buku - petunjuk teknis zonasi wp-3-k
TRANSCRIPT
JUKNISPERENCANAAN TATA RUANG LAUT
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
DIREKTORAT TATA RUANG LAUT, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
ii
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI …….……………………………………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL .……………………………………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan dan sasaran ……………………………….……….………… 2
1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis…………………………………. 2
BAB II GAMBARAN RUANG LAUT.………………………………………………… 4
2.1 Pengertian Ruang Laut …………………………………………….. 4
2.2 Karakteristik Ruang Laut……………………………………………. 5
2.2.1 Dimensi Ruang Laut…………….……………………….…. 5
2.2.2 Geomorfologi Laut ……………….……………………….…. 6
2.2.3 Geologi Laut …........……………..……………………….… 8
2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum
Internasional ………………………………………………….… 12
2.2.5 Ekosistem Laut ………………………………………………… 14
2.2.6 Organisme Laut…………………………………………….… 18
2.2.7 Hydrooceanografi ……………….…………………………… 22
2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut ………………………… 23
2.3 Daya Tarik Wilayah Laut ……………….………………………… 23
2.3.1 Potensi ……………………………….…………………………… 23
2.3.2 Permasalahan …………………………………………….….… 25
BAB III PROSES PERENCANAAN RUANG LAUT.…………………………. 27
3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan.………………………………. 27
3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan ………… 27
3.1.2 Data dan Peta Dasar………………………………………… 36
3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis …………………………… 42
3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ……… 44
3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut ………………………… 51
3.1.6 Peraturan Zonasi ……………………………………………… 61
iii
3.1.7 Kelengkapan Muatarn Rencana Ruang Laut …… 62
3.2 Kelembagaan ……………………………………………………………… 63
3.3 Legalisasi dan Skala Peta ………………………………………… 64
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Design Kebutuhan Data Perencanaan ……………………………………… 37
Tabel 2 Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan
Lautan ………………………………………………………………………………………… 10
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia ………………………… 9
Gambar 2 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia ……………………………………. 11
Gambar 3 Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia …………………………… 12
Gambar 4 Ilustrasi Zona Maritim Indonesia Berdasarkan Konvensi
Hukum Laut 1982 ……………………………………………….…………….. 14
Gambar 5 Titik Awal dan Garis Pantai sebagai Acuan Penarikan Garis
Dasar …………………………………………………………………………………… 28
Gambar 6 Contoh Penentuan Titik Awal dan Garis Dasar …………………… 31
Gambar 7 Contoh Penarikan Garis Batas Bagi Daerah Yang
Berbatasan Dengan Laut Lepas atau Perairan Kepulauan … 31
Gambar 8 Contoh Penarikan Garis Batas Dengan Metode Garis
Tengah (Median Line) pada Dua Daerah Yang Berhadapan 32
Gambar 9 Contoh Penarikan Garis Tengah dengan Metode Ekuidistan Pada Daerah yang Berdampingan ……………………………………… 32
Gambar 10 Contoh Penarikan Garis Batas pada Pulau Kecil Yang
Berjarak lebih dari 2 kali 12 mil Namun Berada dalam Satu
Propinsi …………………………………………………………………………………
33
Gambar 11 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang
Berjarak Kurang dari 2 Kali 12 Mil Namun Berada dalam
Satu Propinsi ………………………………………………………………………
34
Gambar 12 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau-pulau Kecil Yang
Berada Dalam Satu Propinsi ……………………………………………… 35
Gambar 13 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang
Berjarak Kurang dari 2 kali 12 Mil dan berada pada provinsi
yang berbeda ……………………………………………………………………… 36
Gambar 14 Proses Kompilasi Data ………………………………………………………… 41
Gambar 15 Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Yang
Akan Melibatkan Multi Sektor …………………………………………… 47
Gambar 16 Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut
Untuk Satu Sektor Tertentu ………………………………………………… 50
Gambar 17 Identifikasi Fungsi/kegiatan pada Ketiga Dimensi Ruang
Laut ……………………………………………………………………………………… 50
Gambar 18 Matriks Hubungan Fungsional …………………………………………… 51
Gambar 19 Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut ……………………………… 53
Gambar 20 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan …… 56
Gambar 21 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi sektor …………… 56
Gambar 22 Contoh Rencana Pola Ruang Satu Sektor …………………………… 58
vi
Gambar 23 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Permukaan ………………… 59
Gambar 24 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Kolom/Badan Laut ……… 59
Gambar 25 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Dasar Laut …………………… 60
Gambar 26 Contoh Rencana Pola Ruang Overlay ………………………………… 60
Gambar 27 Konsep Rencana Tata Ruang Laut (Sektor Perikanan) ……… 69
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi adalah hasil perencanaan wujud
struktural dan pola ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan
unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan
buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya
membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti
pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal, dan
sebagainya. Sementara pola ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang
menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau
kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat
kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan
perkotaan.
Konsep Perencanaan tata ruang/Perencanaan Zonasi di Laut tidak dapat
mengikuti sepenuhnya konsep daratan, karena karakteristik ekobiologis dan
prinsip dasar yang berbeda. Pada Kawasan Laut pola perencanaan akan sangat
dipengaruhi oleh pembagian area perlindungan yang sangat ketat, hal ini
disebabkan karakter wilayah tersebut sangat rentan dan dinamik.
Hasil perencanaan tata ruang Laut /Perencanaan Zonasi laut adalah rencana
tata ruang/rencana zonasi Laut, yang memuat peruntukkan ruang laut
(permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut beserta isinya) yang merupakan
arahan dan pedoman pemanfaatan ruang laut. Peruntukan ruang sebagaimana
dimaksud meliputi: Daerah Lindung, Pemanfaatan Terbatas, Kawasan Budidaya,
BAB
I
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
2
Rekreasi / Wisata, Pelabuhan / Perhubungan, Perikanan Tangkap, Perikanan
Budidaya dan lain-lain. Selain ini banyaknya pihak yang ingin memanfaatkan
ruang laut dan melakukan kegiatan di laut, kaidah mediasi konflik perlu
terakomodasi dalam menyusun rencana tata ruang laut.
Rencana tata ruang/rencana zonasi laut hendaknya dapat diimplementasikan
dan berfungsi sebagai pijakan bagi investor dan pihak-pihak terkait, sehingga
perlu dirumuskan petunjuk teknis dalam pengaturan kegiatan pembangunan
yang sesuai dengan kajian tata ruang.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencanaan
Zonasi Laut ini adalah agar tersedia arahan bagi pemerintah daerah khususnya
yang memiliki kewenangan dalam perencanaan ruang laut untuk melaksanakan
pembangunan serta arahan bagi para stakeholder yang berkompeten dalam
melakukan aktivitas pembangunan di ruang laut.
Adapun Sasaran dari Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang
Laut/Perencaan Zonasi Laut ini adalah :
1. Adanya rumusan pengaturan perencanaan pembangunan di ruang laut;
2. Pengaturan perencanaan pembangunan sesuai dengan arahan rencana tata
ruang terpadu.
1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis
A. Lingkup Materi Kajian
1. Pengkajian kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut;
2. Telahaan landasan teoritis terkait dengan pengelolaan pemanfaatan ruang
laut;
3. Perumusan petunjuk teknis perencanaan ruang laut.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
3
B. Lingkup Pelaksanaan Kegiatan
1. Studi literatur (tinjauan teori dan data/informasi sekunder, termasuk berbagai
produk RTR Laut dan kebijakan/peraturan perundangan terkait);
2. Identifikasi materi/substansi perencanaan ruang laut;
3. Penyusunan Draft awal konsep petunjuk teknis pengaturan perencanaan
ruang laut/Perencaan Zonasi Laut;
4. Pembahasan draft awal konsep petunjuk teknis;
5. Penyusunan draft kemajuan konsep petunjuk teknis;
6. Konsultasi stakeholder dalam rangka penyempurnaan draft petunjuk teknis;
7. Diseminasi draft konsep petunjuk teknis kepada stakeholder terkait;
8. Penyusunan draft akhir petunjuk teknis.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
4
GAMBARAN
RUANG LAUT
2.1 Pengertian Ruang Laut
Ruang laut merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek
fungsional. Ruang laut berdasarkan aspek administrasi dapat dibedakan menjadi
ruang laut nasional, ruang laut propinsi dan ruang laut kabupaten/kota yang
merupakan satu kesatuan yang utuh baik visi, misi, kebijakan makronya.
Berdasarkan UU No. 26 / 2007, Pasal 6 ayat (3) penataan ruang wilayah nasional
meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup
ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan. Ruang laut ditinjau dari Wilayah yuridiksi dan wilayah kedaulatan nasional
meliputi perairan pedalaman, laut kepulauan dan laut teritorial. Laut teritorial adalah
Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu nengara
kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus kepulauannya, dan lebarnya
maksimum sampai 12 mil laut. Ruang laut dalam konstelasi kedaulatan nasional
dapat meliputi juga wilayah ZEE dan Landas Kontinen (UNCLOS 1982).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah
menyerahkan kewenangan-kewenangan tertentu dalam pengelolaan wilayah pesisir,
termasuk perairan pantai sampai sejauh 12 mil dari garis pantai, menjadi kewenangan
otonom pemerintah daerah. Selanjutnya untuk mengimplementasikan kewenangan
baru atas ruang lautan ini pemerintah daerah perlu merumuskan kebijakan
pengaturan atas pemanfaatan bagian laut yang berbatasan dengan pantainya
(Suparman, 2007).
BAB
II
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
5
Aspek fungsional dalam penataan ruang laut misalnya adalah melalui pendekatan
fungsi ekosistem / unit geografis tertentu. Pendekatan penataan ruang menggunakan
metode Sel sedimen merupakan salah satu contohya. Disamping itu menggunakan
metode yang lain untuk penataan ruang wilayah dengan kharakteristik tertentu
misalnya pengelolaan kawasan DAS, Teluk, Estuaria, dll.
2.2 Karakteristik Ruang Laut
2.2.1 Dimensi Ruang Laut
Kharakteristik ruang laut berdasarkan dimensi ruang laut dibedakan menjadi 3
(tiga) layer, yaitu permukaan laut, kolom air sampai dengan permukaan dasar laut.
Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP (2006) pengertian wilayah
selat dan teluk yaitu :
a. Selat ; celah air yang relative sempit yang menghubungkan dua tubuh
perairan yang lebih besar dan secara geografi suatu lintas (passage) sempit
diantara dua masssa daratan atau pulau-pulau tau gugusan pulau yang
menghubungkan dua kawasan laut yang lebih luas. Hanya selat-selat yang
diklasifikasi sebagai “selat internasional”
b. Teluk ; Bagian laut yang sebagian dikelilingi daratan atau bentuk garis pantai
erosional yang disebabkan oleh aktifitas gelombang laut sehingga laut
menjorok kearah daratan
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
6
c. Laut lepas ; Bagian dari laut yang tidak termasuk ZEE. Laut territorial
Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia.
d. Laut dalam, Istilah umum yang digunakan untuk wilayah lautan di luar
paparan benua dan dibawah zona yang menerima cahaya
e. Laut bebas pertuatan antara laut dan lautan yang berada di sebelah luar dari
batas 200 mill ZEE
2.2.2 Geomorfologi Laut
Umumnya kondisi geomorfologi Indonesia dapat dibedakan menjadi bentuk
lahan denudasional, bentuk lahan asal volkanik, bentuk lahan asal struktural, dan
bentuk lahan asal pengendapan.
Bentuk lahan denudasional terdiri dari 6 (enam) satuan unit geomorfologi, yaitu :
1. Dataran landas kontinen Asia yang saat ini merupakan perairan Laut Jawa,
Selat Karimata, sampai Laut Cina Selatan dan daratan landas kontinen
Australia yang pada saat ini merupakan perairan Laut Arafuru dan Laut Aru;
2. Dataran Sunda Tua yang mengalami penenggelaman sebagai dasar laut.
Penyebarannya meliputi Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Pulau
Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, dan sebagian kecil Kalimantan
Tengah. (3) Perbukitan sisa yang terisolasi dengan penyebaran di
Kalimantan Barat;
3. Perbukitan sisa yang komplek terdapat di Kalimantan Barat dan sebagian
kecil di Kalimantan Tengah, Bangka, Belitung, Lingga, Singkep, dan P.
Timor;
4. Bentuk lahan tua/lanjut yang terangkat dan berubah pada zona collison
terdapat di Irian Jaya dan P. Timor.
5. Bentuk lahan dataran lengkung yang terkikis pada lajur bukan vulkanik,
penyebarannya meliputi kepulauan di dekat Sumatera, pulau-pulau di
Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau di Laut Banda.
Bentuk lahan asal vulkanik terdiri atas 4 (empat) satuan unit geomorfologi, yaitu :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
7
1. Vulkanik dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi
Utara, Kepulauan Sangihe, dan Halmahera;
2. Vulkanik tua yang terkikis dengan penyebaran di Sumatera, Jawa,
Nusatenggara, Sulawesi Utara, dan Halmahera;
3. Endapan lapisan tuf ignimbrit, terdapat di Sumatera Utara sekitar Danau
Toba.
4. Kipas fluvial vulkanik, dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, dan Lombok.
Bentuk lahan struktural terdiri atas 5 (lima) satuan unit geomorfologi, yaitu :
1. Dataran plato, baik tinggi maupun rendah, dengan penyebaran di P.
Sumba, Kepulauan Aru, P. Biak, dan P. Morotai.
2. Pegunungan struktural yang terkikis kuat dengan sisa bentuk pengelupasan
pada tempat-tempat tertentu/lokal, baik rendah maupun tinggi, dengan
penyebaran di P. Sulawesi, P. Bacan, P. Halmahera, P. Waigeo, dan P.
Flores.
3. Blok pegunungan menunjam yang terkikis pada jalur busur vulkanik,
terdapat di P. Sumatera, P. Jawa, P. Nusa Penida, P. Lombok, P. Sulawesi,
bagian Selatan P. Halmahera, dan P. Waigeo.
4. Bentuk lahan perbukitan dan pegunungan lipatan, baik rendah maupun
tinggi, dengan penyebaran utama di P. Sumatera bagian Timur, P. Jawa
bagian Utara (terutama Jawa Timur), P. Madura, Banjarmasin hingga
Tarakan di P. Kalimantan, daerah kepala burung Irian Jaya, dan sebelah
Utara pegunungan Jaya-Wijaya.
5. Bentuk lahan pegunungan struktural yang komplek dengan penyebaran di
Kalimantan berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tengah, Banggai, Sula, Obi, Irian Jaya, serta Timor.
Bentuk lahan asal pengendapan terdiri atas 7 (tujuh) satuan unit geomorfologi,
yaitu:
1. Endapan lereng pada kaki rangkaian pegunungan dan kaki pegunungan
lipatan cekungan dan teras pleistosene dengan penyebaran di Sumatera
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
8
dan Jawa, serta endapan lereng pada kaki perbukitan sisa yang terisolasi
terdapat di Kalimantan dan Irian Jaya.
2. Dataran aluvial dengan rawa belakang yang kering pada musim kemarau,
terdapat di Irian Jaya.
3. Dataran aluvial dengan tanggul alam sungai dan rawa belakang terdapat di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.
4. Dataran aluvial dengan materi gambut pada rawa belakang terdapat di
Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.
5. Bentuk lahan rawa dengan vegetasi bakau dan berair payau terdapat di
pantai Sumatera Timur, Kalimantan, Irian Jaya, dan sebagian kecil di Jawa
dan Sulawesi.
6. Bentuk lahan terumbu yang masih hidup dengan kenampakan tubir karang
dan sejenisnya, serta karang penghalang/atol terdapat di pantai kepulauan
di sebelah Barat Sumatera.
7. Bentuk lahan terumbu karang yang muncul ke permukaan dan menjadi
pulau karang, terdapat di P. Sumba, P. Flores, P. Buton, dan Kepulauan
Tukangbesi.
2.2.3 Geologi Laut
Secara geologi, perairan Indonesia mempunyai genesis yang berbeda-beda,
karena merupakan hasil darat besar, proses interaksi pergerakan lempeng
tektonik yang sangat besar yaitu Lempeng Samudera Hindia, Lempeng Benua
Australia, Lempeng Samudera Fasifik, maupun lempeng lain yang lebih kecil.
Tumbukan frontal antara samudera dengan lempeng benua, misalnya di
sepanjang selatan Pulau Jawa hingga Pulau Timor dan sebelah barat Sumatera,
secara alami membentuk jajaran pulau dan perairan sekitarnya, dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :
- Cekungan Busur Muka (fore arc basin) seperti wilayah Pulau Nias dan
perairan di sekitarnya.
