buku saku bergambar pengenalan dan pengendalian...
TRANSCRIPT
-
DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA
2017
BUKU SAKU BERGAMBAR PENGENALAN DAN
PENGENDALIAN OPT CABAI
-
ISBN :
BUKU SAKU BERGAMBAR PENGENALAN DAN
PENGENDALIAN OPT CABAI
Tim Penyusun :
Ginting Tri Pamungkas
Shinta Ramadhani
Heny Novriyanty
Antoni Setiawan
Suputa
Penyunting :
Nadra Illiyina Chalid
Enung Hartati S
Aneng Hermami
DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA
JAKARTA
2017
-
Cabai adalah salah satu komoditas sayuran yang mempunyai
keunggulan komparatif dan kompetitif yang banyak diusahakan
oleh petani dalam berbagai skala usahatani. Beberapa kendala
yang dihadapi antara lain adanya Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT). Upaya pengendalian OPT pada tanaman cabai
perlu mendapat perhatian dalam mendukung peningkatan
produksi. Informasi tentang cara pengendalian yang aman, efektif
dan efisien serta aplikatif di tingkat lapang perlu terus
dikembangkan dan disebarluaskan.
Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan pengetahuan
dan keterampilan petugas perlindungan tanaman dalam
mengambil keputusan pengendalian OPT di lahan, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dan untuk mengikuti kemajuan
teknologi pengendalian maka Direktorat Perlindungan Hortikultura
perlu menerbitkan buku saku bergambar Pengenalan dan
Pengendalian OPT Cabai.
Buku saku bergambar ”Pengenalan dan Pengendalian OPT
Cabai” disusun dari berbagai sumber seperti literatur, pengamatan
di lapangan, serta wawancara dan konsultasi dengan berbagai
narasumber perlindungan baik dari lembaga penelitian maupun
dari perguruan tinggi. Buku saku ini disusun untuk membantu
tugas pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT)/PHP
serta untuk petugas teknis yang menangani perlindungan baik di
Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten maupun di Balai Proteksi
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) dalam upaya
menanggulangi serangan OPT cabai di lapangan.
KATA PENGANTAR
Jakarta, Oktober 2017
Direktur Perlindungan Hortikultura,
Ir. RR. Liliek Sri Utami, M.Sc
NIP. 19600516 198503 2 001
-
DAFTAR ISI
B. Penyakit
1. Ulat tanah Agrotis ipsilon
2. Uret Holotrichia sp.
3. Orong-orong Gryllotalpa sp.
4. Siput Achatina sp.
5. Lalat pengorok daun Liriomyza sp.
6. Ulat grayak Spodoptera litura
7. Ulat buah Helicoverpa armigera
8. Kutukebul Bemisia tabaci
9. Kutudaun Myzus persicae
Aphis gossypii
10. Trips Thrips parvispinus
11. Tungau Polyphagotarsonemus latus
12.
Tetranychus sp.
Lalat buah Bactrocera sp.
A. Hama
1. Antraknosa
2. Layu Fusarium
3. Layu Bakteri
4. Gemini Virus
5. Bercak Daun (Cercospora)
6. Busuk Buah (Phytophthora)
-
1. Persiapan Lahan
➢ Pembersihan lahan : tunggul, akar, sisa tanaman
sebelumnya dan gulma dikumpulkan lalu
dimusnahkan/dibakar.
➢ Tanah dicangkul sedalam 30 – 40 cm dan
dibalikkan. Bongkahan tanah di atas bedengan
dibalikkan dan dihancurkan sampai halus.
Pengolahan tanah dilakukan secara bertahap
sebanyak 3 – 4 kali dengan waktu 5 – 7 hari setiap
tahapnya, dengan tujuan agar tanah cukup terjemur
oleh sinar matahari sehingga OPT tanah mati.
➢ Pada lahan bekas sawah (khusus di dataran
rendah) yang beririgasi teknis dibuat bedengan-
bedengan pertanaman dengan lebar 1,5 atau 1,8
meter (panjang disesuaikan dengan keadaan
lahan).
KONSEPSI PENGENDALIAN HAMA TERPADU
-
➢ Antar bedengan dibuat parit dengan lebar 50 cm dan
kedalaman 50 cm. Tanah galian dari parit galian di
sekitar bedengan diangkat ke atas bedengan dan
dibiarkan terjemur sinar matahari ± 7 hari.
➢ Kemasaman tanah diukur, jika pH < 6 diberi dolomit
atau kapur pertanian (kaptan) pada 3 – 4 minggu
sebelum tanam (pH < 5,5 : 5,8 ton/ha; pH < 5,0 : 7,8
ton/ha; pH < 4,5 : 10,7 ton/ha; pH < 4,0 : 13,0
ton/ha). Disebar rata sedalam lapisan olah, supaya
pH tanah menjadi ± 6,0.
