buku petunjuk praktikum farmasi fisik

73
BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM FARMASI FISIKA OLEH: Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Upload: zaenal-fanani

Post on 15-Jul-2016

146 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

farmasi fisika

TRANSCRIPT

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUMFARMASI FISIKA

OLEH:

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS INDONESIA

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

2013DAFTAR ISI

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

KATA PENGANTAR

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

UJI KESTABILAN DIPERCEPAT LARUTAN ASETOSAL

1. TUJUAN PERCOBAAN

Menerangkan faktor – faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat

Menentukan energi aktivasi dari reaksi penguraian suatu zat

Menentukan waktu paruh dan waktu kadaluarsa suatu zat

Menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu zat

2. DASAR TEORI

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam

membuat suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya

diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke

tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu

yang lama dapat mengalami pengurangan dan mengakibatkan dosis yang diterima

oleh pasien berkurang. Adakalanya hasil urai dari zat tersebut bersifat toksis

sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor –

faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehuingga dapat dipilih

suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain

adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan bahan – bahan

tambahan yang digunakan dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh:

senyawa – senyawa ester dan amida seperti amil nitrat dan kloramfenikol adalah

merupakan zat – zat yang mudah terhidrolisa dengan adanya lembab. Sedangkan

vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi.

Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara

kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis

digunakan dalam bidang farmasi. Hal – hal penting yang perlu diperhatikan dalam

penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah:

kecepatan reaksi,

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi,

tingkat reaksi dan cara penentuannya

Kecepatan reaksi adalah besarnya perubahan konsentrasi zat pereaksi dan

hasil reaksi per satuan waktu. Menurut Hukum Aksi Massa kecepatan reaksi adalah

sebanding dengan hasil kali konsentrasi molar reaktannya yang masing – masing

dipangkatkan dengan jumlah molekul senyawa yang melakukan reaksi tersebut.

Misalnya untuk reaksi:

Kecepatan reaksinya adalah:

Reaksi penguraian asetosal dalam suasana asam akan berjalan pada orde satu

semu. Oleh karena itu disini hanya akan dijelaskan reaksi orde satu saja.

Orde Reaksi 1

Terjadi apabila kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi salah satu

reaksi. Oleh karena dalam hal reaksi penguraian asetosal reaksi berjalan dimana

pereaksi air berada dalam jumlah berlebih, maka konsentrasi pereaksi air diabaikan

sehingga reaksi berjalan dalam orde satu semu.

-dc/dt = k . C

Dc/C = -k . dt

Setelah integrasi : In Ct = In Co – k . t

Maka : k = 2,303 / t log Co/Ct

Waktu Paruh : t ½ = 2,303 / k . log 2

= 0,693 / k . Satuan k = detik -1

Waktu kadaluarsa : t 90 = 2,303 / k . log 100/90 = 0,105 / k

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

aA + bB → cC + dD

V = - 1 d (A) = - 1 d (B) = + 1 d (C) = + 1 d (D) a dt b dt c dt d dt

K = konstanta kecepatan reaksi

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain adalah

temperatur, kekuatan ion, pH, pelarut yang digunakan, konstanta dielektrik dan

katalisator lainnya. Untuk percobaan ini faktor yang dipilih untuk mempengaruhi

kecepatan reaksi adalah faktor temperatur.

Temperatur

Pengaruh temperatur terhadap kecepatan reaksi dapat dilihat dari persamaan Arrhenius:

Keterangan:

K = konstanta kecepatan reaksi

A = faktor frekuensi

Ea = energi aktivasi

R = konstanta gas

T = temperatur absolut

3. CARA KERJA

Buat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 1 liter dan bakukan dengan KHP

Pembuatan larutan asetosal. Timbang seksama 13 g asetosal dan 26 g natrium

sitrat. (perbandingan asetosal dan natrium sitrat 1:2). Larutkan natrium sitrat

dalam 1/3 air panas lalu ad kan 500 ml kemudian dinginkan. Larutkan Asetosal

dalam larutan natrium sitrat dengan menggunakan ultrasonic.

Masukan 25 ml larutan ke dalam 12 buah tabung / labu tertutup. Simpan labu –

labu tersebut ke dalam oven / penangas air yang mempunyai suhu 50oC, 60oC

dan 70oC (masing – masing 4 labu).

Setelah pemanasan selama 10 menit ambil satu labu dari masing – masing

temperatur. Dinginkan dalam wadah yang berisi es sampai temperatur kamar.

Pipet 5 ml, masukkan dalam labu titrasi yang berisi aquadest dingin kemudian

tambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein kemudian titrasi dengan NaOH 0,1 N.

Lakukan kembali prosedur di atas pada waktu menit ke 40, 70, dan 100.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

K = A . e –Ea/RT

Log K = log A – Ea/2,303 RT

Perhitungan: Asetosal → Asam Asetat + Asam Salisilat

Disini semuanya akan tertitrasi oleh NaOH

Misalkan asam asetat yang terbentuk adalah y

Jadi pada waktu t jam konsentrasi asetosal yang tinggal = x – y

(x – y) + y + y = ml NaOH x normalitas

Jadi y dapat dihitung dan C1 pun dapat diketahui.

Hitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius.

Tentukan harga k pada temperatur kamar.

Hitung waktu paruh (t1/2) dan waktu kadaluarsa (t90) pada temperatur kamar.

PUSTAKA

1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &

Febiger. Philadelphia. 1993.

2. Parrot, E.L. W. Sasky. Experimental Pharmaceutics. 4th ed. Burgess Publisihing

Company. Minnesota. 1977.

3. Lachaman. L H.A. Lieberman. J. L. Kanig. The Theory and Practice of

Industrial Pharmacy. 3rd ed., Lea & Febiger. Philadelphia. 1986.

4. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika ITB, 1985 dan 1999.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

TEGANGAN PERMUKAAN

1. TUJUAN PERCOBAAN

Menggunakan alat Tensiometer Du Nuoy untuk menentukan tegangan

permukaan suatu zat cair.

Menerangkan faktor – faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan

suatu zat cair.

Menentukan konsentrasi misel kritik (CMC) suatu zat aktif permukaan

dengan metode tegangan permukaan.

2. DASAR TEORI

Suatu molekul cairan dikelilingi oleh molekul lain yang sejenis sehingga

akan mengalami tarik – menarik ke segala arah; akibatnya resultan gayanya = 0.

Sedangkan molekul cairan yang tepat berada pada permukaan akan mengalami

resultan gaya ke arah dalam, karena jumlah molekul per satuan volume lebih besar

dalam fasa cair daripada dalam fasa uap. Karena adanya gaya tarik – menarik ini,

permukaan cairan selalu cenderung untuk mendapatkan luas permukaan yang paling

kecil; oleh karena itulah tetesan cairan selalu bulat / bola, demikian pula gelembung

udara, karena luas permukaannya menjadi minimum untuk volume tertentu.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Karena adanya kecenderungan untuk memperkecil diri. Permukaan berlaku

seolah – olah dia berada dalam keadaan meregang, seperti sehelai karet yang

meregang. Bila kita memindahkan molekul dari zat cair ke permukaan, kita perlu

energi untuk melawan gaya tarik ke dalam. Energi yang dibutuhkan untuk

memperluas permukaan dengan satu satuan disebut energi permukaan.

Bila permukaan dibelah dua oleh garis, kedua belahan harus disatukan oleh

gaya tertentu. Gaya permukaan adalah gaya yang bekerja sepanjang permukaan

dengan sudut tegak lurus pada garis dengan panjang satu satuan. Gaya permukaan

dinyatakan dalam dyne/cm, dengan simbol γ; harganya sama pada semua titik dan

dalam semua arah sepanjang permukaan cairan.

