carcinoma tonsil

33
DAFTAR ISI DAFTAR ISI…………….…………………………………………………….. 1 BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………….. 2 A. Latar Belakang……….………………………………………….... 2 B. Tujuan………………...………………………………...…............ 3 C. Manfaat..………………………….….…………………............... 3 BAB II. ISI…………………….………..……………………………………… 4 A. Epidemiologi………….………………………………………….... 4 B. Anatomi Tonsila Palatina……………………………... ............ 5 C. Etiologi………………...………………………………...…............7 D. Patogenesis..………………………….….…………………........... 8 E. Manifestasi Klinik…………………………..…………………... 12 F. Staging……………………….…………………………………. 14 G. Diagnosis……………………….…………………………………. 15 H. Pemeriksaan Penunjang………………………………………….. 16 I. Diagnosis Banding…..…………………………………………… 10 J. Terapi………….…………………………………………………. 17 K. Komplikasi………………...…………………………………….. 13 L. Prognosis……………………..……………………………………13 BAB III. PENUTUP………………………………………………………….. 19 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 21 1

Upload: agus-sked

Post on 27-Jun-2015

1.195 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Carcinoma Tonsil

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………….…………………………………………………….. 1

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………….. 2

A. Latar Belakang……….………………………………………….... 2

B. Tujuan………………...………………………………...…............ 3

C. Manfaat..………………………….….…………………............... 3

BAB II. ISI…………………….………..………………………………………4

A. Epidemiologi………….………………………………………….... 4

B. Anatomi Tonsila Palatina……………………………...…............ 5

C. Etiologi………………...………………………………...…............ 7

D. Patogenesis..………………………….….…………………........... 8

E. Manifestasi Klinik…………………………..…………………... 12

F. Staging……………………….…………………………………. 14

G. Diagnosis……………………….………………………………….15

H. Pemeriksaan Penunjang………………………………………….. 16

I. Diagnosis Banding…..…………………………………………… 10

J. Terapi………….…………………………………………………. 17

K. Komplikasi………………...…………………………………….. 13

L. Prognosis……………………..……………………………………13

BAB III. PENUTUP…………………………………………………………..19

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………21

1

Page 2: Carcinoma Tonsil

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karsinoma tonsil adalah keganasan kepala dan leher kedua yang sering

dijumpai setelah karsinoma laring di Amerika Serikat. Secara histopatologi 90-

95% dari lesi ini adalah karsinoma sel skuamosa. Banyak pasien dengan

karsinoma tonsil muncul dengan penyakit lanjut karena lesi awal umumnya tanpa

gejala ketika tumor masih kecil, gejala berkurang pada sekitar 67-77% dari pasien

dengan tumor lebih besar dari 2 cm. dan sering dijumpai metastasis nodus

regional. Dengan presentase gejala klinik di leher, sekitar 45% dari lesi arcus

tonsil anterior dan 76% dari lesi fosa tonsil.7

Pada tahun 1994, sekitar 9200 kasus karsinoma orofaringeal didiagnosis di

Amerika Serikat, dengan sekitar 4000 keadaannya memburuk karena menderita

tumor ini. Lebih dari 75% dari karsinoma orofaringeal ini terjadi di daerah tonsil.

Tidak mengikutkan neoplasma tiroid, karsinoma tonsil adalah keganasan kepala

dan leher kedua yang paling dijumpai, setelah karsinoma laring. Serta lesi pada

daerah tonsil sejumlah 0,5% dari seluruh neoplasma ganas di Amerika Serikat,

dengan persentase serupa ditemukan di Prancis dan Uruguay.7

Dalam periode yang sama terdapat sedikit perubahan secara histopatologi.

Antara tahun 1999 dan 2001 sekurang-kurangnya 80% dari diagnosis kanker

kepala dan leher adalah karsinoma sel skuamosa yang merupakan jenis histologis

utama. Di antara kanker kelenjar ludah (SGC), karsinoma adenoid kistik

merupakan histologi utama pada kelenjar submandibular; mucoepidermoid di

kelenjar parotis dan adenokarsinoma di sinus paranasal. Papiler merupakan jenis

histologis utama dalam tiroid kanker, jenis histologis lainnya mewakili kurang

dari 3% kasus.8

Sedikit terdapat peningkatan dalam kejadian kanker tonsil dan lidah telah

didapatkan dari data SEER, terhadap pengurangan kematian. Selama beberapa

tahun terakhir human papiloma virus (HPV) telah diakui memiliki peran

patogenesis sekitar 25% dari karsinoma orofaring. Lingual dan tonsila palatina

2

Page 3: Carcinoma Tonsil

adalah daerah yang paling terlibat dibandingkan dengan daerah kepala dan leher

lainnya, alasan mekanisme penyakit masih belum diketahui. Lebih dari 120 jenis

HPV yang berbeda telah diidentifikasi dan yang memiliki risiko tinggi sebagai

onkogen misalnya HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, HPV tipe 16 adalah 90-95%

paling terlibat dalam karsinoma sel skuamosa kepala dan leher.