➢ Penambahan Trichoderma spp. dan Pseudomonas
fluorescens (Pf) untuk mengendalikan patogen tular
tanah seperti layu fusarium, layu bakteri pada
pengolahan tanah terakhir sebelum membuat
bedengan atau lubang tanam. Menggunakan
kompos yang sudah matang (terfermentasi
sempurna) dan bebas OPT dengan penambahan
Trichokompos 20 ton/ha, dan Pf konsentrasi 10
ml/liter air dengan dosis 200 cc/tanaman.
-
➢ Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi, dan jerami di dataran rendah
mengurangi penyakit tular tanah terutama di
musim hujan, dan mengurangi infestasi
serangga aphid yang merupakan vektor virus.
2. Perlakuan Benih
➢ Menggunakan benih unggul bermutu.
➢ Sebelum disemai, benih diberi perlakuan
dengan perendaman Plant Growth Promoting
Rhizobacter (PGPR) selama 6 – 12 jam
dengan dosis 10 – 20 ml PGPR per liter air.
3. Penyemaian
➢ Benih cabai disemai di tempat persemaian
selama kira-kira 5 minggu sebelum ditanam di
lapangan.
➢ Selama di persemaian, bibit cabai dipelihara
secara intensif. Bibit yang sehat selama di
persemaian turut menentukan keberhasilan
pertanaman cabai selanjutnya di lapangan. OPT
yang banyak menyerang di persemaian : Trips,
kutukebul, penyakit tepung berbulu, layu
fusarium dan rebah kecambah.
-
Upaya pengendalian dilakukan sebagai berikut :
➢ Pengendalian secara fisik : sejak benih disebar,
tutup persemaian menggunakan kain nylon,
katun atau kawat dengan kerapatan 50
mesh/cm2. Daun yang terserang tepung berbulu
dipetik dan bibit yang terserang rebah
kecambah dicabut, lalu dimusnahkan.
➢ Induksi ketahanan terhadap virus kuning:
lakukan imunisasi dengan cara menginokulasi
ekstrak nabati bunga pukul empat,
daun bunga pagoda, atau bayam duri pada
umur tanaman 20 hari setelah semai atau sudah
keluar 4 daun sejati.
Gambar 1. (a) Daun bunga pagoda; (b) bunga pukul
empat; dan (c) daun bayam duri
a
b c
-
Perbandingan konsentrasi antara daun tanaman
pagoda/bunga pukul empat dan buffer fosfat adalah 1 : 3,
ditambah carborundum (0,2 gram) kemudian dioleskan
atau disemprotkan pada persemaian cabai untuk
mengaktifkan gen pertahanan tanaman secara sistemik.
Bila terjadi serangan berat penyakit tepung berbulu,
lakukan penyemprotan dengan fungisida bahan aktif
propamokarb hidroklorida (1 ml/l) atau mankozeb 80% (2
g/l).
➢ Seminggu sebelum bibit ditanam ke lapangan,
naungan dan tutup kain kassa dibuka untuk
menyesuaikan bibit dengan keadaan dilapangan.
➢ Pengerodongan persemaian untuk pencegahan vektor
virus kuning (kutukebul)
➢ Pembibitan/persemaian: penyemprotan Metarhizium
anisopliae di dalam kerodong ke tanaman. Deteksi
awal keberadaan kutukebul (Bemissia tabaci) dengan
perangkap likat kuning dipasang pada lokasi
pembibitan/persemaian
-
4. Tanam
➢ Pengaturan jarak tanam : bila musim hujan
bedengan ditinggikan dan jarak tanam lebih lebar.
Pencelupan bibit sebelum tanam dalam PGPR
dosis 10-20 ml PGPR per liter air
➢ Companion Planting / tanaman border / perangkap
diantaranya jagung, orok-orok, tagetes, bunga
matahari, wijen. Jagung untuk mengendalikan
hama kutu, bunga matahari untuk pelestarian
musuh alami, tagetes sebagai penolak nematoda.
Gambar 2. Berbagai tanaman
perangkap/border
-
Pemasangan perangkap :
➢ Untuk menekan populasi trips, kutudaun,
kutukebul, dan tungau dipasang perangkap
likat warna kuning sebanyak 40 buah/ ha.
Perangkap tersebut dipasang pada saat
tanam.
➢ Pemberian pupuk organik cair (POC) setelah
tanam 10-20 ml/liter air dosis 200 cc/tanaman
➢ Menggunakan kompos yang sudah matang
(terfermentasi sempurna) dan bebas OPT
dengan penambahan Trichokompos dosis 20
ton/Ha
Gambar 3. Penggunaan Trichokompos dan
perangkap likat kuning
-
➢ Untuk monitoring dan
menekan populasi lalat buah
dipasang perangkap atraktan
lalat buah sebanyak 20
buah / ha, yang dipasang
menjelang fase pembungaan
pada tanaman cabai .
➢ Untuk monitoring dan
menekan populasi hama
ulat bawang dipasang
perangkap Feromon sex
sebanyak 20 buah/ha
atau perangkap lampu 16
unit/ha.
