buku sistem pertanian organik

Upload: marhaenisbudi

Post on 30-Oct-2015

124 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN20SISTEM PERTANIAN ORGANIKIr. Marhaenis Budi Santoso, M.SiBALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN BINUANG - KALIMANTAN SELATAN2009PENDAHULUANPertanian organik diartikan sebagai suatu sistem pertanian yang mendorong kesehatan tanah dan tanaman melalui suatu praktek pendaurulangan unsur hara dari bahan-bahan organik (seperti kompos dan sampah tanaman), rotasi tanaman, pengolahan yang tepat dan menghindari pupuk sintetis serta pestisida (IASA. 1990 dalam Reijntjes et.al, 1992).Pertanian organik awalnya hanya dilakukan oleh orang orang yang hobi di bidang pertanian, dan bahkan dilakukan untuk tujuan komersial. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan pertanian dan berbagai faktor dan dampak yang muncul sebagai akibat praktek pertanian secara konvensional, pertanian organik semakin menarik perhatian para pengembang pertanian. Budi daya pertanian seperti yang terjadi di Indonesia dihadapkan pada kendala terutama menurunnya daya dukung lahan. Daya dukung lahan yang semakin memburuk disebabkan oleh pemanfaatan yang terus-menerus tanpa diimbangi oleh tindakan-tindakan konservasi dan pengembalian kesuburan lahan.Pertanian organik dipandang sebagai suatu cara bertani yang lebih ramah terhadap lingkungan. Pemanfaatan sarana produksi yang berasal dari makhluk hidup (hewan, tanaman dan mikroorganisme) dapat menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian, lebih jauh dapat menekan biaya produksi pertanian. Ramah terhadap lingkungan merupakan ciri yang tidak ditemukan pada sistem pertanian yang menekankan pada penggunaan bahan-bahan kimia (pupuk dan pestisida), pola tanam monokultur dan penggunaan alat-alat mekanisasi untuk mencapai hasil yang optimum.Isu tentang semakin memburuknya sumber daya alam pertanian, telah mendasari untuk dikembangkan pertanian organik dalam skala besar. Di Amerika, sistem pertanian dengan penggunaan pupuk anorganik dan pestisida dan yang selalu tergantung pada bahan bakar minyak, telah mulai kewalahan dan merasa bahwa ketergantungan tersebut harus dihentikan (Lockeretz et.al., 1981). Di Indonesia ketergatungan pada pupuk organik telah meningkatkan harga pupuk, yang pada akhirnya membuat petani tidak untung. Walaupun produktivitas dengan penggunaan bahan-bahan kimia meningkat, tetapi menimbulkan kerentanan terhadap hama dan penyakit dan produknya pun tidak laku. Oleh karena itu pada sistem pertanian dengan penggunaan biofertilizer dan biopestisida sangat penting untuk dipelajari lebih mendalam.PRAKTEK PERTANIAN ORGANIKPermasalahan yang dihadapi dalam pertanian konvensional dapat diselesaikan dengan mengembangkan pertanian organik, yang mengikuti konsep bahwa hutan alam yang terdiri dari ribuan jenis tanaman bisa hidup subur tanpa campur tangan manusia. Kondisi alami dapat memberi makanan dan perlindungan dengan iklim mikro yang cocok bagi makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan serangga besar ataupun kecil. Seresah daun-daun dan kotoran secara perlahan, tapi pasti, dapat terurai sehingga menjadi pupuk bagi tanaman.Pertanian organik bertujuan untuk menjadi selaras dengan ekosistem alami. Idenya meliputi seluruh aspek usahatani dimulai dari bagaimana mengendalikan hama penyakit, mempertahankan kesuburan tanah baik fisik, kimia maupun biologis serta aspek keterpaduannya dengan lingkungan dan kesehatan (Blake, 1994).A.Tindakan teknis dalam sistem pertanian organikSesuai dengan sifat