carut marut tambang di bumi celebes
TRANSCRIPT
CARUT MARUT TAMBANG DI BUMI CELEBES
Kertas Posisi Koalisi Anti Mafia Tambang
Hampir seperlima kawasan hutan lindung dan hutan konversasi di 3 Provinsi
(Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara) telah terbebani izin pertambangan
Data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan terdapat
202.150,09 Hektar wilayah pertambangan yang masuk di kawasan hutan lindung di 3
provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara) dengan total unit izin usaha
sebanyak 101 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 6 Kontrak Karya (KK).
Koalisi Anti-Mafia Tambang
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan
pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan
Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia
Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup
Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di
lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini
bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang
masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di
12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-
2 untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui
koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 3 (tiga) provinsi
yakni Provinsi Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara pada 8 Juni 2015.
Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3
(tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan
negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
KOALISI ANTI MAFIA TAMBANG REGION SULAWESI BARAT, GORONTALO, SULAWESI UTARA
WALHI SULBAR
YASMIB SULSELBAR
Pengawasan Masyarakat Sipil atas Korsup KPK Sektor Mineral dan Batubara di 3 Provinsi: Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara
WALHI SULUT, WALHI MALUT, WALHI SULBAR, SLPP SULUT, LBH MANADO, JAPESDA, YASMIB SULAWESI, MTG GORONTALO
PWYP, WALHI, AURIGA, JKPP
: SUKRI (085399229459)
: AZIS PATURUNGI (081340055299)
JAPESDA
MASYARAKAT TRANSPARANSI GORONTALO
: DJUFRY (082265351984);
SUGENG SUTRISNO (081340406025)
RAHMAN DAKO (085215321101)
: ARSAD TUNA (081343705510)
WALHI SULUT
LBH MENADO
: ANGELIN PALIT (085281384082)
: HENDRA BARAMULI (082189055966)
PWYP INDONESIA
AURIGA
WALHI
JARINGAN KERJA PEMETAAN PARTISIPATIF
: ARYANTO NUGROHO (081326608343)
: GRAHAT NAGARA (087878721651)
: ZENZI SUHADI (081384502601)
: RAHMAT SULAIMAN (082194224676)
Sementara itu, di ketiga provinsi itu terdapat 69.940,32 hektar wilayah pertambangan
yang masuk hutan konservasi yang terdiri atas 34 IUP dan 5 KK.
Tabel 1. Jumlah Luasan Izin Pertambangan yang diindikasikan berada pada Hutan
Konservasi dan Lindung
Sumber: Dirjen Planologi, 2014
Penggunaan kawasan hutan konservasi untuk kegiatan non kehutanan jelas
melanggar aturan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990
tentang konservasi sumber daya alam hayati. Sementara kegiatan penggunaan
kawasan hutan di kawasan lindung hanya diperbolehkan dalam bentuk pertambangan
bawah tanah (underground mining) yang faktanya sampai saat ini tidak ada satupun
pemegang izin yang sanggup melaksanakan praktek ini. Oleh karenanya, pemberian
izin di kawasan hutan lindung dan konservasi jelas melanggar aturan yang ada dan
memerlukan penegakan hukum terhadap pemegang izin usaha di kawasan
tersebut.
Temuan yang diperoleh Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dari hasil
analisis peta dan overlay menunjukkan betapa izin pengusahaan pertambangan pada
prakteknya banyak melanggar peruntukan kawasan hutan konservatif dan hutan lindung sebagaimana tabel dalam lampiran 1.
Sumber : JKPP
SULAWESI BARAT SULAWESI UTARA
GORONTALO NASIONAL
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dirjen Minerba, Kementerian ESDM pada
Desember 2014, menunjukkan bahwa 43% dari total IUP di 3 provinsi (Sulawesi
Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara) masih berstatus non-Clean and Clear (CnC).
Provinsi Gorontalo merupakan wilayah yang memiliki IUP non CnC dengan prosentase
tertinggi yaitu, 50% IUP dari total seluruh IUP. Sementara itu, di provinsi Sulawesi
Utara sebanyak 44% IUP berstatus non-CnC. Sedangkan di Provinsi Sulawesi Barat
sebanyak 38% IUP berstatus non-CnC.
