case anak lla icyn
DESCRIPTION
case koasTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
Leukemia Limfositik Akut
PENYUSUN :
Cynthia Ayuningtyas
030.10.069
PEMBIMBING :
dr. Rina Rahardiani,SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 10 AGUSTUS 2015 – 16 OKTOBER 2015
1
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RSAL MINTOHARDJO
Dokter Pembimbing : dr. Rina Rahardiani, Sp.A Tanda tangan :
Nama Mahasiswa : Cynthia Ayuningtyas
NIM : 030.10.069
I. IDENTITAS
PASIEN
Nama : An. AZ Suku Bangsa : Jawa
Umur : 2 tahun 3 bulan Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki Pendidikan : belum
Alamat : Villa Mutiara Jaya Blok N 112/38 sekolah
RT 07/04 Cibitung
ORANG TUA/ WALI
AYAH
Nama : Tn. MH Agama : Islam
Umur : 40 Tahun Pendidikan : STM
Suku Bangsa : Jawa Pekerjaan : TNI-AL
Alamat : Villa Mutiara Jaya Blok N 112/38
RT 07/04 Cibitung
Gaji : +Rp. 3.000.000,-/bulan
IBU
Nama : Ny. Y Agama : Islam
Umur : 32 tahun Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Betawi
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Villa Mutiara Jaya Blok N 112/38
RT 07/04 Cibitung
Gaji : -
2
Hubungan dengan orang tua : anak kandung
II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis dengan ibunya pada tanggal 12 Agustus 2015
KELUHAN UTAMA
Pasien ingin melakukan kemoterapi
KELUHAN TAMBAHAN
Lemas.
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Pasien datang ke RS TNI AL Mintoharjo dengan diagnosa Leukimia
Limfositik Akut (LLA) rencana kemoterapi yang ke-7. Pasien tidak merasakan
keluhan saat ini, hanya sedikit lemas. Saat ini, pasien tidak sedang demam, diare,
batuk, flu, mual, muntah. Awal mula, pasien datang ke IGD RSAL Mintoharjo
pada tanggal 17 Juni 2015 merupakan rujukan dari RS Medika Karya, Cibitung
dengan keluhan lemas sejak 2 hari SMRS. Lemas yang dialami pasien timbul
tiba-tiba, sebelumnya pasien mengalami demam 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan naik turun, turun jika diberi obat penurun
demam, kemudian esok harinya demam kembali timbul. Demam tidak terlalu
tinggi jika diukur dengan perabaan tangan. Saat itu pasien terlihat sangat pucat,
sehingga pasien dibawa ke RS Cibitung untuk berobat. Pada saat dilakukan
pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb pasien yang rendah, kemudian pasien
diberi transfusi darah sebanyak 3 x 100 cc. Kemudian Hb pasien meningkat
menjadi 9,6 mg/dl dan dibolehkan untuk pulang. Satu minggu setelah itu, pasien
kembali terlihat pucat, diikuti dengan demam beberapa hari setelahnya.
Kemudian terjadi pembengkakan pada kedua kaki dan perut yang membesar.
Bengkak pada kedua kaki timbul saat pasien berjalan dan menghilang jika pasien
tidur. Pasien kembali dibawa ke RS Cibitung, setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb pasien 2,9 mg/dl dan diberi transfusi kembali
sebanyak 2x100 cc. Karena Hb yang rendah untuk kedua kalinya, pasien dirujuk
oleh RS tersebut ke RSAL Mintoharjo. Saat itu nafsu makan pasien berkurang,
sehingga sempat terjadi penurunan berat badan sebanyak 3,5 kg. Pasien tidak
3
terdapat muntah, tidak ada keluhan BAB dan BAK pada pasien. Setelah
menjalani beberapa pemeriksaan, pasien didagnosa dengan LLA, kemudian
dokter memutuskan pasien untuk menjalani kemoterapi secara rutiun. Tidak ada
keluhan pada pasien selama menjalankan kemoterapi, saat ini pasien rutin
menjalankan kemoterapi di RSAL Mintoharjo.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
KEHAMILAN
Perawatan Antenatal Rutin memeriksa kehamilan pada saat hamil sampai dengan
melahirkan di Bidan
Penyakit Kehamilan Tidak ada
KELAHIRAN
Tempat Kelahiran Klinik Bidan
Penolong Persalinan Bidan
Cara Persalinan Persalinan Spontan
Masa Gestasi 38 minggu
Riwayat kelahiran Berat Badan : 3.000 gram
Panjang Badan Lahir : 50 cm
Lingkar kepala : (orangtua tidak tahu)
Langsung menangis: langsung menangis
APGAR score : (orangtua tidak tahu)
Kelainan bawaan : tidak ada
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Psikomotor
4
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berceloteh : 12 bulan
Bicara : 12 tahun
Berjalan : 12 bulan
Baca dan tulis : - tahun
Gangguan Perkembangan : tidak ada gangguan perkembangan
Kesan Perkembangan : tumbuh kembang baik
RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG 1 bulan - - - - - -
DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - - -
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
Campak 9 bulan - - - - - -
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - - -
MMR - - - - - - -
TIPA - - - - - - -
Kesan : Imunisasi dasar pada pasien sudah lengkap, tidak booster karena orang tua
tidak mau dan tidak mengerti.
RIWAYAT MAKANAN
Umur (Bulan) ASI/ PASIBUAH/
BISKUITBUBUR SUSU NASI TIM
0 – 2 ASI + PASI - √ -
2 – 4 PASI - √ -
4 – 6 PASI - √ -
6 – 8 PASI - √ -
8 – 10 PASI - √ -
10-12 PASI - √ √
Kesan: pasien tidak mendapat ASI eksklusif dikarenakan ASI tidak keluar.
