa badai kehidupan atau “luapan” masalah kehidupan sebab ada Firman Tuhan yang menjadi tempat kokoh untuk berpijak.
Keluarga Kristen Yang Terus Bertumbuh
Pertumbuhan berkaitan erat dengan perubahan. Tak ada pertumbuhan yang tak mengalami sebuah perubahan. Menjadi besar, menjadi makin tinggi adalah sebuah contoh adanya perubahan yang berarti pula ada pertumbuhan dalam kondisi tersebut. Perubahan sebaiknya dimulai dari diri sendiri, ini adalah sebuah PILIHAN. Perubahan adalah sebuah proses, perlu waktu dan hasilnya baru dilihat di masa depan. Keluarga Kristen yang bertumbuh dalam Kristus memiliki arti sedang mengalami proses perubahan untuk menjadi seperti yang Kristus ajarkan. Menjadi berpuas diri, merasa sudah dewasa iman dan tidak introspeksi adalah
awal sebuah kematian iman, artinya takkan ada lagi pertumbuhan iman, padahal pertumbuhan iman harusnya terjadi sampai kapanpun juga.
Keluarga Yang Berbuah
Pertumbuhan akan menjadi sia-sia bila tanpa menghasilkan buah. Allah menginginkan setiap anggota keluarga Kristen menghasilkan buah-buah dalam kehidupan mereka. Masih ingatkah kita bahwa ranting yang tak berbuah akan dipotong dan pohon yang tak menghasilkan buah akan ditebang? (Yoh. 15:12). Jadi tak ada alasan pembenar satupun yang mengijinkan kita untuk tidak menghasilkan buah dalam kehidupan kita. Justru sebaliknya, dalam kehidupan sebuah Keluarga Kristen, setiap anggota keluarganya haruslah secara konsisten memberitakan tentang Kasih Allah secara nyata kepada dunia di sekitarnya sebagai wujud adanya kehidupan yang berakar, bertumbuh dan berbuah di dalam Kristus Yesus.
4. KASIH YANG SEMPURNA
Apr 06 at 7:38pm - admin
Kasih adalah persoalan hati dan persoalan roh. Kasih yang sempurna adalah kasih yang
keluar dari kedalaman hati oleh karena kuasa Roh Kudus. Kasih yang sempurna hanya
bisa dilakukan oleh orang-orang percaya yang sudah lahir baru. Untuk menuju pada
kelahiran baru seseorang harus mengalami peremukan daging, agar yang roh bisa
keluar.
Kasih yang sempurna ialah kasih agape, kasih yang telah dicontohkan dan dikerjakan
sendiri oleh Allah. Dia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal itu kepada dunia
(Yoh 3:16). Tuhan Yesus pun demikian, Dia menyerahkan hidupnya sendiri untuk
penebusan dosa manusia.
A. KONSEP TENTANG MENGASIHI
Tidak semua di antara kita yang mampu mengasihi secara sempurna kepada sesama
kita. Kegagalan kita dalam mengasihi sesama disebabkan adanya pengertian yang salah
dalam memahami konsep mengasihi itu sendiri. Kita beranggapan bahwa kekuatan
mengasihi itu berasal dari dalamdiri kita sendiri.
Surat Yohanes menulis bahwa kita berasal dari Allah dan bahwa Roh Allah ada di dalam
kita. Selanjutnya dikatakan bahwa kasih itu berasal dari Allah. Jikalau kita mengasihi,
maka Allah di dalam kita dan kita di dalam Dia (1 Yoh 4:7-21 band 2 Kor 4:7). Dalam hal
mengasihi sesama, dari pihak kita hanya diperlukan kemauan untuk mengasihi, bukan
kemampuan untuk mengasihi. Kemampuan itu diberikan oleh Allah. Roh Allah yang ada
di dalam kita itulah yang memampukan kita untuk mengasihi. Oleh karena itu kita tidak
boleh putus asa dalam mengasihi, terutama mengasihi orang-orang sulit, sebab Allah-
lah yang melaklukannya dengan sempurna di dalam kita.
Dalam penerapannya dengan sesama kasih kita lakukan sebagimana Tuhan Yesus telah
melakukannya. Biarkan orang lain berkembang sebagaimana dirinya sendiri. Jangan
menuntut orang lain mengikuti pikiran kita, sebab manusia itu unik dan masing-masing
adalah dirinya sendiri. Beri kesempatan kepada orang lain untuk mewujudkan dirinya
sendiri. Gembalakan orang lain. Jangan biarkan orang lain jatuh dalam kebinasaan.