➢ Pengendalian secara
mekanik dilakukan dengan
cara mengumpulkan
kelompok telur dan larva S.
exigua (pembutitan) lalu
memusnahkannya,
dilakukan pada umur 7 - 35
hari setelah tanam
-
5. Pengamatan dan Tindakan Pengendalian OPT
Pengamatan
Petani melakukan pengamatan rutin setiap hari secara
bergantian dalam satu kelompok tani (buat jadwal
pembagian pengamatan OPT) .
Tindakan Pengendalian OPT
Dalam PHT dikenal 2 (dua) strategi untuk mencegah
timbulnya kerusakan tanaman oleh gangguan OPT, yaitu
melalui tindakan pengendalian pre-emptif dan tindakan
pengendalian responsif.
❖ Tindakan pengendalian pre-emptif disusun dan
dikembangkan sebagai upaya agar tanaman
terhindar dari serangan OPT, serta sebagai upaya
pencegahan yang dalam pelaksanaannya
diintegrasikan dalam praktek budidaya tanaman
yang ramah lingkungan.
❖ Tindakan pengendalian responsif adalah tindakan
kuratif untuk menurunkan populasi hama ke tingkat
yang tidak merusak ataupun untuk menekan
perkembangan penyakit. Tindakan responsif
berdasarkan hasil monitoring dengan menggunakan
sarana pengendalian yang ramah lingkungan.
-
Tindakan pengelolaan pre-emptif :
a. Pemilihan bibit yang sehat
b. Pemilihan lahan/media yang tepat
c. Perlakuan pembenihan dengan agens antagonis
mIsalnya PGPR, Trichoderma spp., Gliocladium
spp., Pseudomonas fluorescens
d. Pengaturan jarak tanam atau jarak media tanam
(pot) dan drainase
e. Optimalisasi naungan sesuai dengan kebutuhan
tanaman
f. Pemupukan berimbang dengan bahan organik
yang cukup.
Tindakan pengelolaan responsif :
a. Berdasarkan monitoring
b. Bila ditemukan serangan awal dengan memotong
bagian yang sakit sehingga tidak menjadi sumber
serangan hama atau penyakit
c. Jika pada hasil monitoring ada serangan luas dan
membahayakan dapat menggunakan pestisida
sesuai dengan organisme sasaran dengan
mengikuti kaedah penggunaan pestisida yang baik
dan benar.
-
No Nama umum Nama ilmiah
1. Ulat tanah Agrotis ipsilon
2. Uret Holotrichia sp.
3. Orong-orong Gryllotalpa sp.
4. Siput Achatina sp.
5. Lalat pengorok daun Liriomyza sp.
6. Ulat grayak Spodoptera litura
7. Ulat buah Helicoverpa armigera
8. Kutukebul Bemisia tabaci
9. Kutudaun Myzus persicae
Aphis gossypii
10. Trips Thrips parvispinus
11. Tungau Polyphagotarsonemus latus
Tetranychus sp.
12. Lalat buah Bactrocera sp.
HAMA TANAMAN CABAI
-
Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
➢ Ulat berwarna hitam keabu-abuan
➢ Aktif pada senja hari
➢ Gejala serangan : ditandai dengan tanaman atau tangkai
daun rebah, karena dipotong pada pangkalnya
➢ Tanaman inang : tanaman muda yang baru ditanam
seperti cabai, tomat, terung, bayam, kangkung, paria,
kacang panjang, dll.
a
b
d
c
Gambar 1. (a). Kelompok telur (Cook et al. 2003), (b) Ulat tanah
(Balitsa); (c) Pupa ulat tanah (USGS Bee Inventory and
Monitoring Lab. 2014); (d) Imago ngengat ulat tanah (CABI.
2007)
-
Pengendalian
➢ Pengolahan tanah yang baik yaitu jeda waktuantara pengolahan awal dan akhir ± satu bulan.Hal itu dimaksudkan agar kepompong hamatersebut terjemur oleh sinar matahari dan mati.
➢ Penggunaan pupuk kandang atau kompos yangmatang (tidak berbau).
➢ Penggunaan umpan beracun berupa campurandedak (10 kg) + insektisida profenofos (100 ml).Umpan tersebut ditebarkan di atas bedenganpertanaman pada sore hari.
Gambar 4. Penggunaan pupuk dan pengolahan tanah
yang baik
-
Uret (Holotrichia sp. .)
➢ Larva berwarna putih dengan bentuk tubuh
membengkok
➢ Aktif pada senja hari
➢ Gejala serangan : ditandai dengan tanaman atau
tangkai daun rebah, karena dipotong pada pangkalnya
➢ Tanaman inang : tanaman muda yang baru ditanam
seperti cabai, tomat, terung, bayam, kangkung, paria,
kacang panjang, dll.
Gambar 3.(a). Telur uret; (b). Larva uret; (c). Imago uret; dan(d). Gejala serangan (http://agritech.tnau.ac.in)
a
c
a b
-
Pengendalian
➢ Pengolahan tanah yang baik yaitu jeda waktuantara pengolahan awal dan akhir ± satubulan. Hal itu dimaksudkan agar kepomponghama tersebut terjemur oleh sinar matahari danmati.