5
JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAHNYA
Nasi/ pengganti 3x/hari
Sayur 3x/hari
Daging Jarang
Telur Bergantian selama 1 minggu
Ikan Bergantian selama 1 minggu
Tahu 1x/minggu
Tempe 1x/minggu
Susu (merek/ takaran) Nutrilon 1x/hari
Kesan: Makanan yang dimakan kurang bervariatif
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
PENYAKIT KETERANGAN PENYAKIT KETERANGAN
Diare - Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang Paru - Demam Berdarah -
Tuberculosis - Demam Tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Difteri - Herpes di ketiak -
RIWAYAT KELUARGA
DATA CORAK PRODUKSI
Anak ke Umur Jenis Kelamin Status/Keterangan
1 13 tahun Laki-laki Sehat
2 9 tahun Laki-laki Sehat
3 (pasien) 2 tahun Laki-laki Sakit
6
DATA KELUARGA
AYAH/ WALI IBU/ WALI
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 27 tahun 20 tahun
Kosanguinitas - -
Keadaan kesehatan/
penyakit bila ada- -
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
Ibu dari ayah pasien menderita asma dan hipertensi
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan sama seperti pasien
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah: Milik sendiri
Keadaan rumah:
Rumah 1 lantai seluas ± 60 m2 dengan 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 ruang
tamu dan dapur. Sirkulasi udara di dalam rumah cukup baik, cahaya matahari
dapat masuk ke dalam rumah melalui jendela-jendela yang dibuka setiap pagi. Air
yang digunakan untuk mandi dan mencuci adalah air tanah. Untuk masak dan
minum menggunakan air mineral merk “aqua”
Keadaan lingkungan:
Rumah berada di kompleks perumahan, dengan got terbuka dan alirannya tidak
lancar. Rumah jauh dari tempat pembuangan sampah. Sampah setiap hari diambil
oleh petugas kebersihan.
Kesan: Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal cukup baik
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 12 Agustus 2015
Pukul : 12.00 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
7
Vital sign : Nadi : 110x/menit, reguler, volume cukup, equalitas sama
kanan kiri
Suhu : 36,60C
RR : 28 x/menit
Data Antropometri : BB : 11 kg TB : 83,5 cm
Lingkar kepala : 44 cm
Lingkar dada : 52 cm
Lingkar lengan atas : -
Status Gizi : BB/U = BB : 11 kg seharusnya = 12,1 kg
Menunjukkan gizi cukup -1 SD
BB/TB = BB 11 kg dengan TB 83,5 cm seharusnya 11,8 kg
Menunjukkan gizi cukup
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
Bentuk dan ukuran : Normocephali
Rambut dan kulit kepala : Warna hitam, rambut halus, kulit kepala bersih
rambut tidak mudah dicabut
Mata : Palpebra tidak tampak oedem, konjungtiva pucat -/-,
kornea jernih, sklera putih, pupil bulat isokor,
Reflex cahaya Langsung +/+, Reflex cahaya tidak
langsung +/+
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/+ minimal,
Membran Timpani intak
Hidung : Normosepti, sekret -/-, deviasi septum (-), nafas
cuping hidung (-), benda asing -/-
Bibir : Warna merah muda, tampak kering
Mulut : Mukosa mulut pucat, oral higiene kurang baik
Gigi-geligi : Hygiene kurang baik, caries (+)
III II I I II III
III II I I II III
Lidah : Normoglotia, lembab, tidak ada papil atrofi, lidah
tidak kotor
Tonsil : T1-T1 tenang, hiperemis (-) kripta (-) detritus (-)
Faring : hiperemis (-) sekret (-)
8
LEHER : tidak teraba kelenjar getah bening dan tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid, trakea ditengah
THORAKS
Dinding thoraks
I : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
PARU
I : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak
terdapat retraksi
P : Vocal fremitus teraba sama kuat di kedua lapang paru
P: Sonor di seluruh lapang paru
Batas paru kanan-hepar : setinggi ICS IV linea midklavikularis dextra
Batas paru kiri-gaster : setinggi ICS V linea axillaris anterior
A: Suara nafas vesikuler, ronkhi basah halus -/-. Wheezing -/-
JANTUNG
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS IV
P : Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V
Batas kiri jantung : line midklavikularis sinistra setinggi ICS V
Batas atas jantung : linea parasternalis sinistra setinggi ICS II
A: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
I : cembung, tidak ada benjolan, tidak ada gambaran vena umbilikalis
A : Bising usus (+) normal
P : Keras, tidak nyeri tekan, teraba hepar ½- ½ tepi tumpul, permukaan rata,
konsistensi padat , lien teraba schuffner 4
P: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
ANUS
Tidak ada kelainan
9
GENITAL
Jenis kelamin laki-laki
ANGGOTA GERAK
Akral hangat dan tidak terdapat oedem pada keempat ekstremitas
KULIT
Warna kulit sawo matang.