Metode transmisi virus tampaknya berkaitan dengan seks, khususnya ada

hubungan yang kuat antara tumor HPV positif dan perilaku seksual, seperti oral

dan hubungan seks oral-anal. Terdapatnya hubungan antara infeksi HPV oral sek

dan ada infeksi HPV genital, masih harus didefinisikan.9

Dengan melihat bahwa insidensi keganasan kepala dan leher terutama

karsinoma tonsil yang masih cukup tinggi. Maka penulis tertarik untuk menulis

referat tentang Karsinoma Tonsil.

B. Tujuan

Memberikan gambaran tentang penyakit karsinoma tonsil bagi para pembaca.

C. Manfaat

Menambah pengetahuan tentang penyakit karsinoma tonsil sehingga para

dokter muda kelak dapat dengan mudah mendiagnosis dan member terapi awal

sehingga prognosis penyakit lebih baik.

3

Page 4: Carcinoma Tonsil

BAB II

DAFTAR PUSTAKA

A. Epidemiologi

Kanker kepala dan leher ditemukan hanya 4 % dari seluruh keganasan

yang ditemukan. Diperkirakan hampir 13.000 orang dari 41.000 penderita

kanker kepala dan leher di Amerika Serikat meninggal setiap tahunnya.

Sedangkan di berbagai Negara lainnya, angka kematian akibat kanker kepala

dan leher hampir sama di setiap Negara Kanker ini lebih banyak ditemukan

pada pria dengan perbandingan pria dan wanita adalah 2:1.11

Seperti kanker kepala leher lainnya rata-rata kejadian dari kanker tonsil sangat

bervariasi di seluruh dunia dan bahkan di dalam populasi. Populasi kulit hitam di

AS memiliki tingkat insiden yang lebih tinggi dibandingkan kulit putih dan

Hispanik di seluruh negera. Di sebagian besar benua angkanya cenderung lebih

tinggi pada laki-laki dari pada wanita dengan rasio 2:1 – 5:1. Pada tahun 1993 –

1997 SEER, Surveillance Epidemiology and End Result, meliputi sekitar 14% dari

penduduk AS pada semua usia tingkat kejadian kanker tonsil dalam kulit putih

adalah 1,4 untuk pria dan 0,4 untuk perempuan. Untuk kulit hitam rata-rata adalah

2,9 dan 0,6 per 100 000 orang tiap tahun.

Sebaliknya, di Cina, tingkat kanker tonsil umumnya rendah, misalnya di

Beijing dimana masing-masing persentasenya adalah 0,1 untuk pria dan 0,0 untuk

perempuan.

Menariknya, di Hong-Kong dan di Taiwan, tempat-tempat dengan pengaruh

barat yang besar, didapatkan 6 sampai 12 kali lebih tinggi daripada di Beijing. Di

India, dengan tingkat tinggi kanker oral, tingkat kejadian kanker tonsil masing-

masing adalah antara 0,8 dan 2,8 pada pria dan 0,2 dan 0,5 pada wanita. Satu-

satunya tempat dari seluruh dunia di mana wanita memiliki insiden lebih tinggi

daripada laki-laki berada di Filipina dan di Vietnam. Menariknya, ini juga benar

untuk penduduk Filipina yang ada di Kalifornia. 6

4

Page 5: Carcinoma Tonsil

Di Eropa, tingkat insiden menunjukkan variasi yang besar dengan variabilitas

intra nasional dibeberapa negara. Tingkat tertinggi terlihat di bagian Perancis, di

Somme, dimana tingkat pria setinggi 6,4 dan bagi perempuan 0,8. Di Swedia

dengan standarisasi umur adalah 0,9 untuk pria dan 0,3 untuk perempuan.

Beberapa penelitian telah menilai perubahan kejadian kanker tonsil dari waktu

ke waktu di berbagai belahan dunia. Frisch dan perguruan tinggi menggunakan

program SEER untuk menilai adanya perubahan dalam kejadian kanker tonsil

antara 1973-1995 dan menemukan besar tiap tahunan meningkat pada pria (2,7%

pada kulit hitam dan 1,9% dalam putih), sementara tidak ada kenaikan serupa

terlihat pada kanker oral lainnya. Di Finlandia di mana mereka memiliki registri

kanker secara nasional yang mencakup seluruh penduduk. Syrjanen menyelidiki

kecenderungan waktu dan menemukan peningkatan 2 kali lipat pada kanker tonsil

dalam 40 tahun terakhir pada laki-laki dan perempuan.6

B. Anatomi Tonsila Palatina

Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris

di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer.

Tonsil palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan

lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta.