- Busur Vulkanik (vulcanic arc) mencakup wilayah Sumatera, Pulau Jawa,
Pulau Bali, Pulau Krakatau, dan pulau lainnya.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
9
- Cekungan busur belakang (back arc basin) meliputi Pulau Karimunjawa,
Pulau Bawean, Kepulauan Seribu dan pulau pulau lainnya.
- Kawasan yang terbentuk akibat pemekaran lempeng samudera (sea floor
spreading) misalnya pulau pulau kecil di perairan Selat Makasar.
- Ciri khas tepi benua (continental margin), misalnya pulau di kawasan
Pulau Bangka, Belitung, Batam, Bintan, dan pulau lainnya di kepulauan
Riau.
Indonesia mempunyai kondisi geologi khususnya di kawasan perairan laut yang
sangat khas. Sebagai tempat pertemuan tiga lempeng tektonik (Triple Junction
Plate Convergence) yaitu lempeng tektonik Eurasia, Indo-Australia dan pasifik)
Indonesia memiliki potensi kandungan bahan tambang di kawasan laut
diantaranya mineral dan minyak bumi. Pada beberapa lokasi, sudah dilakukan
upaya dalam memanfaatkan sumberdaya energi dan mineral di wilayah laut, baik
itu yang sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam tahap eksporasi. Berikut
ini contoh peta yang menggambarkan potensi cekungan migas dan cekungan
migas yang sudah berproduksi di perairan laut Indonesia.
Gambar 1 Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
10
Selain kekayaan alamnya, Indonesia juga tidak luput sebagai negeri kepulauan
yang rentan bencana gempa terkait karena kondisi lempeng tentunya. Menurut
teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar
yang disebut lempeng. Ketebalannya sekitar 70 km. Ketebalan lempeng kira-kira
hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit terluar bumi yang padat.
Litosfer terdiri dari kerak dan selubung atas. Lempengnya kaku dan lempeng-
lempeng itu bergerak diatas astenosfer yang lebih cair.
Model-model untuk menggambarkan keadaan tektonik Indonesia telah dibuat oleh
para ahli, diantaranya oleh Hamilton(1989), dan Katili (1989). Berdasarkan
karakteristik dari kegempaan, tektonik dan ditunjang data-data Geofisika lainnya,
Puspito (1993) membagi wilayah kepulauan Indonesia menjadi 3 (tiga) wilayah
zona tetonik besar, yaitu :
- Busur kepulauan Sunda, yaitu terbagi Sunda barat dan timur
- Busur kepulauan Banda
- Zona tumbukkan laut Maluku
Sistem busur Sunda memanjang ± 3000 Km, dimulai dari sebelah barat laut
Andaman sampai sebelah Selatan pulau Sumba. Pada busur kepulauan Sunda
bagian barat (Sumatera), tercatat aktivitas gempa mencapai kedalaman ± 300 Km.
Studi Tomografi Seismik (Puspito et al., 1993) menunjukkan bahwa kedalaman
penunjaman lempeng samudera India mencapai ± 500 Km. Sedangkan di Pulau
Jawa (busur kepulauan Sunda bagian timur yang paling barat) kedalaman aktivitas
gempa tercatat ± 650 Km.
Pada busur kepualauan Sunda bagian timur (Nusa Tenggara), Zona subduksi
ditandai dengan penunjaman lempeng samudera India sepanjang palung Jawa
yang terletak di selatan.
Busur kepulauan Banda ini memanjang dimulai dari selatan pulau Sumba
melengkung sampai ke pulau Seram, sebelah selatan Halmahera. Zona
subduksi yang terjadi merupakan interaksi antara busur kepulauan Banda
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
11
dengan lempeng benua Austrlalia yang bergerak relatif kea rah utara (Hamilton,
1989).
Gambar 2 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar
lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Indonesia
terletak pada sabuk gunung berapi yang terbentuk oleh pertemuan lempeng-
lempeng bumi. Sabuk gunung berapi aktif ini dibentuk oleh tumbukan lempeng
Indian-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di sebelah utara barat,
lempeng laut Filipina dan lempeng Pasifik di sebelah utara timur. Pergerakan
ketiga lempeng ini menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam
yang diakibatkan aktivitas di dalam bumi seperti gempa bumi dan gunung meletus.
Berikut ini digambarkan peta pola-pola gempa bumi yang terjadi di Indonesia.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
12
Peta 2
Gambar 3
Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia (sumber: http://neic.usgs.gov/neis/world/indonesia)
Gempa tektonik yeng terjadi di sekitar zona subduksi atau penunjaman lempeng
adakalanya menyebabkan terjadinya tsunami. Gelombang tsunami terjadi karena
adanya gaya impulsif yang bersifat transient. Gempa tektonik yang terjadi di
sekitar zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia merupakan
contoh penyebab musibah tsunami di Aceh dan Pesisir Selatan Pulau Jawa.
2.2.4. Karakteristik Ruang Laut Ditinjau dari Hukum Internasional.
Kawasan Laut Indonesia berdasarkan pada aspek hukum laut Internasional
terdiri atas :
a. Perairan Pedalaman (Internal Waters), yaitu :
- Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal laut teritorial
(pada negara pantai biasa)
- Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis-garis penutup pada mulut
sungai, teluk atau pelabuhan yang terletak di perairan kepulauan (pada
negara kepulauan).
b. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters), yaitu :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
13
- Perairan kepulauan (archipelagic waters) adalah perairan yang terletak di
sebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan.
c. Laut Teritorial (Territorial Waters), yaitu :
- Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu
nengara kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus
kepulauannya, dan lebarnya maksimum sampai 12 mil laut.
d. Zona Tambahan (Contiguous Zone), yaitu :
a. Suatu Zona yang berbatasan dengan Laut Teritorial yang lebarnya tidak
dapat melebihi 24 mil laut diukur dari Garis Pangkal.
e. Landas Kontinen (Continental Shelf), yaitu :
- Dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar teritorial sampai
batas terluar yang ditetapkan berdasarkan kriteria antara lain jarak,
kedalaman dan ketebalan endapan, batas tersebut kawasan ini ditetapkan
dengan ukuran jarak sebagai berikut:
- Maksimal 200 Mil laut dari garis pangkal negara yang pantainya
curam;
- Maksimal 350 Mil laut dari garis pangkal atau 100 Mil dari
kedalaman 2500 meter bagi negara yang pantainya landai.
f. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone), yaitu :
- Jalur di Luar dan Berbatasan Dengan Laut Wilayah Indonesia
Sebagaimana Ditetapkan Berdasarkan Undang-undang Yang Berlaku
Tentang Perairan Indonesia Yang Meliputi Dasar Laut, Tanah di
Bawahnya, dan Air di Atasnya Dengan Batas Terluar 200 Mil Laut Diukur
dari Garis Pangkal Laut Wilayah Indonesia.
g. Laut Lepas (High Seas), yaitu :
- Perairan yang tidak termasuk ke dalam zee, laut teritorial, perairan
kepulauan & perairan pedalaman suatu negara, dimana semua negara
dapat menikmati segala kebebasan, kecuali hak-hak yang dimiliki negara
pantai di zee-nya.
h. Kawasan Dasar Laut Internasional (International Seabed Area), yaitu :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
14
- Dasar laut dan dasar samudera di bawahnya yang terletak di luar batas
terluar landas kontinen, atau batas terluar yurisdiksi nasional.
Gambar 4 Ilustrasi Zona Maritim Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 2.2.5 Ekosistem Laut
Tipe Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Pantai Berpasir, Ekosistem Mangrove,
Ekosistem Estuaria, Ekosistem Terumbu Karang (Coral Reef) dan Ekosistem
Padang Lamun
A. Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah
pasang surut. Ekosistem ini dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut.
Organisme yang hidup di dalamnya memiliki adaptasi struktural sehingga dapat
melekat erat di substrat keras.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
15
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi, dihuni
oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi
bagi kepiting dan burung pantai.
Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah,
dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput
herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan
kecil.
Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut, Daerah
dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
B. Ekosistem Mangrove
Mangrove, merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir, terutama pada
wilayah tropis. Ekosistem tersebut merupakan salah satu ekosistem alamiah
penting yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Beberapa jenis
mangrove yang sering dijumpai di pesisir Indonesia antara lain : Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera,
Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus.
Beberapa karakteristik fisik antara lain :
Vegetasi hutan mangrove hanya dapat dijumpai pada daerah intertidal, dengan
substrat didominasi oleh tanah lempung atau lumpur berpasir.
Hidup pada daerah yang tergenang air (payau) secara berkala, dimana
frekuensi genangan tersebut sangat menentukan jenis dan komposisi hutan
mangrove.
Hidup pada perairan payau dengan salinitas berkisar antara 2 – 22 ppm
sampai 38 ppm, dimana pasokan air tawar jauh lebih banyak dari air laut,
sehingga hanya dapat dijumpai pada muara-muara sungai, delta, pada
perairan dangkal.
Ekosistem hutan mangrove biasanya hanya dapat dijumpai pada daerah yang
terlindung dari pengaruh alam yang keras : arus dan ombak/gelombang kuat,
sehingga hanya dapat dijumpai pada daerah teluk, estuaria, delta dan laguna.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
16
Beberapa fungsi dan manfaat penting dari hutan mangrove antara lain :
Sebagai alat proteksi penting bagi wilayah pantai (sebagai peredam gelombang
dan angin badai, memperlambat kecepatan arus, pelindung dari abrasi,
penahan lumpur dan perangkap sedimen);
Penghasil detritus yang berasal dari dedaunan dan dahan mangrove;
Daerah pemijahan (spawning ground), penyedia makanan (nutrient), tempat
mencari makan (feeding ground), tempat berlindung dan tempat pengasuhan
(nursery ground) terutama pada tingkat juvenail bagi berbagai jenis biota yang
hidup didalamnya;
Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan
bahan baku kertas (pulp);
Pemasok larva ikan, udang dan biota lainnya;
Sebagai tempat pariwisata.
C. Ekosistem Estuaria
Estuaria merupakan salah satu bentuk atau tipe yang terjadi di pantai, dan
merupakan suatu tempat yang spesifik, dimana terdapat 2 (dua) faktor prinsipal
yang mempengaruhi suatu keadaan hidroninamisme dari estuaria : aliran air
sungai dan arus pasang surut, dimana pada saat pasang, air laut akan masuk
dan mempengaruhi kadar salinitas serta kualitas air yang ada didalam estuaria
tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai atau estuaria selalu dihubungkan dengan
substrat berlumpur dan biota atau organisme yang hidup di air payau.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam,
ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing,
kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut
yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju
habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata
semi air, yaitu unggas air.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
17
D. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang
sangat bervariasi, kompleks dan produktif. Terumbu
karang yang biasa dikatakan sebagai hutan tropis
ekosistem laut terdiri dari karang-karang yang
terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut
yang bernama polip yang bersimbiosis dengan
organisme mikroskopis yang bernama zooxanthellae.
Ekosistem ini umumnya terdapat di laut dangkal
(daerah litoral & neritik) yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Ada beberapa karakteristik lokasi tempat ekosistem ini tumbuh antara lain :
Umumnya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan jarak maksimal 2 mil
dari garis pantai dan dengan kedalaman 10 meter
Wilayah perairan yang selalu hangat sepanjang tahun merupakan tempat
sangat ideal bagi pertumbuhan karang. Syarat kecerahan perairan tempat
tumbuhnya karang yaitu berkisar 18 – 340C, dan salinitas antara 30 – 38 0/0.
Terumbu karang memiliki banyak fungsi ekologis dan biologis bagi perbagai jenis
biota laut yang hidup bersimbiosa dengan karang, antara lain :
sebagai daerah ikan mencari makan; tempat memijah; tempat pembesaran
dan
sebagai tempat perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk
sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur,
binatang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau
gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada
di sekitar ekosistem terumbu karang
sebagai penahan ombak sehingga dapat melindungi wilayah pantai dari erosi
pantai.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
18
sebagai sumber mata pencaharian dengan mengambil ikan dan biota laut
lainnya;
sebagai bahan pembuat obat-obatan, sebagai bahan bangunan, sebagai
bahan pupuk, kawasan pariwisata, laboratorium alam dan
sebagai pelindung pantai dari ancaman ombak dan gelombang besar.
E. Ekosistem Padang Lamun
Padang Lamun (Seagrass), biasanya dijumpai pada
perairan dangkal dan jernih atau pada daerah litoral
(antara 2 – 12 m) dengan subtrat berpasir. Pada
kondisi fisik yang sama sering dijumpai ekosistem
padang lamun berasosiasi dengan ekosistem
Terumbu Karang. Secara umum, kehidupan
ekosistem padang lamun adalah saling berinteraksi
dengan ekosistem lain, yaitu ekosistem mangrove
dan terumbu karang.
Ada beberapa peran penting yang dimiliki oleh ekosistem ini, antara lain :
1. Dalam bidang perikanan; sebagai tempat pembesaran, mencari makan,
daerah perlindungan dan memijah bagi berbagai jenis ikan penting. Pada
ekosistem ini sering dijumpai jenis biota laut yang saat ini menjadi jenis biota
laut yang dilindungi, yaitu dugong dan kuda laut (Hypocampus kuda).
2. Untuk kegiatan manusia : budidaya, rekreasi dan dapat digunakan sebagai
bahan makanan dan bahan baku pupuk hijau.
2.2.6 Organisme Laut
Jenis Organisme laut terdiri dari :
2.2.5.1 Ikan
Potensi perikanan dikelompokkan berdasarkan habitatnya yakni :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
19
A. Ikan Pelagis
Ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang mendekati permukaan
perairan hingga kedalaman 200 m baik di daerah luat neritik maupun di laut
lepas (oceanic). Ikan pelagis pada umumnya berenang berkelompok dalam
jumlah yang sangat besar. Jenis ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis kecil dan
ikan pelagis besar. Berikut jenis-jenis ikan yang termasuk kedalam kedua jenis
ikan tersebut :
Ikan Pelagis Besar
Tuna (Tuna), Cakalang (Skipjack), Marlin (Marlin), Tongkol (Little tuna),
Tenggiri (Spanish mackerel), Cucut (Shark), Lemadang, Pelagis Besar Lainnya
(Other Big Pelagic Fish). Neritik, laut lepas (oceanic)
Ikan Pelagis Kecil :
Layang, Benggol (Scad mackerel), Selar kuning (Yellowstripe trevally), Daun
Bambu (Queen Fish/Slender leatherskin), Talang-talang (Deep leatherskin),
Teri (Anchovies), Tembang (Fringescale sardinella), Lemuru (Indonesian oil
sardinella), Siro/Sardin/Sembulak (Spotted sardine), Terubuk (Tolishad
(Chinese herrings), Kembung Perempuan (Short-bodied mackerel), Kembung
lelaki (Striped mackerel), Julung-julung (Barred garfish), Ikan Terbang/Torani
(Spotted flyingfish), dan Alu-alu/Barakuda (Barracuda). Neritik, laut dangkal
B. Ikan Demersal :
Yaitu ikan yang sebagian besar dari masa hidupnya berada atau dekat dengan
dasar perairan, ikan damersal umumnya berenang tidak berkelompok (soliter).
Sumberdaya ikan damersal terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu ikan damersal
besar sepertin kelompok kerapu (grouper), kakap (snaper) dan ikan damersal
kecil seperti kelompok siganid (baronang) Upenid (Upeneus spp). Berikut adalah
jenis-jenis ikan damersal :
Manyung (Marine catfish), Kuro/Senangin (Giant threadfish), Bawal Hitam (Black
Pomfret), Bawal Putih (Silver Pomfret), Gulamah/Samgeh (Croackers/Drums),
Swanggi/Mata besar (Big eyes), Tigawaja/Gulamah (Bearded croaker), Layur
(Hairtail/Cuttlass fishes), Ikan Sebelah (Langkau) (Indian halibut), Beloso
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
20
(Lizardfish), Kuniran/Biji Nangka (Yellow goatfish), Kurisi (Treadfin bream), Ikan
Lidah (Lidah pasir) (Flat fishes/long tongue-sole), Ikan Belanak (Mullet), Pari
kembang (Spotted stingray), Pari kelapa (Cawtail ray), Pari burung (Eagle ray),
Sembilang (Canine catfish eet), dan Ikan Sidat (Eel) (batial), laut dangkal, laut
oceanic
C. Ikan Karang :
Yaitu ikan yang kehidupannya terkait dengan perairan terumbu karang
Kerapu (Groupers), Kakap (Perch), Lencam (Emperor), Napoleon (Napoleon),
Beronang (Rabbitfishes), Ekor kuning (Yellow tail travelly), Ikan Karang
Konsumsi Lainnya (Other Coral Fish Consumption), neritik laut dangkal
2.2.5.2 Crustacea :
Yaitu sumberdaya perikanan yang termasuk ke dalam hewan invertebrata. Jenis
crustacea memiliki ciri bercangkang keras yang biasa disebut sebagai karapas
yang terdapat pada udang dan kepiting. Berikut jenis-jenis sumberdaya
crustacea :
Udang Penaeid (Shrimps), Lobster (Lobster), Udang Kipas (Spanish Lobster),
Udang Laut Dalam (Deep Sea Shrimps), Udang Ronggeng (Matis Shrimps),
Udang Rebon (Mysid), Kepiting (Swimming crabs), dan Krustacea Lainnya
(Other Crustacea).
Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas
2.2.5.3 Molusca :
Molusca adalah sumberdaya perikanan yang termasuk hewan invertebrata yang
memiliki tubuh yang lunak, beberapa memiliki cangkang yang berfungsi sebagai
pelindung seperti kerang-lerangan dan kelompok squids, cumi-cumi, sotong dan
gurita
Ada beberapa tipe dalam Molusca antara lain
A. Kerang-kerangan (Oyster) :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
21
Tiram (Rock edible oyster), Simping (Common windowpen shell),
Remis/Kepah (Hard clam), Kerang darah (Cockle shell), Kerang bulu (Ark
(cockle) shell), Kerang hijau/Serindit Hijau (Green Edible Oyster), Kerang
mutiara/Tapis-tapis (Block peark oyster), Kima raksasa/Kima raja (Giant
clam), dan Kima kuning (Scaled clam).
B. Cepalopoda (Cepalopoda) :
Cumi-cumi, Enus (Squid), Sotong, Blekutak (Cuttlefish), Gurita (Octopus),
dan Notilus (Chambered nautilus).
C. Siput/Keong :
Mata kucing (Blue green cat eye), Lola, Susubunder (Top shell), Kepala
kambing (Fimbriate helmet), Taburik, kepala kambing (Horned helmet),
Keong terompet, Onem (False trumpet shell), Concong raja, lolonggok,
Serobong batik (Triton shell), Nang-punangan (Noble voluta), dan Keong
pepaya, Taburi (Aethiopian melon).
Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas
D. Binatang air lainnya : Penyu (Turtle), Mamalia Air (Mammals), Lumba-lumba
(Dolphin), Duyung (Mere), Ubur-ubur (Jelly Fish), Tripang, dan Bulu babi.
2.2.5.4 Rumput Laut
Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah
pesisir dan laut. Dalam bahasa inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed.
Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan
keberadaan ekosisitem terumbu karang. Hidupnya bersifat bentik di daerah
perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah
pasut jernih dapat hidup di atas substrat pasir atau menempel pada karang mati,
potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya, baik terbentuk secara alamiah
atau buatan (artificial).
Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp., Gelidium
sp., dan Gracilaria sp. Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti
agar-agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
22
laut adalah juga sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas,
keramik, fotografi, dan insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka
komoditas rumput laut ini mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi
yang cukup besar.
2.2.7 Hidro oseanografi
Faktor oseanografi seperti pasang surut, gelombang, dan arus laut memegang
peran penting dalam pembentukan morfologi pantai di Indonesia. Gelombang
merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan pantai Indonesia.
Gelombang yang terjadi di laut dalam pada umumya tidak berpengaruh terhadap
bentuk dasar laut dan sedimen di dasar laut. Sebaliknya, gelombang di dekat
pantai, terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai peran besar dalam
pembentukan morfologi pantai, seperti mengangkut sedimen dari dasar laut
untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Badai laut (storm) dan tsunami yang
membentuk gelombang sangat tinggi bahkan dapat memindahkan fragmen
sedimen berukuran lebih besar dari dasar laut ke daratan.
Arus laut di Indonesia, terutama yang mengalir di sepanjang (sejajar) pantai
(longshore current) atau arus litoral merupakan penyebab utama lainnya dalam
pembentukan morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup
dalam selang waktu yang lama, sedang longshore current dapat pula terjadi
karena gelombang yang membentur pantai dalam arah miring. Gelombang dapat
menyebabkan angkutan sedimen pada arah tegak lurus pantai dan longshore
current dapat membawa sedimen sejajar garis pantai. Bentuk morfologi seperti
spits, tombolo, beach ridges, atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul
pantai menunjukkan adanya longshore current.
Pasang surut merupakan perubahan muka air laut yang hampir periodik.
Pengaruh pasang surut laut terhadap pembentukan morfologi pantai umumnya
tidak terlalu besar dibandingkan pengaruh gelombang dan arus laut. Pasang
surut sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri suatu kawasan. Pada daerah
tertentu, pasang surut dapat berpengaruh hingga jauh ke arah daratan, sedang
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
23
pada daerah lainnya pasang surut dapat mencapai perbedaan yang besar. Pada
saat pasang air tawar mengalir ke arah laut di atas massa air asin yang bergerak
ke arah darat. Pergerakan air asin ke arah darat akan mengangkat massa air
tawar lebih tinggi dan memungkinkan terjadinya luapan melampaui tanggul
sungai. Bersamaan dengan melimpahnya air tersebut, suspensi sedimen akan
terbawa serta dan mengendap di luar lembahnya. Sebaliknya pada waktu surut
massa air asin bergerak ke arah laut serta memperlancar aliran air tawar di
atasnya. Untuk daerah pantai rata seperti rawa pantai, lagoon atau dataran
pasang surut, perubahan morfologi tersebut tidak berkembang secara cepat,
kecuali bila terdapat suplai sedimen cukup besar dari sungai di sekitarnya.
2.2.8 Konservasi dan Heritage laut
2.3. Daya Tarik Wilayah laut
2.3.1 Potensi
Besarnya sumberdaya laut dan karakteristik laut merupakan value yang besar
untuk dimanfaatkan. Terdapat berbagai kegiatan yang dapat dikelola dengan
memanfaatkan potensi keanekaragaman sumberdaya dan karakteristik laut.
Berikut adalah gambaran karakteristik laut beserta potensi pemanfaatan yang
dapat dilakukan :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
24
Perorangan/K
elompok
Badan
Usaha
Publik/Pem
erintahPermukaan Kolom Dasar
I Konservasi; Suaka Perikanan Statis x x
TN Laut Statis x x
Adat Statis x x
Pemijahan Statis Dinamis x x
Migrasi Statis Dinamis x x
Sejarah Statis x x
II Perikanan; Aquakultur/Budidaya Laut RL Statis x x x x
KJA Statis x x x x
Penangkapan ikan Nalayan Kecil Dinamis x x x x
Bagan Apung Dinamis x x x x
Rumpon Statis x x x x
Bagan Tancap Statis x x x x
III Pariwisata; Home Stay Apung Statis x x x x x
Ski Air Dinamis x x x
Snorkling/Menyelam Statis Dinamis x x x x x
Pantai Umum Statis x x x
IV Pertambangan; Rig/Migas Statis x x x x
Pipa Statis x x
Pasir Statis Dinamis x x x x
V Riset Pendidikan dan pelatihan; Statis x x x x x
Penelitian dan pengembangan; Dinamis x x x x x
VI Pelayaran Alur pelayaran Besar Statis x x
Kecil Dinamis x x
Pelabuhan Statis x x x
Ujicoba Kapal Statis Dinamis x x x
Labuh Statis x x x x
Peneggelaman Kapal Rusak x x
VII Permukiman Masyarakat Adat Statis Dinamis x x x x
VIII Pertahanan KeamananArea Pembuangan Amunisi Statis x x
Patroli Dinamis x x
Daerah Latihan Perang Statis x x x
IX Telekomunikasi/ListrikKabel Statis x x x
X BMKT Kapal Tenggelam Statis x x x
XI Energi Statis x x x x x
MATRIK KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG LAUT
No Kegiatan Jenis Kegiatan Mobilitas
Lokasi KegiatanPelaku
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
25
2.3.2 Permasalahan
2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang
Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan
berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai
konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional
dengan nelayan modern, perikanan budidaya laut dengan pelayaran,
kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan
kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.
2.3.2.2 Degradasi lingkungan
Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut yang tanpa arah dan berlebihan
seringkali menimbulkan dampak kerusakan lingkungan pesisir dan laut, seperti :
Pencemaran lingkungan.
Pencemaran ini terjadi akibat pembuangan yang kurang terkontrol dari
berbagai kegiatan budidaya yang berkembang di darat, seperti pembuangan
dari kegiatan industri, permukiman, pariwisata, perkantoran, atau kegiatan
budidaya perikanan di wilayah bantaran sungai dan pesisir. Pencemaran
yang dihasilkan dapat menggangu keseimbangan bahkan dapat merusak
ekosistem di wilayah pesisir dan laut.
Kerusakan ekosistem laut
Selain diakibatkan oleh pencemaran lingkungan, seringkali kerusakan
ekosistem laut juga diakibatkan oleh aktivitas pembangunan yang kurang
memperhatikan keberadaan dan keberlangsungan ekosistem itu sendiri.
Salah satu contoh terjadi pada ekosistem hutan mangrove, luasannya saat ini
sudah banyak berkurang. Keberadaan mangrove saat ini bahkan sudah
punah di beberapa wilayah pesisir yang memiliki aktivitas tinggi, hal ini dipicu
oleh alih fungsi lahan yang tinggi untuk mengakomodasi berbagai
kepentingan kegiatan budidaya.
Kerusakan fisik, habitat ekosistem pesisir dan laut.
Ekosistem yang umumnya mengalami kerusakan terjadi pada ekosistem
mangrove, terumbu karang, rumput laut. Kerusakan terumbu karang
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
26
umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu
penggunaan bahan peledak, bahan beracun (cyanida), dan juga aktivitas
penambangan
2.3.2.3 Over Eksploitasi Sumberdaya Laut
Banyak sumberdaya akan di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami
overeksploitasi, sebagai contoh adalah sumberdaya perikanan laut. Meskipun
secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan 58.8%
dari total potensi lestari (MSY, Maximum Sustainable Yield).
Kondisi overfishing ini bukan hanya disebabkan oleh penangkapan yang
melampaui potensi sumberdaya perikanan, tetapi juga disebabkan karena
kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau
kerusakan oleh pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove, padang lamun,
dan terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari
makan bagi biota sebagian besar biota laut tropis.
Overeskploitasi terhadap sumberdaya perikanan juga dipengaruhi oleh
modernisasi yang tidak terkendali. Kondisi ini ternyata membawa dampak yang
significan terhadap penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
27
PROSES
PERENCANAAN
RUANG LAUT
3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan
Proses perencanaan tata ruang/Perencanaan zonasi laut identik dengan proses
perencanaan tata ruang darat, mulai dari penyusunan kerangka acuan (Term of
Reference), identifikasi dan kompilasi data, studi lapangan, analisa data primer
dan sekunder sampai pada penyusunan rencana tata ruang. Hal-hal pokok yang
dijabarkan pada buku petunjuk teknis ini memprioritaskan muatan perencanaan
tata ruang/Perencanaan Zonasi laut yang memiliki perbedaan dengan
perencanaan tata ruang darat. Beberapa muatan perencanaan tata
ruang/perencanaan zonasi laut yang akan dijabarkan yaitu: batas wilayah
perencanaan (administratif dan fungsional), Data dan Peta Dasar, Pendekatan
Metoda Analisa, Proses Analisa, Penyusunan Rencana Tata Ruang/Rencana
Zonasi Laut, Indikasi Program, Peraturan Zonasi dan Kelengkapan Muatan
Rencana Tata Ruang Laut.
3.1.1. Penetapan Batas Wilayah Perencanaan Penetapan batas wilayah perencanaan untuk menyusun rencana tata ruang
laut/rencana zonasi laut, mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
Penetapan batas wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan batas
administratif dan atau batas fungsional. Penetapan batas wilayah perencanaan
ini mempertimbangkan pula cakupan wilayah pengamatan secara fungsional.
BAB
III
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
28
Penetapan Batas Wilayah Perencanaan berdasarkan batas administratif
A. Definisi Teknis
1. Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk
menentukan garis dasar (lihat gambar 5)
2. Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan antara dua titik awal dan
terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal.
3. Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal
berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil. (Lihat gambar 2)
4. Garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit
dengan garis pantai.
5. Mil laut adalah jarak satuan panjang yang sama dengan 1.852 meter.
6. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alamiah dan senantiasa
berada di atas permukaan laut pada saat air pasang.
Gambar 5
Titik Awal dan Garis Pantai sebagai acuan penarikan garis dasar
Garis Pantai pada
Peta Laut Garis Pantai pada
UU no 32/2004
Garis Pantai pada
Peta Topografi Garis Air Tinggi
Garis Air Rata-rata
Biasa digunakan sebagai Datum Vertikal Peta Topografi
Garis Air Rendah
Acuan Penarikan Garis Dasar
Titik Awal pada UU No 32/2004
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
29
7. Titik batas sekutu adalah tanda batas yang terletak di darat pada
koordinat batas antar daerah provinsi, kabupaten dan kota yang
digunakan sebagai titik acuan untuk penegasan batas di laut.
B. Penetapan Batas Daerah di Laut (Secara Kartometrik)
1. Menyiapkan Peta-peta Laut, Peta Lingkungan Laut Nasional (Peta LLN)
dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Peta LPI).
2. Untuk Batas Provinsi menggunakan peta laut dan peta Lingkungan Laut
Nasional, untuk batas daerah kabupaten dan daerah kota gunakan peta
laut dan peta Lingkungan Pantai Indonesia.
3. Menelusuri secara cermat cakupan daerah yang akan ditentukan
batasnya. Perhatikan garis pantai yang ada, pelajari kemungkinan
penerapan garis dasar lurus dan garis dasar normal dengan
memperhatikan panjang maksimum yakni 12 mil laut.
4. Memberi tanda rencana titik awal yang akan digunakan.
5. Melihat peta laut dengan skala terbesar yang terdapat pada daerah
tersebut. Baca dan catat titik awal dengan melihat angka lintang dan bujur
yang terdapat pada sisi kiri dan atas atau sisi kanan dan bawah dari peta
yang digunakan.
6. Mengeplot dalam peta titik-titik awal yang diperoleh dan menghubungkan
titik-titik dimaksud untuk mendapatkan garis dasar lurus yang tidak lebih
dari 12 mil laut.
7. Menarik garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau
sepertiganya.
8. Batas daerah di wilayah laut sudah tergambar beserta daftar koordinat.
9. Membuat peta batas daerah di laut lengkap dengan daftar koordinatnya
yang akan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri
C. Penegasan Batas Daerah di Laut (melalui pengukuran di lapangan)
1. Penelitian dokumen batas
Kegiatan penelitian dokumen yang dimaksud pada tahapan ini adalah
mengumpulkan semua dokumen yang terkait dengan penentuan batas
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
30
daerah di laut seperti : peta administrasi daerah yang telah ada; peta
batas daerah di laut yang pernah ada; dokumen sejarah dll.
2. Pelacakan batas
Pelacakan batas dimaksud pada tahapan ini adalah kegiatan secara fisik
di lapangan untuk menyiapkan rencana titik acuan yang akan digunakan
sebagai titik referensi. Sebagai hasil kegiatan pelacakan ini dapat ditandai
dengan dipasangnya titik referensi atau pilar sementara yang belum
ditentukan titik koordinatnya.
3. Pemasangan pilar di titik acuan
Kegiatan pelacakan batas dapat dilakukan secara simultan dengan tidak
memasang pilar sementara tetapi pilar yang permanen. Untuk menjaga
tetap posisi pilar ini, juga dibangun 3 (tiga) pilar bantu. Setelah pilar
dibangun, maka selanjutnya dilakukan pengukuran posisi dengan alat
penentu posisi satelit (GPS) yang kelompok titiknya diikatkan pada
jaringan Titik Geodesi Nasional.
4. Penentuan titik awal dan garis dasar
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pengukuran lapangan dimana di
dalamnya terdapat kegiatan untuk mendapatkan garis pantai melalui
survei batimetri dan pengukuran pasang surut.
Apabila sudah diperoleh garis pantai pada lokasi yang diperkirakan akan
dapat ditentukan titik awal, maka selanjutnya menentukan titik awal yang
tepat. Contoh penentuan titik awal dapat dilihat pada gambar 2.