Lebih Dari 40% IUP di 3 Provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara)
Masih Berstatus non-CnC
Clean and Clear belum mempertimbangkan aspek keselamatan warga. Dengan cara
pandang ekosistem pulau, pulau Sulawesi bukanlah hanya hamparan ruang kosong,
diatasnya ada Masyarakat adat, Ribuan Jaringan Sungai, Hutan Tropik Penting hingga
Flora Fauna Endemik, maka penyelamatan Sulawesi dari daya rusak Tambang tak
cukup hanya dengan pendekatan merapikan dan menertibkan ijin
Tabel 2. Jumlah IUP yang CnC dan non-CnC di 3 Provinsi
75% IUP yang non CnC di 3 Provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara) bermasalah secara administratif.
Data Dirjen Minerba kementerian ESDM tahun 2014 mengemukakan bahwa 79
pemegang izin di 3 Provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara) belum
menyelesaikan administrasi sebagai persyaratan untuk memperoleh IUP antara
lain kepemilikan NPWP dan kelengkapan dokumen perusahaan. Disisi lain sebanyak
29 pemegang izin belum menyelesaikan permasalahan wilayah. Di Provinsi
Gorontalo terdapat sekitar 96% IUP yang bermasalah secara administratif disusul
Provinsi Sulawesi Utara sebesar 87% dan Provinsi Sulawesi Barat sebesar 32%
Boks 1. Ekploitasi Batu Gajah, Pambuang
Aktivitas eksploitasi penambangan batu gajah yang dilakukan oleh CV. Karir Majene
di Desa Pasuloang, Kabupaten Majene terindikasi merusak lingkungan. Aktivitas
pertambangan tersebut menimbulkan berbagai ancaman seperti : Turunnya debit
air, penurunan kualitas air sungai, banjir di musim hujan dan kekeringan pada
musim kemarau.
Ironisnya, CV. Karir Majene yang mendapatkan izin berdasarkan SK Bupati No.
1919.a/HK/KEP-BUP/XII/2014 tersebut diduga bermasalah. Hasil penelusuran
yang dilakukan oleh Walhi Sulbar menunjukkan bahwa CV. Karir Majene tidak
memiliki dokumen AMDAL. Selain itu, dalam dokumen SK tersebut disebutkan
bahwa lokasi penambangan berada di kecamatan Pamboang. Akan tetapi dalam
lampiran daftar koordinat, lokasi pertambangan berada di kecamatan Sendana
Lokasi penambangan batu gajah juga terindikasi menyerobot tanah adat. Informasi
terkait eksploitasi tambang tersebut tidak disediakan dengan penuh. Dalam proses
diskusinya, masyarakat tidak mendapat informasi tentang luas wilayah maupun
jangka waktu yang akan dieksploitasi serta dampak pengerukan tambang tersebut
terhadap tanah adat.
apalagi hanya dengan pendekatan administratif 'clean and clear' belaka. CnC hendaknya
mempertimbangkan aspek keselamatan warga mengingat semakin banyaknya kasus
korban manusia yang meninggal akibat proses penambangan.
Hampir Seluruh Pemegang IUP Belum Memenuhi Kewajiban Jaminan Reklamasi dan
Pasca-Tambang
Hampir seluruh pemegang izin pertambangan di 3 provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo
dan Sulawesi Utara) belum memiliki jaminan reklamasi dan jaminan pasca-tambang.
Kementerian ESDM tahun 2014 mencatat bahwa dari 244 IUP yang berada di Sulawesi
Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara hanya 1 (satu) IUP saja yang telah memenuhi
kewajiban atas jaminan reklamasi. Sedangkan dengan dokumen pasca tambang,
seluruh IUP tidak memilikinya.
Tidak adanya data yang dimiliki provinsi dan minimnya IUP yang memenuhi kewajiban
jaminan reklamasi dan paska tambang, menunjukkan bahwa komitmen dan
pengawasan pemerintah daerah dan pusat dalam pemulihan lingkungan pertambangan
sangat rendah. Kerugian negara yang ditimbulkan atas ketiadaan data dan rendahnya
pemenuhan kewajiban akan semakin meningkat mengingat dampak ekologis atas
absennya kewajiban IUP tersebut bisa menyebabkan banjir dan dampak sosial ekonomi
lainnya bagi masyarakat.