Dimensi gaya atau tegangan permukaan : gaya panjang

Maka dimensi energi permukaan dan tegangan permukaan adalah sama yaitu:

Energi permukaan tergantung dari gaya kohesi. Makin besar gaya kohesi,

makin besar pula energi permukaan. Air raksa mempunyai tegangan permukaan

yang besar; hal ini diakibatkan oleh molekul air raksa saling terikat dengan ikatan

logam yang sangat kuat, sehingga harga γ air raksa besar. Air adalah zat yang sangat

polar sekali karena adanya ikatan hidrogen. Oleh karena itu γ air < γ air raksa karena

ikatan hidrogen < ikatan logam. Eter dan benzen sedikit polar, gaya kohesi kecil

sekali dalam cairan non polar atau sedikit polar ikatan yang terjadi adalah ikatan

Van der Waals. Karena ikatan Van der Waals lemah sekali, maka γ kecil.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Energi permukaan = energi / luas

Gaya permukaan = tegangan permukaanEnergi permukaan = energi / luas= gaya x panjang / panjang2

= gaya / panjangJadi energi permukaan =- gaya permukaan = γ

Energi (tegangan) permukaan Joule / m2 Erg / cm2

Air raksa

Air

Eter

Benzen

476 x 10-3

72,8 x 10-3

17,9 x 10-3

28,9 x 10-3

476

72,8

17,9

28,9

Bila luas permukaan bertambah besar, maka tegangan permukaan cairan

akan tetap karena molekul cairan dari dalam akan pindah ke permukaan, sehinga

molekul dalam lapisan permukaan tetap hanya saja jarak antar molekul bertambah.

Cara Cincin Du Nuoy (Timbangan Torsi)

Prinsip kerja cara ini berdasarkan pada kenyataan bahwa gaya yang

dibutuhkan untuk melepaskan cincin yang tercelup pada zat cair sebanding dengan

tegangan permukaannya. Gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan cincin dalam hal

ini diberikan oleh kawat torsi dan dinyatakan dalam besaran dyne.

Keterangan:

R = jari – jari rata – rata cincin

R = jari – jari bagian dalam cincin

R = jari – jari penampang kawat cincin

Diperlukan faktor koreksi karena ada variabel – variabel tertentu yang tidak dapat

diabaikan yaitu:

Jari – jari cincin

Jari – jari penampang kawat yang membentuk cincin

Volume zat cair yang naik dari permukaan

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Tegangan permukaan = gaya / kelilingγ = K / 2 π jari – jariK = 2 π R γ + 2 π (R + 2r) γK = 2 π R γ + 2 π R γ + 4 π R γ K = 4 π (R + r) γK = 4 π R γ

Sehingga rumus tegangan permukaan menjadi:

Keterangan:

F = faktor koreksi

F = tegangan permukaan zat standar dari percobaan

tegangan permukaan zat standar teoritis

Rumus ini berlaku untuk cairan dengan θ = 0

Faktor – faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan

1. Suhu

Tegangan permukaan zat cair turun dengan naiknya suhu, karena

meningkatnya energi kinetik molekul. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh

Eotvos:

Keterangan: M = bobot molekul

Ρ = massa jenis → M / ρ = volume molar = M V

V = volume spesifik

a = konstanta

t = suhu

Pada suhu kritik, bila batas permukaan antara cairan dan uapnya hilang,

maka γ = 0 → 0 = a – kt maka a = k . tc

Ramsay & Shields

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

γ = K x F 4 π R

γ = (M / ρ)2/3 = a - kt

γ = (M / V)2/3 = a – kt = k . tc – k t

= k (tc – t)

γ = (M / V)2/3 = k (tc – 6 – t)

2. Zat Terlarut

Tegangan permukaan suatu zat cair dipengaruhi oleh adanya zat terlarut di

dalam cairan tersebut

a. Garam – garam anorganik

Garam – garam anorganik menaikkan tegangan permukaan zat cair.

Hal ini terjadi dikarenakan gaya tarik menarik antara molekul zat terlarut

dengan pelarut lebih besar daripada gaya tarik menarik antara sesama

molekul pelarut sehingga konsentrasi zat terlarut di permukaan lebih kecil

daripada konsentrasi di dalam larutan.

b. Asam organik, alkohol, ester, amin

Asam organik, alkohol, ester, amin dan lain – lain menurunkan

tegangan permukaan zat cair. Zat aktif permukaan sangat efektif untuk

menurunkan tegangan permukaan zat cair karena molekulnya dapat

teradsorpsi pada antar permukaan.

Molekul zat aktif permukaan (surfaktan) mempunyai gugus polar dan

non polar. Bila suatu surfaktan didispersikan dalam air pada konsentrasi

rendah, maka molekul surfaktan akan teradsorpsi pada permukaan

membentuk suatu lapisan monomolekular. Bagian polar akan mengarah ke

air sedang bagian non polar mengarah ke udara. Hal ini berakibat pada

turunnya tegangan permukaan air. Pada konsentrasi yang lebih tinggi

molekul surfaktan masuk ke dalam air membentuk agregat yang dikenal

sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel ini terbentuk disebut konsentrasi

misel kritik (KMK = CMC). Pada saat KMK ini dicapai, maka tegangan

permukaan tidak banyak lagi dipengaruhi oleh penambahan konsentrasi

surfaktan. Oleh karena itu konsentrasi misel kritik suatu surfaktan dapat

ditentukan dengan metode tegangan permukaan.

3. CARA KERJA

a. Penentuan tegangan permukaan air atau cairan

Bersihkan cincin dengan benzen, kemudian baker sebentar di atas nyala api

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Bersihkan cawan dengan benzen untuk menghilangkan sisa minyak,

kemudian bilas dengan larutan kalium bikromat dalam asam, terakhir bilas

lagi dengan air suling.

Atur posisi alat sehingga skala berhimpit pada nol, kemudian kunci

Kalibrasi alat dengan melakukan pengukuran terhadap aquabidest dan

aquadest yang dituangkan ke dalam cawan dan diletakkan pada meja sampel.

Atur posisi meja sedemikian rupa sehingga cincin tercelup sedalam 5 mm

dalam zat air / zat cair.

Buka kunci dan atur lagi posisi agar skala tetap menunjuk nol dan jarum

penunjuk pada jendela tepat di tengah.

Putar sekrup 21 dan sekrup 24 (lihat gambar alat Tensiometer) bersama –

sama dengan hati – hati untuk menjaga agar jarum penunjuk pada jendela

tetap di tengah, terus – menerus sampai film pada permukaan air / cairan

pecah.

Baca skala yang menunjukkan tegangan permukaan air / cairan dalam dyne /

cm.

Hitung tegangan permukaan sebenarnya dengan menggunakan faktor

koreksi.

b. Penentuan konsentrasi misel kritik surfaktan

Buat larutan surfaktan dengan konsentrasi 0; 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05%

dalam air.

Tentukan tegangan permukaan seperti cara di atas dan hitung dengan

menggunakan faktor koreksi.

Buat grafik antara konsentrasi surfaktan pada sumbu datar dan tegangan

permukaan tidak berubah lagi dengan penambahan konsentrasi.

Jika langsung diperoleh grafik mendatar pada konsentrasi surfaktan kedua,

buat lagi pengenceran dengan konsentrasi yang lebih kecil.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

PUSTAKA

1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &

Febiger. Philadelphia. 1993.

2. Parrot, E.L. W. Sasky. Experimental Pharmaceutics. 4th ed. Burgess Publisihing

Company. Minnesota. 1977.

3. Glasstone, S. The Elements of Physical Chemistry. 1st ed. D Van Nostrand

Company, Inc. New York. 1952.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

KOLOID MILL

1. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk:

Mengetahui prinsip dan cara kerja alat Koloid Mill.

Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pembuatan suspensi

yang baik untuk sediaan farmasi.

Mengetahui pengaruh ukuran partikel terhadap laju pengendapan dan

kestabilan suspensi

Mengoperasikan alat Koloid Mill

2. DASAR TEORI

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut

yang terdispersi dalam fase cair. Pertikel – partikel tersebut mempunyai diameter

lebih dari 0,1 mikrometer dan beberapa dari partikel tersebut pada viskositas rendah

menunjukkan adanya gerak Brown bila diselidiki dibawah mikroskop.

Dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi lainnya, suspensi memiliki

beberapa kelebihan antara lain mudah ditelan, dapat diatur dosisnya sesuai

kebutuhan, dan disenangi oleh anak – anak karena dapat menutupo rasa pahit dari

obat. Selain itu juga bisa untuk parenteral untuk obat – obat yang tidak larut. Oleh

karena itu, suspensi farmasi digolongkan menjadi tiga:

1. Suspensi yang diberikan per oral

2. Cairan (lotion) yang digunakan untuk obat luar

3. Sediaan yang dapat disuntikkan

Suatu suspensi yang dapat diterima mempunyai kualitas tertentu yang

diinginkan, antara lain:

1. Zat yang tersuspensi tidak cepat mengendap; partukel – partikel

tersebut walaupun mengendap pada dasar wadah tidak boleh

membentuk gumpalan padat tetapi harus cepat terdispersi kembali

menjadi suatu campuran yang homogen dengan sedikit

pengocokkan.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

2. Suspensi tersebut tidak boleh terlalu kental agar dapat dituang

dengan mudah dari botolnya atau untuk mengalir melewati jarum

injeksi.