➢ Penggunaan pupuk kandang atau komposyang matang (tidak berbau).
➢ Penggunaan umpan beracun berupacampuran dedak (10 kg) + insektisidaprofenofos (100 ml). Umpan tersebut ditebarkandi atas bedengan pertanaman pada sore hari.
Gambar 4. (a-b) Pengolahan lahan sebelumtanam dan pemberian Trichoderma
a
b
-
Orong-orong (Gryllotalpa sp.)
➢ Serangga berwarna coklat kehitaman
➢ Aktif pada senja hari
➢ Gejala serangan : ditandai dengan tanaman atau tangkai
daun rebah, karena dipotong pada pangkalnya
➢ Tanaman inang : tanaman muda yang baru ditanam
seperti cabai, tomat, terung, bayam, kangkung, paria,
kacang panjang, bawang merah dll.
a
b
c
Gambar 5. (a) Telur orong-orong (Graaf, 2015); (b) Imago dewasa orong-orong; dan (c) Orong-
orong atau anjing tanah (Suputa et al. 2017)
-
➢ Pengendalian
➢ Pengolahan tanah yang baik yaitu jeda waktu
antara pengolahan awal dan akhir ± satu bulan.
Hal itu dimaksudkan agar kepompong hama
tersebut terjemur oleh sinar matahari dan mati.
➢ Penggunaan pupuk kandang atau kompos yang
matang (tidak berbau).
➢ Penggunaan umpan beracun berupa campuran
dedak (10 kg) + insektisida profenofos (100 ml).
Umpan tersebut ditebarkan di atas bedengan
pertanaman pada sore hari.
Gambar 4. Pengolahan lahan sebelum tanamdan aplikasi mulsa plastik
-
Keong/ Siput (Parmarion pupillaris dan
Bradybaena similaris)
➢ Aktif sepanjang hari hari
➢ Gejala serangan : daun berlubang-lubang kecil
➢ Tanaman inang : kubis, selada, sawi, dan tanaman muda
di pesemaian, dll.
Pengendalian
Aplikasi molukisida dengan bahan:
❖ Kacang babi (Tefhrosia vogelii)kandungan Theprosin dan deguelin
❖ Sembung (Blumea balsamifera)kandungan: borneol, sineol, limonen,
D.M eterfloroasetofnon
❖ Pinang (Arca cathecu)kandungan: oricoline
-
Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.)
➢ Serangga dewasa berupa lalat kecil yang berukuran
2 mm
➢ Larva aktif mengorok dan membuat lubang pada jaringan
daun
➢ Gejala serangan : pada daun terdapat bintik-bintik putih
dan alur korokan yang berwarna putih
➢ Tanaman inang : cabai, tomat, seledri, kentang,kangkung
Pengendalian ➢ Menjaga kebersihan lahan/sanitasi lahan dari
gulma➢ Penggunaan perangkap likat kuning➢ Penggunaan mulsa plastik dan pengolahan lahan
secara sempurna➢ Penggunaan insektisida yang diijinkan oleh Menteri
Pertanian
-
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
• Larva serangga menyerang daun tanaman dengan
meninggalkan sisa epidermis bagian atas, transparan
dan tinggal tulang daun
• Gejala serangan pada buah ditandai dengan timbulnya
lubang tidak beraturan pada buah. Serangan berat
menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah
habis dimakan, kejadian ini umumnya terjadi pada
musim kemarau
• Warna ulat bervariasi tergantung jenis makanannya
• Mempunyai tanda hitam yang menyerupai kalung pada
lehernya
• Aktif pada senja hari
• Tanaman inang : cabai, bawang merah, tomat, terung,
bayan, kangkung, paria, kacang panjang, dll.
-
Pengendalian
➢ Menjaga kebersihan lahan/sanitasi lahan dari gulma➢ Pengolahan tanah yang intensif
➢ Pengumpulan kelompok telur, larva (dapat dilakukan
hanya pada larva instar awal), pupa, dan bagian
tanaman yang terserang, kemudian memusnahkannya
➢ Penggunaan perangkap lampu atau feromon seks
untuk ngengat sebanyak 40 buah per hektar
➢ Pemanfaatan musuh alami patogen serangga (Sl-NPV/Spodoptera litura – Nuclear Polyhedrosis Virus),Bacillus thuringiensis, Metarhizium anisopliae,Beauveria bassiana, Nomuraea rileyi, predator(Carabidae, Andarallus sp., Rhinocoris fuscipes,Paederus fuscipes, Lycosa pseudoannulata), parasitoid(Cotesia ruficrus, Apanteles sp., Telenomusspodopterae, T. remus, Sturmia inconspicuoides,Trichogramma sp., Microplitis similis, Peribeae sp.,Eriborus argenteopilosus).