Sumber : Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, 2014
Tabel 3. Daftar Permasalahan IUP di 3 Provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Utara)
Tabel 4. Ketersediaan Jaminan Reklamasi dan Pasca-Tambang di 3 Provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Utara)
Sumber : Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, 2014
Boks 2. Kejahatan Tambang di Pulau Bangka
Data di atas menunjukkan masih maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh
pemegang IUP dalam menjalankan usaha pertambangannya. Sementara,
pemerintah daerah dan pusat selaku pemberi izin masih lemah dalam memberikan
sanksi atau tindakan hukum kepada pemegang IUP yang non CnC.
Keterbukaan informasi di segala bidang telah diamanatkan dalam UU No. 14 tahun 2008
tentang keterbukaan informasi publik (KIP). Implementasi UU ini dtelah ditekankan oleh
presiden bagi semua pemerintah pusat dan daerah untuk membuka data publik untuk
kepentingan masyarakat umum termasuk data tentang izin perusahaan, Amdal dan
kebijakan pertambangan lainnya.
Pengalaman Koalisi Anti Mafia Tambang di 3 Provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo dan
Sulawesi Utara) menujukkan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki komitmen
keterbukaan informasi publik dan memilih menutup atas data dan informasi yang terkait
dengan dokumen izin usaha pertambangan, tahap-tahap operasional dan pasca-
tambang.
PT Mikro Metal Perdana (MMP) terus menjalankan kegiatan operasi produksinya di
Pulau Bangka meskipun Menteri Kelautan dan Perikanan dalam suratnya kepada
Menteri ESDM bernomor B. 687/MEN-KP/XII/2014 menyatakan bahwa kegiatan PT
MMP harus diberhentikan sementara karena belum memenuhi berbagai
persyaratan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti
persayaratan lingkungan hidup (AMDAL, UKL/UPL), Izin pemanfaatn pulau-pulau
kecil dan perairan sekitarnya dsb.
Selain itu, izin operasi produksi PT. MMP yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM 3109
K/30/MEM/2014 terindikasi bermasalah secara hukum. Sebelumnya Mahkamah
Agung melalui putusan MA No. 291/K/TUN/2013 telah mencabut SK no 162 tahun
2010 tentang perpanjangan dan perluasan Kuasa Pertambangan Eksplorasi
Tambang PT. Mikrometal Perdana (MMP) di Pulau Bangka Sulawesi Utara. Bahkan
PTUN Manado pernah beriklan di media massa dan berkirim surat kepada
Presiden SBY saat itu agar Bupati Minahasa Utara patuh hukum.
Meskipun berbagai kalangan di tingkat nasional maupun internasional terus
menyorot ekpolitasi tersebut, akan tetapi tidak ada upaya untuk menyelesaikannya.
Proses “pembiaran” yang terjadi menyebabkan terjadinya kerusakan eksosistem
pesisir dan pulau-pulau kecil, mengganggu kepentingan masyarakat dan nelayan
maupun menimbulkan dampak sosial dan konflik horisontal.
“Potensi Kerugian Penerimaan Negara dari Land Rent
Mencapai Rp 47,93 Miliar Rupiah”
Koalisi anti Mafia Tambang melakukan perhitungan potensi kerugian negara dari iuran
land rent yang mengacu pada PP Nomor 9/2012 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan
Bukan Pajak. Dari perhitungan yang ada diperoleh selisih yang signifikan antara potensi
penerimaan daerah dan realisasinya. Selisih antara realisasi penerimaan daerah dengan
potensinya kami sebut sebagai potensi kehilangan penerimaan (potential lost). Hasil
perhitungan Koalisi Anti-Mafia Tambang menunjukkan bahwa sejak tahun 2010-2013
diperkirakan potensi kerugian penerimaan mencapai total Rp47,93 miliar, dengan
rincian di Provinsi Sulawesi Barat sebesar Rp 27,8 ; Provinsi Gorontalo sebesar Rp 12,9
miliar dan Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp 7,2 miliar. Informasi lengkap potensi
kerugian Penerimaan per kabupaten di dua Provinsi dapat dilihat di Lampiran 2.
Tabel 5. Potential Lost dari Land Rent 2010-2013 di 3 Provinsi (Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Utara)
Minimnya Transparansi dan Keterlibatan Masyarakat Sipil
di Sektor Pertambangan Minerba
Boks 3.