KELENJAR GETAH BENING
Tidak teraba kelenjar getah bening di preaurikular, retroaurikular, oksipitalis,
submandibula, submental, cervicalis anterior dan posterior, supraklavikula,
infraklavikula, axillaris dan inguinalis.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+ , Patella +/+ , Achilles +/+
Refleks patologis : Babbinsky -/- , Chaddock -/- , Schaeffer -/- , Gordon -/- ,
Oppenheim -/-
Tanda rangsang meningeal (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (tanggal 15/06/2015) RS Karya Medika
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Darah Lengkap
- Leukosit
- Eritrosit
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
- NDR
MCV/VER
MCH/HER
MCHC/KHER
6.500
0.90
2.2
7.0
37.000
77.8 %
24.2 %
31.4 %
5.000-10.000
4.6-6.2
10.7-14.7
35-45
150.000-450.000
80-100 %
26-34 %
32-36 %
10
Golongan Darah/Rh factor
- Golongan darah
- Rhesus
AB
Positif
Fungsi Hati
- SGPT/ALT 39
Feses (tanggal 16/06/2015)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Makroskopis
- Warna
- Konsistensi
- Bau
- Campuran
Kuning
Lembek
Busuk
Sisa makanan
Mikroskopis
- Leukosit
- Eritrosit
- Bakteri
- Parasit
- Telur cacing
- Jamur
- Amylum
- Lemak
- Serat
pH
2-3/LPB
0-1/LPB
Positif 2
Negatif
Negatif
Hypha +2, Sel ragi +2
Positif 1
Positif 1
Positif 1
6.0
Darah Rutin (tanggal 17/06/2015) RSAL Mintoharjo
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Darah Rutin
- Leukosit
- Eritrosit
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
2.700
2.14
5.6
17
45.000
5.000-10.000
4.6-6.2
10.7-14.7
35-45
150.000-450.000
11
Morfologi Darah Tepi
- Eritrosit
- Leukosit
- Trombosit
Kesan
Saran
Normositik normokrom, rouleaux, jumlah menurun
Jumlah menurun dengan diff blast 3 , promyelosit +1,
0/1/3/15/70/7, granulasi toksik
Morfologi normal, jumlah menurun
Pansitopeni dengan limfositosis
- Rt
- BMP
Hasil Laboratorium Patologi Klinik (23-06-2015)
Gambaran sumsum tulang
KELAINAN MORFOLOGI
Morfologi Eritrosit Normositik Normokrom
Kesimpulan Kepadatan sel sulit dinilai (partikel (-)).
Aktifitas eritropoesis, granulopoeisis dan
trombopoiesis agaknya tertekan. Banyak
sel blast, morfologi seperti Limfoblast
tipe L 1
Kesan Sesuai ALL L1
DIAGNOSTIK MOLEKULER
Leukimia Phenotyping
Bahan Sumsum tulang
Marker Gating pada daerah blast tampak positif
dengan HLA-DR
CD 10
CD 19
Kesan B-Lineage. Sesuai ALL B
12
Hematologi (10/08/2015) RSAL Mintoharjo
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Darah Lengkap
- Leukosit
- Eritrosit
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
- Laju Endap Darah
7.700
4.24
11.9
37
270.000
2
5.000-10.000
4.6-6.2
10.7-14.7
35-45
150.000-450.000
<10
Hitung Jenis
- Basofil
- Eosinofil
- Netrofil Batang
- Netrofil Segmen
- Limfosit
- Monosit
0
0
0
64
6
6
0-1
0-5
2-6
50-70
20-40
2-8
V. RESUME
Pasien laki-laki usia 2 tahun dengan lemas dan anemi, demam subfebril
dan edema pada kedua tungkai serta pembesaran pada abdomen. Demam dan
pucat sudah 1 bulan yang lalu.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan nadi : 140x/menit, reguler, volume cukup,
equalitas sama kanan kiri, suhu : 36,90C, pernafasan : 28 x/menit, pada pemeriksaan
fisik didapatkan konjungtiva anemis +/+, abdomen didapatkan keras, tidak nyeri
tekan, teraba hepar ½- ½ tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi padat , lien teraba
schuffner 4.
VI. DIAGNOSIS
13
Leukimia Limfositik Akut
VII. DIAGNOSIS BANDING
-
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lumbal pungsi
BMP
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
IVFD KaEn 1B 10 tpm
Lasik 10 mg
Transfusi PRC 2x100cc
Non Medikamentosa :
Tirah baring
Makan cukup
Cek darah lengkap
Pro BMP di RS Dharmais
LEMBAR FOLLOW-UP
14
Tang
gal
Peraw
atan
17/06/2015 18/06/2015 19/06/2015
S
Tidak demam, perut
kembung, mual (-), muntah
(-), tidak mau makan minum
Demam naik turun, perut
kembung, mual (-), muntah
(-), sudah mau makan
minum
Tidak demam, perut kembung,
pucat berkurang
O
KU : tampak sakit sedang
Kes : CM
S: 36,7oC, N: 112 x/mnt
(reguler, kuat), RR:
36x/mnt
Mata: oedem palpebra(-),
CA+/+, SI-/-
Mulut: Faring hiperemis,
sekret (-)
Leher: KGB dan tiroid dbn
Thoraks: BJ I-II reg,
murmur (-), gallop (-); SN
Ves +/+, Wh -/- Rh -/-
Abdomen: Cembung, BU
(+), timpani, NT (-), hepar
teraba ½ - ½ tepi tumpul,
licin, permukaan rata, lien
schuffner 4
Ekstremitas: akral hangat,
oedem ekstremitas (-),
KU : tampak sakit sedang
Kes : CM
S: 36,9oC, N: 112 x/mnt
(reguler, kuat), RR: 28
x/mnt
Mata: oedem palpebra (-),
CA-/-, SI-/-
Mulut: Faring hiperemis,
sekret (-)
Leher: KGB dan tiroid ttm
Thoraks: BJ I-II reg,
murmur (-), gallop (-); SN
Ves +/+, Wh -/- Rh -/-
Abdomen: Cembung, BU
(+), timpani, NT (-), hepar
teraba ½ - ½ tepi tumpul,
licin, permukaan rata, lien
schuffner 4
Ekstremitas: akral hangat,
oedem ekstremitas (-),
KU : tampak sakit sedang
Kes : CM
S: 36,2oC, N: 112 x/mnt
(reguler, kuat), RR: 30x/mnt,
Mata: oedem palpebra (-),
CA-/-, SI-/-
Mulut: Faring hiperemis,
sekret (-)
Leher: KGB dan tiroid ttm
Thoraks: BJ I-II reg, murmur
(-), gallop (-); SN Ves +/+, Wh
-/- Rh -/-
Abdomen: Cembung, BU (+),
timpani, NT (-),hepar teraba
½ - ½ tepi tumpul, licin,
permukaan rata, lien schuffner
4
Ekstremitas: akral hangat,
oedem ekstremitas (-),
A
Suspek Leukemia Suspek Leukemia Suspek LLA
15
P
Inj Ceftriaxone 1x1 g
drip
IVFD D5% 1/4NS 10
tpm
Lasix 100 cc
IVFD D5% ¼ NS 10
tpm
Observasi tanda-tanda
vital
Kompres air hangat
Transfusi 2x100cc
Lasik 10 mg
Rencana BMP
IVFD D5% ¼ NS 10
tpm
Monitor tanda-tanda
vital
Observasi tanda-tanda
anemia
Monitor hasil lab
RencanaBMP di RS
Dharmais
XI. ANALISA KASUS
Pasien laki-laki usia 2 tahun dirawat di RSAL Mintoharjo merupaka rujukan dari
rumah sakit lain, dengan keluhan lemas dan pucat serta pembesaran perut dan
pembengkakan pada kedua kaki. Pasien sempat mendapat 2 kali transfusi dalam 1
bulan terakhir. Pasien dicurigai menderita leukemia dan akan dilakukan pemeriksaan
sumsum tulang di RS Dharmais.
16
TINJAUAN PUSTAKA
LEUKEMIA
I. Pendahuluan
Leukemia (dalam bahasa Yunani leukos λευκός, "putih"; aima αίμα, "darah"),
atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam
klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang
ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel
pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada
leukosit (sel darah putih). Sel-selnormal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel
tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan
di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis
atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita [1].
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak
sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan
sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat
mengganggu fungsi normal dari sel lainnya [1].
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada
satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan
tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan
gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik
sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum
tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik [2].
II. EtiologiPenyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:
Radiasi. Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada
laporan mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang
mendukungbahwa para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia,
penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia. Leukemia
ditemukan pada korban hidup kejadian bom
atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang(1) .
17
Faktor leukemogenik. Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi
dapat mempengaruhi frekuensi leukemia yaitu Racun lingkungan
seperti benzena, Bahan kimia industri seperti insektisida, serta obat
untuk kemoterapi(1).
Herediter. Penderita sindrom Down memiliki insidens leukemia akut 20 kali
lebih besar dari orang normal(1). Pada sebagian penderita dengan leukemia,
insiden leukemia meningkat dalam keluarga.Kemungkinan untuk mendapat
leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.Selain itu, leukemia juga
dapat terjadi pada kembar identik. Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di
Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki
riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ;
CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali
memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang
tidak menderita leukemia(2).
Virus.Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia
feline, HTLV-1 pada dewasa.
III. Prevalensi
Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi
pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah
berumur 65 tahun atau lebih
Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-
anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang
berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan
hampir tidak ada pada anak-anak
Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga
terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit
Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA
sering terjadi pada anak-anak.
IV. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu
berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah put ih
18
berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma
dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit
polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear)(2).
a. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan
warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit
yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil(2).
b. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh
bakteri ,sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi
untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi
lainnya. Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti
terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula
neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi warna
biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna
merah muda. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak,
mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur
pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4
hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati(2).
c. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga.Eosinofil
memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum
bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari
dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari
neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih(2).
d. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1%
dari jumlah sel darah put ih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang
bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam.Basofil memiliki
fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran
darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah
pembekuan darah intravaskular(2).
19
e. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari
limfosit dan monosit(2).
f. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-
35% dari sel darah put ih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit
memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang
sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B.
Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit
B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening.
Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui
pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang
dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan
imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal(2).
g. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah
putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah.Intinya terlipat atau
berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan
yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit memiliki fungsi
fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen
sel, dan mikroorganisme(2).
V. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi.Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih
pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel
darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.Sel leukemi memblok produksi sel
darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak
produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan(2).
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia.Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh
20
kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah
bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal(2).
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah put ih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks).Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal
dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.Pada
akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke
dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak(2).
VI. Klasifikasi
Berdasarkan morfologik sel terdapat 5 golongan besar leukemia, sesuai
dengan 5 macam sistem hemopoetik dalam sumsum tulang yaitu(3) :
1. Leukemia system eritropoetik : mielosis eritremika atau penyakit di Guglielmo
2. Leukemia system granulopoetik : leukemia granulositik atau mielositik
3. Leukemia system trombopoetik : leukemia megakarositik
4. Leukemia system limfopoetik : leukemia limfositik
5. Leukemia RES : retikuloendoteliosis atau retikulosis yang dapat berupa leukemia
monositik, leukemia plasmositik (penyakit kahler), histiositosis, dan sebagainya
Di samping itu mungkin pula ditemukan proliferasi campuran dari 2 sistem
hemopoetik seperti pada eritroleukemia yang merupakan leukemia system
granulopoetik dan eritropoetik.Bergantung pada perjalanan penyakitnya, dikenal
leukemia akut dan menahun, Dalam kepustakaan dikenal pula jenis
subakut.Berdasarkan pada jumlah leukosit dalam darah tepi, leukemia akut dapat
dibagi menjadi leukemia aluekemik (leukosit kurang dari 10.000/mm3), leukemia
subleukemik (leukosit 10.000-25.000/mm3), dan leukemia leukemik (leukosit lebih
dari 25.000/mm3) (3).