3. Untuk cairan obat luar, produk tersebut harus cukup cair sehingga

dapat tersebar dengan mudah ke seluruh daerah yang sedang

diobati, tetapi tidak juga boleh sedemikian mudah bergerak

sehingga mudah hilang dari permukaan dimana obat tersebut

digunakan.

4. Cairan tersebut harus dapat kering dengan cepat dan membentuk

suatu lapisan pelindung yang elastis sehingga tidak akan mudah

terhapus juga harus mempunyai warna dan bau yang nyaman.

Penting untuk diketahui bahwa cirri – cirri dari fase pendispersi dipilih

dengan hati – hati sehingga menghasilkan suatu suspensi yang mempunyai sifat

fisika, kimia dan farmakologi yang optimum. Distribusi ukuran partikel, luas

permukaan spesifik, penghambatan pertumbuhan Kristal, dan perubahan dalam

bentuk polomorf sangat penting untuk diperhatikan, pembuat suspensi harus

menjamin bahwa sifat – sifat tersebut tidak mengalami perubahan sedemikian rupa

selama penyimpanan agar tidak mempengaruhi penampilan dari suspensi tersebut.

Pembuatan Suspensi

Pembuatan sediaan obat suspensi dibedakan menjadi empat fase, yaitu:

Pendistribusian atau penghalusan fase terdispersi,

Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam bahan pendispersi,

Stabilisasi untuk mencegah atau mengurangi pemisahan fase,

Homogenisasi yang diartikan sebagai perataan fase terdispersi dalam bahan

pendispersi.

Setelah penghalusan sampai ukuran partikel yang dikehendaki, bahan padat

mula – mula digerus homogen dengan sejumlah kecil bahan pendispersi, kemudian

sisa cairan dimasukkan sedikit demi sedikit. Jika pembawa terdiri dari beebrapa

cairan, maka untuk menggerus digunakan ciaran dengan viskositas tertinggi atau

yang memiliki daya pembasahan paling baik terhadap partikel terdispersi. Akan

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

lebih baik, jika pembuatan ssuspensi duilakukan dengan alat pencampur

berkecepatan tinggi seperti Koloid Mill.

Sifat Antarmuka dari Partikel Tersuspensi

Besarnya luas permukaan partikel yang diakibatkan oleh mengecilnya zat

padat berhubungan dengan energi bebas permukaan yang membuta system tersebut

tidak stabil secara termodinamika, artinya partikel – partikel tersebut berenergi

tinggi dan cenderung untuk mengelompok kembali sedemikian rupa untuk

mengurangi luas permukaan total dan memperkecil energi bebas permukaan. Oleh

karena itu partikel – partikel dalam suspensi cair cenderung untuk berflokulasi, yaitu

membentuk suatu gumpalan yang lunak dan ringan yang bersau karena gaya Van

der Waals yang lemah. Pada keadaan tertentu, misalnya dalam suatu lempeng padat

partikel tersebut dapat melekat dengan gaya yang lebih kuat membentuk suatu

gumpalan (aggregates). Caking seringkali terjadi karena pertumbuhna dan peleburan

Kristal bersama – sama dalam endapan membentuk suatu aggregate padat.

FLOKULASI DEFLOKULASI

1. Partikel terikat lemah dan

mengendap dengan cepat.

1. Mengendap perlahan – lahan

2. Tidak membentuk lempengan

(cake)

2. Membentuk endapan dimana terjadi

agregasi yang dapat membentuk suatu

lempengan yang keras (hard cake)

3. Dapat dengan mudah

disuspensikan kembali

3. Sulit disuspensikan kembali

4. Flokulat cenderung untuk jatuh

bersama – sama, menghasilkan batas

yang jelas antara endapan dan cairan

supernatan

4. Partikel yang lebih besar mengendap

lebih cepat daripada partikel yang

lebuih kecil sehinga tidak terbentuk

batasan yang jelas

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Parameter Pengendapan (Sedimentasi)

Dua parameter yang berguna yang bisa diturunkan dari penyelidikan

sedimentasi (endapan) adalah volume sedimentasi dan derajat flokulasi. Volume

sedimentasi dirumuskan dengan:

F = Volume sedimentasi

Vu = Volume akhir endapan

Vo = Volume awal suspensi sebelum mengendap

Volume sedimentasi dapat mempunyai nilai yang berjarak kurang dari 1

sampai lebih besar dari 1 dalam hal volume akhir endapan (Vu) adalah lebih kecil

dari volume awal suspensi (Vo) maka F < 1. Jika volume endapan dalam suatu

suspensi mengalami flokulasi sama dengan volume awal suspensi, maka F = 1.

produk yang demikian dikatakan dalam kesetimbangan flokulasi (flocculation

equilibrium) dan menunjukkan tidak adanya supernatan jernih pada pendiaman.

Oleh karena itu secara farmasetis dapat diterima. F dapat mempunyai harga lebih

dari 1, yang berarti bahwa volume akhir endapan adalah lebih besar dari volume

suspensi awal.

Derajat flokulasi adalah suatu parameter yang lebih mendasar daripada F,

karena β menghubungkan volume endapan yang mengalami flokulasi dengan

volume dalam suatu system yang mengalami deflokulasi. Oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa:

Teori Pengendapan

Kecepatan pengendapan dalam suspensi dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu berdasarkan teori kecepatan pengendapan yang dinyatakan oleh Hukum

Stokes.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

F = Vu

Vo

Volume akhir endapan dari suspensi yang mengalami flokulasiβ = Volume akhir endapan dari suspensi yang mengalami deflokulasi

V = d2 (ρs – ρo) g18 ηo

v = kecepatan sedimentasi (cm/detik)

d = diameter partikel (cm)

ρs = kerapatan dari fase terdispersi

ρo = kerapatan dari medium pendispersi

g = percepatan gravitasi

ηo = viskositas dari medium pendispersi (poise)

3. ALAT DAN BAHAN

Alat:

Lumpang dan alu

Gelas ukur

Sendok tanduk

Batang pengaduk

Beaker glass

Timbangan analitik

Alat koloid mill

Bahan:

Berbagai macam suspensi

4. CARA KERJA

1. Membuat suspensi.

2. Siapkan empat buah gelas ukur dan beri label: blanko; ukuran partikel 0,1 μm;

0,3 μm; dan 0,6 μm.

3. Alat koloid mill dinyalakan, bilas dengan aquadest setelah ebrsih dimatikan

kembali.

4. Atur alat untuk ukuran partikel 0,1 μm. Nyalakan dan masukkan suspensi sedikit

demi sedikit. Tampung suspensi yang keluar dengan gelas ukur 100 ml. lalu alat

dibilas kembali dengan aquadest.

5. Ulangi kembali no. 5 untuk ukuran partikel 0,3 μm dan 0,6 μm.

6. Catat volume awal suspensi. Lalu diamkan suspensi selama 24 jam dan catat

volume endapan yang terbentuk.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

PUSTAKA

1. Ansel, C. H., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, terjemahan Farida Ibrahim,

edisi ke – 4, UI Press, Jakarta, 1994.

2. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &

Febiger. Philadelphia. 1993.

3. Voight, R., Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, terjemahan Soendani Noerono,

edisi ke – 5, gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

MIKROMERITIK

1. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk:

Mengukur partikel zat dengan metode pengayakan (sieving).

Mengetahui pengaruh waktu dan kecepatan pengayakan terhadap hasil

ayakan.

2. TEORI DASAR

Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikrokeritik oleh Dalla Yale.

Disperse koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat oleh

mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk halus

berada dalam jangkauan mikroskop optic. Partikel yang mempunyai ukuran serbuk

lebih kasar, granul tablet, dan garam granular berada dalam kisaran ayakan. Satuan

ukuran partikel yang sering digunakan adalah mikometer (μm), juga disebut micron

dan bernilai sama dengan 10-6 m.