Kripta tonsil berbentuk saluran tidak sama panjang dan masuk ke bagian dalam

jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan kebanyakan terjadi penyatuan

beberapa kripta. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel

permukaan medial tonsil. Saluran kripta ke arah luar biasanya bertambah luas; hal

ini membuktikan asalnya dari sisa perkembangan kantong brakial II. Secara klinik

kripta dapat merupakan sumber infeksi, baik lokal maupun umum karena dapat

terisi sisa makanan, epitel yang terlepas, kuman. Permukaan lateral tonsil yang

tersembunyi ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat disebut kapsul; walaupun

para ahli anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para pakar klinik

menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian

tonsil. Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis

merupakan strukturn normal yang telah ada sejak masa embrio. Plika triangularis

5

Page 6: Carcinoma Tonsil

terletak di antara pangkal lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan

merupakan serabut yang berasal dari oto palatofaringeus. Fossa tonsil atau sinus

tonsil yang di dalamnya terletak tonsil palatina, dibatasi oleh otot-otot orofaring:

1) Batas anterior adalah otot palatoglossus, disebut plika anterior,

2) Batas posterior adalah otot palatofaringeus, disebut plika posterior,

3) Batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior.

Plika anterior berbentuk seperti kipas di rongga mulut, mulai dari palatum

mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Plika posterior adalah otot vertikal yang ke

atas mencapai palatum mole, tuba Eustachius dan dasar tengkorak. ke arah bawah

meluas hingga dinding lateral esofagus.

Gambar : Anatomi dari region tonsil.7

Plika anterior dan plika posterior ini bersatu di atas di palatum mole. Ke arah

bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.

Di bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil.

Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil. Tonsil

mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a.karotis eksterna yaitu: a. maksilaris

eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden,

a.maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a. palatine desenden, a. lingualis

6

Page 7: Carcinoma Tonsil

dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri

tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m.konstriktor superior dan memberikan

cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan

cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.

Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian

luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan

mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatine

desenden atau a. palatina posterior atau lesser palatine artery memberi

vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis

dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang

bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran getah bening dari daerah tonsil

menuju ke rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian

superior di bawah m. sternokleidomastoideus. Selanjutnya ke kelenjar toraks dan

akhirnya menuju duktuli torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh

melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi tonsil bagian atas berasal dari

serabut saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf

glossofaringeus (N. IX).1

C. Etiologi

Penyebab keganasan dari daerah tonsil mirip dengan tumor lain saluran atas

aerodigestive. Secara umum, tembakau dan alkohol telah diidentifikasi sebagai

faktor etiologi utama. Karena sebagian besar tumor orofaring ditemukan pada

pasien dengan kebiasaan minum alkohol dan perokok berat, kegiatan ini

tampaknya memiliki efek sinergis. Kurang dari 4% dari seluruh karsinoma

orofaringeal muncul di non-perokok dan non-peminum. Faktor lain etiologi

penting adalah paparan iradiasi sebelumnya.1

Menurut National Cancer Institute, didapatkan faktor risiko karsinoma sel

skuamosa termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru-baru ini, beberapa

indikasi menunjukkan bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan.

Walaupun virus Epstein-Barr (EBV) adalah pertimbangan utama dalam karsinoma

nasofaring, papilloma virus (HPV) telah ditunjukkan sebagai lebih dari ancaman

7

Page 8: Carcinoma Tonsil

di daerah ini. Beberapa studi telah mengidentifikasi indikasi adanya HPV pada

sekitar 60% dari karsinoma tonsil.

HPV adalah virus DNA double-strain yang menginfeksi sel-sel epitel basal

dan dapat ditemukan pada 36% dari karsinoma sel skuamosa dari oropharing.

Meskipun lebih dari 100 strain telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 yang paling

sering terkait dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins E6, dan E7

yang mana meningkatan aktivitas pada strain yang sangat onkogenik.

menyebabkan degradasi p53 penekan tumor, mencegah kematian sel yang

terprogram. Hasil onkoprotein E7 dalam hilangnya retinoblastoma (Rb) supresor

tumor. Kehilangan PRB menyebabkan akumulasi p16, yang biasanya akan

menghambat perkembangan siklus sel melalui cyclin D1 dan CDK4/CDK6 acara

dimediasi. Namun, pemeriksaan E7 tidak sesuai siklus sel normal, dengan

cepatnya pada siklus sel dari G1 ke fase S. Karena akumulasi ini, p16 dapat

digunakan sebagai penanda kegiatan HPV.2

D. Patogenesis

Unsur-unsur penyebab kanker (onkogen) dapat digolongkan ke dalam

tiga kelompok besar, yaitu energi radiasi, senyawa kimia dan virus.10

1. Energi radiasi

Sinar ultraviolet, sinar-x dan sinar gamma merupakan unsur

mutagenik dan karsinogenik. Radiasi ultraviolet dapat menyebabkan

terbentuknya dimmer pirimidin. Kerusakan pada DNA diperkirakan

menjadi mekanisme dasar timbulnya karsinogenisitas akibat energi

radiasi. Selain itu, sinar radiasi menyebabkan terbentuknya radikal

bebas di dalam jaringan. Radikal bebas yang terbentuk dapat

berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lainnya sehingga terjadi

kerusakan molekular.

