buku panduan teknologi pewarnaan alam

17
1 DI SUSUN OLEH: MUSTAFA Di Sadur Dari Berbagai Sumber dan Praktek Sendiri

Upload: mustafa

Post on 05-Aug-2015

554 views

Category:

Documents


34 download

DESCRIPTION

DI SUSUN OLEH: MUSTAFA Di Sadur Dari Berbagai Sumber dan Praktek Sendiri 1 BAB I PENDAHULUAN Jauh sebelum dikenal zat warna sintetis (ZWS), bangsa Indonesia secara turun temurun telah menggunakan zat warna alam (ZWA) untuk mewarnai pakaian, makanan, kosmetik dan barang kerajinan daerah. Pewarna alam ini mereka peroleh dengan ekstraksi /perebusan (cara tradisional) dari tanaman yang banyak terdapat disekitarnya. Bagian tanaman yang merupakan sumber zat warna alam (ZWA) adalah: kayu, kulit kay

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

1

DI SUSUN OLEH:

MUSTAFA

Di Sadur Dari Berbagai Sumber

dan Praktek Sendiri

Page 2: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

2

BAB I

PENDAHULUAN

Jauh sebelum dikenal zat warna sintetis (ZWS), bangsa

Indonesia secara turun temurun telah menggunakan zat warna

alam (ZWA) untuk mewarnai pakaian, makanan, kosmetik dan

barang kerajinan daerah.

Pewarna alam ini mereka peroleh dengan ekstraksi /perebusan

(cara tradisional) dari tanaman yang banyak terdapat

disekitarnya.

Bagian tanaman yang merupakan sumber zat warna alam

(ZWA) adalah: kayu, kulit kayu, ranting, daun, akar, bunga atau

getahnya.

Pewarna dengan zat warna alam (ZWA) ini sangat disukai

karena menghasilkan efek warna yang indah dan khas yang

tidak dapat tiru oleh zat warna sintetis, sehingga kenyataan ini

menjadi daya dukung yang sangat berarti bagi produk-produk

ekslusif dan bernilai seni yang mempunyai segmen pasar

tertentu baik dalam maupun luar negeri, seperti misalnya batik.

Kekurangan proses pewarnaan dengan zat warna alam,

memakan waktu yang lama sehingga memerlukan

kesabaran/ketekunan dalam pengerjaannya seperti :

Menyiapkan bahan baku karena sifatnya alami jadi

belum dibudidayakan sehingga ketersedianya sangat

dipengaruhi oleh sumber daya alam yang ada, tenaga

pengumpul, kondisi setempat dan musi.

Proses ekstraksi atau pengambilan coloring matter

(baik secara dingin maupun panas tergantung pada jenis

bahan bakunya), memerlukan waktu yang tidak singkat

dari memperkecil ukuran bahan baku kemudian

Page 3: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

3

merebusnya dengan air sampai larutan kira-kira tinggal

40% nya ; setelah cairan dipisahkan dari residunya.

Ekstrak bila perlu masih dipekatkan/dikentalkan lagi

untuk mencapai konsentrasi yang diinginkan dalam

proses pewarnaan. Kadang-kadang proses ekstraksi

harus disertai dengan fermentasi untuk jenis zat warna

alam tertentu.

Semula zat warna alam terutama dipergunakan untuk

mewarnai batik dan untuk mencapai warna yang

dikehendaki pencelupannya harus dilakukan berulang-

ulang (pada suhu kamar) tiap hari 8-10 kali pencelupan

selama kira-kira 1 (satu) minggu.

Sejak munculnya pewarna sintetis (1870) yang lebih

menjanjikan kecepatan maupun kepraktisan dan kemudahan

dalam penggunanya, pewarna alami yang telah membudaya di

masyarakat Indonesia segera terdesak atau tersingkir.

Ternyata selama seabad lebih zat warna sintetis merajai dunia,

dalam pemakaian yang sangat luas meliputi seluruh sendi

kehidupan yang kadang-kadang menyimpang dari rekomendasi

yang ditetapkan (misal zat warna tekstil untuk mewarnai

makanan).