Reaksi leukomoid adalah keadaan darah tepi yang menyerupai gambaran
leukemia tetapi pemeriksaan sumsum tulangnya menunjukkan gambaran yang
normal atau gambaran bukan leukemia. Keadaan ini terdapat pada infeksi
(tuberkolosis, pertusis, virus, protozoa), intoksikasi (eklampsia, kombutio, gagal
21
hati), tumor ganas yang bermetastasis ke sumsum tulang (karsinoma kolon,
karsinoma paru), perdarahan yang hebat, dan hemolisis akut(3).
Pada anak yang sering ditemukan ialah leukemia limfositik akut (LLA). Jenis
lain seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik kronik (LLK),
leukemia mielositik kronik (LMK), mielosis eritremik (ME), eritroleukemia, dan
retikulosis jarang ditemukan(3).
a. Leukemia Limfoblastik Akut(4)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari system limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali dan kegagalan organ(2). Insidens terjadinya LLA pada anak
lebih banyak pada usisa 2-6 tahun dan lebih sering pada laki-laki
dibandingkan perempuan untuk semua umur.Penyakit ini lebih sering
terjadi pada pasien yang memiliki kromosom abnormal seperti Down
syndrome, Bloom syndrome, ataxia telangiaectasia, dan Fanconi
syndrome.ALL dapat didiagnosa dengan bone marrow punction (BMP)
yang menunjukan > 25% dari sel bone marrow adalah limfoblast yang
homogen, Untuk mengetahui tingkat ALL, diperlukan pemeriksaan cairan
CSF. Jika limfoblast ditemukan dan leukosit meningkat maka kemungkinan
terjadi meningeal leukemia yang memberikan prognosis yang buruk(4).
b. Leukemia Mielositik Akut(4) Leukemia akut
Di USA, AML terjadi 11% pada anak-anak. Namun, AML ini lebih sering
didapatkan pada orang dewasa. LMA merupakan leukemia yang mengenai
sel stem hemopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid(4).
c. Leukemia Mielositik Akut(4) Leukemia akut
Leukemia akut terjadi 14 kali lebih sering pada anak dengan sindrom Down
dibandingkan dengan anak normal. Ratio ALL dan AML pada anak dengan
sindrom Down sama dengan ratio anak normal. Pada anak dengan sindrom
Down yang memiliki ALL, pencapaian keberhasilan terapi akan sama
dengan anak normal, Namun demikian, anak dengan Down syndrome lebih
sensitive terhadap methotrexate dan antimetabolit lain dimana akan
menimbulkan toksisitas jika dosis nya tidak diawasi dan diatur dengan baik.
Pada AML, pasien dengan sindrom Down memiliki keberhasilan terapi
yang lebih baik, dengan angka harapan hidup > 80% dibandingkan dengan
anak tanpa sindrom Down. Terdapat 10% dari neonatus dengan sindrom
22
Down mendapatkan transient leukemia atau myeloproliveratove syndrome
yang ditandai dengan leukosit yang meninggi, terdapat sel blast pada darah
perifer, anemia, trombositopenia, dan hepatosplenomegaly. Walaupun
demikian, neonates hanya memerlukan transfuse dan tidak dianjurkan untuk
kemoterapi. Namun, neonates dengan Down syndrome disertai dengan
transient leukemia atau myeloproliveratife memerlukan pemantauan yang
ketat karena 20-30% dapat jatuh pada kondisi leukemia megakarositik(4).
Down Syndrome dan Leukemia Akut serta Myeloproliferasi(4)
Leukemia akut terjadi 14 kali lebih sering pada anak dengan sindrom Down
dibandingkan dengan anak normal. Ratio ALL dan AML pada anak dengan
sindrom Down sama dengan ratio anak normal. Pada anak dengan sindrom
Down yang memiliki ALL, pencapaian keberhasilan terapi akan sama
dengan anak normal, Namun demikian, anak dengan Down syndrome lebih
sensitive terhadap methotrexate dan antimetabolit lain dimana akan
menimbulkan toksisitas jika dosis nya tidak diawasi dan diatur dengan baik.
Pada AML, pasien dengan sindrom Down memiliki keberhasilan terapi
yang lebih baik, dengan angka harapan hidup > 80% dibandingkan dengan
anak tanpa sindrom Down. Terdapat 10% dari neonatus dengan sindrom
Down mendapatkan transient leukemia atau myeloproliveratove syndrome
yang ditandai dengan leukosit yang meninggi, terdapat sel blast pada darah
perifer, anemia, trombositopenia, dan hepatosplenomegaly. Walaupun
demikian, neonates hanya memerlukan transfuse dan tidak dianjurkan untuk
kemoterapi. Namun, neonates dengan Down syndrome disertai dengan
transient leukemia atau myeloproliveratife memerlukan pemantauan yang
ketat karena 20-30% dapat jatuh pada kondisi leukemia megakarositik(4).
d. Leukemia Granulositik Kronik(4)
LGK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel myeloid yang relative matang.LGK didapatkan 2-3% kasus
pada anak-anak.Sekitar 99% dari kasus khas dengan translokasi kromosom
yang disebut dengan kromosom Philadelphia. Sebagian besar penderita
LGK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis
blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit biasanya berupa
mieloblast/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit, dan sel darah
merah yang kurang(4).