2. Senyawa kimia

Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan

senyawa kimia dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang, makanan,

8

Page 9: Carcinoma Tonsil

atau gaya hidup. Adanya interaksi senyawa kimia karsinogen dengan

DNA dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kerusakan ini ada

yang masih dapat diperbaiki dan ada yang tidak. Kerusakan pada

DNA yang tidak dapat diperbaiki dianggap sebagai penyebab

timbulnya proses karsinogenesis.

3. Virus

Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya.

Adanya infeksi virus pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi

maligna, hanya saja bagaiamana protein virus dapat menyebabkan

transformasi masih belum diketahui secara pasti.

Berdasarkan beberapa penelitian, DNA merupakan makromolekul

yang penting dalam proses karsinogenesis, hal ini didasari dari:10

a. Sel kanker memproduksi sel kanker, dimana adanya perubahan

esensial yang menyebabkan timbulnya sel kanker diteruskan dari

sel induk kepada sel turunan, berhubungan dengan peranan DNA.

b. Adanya karsinogen akan merusak DNA, sehingga menyebabkan

mutasi pada DNA.

c. Banyak sel tumor yang memperlihatkan kromosom yang abnormal.

d. DNA sel kanker dapat menyebabkan transformasi sel normal

menjadi sel kanker.

Rokok telah terbukti sebagai karsinogen pada percobaan terhadap binatang

karena mengandung banyak radikal bebas dan epoxides yang berb ahaya.

Pengaruh yang ditimbulkan oleh rokok berupa perubahan mukosa saluran

aerodigestivus. Hal ini berhubungan dengan kerusakan gen p53, dimana jika

terjadi mutasi, hilang atau rusaknya gen p53 maka resiko untuk terjadinya kanker

akibat rokok akan meningkat. Peningkatan angka kejadian keganasan

berhubungan erat dengan penggunaan alkohol dan rokok. Resiko untuk

terjadinya kanker kepala dan leher pada orang perokok dan peminum alkohol

17 kali lebih besar daripada yang tidak perokok atau peminum alkohol..12

Menurut Hanh dkk, terdapat 6 faktor yang menyebabkan perkembangan untuk

sel :

9

Page 10: Carcinoma Tonsil

1. Berproliferasi autonom

2. Menghambat sinyal growth inhibition

3. Kemampuan menghindari apoptosis

4. Immortal

5. Angiogenesis

6. Menginvasi jaringan lain dan metastasis

Patogenesis tumor ganas merupakan proses biasanya memakan waktu yang

cukup lama. Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai

pertumbuhan sel yang abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik.

Bersamaan dengan atau setelah inisiasi, terjadi promosi yang dipicu oleh

promoter sehingga terbentuk sel yang polimorfis dan anaplastik. Selanjutnya

terjadi progresi yang ditandai dengan invasi sel-sel ganas ke membrane basalis.

Semua proses ini terjadi pada tahap induksi tumor dan dapat digambarkan

sebagai berikut:

Faktor utama yang menyebabkan inisiasi keganasan adalah akibat

ketidakmampuan DNA untuk memperbaiki sistem yang mendeteksi adanya

transformasi sel akibat paparan onkogen. Kerusakan pada DNA meliputi

hilangnya atau bertambahnya kromosom, penyusunan ulang kromosom, dan

penghapusan kode kromosom. Penghapusan atau penggandaan bagian-bagian

kromosom memungkinkan untuk ditempati oleh onkogen atau gen supresor

10

Gambar : Inisiasi, promosi dan progresi sel kanker.13

Page 11: Carcinoma Tonsil

tumor. Sedangkan penyusunan ulang kromosom dapat berubah menjadi aktivasi

karsinogenik.12

Perubahan genetik pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher belum

diketahui secara pasti. Califano dkk mengemukakan hilangnya kromosom

9p21 atau 3p menyebabkan perubahan dini pada mukosa kepala dan leher

sehingga mengakibatkan munculnya karsinoma sel skuamosa. Namun, teori

lain menyatakan bahwa hilangnya kromosom 17p pada gen supresor tumor

juga turut berperan tethadap keganasan kepala dan leher. Selain itu, hilangnya

kromosom 3p21 men yebabkan perubahan hyperplasia dan displasia, sedangkan

hilangnya kromosom 6p, 8p, 11q, 14q, dan 4q26-28 menyebabkan terjadinya

invasi ke jaringan sekitar.11

Keganasan tonsil dapat diklasifikasikan menurut jaringan asal: epitel, kelenjar,

atau limfoid. Histopatologi kini telah mengungkapkan bahwa 90-95% dari lesi ini

adalah karsinoma sel skuamosa. Limfoma dan tumor kelenjar ludah minor

mayoritas terdiri dari tumor yang tersisa. Varian sel skuamosa termasuk non-

keratinizing dan keratinizing karsinoma, lymphoepithelioma, dan karsinoma sel

verrucous.7

Karsinoma biasanya mengenai daerah tonsila. Daerah ini meluas dari trigonum

retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa

tonsilarnya sendiri. Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior

pada palatum mole.3

11

Gambar : Lokasi penyebaran tumor.7

Page 12: Carcinoma Tonsil

Pada tahun 1989, Brandsma dan Abramson adalah yang pertama kali

melaporkan adanya DNA HPV tipe 16 pada dua dari tujuh kasus SCCs tonsil

menggunakan hibridisasi Southern blot. Sejak laporan awal itu, sejumlah besar

penelitian telah melaporkan tentang deteksi DNA HPV dalam SCCs tonsil.