Dari beberapa titik awal yang telah diperoleh ditentukanlah garis dasar
yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar
tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak boleh lebih
dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berhimpit dengan garis
kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan titik awal
dan penarikan garis dasar dapat dilihat pada gambar 6.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
31
Gambar 6
Contoh penentuan titik awal dan garis dasar (garis dasar lurus dan garis dasar normal)
5. Pengukuran batas
Dalam pengukuran batas terdapat tiga kondisi yang berbeda yakni pantai
yang bebas, pantai yang saling berhadapan dan pantai saling
berdampingan. Untuk pantai yang bebas pengukuran batas sejauh 12 mil
laut dari garis dasar (baik garis dasar lurus dan atau garis dasar normal).
Atau dengan kata lain membuat garis sejajar dengan garis dasar yang
berjarak 12 mil laut atau sesuai dengan kondisi yang ada. Pengukuran
batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7
Contoh penarikan garis batas bagi daerah yang berbatasan dengan laut lepas atau perairan kepulauan.
Garis Dasar Lurus
Garis Dasar Normal
Titik Awal
12 mil
Garis Pantai pada Peta Laut Garis Dasar
Titik Awal
Titik Acuan
Titik Batas
Zone Pasang Surut
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
32
DAERAH A
DAERAH B
Untuk pantai yang saling berhadapan dilakukan dengan menggunakan
prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat
pada gambar 8.
Gambar 8 Contoh penarikan garis batas dengan metode garis tengah
(median line) pada dua daerah yang berhadapan Untuk pantai yang saling berdampingan dilakukan dengan menggunakan
prinsip sama jarak. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar9.
Gambar 9 Contoh penarikan garis tengah dengan metode Ekuidistan
pada dua daerah yang berdampingan
DAERAH A
DAERAH B
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
33
Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil
yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi,
diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan
sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi
ini dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10
Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.
Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil
yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah
provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan
sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi
ini dapat dilihat pada gambar 11.
Pulau Kecil
12 mil
4 mil
> 24 mil
12 mil
4 mil
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
34
Gambar 11
Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.
Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau-pulau
kecil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar
dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut
kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada
gambar 12.
< 24 mil
Pulau
Kecil
12 mil
4 mil
12 mil
4 mil
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
35
Gambar 12 Contoh penarikan garis batas pada
pulau-pulau kecil yang berada dalam satu provinsi.
Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil
yang berada dalam daerah provinsi yang berbeda dan berjarak kurang dari 2
kali 12 mil, diukur menggunakan prinsip garis tengah (median line).
Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 13.
Pulau Kecil 4 mil
12 mil
> 24 mil
> 24 mil
12 mil
4 mil
< 8 mil < 24 mil
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
36
Gambar 13 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang
dari 2 kali 12 mil dan berada pada provinsi yang berbeda = laut provinsi = laut kabupaten dan kota = daratan
Penetapan batas wilayah perencanaan maupun cakupan wilayah pengamatan secara fungsional Penyusunan rencana tata ruang, sebaiknya dilakukan berdasarkan kesatuan
fungsi ekosistem laut, seperti mangrove, terumbu karang, yang biasanya
digunakan sebagai dasar penentuan kawasan konservasi laut, kesatuan fungsi
ekologis laut, seperti, teluk, selat, delta, dan kesatuan unit-unit geografi,
seperti sel sedimen.
3.1.2. Data dan Peta Dasar
Penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut memerlukan
keakuratan data yang sangat signifikan. Ketersediaan data mengenai
sumberdaya kelautan dan perikanan memang dirasakan masih sangat terbatas
sekali. Data primer mutlak diperlukan, khususnya dalam rangka ground cek data
< 24 mil
Prov.A
12 mil
4 mil
12 mil
4 mil
Prov. B
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
37
dilapangan berdasarkan interpretasi data sekunder, seperti citra landsat, dll. Peta
dasar yang digunakan untuk menata ruang laut adalah peta laut dari janhidros.
Berikut adalah rincian data dan peta dasar yang diperlukan untuk menyusun
rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.
Tabel 1
Design Kebutuhan Data Perencanaan
NO. DATA METODE
PENGUMPULAN KETERANGAN
FUNGSI
1.
Karakteristik fisik : a. Iklim Temperatur,
angin, curah hujan
b.Hidro- oseanografi - Bathimetri
- Suhu,
Kecerahan - Salinitas, Arus,
Pasang-surut, Gelombang
b. Geologi/
geomorfologi pantai
Data primer Data sekunder : Data iklim (BMG),
Data Primer : Pengukuran di lapangan Data sekunder : Peta Hidro-oceanografi (Dishidros TNI AL),
interpretasi citra, Data primer : pengukuran di lapangan Data sekunder : Interpretasi citra Data primer : pengukuran di lapangan Data Sekunder : data salinitas (LIPI) Data sekunder : Peta Geologi (PPGL), Peta Geomorfologi (Bakosurtanal), Peta Geologi Pantai
Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan (menggunakan termometer, barometer, atau pengamatan di stasiun pengukuran) Data sekunder minimal berupa data 1 tahun terakhir
Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan melalui alat Echo Sounder/LIDAR. Kegunaan melakukan survey langsung dapat diketahui kondisi bathimetri secara realtime. Data sekunder : Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh
informasi kedalaman secara kualitatif Data primer dilakukan dengan melakukan survey langsung ke lapangan dengan melakukan pengukuran suhu dengan alat bantu termometer. Data sekunder : Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi suhu permukaan dan kecerahan secara kualitatif Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran melalui alat pengukuran : SCT (Salinity Conductivity Temperatur) meter & CTD (Conductivity Temperature Depth) probe Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal geologi/geomorfologi pantai
Navigasi / Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & Energi
Navigasi / Pelayaran, Pertambangan & Energi
Ristek, Perikanan, Wisata Ristek, Navigasi/Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & energi, Wisata Pertambangan & Energi, Ristek
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
38
c. Ekosistem pesisir
(Bakosurtanal),Interpretasi citra Data primer : observasi lapangan Data sekunder : Interpretasi citra, Peta Geoekologi (Bakosurtanal), kajian literatur
Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra. Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal sebaran ekosistem (mangrove, padang lamun, terumbu karang)
Perikanan, Wisata
4. Spesies/Biota (Biota darat dan biota perairan)
Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : Peta Vegetasi (Bakosurtanal), Peta Ekosistem (Bakosurtanal), Peta Sumberdaya Perikanan (Bakosurtanal), Kajian literatur (WWF, TNC,dsb)
Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan seperti dengan diving
Ristek, Perikanan, Wisata
5. Daerah rawan bencana (Banjir, sedimentasi, Erosi/abrasi, Subsiden/longsoran tanah, Tsunami, Gempa)
Data sekunder : interpretasi citra, Peta Rawan Bencana, Peta Jalur Tsunami & Gempa (Bakosurtanal)
Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal daerah rawan bencana, misalnya rawan banjir dapat dideteksi dengan pendekatan nilai wetness, rawan abrasi & sedimentasi dari analisa garis pantai dari citra sequen (temporal)
Navigasi / Pelayaran, Perhubungan, Pertambangan & Energi
6. Masalah lingkungan dan pencemaran (Intrusi air laut, Polusi dan
pencemaran, Kerusakan ekosistem pesisir)
Data primer : pengamatan di lapangan
Data sekunder : interpretasi citra
Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari
hasil interpretasi citra. Data sekunder : Kerusakan ekosistem pesisir dapat dideteksi dengan interpretasi citra secara temporal
Perikanan, Ristek
7. Daerah konservasi a. Kawasan lindung
nasional b. Kawasan
konservasi yang diusulkan daerah
c. Kawasan perlindungan laut lokal
Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : (Bakosurtanal, DKP)
Data primer : diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil peta-peta sekunder yang telah diperoleh Data sekunder : • Peta Lingkungan Laut
Nasional (Bakosurtanal) • Peta Lingkungan Pantai
Indonesia (Bakosurtanal)
• Peta Ekosistem (Bakosurtanal)
• Hasil penelitian (WWF, TNC, CI, dsb)
• Peta Kawasan Konservasi Laut Nasional (DKP)
• Data Kawasan Konservasi Laut Daerah (DKP), yang
Perikanan, Wisata
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
39
sudah ditetapkan maupun dalam bentuk usulan
8. Pola pemanfaatan ruang (eksisting) a. Kawasan pantai ke
arah darat b. Kawasan budidaya c. Kawasan
pertahanan dan keamanan
d. Kawasan tertentu e. Alur tertentu
Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : interpretasi citra
Data sekunder : Interpretasi citra untuk
memperoleh rona awal pemanfaatan lahan eksisting
Perhubungan, Perikanan, Wisata, Ristek
9. Potensi pulau-pulau kecil a. Jumlah pulau &
luas b. Kondisi geografis c. Demografi d. Ekosistem e. Kondisi fisik
perairan f. Ketersediaan air g. Pemanfaatan
ruang h. Sarana/prasarana
Data primer : pengamatan di lapangan, wawancara, questioner Data sekunder : Data jumlah pulau (DKP, depdagri, lapan)
Wisata, Perikanan, Hankam
10. Identifikasi kegiatan daratan yang berpengaruh terhadap kegiatan
perairan
Data primer : pengamatan di lapangan
Data sekunder : BPS time series 5 tahun terakhir, Interpretasi citra time series 5 tahun terakhir
Data primer : Data jenis ini dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan survey lapangan baik melalui
pengamatan di lapangan maupun dari hasil questioner atau wawancara. Data sekunder : Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui perkembangan masing-masing pemanfaatan ruang
Ristek, Perikanan, Wisata
11. Sarana dan prasarana a. Sistem
Transportasi b. Sarana/prasarana
perikanan c. Sarana/prasarana
pariwisata d. Sarana/prasarana
utilitas
Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : Bappeda, DLLAJ, DPU, BPS, TELKOM, PLN, dsb
Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya hanya menilai kualitas dari sarana/prasarana Data sekunder : Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui gambaran ketersediaan sarana prasarana
Perikanan, Wisata, Perhubungan
12. Perekonomian a. kegiatan
perekonomian masyarakat
b. kegiatan investasi dunia usaha
c. potensi investasi sektor kelautan
Data primer : Pengamatan di lapangan Data sekunder : BPS
Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya untuk mengetahui gambaran secara umum ekonomi wilayah Data perekonomian dari hasil survey primer dapat didukung dengan ketersediaan data secara numerik yang disajikan secara time series sehingga dapat diketehui gambaran kondisi dan perkembangan kegiatan ekonomi wilayah
Perikanan, Ristek
13. Keadaan sosial budaya a. Kependudukan b. Adat istiadat
Data primer : pengamatan di lapangan, questioner atau wawancara
Data primer dilakukan untuk mengetahui gambaran kependudukan melalui pengamatan di lapangan baik
Perikanan, Ristek, Wisata
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
40
c. Proses partisipasi dan aspirasi masyarakat
d. Permukiman
Data sekunder : BPS, bappeda,
dengan kegiatan survey lapangan, penyebaran questioner atau melakukan wawancara. Data sekunder dilakukan untuk mengetahui gambaran perkembangan kependudukan secara numerik maupun visual dalam bentuk peta penyebaran penduduk dengan data kepadatannya
Tabel 2
Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan
Sektor Wilayah Pesisir Laut Dangkal Laut Dalam
Konservasi
Taman Suaka
Alam Laut
Lahan basah, Rawa pesisir, Mangrove
Satwa liar yang
dilindungi, gua pantai
Terumbu karang/Atol
Paus
Lumba-lumba
Rekreasi/Wisata
Landscape Pesisir/ Laut Turis Resort
Renang, Selam, Olahraga, Mancing, Selancar Air Jalur Pelayaran
(Yachting)
Kapal Wisata
Pelayaran
Navigasi
Transportasi
Pelabuhan
Rambu Navigasi
Feri Penumpang
Pelayaran
Internasional,
Pelayaran Antar Pulau Dan Pantai
Pelayaran
Internasional
Perikanan
Budidaya Tambak, Pembenihan Udang/Ikan, Pengolahan Pasca Panen
Budidaya Laut, Penanaman Rumput Laut, Pemancingan, Penangkapan Ikan Demersal dan Pelagis
Perikanan Pelagis Kecil Dan Besar
Industri
Pertambangan
Pengerukan Jalur Pipa
Pengerukan Pasir/Kerikil, Pengambilan Karang,
Penambangan Timah,
Penambangan Minyak Dan Gas
Jalur Pipa, Penambangan Pasir
dan Karang, Penambangan Timah, Penambangani
Minyak Dan Gas
Penambangan Minyak Lepas
Pantai
Pencemaran Lingkungan
Limbah domestik, Limbah Pertanian
Tumpahan Minyak Pencemaran
Limbah Kapal, Pembuangan
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
41
dan Budidaya Tambak, Limbah Industri, Erosi Pantai, Sedimentasi
Industri Limbah
Penelitian
Kelautan Meteorologi
Ekosistem Pantai,
Ekosistem Mangrove Geologi/Morfologi Pantai, Daerah Pasang Surut
Ekosistem Terumbu
Karang, Ekosistem Rumput Laut dan padang Lamun, Geologi Laut,
Eksplorasi Mineral, Eksplorasi Minyak dan Gas
Eksplorasi
Mineral Di Dasar Samudera, Arus Samudera, Prakiraan Cuaca
Sumber : Robertson Group dan PT Agriconsult (1992)
Kebutuhan informasi data yang diperlukan untuk proses penyusunan rencana
tata ruang/rencana zonasi dipengaruhi oleh beberapa langkah proses. Proses
tersebut melalui beberapa tahapan antara lain indentifikasi data mentah,
pengumpulan data, analisis data sampai mengeluarkan informasi yang
diperlukan untuk penyusunan rencana. Berikut digambarkan dalam bagan
bagaimana tahapan pengumpulan data untuk kebutuhan rencana tata
ruang/rencana zonasi :
Gambar 14 Proses Kompilasi Data
Identifikasi kebutuhan data, sumber
data dan metoda pengumpulan data :
Proses Pengumpulan/koleksi Data
Metode pengumpulan data
Data sekunder survey sekunder
Metode pengumpulan data
Data primer survey primer
1. Questioner
2. Observasi Lapangan
3. Ground check
4. Wawancara
Proses Analisis Data
Informasi
Peta, grafik, diagram, table, gambar, diskripsi
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
42
3.1.3. Pendekatan Metoda Analisa
Metoda Analisa yang digunakan dalam merencanakan wilayah laut harus
memperhatikan sifat-sifat unik laut. Metoda analisa mencakup analisa kebijakan,
fisik, serta sosial ekonomi dan budaya.
Analisa Kebijakan
Kebijakan dan peraturan perundangan yang ada harus dijadikan sebagai dasar
perencanaan yang dilakukan. Kebijakan dan peraturan perundangan yang
dimaksud dalam hal ini meliputi kebijakan dan peraturan perundangan yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dan kota, atau bahkan kebijakan internasional, khususnya bagi
daerah yang berbatasan dengan negara lain.
Analisa Fisik
Data-data dasar yang diperoleh, baik dari hasil survey primer maupun sekunder,
dapat dianalisa menggunakan metoda overlay dengan Geographical Information
System (GIS), atau metoda pendekatan lain yang sejenis. Analisa fisik ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi fisik wilayah yang
akan direncanakan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang bisa digunakan
atau tidak bisa digunakan untuk pengembangan suatu kegiatan. Lokasi ini
mencakup 3 (tiga) dimensi yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.
Analisa Ekonomi
Sifat unik wilayah laut yang ditandai dari sifat dinamis sumberdaya-nya,
menuntut para perencana untuk melakukan analisa yang signifikan terhadap
potensi ekonomi yang dapat diperoleh suatu wilayah dari sumberdaya laut yang
ada. Keterbatasan ketersediaan data sekunder mengenai sumberdaya laut,
boleh menjadi suatu kendala untuk memperoleh hasil analisa yang akurat.
Survey primer merupakan hal prioritas yang perlu dilakukan untuk memperoleh
hasil analisa ekonomi yang akurat. Salah satu pendekatan metoda analisa
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
43
ekonomi yang bisa digunakan dalam merencanakan wilayah laut yaitu
Maksimum Economy Yield (MEY) dan atau Maksimum Sustainable Yield (MSY).
Metoda analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai potensi-
potensi sumberdaya laut apa yang masih berpotensi tinggi untuk dikembangkan
atau sudah pada batas ambang untuk dilestarikan. Analisa ini dilakukan untuk
memperkirakan potensi yang terdapat pada 3 (tiga) dimensi laut yaitu
permukaan, badan/kolom dan dasar laut.
Analisa Sosial Budaya
Mengacu kepada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan
wilayah dilakukan secara terpadu antara ruang darat, laut dan udara. Metoda
analisis sosial budaya untuk merencanakan wilayah laut didasarkan pada data
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
44
dasar dari unit analisis terkecil dari wilayah perencanaannya (desa/kecamatan
pesisir). Analisa sosial budaya meliputi analisa kondisi kependudukan (jumlah
penduduk, tingkat pendapatan, kesejahteraan penduduk,dll). Kendala dalam
mengidentifikasikan batas-batas wilayah di laut biasanya memicu konflik
pemanfaatan ruang laut antar daerah. Selain metoda analisa kependudukan di
atas, mediasi konflik merupakan satu pendekatan analisa sosial budaya yang
perlu dilakukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.