dasar pertanian organik yang mendorong kesehatan tanah dan tanaman, managemen pertanian organik selalu melibatkan beberapa tindakan, antara lain, pengolahan tanah, mempertahankan dan melestarikan habitat tanaman dengan pola tanam tumpang gilir dan tumpang sari, pemanfaatan bahan organik sebagai biofertilizer dan biopestisida, dengan mengintroduksikan mikroorganisme efektif.1.Praktek Pengolahan Tanah dan Pengendalian GulmaPengolahan tanah tidak dilakukan seperti pada pertanian konvensional yang sering tidak memperhatikan konsep keseimbangan ekosistem, tetapi mengikuti kaidah konservasi lahan. Tanah diolah secara minimum, dengan sedikit membalik tanah tidak lebih dari 6-10 cm sehingga tidak secara drastis mempengaruhi lingkungan dan kehidupan tanah. Aktivitas mekanis untuk melakukan pembajakan dengan tingkat kedalaman yang sama terus-menerus dihindari. Pengolahan tanah dilakukan dengan pendekatan pemanfaatan potensi gulma yang tumbuh dipermukaan lahan untuk meningkatkan ketersediaan bahan organik dan hara.2. Rotasi Tanaman Pada sistem pertanian organik selalu menghindari monokultur. Penanaman dengan jenis tanaman yang berbeda dari musim ke musim dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting. Pada hakekatnya rotasi tanaman dimaksudkan agar lahan tidak tereksploitasi oleh satu jenis tanaman dalam pengambilan unsur haranya. Pemanfaatan tanah leguminose, misalnya kacang-kacangan, mempunyai bintil akar yang dapat menambat Nitrogen dari udara dan kemudian mengubahnya menjadi nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa rotasi tanaman sangat penting dalam mempertahankan keawetan tanah. Dilaporkan Lockeretz et.al (1981) bahwa dalam rotasi tanaman pada sistem pertanian organik di lima negara bagian Amerika Serikat dapat menurunkan 1/3 lebih rendah jika dibandingkan dengan pertanian konvensional. Di Guthrin, Oklahoma, rotasi tanaman kapas-gandum-tanaman penutup tanah, selama 6 tahun dapat menurunkan kehilangan tanah 77,27 % dari penanaman kapas terus menerus. Di tempat lain penanaman jagung terus-menerus menyebabkan terjadinya kehilangan tanah sebanyak 89 ton/are/tahun. Dengan rotasi jagung-gandum-tanaman penutup selama 3 tahun dapat menurunkan kehilangan tanah hingga 25 ton/are/tahun (Benneth, 1955 dalam Kartasapoetra, 1989).Di samping menjaga tanah tetap tertutup sehingga kehilangan tanah dan air dalam tanah dapat dikurangi, rotasi tanaman juga merupakan cara vegetatif untuk mengendalikan gulma, memperkaya dan membantu memperbaiki tanah (Blake, 1994); mengendalikan hama dan penyakit tanaman (Kartasapoetra ,1989) melalui pemutusan siklus hidupnya. Suatu praktek pertanian di Virginia dilaporkan bahwa rotasi tanam berguna untuk mengendalikan beberapa serangga hama secara kultur teknis, termasuk cacing akar. Cacing akar tanaman jagung yang dewasa (Diabrotica virgifera) bertelur diladang jagung pada akir musim panas. Telur-telur ini melewati musim dingin dan menetas pada musim semi berikutnya. Jika jagung ditanam, larva cacing akar akan makan dan berkembang pada akar jagung. Karena larva hanya makan pada jagung dan yang dewasa hanya bertelur di ladang jagung, maka rotasi tanaman jagung dengan tanaman lain merupakan cara pengendalian yang efektif terhadap cacing akar. (Luna, JM. dan G.J.Hause, 1990)3.Penggunaan Bahan Organik (pupuk kandang, kompos, limbah ternak dan pertanian)Pemanfaatan pupuk kandang, kompos dan limbah pertanian merupakan komponen yang terpenting dalam pertanian organik untuk memperbaiki kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologis. Pemanfaatan