Namun, praktis tidak ada data yang tersedia di deteksi DNA HPV dalam jaringan

tonsil dari cincin Waldeyer's selain tonsil palatina. Satu tahun setelah laporan asli,

Ishibashi dan rekan kerjanya menggambarkan sebuah SCC tonsil tambahan

terinfeksi dengan bentuk episomal DNA HPV tipe 16. Jenis HPV yang sama juga

terdeteksi dalam dua metastasis kelenjar getah bening, menyarankan peran

langsung untuk infeksi HPV pada perkembangan SCC.

E. Manifestasi Klinik

Kebanyakan pasien karsinoma tonsil hadir dalam keadaan penyakit lanjut

karena lesi awal biasanya tanpa gejala ketika kecil. Hal ini tidak biasa bagi rongga

mulut dan leher untuk dilupakan ketika mengevaluasi pasien dalam praktek

umum, walaupun tumor kecil sesekali ditemukan secara kebetulan oleh seorang

dokter gigi atau dokter keluarga. Pasien juga cenderung mengabaikan tumor kecil

dengan harapan bahwa mereka spontan akan remisi. Secara keseluruhan, gejala

berkurang pada sekitar 67-77% dari pasien dengan tumor lebih besar dari 2 cm.

dan sering dijumpai metastasis nodus regional.7

Tumor daerah tonsil bagian anterior sering muncul sebagai lesi datar dengan

relatif sedikit besar atau infiltrasi jaringan. Perkembangan penyakit mengarah

ulcerasi dengan tumor menonjol perbatasan yang tergulung dan berikutnya invasi

ke palatoglossal. Tumor kemudian dapat menyebar ke trigonum retromolar

anterior, mukosa bukal, dan basis lidah, palatum mole superior dan palatum

durum posterior, atau ke dalam fosa tonsil posterior. Pertumbuhan tumor dapat

menyebabkan reffered otalgia atau rasa sakit akibat ulserasi atau infiltrasi jaringan

dalam. Pertumbuhan ke dalam mukosa bukal dan lemak bukal menyebabkan rasa

penuh di pipi, sementara perluasan lebih lanjut ke daerah pterygoid menyebabkan

trismus. Potensi untuk menyebar ke rahang bawah dengan invasi periosteum dan

terdapat rasa sakit, dan menyebar tersebut bukan jarang ditemukan pada tumor

12

Page 13: Carcinoma Tonsil

besar. Keterlibatan lidah juga akan menyebabkan rasa sakit dan gangguan

mobilitas.

Karsinoma fosa tonsil timbul dari lapisan epitel tonsil atau dari selaput lendir

di sepanjang dasar fosa. Mereka cenderung lebih exophytic dan ulseratif daripada

bagian arcus tonsil anterior dan sering lebih besar pada keberadaan awal. Lesi ini

biasanya mencakup arcus tonsil posterior, dinding faring lateral, dan dasar lidah.

Selanjutnya hasil penyebaran menembus ruang parapharyngeal dengan

selanjutnya dasar tengkorak dan keterlibatan saraf kranial. Seperti tumor tonsil

anterior, karsinoma fossa tonsil dapat muncul dengan sakit tenggorokan dan

reffered otalgia. Mungkin ada menjadi disfagia atau odynophagia. Akibat

pembesaran tumor pada arcus dan lidah, rasa sakit mungkin lebih buruk dan

mobilitas lidah bisa berkurang.

Lesi yang timbul dari arcus tonsil posterior lebih sedikit daripada tumor yang

timbul dari arcus tonsil anterior atau fossa tonsil. Didapatkan temuan klinis yang

serupa pada tumor arcus tonsil anterior, tapi tumor cenderung menyebar inferior

sepanjang palatopharyngeus, kontriksi parinx media, dan plika paringeaepligotis.7

Gejala dari karsinoma tonsil mirip dengan karsinoma dasar lidah, tapi

umumnya banyak terjadi pada satu sisi. Mungkin dapat melibatkan kedua tonsil,

khususnya jika karsinoma yang menyebar dari dasar lidah. Pemeriksaan dengan

cermin umumnya menunjukkan perbedaan ukuran antara tonsil yang sehat dan

tonsil yang ganas. Di tandai adanya indurasi saat melakukan palpasi pada tonsil,

yang mungkin sudah tetap ke jaringan di bawahnya. Awalnya hanya melibatkan

limfonodi regiona, tetapi tidak jarang terjadi metastasis ke tempat yang lebih jauh

(paru, tulang, hati).4

Karsinoma tonsil ini tidak menunjukkan gejala awal. Dalam tahap selanjutnya

beberapa gejala yang sangat menonjol dan jelas adalah sebagai berikut:

1. Terbentuk benjolan dileher sebagai akibat metastasis carcinoma tonsil ke

kelenjar getah bening di leher.