Pengetahuan dan pengendalian ukuran serta kisaran ukuran partikel sangat

penting dalam bidang farmasi. Karena ukuran dan luas permukaan dari suatu

partikel dapat dihubungkan dengan sifat fisika, kimia, dan farmakologi dari suatu

obat. Secara klinik, ukuran partikel dari suatu obat dapat mempengaruhi

penglepasannya dari bentuk – bentuk sediaan yang diberikan secara oral, parenteral,

rectal, dan topical. Formulasi yang berhasil dari suspensi, emulsi, dan tablet, dari

segi kestabilan fisik dan respon farmakologis juga bergantung pada ukuran partikel

yang ingin dicapai dalam produk tersebut. Dalam bidang pembuatan tablet dan

kapsul, pengendalian ukuran partikel penting sekali dalam mencapai sifat aliran

yang diperlukan dan pencampuran yang ebnar dari granul dan serbuk.

Dalam suatu kumpulan partikel yang mempunyai lebih dari satu ukuran

(yakni dalam suatu sample polidispensi) ada dua sifat penting:

1. Bentuk dan luas permukaan partikel.

2. Kisaran ukuran dan banyaknya atau berat partikel – partikel yang ada.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Bentuk partikel mempunyai beberapa pengaruh terhadap luas permukaan,

diibaratkan suatu bola yang apabila makin tidak simetris maka makin besar luas

permukaannya per satuan volume dan juga makin sulit untuk menetapkan garis

tengahnya, oleh karena itu digunakan istilah diameter ekivalen bola.

Luas permukaan bola = π d2

Volume bola = π d3

6

Dimana d adalah garis tengah partikel. Tetapi apabila suatu partikel bentuknya tidak

bulat, luas permukaannya dapat dihitung dari garis tengahnya yang spesifik dengan

bentuknya. Sehingga luas permukaan dapat kembali dihitung dengan cara:

Dimana αs adalah faktor luas permukaan; dp adalah diameter projected dimana

partikel diamati secara mikroskopis dengan pangkat dua atau pangkat tiga

bergantung dari dimensi yang dipilih; dan ds adalah garis tengah ekivaln permukaan.

Sedangkan volume dihitung dengan:

Dimana αv adalah faktor volume dan dv adalah garis tengah ekivalen volume.

“Faktor bentuk” dari luas permukaan dan volume dalam kenyataan adalah

perbandingan dari garis tengah yang satu dengan garis tengah yang lainnya.

αs = πds2 / dp2 = 3,142 ; αv = πdv3 / 6 dp3 = 0,524

Untuk partikel berbentuk bola = αs / αv = 6

Semakin tidak simetrik partikel, semakin besar harga perbandingan ini melebihi

harga minimum 6.

Luas permukaan suatu serbuk dapat ditentukan dengan dua metode yaitu

metode adsorpsi dan metode permeabilitas udara. Metode adsorbsi adalah dengan

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

αsdp2 = πds

2

αvdp3 = πdv

3

6

cara mengadsorpsikan jumlah dari suatu zat terlarut gas atau cairan diatas sample

serbuk sehingga membentuk suatu lapisan tunggal (monolayer) yang merupakan

suatu fungsi langsung dari luas permukaan sample. Sedangkan metode permeabilitas

udara bergantung pada kenyataan bahwa laju dimana suatu gas atau cairan

menembus suatu bentangan serbuk berhubungan dnegan luas permukaan yang

mengadakan kontak dengan permen (zat yang menembus); disamping faktor –

faktor lainnya.

Sedangkan ukuran dari suatu bulatan partikel dapat dinyatakan garis

tengahnya seperti telah dikemukakan diatas. Ukuran partikel rata – rata dapat dicari

dengan cara :

Dimana d adalah garis tengah yang ekivalen; p adalah suatu indeks yang

dihubungkan pada ukuran dari masing – masing partikel; dan f adalah indeks

frekuensi.

Distribusi ukuran partikel dalam suatu sample, diambil dari kisaran ukuran

rata – rata partikel. Apabila ukuran tertentu dari suatu partikel diplot terhadap

kisaran ukuran partikel rata – rata, maka didapat kurva distribusi frekuensi.

Sedangkan distribusi jumlah suatu partikel menyiratkan bahwa ini dikumpulkan

oleh suatu teknik penghitungan seperti mikroskopik. Dapat juga digunakan teknik

seperti sedimentasi atau pengayakan yang akan dijelaskan lebih lanjut.

Banyak metode yang tersedia untuk menentukan ukuran partikel. Penentuan

ukuran partikel disini bukan merupakan metode pengukuran secara langsung.

Metode – metode tersebut antara lain:

1. Optikal Mikroskop

Metode ini digunakan untuk mengukur partikel sebesar 0,2 – 100

μm. Pada metode ini partikel dibuat menjadi suspensi atau emulsi dalam

air atau pembawa dengan diencerkan atau tidak. Kemudian diletakkan

dalam suatu kaca obyek dan dilihat dibawah mikroskop yang dilengkapi

dengan mikrometer untuk mengukur partikel tersebut.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

d rata – rata = Σ n d o+f 1/p

Σ n d f

2. Pengayakan (Shieving)

Metode ini menggunakan suatu seri ayakan standar yang dikalibrasi

oleh The National Bureau of Standards. Ayakan ini digunakan untuk

memilih partikel – partikel yang lebih kasar, tetapi jika digunakan

dengan sangat hati – hati, ayakan tersebut bias digunakan untuk

mengayak sampai sehalus 44 μm. Cara kerjanya yaitu sejumlah berat zat

tertentu diletakkan dalam susunan ayakan yang masing – masing sudah

ditimbang. Kemudian digerakkan secara mekanis selama period ewaktu

tertentu. Zat yang lewat satu ayakan dan tertingal pada ayakan

berikutnya yang lebih halus dikumpulkan dan ditimbang. Lalu hasil

penimbangan dibuat dalam tabel.

3. Pengendapan (sedimentasi)

Ukuran partikel dalam kisaran ukuran yang terayak bisa diperoleh

dengan sedimentasi gravitasi seperti yang dinyatakan dalam Hukum

Stokes. Alat untuk menentukan ukuran partikel bedasarkan sedimentasi

ini disebut Andreasen.

4. Pengukuran Volume Partikel

Alat yang digunakan untuk mengukur volume partikel adalah

Coulter Counter. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip bahwa suatu

partikel tersuspensi dalam suatu cairan penghantar melewati lubang kecil

dimana kedua sisinya terdapat elektroda, maka akan terjaid suatu

perubahan tahanan listrik yang sebanding dengan dengan volume

partikel. Alat ini berguna dalam ilmu farmasi untuk meyelidiki

pertumbuhan partikel dan disolusi serta efek zat anti bakteri terhadap

pertumbuhan mikroorganisme.

3. ALAT DAN BAHAN

Alat:

Timbangan analitk

Sendok tanduk

Ayakan berseri

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

4. CARA KERJA

1. Timbang zat yang akan ditentukan ukuran partikelnya sebanyak 10 g.

2. Timbang masing – maisng ayakan yang telah dibersihkan dan susun menurut

nomor serinya, yang bernomor kecil paling atas dengan wadah pada bagian

yang paling bawah.

3. Atur pengatur getaran yaitu 10 rpm dan pengatur waktu untuk 10 menit,

kemudian ayak untuk serbuk pertama.

4. Setelah selesai pengayakan, timbang ayakan dan catat hasilnya. Ulangi

percobaan dengan pengatur waktu 15 dan 20 menit.

5. Ubah pengatur getaran ke 15 rpm dan ulangi percobaan diatas.

6. Buat kurva distribusi dan jumlah.

5. PERHITUNGAN

No. Mesh Diameter Lubang

(μm)

Lingkupan Ukuran

(μm)

Rata – rata

(μm)

Wadah

80

60

45

25

-

180

250

355

710

0 – 180

180 – 250

250 – 355

355 – 710

710 – 850

90

215

302,5

532,5

780

Penentuan Ukuran Partikel

1. Waktu pengayakan 10 menit

d (μm) n (g) n d n d2 n d3 % jumlah % berat

90

215

302,5

532,5

780

Σ

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

2. Waktu pengayakan 15 menit

d (μm) n (g) n d n d2 n d3 % jumlah % berat

90

215

302,5

532,5

780

Σ

3. Waktu pengayakan 20 menit

d (μm) n (g) n d n d2 n d3 % jumlah % berat

90

215

302,5

532,5

780

Σ

PUSTAKA

1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &

Febiger. Philadelphia. 1993.

2. Carstensen, J.T. Pharmaceutics of Solids and Solid Dosage Forms, John Wiley &

Sons, New York, 1977

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

VISKOSITAS DAN RHEOLOGI

1. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk:

Menerangkan arti viskositas dan rheologi.