23
VII. Gejala Klinik
Gejala klinik yang khas pada leukemia ialah pucat, panas, perdarahan disertai
splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati.Penderita yang
menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosa
sebagai leukemia.Pucat terjadi secara mendadak dan sebab terjadinya sukar
diterangkan serta perdarahan berupa ekimosis, peteki, epistaksis, perdarahan gusi, dan
sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali(3).
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi.Umumnya menggambarkan kegagalan
sumsum tulang.Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah,
letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga
ditemukan anoreksia, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme(4).
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang.perdarahan biasanya terjadi dalam
bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat
tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3 ) biasanya mengalami gangguan kesadaran,
sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan
gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia(2). Pada pasien
LMA menunjukkan gejala khas dibandingkan dengan LLA yaitu nodul
subkutan atau blueberry muffin lesion, infiltrasi gingival, pada laboratorium
disseminated intravascular coagulation (khususnya pada leukemia
promielositik akut) dan terdapat massa yang terpisah atau dikenal sebagai
granulocityc sarcoma(4).
c. Leukemia Granulositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis
blas.Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang
akibat desakan limpa dan lambung.Penurunan berat badan terjadi setelah
penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia
yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi(2).
24
VIII. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan
pemeriksaan sumsum tulang(2).
a. Pemeriksaan darah tepi
Pada LLA, pemeriksaan darah tepi menunjukkan anemia normositik
normokrom, kadang-kadang ditemukan normoblas. Pada hitung jenis terdapat
limfoblas.Jumlah limfoblas dapat sampai 100%. Juga didapatkan
trombositopenia, Rumple Leede positif, waktu perdarahan memanjang, dan
retikulositopenia(5).
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Kepastian diagnostic dari pemeriksaan BMP (Bone Marrow Punction) yang
menunjukkan pendesakan eritropoiesis, trombopoiesis, dan granulopoiesis.
Sumsum tulang didominasi oleh limfoblas(5). Hampir semua sel sumsum tulang
diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke
sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap).Jumlah blast minimal 30% dari
sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya
infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang
berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B.
Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan
peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit
lebih dari 30.000/mm3(2).
c. Pemeriksaan lain
Kelainan imunologis dapat diperiksa dengan immunophenotyping.Kelainan
kromosom diperiksa dengan karyotyping. Pemeriksaan lain adalah pencitraan
foto thoraks AP dan lateral untuk melihat infiltrasi mediastinal. Pungsi lumbal
untuk mengetahui adanya infiltrasi ke cairan cerebrospinal(5). Jika pada
pemeriksaan cairan cerebrospinal terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis)
dan protein maka hal ini berarti suatu leukemia meningial.Kelainan ini dapat
terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun
keadaan kambuh.Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian
metotreksat intratekal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka
yang menunjukkan gejala tekanan intracranial yang meninggi. Pemeriksaan
biopsy limpa akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal
25
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp
cell(3).
IX. Diagnosis
Dibuat berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan
dengan pemeriksaan sumsum tulang atau limpa.Pada stadium dini limpa mungkin
tidak membesar, bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala
pucat yang mendadak dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini,
pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnosis(3).
Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang
dapat memperlihatkana gambaran normal. Keluhan panas, pucat, dan perdarahan
dapat disebabkan oleh anemia aplastik, trombositopenia (ATP,ITP,demam berdarah,
atau penyakit infeksi lain). Bila pada pemeriksaan fisis ditemukan splenomegali maka
diagnosis lebih terarah pada leukemia akut. Trombositopenia biasa tidak
menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi kecuali jumlah trombosit yang rendah.
Bila darah tepi menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia diagnosis lebih
condong pada anemia aplastik atau leukemia akut(3).
Diagnosis banding antara anemia aplastik dan stadium dini leukemia yang
aleukemik tanpa pembesaran limpa sangat sulit. Gambaran darah tepi pada kedua
kelainan ini sama keculai jika terdapat limfositosis yang lebih dari 80% atau
terdapatnya sel blas dalam darah tepi, diagnosis lebih cenderung leukemia(3).
X. Pengobatan
Modalitas pengobatan leukemia(6) :
Radioterapi
Radioterapi umumnya dilakukan untuk mencegah dan mengobati
penyebaran sel leukemia ke otak.Saat ini pengobatan radioterapi pada
leukemia mulai ditinggalkan oleh banyak ahli karena efek samping yang
begitu besar dan kuat seperti gangguan intelektual, timbulnya second
malignancy, dan mengganggu tumbuh kembang anak.Sehingga sebagian besar
protocol pengobatan leukemia tidak lagi menggunakan radioterapi. Berhasil
tidaknya pengobatan radioterapi tergantung dati factor sensitivitas sel kanker,
efek samping yang timbul, pengalaman radioterapi, serta pasien yang
kooperatif(6).
26
Kemoterapi
Kemoterapi pada penderita leukemia mempunyai peran penting karena
dapat digunakan untuk mencapai kesembuhan (complete remission) dan
mencapai masa bebas penyakit (disease free survival).Berbagai penelitian
tentang kemoterapi dilakukan dengan tujuan berusaha mencari obat baru untuk
mengkombinasi beberapa macam obat agar kinerja obat lebih baik dengan
efek samping yang minimal dan dapat ditolerir oleh tubuh. Yang penting kita
harus memperhatikan efektifitas, keamanan, rasional, dan terjangkau daya
beli(6).