bahan-bahan organik tersebut pada hakekatnya merupakan upaya agar proses transformasi input-output dapat berjalan seimbang. Tanah memberikan makanan dan air bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman menjadi makanan bagi ternak. Limbah ternak dan tanaman bersama-sama merupakan bahan organik yang dikembalikan ke tanah. Bahan-bahan organik tersebut oleh mikroorganisme terdekomposisi menghasilkan unsur hara yang penting bagi tanaman. Suatu penelitian yang membandingkan sistem pertanian organik yang memanfaatkan bahan organik dan penerapan rotasi tanaman dengan pertanian konvensional, mendapatkan hasil pengukuran sifat tanah seperti tertera pada Tabel 1.Tabel 1. Perbandingan sifat tanah pada sistem pertanian organik dengan pertanian konvensional. Sifat tanahOrganikKonvensionalPerbedaanC organik ( % )Total N (% )Rasio C/NP tersedia P1 ( mg/kg ) P2 ( mg/kg )K dapat ditukar ( mg/kg )KTK ( mcg/100 g )PH2,350,23310,2525,269,8137,027,86,502,210,22110,2833,869,7148,227,26,380,140,012- 0,03- 8,60,1- 11,20,60,12 Sumber : Lockeretz et.al. (1980)Di samping menambah unsur hara dalam tanah, bahan organik dapat menjaga sifat fisik tanah seperti meningkatkan jumlah dan stabilitas agregat, memelihara struktur tanah lapisan atas, meningkatkan daya infiltrasi tanah dan mengurangi aliran permukaan serta erosi, meningkatkan permeabilitas air dan udara, daya simpan air dan konsistensi tanah (Kubata, 1971 dan Maeda, 1974 dalam Anonimus 1984); dan meningkatkan retensi air tanah (Pujianto, 1992)Penggunaan bahan organik dilaporkan juga dapat meningkatkan jumlah maupun aktivitas organisme di dalam tanah (Pujianto, 1992; Adianto, 1993). Peningkatan aktivitas organisme terutama dalam peranannya sebagai dekomposer adalah mempercepat penguraian materi nabati menjadi bahan organik. Sementara Lockeretz (1981) melaporkan bahwa pada sistem pertanian organik jumlah kumbang tanah dapat berkembang baik. Beberapa kumbang tanah diketahui sebagai predator, dan 85% dari specimen yang dikoleksi adalah spesies yang dapat berfungsi sebagai agen pengontrol hayati. Penelitian lain dalam penggunaan bahan organik dalam bentuk kompos didapat bahwa ternyata kompos dapat meniadakan patogen yang ditularkan melalui tanah, karena sifat antagonis antara mikroorganisme patogen dengan mikroorganisme yang terkandung dalam bahan organik (Wididana, 1996).4. Pestisida HayatiPenggunaan bahan kimia (pestisida) merupakan tindakan pada sistem pertanian konvensional yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan sangat besar. Dengan pertanian organik, kegiatan penggunaan pestisida tersebut dapat diatasi. Di samping menggunakan bahan organik dan teknologi EM4, pengendalian hama dan penyakit dapat diganti dengan pestisida organik yaitu nimba, tembakau, brotowali, gadung, mengkudu, mahoni, pepaya, johar, sirsak, dan srikaya (Pracaya, 2002). Beberapa kelebihan penggunaan pestisida organik ini adalah, antara lain, mudah membuatnya, tidak meracuni udara, tidak berbahaya, tidak meracuni konsumen karena cepat terurai, dan bahan tanamannya mudah di peroleh.5.Pemanfaatan Teknologi Effective MicroorganismeTeknologi EM4 merupakan dimensi tambahan untuk mengoptimumkan praktek pertanian organik, seperti pada rotasi tanaman, penambahan bahan organik, pengolahan tanah konservasi dan pengendalian biologi. Effective Microorganisme (EM4) adalah suatu larutan hasil pembiakan campuran dari sebagian besar mikroorganisme Lactobacilus sp. , Streptomyces sp. serta ragi. Menurut Wididana et.al. (1996) ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan teknologi EM4 dalam sistem pertanian organik. EM4 dapat membantu mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik dan meningkatkan kualitas limbah organik tidak bau. Oleh karena itu dalam prakteknya EM4 dipakai untuk membuat kompos yang dikenal dengan bokashi. Dengan teknologi EM4, berbagai bahan organik misalnya jerami padi, pupuk kandang, dedak (padi), sekam padi dapat dibuat menjadi kompos. Bahan organik yang difermentasi dengan EM4 akan menghasilkan gula alkohol, asam laktat, asam amino dan senyawa organik lainnya yang dapat diserap langsung oleh perakaran tanaman melalui proses osmose.EM4 dapat menekan pertumbuhan serangga hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EM4 dapat memfermentasi bahan organik yang terdapat di dalam tanah dengan melepaskan hasil fermentasi berupa gula, alkohal vitamin, asam laktat, asam amino dan senyawa organik lainnya. Fermentasi bahan organik tidak melepaskan panas dan gas yang berbau busuk sehingga serangga hama tidak tertarik untuk bertelur atau menetaskan telurnya di dalam kondisi tanah tersebut. Akhirnya, siklus hidup serangga di dalam tanah dan tanaman menjadi terputus dan tingkat serangan hama menjadi menurun. EM4 dapat menekan pertumbuhan nematoda parasit tanaman. Hal ini terjadi karena hasil fermentasi bahan organik ternak menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan jamur pemangsa nematoda yang dapat menurunkan populasi nematoda parasit di dalam tanah. B. Siklus ekologi ekosistem pertanianInteraksi yang terjadi di antara komponen-komponen sistem terutama dalam transformasi input-output diharapkan dapat berkembang. Dalam ekosistem pertanian organik, tanaman budi daya (sebagai vegetasi utama) dan gulma merupakan komponen biotik. Komponen biotik lainnya adalah serangga hama, predator, serangga penular dan mikroorganisme. Semuanya merupakan komunitas organisme hidup yang berpengaruh terhadap pertanaman. Siklus daur ulang yang diharapkan terjadi dalam ekosistem seperti yang tertera pada Gambar Lampiran 1.PenyianganRotasiOlah tanah konservasiPestisidaOrganik+EM4TanamangulmaLimbah Pertanian, SeresahTanahB O Limbah PukanTernakHaraPenguraiHamaPredatorPupuk anorganikterbatasEM4EM4Tanaman pupuk hijau Komponen fisik adalah tanah dengan air dan unsur hara yang dikandungnya. Bersama dengan komponen fisik yang lain seperti iklim dan cuaca, komponen-komponen fisik tanah berinteraksi dengan komponen biotik. Dengan sedikit campur tangan manusia yang memberikan input hayati, komponen-komponen tersebut terus berkembang dan berinteraksi secara sinergis.KARAKTERISTIK AGROEKOSISTEM - SISTEM PERTANIAN ORGANIK Praktek pertanian yang menekankan pada pendaurulangan unsur hara dari bahan-bahan organik, rotasi tanaman, pengolahan yang tepat dan menghindari pupuk buatan dan pestisida akan menghasilkan ekosistem pertanian yang memiliki karakteristik sistem yang berbeda jika dibandingkan dengan karakteristik sistem pertanian konvensional (Tabel 2). Tabel 2. Karakteristik EkosistemKarakterPertanian KonvensionalPertanian OrganikProduktivitasStabilitasSustainabilitasEquitabilitasTinggiSedangRendahSedangSedangTinggiTinggiTinggiA.Produktivitas Indikator produktivitas adalah banyaknya total biomasa yang dihasilkan persatuan luas persatuan waktu, yang dinyatakan dalam satuan kg/ha. Produktivitas suatu sistem pertanian umumnya berkaitan dengan prafitabilitas, yaitu yang menggambarkan rasio O/I.Produktivitas sistem pertanian organik pada umumnya tidak lebih tinggi dari pada pertanian konvensional. Suatu penelitian yang membandingkan antara