Membedakan cairan Newton dan Non Newton.

Menggunakan alat – lat penentuan viskositas dan rheologi.

Menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton dan Non Newton.

Menentukan konsistensi sediaan setengah padat.

2. TEORI DASAR

Viskositas adalah ukuran tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin besar

tahanan suatu zat cair untuk mengalir maka makin besar pula viskositasnya.

Sedangkan rheologi adalah ilmu yang mempelajari sifat aliran zat cair atau

deformasi zat padat.

Viskositas mula – mula diselidiki oleh Newton, yaitu dengan

menggambarkan zat cair sebagai berikut:

Balok cair zat terdiri dari lapisan – lapisan molekul yang sejajar satu sama

lain. Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan

kecepatan konstan, sehingga setiap lapisan akan bergerak dengan kecepatan yang

berbanding langsung dengan jaraknya terhadap lapisan terbawah yang tetap.

Perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan yang dipisahkan dengan jarak dr tersebut

dv/dr atau kecepatan geser (rate of shear). Sedangkan gaya persatuan luas yang

dibutuhkan untuk mengalirkan zat cair tersebut disebut F/A atau tekanan geser

(shearing stress).

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Menurut Newton

Gaya yang dibutuhkan untuk mengalirkan suatu lapisan dengan luas permukaan A

terhadap lapisan bersisian lain yang sejajar dengan jarak 1 cm (dr) adalah:

F = η A . dv/dr

F/A = dv/dr

F/A = ηdv/dr

η = F/A x dr/dv

F/A = tekanan geser (dyne/cm2)

dv/dr = kecepatan geser (cm.det-1/cm)

η = tetapan perbandingan dalam rumus Newton

= koefisien viskositas (poise atau dyne detik cm-2)

Persamaan ini berlaku bagi semua cairan Newton (cairan homogen), tidak berlaku

bagi cairan tidak homogen seperti suspensi atau koloid (cairan non Newton).

Dalam cgs η = dyne.detik.cm-2 = 1 poise

= gaya per satuan luas yang dibutuhkan untuk mendapatkan perbedaan

kecepatan sebesar 1 cm/detik antara 2 lapisan yang sejajar dengan jarak

1 cm.

Dalam MKS η = Newton.detik. M-2 = 10 dyne.detik.cm-1.

Jadi 1 poise = dyne.detik.cm-2 = 10-1 Newton.detik.M-2

Hubungan antara η dengan kecepatan aliran

Untuk aliran laminar dalam pipa berlaku

Hukum Poiseulle

V = π P r4 t η = dyne.detik.cm-2

8 η1

P = perbedaan tekanan sepanjang kapiler

r = jari – jari kapiler

t = waktu

v = volume cairan yang mengalir dalam t detik melalui kapiler sempit dengan jari –

jari r cm, panjang kapiler 1 cm, di bawah tekanan sebesar dyne/cm2.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Cairan yang mudah mengalir disebut ‘mobile’ dengan harga viskositasnya kecil.

Sebaliknya bila viskositasnya besar, cairan dikatakan ‘viscous’, tidak mudah

mengalir. Lawan dari viskositas adalah fluiditas (φ = 1/n), yaitu ukuran mudahnya

suatu cairan untuk mengalir.

Aliran dalam pipa

Aliran laminar, Re < 2100, velocity profile parabolik, kecepatan dekat

dinding = 0

Aliran turbulen, Re > 400, velocity profile tidak parabolic, kecepatan dekat

dinding ≠ 0

Untuk menentukan tipe aliran dalam pipa digunakan parameter

Bilangan Reynold

Re = p v d

η

d = diameter pipa = cm

v = kecepatan cairan rata – rata = cm/detik

η = viskositas = dyne.detik.cm-2

ρ = kerapatan cairan = g.cm-3

Hukum Stokes

Jika suatu bola dijatuhkan melalui suatu medium cairan, pengaruh viskositas

menyebabkan adanya tahanan terhadap bola yang jatuh sehingga bole tersebut

memperoleh kecepatan jatuh yang konstan karena gaya gravitasi ke bawah

memperoleh perlawanan dari hambatan gesekan yang menahan ke atas yang

disebabkan oleh viskositas.

V = 2 g r2 (ρ – ρ’)

g η

v = kecepatan bola jatuh / kecepatan sedimentasi

g = percepatan gravitasi

r = jari – jari bola

ρ = kerapatan bola

ρ’ = kerapatan cairan

η = viskositas

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Hubungan viskositas dengan suhu

Viskositas gas bertambah dengan naiknya suhui, sedangkan viskositas zat cair

berkurang ±2 % setiap kenaikan suhu 10C. Hubungan antara viskositas dengan suhu

dapat dilihat dari persamaan Arrhenius.

A = konstanta yang tergantung pada berat molekul dan volume molar zat cair.

Ea = energi aktivasi

R = konstanta gas

T = temperatur

RHEOLOGI

Cairan yang mengikuti Hukum Newton viskositasnnya tetap pada suhu dan

tekanan tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan geser. Oleh karena itu

viskositasnya dapat ditentukan pada satu kecepatan geser saja, misalnya dengan

menggunakan viscometer kapiler atau viscometer bola jatuh. Apabila digambarkan

grafik antara kecepatan geser terhadap tekanan geser akan didapat grafik yang

merupakan garis lurus melalui titik nol.

Hampir seluruh system terdispersi termasuk sediaan – sediaan farmasi yang

berupa emulsi, suspensi dan sediaan setengah padat tidak mengikuti hukum Newton.

Viskositas cairan ini bervariasi pada setiap kecepatan geser, sehingga untuk melihat

sifat alirannya dilakukan pengukuran pada beberapa kecepatan geser misalnya

dengan menggunakan viscometer rotasi Stormer atau Brookfield. Berdasarkan

grafik sifat aliran (rheogram) cairan Non Newton terbagi atas dua kelompok yaitu:

1. Cairan yang sifat alirannya tidak terpengaruhi oleh waktu. Kelompok

ini terbagi atas tiga bagian yaitu:

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Aliran plastik

Aliran pseudoplastik

Aliran dilatan

2. Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu. Kelompok ini juga

terdiri dari tiga bagian yaitu:

Aliran tiksotropik

Aliran rheopeksi

Aliran antitiksotropik

Aliran Plastik

Cairan yang mempunyai aliran plastic tidak akan mengalir sebelum suatu gaya

tertentu dilampauinya. Gaya tersebut adalah yield value atau f. pada tekanan dibawah

yield value cairan tersebut bertindak sebagai bahan elastik, sedangkan diatas harga ini

aliran mengikuti Hukum Newton.

Aliran Pseudoplastik

Viskositas cairan pseudoplastik akan berkurang dengan naiknya kecepatan

geser. Berbeda dengan aliran plastic, disini tidak ada yield value. Karena kurva tidak

mempunyai bagian yang linier, maka cairan yang mempunyai aliran pseudoplastik tidak

mempunyai harga viskositas yang absolute.

Aliran Dilatan

Viskositas cairan dilatan akan naik dengan naiknya kecepatan geser karena

volume akan naik bila ia bergeser.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Pada cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu, apabila tekanan

dihilangkan system akan kembali ke keadaan semula dengan segera. Oleh karena itu

kurva menaik dan kurva menurunnya berimpit. Pada cairan yang sifat alirannya

dipengaruhi oleh waktu, apabila tekanan geser dikurangi cairan tidak mengikuti

kecepatan geser semula sehingga kurva menaik dan kurva menurunnya tidak berimpit.

Akibatnya terbentuk suatu celah yang dinamakan “hysteresis loop”.

Aliran Tiksotropik

Pada aliran tiksotropik kurva menurun berada si sebelah kiri kurva menaik.

Gejala ini umumya dijumpai pada zat yang mempunyai aliran plastic dan pseudoplastik.

Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan struktur yang tidak kembali ke keadaan

semula dengan segera apabila tekanan dikurangi. Sifat aliran ini biasanya terjadi pada

partikel yang asimetrik (polimer) yang mempunyai banyak titik kontak dan tersusun

sebagai jaringan tiga dimensi. Pada keadaan diam system menyerupai “gel” dan bila

diberi tekanan geser akan berubah menjadi “sol”.

Aliran Rheopeksi

Pada aliran rheopeksi kurva menurun berada di sebelah kanan kurva menaik. Hal

ini terjadi karena pengocokkan yang perlahan dan teratur akan mempercepat pemadatan

suatu system dilatan. Pada aliran “rheopkesi” bentuk kesetimbangan adalah dalam

bentuk “gel”. Aliran ini disebut ‘anti tiksotropik’.