Pembedahan
Merupakan salah satu modalitas dalam penanganan penderita kanker.
Pada umumnya pembedahan dilakukan pada penderita dengan tumor padat
yang masih dini atau untuk pengobatan paliatif dekompresif, tetapi
pembedahan tidak dapat digunakan pada keganasan hematologi(6).
Pengelolaan medik penderita leukemia mempunyai beberapa prinsip yang
menyangkut beberapa aspek antara lain(6) :
Aspek kanker sendiri
Hal yang sangat penting harus diperhatikan adalah menegakkan
diagnosis pasti leukemia sebelum memberikan kemoterapi.Diagnosis penentu
leukemia dapat ditegakkan secara morfologik dengan melakukan aspirasi
sumsum tulang. Penentuan status medik penderita dengan melakukan
anamnesis tentang umur, melihat hasil pemeriksaan fisis tentang ada tidaknya
organomegali serta pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui risk group,
apakah tergolong resiko standar (prognosis baik), intermediet atau resiko
tinggi (prognosis buruk) (6). Faktor yang menentukan prognosis dari LLA
adalah umur pasien ketika didiagnosis, jumlah leukosit awal, dam respon
terhadap terapi(4).
Tabel 1. Faktor prognostic bermakna pada penderita LLA(6).
Faktor Prognosis buruk Prognosis baik
Usia
Jenis kelamin
Jumlah leukosit awal
Imunofetipe
<1,5 th atau >10 th
Laki
>50.000/mm3
Pro-B, B, T
1,5-10 th
Perempuan
<50.000/mm3
Common, pre-B
27
Piodi
Sitogenik
Blas darah tepi hari ke-8
Remisi setelah induksi
Non hiperploidi
t(4;11),t(9;22)
>1000/mm3 darah
Tak remisi
Hiperploidi
t(12;21)
<1000/mm3 darah
Tercapai remisi
Aspek penderita dan orangtua(6)
Yang dimaksud disini adalah :
Memberikan penjelasan tentang diagnosis serta perlunya pemberian
kemoterapi,
memberikan penjelasan tentang lama pengobatan, macam obat
(termasuk harga obat) serta jadwal pemberian kemoterapi, serta
persiapan yang diperlukan setiap akan masuk sitostatika
menjelaskan tentang kemungkinan timbulnya efek samping terapi baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
Menjelaskan prosedur penanganan yang efektif
Jangan lupa pemberian informed consent
Aspek pengawasan terhadap efek samping obat(6)
Keberhasilan pengobatan leukemia didasarkan pada hasil pemeriksaan
sumsum tulang pada akhir masa induksi (minggu ke 6) yang mencapai remisi
dimana kita hanya menemukan jumlah limfoblas dalam sumsum tulang kurang
dari 5%.Pada umumnya sitostatika memberikan efek samping berupa
mielosupresi (anemia, leucopenia, trombositopenia), mual, muntah, stomatitis,
rambut rontok, nyeri otot. Efek samping yang sifatnya selektif untuk masing-
masing obat misalnya :
Metotreksat : mielosupresi, oro-intestinal mucositis (timbul 5-14 hari
setelah pemberian )
Adriamisin : kardiomiopati, mielosupresi, mual, muntah, alopesia
Asparaginase: reaksi hipersensitif (urtika, menggigil, anafilaksis),
gangguan pembuluh darah, pancreatitis akut, hepatotoksis, penurunan
albumin, dan lipoprotein
Vinkristin : neurotoksik (neuropati perifer motorik, sensorik,
saraf otonom), konstipasi, ileus paralitik, dan retensi cairan
Merkaptopurin : mielosupresi, gangguan fungsi hepar, mukositis.
28
Sitarabin : mielosupresi, nausea, vomiting, mialgia, nyeri
tulang dan sendi, nyeri dada.
Aspek protokol pengobatan(6)
Pengobatan LLA dibagi dalam pengobatan suportif dan
spesifik.Pengobatan spesifik menggunakan obat-obat sitostatika dengan tujuan
membasmi sel leukemia.
Tahapan Pengobatan
Untuk mencapai remisi dan mencegah kekambuhan maka prinsip pengobatan yang
dipakai adalah induksi remisi, kosolidasi atau intensifikasi, rumatan, reinduksi,
mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat, dan pengobatan imunologik (3)
1 Induksi Remisi
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk memusnahkan semua atau
sebanyak mungkin sel leukemia agar terjadi remisi, terjadi penurunan jumlah
sel-sel leukemia sampai tidak terdeteksi secara klinis maupun laboratorium
(limfoblas sumsum tulang <5%) yang ditandai dengan holangnya gejala klinis
dan gambaran darah tepi menjadi normal. Pengobatan pada fase ini biasanya
berlangsung sekitar 6 minggu dengan angka remisi rata-rata 97%(6).
Tahap induksi menggunakan kortikosteroid (prednisone atau dexamethason),
vinkristin, L_Asparaginase(6). Pada tahap ini diberikan :
o VCR (vincristin) : 2mg/m2/minggu, intravena, diberikan 6 kali(2)
o ADR (adriamisin) : 40mg/m2/2 minggu intravena, diberikan 3 kali,
dimulai pada hari ketiga pengobatan(3)
o Prednison : 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu,
kemudian tapering off selama 1 minggu(3).