Hasil pantauan LBH Menado mengindikasikan adanya kerusakan hutan lindung di
Gunung Garini akibat aktivitas pertambangan PT Boltim Prima Nusa Resources
(PT. BPNR ) di Desa Buyat, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim). Yang
menarik, warga sekitar ternyata tidak mendapatkan informasi terkait dengan izin
pertambangan perusahaan tersebut.
Pada tanggal 26 Februari 2015 LBH Manado menyurat kepada Bupati Boltim Sehan
Landjar untuk meminta dokumen-dokumen publik antara lain : Izin Prinsip, Izin
lokasi, Izin usaha pertambangan, Izin pinjam pakai kawasan dan Izin pelepasan
kawasan hutan dan informasi lainnya. Akan tetapi, sampai hari ini permintaan
tersebut tidak direspon oleh bupati. Hal ini menunjukkan adanya indikasi upaya
untuk menutup informasi terkait dengan aktivitas PT. BPNR
11 (Sebelas) hal yang direkomendasikan oleh Koalisi Anti Mafia Tambang adalah
sebagai berikut :
Pemerintah selaku pemberi izin untuk segera menghentikan pertambangan di
Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung serta mendesak KPK menyelidiki
kemungkinan adanya kasus korupsi dalam pemberian izin di Kawasan Konservasi
dan Lindung.
Mendesak Dirjen Minerba untuk memperluas kriteria CnC dalam kegiatan usaha
pertambangan untuk memperhatikan aspek Hak Asasi Manusia, hak-hak sosial
ekonomi masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup.
Mendesak pejabat penerbit izin untuk mencabut izin-izin pertambangan yang
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk yang non-
CnC (belum menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang) dengan tetap
memproses penegakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan (pajak,
kerusakan lingkungan, dll) serta mendesak KPK menyelidiki kemungkinan adanya
kasus korupsi pada pemberian IUP yang bermasalah tersebut.
Meminta pemerintah untuk melakukan moratorium dan sekaligus mereview
seluruh izin-izin pertambangan yang telah diterbitkan agar sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Tim Korsup Minerba KPK dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah wajib
untuk mempublikasikan izin yang telah dicabut melalui media yang murah dan
mudah dijangkau oleh masyarakat agar bisa dilakukan pengawasan pasca-
pencabutan.
Mendesak pemerintah untuk melakukan fungsi pengawasan dan penegakan
hukum secara maksimal untuk memastikan tak ada alih fungsi lahan atau
kejahatan di sektor hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat sipil.
Aparat penegak hukum baik di tingkat pusat maupun daerah untuk memperbanyak
penanganan dan penyelesaian kasus yang terkait dengan kejahatan dan
pelanggaran HAM di sektor mineral dan batubara.
Pemerintah perlu mengembangkan skema blacklist (daftar hitam) dan
dipublikasikan ke publik bagi perusahaan dan pemilik usahanya yang melakukan
pelanggaran terhadap penggunaan izin dan merugikan negara serta
menginformasikan kepada publik dan pihak perbankan.
Meminta Korsup Minerba KPK dan pemerintah mengakomodir aspek keselamatan
warga dan lingkungan hidup dalam penertiban, penataan izin dan penegakan
hukum.
Mendesak pemerintah untuk memperbaiki mekanisme pengelolaan PNBP yang
berpotensi terhadap kehilangan penerimaan negara dari iuran land rent dan royalti
termasuk perlu adanya penertiban, sebagai bagian dari optimalisasi penerimaan
negara. KPK diminta untuk mengembangkan penyidikan atas temuan dari potensi
kerugian negara dari iuran land rent dan royalti.
Pemerintah untuk memperjelas status wilayah pertambangan pasca-pencabutan
IUP, harus dipastikan mekanismenya dilakukan secara transparan serta terlebih
dahulu dilakukan rehabilitasinya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Rekomendasi
Potensi Kerugian Negara dari Iuran Land Rent per Provinsi di Sulawesi Barat,
Gorontalo dan Sulawesi Utara versi Perhitungan Koalisi Anti Mafia Tambang
Tahun 2010-2013
Lampiran 2
Total Potensi Kerugian untuk 3 Provinsi = Rp 47,93 Miliar
Hasil Overlay Pertambangan Dengan Kawasan Hutan Konsevasi dan Hutan Lindung
Lampiran 1
Sumber : JKPP