Gambar 9. (a) Sanitasi lahan, (b) pemasangan perangkap
lampu dan (c) Ulat yang terinfeksi NPV (Shepard et al,
1987)
-
Ulat buah (Helicoverpa armigera)
• Warna ulat bervariasi hijau kekuningan, hijau
kecoklatan atau hijau kehitaman
• Aktif pada senja hari
• Gejala serangan : timbulnya lubang-lubang pada buah
• Tanaman inang : tomat, cabai, jagung, kacang-
kacangan, dll.
Pengendalian
➢ Menjaga kebersihan lahan/sanitasi lahan
➢ Pencacahan (pembongkaran) tanah di sekitar tanaman
agar kepompong yang berada di dalam tanah terkena
sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati
➢ Pemungutan buah terserang (sebaiknya ketika masih
menggantung di tanaman) dan memusnahkan dengan
cara dibakar
Gambar 9. Gejala
serangan ulat buah
-
Kutukebul (Bemisia tabaci dan Trialeurodes
vaporariorum)
• Serangga dewasa berwarna putih dengan sayap
berwarna jernih yang ditutupi lapisan lilin yang
bertepung
• Imago kutukebul pengisap cairan daun dan ekskresinya
menghasilkan embun madu yang menjadi media untuk
tumbuhnya embun jelaga
• Gejala serangan : ditandai adanya bercak nekrotik pada
daun
• Serangga ini merupakan vektor penyakit virus gemini
• Tanaman inang dari kutu kebul adalah tomat, kentang,
cabai, semangka, terung, mentimun, tembakau, dll.
Gambar 9. a. Kutukebul pada daun (Balitsa); dan b. Gejala
serangan B. tabaci. Inset foto eksuvi nimfa dan imago
kutukebul pada permukaan bawah daun cabai (Suputa,
UGM)
-
Pengendalian
➢ Menjaga kebersihan lahan/sanitasi lahan dari gulma,
terutama babandotan, daun kancing dan ciplukan
➢ Penanaman tanaman pinggiran lahan tanam sebagai
penghalang (barrier) seperti jagung dan orok-orok
➢ Penanaman tanaman refugia untuk konservasi musuh
alami
➢ Tumpang sari antara tanaman cabai dengan tagetes
untuk mengurangi risiko serangan berat.
➢ Penggunaan kelambu di pesemaian untuk menghindari
infestasi dini
➢ Pemasangan perangkap likat kuning sebanyak 40
lembar/ha
➢ Aplikasi pestisida nabati (daun sirsak, nimba) dan
menggunakan ekstrak bunga pukul empat, bayam duri,
sirsak dan eceng gondok, sebagai inducer
a b
edc
Gambar 9. (a) Trialeurodes vaporariorum; (b) B. tabaci;
(c) perangkap likat kuning; (d) jagung sebagai tanaman penghalang;
dan (d) tanaman refugia
-
Kutudaun (Myzus persicae dan Aphis gossypii)
➢ Serangga kecil dengan warna yang bervariasi
➢ Nimfa dan imago menyerang daun-daun muda, dengan
cara menusuk dan mengisap cairan daun
➢ Aktif sepanjang hari
➢ Gejala serangan : ditandai dengan perubahan tekstur daun
menjadi keriput, terpuntir, berwarna kekuningan,
pertumbuhan tanaman kerdil, daun menjadi layu dan
akhirnya mati
➢ Tanaman inang kutudaun lebih dari 400 jenis tanaman,
antara lain cabai, kentang, tembakau, mentimun,
semangka, tomat, petsai, bawang merah, dll.
➢ Kutudaun merupakan vektor penyakit virus
a b
Gambar 9. (a) Kutudaun persik (Myzus persicae);
(b) Kutudaun kapas (Aphis gossypii); sumber Balitsa
-
Pengendalian
➢ Pemasangan perangkap likat warna, biru, putihatau kuning sebanyak 40-50 buah/ha sejakpenanaman.
➢ Penggunaan mulsa plastik perak (di datarantinggi) yang dapat memantulkan cahayamatahari, sehingga dapat menghalau kutudaun.
➢ Pemanfaatan musuh alami kutudaun sepertipredator Coccinella sp., patogen seranggaBeauveria bassiana, Aspergillus sp., Entomophthorasp., Metarhizium anisopliae, dan Verticillium lecanii.Penyemprotan patogen serangga dilakukansecara rutin mulai tanaman berumur 1 minggudengan interval 1 minggu.
Gambar 9. (a) Kutudaun bersayap (Suputa, UGM); (b) Imago
Aphidius colemani sedang mamarasit aphids (inset aphids
yang terparasit berlubang yang merupakan pintu keluarnya
anak parasitoid); (c-d) perangkap likat kuning dan mulsa
a b
c d
-
Trips (Thrips spp.)
➢ Nimfa dan imago menggaruk dan mengisap cairan
daun
➢ Warna nimfa kuning pucat sedangkan imago kuning
sampai coklat kehitaman
➢ Aktif sepanjang hari
➢ Gejala serangan : daun tampak keriput, mengeriting
dan melengkung ke atas
➢ Tanaman inang : bawang merah, cabai, terung,
tembakau, kopi, ubi jalar, semangka, kentang, tomat,
dll.