Ingatkan kesalahan mereka tanpa harus menghakimi, sebab kita pun tidak luput dari
kesalahan. Serahkan setiap persoalan yang muncul sebagai akibat dari mengasihi
kepada penghakiman TUHAN. Jadilah dewasa dengan persoalan-persoalan itu. Jangan
menjadi kecewa ketika orang yang kita kasihi berbalik dan melawan kita. Ingatlah
senantiasa firman ini, "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang
di sorga adalah sempurna."(Mat 5:8).
B. KRITERIA KASIH YANG SEMPURNA
Kasih sempurna dimaksud adalah kasih yang hidup dan yang menghidupi kita untuk
mengasihi. Kesempurnaan kasih akan teruji jika diperhadapkan dengan kebencian,
permusuhan, ketidakadilan dan dosa. Kasih yang sempurna adalah kasih yang sanggup
mengalahkan segala sesuatu. Kasih yang tidak berubah, kasih yang tulus, kasih bukan
karena kewajiban, kasih yang mengalahkan ketakutan, mengalahkan dosa,
mengalahkan keterasingan, mengalahkan kesesakan dan bahkan mengalahkan maut.
1. Kasih yang tidak berubah
Firman Allah sendiri menyatakan bahwa kasih itu kekal (1 Kor 13:8). Kasih Allah kepada
dunia tidak pernah berubah sekalipun dunia rusak oleh dosa (Mal 3:6). Perubahan kasih
Allah kepada dunia bukan karena Allah berubah sikap, melainkan disebabkan oleh
perilaku manusia sendiri yang berubah setia kepada Allah. Pada kenyataannya kasih
manusia kepada Tuhan maupun kepada sesamanya dapat berubah karena beberapa
faktor. Misalnya kecewa, perbedaan pendapat, takut tersaingi, tersinggung, merasa
tidak dihargai, pengaruh kedudukan dan status sosial. Sesungguhnya Allah memahami
kelemahan-kelemahan kita, tetapi sesungguhnya pula Allah mau agar kita penuh
dengan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim 1:7)
2. Kasih yang tulus
Kasih yang tulus adalah kasih yang tidak pilih kasih dan kasih yang tanpa pamrih. Pilih
kasih artinya mengasihi dengan pilih-pilih orang. Alkitab katakan, bahwa kasih yang
diamalkan secara demikian disebut sebagai kasih yang memandang muka (Yak 2:1-
4,8,9). Mengasihi yang tidak memandang muka adalah sikap mengasihi yang tidak
mempertimbangkan untung atau rugi, sederajat atau tidak, serumpun atau tidak, dsb.
Kasih tanpa pamrih adalah kasih yang tidak mengharapkan imbalan apa pun dari orang
yang dikasihi. Di depan telah dijelaskan bahwa kasih itu memberi, bukan menerima.
Kasih itu mengalir keluar, bukan ke dalam. Kasih itu melepas, bukan menarik. Dan
memberi itu bukanlah sekedar memberi tetapi memberi dengan pilihan. Pilihan yang
terbaik atau bahkan memberi yang utama.
Secara moral kasih itu tidak mengikat, tidak mengatur, tidak mengontrol, tidak
memerintah dan tidak menguasai. Pamrih itu dapat berupa imbalan. Bentuk-bentuk
imbalan yang mungkin terselib dalam perbuatan kasih yang salah itu misalnya secara
tersembunyi minta dihormati, minta ditaati, minta dilayani, minta didukung, minta
diutamakan dan sebagainya (Luk 6:33-36). Jikalau hal yang sedemikian itu terjadi maka
yang ada bukanlah kasih tetapi eksploitasi. Dan ini adalah kejahatan.
3. Kasih yang nyata
Semua yang kita bicarakan dan yang kita ajarkan di atas tidak akan ada gunanya, jika
ternyata kasih itu tidak diterapkan atau dipraktekkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Hanya seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing (1 Kor 13:1)
Firman Tuhan katakan, bahwa kasih harus kita kerjakan dengan melibatkan tiga pihak,
yaitu mengasihi Allah sebagai yang utama, kemudian mengasihi sesama dalam porsi
yang sama besar dengan mengasihi diri sendiri. Untuk mengasihi TUHAN Yohanes
mengajarkan:
"Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya.
Perintah-perintah-Nya itu tidak berat, sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan
dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita."(1 Yoh 5:3,4).
Sedangkan untuk mengasihi sesama Tuhan Yesus mengajarkan: ‘Segala sesuatu yang
kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada
mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’"(Mat 7:12).