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

VISKOMETER

Alat untuk mengukur viskositas dan rheologi suatu zat cair atau semisolid

disebut viscometer. Ada dua jenis viscometer yaitu:

1. Viskometer satu titik

Viskometer ini bekerja pada satu titik kecepatan geser saja, sahingga hanya

dihasilkan satu titik pada rheogram. Ekstrapolasi dari titik ini ke titik nol akan

menghasilkan garis lurus.

Alat ini hanya dapat digunakan untuk menentukan viskositas cairan Newton.

Yang termasuk ke dalam jenis ini misalnya: viscometer kapiler Ostwald dan

Ubbelohde, viscometer bola jatuh, penetrometer, plate plastometer, dll.

2. Viskometer banyak titik

Pada jenis ini pengukuran dapat dilakukan pada beberapa harga kecepatan

geser sehingga dapat diperoleh rheogram yang sempurna. Viscometer jenis ini dapat

digunakan unutk menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton ataupun non

Newton. Yang termasuk ke dalam jenis ini misalnya: viscometer rotasi tipe Stormer,

Brrokfield, Rotovisco, dll.

Viskometer Kapiler

Viskositas cairan yang mengalir melalui kapiler dihitung berdasarkan Hukum

Poiseuille yaitu:

r = jari – jari bagian dalam kapiler

t = waktu yang dibutuhkna oleh cairan untuk mengalir melalui kapiler

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

η = π r4 t ΔP 8 I v

ΔP = perbedaan tekanan sepanjang kapiler, dyne/cm2

I = panjang kapiler

v = volume cairan yang mengalir

Dalam praktek seringkali ditentukan viskositas secara relative yaitu dengan

membandingkan viskositas cairan yang belum diketahui dengan viskositas absolute

suatu cairan baku. Persamaannya adalah:

η1 = viskositas cairan pembanding

η2 = viskositas cairan yang diukur

t1 = waktu yang diperlukan cairan pembanding melalui kapiler

t2 = waktu yang diperlukan caira yang diukur melalui kapiler

ρ1 = bobot jenis cairan pembanding

ρ2 = bobot jenis cairan yang diukur

Viskometer Bola Jatuh

Prinsipnya adalah mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam

tabung pada temperature tetap. Viskometer ini baik digunakan untuk cairan yang

mempunyai viskositas tinggi dan sukar diukur dengan viscometer kapiler.

Viskositasnya dapat dihitung berdasarkan persamaan Stokes:

r = jari – jari bola dalam cm

g = percepatan gravitasi

v = kecepatan bola dalam cm/detik

ρ1 = bobot jenis bola

ρ2 = bobot jenis cairan

Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi:

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

η1 t1 p1

η2 = t2 p2

2 r 2 (ρ1 – ρ2) g η = 9 v

η = B (ρ1 – ρ2) t

B = konstanta bola

t = waktu yang diperlukan bola jatuh dalam detik

Viskometer yang menggunakan prinsip ini adalah Viskometer Hoeppler.

Pada Viskometer Hoeppler tabungnya mirip sehingga kecepatan bola jatuh akan

berkurang dan pengukuran dapat lebih teliti.

Gambar Viskometer Hoeppler

Viskometer Rotasi

Viskometer jenis ini dapat digunakan untuk mengukur viskositas dan sifat

aliran cairan. Terdiri dari dua bagian yaitu: mangkuk (wadah) yang berisi cairan

yang akan diukur dan silinder. Berdasarkan hal tersebut maka viscometer rotasi

dibagi atas dua jenis yaitu:

Jenis Coutte, yang berputar adalah mangkuknya.

Jenis Searle, yang berputar adalah silindernya.

Contoh: Viskometer Stormer dan Viskometer Brookfield

Gambar Viskometer Brookfield

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

3. ALAT DAN BAHAN

Alat:

Viskometer Hoeppler

Viskometer Brookfield

Beaker glass 600, 100 ml

Gelas ukur

Pengaduk

Stop watch

Lumpang dan alu

Mixer

Bahan:

Berbagai macam suspensi, gliserin

4. CARA KERJA

1) Mmebuat suspensi

2) Pengukuran viskositas dengan Viskometer Hoeppler

3) Siapkan cairan uji

Isilah tabung yang ada di dalam alat dengan cairan yang akan diukur

viskositasnya sampai hampir penuh

Masukkan bola yang sesuai

Tambahkan cairan sampai tabung penuh dan tutuplah sedemikian rupa

sehingga tidak terdapat gelembung udara di dalam tabung

Bila bola sudah turun melampaui garis awal, kembalikan bola ke posisi

semula dengan cara membalikkan tabung

Catat waku yang diperlukan bola melalui tabung mulai dari garis m1

sampai garis m3 dalam detik. Lakukan duplo!

Tentukan bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer

Hitung viskositas cairan dengan menggunakan rumus yang diberikan di

atas!

4) Pengukuran Viskositas dengan Viskometer Brookfield

Wada diisi dengan suspensi yang akan diuji (± 500 ml)

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Pasang spindle yang sesuai sedemikian rupa sehingga batas spindle

tercelup ke dalam suspensi

Pasang stop kontak, nyalakan motor dengan menekan tombol dan

biarkan spindle berputar sampai pembacaan stabil

Catat angka yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala dengan

bantuan menekan ‘clutch’ jika dilakukan pada kecepatan tinggi serta

mematikan motor

Untuk menghitung viskositas, angka pembacaan hendaklah dikalikan

dengan faktor yang sesuai dengan viscometer/spindle/speed yang

digunakan (lihat tabel). Untuk memperoleh ketelitian yang tinggi hindari

pembacaan di bawah angka 10,0.

Dengan merubah – rubah rpm (boleh saat motor sedang berjalan) akan

didapat viskositas pada berbagai rpm, mulai dengan rpm 2, 4, 10, 20.

kemudian dibalik mulai dari rpm 20, 10, 4, 2.

Matikan motor jika ingin mengganti pinel atau mengganti sample

(disarankan mengganti spindle jika pembacaan < 10,0 atau > 100,0).

Sebelum membersihkan alat, lepaskan spindle

Hitung viskositas dan buat rheogramnya.

Untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara rpm sebagai sumbu y dan

usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindle sebagai sumbu x. usaha dapat

dihitung dengan mengalikan angka yang dibaca pada skala dengan faktor 7,187

dyne.cm (viskometer Brrokfield tipe RV) atau faktor 0,6737 dyne.cm

(viskometer Brookfiel tipe LV).

Penetrometer

Adalah suatu alat yang banyak digunakan untuk menentukan konsistensi sediaan

setengah padat baik di bidang farmasi maupun non farmasi seperti penentuan

konsistensi aspal, vaselin, lemak, pelumas, malam, adonan semen, dll. Penetrasi

dinyatakan dalam satuan sepersepuluh millimeter, merupakan ukuran kedalaman

kerucut atau jarum standar menembus tegak lurus sample dalam waktu dan

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

temperatur tertentu. Biasanya pengukuran dilakukan pada temperature 250C

selama 5 detik. Penetrometer termasuk dalam kelompok viscometer satu titik.

Cara Kerja

Aturlah letak meja penetrometer sedemikan rupa sehingga horizontal

Letakkan wadah yang berisi sample di atas meja penetrometer dan atur

jarak kerucut sampai menyentuh permukaan sample

Lakukan penetrasi selama 5 detik

Hal – hal yang harus diperhatikan pada penggunaan alat ini:

Sampel yang akan diperiksa sebaiknya dilebur dahulu supaya homogen

Leburan sample itu diaduk perlahan sampai hampir dingin baru

dituangkan ke dalam wadah untuk menghindari terjadinya kontraksi

volume

Permukaan sample harus datar

Bila angka penetrasi > 200 letakkan kerucut di tengah sample. Sample

ini hanya dapat digunakan untuk satu kali penentuan. Bila angka

penetrasi ≤ 200 maka pengukuran dapat dilakukan tiga kali untuk satu

wadah dengan jarak penembusan kerucut membentuk sudut 120o satu

sama lain.