pertanian organik dengan pertanian konvensional di Corn Belt, Amerika Serikat menunjukkan bahwa hasil tanaman jagung per hektar pada pertanian organik 8% lebih rendah. Demikian pula pada tanaman kedele, pertanian organik 5% lebih rendah meskipun tidak nyata. Perbedaan yang nyata terdapat pada hasil gandum yaitu 43% lebih rendah (Lockeretz et.al, 1981). Suatu penelitian yang sedikit menambahkan Rock phospat pada sistem pertanian organik, menunjukkan Marketable yield dry bean dan tomat lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada managemen sistem pertanian konvensional, sedangkan jika dibandingkan dengan pada wortel tidak berbeda nyata (Eggert F.P dan C.L.Kahsmann, 1981).Tabel 3. Keragaan ekonomi pertanian organik VS pertanian konvensionalTahunNilai ProduksiBiaya OperasionalHasil BersihOrganikKonven-sionalOrganikKonven- sionalOrganikKonven- sional1974393426691133243141975417478841333333461976427482911503363331977384407951292892781978440527107129333384Dari hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa produktivitas sistem pertanian organik dapat lebih tinggi dengan penambahan pupuk buatan dalam jumlah terbatas. Dalam sistem pertanian organik input-input luar ekosistem pertanian lebih sedikit, karena ekosistem tersebut telah dapat mencukupi sebagian kebutuhan energi. Energi luar seperti pupuk buatan, pestisida, bahan bakar fosil dapat ditekan atau ditiadakan sama sekali. Kemampuan ekosistem menyediakan energi sendiri memungkinkan profitabilitas sistem lebih tinggi. B. StabilitasStabilitas sistem dalam menghasilkan biomasa dipengaruhi oleh faktor fisik maupun faktor biotik seperti ketersediaan air, iklim mikro, aktivitas organisme pengurai, organisme pathogen. Oleh karena itu stabilitas sistem ditentukan oleh banyak sedikitnya tindakan yang dapat memperkecil pengaruh buruk adanya perubahan fisik dan biotik tersebut.Pada sistem pertanian organik penggunaan bahan organik dan pengolahan yang sesuai dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Adanya keseimbangan pori-pori mikro dan makro serta meningkatnya kemampuan menahan air dalam jumlah banyak memungkinkan tanah tetap kondusif untuk pertumbuhan tanaman di musim kemarau pada saat curah hujan terbatas. Penggunaan bahan organik dapat menekan timbulnya organisme pengganggu tanaman seperti serangga hama, pathogen tanah. Demikian juga penerapan rotasi tanaman dapat menekan timbulnya organisme pengganggu tanaman (gulma, hama serangga, penyakit). Dengan demikian, adanya musim yang tidak menguntungkan dan ancaman organisme pengganggu tidak mempengaruhi produktivitas. Stabilitas sistem juga ditingkatkan dengan adanya berbagai jenis tanaman dalam pola tumpang sari dan tumpang gilir, yang apabila salah satu mengalami kegagalan maka yang lain diharapkan masih dapat memberikan hasil. Dengan keterangan tersebut mengisyaratkan bahwa pertanian organik dapat mempertahankan produktivitasnya tetap stabil dengan cara meningkatkan ketahanannya terhadap berbagai perubahan faktor fisik dan abiotik yang tidak menguntungkan.C. SustainabilitasEkosistem pertanian dapat mengalami stress atau shock karena adanya gangguan yang hebat dari faktor lingkungan. Adanya gangguan terhadap ekosistem tersebut menyebabkan komponen-komponen biotik maupun abiotik tidak dapat melangsungkan pendauran bahan dan energi dalam proses transformasi input-output. Untuk mengukur tingkat sustainabilitas ekosistem dapat dilihat dari adanya tindakan yang bersifat konservasi terhadap faktor abiotik dan biotik, adanya kecenderungan kearah negatif dari sumber-sumber