Seorang percaya yang benar; dalam posisi apa saja, dalam kondisi bagaimanapun dan di
manapun juga; dia akan menerapkan prinsip ini di dalam kehidupan sehari-hari. TUHAN
ditaruh di tempat yang utama dengan cara menaati perintah-perintah-Nya. Dan
kemudian dalam aplikasinya senantiasa mengukur apa yang akan dilakukan terhadap
orang lain, seperti yang diinginkannya sendiri dari orang lain lakukan kepada dirinya.
Hal demikian telah dilakukan dengan baik oleh Gereja kita dalam mengemban Amanat
Agung dengan memperhatikan keselamatan dan kebutuhan sesama.
4. Kasih yang hangat
Kasih yang hangat adalah kasih yang bergairah, penuh kehangatan dan sarat dengan
perbuatan baik. Sebaliknya, kasih yang dingin adalah kasih yang tidak mampu memberi
pengaruh apa-apa kepada orang-orang di sekelilingnya. Kasih yang dingin bersifat
apatis, tumpul, masa bodoh dan tidak peduli kepada lingkungan. Tuhan Yesus
menyebutkan bahwa kasih yang dingin menjadi salah satu tanda dari zaman akhir (Mat
24:12). Ketika kasih sudah menjadi dingin maka yang ada adalah permusuhan,
kedurhakaan dan berbagai macam kejahatan.
Pada sisi lain, kasih yang dingin merupakan suatu bukti tentang lunturnya kasih mula-
mula. Betapapun hebatnya seseorang beribadah dan melayani tetapi jika kehilangan
kasih yang mula-mula, maka semuanya sia-sia (Why 2:1-5). Tuhan Yesus menegur
jemaat Efesus karena mereka telah kehilangan kasih yang mula-mula. Orang yang
kehilangan kasih mula-mula disebut sebagai orang yang telah jatuh ke dalam dosa yang
sangat dalam (Why 2:4,5). Wujud kasih mula-mula itu adalah kesukaan untuk bersekutu
dengan TUHAN (Ibr 10:25) dan dengan sesama.
5. Kasih karena mengasihi
Esensi dari kasih agape adalah mengasihi untuk mengasihi atau mengasihi karena
mengasihi. Kasih agape adalah kasih yang keluar dari kedalaman hati TUHAN atau
seseorang untuk memuntahkan kerinduan berbuat baik dan mulia kepada orang yang
dikasihi. Kasih agape tidak mengenal waktu dan keadaan. Kasih agape tidak lekang oleh
panasnya kesukaran dan tidak lapuk oleh lebatnya hujan persoalan. Kasih tidak
seharusnya dilakukan karena kewajiban, tetapi semata-mata karena mengasihi. Kasih
karena kewajiban ialah kasih yang dilakukan berkaitan dengan tugas dan tanggung
jawab yang seharusnya dilakukan oleh seseorang.
Di samping itu kasih karena kewajiban juga dapat disebabkan oleh lamanya waktu atau
kewajiban hidup manusiawi. Wajar adanya jikalau seorang suami mengasihi isterinya,
wajar jikalau orang tua mengasihi anak-anaknya dsb. Kasih demikian merupakan
kemunduran dari kasih mula-mula. Kasih mula-mula adalah kasih yang pertama kali
muncul dari kedalaman hati seseorang.
Kasih mula-mula adalah kasih yang berfokus hanya kepada orang yang dikasihi. Tidak
menoleh ke kanan atau ke kiri dan tidak mendua hati. Kasih yang penuh kehangatan
kerinduan dan keterikatan batin (Yer 2:2,3;Why 2:2-4).
Orang yang menganggap bahwa kasih itu sebagai kewajiban, maka orang ini sudah
kehilangan kasih mula-mula dan orang yang kehilangan kasih mula-mula itu berbuat
dosa yang besar. Oleh sebab itu barangsiapa telah kehilangan kasih mula-mula harus
segera bertobat (Why 2:4,5). Di bawah kasih karena kewajiban ada kasih karena
pamrih. Kasih karena pamrih adalah orang yang mengasihi, tetapi dengan maksud
untuk mendapatkan keuntungan dari subyek yang dikasihinya. Kasih karena pamrih
adalah kasih yang rendah, bahkan tidak layak disebut kasih, tetapi eksploitasi.
6. Kasih yang mengalahkan ketakutan
Apakah sebabnya orang menjadi takut? Adakah hubungan antara dosa dengan
ketakutan? Kita dapat katakan bahwa ketika seseorang menjadi takut di dalam dirinya
pastilah tersimpan rasa bersalah atau dosa.