Gambar 9. (a) Imago trips; (b) gejala serangan pada daun
-
Pengendalian
➢ Pemasangan perangkap likat warna, biru, putihatau kuning sebanyak 40-50 buah/ha sejakpenanaman
➢ Penggunaan mulsa plastik perak➢ Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi,
dan jerami (terutama yang sudah busuk) didataran rendah untuk mengurangi gulma
➢ Pengairan yang cukup merupakan salah satu carapengendalian yang tepat untuk trips
➢ Penanaman cabai dengan kubis atau tomatsecara tumpang sari dapat menekan populasitrips, kutu daun, dan lalat buah
➢ Penanaman tanaman penghalang (barrier)misalnya jagung, tagetes, orok-orok, dan kacangpanjang
Gambar 17.
(a) Tumpangsari cabai; (b) jagung
sebagai tanaman border; (c) jerami
sebagai mulsa dan (d) penanaman
cabai di screen house
a b c
d
-
Tungau (P. latus dan Tetranychus sp.)
• Warna tubuh tungau teh kuning kuning transparan
sedangkan tungau merah berwarna kuning
kemerahan
• Gejala serangan ditandai dengan timbulnya warna
seperti tembaga pada permukaan bawah daun, tepi
daun mengeriting, daun menjadi kaku dan
melengkung ke bawah (seperti sendok terbalik). Pada
serangan berat, tunas dan bunga gugur
• Tanaman inang tungau lebih dari 57 jenis tanaman,
antara lain cabai, tomat, teh, karet, dll.
Gambar 18.
(a) Imago tungau; (b) gejala serangan pada daun
cabai
-
Lalat buah (Bactrocera spp.)
• Serangga dewasa lalat buah menyerupai lalat rumah
dengan panjang tubuh berkisar antara 6 - 8 mm
• Gejala serangan ditandai dengan terdapatnya titik
hitam pada pangkal buah cabai tempat serangga
dewasa memasukkan telur. Belatung (larva)
memakan daging buah yang merupakan sumber
infeksi oleh jasad renik lainnya, sehingga buah busuk
dan jatuh
• Tanaman inang lalat buah lebih dari 20 jenis macam
tanaman buah-buahan dan sayuran, antara lain,
cabai, mentimun, pisang, belimbing, mangga dan
apel
Gambar 18.
(a) Imago lalat buah;
(b-c) gejala serangan pada
tanaman cabai
a
b
c
-
Pengendalian
➢ Tumpang sari tanaman cabai dengan kubis atau tomat
dapat menekan populasi lalat buah dan pengaturan
jarak tanam yang tidak terlalu rapat
➢ Mengumpulkan buah yang busuk yang terinfestasi lalat
buah ke dalam tong sampah yang ditutup dengan kain
kasa dengan tujuan agar parasitoid lalat buah dapat
keluar melalui lubang kain kasa, sedangkan larva lalat
buah tidak berkembang menjadi imago
➢ Penggunaan perangkap beratraktan, dan dipasang
pada cabang pohon setinggi 2 – 3 m dari permukaan
tanah atau pada ketinggian tajuk terendah dari tanaman
➢ Pengasapan dengan cara membakar seresah/jerami
untuk mengusir lalat buah yang datang ke pertanaman
➢ Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid dari famili
Braconidae (Biosteres sp., Opius sp.),
Aceratoneuromyia indica. Kelompok predator yang
menjadi musuh alami lalat buah seperti dari famili
Formicidae (semut), Solenopsis geminate, Arachnidae
(laba-laba), Staphylinidae (kumbang), Demaptera
(cocopet), Chrysoperta carnea, dan patogen serangga
Bacillus thuringiensis
a
Gambar 19. (a) Tumpangsari cabai; (b) perbanyakan
parasitoid
b
-
PENYAKIT PADA TANAMAN CABAI
PENYAKIT ANTRAKNOSA (PATEK)
Penyebab : Cendawan Colletotrichum capsici
dan Colletotrichum gloeosporioides
Penyakit antraknosa atau patek ini merupakan
momok bagi para petani cabai karena bisa
menghancurkan panen hingga 20-90 % terutama
pada saat musim hujan.
Gejala :
Ditandai buah busuk berwarna kuning-coklat
seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh
busuk basah yang terkadang ada jelaganya
berwarna hitam.
Sedangkan pada biji dapat menimbulkan
kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi
kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah.
-
Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati
pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu
daun dan batang yang menimbulkan busuk kering
warna cokelat kehitam-hitaman.
Gambar 20. Gejala penyakit antraknosa
-
Pengendalian Kuratif :
Memusnahkan bagian tanaman terinfeksi,
Penggunaan fungisida fenarimol, triazole,
klorotalonil, dll. khususnya pada periode
pematangan buah dan saat curah hujan cukup
tinggi.
Fungisida diberikan secara bergilir untuk satu
penyemprotan dengan penyemprotan
berikutnya, baik yang sistemik atau kontak
atau bisa juga gabungan keduanya.
-
LAYU FUSARIUM
Penyebab : Cendawan Fusarium spp.