Sampai pada tahun 1996, Kedutaan Besar Republik Indonesi

bidang Perdagangan di Belanda, memberi peringatan yang

merunjuk CBI (Centre for the Promotion of Import from

Developing Countries) cef CBI/HB-3032 tanggal 13 Juni 1996

akan bahayanya zat warna sintetis yang mengandung gugus

AZO yang bersifat karsiogenik. Oleh sebab itu jalur

perdagangan zat warna tersebut dengan segala bentuk

produknya terutama yang kontak langsung dengan kulit

manusia seperti; clotihing, footwear dan bed linen, sudah

Page 4: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

4

dilarang dikedua negara Eropa yaitu Jerman dan Belanda sejak

1 April 1996.

Peristiwa ini merupakan kesempatan yang sangat penting agar

kita segera kembali menggunakan zat warna alam (Back To

Nature) dan meninggalkan zat warna sintetis yang jelas-jelas

bermasalah, belum lagi pembuangan limbahnya yang

mencemari lingkungan yang oleh disebabkan oleh zat –zat

pembantu pewarnaan yang bersifat B3 (Bahan Beracun

Berbahaya) juga sisa zat warna sintetis merupakan senyawa

organik (meskipun bagi zat warna sintetis yang belum ada

pelarangan penggunaanya).

Pengerajin kecil (yang pada umumnya termasuk golongan

ekonomi lemah) mengalami kesulitan-kesulitan akibat

terjadinya krisis monenter yang berkepanjangan, terutama

dalam memenuhi kebutuhan pewarna yang selama ini

merupakan komponen impor yang harganya tidak terjangkau.

Belum lagi kelangkaan yang disebabkan oleh dilarangnya

pewarna sintetis tertentu (AZO). Antisipasi permasalahan

tersebut dengan menyedikan pewarna lokal yang harganya

terjangkau dan kualitas teruji lagi pula aman baik bagi

lingkungan maupun tubuh manusia harus segera terealisasi.

Semangat dalam upaya membantuk pemulihan ekonomi

Indonesia. Balai Besar Kerajinan dan Batik sesuai dengan tugas

dan fungsinya mengganti penggunaan zat warna alam dengan

menampilkan teknologi zat warna alam yang cepat dan tepat.

Dengan teknologi ini pewarna zat warna alam tidak lagi

berlarut-larut dan memakan waktu lama seperti dulu dan dapat

diterapkan pada komoditas non batik (kayu, tekstil kerajinan,

benang, serat alam non tekstil dan barang-barang kerajinan

lainnya) yang kondisi pewarnaanya menyesuaikan.

Page 5: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

5

BAB II

ZAT WARNA ALAM

Zat warna alam adalah zat warna yang diperoleh dari alam /

tumbuhan-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat warna

alam karena mengandung pigmen alam. Potensi sumber zat

warna alam ditentukan oleh intesitas warna yang dihasilkan

sangat bergantung pada jenis coloring matter yang ada.

Coloring matter adalah substansi yang menentukan arah warna.

Zat warna alam merupakan senyawa organik yang terkadung

dalam sumber zat warna alam tersebut. Dalam satu jenis

tumbuhan-tumbuhan dapat terkandung lebih dari satu jenis

coloring matter yang bervariasi.

Berdasarkan jenis coloring matter tersebut, zat warna alam

dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu:

1. Zat warna mordan (alam); kebanyakan zat warna alam

tergolong zat warna mordant alam sehingga agar zat

warna alam dapat menempel dengan baik. Proses

pewarnaanya harus melalui penggabungan dengan

kompleks oksida logam membentuk zat warna yang

tidak larut. Zat warna alam golongan ini dapat menjadi

sangat tahan, misalnya zat warna alam yang berasal dari

kulit akar pace (morindin).

2. Zat warna direk; zat warna ini melekat di serat

berdasarkan ikatan hidrogen sehingga ketahannya

rendah, misal ZWA yang berasal dari kunyit

(curcumin).

3. Zat warna asam/basa; zat warna jenis ini mempunyai

gugus kombinasi asam basa, tepat untuk diterapkan

pada pewarnaan serat sutera atau wol, tetapi tidak

Page 6: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

6

memberikan warna yang permanen pada katun,

misalnya falvonoid pigmens.

4. Zat warna bejana; zat warna ini mewarnai serat melalui

proses-proses reduksi-oksidasi (redoks) dikenal sebagai

pewarna yang paling tua didunia dengan ketahanan

yang paling unggul dibandingkan ke tiga jenis zat

warna alam lainnya. Misal zat warna alam yang berasal

dari daun Tom (Indigo).

Page 7: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

7

BAB III

CONTOH TUMBUH-TUMBUHAN PENGHASIL ZAT

WARNA ALAM

Hampir semua tumbuh-tumbuhan disekitar kita (baik yang

tumbuh liar maupun sengaja ditanam) dapa dimanfaatkan

sebagai pewarna karena mereka mengandung pigmen warna.