Untuk membuktikan kebenarannya mari kita mundur sejenak untuk melihat kehidupan
manusia di taman Eden. Sebelum dosa masuk ke dalam diri manusia, hubungan antara
manusia dengan TUHAN sangat intim. TUHAN dapat berbicara langsung kepada
manusia tanpa ada penghalang. Tetapi setelah dosa itu berkuasa atas manusia, maka
keintiman itu menjadi terputus.
Apakah buktinya? Bahwasanya ketika Allah ingin mendapatkan pertanggung jawaban
dari manusia tentang apa yang telah mereka lakukan, Allah tidak mendapat jawaban
yang diinginkan. Sebab manusia takut dan bersembunyi (Kej 3:10). Perjanjian Baru
telah mengubah, bahkan membalik ketakutan itu menjadi keberanian untuk
menghampiri tahta kasih karunia (Ibr 4:14-16).
7. Kasih yang mengalahkan dosa
Kasih itu mengalahkan dosa (1 Pet 4:8). Bukan saja dosa tetapi juga kejahatan (Roma
12:17-21) dan pelanggaran (Ams 27:17). Pergesekan dengan sesama adalah suatu hal
yang lumrah. Tidak perlu disimpan, dipersoalkan terlalu dalam dan dibesar-besarkan
(Ams 17:9;27:5;Mat 18:15). Justru dengan pergesekan-pergesekan itu kita akan
terdidik, semakin berhikmat dan bijaksana dalam menyikapi segala persoalan dengan
sesama kita.
8. Kasih yang mengalahkan keterasingan
Musa mengingatkan umat Israel agar tidak lupa mengasihi orang asing, sebab dahulu
umat Israel juga menjadi orang asing di tanah Mesir (Ul 10: 19). Dalam teks Pengakuan
Iman Rasuli tertulis: "Aku percaya kepada Gereja yang Kudus dan Am." Geraja Am,
artinya gereja itu melintasi batas-batas ras, suku bangsa, negara dan zaman. Jikalau
anak-anak TUHAN di seluruh dunia berkumpul, maka tidak akan ditemui di sana apa
yang disebut dengan orang asing. Mengapa? Karena seluruh orang percaya sedunia
adalah keluarga besar Allah. Satu Bapa, satu TUHAN, satu baptisan, satu Roh dan satu
Kasih (Ef 2:19-22;Fil 3:20).
9. Kasih yang mengalahkan kesesakan
Kesesakan demi kesesakan itu dapat menjadi alat yang empuk bagi Iblis untuk
mematahkan kuasa iman orang percaya. Perhatikanlah Ayub. Betapa dia dihabisi oleh
kesukaran-kesukaran itu. Segala kekayaannya lenyap, seluruh anaknya meninggal,
isterinya memusuhi dan tubuhnya disiksa dengan banyak penyakit. Tetapi Ayub tetap
mengasihi Allah, sehingga pada akhirnya keadaannya dipulihkan TUHAN. Gereja mula-
mula adalah gereja yang penuh dengan kesesakan dan kesukaran. Tahun 64 kaisar
Nero membuka permusuhan dengan Gereja TUHAN. Orang-orang Kristen dianiaya
dalam Arena. Arena adalah pertunjukan adu manusia dengan binatang buas. Arena
merupakan tontonan yang mengasyikkan bagi penduduk kota Roma pada zaman itu.
Demikian juga dengan gladiator. Gladiator adalah pertunjukan adu manusia. Gladiator
merupakan tontonan yang tidak kalah menariknya dengan Arena. Di sanalah orang-
orang Kristen diadu dengan sesama orang Kristen lainnya atau dengan penjahat-
penjahat. Siapa yang kuat dialah yang menang dan yang tetap hidup, tetapi yang kalah
dia harus menemui ajalnya. Banyak tokoh Gereja mula-mula yang menjadi martir
karenanya. Di antaranya adalah Yustinus Martir dan Polikarpus.
Kesukaran tidak berhenti sampai di situ, pada zaman kaisar-kaisar sesudahnya seperti
Deocletianus banyak orang Kristen yang dijadikan obor, dipancung dan dikerjarodikan.
Namun demikian Gereja tidak pernah surut mengasihi Tuhan. Dan orang-orang percaya
bersekutu dalam penderitaan mereka, berseru kepada TUHAN memohon pertolongan-
Nya. Sampai pada akhirnya Gereja mencapai kemenangannya. Pada tahun 312 kaisar
Konstantinus bertobat. Pertobatannya itu membawa kejayaan bagi Gereja. Gereja
diangkat menjadi agama negara yang satu-satunya dan dilindungi oleh undang-undang.