2. Kesulitan dalam menelan

3. Sakit tenggorokan atau suara serak di tenggorokan

13

Page 14: Carcinoma Tonsil

4. Air liur mengandung darah

5. Pada satu sisi tonsil mungkin dapat membesar

6. Berat badan turun

7. Merasa massa di tenggorokan5

F. STAGING

Staging karsinoma tonsil menurut America Joint Committee on Cancer

(AJCC) edisi ke-6. Klasifikasi meliputi ukuran tumor primer (T), kejadian,

ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional (N), kejadian metastase jauh atau

tidak (M).

Staging ukuran tumor karsinoma tonsil :

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 : Tidak ada kejadian tumor primer

Tis : Carcinoma in situ

T1 : Diameter tumor ≤ 2 cm

T2 : Diameter tumor 2-4 cm

T3 : Diameter tumor > 4 cm

T4a : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau ektrinsik,

otot pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula

T4b : Tumor meluas ke otot pterygoid lateral, lempeng pterygoid, nasofaring

lateral, basis crania atau arteri karotis

Kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional

Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional

N1 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter ≤ 3 cm

N2 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm;

ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm; kelenjar limfe bilateral atau

kontralateral, diameter < 6 cm

N2a : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm

N2b : Metastase ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm

14

Page 15: Carcinoma Tonsil

N2c : Metastase ke kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm

N3 : Metastase ke kelenjar limfe, diameter > 6 cm

Metastase jauh

Mx : Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh.2

Tabel . TNM dan klasifikasi staging karsinoma tonsil 6

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1 N0 M0

Stage II T2 N0 M0

Stage IIIT1, T2

T3N1

N0, N1M0M0

Stage IVaT1, T2, T3

T4aN2

N0, N1, N2M0M0

Stage IVbT4b

Any TAny N

N3M0M0

Stage Ivc Any T Any N M1

G. DIAGNOSIS

1) Anamnesis

a. Rasa nyeri waktu menelan (disfagia)

b. Rasa nyeri di telinga (otalgia) karena nyeri alih (referred pain)

c. Kesulitan menelan (odinofagia) 6

d. Merasa ada benda asing13

e. Rasa nyeri di lidah dan gangguan gerakan lidah

f. Kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus).14

15

Page 16: Carcinoma Tonsil

2) Pemeriksaan fisik status generalis : Penurunan berat badan13

3) Pemeriksaan fisik status lokalis

a) Inspeksi (tonsil)

a. Pembesaran unilateral

b. Permukaan tidak rata

c. Ulserasi

b) Palpasi (leher)

a. Teraba massa tumor (letak, besar, konsistensi, fiksasi pada kulit dan

jaringan sekitarnya)

b. Pembesaran kelenjar regional (lokasi, ukuran,dan jumlah,).14

H. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

Fungsi hepar : Mengetahui fungsi hepar diperlukan untuk mengetahui

riwayat minum alkohol.

b. Radiologi

i). CT scan leher, dengan atau tanpa kontras. Untuk menilai metastasis dan

luas tumor.

ii). MRI. Untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak.

iii). CT scan thorax. Untuk menilai metastasis khususnya ke daerah paru-

paru.

c. Biopsi

Keganasan tonsil perlu diagnostik pasti dari patologi anatomi untuk

memastikan hal tersebut. Biopsi dilakukan langsung pada massa tumor

(insisional).

d. Panendoskopi

Panendoskopi merupakan tindakan operatif endoskopi untuk memastikan

diagnosa dan staging, dan mengetahui adanya synchronous primary tumor.

Ini meliputi laringoskopi direkta, esofagoskopi dan trakeo-bronkoskopi.13

16

Page 17: Carcinoma Tonsil

e. Tes Human Papilloma Virus (HPV)

NCCN guidline merekomendasikan tes HPV untuk menilai prognosis

Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode quantitative reverse

transcriptase PCR (QRT-PCR).2

I. TERAPI

Filosofi dalam penatalaksanaan karsinoma tonsil yaitu penanganan pada tumor

primer dan kelenjar limfe regional karena meskipun tumor primer yang kecil tetap

mempunyai resiko terjadinya metastase ke kelenjar limfe regional. Prinsip

penatalaksanaanya meliputi pembedahan, radioterapi, atau kombinasi keduanya.

Secara umum, keputusan jenis penatalaksanaan dipengaruhi oleh ukuran tumor,

ada atau tidaknya metastase ke kelenjar limfe, ketersediaan fasilitas radioterapi

atau bedah, keadaan umum pasien, dan persetujuan pasien.

Karsinoma tonsil T1 dan T2 dapat diberikan radioterapi dengan dosis 6000-

7000 cGy, angka kesembuhan sebesar 76%-87% pada staging T1 dan sebesar

54%-81% pada staging T2. Angka rekurensi lokal pada staging T1 < 20%, dan

pada staging T2 < 30%. Rekurensi secara umum terjadi pada 2 tahun pertama

terapi. Perluasan keganasan sampai ke pangkal lidah merupakan penyebab paling

banyak terjadinya rekurensi. Lee et al dan Wong et al melaporkan angka

kesembuhan untuk staging T1 sebesar 100% dan untuk staging T2 sebesar 85%-

92% pada tindakan bedah karsinoma tonsil jika resolusi tumor tidak sempurna

setelah tindakan radioterapi.