5. PERHITUNGAN

Viskometer Hoeppler

No. Bola ρ bola BahanViskositas yang

dapat dikur

Konstanta

bola (B)

A – 2

C – 3

F – 6

H – 8

K – 10

M - 12

2,2198

2,2290

2,2290

7,9130

7,8976

7,8970

Gelas

Gelas

Gelas

Logam

Logam

Logam

Gas

0,5 – 5 cps

3 – 30 cps

10 – 300 cps

250 – 2500 cps

2500 – 25000 cps

-

0,00774

0,0725

0,1315

1,180

10,83

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

Percobaan Waktu (detik)

1

2

Viskometer Brookfield

SpindelKecepatan

(rpm)

Dial

Reading

(dr)

Faktor

koreksi (f)

Viskositas

(η = dr x f)

Shearing stress

(F/A = dr x 7,187)

Rate of Shear

(dv/dr=F/Ax1/η)

1 2

4

10

20

20

10

4

2

50

25

10

5

5

10

25

50

Rheogram

Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik

dv/dr

F/A

PUSTAKA

1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &

Febiger. Philadelphia. 1993.

2. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, ITB, 1985 dan 1999

3. Joshita. D., Viskositas dan Rheology, disampaikan pada Pelatihan Rheology untuk

PT. Supra Ferbindo Farma, Jurusan Farmasi FMIPA UI Depok, 1996

EMULSIFIKASI

1. DASAR TEORI

Suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan – bulatan kecil zat

cair terdistribusi merata ke seluruh pembawa yang tidak bercampur dinamakan

emulsi. Dalam emulsi fase terdispersi disebut fase dalam sedangkan medium

pendispersi disebut fase luar. Emulsi memiliki beberapa macam tipe. Tipe emulsi

sederhana, hanya terdiri dari satu zat terdispersi dan satu zat pendispersi, terdiri atas

dua tipe, yaitu:

a. tipe m/a : fase dalamnya minyak, fase luarnya air.

b. tipe a/m : fase dalamnya air, fase luarnya minyak.

Tujuan emulsifikasi yaitu untuk membuat suatu preparat yang stabil dan rata

dari campuran dua cairan yang tidak bisa bercampur. Untuk membuat suatu emulsi

yan stabil biasanya dibutuhkan suatu zat tambahan yang disebut zat pengemulsi dan

emulgator.

Telah diketahui, bahwasanya ada beberapa teori yang mencoba menjelaskna

bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam meningkatkan emulsifikasi dan dalam

stabilitas dari emulsi yang dihasilkan. Diantaranya adalah:

1. Teori Tegangan Permukaan

Menurut teori ini penggunaan zat pegemulsi dan zat penstabil menghasilkan

penurunan tegangan permukaan dari kedua cairan yang tidak bercampur

mengurangi tolak antara cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik

antar molekul masing – masing cairan. Jadi zat pengemulsi membantu

memecahkan bola – bola besar menjadi bola – bola kecil yang memiliki

kecenderungan untuk bersatu menjadi lebih kecil.

2. Teori Oriented – Wedge

Dalam dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih

larut dalam satu fase dan terikat kuat dalam fase tersebut dibandingkan dengan

fase lain. Karena murnya molekul – molekul zat menurut teori ini mempunyai

suatu bagian hidrofilik dan bagian hidrofibik maka molekul itu akan

mengarahkan dirinya ke masing – masing fase. Fase dimana zat pengemulsi

lebih larut umumnya akan menajdi fase luar dari emulsi tersebut.

Umunya zat pengemulsi mempunyai suatu bagian hidrofilik dan lipofilik

dengan salah satunya lebih atau kurang dominant. Keseimbangan antara hidrofil dan

lippofil dinyatakan dengan HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance). Dengan ini setiap

zat memiliki harga HLB yang menunjukkan polaritas zat tersebut. HLB antara 3 – 6

biasanya menghasilkan emulsi tipe a/m, sedangkan HLB antara 8 – 18 menghasilkan

emulsi tipe m/a. maka dengan pemilihan zat pengemulsi yang tepat kita dapat

membantu suatu emulsi yang stabil dengan tipe emulsi yang kita inginkan.

Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi surfaktan emulgator

yang ditambahkan adalah metode HLB (hidrofilik lipofilik balance). Griffin telah

mengemukakan suatu skala ukuran HLB suatu surfaktan. Dari skala tersebut dapat

disusun daerah efisiensi HLB optimum untuk tiap – tipa golongan surfaktan. Makin

tinggi harga HLB suatu surfaktan maka zat itu akan bersifat polar.

Disamping itu juga perlu diketahui harga HLB butuh dari minyak yang

digunakan. Pada umumnya harga HLB butuh suatu minyak adalah tetap untuk suatu

sistem emulsi tertentu dan harga ini ditentukan berdasarkan percobaan. Menurut

griffin harga HLB butuh tersebut adalah setara dengan harga HLB dari surfaktan

atau campuran surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak dengan air

sehingga terbentuk suatu sistem emulsi yang stabil.

Sebagai contoh:

R/ Paraffin cair 20% HLB 12

Emulgator 5%

Air ad 100%

Secara teoritis emulgator dengan HLB = 12 merupakan emulgator yang paling

sesuai untuk emulsi tersebut. Tetapi pada kenyataannya, jarang sekali ditemukan

HLB surfaktan yang harganya persis sama dengan HLB butuh minyak. Oleh karena

itu penggunaan kombinasi dua emulgator dengan harga HLB rendah dan harga HLB

tinggi akan memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena dengan

menggunakan kombinasi emulgator dapat diperoleh harga HLB yang mendekati

harga HLB butuh minyak. Misalkan pada emulsi tersebut di atas digunakan

kombinasi emulgator Tween 80 (HLB = 15) dan Spaan 80 (HLB = 4,3), maka

jumlah masing – masing emulgator yang digunakan dapat dihitung sebagai berikut:

Emulgator yang dibutuhkan = 5 % x 100 g = 5 g

Misalkan jumlah Tween 80 = ag,

Maka Spaan 80 yang dibutuhkan = (5-a) g

Persamaan:

(a x 15) + (5 – a) x 4,3 = 12 x 5

15 a + 21,5 – 4,3 a = 60

10,7 a = 38,5

a = 3,6

Jadi Tween 80 yang dibutuhkan = 3,6 g

Spaan 80 yang dibutuhkan = 5 – 3,6 = 1,4 g

Selain itu penggunaan kombinasi dua emulgator akan menghasilkan semulsi yang

lebih stabil karena terbentuknya film yang lebih rapat pada permukaan globul.

Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil karena adanya energi bebas

permukaan yang besar. Hal ini terjadi pada proses pembuatannya luas permukaan

salah satu fase akan bertambah berkali lipat. Sistem tersebut akan sellau berusaha

untuk memantapkan diri agar energi bebas bisa menjadi nol yaitu dengan cara

penggabungan globul.

Berdasarkan hal tersebut diatas dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan

emulsi yaitu:

1. flokulasi dan creaming

Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh

adanya energi bebas permukaan. flokulasi adalah terjadinya kelompok – kelompok

globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah

terjaidnya lapisan – lapisan dengan konsentrasi yang berbeda – beda di dalam suatu

emulsi. Lapisan dengan konssentrasi yang paling dekat akan berada di atas atau

bawah tergantung dari bobot jenis fase yang terdispersi. Pada kedua fenomena

tersebut emulsi masih dapat diperbaiki dengan pengocokan karena film antara

permukaan masih ada.

2. koalesen dan demulsifikasi

fenomena ini terjadi bukan semata – mata karena energi bebas permukaan

tetapi juga karena tidak semua globul terlapisi oleh film antar permukaan. koalesen

adalah terjadinya penggabungan globul – globul menjadi lebih besar, sedangkan

demulsifikasi merupakan proses lebih lanjut daripada koalesen dimana kedua fase

terpisah kembali menjadi dua cairan yang tidak tercampur. Pada kedua fenomena ini

emulsi tidak dapat diperbaiki lagi dengan pengocokan.