Sehingga tidak salah jika rasul Paulus memberi pernyataan ini:"Siapakah yang akan
memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan,
atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?"(Roma 8:35).
10. Kasih yang mengalahkan maut
Dalam penderitaan-Nya di taman Getsemani, Tuhan Yesus berdoa: "Ya Bapa-Ku, jikalau
sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang
Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."(Mat 26:39). Ucapan doa ini
mengandung dua pilihan. Satu sisi Tuhan Yesus ingin lepas dari cawan penderitaan,
tetapi di sisi lain Dia harus taat kepada rencana Bapa atas keselamatan manusia.
Akar dari kesusahan ini adalah karena Bapa mengasihi dunia, sedemikian besar Bapa
mengasihi dunia demikian juga Tuhan Yesus pun mengasihi dunia. Rasul Paulus
memberi pernyataan: "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja
memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu."(Fil 1:21,22).
Ini pun suatu pilihan. Bagi Paulus mati itu lebih baik karena baginya akan berhenti dari
segala kesukaran dan hidup damai bersama dengan Kristus. Tetapi karena kasihnya
kepada jemaat, maka dia harus tetap hidup. Dan kalau dia hidup itu berarti rasul Paulus
harus memberi buah, yaitu melayani jemaat supaya mereka semua tetap ada di dalam
rencana keselamatan Kristus. Kidung Agung menulis: "Taruhlah aku seperti meterai
pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut,
kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api
TUHAN"(Kid 8:6). Ayat ini menyatakan bahwa kegigihan kasih atau cinta itu setara
dengan maut. Jikalau seseorang yang sedang bercinta dibakar oleh api cemburu, maka
maut pun diterjang demi cintanya.
C. SENI MENGASIHI ORANG-ORANG SULIT
Tidak semua orang yang kita kasihi mengerti artinya dikasihi, apalagi membalas
perbuatan kasih itu dengan mengasihi pula. Untuk yang demikian Tuhan Yesus
mengajar, "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?
Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi
salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang
lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu
haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."(Mat
5:46-48) Di samping nilai hukum, kasih juga berniulai seni. Menyatakan kesalahan
tanpa menghakimi adalah sebuah seni. Kita hanya diijinkan untuk mengasihi, bukan
membenci sekalipun dibenci. Untuk yang demikian maka diperlukan kiat-kiat tertentu
agar kasih tetap hidup di dalam kita.
1. Belajar dari pengajaran Tuhan Yesus
Mengasihi saudara-saudara kita dengan mengingatkan dosanya (Mat 18:15-17), tidak
menuntut balas (Mat 5:38-42), mengasihi dan mengampuni musuh (Mat 5:43,44;Luk
23:34) adalah seni. Di mana kita harus menaruh kasih di antara kebencian dan
mematikan perasaan benci dari dalam hati kita.
2. Belajar dari teladan kehidupan Tuhan Yesus
Perhatikan juga cara Tuhan Yesus menyatakan kesalahan orang tanpa menghakimi.
Ketika ditampar penjaga di depan Hanas karena pernyataan - Nya yang dianggap salah,
Dia bersabda: "Jikalau kata-Ku itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kata-Ku
itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?"(Yoh 18:23). Perkataan itu
diungkapkan bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menyatakan kesalahan.
Sekalipun ucapan itu tidak diterima, namun Tuhan Yesus tidak membenci dan tidak
membalasnya. Kitab Amsal menulis: "Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada
kasih yang tersembunyi. Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang
lawan mencium secara berlimpah-limpah." (27:5,6).
3. Belajar dari pengajaran Rasul Paulus
Rasul Paulus secara tegas menyatakan bahwa jika seseorang sudah tidak bisa
diperbaiki, dalam nama Tuhan Yesus orang itu harus diserahkan kepada Iblis supaya
dibinasakan tubuhnya asalkan rohnya dapat diselamatkan pada hari Tuhan (1 Kor 5:5).
Hal itu berarti, bahwa kita harus tegas terhadap kesalahan seseorang, tetapi tidak
boleh membencinya. Kepada jemaat di Roma rasul Paulus menulis,"Berkatilah siapa
yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!. Janganlah membalas
kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!. Saudara-
saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah
tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah
yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia
makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan
bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi
kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:14,17,19-21).
Kepada jemaat di Galatia Rasul Paulus menyatakan bahwa kita tidak boleh jemu-jemu
berbuat baik (6:9 band 2 Tes 3:12). Pernyataan ini diteguhkan oleh rasul Yakobus
bahwa kasih itu tidak boleh diamalkan dengan memandang muka (Yak 2:1,9).