Kadang-kadang keberadaan meraka tidak pernah kita lirik

karena tidak mempunyai nilai sosial dan ekonomi. Contohnya

seperti tanaman putri malu (Mumisa pudicia L), Pulutan (Urena

lobata), Pucut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L), dll.

Disamping itu ada juga tanaman yang berfungsi ganda yaitu

seperti pada kayu, kulit kayu, daun, bunga, buah dan

sebagainya. Sumber-sumber zat warna alam ini menghasilkan

warna dan ketahanan yang berbeda-beda pada media katun,

sutera, dan wol tergantung pada jenisnya. Tabel berikut memuat

contoh-contoh tanaman yang menghasilkan warna-warna alam

Indonesia:

Page 8: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

8

Gambar: Contoh hasil pencelupan benang menggunakan

pewarna alami

Page 9: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

9

BAB IV

TEKNOLOGI PEWARNAAN TEKSTIL/KRIYA

TEKSTIL DENGAN ZAT WARNA ALAM

Pada prinsipnya pewarna alam dapat untuk mewarnai semua

serat tekstil yang berasal dari serat-serat alam/setengah sintetis

baik yang tergolong serat selulosa mapun protein. Contoh serat

selulosa adalah kapas, rayon, sedangkan serat protein adalah

sutera, wol. Cara pewarnaan alam pada media tersebut sangat

dipengaruhi oleh bentuk bahan baku (seperti kain, benang), dan

dapat dikerjakan melalui celup, ikat atau coletan tergantung

keperluan.

Gugus aktif pada serat-serat tersebut akan berikatan dengan zat

warna alam sesuia dengan golongannya baik melalui

penghubung (zat warna mordant) atau pengendapan diatas serat

(zat warna bejana).

a. Proses Mordanting

Beberapa zat warna alam akan pudar tanpa pre-

treatment dengan chemicalia tertentu pada medianya.

Pretraetment ini disebut mordant dan biasanya

menggunakan garam logam seperti alum/tawas,

tunjung/ferro sulfat dll. Yang membantu memfix-kan

warna pada media. Dari satu jenis zat warna alam akan

diperoleh arah warna yang bermacam-macam dengan

menggunakan mordant yang berbeda.

Resep untuk 500 gr kain tenun:

1) Kain direndam dalam kain katun 2 gr/L

detergent/rinso selama semalam

2) Cuci bersih dan peras

Page 10: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

10

3) Kemudian rebus (mendidih) dalam 17 liter air

yang menggandung 100 gr tawas dan 30 gr

soda abu selama 1 jam

4) Setelah 1 jam, api matikan, biarkan kain tetap

dalam larutan semalam.

5) Pagi harinya kain dicuci bersih, keringkan,

setrika, siap untuk diwarnai.

Resep untuk 500 gr kain sutera/wol:

1) Langsung direbus dalam 17 liter air yang

mengandung 100 gr tawas, biarkan pada suhu

600 selam 1 jam, biarkan semalam.

2) Pagi harinya kain dicuci bersih, keringkan,

seterika dan siap untuk diwarnai.

Untuk serat-serat yang lain baik tekstil maupun

non tekstil ataupun kayu, dua jenis resep

modrandt untuk serat selulosa (katun) dan serat

protein (sutera) diatas dapat dipakai acuan yang

menyesuaikan jenis seratnya. Misalnya serat

non tekstil seperti rami, agel, jute,dll. Mengacu

pada resep mordant untuk katun , sedang untuk

sutera liar, bulu binatang, dll mengacu pada

resep untuk sutera, demikian seterusnya.

b. Proses Ekstraksi (Proses pengambilan ZWA dari

sumbernya)

Zat warna diperoleh secara ekstraksi (baik pada suhu

tinggi maupun rendah) dari bagian tanaman yang

merupakan sumbernya menggunakan pelarut air.

Dengan cara ini ZWA yang terambil bervariasi

tergantung pada jenis sumber ZWA. Sebagi contoh

untuk sumber zat warna alam yang berupa kayu (Tingi)

dapat terambil sekitar 6,5% masa yang dapat mewarnai.

Berikut contoh pengambilan zat warna dari beberapa

sumbernya:

Page 11: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

11

Kulit akar Pace (Morinda Citrifolia)

1 kg kulit akar pace direbus dengan 10 liter air

abu gosok yang mempunyai pH 7,5 vlot 1:10

selama 1 jam atau sampai volume cairan

menjadi sekitar 6 liter.

Air abu gosok dibuat dengan merendam 70

gr/L. Abu dalam 1 liter air, diamkan semalam,

beningnya yang dipakai.