3.1.4. Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut
Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
dilakukan melalui dua pendekatan :
1. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
yang akan melibatkan multi sektor
2. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
untuk satu sektor tertentu
Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang
akan melibatkan multi sektor meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang
laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis).
2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang
laut (Mobile 1), 2), 3))
3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu
(Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya.
4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga
dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3))
5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut
dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1), 2), 3)
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
45
6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada,
Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan
yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK); untuk
sektor pariwisata salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu Supply-
Demand dan menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)Sp/D-TK); untuk sektor
pertambangan dan energi salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu
metoda analisa kandungan sumberdaya, serta menganalisa kebutuhan
tenaga kerja. (1) S Dy-TK)
7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, masing-masing sektor dapat
memprediksi potensi produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org)
serta serapan tenaga kerjanya (TK)
8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka
waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu)
9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan
mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan
tertentu (1), 2), 3)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll.
10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan
eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan.
11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan
area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan
yang ada.
12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi
luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi
yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu
pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu)
13. Mengidentifikasi kegiatan dari masing-masing sektor yang ada berdasarkan
analisa pada point 12 dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt)
14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need
assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan
pada masa yang akan datang (Future Keg.)
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
46
15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point
6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi
untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu
(Keg 1, 2-Wkt).
16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat
menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting
Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasi-
lokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan.
17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal
harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar
merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena
itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada
suatu wilayah perencanaan tertentu
18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3,
13, 15, 16 dan 17.
19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan
ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
47
Keterangan: 1) sektor perikanan
2) sektor pariwisata
3) sektor pertambangan dan energi
Gambar 15 Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
yang akan melibatkan multi sektor
Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk
satu sektor tertentu meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang
laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis).
2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang
laut (Mobile 1), 2), 3))
3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu
(Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
48
4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga
dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3))
5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut
dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1))
6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada,
Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan
yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK);
7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, maka dapat memprediksi potensi
produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org) serta serapan tenaga
kerjanya (TK)
8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka
waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu)
9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan
mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan
tertentu (1)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll.
10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan
eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan.
11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan
area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan
yang ada.
12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi
luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi
yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu
pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu)
13. Mengidentifikasi kegiatan yang ada berdasarkan analisa pada point 12
dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt)
14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need
assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan
pada masa yang akan datang (Future Keg.)
15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point
6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
49
untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu
(Keg 1, 2-Wkt).
16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat
menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting
Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasi-
lokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan.
17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal
harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar
merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena
itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada
suatu wilayah perencanaan tertentu
18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3,
13, 15, 16 dan 17. Hubungan fungsional yang dilakukan mempertimbangkan
eksisting kegiatan yang ada di sekitar lokasi kegiatan sektor yang
bersangkutan.
19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan
ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
50
Gambar 16 Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
untuk satu sektor tertentu
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
51
Gambar 17 Identifikasi fungsi/kegiatan pada ketiga dimensi ruang laut
Permukaan Laut
A B C D E
Kolom Laut
A B C D E
Dasar Laut
A B C D E
Permukaan Laut
A
B
C
dst
Kolom Laut
A
B
C
dst
Dasar Laut
A
B
C
dst
Gambar 18
Matriks Hubungan Fungsional
Proses analisis tersebut diatas, yaitu proses analisis tata ruang laut/rencana
zonasi laut yang multi sektor maupun proses analisis tata ruang laut/zonasi laut
yang satu sektor, harus memperhatikan konstelasi suatu area perencanaan
terhadap wilayah yang lebih luas. Untuk daerah yang memiliki laut berbatasan
dengan negara atau daerah lain, maka proses analisis yang dilakukan
mempertimbangkan keberadaan negara atau daerah lain yang berbatasan
langsung, maupun negara atau daerah lain yang memiliki keterkaitan secara
tidak langsung dengan daerah atau area yang direncanakan.
3.1.5 Perencanaan Tata Ruang/Zonasi Laut
Hasil analisis yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai dasar penyusunan
rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Penyusunan rencana tata ruang laut
mencakup skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut, konsep rencana tata
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
52
ruang/rencana zonasi laut, strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut,
rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang terdiri dari rencana struktur dan
pola ruang, jangka waktu perencanaan dan skala peta rencana, indikasi
program, peraturan zonasi, dan kelengkapan muatan rencana tata
ruang/rencana zonasi laut.
Skenario Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut
Skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut ditentukan dalam rangka
memprediksi rencana pengembangan kegiatan yang akan dilakukan, terutama
arahan kegiatan yang bukan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Selain ini,
skenario rencana juga dilakukan dalam rangka menjustifikasi penentuan arahan
kegiatan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Contoh uraian mengenai
skenario rencana tata ruang/rencana zonasi untuk sektor perikanan terdapat
pada lampiran buku ini.
Konsep Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut
Hasil analisa yang diperoleh menjadi dasar pertimbangan penyusunan rencana
tata ruang/rencana zonasi laut. Konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut
menggambarkan potret awal rencana tata ruang/rencana zonasi yang dihasilkan
dari hasil analisa tersebut. Konsep ini mendeliniasi pola ruang dari ketiga
dimensi ruang laut serta keterkaitan sistem antar kegiatan yang ada dan
penentuan pusat-pusat kegiatannya. Konsep tersebut dijabarkan untuk
mendukung pencapaian tujuan dan sasaran yang diharapkan dalam rangka
penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi yang dilakukan. Konsep ini
kemudian akan dijabarkan dalam rencana struktur ruang laut dan rencana pola
ruang laut. Contoh mengenai konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut
kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau,
sebagai contoh penyusunan konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut
sektor perikanan terdapat pada lampiran buku ini.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
53
Strategi Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut
Penentuan strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut identik dengan
penentuan strategi rencana tata ruang darat. Strategi rencana tata
ruang/rencana zonasi laut menjabarkan pendekatan pencapaian tujuan dan
sasaran yang kemudian akan diterjemahkan dalam konsep rencana tata
ruang/rencana zonasi yang disusun. Contoh uraian mengenai strategi rencana
tata ruang/rencana zonasi laut kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan
bagan tancap dan rakit kerang hijau, sebagai contoh penyusunan strategi
rencana tata ruang/rencana zonasi laut sektor perikanan diuraikan pada lampiran
buku ini.
Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut
Berdasarkan kepada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana
tata ruang wilayah meliputi ruang darat, laut dan udara serta isi dalam bumi.
Oleh karena itu rencana tata ruang laut merupakan komplementer untuk rencana
tata ruang wilayah yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Rencana Tata Ruang Laut dapat pula
merupakan rencana kawasan strategis yang domain wilayahnya adalah laut.
Gambar 19 Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
54
Merencanakan ruang laut sedikit berbeda dengan merencanakan ruang darat.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana tata
ruang/rencana zonasi laut adalah:
1. Kegiatan yang berlangsung pada ruang laut bersifat dinamis dan statis.
Contoh konkrit aktivitas di laut yang bersifat dinamis adalah kegiatan
pelayaran, alur migrasi ikan dan aktivitas wisata bahari, seperti snorkling,
diving, selancar. Sementara itu contoh aktivitas di laut yang bersifat statis
adalah, permukiman atas air, Rig pertambangan, bagan tancap, bagan
apung, dll.
2. Ruang laut memiliki tiga dimensi yaitu permukaan, kolom dan dasar laut.
Pada masing-masing dimensi dapat dilakukan aktivitas yang berbeda dalam
suatu zona yang sama, dan bisa dalam waktu yang sama pula. Contoh
konkrit adalah penggunaan dasar laut untuk kabel pipa bawah laut, kolomnya
untuk daerah migrasi ikan dan permukaannya untuk alur pelayaran, dan
masih banyak kombinasi kegiatan yang lain, baik antara kegiatan yang statis,
antara kegiatan yang dinamis atau kombinasi kegiatan statis dan dinamis.
3. Penetapan jangka waktu perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan
ruang laut dipengaruhi oleh sumberdaya (resources) yang dikembangkan
oleh masing-masing kegiatan. Generalisasi jangka waktu perencanaan,
seperti yang dilakukan dalam merencanakan ruang darat, menjadi suatu
kendala dalam menyusun rencana tata ruang laut apabila kegiatan yang
dikembangkan pada suatu lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya
(resources) yang ada di lokasi tersebut.
Rencana Struktur Ruang
Struktur Ruang diwujudkan sebagai pusat-pusat permukiman yang merupakan
sentra aktivitas kegiatan atau pusat kegiatan dalam jangkauan pelayanan
tertentu. Struktur ruang dalam suatu wilayah perencanaan memiliki hirarki
berdasarkan jangkauan pelayanannya, mulai dari hirarki paling tinggi yang
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
55
memiliki jangkauan pelayanan lebih jauh sampai pada hirarki terendah yang
memiliki jangkauan pelayanan lebih dekat. Pusat kegiatan yang berkembang
pada ruang laut diwujudkan dalam berbagai aktivitas diantaranya permukiman,
perikanan tangkap dan budidaya, pelabuhan perikanan, pelabuhan umum,
wisata bahari, pertambangan, dan jasa kelautan. Dalam lingkup perencanaan
wilayah, pusat kegiatan ini berfungsi sebagai pusat permukiman, pada
kedudukan hirarki tertinggi, menengah atau terendah, berdasarkan kajian dalam
suatu unit wilayah perencanaan (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota). Untuk
lingkup ruang laut, pusat permukiman ini hirarkinya di posisikan sesuai dengan
kajian unit analisis pada cakupan ruang laut yang direncanakan.
Struktur ruang dalam penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut untuk
multi sektor, yaitu rencana tata ruang/rencana zonasi laut wilayah nasional
(RTRWN), rencana tata ruang/rencana zonasi wilayah propinsi (RTRWP),
rencana tata ruang/rencana zonasi wilayah kabupaten/kota (RTRWK), harus
dilakukan secara terpadu antara ruang darat-laut-udara. Unit analisa yang
digunakan dalam menyusun rencana struktur ruang laut sebaiknya
mempertimbangkan dan memperhitungkan keterkaitan unit analisa tersebut
untuk perencanaan wilayah darat maupun udara. Pada sisi yang lain,
penyusunan rencana struktur ruang untuk suatu sektor tertentu, misalnya sektor
perikanan, berimplikasi pada penentuan lokasi pusat kegiatan. Lokasi ini pada
akhirnya dapat berfungsi sebagai lokasi pusat kegiatan atau pusat
pengembangan (pusat pemukiman) dalam kontelasi wilayah yang lebih luas,
yaitu kabupaten/kota, provinsi atau nasional, atau sebagai titik pusat
pengembangan yang mendukung fungsi salah satu pusat pengembangan (pusat
pemukiman) pada konstelasi perencanaan regionalnya (wilayah kabupaten/kota,
privinsi, atau nasional).
Metoda analisa yang digunakan untuk menentukan pusat-pusat permukiman ini
dapat menggunakan contoh metoda analisa penentuan pusat-pusat
pertumbuhan untuk perencanaan wilayah pesisir dan laut yang terdapat pada
Panduan Teknis Perencanaan Wilayah Pesisir dan Laut, Buku 2, Direktorat
Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen KP3K, DKP, 2005
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
56
Gambar 20 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan
Sumber: Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2004
13
GAMBAR : RENCANA STRUKTUR TATA RUANG DAN ALOKASI
PUSAT- PUSAT KEGIATAN DI WILAYAH PERENCANAAN
Ke
Ma
na
do
KABUPATEN
MINAHASA INDUK
KABUPATEN
MINAHASA INDUK
Fungsi :
- Terminal Regional (Angkutan Darat)- Perdagangan dan Jasa (Regional)
- Perumahan
- Perkantoran Pemerintahan
Fungsi :
- Pertambakan- Perumahan
- Perdagangan & Jasa (Lokal)
Fungsi :
- Perkebunan- Sawah
- Perumahan
Fungsi :
- Perkebunan- Sawah
- Perumahan
Fungsi :
- Perkebunan Rakyat- Sawah
- Pemukiman
- Agroindustri
Fungsi :
- Pelabuhan Perikanan- Pariwisata Pantai (Resor dan
Ekosistem Mangrove)
- Kawasan Lindung- Permukiman Terbatas
- Perikanan Tradisional
Fungsi :
- Pelabuhan Penyeberangan dan Pelelangan Ikan
- Pariwisata Pantai (Resor dan
Ekosistem Mangrove)- Kawasan Lindung
- Permukiman Terbatas
- Perikanan Tradisional
Fungsi :
- Pariwisata Pantai - Wisata Bahari
- Kawasan Lindung
- Perikanan Tradisional
Fungsi :
- Pariwisata Pantai - Wisata Bahari
- Kawasan Lindung
- Perikanan Tradisional
Fungsi :
- Pariwisata Pantai - Kawasan Lindung
- Perikanan Tradisional
- Budidaya Kerang Mutiara
Fun gsi :
- Pusat Perikan an/Pelab uh an/ PPI
- Pariwisata Pan tai
- Ek osistem Mang rov e- Kawasan Lin du ng
- Perik anan Tr adis iona l
- Perm uk im an Terba ta s
Fungsi :
- Pariwisata Pantai - Wisata Bahari
- Kawasan Lindung
- Perikanan Tradisional
KOTA
TOMOHON
Selat Likupang
L a u t S u l a w e s i
L a u t M a l u k u
S e
l a t
L
e m
b e
h
Ke B
itung
Gangga 1
Ke To
ndano
G. Klabat
BANDARA
SAMRATULANGI
Talise
Kema
AIRMADIDI
Kawangkoan
Lihunu
Bango
Ke M
anad
o
1 45’ LU
124 45’ BT 125 00’ BT 125 15’ BT
200000 mU
180000 mU
160000 mU
140000 mU
680000 mT 700000 720000 740000 760000 mT
1 30’ LU
KEC.
LIKUPANG BARAT
KEC.
LIKUPANG TIMUR
KEC.
DIMEMBE
KEC.
TALAWAAN
KEC.
KALAWAT
KEC.
KAUDITAN
KEC.
K E M A
KEC.
W O R I
Talawaan
R ENC AN A TATA RU AN G PESIS IR D AN L AU T
KA BU PATEN M IN AH ASA UTAR A
Gambar : 6.2. Rencana Struktur Tata Ruang dan Alokasi Pusat
Pusat Kegiatan Kabupaten Minahasa Utara
Sumber : - Peta R upabumi Indones ia Skala 1 : 50.000, BAKOSURTANAL, 1991. - Review RTRW Kabupaten Minahasa Tahun 1996.
D IG A M B A R
N A M A T T D
D IP E R IK S A
D IS E T U J U I
0 2 ,5 1 0 1 5 K M
KETERANGAN :
Batas Kabupaten / Kota
Ibukota Kabupaten
Kota Utama
Ibukota Kecamatan
Batas Kecamatan
Pusat Pengembangan Lokal
Batas Desa
Pusat Pengembangan Sub Regional
Pusat Pengembangan Regional
Orientasi Kegiatan
PPL
PPL
PPL
PPL
PPSR
PPR
PPR
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANANDIREKTORAT JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECILDIREKTORAT TATA RUANG PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
- Interpretasi Citra Landsat ETM 7 + Path / Row 112/59 Tanggal 2 Juni 2005 - RTRW Kabupaten Minahasa Utara, 2003
K a b u pa t e nB o la n g M o n g o n d o w
IND E K S P E TA
K ab upaten M ina ha sa Utara
K a b u pa t e nM in a h a s a
S e la ta n
K a b u pa t e nM in a h a s a
In d u k
K o taTo m o h o n
K o taM a n a d o
K o taB it u n g
Dimembe
Likupang
Wori
KEC.