Penyakit ini ditakuti karena jika tanaman sudah
terinfeksi, tanaman tersebut tidak bisa diobati atau
disembuhkan. Penyakit layu fusarium bisa
menghabisi seluruh tanaman dan menyebabkan
gagal panen. Layu fusarium bisa menyerang kapan
saja, baik di musim kemarau maupun pada musim
hujan. Penyebaran cendawan dibantu oleh air,
peralatan pertanian dan manusia.
Gejala :
Gejala awal : tanaman menjadi layu yang dimulai
dari pucuk menjalar ke bagian bawah tanaman
sampai seluruh daun layu dan akhirnya tanaman
mati. Penyakit akan berkembang pesat pada musim
hujan.
Pada pembibitan : pucuk tanaman yang tiba-
tiba layu dan mati.
Pada tanaman muda dan dewasa : tanaman
layu pada siang hari dan kelihatan segar
kembali pada sore hari. Fenomena ini
berlangsung ± 7 hari sebelum akhirnya
tanaman mengering dan mati.
Jika tanaman dicabut terlihat akar berwarna
kecoklatan dan membusuk. Jika pangkal
batang dibelah terlihat lingkaran coklat
kehitaman.
-
Pengendalian :
Beberapa tindakan untuk mengendalikan layu fusarium
antara lain :
a. Pengolahan lahan yang baik,
b. Sanitasi yang baik,
c. Penggunaan benih yang tahan terhadap fusarium,
d. Menggunakan mulsa plastik,
e. Memusnahkan tanaman yang terinfeksi,
f. Aplikasi Trichoderma.
g. Tidak ada bahan aktif pestisida yang benar-benar
ampuh mengatasi layu fusarium. Dianjurkan
fungisida berbahan aktif benomil atau metalaksil.
Gambar 21. Gejala penyakit layu Fusarium
-
LAYU BAKTERI
Penyebab : Bakteri Ralstonia (=Pseudomonas)
solanacearum
Bakteri parasit menginfeksi area perakaran,
pangkal batang, tunas, daun dan batang.
Menyebabkan akar tanaman membusuk.
Penyebaran bakteri ini dibantu oleh air, peralatan
pertanian dan manusia. Bakteri parasit ini
menyerang pada semua fase pertumbuhan, mulai
dari pembibitan hingga tanaman dewasa.
Gejala :
Gejala awal : terdapat bagian tanaman yang
tiba-tiba layu. Pada awalnya tidak
menyebabkan tanaman layu secara
keseluruhan, melainkan hanya beberapa bagian
tanaman saja baik itu pucuk daun, tunas atau
daun tua. Kemudian tanaman cabe akan layu
secara keseluruhan dan akhirnya mati.
Layu bakteri terjadi relatif lebih cepat, hanya
butuh waktu sekitar 3 hari sampai tanaman
cabai kering dan mati.
Berbeda dengan layu fusarium, tanaman yang
terinfeksi Pseudomonas solanacearum tetap
layu pada malam hari maupun siang hari.
-
Pengendalian :
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan penyakit layu bakteri antara lain :
➢ Pengolahan lahan yang baik,
➢ Sanitasi yang baik,
➢ Penggunaan benih yang tahan terhadap
bakteri Ralstonia (=Pseudomonas)
solanacearum,
➢ Pergiliran tanaman,
➢ Menggunakan mulsa plastik, terutama pada
musim hujan,
➢ Memusnahkan tanaman cabe yang terinfeksi,
➢ Pengocoran dan penyemprotan bakterisida.
➢ Aplikasi PGPR
Gambar 22. Gejala penyakit layu bakteri
-
GEMINI VIRUS (Virus Kuning)
Penyebab : Serangga Vektor Kutukebul (Bemisia
tabaci)
Kutu kebul merupakan vektor/pembawa utama
penyakit ini. Kutu kebul dapat menularkan
geminivirus secara persisten (tetap) artinya sekali
makan pada tanaman yang mengandung virus,
seumur hidupnya dapat menularkan dan
menyebarkan penyakit ini.
Gejala :
Warna tulang daun berubah menjadi kuning
terang, mulai dari daun-daun muda dibagian
pucuk tanaman, berkembang menjadi warna
kuning yang jelas, tulang daun menebal dan
daun menggulung ke atas (cupping).
Selanjutnya daun-daun mengecil dan berwarna
kuning terang, tanaman kerdil dan biasanya
produksi buah menurun dan lama-kelamaan
tidak berbuah sama sekali. Gejala di lapangan
di tiap daerah biasanya tidak sama, tergantung
dari jenis varietas cabai, ketinggian tempat dan
lingkungan.
Cara yang paling efektif untuk mencegah
penyebaran virus gemini adalah membasmi
vektornya dengan pestisida berbahan aktif
abamectin.
-
Gambar 23. Imago kutukebul dan gejala serangan virus kuning
Gambar 24. Gejala serangan virus kuning
-
BERCAK DAUN Cercospora
Penyebab : Cercospora capsici Heald et Wolf
Cendawan C. capsici dapat bertahan hidup pada benih
dan sisa – sisa tanaman yang terinfeksi penyakit.