Setelah ekstrak dipisahkan dari kulit akar pace,

dalam keadaan panas pakai untuk mewarnai

tekstil/kriya. Sisa pencelupan masih dapat

dipakai lagi, jangan dibuang.

Bunga Srigading (Nyctanhers arbortristis)

1 ons bunga Srigading (kering) direbus dalam 5

liter air sampai volume larutan tinggal 4 liter

(vlot 1:5)

Setelah ekstrak dipisahkan dari bunga

srigading, dalam keadaan panas langsung

dipakai untuk mewarnai tekstil/kria

tekstil/benang.

Daun Tom, Nila (indigofera Tinctoria L)

Cara membuat pasta Indigo:

1 kg daun indigo segar direndam dalam 5

liter, diberi pemberat agar daun tetap

terendam.

Setelah ± 10 jam, mulai terjadi proses

peragian yang ditandai dengan adanya

gelembung-gelembung gas dan dan warna

biru (larutan berwarna hijau).

Page 12: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

12

Proses peragian selesai apabila gelembung-

gelembung gas tidak lagi timbul (air

berwarna kuning kehijauan bening),

biasanya memakan waktu 24-48 jam.

Pisahkan airnya (disaring) dan keluarkan

daunnya.

Masukkan 20-30 gr. Bubuk kapur tohor,

larutkan dengan rata.

Aduk (kebur) larutan selama 30 menit.

Selama pengadukan (pengeburan) terjadi

pembuihan hebat yang berwarna biru.

Pengeburan dihentikan setelah tidak terjadi

buih yang permanen dan berwana pudar,

yang merupakan indikasi bahwa Indigo

sudah mulai mengendap.

Kemudian cairan didiamkan semalam

untuk menyempurnakan pengendapan.

Kemudian cairan didiamkan semalam

untuk menyempurnakan pengendapan.

Buang cairan diatasnya (berwarna kuning

jerami), maka akan didapat pasta indigo

setelah disaring.

Pasta indigo ini tahan dalam penyimpanan

selama 1 tahun, asal selama 1 tahun, asal

selama penyimpanan diatas pasta indigo

diberi Lye Solution.

Warna Soga Jawa (cokelat), diperoleh dari

campuran kayu tegeran, kulit kayu tingi dan

kulit jambal.

1 kg campuran kulit kayu tingi, kulit kayu

jambal dan kayu tegeran (perbandingan

4:2:1 atau sesuai warna yang dikehendaki)

Page 13: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

13

direbus dengan air (1:10) sampai cairannya

tinggal setengahnya.

Saring dan ekstrak dalam keadaan panas

siap dipakai sebagai larutan celup untuk

mewarnai tekstil/kria tekstil/benang.

Sisa bahan atau residu masih dapat

diekstrak lagi dengan dosis pelarut/air

setengah dari mula-mula (1:5).

Biji Kesumba (Bixa orellana L)

200 gr biji kesumba direbus dalam 3 liter

air yang mengandung 1 gram soda abu/liter

selama ± 1 jam (sampai tinggal

setengahnya)

Pisahkan biji kesumba dari larutannya

Ekstrak dalam keadaan panas siap dipakai

untuk mewarnai tekstil.

c. Pembuatan Larutan Fiksasi

Pada akhir proses pewarnaan alam ikatan antara zat

warna yang sudah terikat oleh serat masih perlu

diperkuat lagi dengan garam logam seperti tawas

[Kal(SO4)2], kapur [Ca(OH)2], tunjung (FeSO4).

Disamping memperkuat ikatan, garam loga juga

berfungsi untuk merubah arah warna sat warna alam

sesuai dengan jenis garam logam yang mengikatnya.

Pada kebanyakan warna alam, tawas akan memberikan

arah warna sesuia dengan warna aslinya, sedangkan

tujung akan memberikan arah warna kerah yang lebih

gelap/tua. Dosis yang disarankan adalah 7% utuk tawas

5% untuk kapur 1-2% untuk tunjung.

Cara pembuatan:

1. Timbang garam logam sesua dosis yang

disarankan

Page 14: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

14

2. Larutan dalam air (untuk tawas boleh dibantu

pemanasan agar cepat larut).

3. Biarkan semalam dan cairan yang bening

disebelah atas yang digunakan

d. Cara Pewarnaan dengan Zat Warna Alam

Untuk semua jenis pewarna alam, cara pewarnaanya

sama kecuali Indigo.