Tindakan bedah sebagai terapi primer yang diindikasikan untuk staging T1

dan T2 jika sebelumnya telah dilakukan radioterapi dan pada situasi tidak

memungkinkan dilakukan radioterapi misalnya keadaan umum pasien jelek atau

minimnya fasilitas radioterapi. Angka kesembuhan sama pada tindakan tunggal

bedah maupun radioterapi pada staging T1 dan T2.

Penatalaksanaan pada staging T3 dan T4 berbeda dengan pada staging T1 dan

T2. Pada penelitian studi retrospektif dilaporkan radioterapi, tindakan bedah, dan

kombinasi keduanya merupakan penatalaksanaan definitif tetapi dengan tingkat

keberhasilan yang bervariasi. Ketika pada staging T1 dan T2 dapat dikontrol

17

Page 18: Carcinoma Tonsil

dengan 7000 cGy, dosis tersebut tidak adekuat untuk mengontrol pada staging T3

dan T4. Dipostulatkan pemberian lebih dari 7500 cGy mungkin akan

meningkatkan angka kesembuhan dan survival rate tetapi tindakan tersebut tidak

bijaksana karena meningkatkan resiko pada jaringan lunak (nekrosis) dan tulang

(osteomyelitis).

Kombinasi radioterapi dan tindakan bedah menjadi terapi utama pada

karsinoma tonsil stadium lanjut. Keuntungan definitif dari radioterapi yang

kemudian dilanjutkan dengan tindakan bedah adalah untuk mencegah rekurensi.

Kurang lebih 20% pasien mengalami rekurensi setelah dilakukan terapi tunggal

dengan radioterapi, dan < 50% dari mereka yang survival ratenya lebih dari 2

tahun. Studi yang membandingkan antara radioterapi atau tindakan bedah dengan

kombinasi keduanya dilaporkan signifikan secara statistik menurunkan angka

rekurensi, dengan 25%-50% menurunkan angka rekurensi jika dilakukan terapi

kombinasi. Perez et al melaporkan angka rekurensi sebesar 52% pada pasien yang

hanya dilakukan radioterapi, sedangkan pada kombinasi radioterapi dan tindakan

bedah angka rekurensi hanya sebesar 33%. Studi yang lain seperti yang dilakukan

oleh Mizono et al dan Spiro et al juga melaporkan pada terapi kombinasi

mengalami perbaikan angka kesembuhan.

Pada N0 drekomendasikan untuk dilakukan terapi pada semua staging karena

mempunyai resiko jika tidak ditangani. Pada yang tidak diterapi, N0 akan menjadi

positif pada 10%-25% pasien. Terapi yang dilakukan yaitu dengan radioterapi,

tindakan bedah, atau kombinasi keduanya. Diseksi leher sama efektifnya dengan

radioterapi untuk mencegah terjadinya metastase ke kelenjar linfe regional.

Pada pasien dengan metastase ke kelenjar limfe dilakukan diseksi leher jika

pada tumor primer dilakukan tindakan bedah, sedangkan setelah dilakukan

tindakan bedah kemudian dilakukan radioterapi diindikasikan pada penyebaran

ekstrakapsuler atau metastase ke kelenjar limfe multipel. Tindakan radioterapi

dilakukan ketika ukuran tumor kecil dengan metastase ke kelenjar limfe, dan

diseksi leher diperlukan jika penyembuhan dengan radioterapi kurang sempurna.

Untuk ukuran tumor besar atau metastase ke kelenjar limfe ekstensif, terapi

18

Page 19: Carcinoma Tonsil

primer yaitu dengan terapi kombinasi (tindakan bedah dan radioterapi), dengan

angka kesembuhan 70%-90% pada N1 dan N2 , serta 60% pada N3.7

Pada radioterapi digunakan radiasi ionisasi, yaitu penyinaran yang

menyebabkan ionisasi pada sel sasaran sehingga mengganggu sel-sel yang berada

dalam salah satu pembiakan sel (Rand & Margaret, 1999). Kepekaan sel terhadap

sinar radiasi tergantung pada kecepatan pertumbuhan sel. Makin aktif dan cepat

pertumbuhan suatu jenis sel, makin peka sel tersebut terhadap pengaruh radiasi.