Harga HLB butuh Beberapa Minyak dan Lemak

NO NAMAHLB butuh

M/A A/M1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minyak jarak

Metil salisilat

Vaselin

Paraffin cair

Paraffin padat

Adeps lanae

Asam stearat

Minyak kacang

Steril alcohol

Cetil alkohol

12

14

12

12

9

10

15

9

14

15

-

-

5

5

4

8

6

-

-

-

Harga HLB Beberapa Surfaktan

Nama Kimia Nama Dagang HLB

Sorbitan mono laurat

Sorbitan mono palmitat

Sorbitan mono stearat

Sorbitan tri stearat

Sorbitan mono oleat

Sorbitan tri oleat

Spaan 20

Spaan 40

Spaan 60

Spaan 80

Spaan 85

Tween 20

8.6

6.7

4.7

2.1

4.3

1.8

Polioksietilen sorbitan mono laurat

Polioksietilen sorbitan mono palmitat

Polioksietilen sorbitan mono stearat

Polioksietilen sorbitan mono tri stearat

Polioksietilen sorbitan mono oleat

Polioksietilen sorbitan mono tri oleat

Natrium lauril sulfat

Natrium oleat

Asam oleat

Cetostearil alcohol

Polioksietilen louril

Sorbitan sesquioleat

Gliseril mono stearat

Polioksietilen mono stearat

Tween 40

Tween 60

Tween 65

Tween 80

Spaan 85

-

-

-

-

-

Brij 30

Arlacel 83

Atmu 67

Mvrj 45

16.7

15.6

14.9

10.5

15.0

11.0

40.0

18.0

1.0

1.2

9.5

3.7

3.8

11.1

2. ALAT DAN BAHAN

Alat: Bahan:

Mixer ● Spaan

Beaker glass ● Tween

Termometer ● Minyak

Cawan penguap ● Aquadest

Penangas air

Gelas ukur 100 ml

Batang pengaduk

Timbangan analitik

Sudip

Stopwatch

3. CARA KERJA

1. Buat satu seri emulsi dengan HLB butuh masing – masing 5,6,7,8,9,10,11,12,

dan 13

2. Hitung jumlah tween dan Spaan yang dibutuhkan untuk masing – masing

harga HLB butuh.

3. Timbang masing – masing minyak, air, Tween, dan Spaan sejumlah yang

dibutuhkan.

4. Campurkan minyak dengan Spaan dan air dengan Tween lalu panaskan di atas

penangas air sampai suhu 70o C.

5. Tambahkan campuran minyak dan campuran air, segera dimixer pada

kecepatan dan waktu yang sama (speed 2 selama 3 menit).

6. MAsukkan ke dalam gelas ukur dan beri tanda untuk masing – masing HLB.

7. Amati kestabilannya selama 1 minggu.

8. Catat pada harga HLB berapa emulsi relative paling stabil.

PUSTAKA

1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy.

4th ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1993.

2. Parrot, E.L., W. Sasky. Experimental Pharmaceutics. 4th ed.,

Burgess Publishing Company, Minnesota, 1977.

3. White, E.F., Pharmaceutical Emulsion and Emulsifying Agent,

4th ed., The Chemist and Druggist, 1964.

4. Lachman, L., H.A. Lieberman, J.L. Kanig, The theory and

Practice of Industrial Pharmacy, 3rd ed., Lea & Febiger, Philadelphia, 1986.

5. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, ITB, 1985 dan 1999.

KELARUTAN

1. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk:

Menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat

Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu

zat.

2. TEORI DASAR

Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat

terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan

dinyatakan dalam satuan milliliter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat.

Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Kelarutan juga dapat

dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas, dan persen.

Satuan sediaan obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus

mengalami proses pelepasan dari bentuk sediaannya kemudian zat aktifnya melarut

baru kemudian zat tersebut diabsorpsi. Proses pelepasan zat aktif dari bentuk

sediaannya dan bentuk dan proses pelarutan zat aktif sangat dipengaruhi oleh sifat –

sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi sediaannnya. Salah satu sifat zat

aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan, karena pada umumnya zat

baru dapat diabsorpsi setelah zat tersebut terlarut dalam cairan saluran cerna. Oleh

karena itu salah satu usaha untuk mempertinggi ketersediaan hayati suatu sediaan

adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain:

pH dan temperature

jenis pelarut

bentuk dan ukuran partikel

konstanta dilelektrik pelarut

adanya zat lain: surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis

Pengaruh Konstanta Dielektrik

Telah diketahui bahwa kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh poklaritas

pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan

zat – zat polar, sedangkan zat – zat non polar sukar larut di dalamnya. Begitu pula

sebaliknya.

Besarnya tetapan dielektrik ini menurut Moore dapat diatur dengan

penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan

hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing – masing yang sudah dikalikan

dengan % volume masing – masing komponen pelarut.

Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran

dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-

solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan

suatu zat disebut co-solvent.

Kosolven umumnya merupakan pelarut semi polar yang memiliki gugus

polar (hidroksil) dan gugus non polar (rantai karbon). Suatu pelarut dapat dijadikan

kosolven dengan syarat:

1. Memiliki perbandingan yang seimbang antara gugus polar dengan gugus

non polarnya.

2. Memiliki harga tetapan dielektrik yang terletak antara harga tetapan

dielektrik zat dan pelarut.

Pelarut yang dapat digunakan sebagai kosolven antara lain: alcohol, gliserin,

dietilenglikol, propilenglikol, dan sorbitol.

Pengaruh Penambahan Zat – zat Lain

Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan

kelarutan zat. Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian yaitu bagian polar dan non

polar. Apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah akan

berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar kea rah air dan

bagian non polar ke arah udara, membentuk suatu lapisan monomolekuler. Bila

permukaan cairan telah jenuh dengan molekul – molekul surfaktan, maka molekul

yang berada di dalam cairan akan membentuk suatu agregat yang dikenal sebagai

misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut Konsentrasi Misel Kritik

(KMK).

Sifat yang penting dari misel ini adalah kemampuannya untuk menaikkan

kelarutan zat yang biasanya sukar larut dalam air. Proses ini dikenal sebagai

solubilisasi miselar. Solubilisasi terjadi karena molekul zat yang sukar larut

berasosiasi dengan misel membentuk suatu larutan jernih yang stabil secara

termodinamika. Lokasi molekul zat terlarut dalam misel tergantung kepada polaritas

zat tersebut. Molekul non polar akan masuk ke bagian non polar dari misel (bagian

core) sedangkan molekul polar akan teradsorpsi pada permukaan misel. Molekul

semi polar akan masuk ke daerah palisade dan membentuk suatu misel campur.

A. Pengaruh Pelarut Campur terhadap Kelarutan Zat

Cara Kerja

Buatlah campuran pelarut seperti tertera pada tabel di bawah ini

Air (%v/v) Alkohol (%v/v) Propilen glikol (%v/v)

60 0 40

60 5 35

60 10 30

60 15 25

60 20 20

60 30 10

60 35 5

60 40 0

Larutkan asam salisilat sebanyak 1 g ke dalam masing – masing campuran

pelarut.

Kocok larutan dengan alat pengocok orbital selama 2 jam, jika ada endapan

yang larut selama pengocokkan tambahkan lagi asam salisilat sampai diperoleh

larutan yang jenuh kembali.

Saring larutan. Tentukan kadar asam salisilat yang larut dengan cara titrasi asam

basa dengan pentiter NaOH 0,1 N dan indikator fenolftalein.

Buat grafik antara kelarutan asam salisilat dengan % pelarut yang ditambahkan.

B. Pengaruh Penambahan Surfaktan terhadap Kelarutan Suatu Zat

Cara Kerja

Buat 50 ml larutan Tween 80 dengan konsentrasi 0; 0,1; 0,5; 1; 5; 10 – 50 dan

100 mg dalam 100 ml air.

Tambahkan 1 g asam salisilat.

Kocok larutan selama 2 jam dengan alat pengocok orbital. Kalau ada endapan

yang larut selama pengocokkan, tambahkan lagi asam salisilat sampai di dapat

larutan yang jenuh kembali.

Saring dan tentukan kadar asam salisilat yang terlarut dalam masing – masing

larutan.

Buat grafik antara kelarutan asam salisilat dengan konsentrasi Tween 80 yang

digunakan.

Tentukan konsentrasi misel kritik Tween 80.

Penentuan Kadar Asam Salisilat

Pipet 10 ml larutan zat, tambahkan 3 tetes indicator fenolftalein, lalu titrasi dengan

NaOH 0,01 N sampai timbul warna merah muda.

PUSTAKA

1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &

Febiger. Philadelphia. 1993.

2. Bean, H,S., A.H. Beckett, J.E. Carless. Advanced in Pharmaceutical Sciences, Vol I,

Academic Press, London & New York, 1964.

3. Lachman, L., H.A. Lieberman, J.L. Kanig, The theory and Practice of Industrial

Pharmacy, 3rd ed., Lea & Febiger, Philadelphia, 1986.

4. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, ITB, 1985 dan 1999.