daya pertanian, rasio internal input dan eksternal input dan berat ringannya pestisida. Derajat sustainabilitas ekosistem dapat dicapai jika tindakan konservasi dan internal input tinggi dan penggunaan pestisida serta kecenderungan kearah negatif rendah.Dalam sistem pertanian organik terbukti bahwa tindakan penggunaan bahan organik, pengolahan tanah yang tepat dan rotasi tanaman dapat melindungi tanah dari kerusakan. Tanah dapat terpelihara kesuburannya baik fisik, kimia maupun biologis.Bahan kimia digunakan dalam jumlah terbatas atau tidak digunakan sama sekali sehingga dapat terhindar dari pencemaran tanah dan air serta musnahnya mikroorganisme yang berguna dalam menciptakan keseimbangan ekosistem. Dalam sistem pertanian organik lebih banyak memanfaatkan sumber daya alami seperti bahan-bahan organik untuk mempertahankan kesuburan tanah dan tanaman, dan memanfaatkan pestisida organik untuk pengendalian hama dan penyakit. Tindakan ini akan meningkatkan internal input dan mengurangi eksternal input. D.EquitabilitasMenejemen sistem pertanian organik lebih menjamin equitabilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan pertanian konvensional. Equitabilitas yang tinggi terjadi karena pada pertanian organik lebih mengandalkan input dari dalam sistem seperti pupuk organik dan pestisida organik. Bagi penghuni sistem, menyediakan input dari dalam lebih mudah dan setiap individu dapat mempraktekkan teknologi yang diterapkan dalam menejemen pertanian organik. Penggunaan mesin pertanian yang terbatas juga memungkinkan setiap individu dapat ikut terlibat dalam sistem pertanian organikKESIMPULANSistem pertanian organik menekankan pada penggunaan bahan organik untuk meningkatkan kesuburan tanah dan tanaman, dengan menghindari penggunaan bahan kimia. Dengan cara itu sistem pertanian organik, walaupun produktivitasnya tidak setinggi sistem pertanian konvensional, tetapi dapat menjamin stabilitas, sustainabilitas dan equitabilitas yang lebih tinggi sehingga lebih menjamin rasa aman bagi penghuni sistem untuk jangka panjang.DAFTAR PUSTAKAAnonimus. 1984. Organic matter and rice. Philiphines: IRRI Los Banos Laguna. Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Bandung: Alumni. Blake F. 1994. Organic Farming and Growing. MarlboroughEggert FP and Kahrmann CL. 1981. Response of three vegetable crops to organic and inorganic nutrient sources. Proceeding of A Symposium on Organic Farming. ASA Special Publication.Kartasapoetra AG. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian Dan Usaha untuk Rehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara. Lockeretz WG, Shearer G, Daniel HK, and Robert WK. 1981. Comparison of organic farming in the corn belt. Proceeding of A Symposium on Organic Farming. ASA Special Publication.Luna JM and Garfield JH. 1990. Pest management in sustainable agricultural system. p. 157-173. In Clive A. Edward et.al., (Ed). Sustainable Agricultural System. Florida: St. Lucie Press Dekay Beach. Pracaya. 2002. Bertanam Sayuran Organik. Jakarta: Penebar Swadaya. Pujiyanto. 1992. Dasar-dasar penetapan mutu pupuk kandang. Jember: Puslitbun. Reijntjes C, Haverkort B, dan Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa Depan. Yogyakarta: ILEIA & Kanisius. Suwardjo dan Sinukatan. 1986. Masalah erosi dan kesuburan tanah lahan kering PMK Indonesia. Makalah pada Lokakarya Usahatani Konservasi di lahan PMKWidhidana GN, Surandi KR, Teruo Higa, 1996. Teknologi Effective Microorganisme. (Tanya-jawab). Penerbit Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan.