bukit si ayam sakti

Download Bukit Si Ayam Sakti

If you can't read please download the document

Upload: nenepotter

Post on 17-Nov-2015

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

cerpen anak

TRANSCRIPT

Ilustrasi: http://brookeramey.wordpress.com/2011/02/page/2/

Bukit Si Ayam SaktiPopo si anak monyet dan Cici si anak kelinci mengistirahatkan tubuh sejenak di bawah pohon. Sambil memakan bekal yang mereka bawa dari rumah, mereka membayangkan seperti apa wajah sang ayam hitam yang sakti. Kedua sahabat itu juga sangat penasaran pada kesaktian si ayam. Perjalanan mencari ayam hitam bermula setelah kejadian kemarin.***Saat itu Popo si monyet kecil menguap lebar-lebar. Entah mengapa Popo selalu saja begitu setiap kali belajar di kelas. Bahkan tidak jarang ia akan tertidur lelap saat pelajaran. Bu Guru Mimi si kucing putih akhirnya menegurnya.Popo, sudah berapa kali ibu ingatkan. Tolong perhatikan kalau ibu sedang menerangkan pelajaran. Nilai kamu selama ini jelek terus gara-gara kamu sering tertidur di kelas. Sebentar lagi ujian. Kalau begini terus, bisa-bisa kamu tidak naik kelas, tegur bu guru dengan wajah marah. Usai jam pelajaran, Popo menyendiri di atas pohon dekat kelasnya. Kata-kata Bu Guru Mimi terus terngiang dalam kepala monyet kecil itu. Popo begitu sibuk dengan pikirannya sendiri, sampai tidak sadar seekor anak kelinci menghampirinya di bawah pohon. Cici si kelinci kecil terus memanggil-manggil sahabatnya di atas pohon. Cici ingin mengajaknya bermain bersama, namun monyet kecil itu mengacuhkannya. Popo, apa kau ada masalah? Ceritakan padaku, tanya Cici. Apa kau tidak dengar apa kata Bu Guru di kelas tadi? Dia bilang aku mungkin tidak naik kelas, kata Popo.Itu karena nilai-nilaimu selalu jelek Popo. Kau sering tidur di kelas dan tidak memperhatikan pelajaran. Kalau saja nilaimu lebih bagus, tentu kau akan naik kelas, Cici menimpali.Ah, benar juga. Lalu bagaimana caranya biar nilai-nilaiku bertambah bagus? Popo menggaruk kepala kebingungan.Tentu saja kau harus belajar. Dengarkan kalau Bu Guru Mimi sedang mengajar, jawab Cici.Tapi kau tahu sendiri Ci. Otakku ini tidak bisa diajak belajar. Setiap kali belajar pasti mengantuk, sanggah si monyet.Cici dan Popo terdiam dan berpikir. Cici ingin sekali membantu temannya agar lebih pintar dan memiliki nilai bagus. Tapi bagaimana caranya? Cici hanya bisa mengeluh gusar, Hmm... Jadi bagaimana ya?Aku tahu caranya! Sebuah suara membuyarkan lamunan kedua sahabat itu. Keduanya mencari-cari asal suara.Kiki, rupanya kau! Popo berseru. Seekor burung mungil tengah bertengger di dahan dekat Popo. Jadi sejak tadi kau menguping pembicaraan kami?Sejak tadi aku sudah ada di sini. Kau saja yang tidak melihatku, Kiki berkilah. Sebagian tubuhnya memang tertutup daun, hingga badan mungilnya hampir tidak terlihat. Wajar saja Popo tidak tahu dia ada di sana.Maksudmu, kau tahu cara agar aku pintar tanpa harus susah payah belajar? Popo langsung bersemangat. Benar, aku tahu caranya, kata si burung.Kiki bercerita pada Cici dan Popo, ada seekor ayam hitam yang sangat sakti. Ia bisa menyelesaikan berbagai persoalan dengan kesaktiannya. Ayam hitam itu berada jauh di selatan hutan. Ia tinggal di sebuah gubuk kecil di pinggir sungai.Demi mendengar kesaktian sang ayam hitam, keesokan harinya berangkatlah Popo mencarinya. Cici sebagai sahabat baikpun ikut menemani. Mereka terus berjalan menyusuri hutan. Peluh bercucuran, dan beberapa kali mereka harus berhenti untuk beristirahat. Mereka memulai perjalanan sejak pagi, dan sekarang sudah hampir sore. Namun belum juga sampai tujuan. Cici, apa menurutmu kita sudah berjalan ke arah yang benar? Jangan-jangan kita tersesat, keluh Popo.Kalau menurut petunjuk yang diberikan Kiki, seharusnya sebentar lagi kita akan sampai. Kita sudah melewati bagian hutan yang penuh pohon cemara. Setelah itu kita harus terus berjalan ke selatan, dan akan sampai di sungai. Karena sungai itu sebagai batas hutan, kita hanya perlu menyeberang untuk sampai ke tempat si ayam hitam, Cici menerangkan.Mereka berdua menguatkan diri dan meneruskan perjalanan. Benar saja, tidak jauh di depan mereka, sebuah sungai kecil meliuk indah. Popo sangat bersemangat karena ia pandai berenang. Sahabat kelincinya yang takut airpun digendongnya.Setelah perjalanan yang penuh perjuangan dan melelahkan, akhirnya mereka menemukan apa yang dicari. Di sebuah padang rumput yang luas, seekor ayam hitam tengah sibuk dengan pekerjaannya. Dari penampilannya, ayam itu terlihat sudah kakek-kakek. Ia menggali tanah dengan paruhnya, dan menaruhnya di atas selembar daun. Daun itupun diseret menuju sebuah gundukan tanah, dan menumpuknya di sana. Ia terus mengulang pekerjaan itu tanpa lelah.Popo dan Cici akhirnya memberanikan diri mendekati kakek ayam. Mereka sebenarnya agak khawatir ayam itu akan marah karena mereka mengganggu pekerjaannya. Belum sempat mereka mengucapkan apa-apa, ayam itu malah menyuruh mereka membantu mengangkut tanah. Kedua sahabat itu menuruti saja apa kehendak si kakek ayam. Mereka takut jika tidak ikut membantu, ayam itu akan menolak menolong Popo. Sambil bekerja Cici dan Popo terus bertanya-tanya sebenarnya apa yang tengah dikerjakan kakek ayam hitam. Sambil mengatur napasnya yang mulai tersengal akibat lelah, Cici bertanya, Maaf kakek ayam, bolehkah aku tahu untuk apa semua tanah ini? Aku bermaksud membuat sebuah bukit di sini. Setiap hari aku menggali dan menumpuk tanah. Sudah hampir empat bulan aku mengerjakannya, jawab sang ayam hitam.Popo dan sahabatnya melongo mendengar jawaban ayam. Dalam bayangan monyet itu, sebuah bukit adalah gundukan tanah yang sangat tinggi. Jauh lebih tinggi dari pohon yang paling tinggi, dan hampir setinggi gunung. Sedangkan tumpukan tanah itu hanya sedikit lebih tinggi dari badan Popo. Maaf kakek ayam, tapi bagaimana mungkin kau bisa membuat bukit dengan cara seperti ini? Menurut saya, bukit itu tidak mungkin jadi meski kau menumpuk tanah seumur hidup, kata Popo.Tapi setidaknya, aku berusaha mengerjakannya. Meskipun kelihatannya tidak mungkin, namun aku terus bekerja menumpuk tanah sedikit demi sedikit. Karena itu adalah cara yang paling masuk akal untuk membuat sebuah bukit. Jika aku tidak bisa menyelesaikan pembuatan bukit ini hingga akhir hayatku, maka anak cucuku masih bisa meneruskannya, hingga suatu hari bukit itu bisa terwujud. Sama halnya denganmu Popo. Belajar memang kadang sulit dan membosankan. Tapi itu satu-satunya cara untuk menjadi pintar. Tidak ada kesaktian yang bisa membuat seseorang langsung pintar, kecuali dia berusaha mempelajarinya sendiri. Kau belajarlah dan carilah ilmu sedikit demi sedikit. Lama-lama ilmu itu akan menumpuk dalam kepalamu hingga setinggi bukit. Dengan begitu kau akan menjadi anak yang pintar. Kau masih sangat muda. Membuat bukit ilmu bagimu akan jauh lebih mudah dari pada membuat bukit seperti yang sedang kukerjakan. Ayam hitam memberikan petuahnya.Popo terdiam mendengar nasihat sang ayam. Sepertinya kakek ayam hitam memang benar-benar sakti. Popo belum mengatakan apapun tentang maksud kedatangannya, namun kakek ayam sudah mengetahuinya lebih dulu. Popo termenung meresapi setiap kata. Apa yang dikatakan kakek ayam memang benar. Selama ini dia tidak menjadi pintar karena terlalu malas untuk belajar. Ia selalu mengantuk saat pelajaran bukan karena kurang tidur, tapi karena bosan. Dan kebosanan itu datang karena monyet kecil itu tidak berusaha mendengarkan dan memahami apa yang diajarkan bu guru. Cici ternyata benar apa yang kau katakan padaku kemarin. Aku seharusnya belajar jika ingin menjadi pintar. Maafkan aku karena tidak mempercayaimu, dan malah memintamu menemaniku kemari, ujar Popo.Sudahlah Popo yang penting sekarang kita sama-sama mendapat pelajaran berharga. Setelah ini aku juga ingin belajar lebih giat lagi, kata Cici. Setelah berpamitan dengan kakek ayam hitam, Cici dan Popo segera pulang. Sepasang sahabat itu kini melangkah dengan tekat baru, untuk belajar dan menimba ilmu setinggi bukit.