AIRMADIDI
PPSR
PPSR
PPSR
Tampi
PPSR
Serey
KOTA MANADOKOTA BITUNG
Jalan Nasional (Arteri Primer)
Jalan Provinsi (Arteri Sekunder)
Jalan Kabupaten (Kolektor Primer)
Jalan LokalRencana Jalan TOL Manado-Bitung
Alternatif II
Rencana Jalan TOL Manado-BitungAlternatif I
Rencana Jalan TOL Manado-BitungAlternatif III
RENCANA JALAN TOL MANADO-BITUNG(ALTERNATIF I : MANADO-DIMEMBE-BITUNG)
RENCANA JALAN TOL MANADO-BITUNG(ALTERNATIF II : MANADO-KAWANGKOAN-AIRMADIDI-KAUDITAN-BITUNG)
RENCANA JALAN TOL MANADO-BITUNG(ALTERNATIF III : MANADO-SUKUR-AIRMADIDI-KAUDITAN-BITUNG)
Munte
Kauditan
200
129
68129
299
5
50
50
153
124
115
C (2
) 10
s 17m
12M
157
531
10663
32 59
65
34
69
115
107
49
46
64270
25
61
1315
60
86
43
37
903
C 5s 108m 24M 1040
56
50
18
6
9
88
5
19
29
137
408
1112
675
470
220
687
200
92
1344
35
200
72
73
50
Gambar 21
Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi Sektor Sumber: Buku Rencana Tata Ruang Pesisir dan Laut Kabupaten Minahasa Utara, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2005
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
57
Rencana Pola Ruang
Rencana Pola Ruang Laut perlu memperhatikan keberadaan kegiatan pada
ketiga dimensi ruang laut (permukaan, kolom dan dasar laut) serta
memperhitungkan kemungkinan keberadaan suatu kegiatan pada ketiga dimensi
ruang tersebut berdasarkan prediksi potensi yang masih tersedia. Penyusunan
rencana pola ruang laut sedikit berbeda dengan penyusunan rencana pola ruang
darat. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada ruang darat dan laut sama-
sama ada yang bersifat statis dan dinamis, tetapi alokasi pola ruang darat dan
pola ruang laut harus dibedakan. Pada ruang darat, pola ruang untuk jalan
sifatnya statis dan rigid, sehingga tidak dapat digunakan untuk fungsi kegiatan
lain, misalnya jalan umum tidak dapat digunakan sebagai taman. Sementara itu
alur pelayaran pada ruang laut sifatnya dinamis, artinya zona alur pelayaran
dapat diperuntukkan juga untuk kegiatan lain misalnya alur kapal perikanan.
Pada sisi yang lain, rencana pola ruang darat dengan pola ruang laut harus
dibedakan berdasarkan dimensinya. Pada ruang darat kita mengenal 1 (satu)
dimensi ruang, sementara itu pada ruang laut kita mengenal 3 (tiga) dimensi
ruang. Hal ini sangat mempengaruhi proses penyusunan rencana pola ruang
yang dilakukan. Oleh karena itu, rencana pola ruang disusun untuk ketiga
dimensi ruang yang ada, yaitu permukaan, kolom dan dasar laut.
Rencana pola ruang laut disusun berdasarkan analisis hubungan fungsional
kegiatan dan kesesuaian lahan/ruang seperti halnya yang diterapkan pada
penetapan pola ruang darat. Perbedaan yang perlu diperhatikan untuk
menyusun rencana pola ruang laut adalah dimensi ruangnya. Pola ruang laut
yang ditetapkan adalah pola ruang untuk ketiga dimensi ruang laut. Peta rencana
pola ruang laut mengakomodasi 3 (tiga) layer penetapan pola ruang dari masing-
masing dimensi (permukaan, kolom dan dasar laut). Pada masing-masing
dimensi, pola ruang laut dapat mengakomodasi kegiatan yang multi fungsi
sehingga alokasi ruangnyapun bisa overlaping pada satu zona tertentu. Pola
ruang laut yang mengakomodasi lebih dari satu kegiatan pada suatu zona yang
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
58
sama pada waktu tertentu yang sama pula harus di lengkapi dengan peraturan
zonasi yang akan mengatur mekanisme sistem pelaksanaan kegiatannya
termasuk manajemen waktu pemanfaatan dari masing-masing pola untuk setiap
kegiatan, selain peraturan zonasi yang mengatur ketentuan-ketentuan masing-
masing pola ruang yang ditetapkan. Satu hal lagi yang berbeda pada saat
menyusun rencana pola ruang darat dengan pola ruang laut adalah pada saat
menetapkan zona peruntukan dalam satu wilayah perencanaan. Rencana pola
ruang laut akan mengakomodasi zona-zona peruntukan kegiatan yang
direncanakan. Wilayah perencanaan ruang laut yang direncanakan tidak selalu
terbagi habis atas zona-zona peruntukan yang teridentifikasi. Berikut contoh
rencana pola ruang laut untuk satu sektor di Indonesia dan contoh rencana pola
ruang laut multi sektor di negara lain. Rencana pola ruang laut yang diterapkan
di Indonesia masih belum mempertimbangkan pemanfaatan ruang yang multi
use, yaitu pemanfaatan ruang pada satu area tertentu yang bisa dimanfaatkan
oleh lebih dari satu sektor pada waktu yang bersamaan. Untuk masa yang akan
datang, kegiatan pembangunan yang menggunakan ruang laut akan semakin
marak, kompleks dan dapat memicu konflik kepentingan antar sektor/pihak. Oleh
karena itu pendekatan perencanaan yang dilakukan pada ruang laut harus
memperkatikan pemanfaatan ruang yang multi use tersebut.
Gambar 22 Contoh Rencana Pola Ruang satu sektor
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
59
Berikut ini beberapa ilustrasi pola ruang laut yang diterapkan di negara lain,
dengan mempertimbangkan pemanfaatan ruang laut yang bersifat multi use.
Gambar 23 Contoh rencana pola ruang layer permukaan laut
Rencana pola ruang pada layer permukaan laut tersebut mendeliniasi batasan
area lisensi yang diperoleh suatu perusahaan untuk mengeksplorasi sumberdaya
kelautan dan batasan area rekreasi pelayaran, serta jaringan alur (rute) kapal
wisata, juga area aktif ekplorasi.
Gambar 24 Contoh rencana pola ruang layer kolom/badan laut
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
60
Rencana pola ruang pada layer kolom laut tersebut mendeliniasi batasan area
penangkapan ikan, berdasarkan jenis ikan yang terdapat pada area kolom laut
tersebut
Gambar 25 Contoh rencana pola ruang layer dasar laut
Rencana pola ruang pada layer dasar laut tersebut mendeliniasi lokasi konservasi dan lokasi cagar alam laut dan cagar budaya laut.
Gambar 26 Contoh rencana pola ruang laut overlay
Jangka Waktu Perencanaan dan Skala Peta Rencana
Jangka Waktu Perencanaan
Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa penetapan jangka waktu
perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan ruang laut dipengaruhi oleh
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
61
sumberdaya (resources) yang dikembangkan oleh masing-masing kegiatan.
Generalisasi jangka waktu perencanaan, seperti yang dilakukan dalam
merencanakan ruang darat, menjadi suatu kendala dalam menyusun rencana
tata ruang/rencana zonasi laut apabila kegiatan yang dikembangkan pada suatu
lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya (resources) yang ada di lokasi
tersebut. Hal ini menuntut kearifan para penyusun rencana tata ruang/rencana
zonasi laut untuk melakukan justifikasi-justifikasi terhadap jangka waktu
perencanaan yang disusun, menyesuaikan pada jangka waktu perencanaan
yang dilakukan di wilayah darat sebagai satu kesatuan produk rencana tata
ruang/rencana zonasi wilayah propinsi/kabupaten/kota. Justifikasi-justifikasi
tersebut dapat dituangkan dalam peraturan zonasi yang disusun.
Skala Peta Rencana
Mengacu pada keterbatasan data dan peta yang ada, bahwa rencana tata ruang
laut menggunakan peta batimetri sebagai peta dasar, maka skala yang dipakai
sebaiknya adalah skala regional. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
mengamanatkan bahwa skala peta akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Oleh karena itu skala peta rencana yang dibuat mengacu pada peraturan
tersebut.
Indikasi Program
Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut yang telah selesai disusun, perlu
dilengkapi dengan indikasi program. Proses penentuan indikasi program untuk
rencana tata ruang/rencana zonasi laut similar dengan penentuan indikasi
program rencana tata ruang darat. Indikasi program merupakan tahapan proses
pelaksanaan perencanaan yang telah disusun.
3.1.6 Peraturan Zonasi
Rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang disusun perlu dilengkapi dengan
aturan-aturan pemanfaatan zona yang dibuat (peraturan zonasi). Serupa halnya
pada saat menyusun rencana tata ruang darat, peraturan zonasi meliputi hal-hal
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
62
yang terkait dengan standard-standard kebutuhan pengembangan, seperti
kepadatan, standard konstruksi, dll. Keunikan sifat ruang laut menuntut adanya
penambahan aturan dalam peraturan zonasi yang dibuat, yaitu aturan mengenai
kemungkinan beragamnya pemanfaatan ruang (multi use/multi fungsi) dan
mediasi konflik akibat beragamnya kegiatan yang ada tersebut, sebagaimana
diuraikan berikut ini.
3.1.7 Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang Laut.
Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut merupakan
prasarat minimum kajian dan arahan yang diperlukan dalam rangka melengkapi
hasil rencana tata ruang laut yang disusun. Kelengkapan ini yaitu: diversifikasi
ekonomi sumberdaya, multi fungsi penggunaan ruang laut dan mediasi konflik,
sebagaimana diuraikan berikut ini.
Diversifikasi Ekonomi Sumberdaya
Salah satu variabel analisa ekonomi yang digunakan untuk menyusun rencana
tata ruang/rencana zonasi laut adalah sumberdaya (resources). Pada uraian
sebelumnya disampaikan bahwa hal ini akan mempengaruhi variasi jangka
waktu dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, khususnya bagi kegiatan-kegiatan
yang berdasarkan pada sumberdaya (resources). Oleh karena itu deskripsi
mengenai pengalihan fungsi suatu kegiatan pasca produksi dari suatu
sumberdaya perlu termuat pula dalam dokumen rencana tata ruang/rencana
zonasi laut.
Multi Fungsi Penggunaan Ruang Laut
Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat tinggi mengakibatkan
semakin banyaknya sektor-sektor yang akan mengembangkan kegiatannya dan
memanfaatkan ruang laut. Kesempatan multi fungsi penggunaan ruang laut perlu
mencapai situasi kesepakatan (win-win solutions) multi-sektor yang terlibat
berdasarkan kompatibilitinya.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
63
Mediasi Konflik
Kebutuhan pengembangan ruang laut pada masa yang akan datang biasanya
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi dan kelestarian
lingkungan. Oleh karena itu, penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut
dapat mengakomodasi kepentingan multi-sektor pada satu area yang sama.
Konflik kepentingan antar sektor mungkin saja muncul saat rencana tata
ruang/rencana zonasi laut diimplementasikan pada waktu yang akan datang.
Sebagai ilustrasi, konflik yang mungkin muncul antara sektor perikanan dan
sektor pertambangan dan energi. Langkah awal adalah mendeskripsikan tujuan
utama dari pengembangan kegiatan masing-masing sektor tersebut.
3.2. Kelembagaan
Mengacu pada UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata
ruang/rencana zonasi laut disusun secara terintegrasi antara ruang darat, ruang
udara dan ruang dalam bumi untuk menghasilkan suatu Rencana Tata Ruang
(RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota. Bappeda bertangung jawab untuk
mengintegrasikan penyusunan RTRW ini. Fokus untuk substansi rencana tata
ruang/rencana zonasi laut, Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi/Kabupaten/Kota mengemban tugas untuk menjabarkan rencana tata
ruang/rencana zonasi laut dan bertanggungjawab untuk menyampaikan muatan
rencana tata ruang/rencana laut ini kepada Bappeda yang selanjutnya
berkoordinasi dengan sektor terkait lain. Kementerian Kelautan dan Perikanan
memfasilitasi Dinas Perikanan dan Kelautan untuk menyusun substansi materi
rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Kelembagaan yang bertugas untuk
mengimplementasikan rencana tata ruang/rencana zonasi laut mutlak perlu ada.
Struktur kelembagaan diperlukan untuk mengimpementasikan rencana tata
ruang/rencana zonasi laut berdasarkan indikasi program yang dikeluarkan
melalui rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang dibuat. Contoh struktur
kelembagaan dalam rangka implementasi rencana tata ruang/rencana zonasi
diuraikan pada lampiran buku ini.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
64
Mekanisme dan sistem kelembagaan yang disusun bisa melibatkan institusi di
luar daerah perencanaan, khususnya untuk mengembangkan program-program
kerjasama antar daerah/negara yang diperlukan untuk mengimplementasi
rencana tata ruang laut yang memiliki keterkaitan dengan daerah/negara lain.
3.3. Legalisasi dan Skala Peta.
UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa
Rencana Tata Ruang/Rencana zonasi Wilayah disusun secara terpadu, oleh
karena itu rencana tata ruang/rencana zonasi laut adalah komplementer
terhadap rencana tata ruang darat, dan disusun sebagai bagian muatan
Rencana Tata Ruang/rencana zonasi Wilayah. Rencana Tata Ruang/rencana
zonasi Laut disahkan dengan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Rencana
Tata Ruang/Rencana Zonasi Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota. Rencana tata
ruang laut/Rencana Zonasi yang disusun untuk pengembangan satu sektor
tertentu merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Wilayah
(Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota), khususnya deliniasi arahan pengembangan
pada ruang lautnya.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
65
DAFTAR PUSTAKA
- Tsunami, Subandono diposaptono – budiman, penerbit buku ilmiah popular,
2006
- Menata ruang laut, Rokhmin Dahuri, penerbit, 2006
- Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Dit. TRLP3K – DKP, 2004
- Pengenalan gempa bumi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
www.vsi.esdm.go.id;
- A Planning System for Our Seas, LINK
- Marine Spatial Planning in UK coastal and offshore waters, MSPP
Consortium, February 2006
- UNCLOS
- Menata Ruang Terpadu Darat-Laut, Prof. Yakob Rais.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
66
LAMPIRAN
PETUNJUK TEKNIS
PERENCANAAN TATA RUANG/ZONASI LAUT
A. Contoh Uraian Skenario Tata Ruang/Zonasi Laut sektor Perikanan:
(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang
Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,
2004)
“Skenario pengembangan Teluk Jakarta dalam rangka penyusunan rencana tata ruang untuk kegiatan perikanan budidaya kerang hijau dan bagan tancap menyangkut : skenario peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, skenario penanganan konflik pemanfaatan ruang dan skenario pengaturan pemanfaatan ruang perairan. Peningkatan Kesejahteraan Nelayan
Tingkat kesejahteraan para nelayan sebagai pelaku produksi, berdasarkan telaahan terhadap kondisi yang ada, pada hakekatnya perlu ditingkatkan secara signifikan. Para nelayan tradisional yang ada, sebagai operator dalam usaha penangkapan ikan ternyata belum berorientasi pada pemenuhan produktivitas hasil penangkapan yang dapat dipasarkan secara lebih meluas, tetapi lebih banyak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan konsumsinya saja dan sekedar untuk kebutuhan lokal. Demikian pula dengan stakeholder lainnya, misalnya para cukong, ternyata masih mempunyai persepsi/orientasi yang sama. Oleh karena itu, pengembangan proses produksi, melalui pemanfaatan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan harus segera dilakukan. Hal ini juga merupakan dukungan pada orientasi pembangunan berkelanjutan. Selain itu, hal tersebut perlu didukung pula melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada, disertai dengan peningkatan dan penguatan potensi sumberdaya manusia yang berorientasi pada pengembangan produksi perikanan. Kondisi kualitas maupun kuantitas sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan. Semakin lengkap dan baiknya keberadaan sarana dan prasarana akan mempengaruhi percepatan jaringan pemasaran hasil produksi para nelayan untuk menjangkau cakupan pasar yang lebih luas.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
67
Penanganan Konflik Pemanfaatan Ruang Banyaknya kasus konflik yang terjadi di wilayah studi, khususnya antara keinginan para nelayan dengan kebijakan pemerintah daerah memerlukan suatu pemecahan yang bijaksana melalui penyusunan strategi-strategi pemecahan konflik. Prinsip dasar yang harus dipegang dalam penanganan konflik tersebut adalah pemenuhan kepentingan universal yang tidak condong pada salah satu keinginan pihak tertentu saja. Hal ini merupakan suatu pendekatan pemecahan permasalahan yang cukup kompleks. Oleh karena itu pemerintah daerah hendaknya dapat menawarkan suatu solusi pemecahan konflik melalui pendekatan-pendekatan yang mengedepankan kepentingan bersama.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan guna menangani konflik ini adalah penyelengaraan forum-forum atau pertemuan untuk menyatukan persepsi tentang pemanfaatan ruang laut. Sela]in ini tindakan aksi dalam rangka memecahkan konflik yang terjadi dapat dibangun melalui penyelenggaraan kerjasama ekonomi.