Pebnyakit menyebabkan kerusakan parah pada
musum hujan dengan kelembaban udara yang tinggi.
Gejala :
Pada daun tampak bercak berwarna kecokelatan
berbentuk bulatan kecil. Bercak melebar berwarna abu
– abu tua. Diameter bercak ±1 cm, bercak kecil
begabung dan membentuk bercak lebih besar.
Gambar 25. Gejala serangan bercak
cercospora
-
Pengendalian :
a. Pengaturan pola tanam dengan
pergiliran tanaman dengan non famili
Solanaceae (terung – terungan);
b. Perbaikan drainase / pembenaman
sisa/bagian tanaman sakit;
c. Perendaman benih selama 6 – 12 jam
dalam larutan Pseudomonas fluorescens
(Pf) dosis 20 ml/l air dengan kepadatan
populasi ± 109.
d. Bahan aktif pestisida untuk
mengendalikan bercak daun (Cercospora
capsici) pada tanaman cabai : benomil,
difenokonazol, mankozeb dan propineb,
-
Busuk Buah Phytopthora
Penyebab : Phytopthora capsici Lionian
Gejala :
Pada buah dan batang cabai terjadi bercak kecil
kebasah – basahan, berwarna hijau suram, yang
meluas dengan cepat meliputi seluruh buah.
Buah menjadi kering seperti mummi dan pada biji
cabai yang terserang menjadi berubah warna
menjadi cokelat dan bentuknya keriput.
Pengendalian :
a. Pengendalian fisik / mekanik dengan membuang
buah yang terserang, lalu dimusnahkan dan
melakukan sanitasi gulma di lahan;
b. Mengurangi kerapatan tanaman, mengatur jarak
tanam dan memperbaiki drainase;
c. Perlakuan benih dengan merendam benih selama
6 – 12 jam dalam larutan Pseudomonas
fluorescens dengan dosis 20 ml/l air (kepadatan
populasi ± 109) / menggunakan Trichoderma spp
dan Gliocladium spp. Yang dicampur pupuk
kandang saat pengolahan tanah dosis 5
gr/tanaman.
d. Penggunaan varietas tahan dan aplikasi fungisida
efektif.
-
Gambar 26. (a) Gejala P. capsici pada buah dan (b)
Gejala busuk (P. capsici) pada batang cabai
a
b
-
PENGENDALIAN OPT BERDASARKAN
PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)
Kebijaksanaan pengelolaan OPT hortikultura tetap
berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman,
pasal 20 ayat:1) perlindungan tanaman
dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama
terpadu (PHT) dan 2) pelaksanaan perlindungan
tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan
pemerintah.
PHT merupakan suatu strategi pengendalian OPT
yang berorientasi pada terciptanya ekosistem
yang sehat. Titik utama dalam paradigm baru PHT
adalah pengelolaan habitat, yaitu bagaimana
menjaga agar agro ekositem sehat sehingga
tanamannya pun akan sehat dan tahan terhadap
serangan OPT. Salah satu kunci utama dalam
pemahaman PHT adalah pemahaman fungsi
agroekosistem, yaitu :
-
1. Ekosistem merupakan unit alamiah yang
tersusun dari komponen biotik dan abiotik yang
saling berinteraksi.
2. Agroekosistem adalah ekosistem buatan
manusia, dimana manusia berusaha untuk
memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan
produksi pertanian lainnya.
3. Yang dimaksud dengan pendekatan ekologis
yaitu: memahami bahwa agroekosistem adalah
suatu sistem yang kompleks dimana ada interaksi
antar komponen dalam agroekosistem, sehingga
dalam upaya untuk mengelola populasi OPT
diperlukan pengertian yang mendalam mengenai
interaksi dan proses-proses ekologis yang terjadi
di dalam sistem tersebut.
-
Prinsip-prinsip PHT adalah sebagai berikut:
2 Pengamatan rutin atau pengamatan mingguan
Pengamatan rutin dilakukan untuk mengikuti
perkembangan populasi OPT dan musuh alaminya
serta untuk mengetahui keadaan tanaman. Informasi
yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar
tindakan yang akan dilakukan.
3 Pemanfaatan dan pelestarian musuh alami
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh
alami yang potensial merupakan tulang punggung
PHT. Di alam OPT mempunyai musuh alami yang
mampu mengatur keseimbangan, sehingga populasi
OPT tidak merugikan. Jika musuh alami tersebut
dapat dimanfaatkan secara optimal, maka
ketergantungan terhadap pestisida akan berkurang.
4 Petani sebagai ahli PHT
Petani merupakan pemilik dan pengambil keputusan
di dalam usahataninya. Oleh karena itu petani harus
mampu menerapkan dan mengembangkan PHT di
lahannya sendiri.
1. Budidaya tanaman sehat
Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap
serangan OPT dan lebih cepat mengatasi
kerusakannya.