1. Bahan Baku Kain

a) Pewarnaan Polos

Kain yang sudah dibasahi direndam

dalam ekstrak zat warna alam pada

suhu 60-700C selama 15-30 menit,

kemudian diatuskan/dikeringkan.

Dalam keadaan setengah kering

(atus), langkah pertama dapat diulangi

lagi seandainya ketuaan warna yang

dikehendaki belum tercapai.

Setelah kering hasil celupan difikasasi

dengan merendamnya dalam larutan

fiksasi (tawas, tunjung, kapur) selama

± 2-5 menit kemudian cuci bersih.

Cuci panas (70-800) selama ± 15

menit dalam air yang mengandung 1

cc teepol atau TRO/liter.

Cuci bersih dan keringkan.

b) Pewarnaan Ikat (Tie Dye)

Kain yang sudah diikat (sebaiknya

tidak usah dibasahi dulu) direndam

dalam ekstrak zat warna alam pada

suhu 60-700C selama ± 15 menit atau

sesuai kebutuhan sambil diusahakan

zat warna dapat masuk kedalam

dengan penekanan.

Page 15: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

15

Dalam keadaan setengah kering

dengan diperas, ikatan dibuka dan

pengeringan dilanjutkan dengan

mengangin-anginkannya ditempat

yang teduh.

Setelah kering hasil celupan difiksasi

dengan merendamnya dalam larutan

fiksasi (tawas, kapur, atau tunjung) ±

2-5 menit, kemudian cuci bersih.

Cuci panas (70-800)C selama ± 15

menit dalam air yang mengandung 1

cc teepol/liter.

Cuci bersih dan keringkan.

2. Bahan Baku Benang

Sebelum memulai proses pewarnaan alam,

benang lebih dulu diatur sedemikian rupa

hingga ikatan yang dipergunakan untuk

menyilang benang tidak menggangu

masuknya garam loga pada proses mordan

atau zat warna alam pada proses

pewarnaan.

Setelah selesai proses mordanting, dalam

keadaan basah benang langsung dapat

diwarnai dengan ekstrak alam pada suhu

60-700C selama 30-60 menit

Pada langkah ini diperlukan perlakuan

ekstra untuk membantu penyerapan zat

warna secara merata.

Biasanya diperlukan ulangan satu kali lagi

untuk lebih meratakan hasil pewarnaan.

Setelah kering baru diproses fiksasi dengan

garam logam sesuai dengan arah warna

yang dikhendaki.

Page 16: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

16

Terakhir diproses finishing dengan cuci

panas dalam larutan yang mendandung 1

gram/ liter teepol pada suhu 60-700C

selama ± 15 menit

Cuci bersih, keringkan.

Cara Pewarnaan Menggunakan Indigo Pasta

500 gram pasta Indigo diberi 5 liter air,

aduk merata

Tambahkan kapur dan gula aren

perbandingan 1:1 (gula aren direbus dulu

sebelum dimasukkan) kedalam larutan

pasta Indigo.

Setelah minimal 10 jam, cairan akan

berwarna hijau jika komposisi sesuai dan

siap dipakai untuk mencelup/mewarnai.

Tekstil/kria tekstil/benang direndam

selama 15 menit, angkat, cuci bersih

tiriskan/angin-angikan. Mula-mula kain

berwarna hijau, lama-kelamaan terjadi

oksidasi oleh udara sehingga kain

berwarna biru.

Demikian seterusnya perendaman diulang-

ulang sampai dicapai warna yang

dikehendaki.

Terakhir cuci bersih, netralkan dengan

asam cuka.

Page 17: Buku Panduan Teknologi Pewarnaan Alam

17

PENUTUP

Pada umumnya zat warna alam mempunyai ketahan luntur

terhadap sinar matahari yang rendah. Sehingga produk dengan

zat warna alam ini membutuhkan perawatan khusus sesuai

dengan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya seperti tidak

dijemur secara langsung dibawah sinar matahari. Untuk

ketahanan yang lain seperti ketahanan luntur warna terhadap

pencucian, gosokan umumnya bernilai cukup baik dan

indigofera mempunyai ketahanan yang paling unggul

dibandingkan yang lainnya.

Akhirnya demi kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia,

mari kita tingkatkan kualitas alam Indonesia dengan beralih

kembali menggunakan pewarna alami yang akrab lingkungan

yang dapat dimulai dari ibu-ibu rumah tangga dalam

menyajikan kue/hidangan untuk keluarga menggunakan

pewarna alam seperti pewarna hijau pandan, daun suji, daun

katuk, kunyit, kayu secang, daun jambu kluthuk, kulit bawang

merah dll.