Pengaturan Pemanfaatan Ruang Perairan Pengembangan kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut harus diwadahi melalui pengelolaan ruang laut yang baik agar pembangunan yang dilakukan dapat berkelanjutan. Hal ini merupakan landasan perencanaan yang penting. Kerusakan lingkungan yang terjadi biasanya disebabkan karena pengelolaan pemanfaatan ruang pada daerah tersebut tidak dilakukan dengan baik. Berkaitan dengan pemanfaatan ruang untuk bagan tancap dan rakit kerang hijau, serta menanggapi konflik yang banyak terjadi, maka hal pokok yang perlu dilakukan adalah melakukan pengaturan terhadap pemanfaatan ruang perairan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam menunjang kegiatan ini adalah relokasi nelayan. Pengaturan pemanfaatan ini harus disusun dengan melibatkan semua pihak yang terkait, yaitu pemerintah daerah, para nelayan, serta pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan ruang di perairan tersebut, seperti pelindo, dll. Selanjutnya konsistensi pemanfaatan ini harus diikuti dengan upaya pengawasan yang tertib dan kontinu melalui implementasi hukum yang mengedepankan konsistensi dan konsekuensi penegakan sangsi hokum”.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
68
B. Contoh Konsep Rencana Tata Ruang sektor Perikanan:
(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang
Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,
2004)
“Berdasarkan telaahan terhadap permasalahan yang muncul di kawasan Teluk Jakarta serta peluang pengembangan yang ada khususnya yang terkait dengan penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau, maka yang menjadi prinsip dasar bagi rencana pengembangan kawasan Teluk Jakarta adalah mengoptimalisasikan pengelolaan dan pemanfaatan ruang lautnya sehingga dapat mempengaruhi peningkatan hasil produksi serta mendeliniasi konflik-konflik pemanfaatan yang terjadi. Pengembangan Kawasan Teluk Jakarta ini di titik beratkan pada upaya penataan bagan tancap dan rakit kerang hijau yang berorientasi pada konsep pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Oleh karena itu pemanfaatan ruang yang dilakukan harus berpengaruh pada upaya peningkatan hasil produksi yang diharapkan serta dapat mendeliniasi konflik-konflik pemanfaatan yang terjadi. Hasil produksi yang tinggi dari penggunaan bagan tancap dan rakit kerang hijau dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: 1. Daerah fishing ground memiliki kadar clorofil yang cukup tinggi, sehingga hal
ini akan mempengaruhi jumlah produksi yang tinggi pula; 2. Pencahayaan, artinya bahwa cahaya bulan yang ada akan berpengaruh
pada peredaran ikan yang ada, semakin banyak cahaya, maka posisi ikan akan semakin terpencar, tetapi jika pencahayaan terfokus pada satu titik (lampu petromak), maka ikan biasanya akan mengumpul;
3. Kerapatan jarak antar bagan dan rakit kerang hijau ternyata akan berpengaruh pada hasil produksi, dimana ada jarak optimal yang harus diterapkan untuk memperolah hasil produksi yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan ruang yang dilakukan, maka telaahannya akan lebih dipengaruhi oleh point 1 (satu) dan 3 (tiga) diatas. Selain ini, menanggapi masalah konflik pemanfaatan yang terjadi di kawasan Teluk Jakarta, maka penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau perlu ditata seoptimal mungkin, sehingga dapat terintegrasi dengan pemanfaatan ruang laut lainnya khususnya pemanfaatan untuk alur pelayaran”.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
69
Gambar 26 Konsep Rencana Tata Ruang Laut (sektor perikanan)
C. Contoh Konsep Rencana Tata Ruang Laut multi sektor:
“KONSEP DASAR DALAM PENYUSUNAN TATA RUANG LAUT DI KABUPATEN MINAHASA UTARA. Proses 1 : Proses yang dibangun atas dasar ekosistem laut yang ada dengan prioritas karakteristik masing - masingnya . Proses ini melihat apakah aktivitas maupun saat ini sudah sesuai dengan daya dukung ekologis. Proses 2: Merupakan proses yang dibangun atas dasar data kesesuaian dengan pemanfaatannya dari ruang laut yang dijadikan wilayah penelitian dalam ini adalah ruang laut Kabupaten Minahasa Utara. Proses 3: Proses pada kebijakan penataan ruang (RTRW Kabupaten Minahasa Utara). Rencana penataan ruang yang sudah dibuat dijadikan dasar untuk analisis terhadap fungsi masing – masing kawasan. Proses 4:
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
70
Aktivitas masyarakat yang ada di wilayah perencanaan akan mempengaruhi pada kondisi ekosistem yang ada di laut.
KONSEP RENCANA TATA RUANG LAUT Konsep Perencanaan Tata Ruang Laut Penataan Ruang laut Pengembangan Ruang Laut Penegakan Hukum di Wilayah Pengembangan Laut Pengendalian Lingkungan Hidup Ruang Laut Pemberdayaan masyarakat Pesisir Pencegahan Akibat Bencana Alam”
D. Contoh penetuan Strategi Rencana Tata Ruang sektor Perikanan:
(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang
Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,
2004)
“Penetapan strategi pengembangan yang dapat diterapkan di kawasan Teluk Jakarta, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Ada beberapa strategi pokok yang dapat dikembangkan dan akan berpengaruh pada rencana tata ruang kawasan yang dilakukan, yaitu : peningkatan produktivitas nelayan bagan tancap dan rakit kerang hijau melalui pemanfaatan teknologi tepat guna, peningkatan sumberdaya manusia, pengaturan/penyediaan sarana dan prasarana, penyelenggaraan forum pertemuan, penyelenggaraan kerjasama ekonomi, relokasi wilayah kerja nelayan, serta implementasi hukum. Peningkatan Produktivitas Nelayan Bagan Tancap dan Rakit Kerang Hijau melalui Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Produksi perikanan yang rendah, pada dasarnya disebabkan karena penggunaan peralatan penangkapan ikan yang masih tradisional. Untuk meningkatkan produksi perikanan, maka diperlukan peningkatan kualitas peralatan penangkapan ikan yang lebih baik. Dalam memilih peralatan yang akan digunakan yang perlu dipertimbangkan adalah implikasi dari peralatan terhadap kualitas lingkungan. Untuk itu perlu dipersyaratkan teknologi peralatan yang akan dikembangkan dan digunakan harus teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi perikanan dan kelautan terhadap PDRB.
Untuk meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian wilayah, maka perlu dilakukan peningkatan kapasitas penangkapan atau pengusahaan budidaya. Bila hanya pada upaya peningkatan kapasitas tetapi
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
71
tidak didukung dengan peningkatan usaha pengolahan pasca panen maka akan mengakibatkan ketidakstabilan harga ikan karena hanya bergantung pada pasar ikan segar. Oleh karena itu maka orientasi para stakeholder terhadap usaha perikanan perlu diubah kearah pemikiran pengembangan usaha produksi agar tercipta demand yang kontinu dimana akan mendorong kontinuitas supply yang menjadi tantangan para nelayan. Selain ini produksi kerang hijau hanya berorientasi pada pasar-pasar tradisional yang hanya memanfaatkan kerangnya saja, padahal kulit kerang yang ada dapat dikembangkan menjadi suatu komoditi kerajinan yang dapat dipasarkan pula baik untuk konsumsi lokal atau bahkan dapat dikembangkan menjadi komoditi ekspor. Oleh karena itu pengembangan hasil produksi khususnya untuk kerang hijau perlu dilakukan diversifikasi usaha yang didukung dengan pengadaan pasar-pasar alternatif. Menanggapi upaya peningkatan produktivitas melalui pengolahan pasca panen maka hasil produksi ikan maupun kerang hijau yang dihasilkan selain dipasarkan untuk konsumsi lokal, seyogyanya dapat dikembangkan menjadi komoditi yang dapat dipasarkan lebih luas, bahkan diupayakan untuk bisa berorientasi pada pasar ekspor pula. Oleh karena itu perlu ada industri-industri pengolahan hasil produksi yang dikelola secara lebih modern dan profesional.
Peningkatan Sumberdaya Manusia Melalui pembangunan dan pengembangan orientasi usaha ke arah usaha produktif maka akan berkembang penghayatan masyarakat akan peluang-peluang bisnis yang dapat dikembangkan bedasarkan potensi yang ada. Proses perubahan yang terjadi akan menjadi suatu bola salju yang semakin berkembang dalam rangka mendinamisasikan kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menjadi asset yang besar dalam mengembangkan ekonomi wilayah secara keseluruhan.
Untuk itu maka perlu dilakukan upaya bersama dari semua stakeholder dalam merubah orientasi usaha dengan melakukan pendidikan dan juga pelatihan dan mengembangkan wadah-wadah percontohan yang dapat ditiru oleh para stakeholder maupun nelayan pada tahap selanjutnya.
Peningkatan skala usaha masyarakat ini harus dilihat dalam sudut pandang yang luas, yaitu dalam arti masyarakat keseluruhan baik dalam peran individu atau kelompok atau perusahaan. Ada berbagai cara untuk meningkatkan skala usaha masyarakat seperti peningkatan kapasitas usaha nelayan secara individu, dalam kelompok nelayan atau perusahaan. Oleh karena itu sumberdaya manusia yang ada perlu ditingkatkan kualitasnya, sehingga dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih modern dan profesional.
Pengaturan/Penyediaan Sarana dan Prasarana Untuk mendorong dan mempercepat peningkatan peran sektor perikanan dalam perekonomian wilayah, maka perlu penguatan usaha perikanan, salah satunya melalui/mendorong investor mengembangkan armada perikanan dan juga
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
72
pengembangan sentra perikanan yang mendukung usaha perikanan lepas pantai dengan pembangunan infrastruktur pendukungnya. Menanggapi hal ini, di kawasan Teluk Jakarta, sarana dan prasarana yang ada khususnya untuk menunjang produktivitas bagan tancap dan rakit kerang hijau masih belum memadai. Oleh karena itu beberapa upaya yang perlu dikembangkan diantaranya meliputi pengembangan pasar-pasar alternatif, peningkatan kualitas dan kuantitas armada, serta pengaturan alur-alur pelayaran di wilayah studi. Penyelenggaraan Forum-Forum Pertemuan Konflik yang muncul biasanya akibat ada perbedaan persepsi mendasar terhadap suatu kebutuhan yang dipertahankan oleh masing-masing pihak secara mutlak. Ada metode-metode dan proses-proses praktis yang dapat diterapkan untuk memecahkan suatu konflik tertentu. Prinsip dasar yang harus dianut dalam pemecahan suatu konflik adalah menyelesaikan konflik dalam situasi yang tidak mengancam, tidak menekan, dan tidak konfrontasional. Konflik pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan Teluk Jakarta pada dasarnya terjadi akibat adanya kepentingan para nelayan untuk menempatkan bagan tancap dan rakit kerang hijaunya di lokasi-lokasi alur pelayaran kapal-kapal besar. Oleh karena itu pihak-pihak yang terlibat dalam konflik pemanfaatan ruang ini harus saling berinteraksi untuk mengatasi konflik yang terjadi.
Salah satu bentuk upaya pemecahan konflik biasanya diawali melalui penyelenggaraan serangkaian forum pertemuan untuk menyelesaikan masalah. Forum ini dirancang untuk membawa orang-orang berpengaruh dari kelompok-kelompok yang sedang konflik, tetapi bukan para pengambil keputusan utama, bersama-sama mencari cara-cara alternatif yang bisa menghilangkan konfliknya. Tujuannya adalah untuk merubah persepsi mereka mencapai suatu solusi yang mengedepankan kepentingan bersama:„sama-sama menang‟ (win-win). Hal ini bisa dicapai melalui proses pertemuan yang difasilitasi oleh fasilitator. Para fasilitator tidak boleh memaksakan atau bahkan menawarkan solusi untuk (mengakhiri) konflik, namun tujuannya sekedar untuk memudahkan komunikasi dan secara halus membimbing para peserta kearah perubahan sikap (attitude) dan persepsinya.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa konflik yang muncul biasanya akibat mempertahankan kebutuhan (needs) masing-masing bukan mengedepankan suatu kepentingan (interests). Komunikasi masa merupakan kegiatan lanjutan sebagai pelengkap penyelenggaraan forum pertemuan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mempengaruhi pendapat umum dan merubah sikap dan persepsi kelompok-kelompok pendukung. Hal ini sama sekali bukan proses yang sederhana, tetapi proses yang memakan waktu lama, memerlukan ketegaran dan kesabaran yang luar biasa. Persepsi baru yang ditemukan dari hasil pertemuan itu, akan tertransformasi kepada masyarakat yang lebih luas. Media massa, jurnal-jurnal akademik, konferensi-konferensi serta acara-acara khusus dapat membantu perubahan persepsi.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
73
Penyelenggaraan Kerjasama Ekonomi
Pembangunan kerjasama ekonomi dilakukan sebagai sarana untuk memperkuat/meningkatkannya tujuan penyelesaian konflik yang terjadi. Pembangunan kerjasama ekonomi ini merupakan suatu usaha kerjasama yang tujuannya adalah untuk meringankan penderitaan material dari kelompok-kelompok yang bermusuhan terutama diarahkan kepada kelompok yang biasanya menjadi korban dan tidak berkembang. Selanjutnya, pemenuhan kebutuhan dasar pihak yang menjadi korban, baik melalui jalur komunal atau sebagai bagian dari strategi nasional, harus menjadi prioritas utama kebijaksanaan pembangunan pemerintah. Hanya dengan demikian kita dapat bergerak ke arah penanganan konflik sosial yang berlarut-larut.
Kasus yang terjadi di Kawasan Teluk Jakarta menggambarkan bahwa para nelayan seringkali mempertahankan keberadaan bagan tancap dan rakit kerang hijaunya di alur-alur pelayaran kapal-kapal besar, sehingga sering terjadi tabrakan. Secara fisik, memang daerah tersebut dianggap dapat memberikan hasil produksi yang cukup tinggi, tetapi efisiensi penataan secara terintegrasi kurang diperhitungkan. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat pula dilakukan adalah pengembangan-pengembangan kerjasama ekonomi antar pihak-pihak yang terkait di wilayah studi. Bentuk kerjasama yang dikembangkan pada prinsipnya dapat memenuhi kebutuhan dasar bagi para pihak terkait tersebut, khususnya bagi para nelayan. Untuk kawasan Teluk Jakarta, keberadaan Pulau Untung Jawa yang berdekatan dengan kawasan pariwisata dapat dikembangkan untuk mendukung kerjasama ekonomi antar pihak-pihak terkait di wilayah studi. Kerjasama ekonomi yang dikembangkan dititikberatkan pada diversifikasi usaha hasil produksi dari bagan tancap maupun rakit kerang hijau, seperti pengembangan industri kerajinan kulit kerang hijau, peningkatan kualitas pengolahan hasil perikanan untuk konsumsi wisatawan (seafood), serta pengembangan industri-industri pengolahan hasil produksi perikanan.
Relokasi Wilayah Kerja Nelayan Pelaksanaan relokasi diarahkan pada upaya pemanfaatan ruang perairan secara optimal. Berdasarkan analisis kesesuaian ruang yang dilakukan, maka penempatan-penempatan bagan tancap maupun rakit kerang hijau yang ada di kawasan yang kurang sesuai perlu di relokasi ke kawasan-kawasan yang dikategorikan sangat sesuai. Upaya relokasi ini dapat pula didukung melalui pengembangan pemanfaatan bagan apung sebagai salah satu alternatif peningkatan kegiatan budidaya perikanan selain dengan menggunakan bagan tancap. Pola pengaturan yang dapat dilakukan adalah menempatkan setiap bagan apung untuk dikelola oleh tiga orang nelayan secara bersama-bersama baik kepemilikannya maupun pemanfaatannya.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
74
Implementasi Hukum Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang di wilayah laut yang direncanakan dapat terwujud dan terjaga. Kegiatan penertiban merupakan upaya pengembalian tindakan berupa pengenaan sanksi baik berupa sanksi administrasi (pembatalan ijin, pencabutan hak), sanksi perdata (pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain) dan sanksi pidana (penahanan/kurungan). Penertiban harus didukung oleh aparat yang benar-benar memahami aturan-aturan yang diterapkan. Di lapangan, aparat diarahkan untuk dapat menciptakan suatu sinergi yang baik dengan masyarakat. Secara jangka panjang, upaya penertiban sebaiknya diiringi dengan upaya komunikasi yang terbuka serta edukasi/pendidikan yang berkesinabungan demi terciptanya suatu kesadaran publik (publik awareness)”.