Radioterapi dapat diberikan sebagai terapi utama pada kasus kanker yang

radiosensitif seperti pada karsinoma tonsil yang secara patologi anatomi

merupakan karsinoma sel skuamosa, kanker yang operasinya sangat sukar atau

dengan resiko yang sangat besar16

J. PROGNOSIS

Prognosis berhubungan dengan staging tumor saat didiagnosis. Makin besar

tumor atau makin lanjut staging tumornya, prognosis bertambah jelek. Dengan

terdapatnya metastase, prognosis lebih jelek. Kalau tumor sudah masuk ke dalam

jaringan , prognosis menjadi lebih jelek dan pada terapi sering harus diikuti

dengan diseksi leher.16

Survival rate selama 5 tahun pada pengobatan karsinoma tonsil berdasarkan

staging tumor yaitu :

Stage I = 80%

Stage II = 70%

Stage III = 40%

Stage IV = 30%

Ang et al dalam penelitiannya menganalisis pada pasien dengan HPV positif

maupun negatif yang diacak secara random dengan perlakuan diberikan

radioterapi pada karsinoma tonsil staging III-IV. Pasien dengan HPV positif

survival rate bertambah rata-rata 3 tahun (82.4% vs 57.1%, p<0,001) dan

menurunkan resiko kematian sebesar 58% jika dibandingkan pada pasien dengan

HPV negative.2

19

Page 20: Carcinoma Tonsil

Di Swedia survival rate 5 tahun pada laki-laki 46.6% dan pada perempuan

56.2%.6

BAB III

PENUTUP

Karsinoma tonsil adalah keganasan kepala dan leher kedua yang paling

banyak setelah karsinoma laring di Amerika Serikat. Pada pemeriksaan

histopatologi 90-95% dari lesi ini adalah karsinoma sel skuamosa. Secara umum,

tembakau (rokok), alkohol, dan virus (HPV) telah diidentifikasi sebagai faktor

etiologi utama. Kebanyakan pasien karsinoma tonsil datang sudah dalam keadaan

stadium lanjut karena lesi awal biasanya tanpa gejala.

Filosofi dalam penatalaksanaan karsinoma tonsil yaitu penanganan pada tumor

primer dan kelenjar limfe regional karena meskipun tumor primer yang kecil tetap

mempunyai resiko terjadinya metastase ke kelenjar limfe regional. Prinsip

penatalaksanaanya meliputi pembedahan, radioterapi, atau kombinasi keduanya.

Prognosis berhubungan dengan staging tumor saat didiagnosis. Makin besar tumor

atau makin lanjut staging tumornya, prognosis bertambah jelek. Dengan

terdapatnya metastase, prognosis lebih jelek. Kalau tumor sudah masuk ke dalam

jaringan, prognosis menjadi lebih jelek dan pada terapi sering harus diikuti dengan

diseksi leher.

20

Page 21: Carcinoma Tonsil

Daftar Pustaka

1. Amarudin, Tolkha dan Cristanto, Anton. 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi.

Yogyakarta : Departemen THT Universitas Gajah Mada.

2. Kokot, niels. Malignant Tumors of the Tonsil, Surgical Treatment. Available

from: www.emedicine.com Last update 10 Sep 2010. [Diakses tanggal 16

Desember 2010].

3. ADAM, George L. 1997. Boies : buku ajar penyakit THT. Jakarta : EGC

4. Heinz Hans, Naumann. 1993. Differential Diagnosis in Otolaryngology.New

Delhi : JAYPEE BROTHERS.

5. Anonim. Tonsil Cancer Overview, Symptoms, and Treatment Available from:

www.onlinecancerguide.com Last update 2008. [Diakses tanggal 16

Desember 2010].

6. Hammerstedt, lalle. 2008. Tonsilar Cancer: Incidence, Prevalence of HPV

and Survival. Swedia : Karolinska Institutet

7. Guay, M, E., Laverty, R., 1995. Tonsillar carcinoma. Eur Arch

Otorhinolaryngol. 252:259-64.

8. Davies L, Welch HG. Epidemiology of head and neck cancer in the United

States. Otolaryngol Head Neck Surg 2006 Sep;135(3):451-7.

9. Fakhry C, Gillison ML. Clinical implications of human papillomavirus in

head and neck cancers. J Clin Oncol 2006 Jun 10;24(17):2606-11

10. Murray, K Robert. Kanker, Gen Kanker dan Faktor Pertumbuhan dalam

Biokimia Harper. Edisi 24. Jakarta. EGC. 1999. 779-98

11. Nguyen T. C hau, Padh ya A. Tapan. Cell Biology of Head and Neck

Squamous Cell Carcinoma. Available from: www.emedicine.com Last

update 13 Oct 2008. [Diakses tanggal 16 Desember 2010].

12. Scher L. Richard, Richtsmeier J. William. Tumor Biology and Immunology

of Head and Neck Cancer. Edition. United States of America. 1998.

1401-11.

13. Kuhuwael, F, G., 2006. Penatalaksanaan Keganasan Kepala dan Leher. Dexa

Media. 19: 143-7.

21

Page 22: Carcinoma Tonsil

14. Munir, M., 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp 153-5.

15. Rand, L., Margaret, et al. 1999. Protein Plasma, Imunoglobulin, dan

Pembekuan Darah dalam Biokimia Harper. Edisi 24. Jakarta: EGC pp 738.

16. Sjamsuhidajat, R., 2004. Neoplasma dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.

Jakarta: EGC pp 131-2.

22