E. Contoh Strategi Rencana Tata Ruang Laut Kabupaten Minahasa Utara
1) Strategi Perencanaan Tata Ruang Laut
Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Strategi Ekologi
Strategi Penataan Kawasan Budidaya Perairan dan Perikanan Tangkap
Strategi Pengembangan Sarana dan Prasarana
Strategi Penataan Kegiatan Sosial, Ekonomi dan Budaya
2) Strategi Pengembangan Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Minahasa
Utara
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Kapasitas Sarana dan
Prasarana
Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelauatan Secara
Optimal
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
75
10
TABEL : STRATEGI PENGEMBANGAN SERTA IMPLIKASI SEBAB AKIBAT
PRASARANA DAN SARANA
No. Strategi Faktor Penentu Dampak
1 Peningkatan kualitas
dan kuantitas sarana
dan prasarana dasar
1. Penambahan sarana listrik dan
air bersih.
2. Penambahan sarana komuni-kasi.
1. Peningkatan kualitas produksi hasil perikanan
2. Memperlancar pemasaran hasil produksi
3. Peningkatan efektifitas operasi penangkapan
2 Peningkatan
aksesibilitas
1. Perbaikan dan penambahan
sarana dan prasrana transportasi
darat.
2. Perbaikan dan penambahan sa-
rana transportasi laut.
3. Perbaikan dan penambahan sa-
rana dan prasarana transportasi
udara
1. Memperlancar pema-saran hasil produksi
2. Memperlancar distribusi hasil produksi dan sarana
produksi/ operasi penangkapan ikan
3. Menekan biaya produksi dan biaya pemasaran serta
meningkatkan nilai hasil produksi
3 Optimalisasi Fungsi
PPI/ TPI
1. Peningkatan produksi perikanan.
2. Pembangunan PPI di Likupang
Barat
3. Penambahan dan perbaikan
fasilitas TPI
4. Penambahan sarana komunikasi
5. Penambahan cold storage
6. Pengadaan pabrik es
7. Penambahan industri pengolahan
1. Peningkatan volume dan kualitas hasil produksi
perikanan
2. Memperlancar pemasaran hasil produksi
3. Memperlancar distribusi hasil produksi dan sarana
produksi/ operasi penangkapan ikan
4. Menekan biaya produksi dan biaya pemasaran serta
meningkatkan nilai hasil produksi
4 Peningkatan kualitas
dan kuantitas sarana
/prasarana produksi.
1. Penambahan dan perbaikan unit
penangkapan
2. Peningkatan sarana/prasarana
budidaya
3. Pengadaan lembaga permodalan
1. Peningkatan volume dan ku-alitas hasil produksi
perikanan
2. Pembangunan dan pengembangan sarana prasarana
3. Peningkatan produksi perikanan
4. Penambahan cold storage
5. Pengadaan pabrik es
6. Penambahan industri pengolahan.
Sumber : Hasil Rencana.
11
TABEL : STRATEGI PENGEMBANGAN SERTA IMPLIKASI SEBAB AKIBAT
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
No. Strategi Faktor Penentu Dampak
1. Pemanfaatan Perikan-
an dan Kelautan seca-
ra optimal.
1. Pemetaan pola migrasi ikan
2. Pemetaan potensi sumberdaya perikanan dan
kelautan
3. Pelestarain dan rehabilitasi mangrove
4. Pembatasan pembukaan hutan mangrove
5. Pelestarian dan rehabilitasi terumbu karang
6. Penggunaan alat tangkap yang ramah
lingkungan
7. Pengelolaan limbah
8. Zonasi wilayah pesisir
9. Resolusi konflik pemanfaatan lahan
2. Zonasi wilayah pesisir
dan laut secara par-
tisipatif
1. Pemetaan potensi sumberdaya perikanan dan
kelautan
2. Pemetaan migrasi ikan
1. Resolusi konflik pemanfaatan lahan
2. Pengelolaan limbah
3. Pengembangan alat tangkap ramah
lingkungan
4. Pembatasan pembukaan hutan
mangrove.
3. Penegakan dan ketaa-
tan hukum dalam
pengelolaan sumber-
daya perikanan dan
kelautan
1. Pengembangan alat tangkap ramah
lingkungan
2. Pengelolaan limbah
1. Pelestarian dan Rehabilitasi Mangrove
2. Pembatasan pembukaan hutan
mangrove
3. Pelestarian dan Rehabilitasi Terumbu
Karang
4. Zonasi wilayah pesisir dan lautan
4. Pengelolaan sumber-
daya perikanan dan
kelautan secara ter-
padu
1. Pengembangan alat tangkap yang ramah
lingkungan
2. Resolusi konflik pemanfaatan daerah
penangkapan
3. Pemetaan migrasi ikan
Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan
kelautan secara berkelanjutan
Sumber : Hasil Rencana.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
76
F. Contoh Indikasi Program Rencana Tata Ruang satu sektor tertentu:
No. Program Proyek Tahun
1 2 3 4 5
1 Peningkatan SDM
Nelayan
Sosialisasi Rencana *
Pelatihan budidaya *
Pengenalan Program
Relokasi Wilayah Kerja
*
2 Relokasi Wilayah
Kerja Nelayan
Pemilihan nelayan *
Pelaksanaan *
Monitoring *
3 Bantuan Kredit
Usaha Nelayan
Kredit pembangunan bagan *
Kredit pengelolaan bagan *
Kredit usaha kerajinan *
Kredit pemilikan kapal *
4 Pengembangan
Pasca Panen
Peningkatan kemampuan
managemen
*
Pelatihan
pengelolaan/budidaya
*
Pelatihan usaha kerajinan *
Penyuluhan Pemasaran *
Pendampingan masyarakat *
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
77
G. Contoh Indikasi Program Rencana Tata Ruang Multi Sektor:
25
TABEL : INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN PER ZONA PENGEMBANGAN DI WILAYAH
PERENCANAAN TAHUN 2006 – 2016
Zona Pengembangan
Jenis Kegiatan
Rencana Program Tahapan Pembangunan
Sumber Pembiayaan
Intsansi Penanggung Jawab
Tahap I Th. 2006 - 2011
Tahap IITh. 2011 - 2016
I. Kawasan Wori 1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan danBappeda Kabupaten Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan perumahan. APBD/Pemda
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kab.Minahasa Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas Pemerintah. APBD/Pemda
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas : pendidikan, kesehatan, keagamaan, dll.
APBD/PemdaSwasta
Dinas PU, dan Bappeda Kab.Minahasa Utara
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan).
APBD/PemdaSwasta
Dinas PU, dan Bappeda Kab.Minahasa Utara
6. Konsulidasi tanah dan pembangunan tempat pendaratan ikan (TPI)
APBD/PemdaSwasta
Dinas PU, DKP, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
7. Konsulidasi tanah dan pembangunan pelabuhan penyeberangan
APBD/PemdaSwasta
Dinas PU, Bappeda, dan Dinas Perhub. Kab.Minahasa Utara
8. Pengembangan sektor pertanian pangan lahan kering (perkebunan/ kebun ladang)
APBN/APBD Swasta
Dinas Pertanian Kab.Minahasa Utara
26
Sambungan Hal 56
9. Konservasi hutan lindung. APBN/APBD Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara
10. Lindung preservasi (resapan air, sempadan pantai, dan sungai).
APBD I/II Dinas PU, Bappeda, dan DKP Kabupaten Minahasa Utara
11. Konservasi hutan mangrove. APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
12. Konservasi terumbu karang. APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
13. Prasarana dasar : air bersih, listrik, dan telekomunikasi
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
14. Pembangunan dermaga APBD I/II/Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
15. Pembangunan Kantor TPIAPBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
16. Pembangunan Ice Storage APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
17. Pembangunan kedai pesisirAPBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
18. Jasa pariwisata (Hotel, resort, dan sarana pendukungnya lainnya
APBD I/II/Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
78
27
II. Kawasan Likupang Barat
1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan perumahan.
APBD/Pemda/Swasta
Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas Pemerintah.
APBD/Pemda/Swasta
Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas : pendidikan, kesehatan, keagamaan, dll.
APBD/Pemda/Swasta
Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan).
APBD/Pemda/Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
6. Konsulidasi tanah dan pembangunan Pelabuhan Perikanan (PPi)
APBD/Pemda/Swasta
Dinas PU, DKP, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
7. Konsulidasi tanah dan pembangunan dermaga
APBD/Pemda/Swasta
Dinas PU, Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
8. Pembangunan break waterAPBN/APBD/ Swasta
Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa Utara
9. Pembangunan kolam pelabuhan APBN/APBD Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara
10. Pembangunan TPI APBD I/II Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
11. Pembangunan kantor TPI APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
Sambungan Hal 57
28
12. Pembangunan pasar ikan APBD I/II Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
13. Pembangunan Pabrik es APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
14. Pembangunan Ice Storage APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
15. Pembangunan Cold Storage APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
16. Pembangunan Cool Room APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
17. Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
18. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel,
resort, dll)
APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
19. Konservasi hutan lindung APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan
dan Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
20. Lindung preservasi (resapan air, sempadan
pantai, dan sungai
APBD/
Pemda/
Swasta
Dinas PU, DKP, dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
21. Konservasi hutan mangrove APBD/
Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
22. Konservasi terumbu karang APBD/
Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
Sambungan Hal 58
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
79
29
III. Kawasan
Likupang Timur
1. Rencana penyebaran jumlah
penduduk
APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan,
dan Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan
perumahan.
APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan
fasilitas Pemerintah.
APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan
fasilitas : pendidikan, kesehatan,
keagamaan, dll.
APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan
infrastruktur (jalan dan jembatan).
APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
6. Konsulidasi tanah dan pembangunan
tempat pendaratan ikan (TPI)APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, DKP, dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
7. Konsulidasi tanah dan pembangunan
pelabuhan penyeberangan (dermaga) APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, Bappeda, dan
Dinas Perhub. Kabupaten
Minahasa Utara
8. Pembangunan Ice Storage APBN/APBD/
Swasta
Dinas Pertanian Kabupaten
Minahasa Utara
9. Pembangunan kantor TPI APBN/APBD Dinas Kehutanan
Kabupaten Minahasa Utara
10. Pembangunan pasar ikan APBD I/II Dinas PU dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
Sambungan Hal 59
30
11. Pembangunan Ice Storage APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
12. Pembangunan kedai pesisir APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
13. Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
14. Pembangunan jasa dan pariwisata
(hotel, resort, dll)
APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
15. Konservasi hutan lindung APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
16. Lindung preservasi (resapan air,
sempadan pantai, dan sungai
APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
17. Konservasi hutan mangrove APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
18. Konservasi terumbu karang APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
VI Kawasan
Kema
1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan,
dan, Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan
perumahan.
APBD/
Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan
fasilitas Pemerintah.
APBD/
Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
Sambungan Hal 60
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
80
31
Sumber : Hasil Rencana Tim RTR Pesisir dan Laut Kabupaten Minahasa Utara tahun 2006
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan
fasilitas : pendidikan, kesehatan,
keagamaan, dll.
APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan
infrastruktur (jalan dan jembatan).
APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
6. Peningkatan kualitas tempat pelelangan
ikan (TPI)
APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
7. Peningkatan kualitas dermaga APBD/Pemda/
Swasta
Dinas PU, Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
8. Pembangunan kedai pesisir APBN/APBD/
Swasta
Dinas Pertanian Kabupaten
Minahasa Utara
9. Pembangunan Ice Storage APBN/APBD Dinas Kehutanan Kab.
Minahasa Utara
10 Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II Dinas PU & Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
11. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel,
resort, dll)
APBD I/II Dinas PU, DKP & Bappeda
Kab. Minahasa Utara
12. Pengembangan tanaman pangan lahan
kering
APBD I/II Dinas PU, DKP & Bappeda
Kab. Minahasa Utara
14. Lindung preservasi (resapan air,
sempadan pantai, dan sungai
APBD I/II/
Swasta
Dinas PU, DKP & Bappeda
Kab. Minahasa Utara
Sambungan Hal 61
H. Contoh Mekanisme Kelembagaan Rencana Tata Ruang Multi Sektor
33
KERANGKA KERJA SISTEM KELEMBAGAAN
Pemkab. Minahasa Utara
MOUPranata PendukungPromosi Gagasan
PemPUS PemPROV
Penggalangan StakeholderKebijakan PengembanganFasilitasi Kerjasama & Promo Subsidi PSD Strategis
PembentukanOtoritas PengembanganPeriikanan Terpa du dan kegiatanWisata Daerah
Elemen:PemprovPemkab. Minahasa Utara
PemberdayaanDinas Terkait UntukPengembangan Kegiatan Perikanan Dan Wisata Di Wilayah Perencanaan
Konsorsium :Pemda
BUMDSwastaKoperasi Masy Lokal
Action Plan Pengembangan Fisik & AktivitasPenggalangan InvestasiBussiness PlanPelaksanaan PengembanganPengelolaan Dampak
Pengembangan & Pengelolaan Berkelanjutan meliputi :
Fisik, Kegiatan, Kerjasama dan Promosi
PERSIAPAN PEMANTAPAN PELAKSANAAN
FasilitasKoordinasi
Bantek
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
81
34
STRUKTUR SISTEM KELEMBAGAAN
ACTION PLAN PENGEMBANGAN FISIK & AKTIVITASPENGGALANGAN INVESTASIBUSSINESS PLANPELAKSANAAN PEMBANGUNANPENGELOLAAN DAMPAKPENGEMBANGAN & PENGELOLAAN BERKELANJUTAN MELIPUTI:FisikKegiatanKerjasama dan Promosi
DEVISI
PENGEMBANGAN
ZONA II
DEVISI
PENGEMBANGAN
ZONA III
Fasilitasi dan Bantuan KoordinasiPenugasan, Monitoring & SupervisiPelaporan dan Pertanggung Jawaban
SISTEM MANAJEMEN PENGEMBANGAN DAERAH
ELEMEN PROV Sul: Dinas KP, Dinpar, Dinas PU, BKPMD, sesuai kebutuhan
ELEMEN PEMKAB Minut : Dinpar, Dinas PU, BKPMD, Dinperindag, Dinkop-UKM, Din-Kelautan Perikanan, Dinnaker dll sesuai kebutuhan.
DEPARTEMEN PARIWISATA & SENI BUDAYA
DEPARTEMEN
PEKERJAAN
UMUM
FasilitasiBantek
FasilitasiBantek
FORUM KERJASAMAPEMPROV SULAWESI UTARA – PEMKAB
MINAHASA UTARA
Penugasan Monitoring dan Supervisi
Penggalangan StakeholderKebijakan Pengembangan
Fasilitasi Kerjasama dan Promosi Subsidi PSD Strategis
DEPARTEMEN
KELAUTAN DAN
PERIKANAN
DEVISI
PENGEMBANGAN
ZONA I
DIVISI
PENGEMBANGAN
ZONA IV
PEMBERDAYAAN DINAS TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN DAN
WISATA Di MINAHASA UTARA DAN SEKITARNYA
Ket :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
82
Masukan dari Konsinyasi :
Pak Pandu
1. Pendekatan ruang laut meliputi permukaan, kolom, dasar;
2. Pendekatan horizontal;
3. Pendekatan waktu;
4. Valuasi ekonomi;
5. Multifungsi wilayah laut;
Pak Sigit
1. Istilah zonasi dan ruang (jangan dipertentangkan..) RTR
dituangkan dalam peta 2D, shg zonasi merupakan cara penuangan
/ menyederhanakan ruang 3D menjadi ruang / peta 2D; zonasi
merupakan terjemahan/proyeksi dari layer-layer mulai permukaan,
kolom sd dasar laut;
2. Pada pendahuluan atau latar belakang disebutkan bahwa sebelum
penyusunan juknis, belum muncul PR dan UUPWP3K. Sehingga
dimungkinkan adanya penyesuaian di kemudian hari. Pada UU
PWP muncul zonasi yang komplemen dg RTR yang bisa dipadu-
serasikan. Ada semacam tinjauan secara keseluruhan antara
wilayah darat dan laut dalam penyusunan RTR;
3. Batas kawasan perencanaan sesuai dengan bts adm, karena akan
dilegalkan. Perlu analisis wilayah perencanaan yang bersifat lebih
detail, yang mungkin sifatnya lintas batas adm. Btas kawasan
sesuai administrasi tidak berlaku pada RTR detail, yang bisa adm
maupun fungsional,dll.
4. Mengenai pendekatan analisis, perlukah analisis seperti menyusun
RTR darat (analisis ekonomi,fisik, sosbud, dll)??. Penyusunan RTR
di laut lain obyeknya, sebaiknya pendekatan sifatnya riil, sederhana
tapi logis. Misalnya dg melihat wilayah perencanaan dari wil
geografis. Contoh laut jawa, dilihat ada kepentingan apa yang
bermain disitu, contoh pelayaran, perikanan tangkap, dll.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
83