SSP : profilaksis : MTX (metotreksat) 10 mg/m2/minggu intratekal, diberikan
5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi cranial :
dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamida) (6).
2 Konsolidasi atau intensifikasi
Segera setelah penderita mengalami pemulihan baik klinis maupun
laboratories dan mencapai remisi komplit, terapi fase intensifikasi dapat
dimulai. Hal ini dilakukan atas dasar penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa apabila terapi dihentikan setelah induksi remisi maka segera terjadi
relaps. Tujuan dari tahap ini adalah menurunkan keberadaan dan
29
menghilangkan sel pokok (stem cell) leukemia(6). Obat-obatan yang digunakan
antara lain(3) :
o MTX : 25mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu minggu
setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan
o 6-MP (6-merkaptopurin) : 500mg/m2/hari peroral, diberikan 3 kali
o CPA (siklofosfamid) : 800mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir
minggu kedua dari konsolidasi.
3 Rumat /maintenance
Tidak seperti keganasan yang lain pada LLA diperlukan waktu yang panjang
untuk mempertahankan kesembuhan. Hal ini ditujukan untuk membunuh sel
blas dan memelihara sel sumsum tulang yang normal disamping untuk
mempertahankan respon imum penderita. Pada umumnya pengobatan
berlangsung 2 sampai 3 tahun(6). Maintenance dimulai satu minggu setelah
konsolidasi terakhir (CPA) dengan(3) :
o 6-MP : 65 mg/m2/hari peroral
o MTX : 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam dua dosis (misalnya
Senin dan Kamis)
4 Reinduksi
Reinduksi dimaksudkan untuk mencapai remisi yang biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obatan seperti pada induksi selama
10-14 hari.Reinduksi diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama
reinduksi obat-obat rumat dihentikan(6). Sistemik(6) :
o VCR : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
o Prednison : sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan
1 minggu kemudian tapering off
SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis profilaksis, diberikan 2 kali.
5 Pengobatan susunan saraf pusat
Apabila terapi pencegahan pada susunan saraf pusat tidak dilakukan pada
pengobatan LLA maka lebih dari 40% anak akan mengalami relaps susunan
saraf pusat. Beberapa pengobatan susunan saraf pusat telah dipakai, termasuk
pengobatan intratekal yaitu MTX pada waktu induksi dan radiasi cranial
sebanyak 2.400-2500 rad. Radiasi tidak diulang pada reinduksi(6).
30
6 Pengobatan Imunologik
Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru. Pengobatan spesifik
dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG yang dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh.BCG diberikan 2
minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan,
diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3
kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumat
diteruskan(3).
Penanganan Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat, serta kerentanan terhadap
infeksi(2). Pada leukemia didapatkan penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien
menjadi lebih rentan terhadap infeksi(7). Faktor-faktor yang menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap infeksi pada pasien leukemia dapat dibagi menjadi (7):
Gangguan pada integument. Keadaan ini dapat menyebabkan terbuka jalan masuk
bagi mikroorganisme pathogen misalnya erosi pada mukosa akibat kemoterapi
dan adanya luka jalur selang infuse atau kateter.
Gangguan pada satu atau lebih system kekebalan tubuh spesifik
Granulositopenia
Pada pasien leukemia dengan penurunan kekebalan tubuh, infeksi dapat pula
disebabkan oleh kuman yang biasanya tidak pathogen seperti Streptococcus
faecalis dan Staphylococcus epidermidis(7). Pencegahan terhadap infeksi yang
sangat rentan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya yang termudah
adalah memberikan pengertian pada penderita dan keluarganya agar selalu
mencuci tangan, mandi setiap hari dan menghindari kontak dengan orang yang
sedang sakit. Profilaksis antibiotic untuk mencegah pneumoni akibat pneumocitys
carinii dapat dilakukan dengan pemberian trimetoprim/sulfametaksol selama 3
hari berturut-turut dalam seminggu.Penanganan ini biasanya dilakukan sebelum
pemakaian sitostatika. Pada kunjungan awal penderita biasanya datang dengan
anemia dan panas badan, usaha pertama adalah menaikkan kadar hemoglobin
dengan pemberian transfusi darah. Panas badan umumnya dianggap disebabkan
oleh infeksi(6).
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Leukemia. [online]2011 [cited 2011 Januari 14]: Available
from :id.wikipedia.org/wiki/Leukemia
2. Anonim. Bab II.Tinjauan Pustaka. [online] 2011 [cited 2011 Januari 14] :
Available from: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/4/Chapter
%20II.pdf
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu Kesehatan Anak ed.1. Jakarta : Info Medika Jakarta. 1985. p469.
4. Bleyer A. David G. Tubergen. The Leukemias in Nelson Textbook of Pediatrics.
Kliegman,ed. Philadelpia : Elseiver.2007. c495.
5. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-Unhas. Standar Pelayanan Medik Kesehatan
Anak. Makassar : SMF Anak RS.Dr.Wahidin Sudirohusodo. 2009. p.197.
6. Permono Bambang, Mia R. Pengelolaan Medik Anak dengan Leukemia dan
Kemungkinan Perawatan di RS Kabupaten. [online] 2011 [cited 2011 Januari
14] : Available from www.pediatrik.com/pkb/061022022524-03ie136.pdf.
7. Reksodiputro,A.Haryanto. Total Protected Environment Untuk Mencegah Infeksi
Nosokomial di Ruang Transplantasi Sumsum Tulang RSCM FKUI in Cermin
Dunia Kedokteran no.83. Jakarta : PT.Midas Surya Grafindo. 1993.p18
32
Gambaran Limfosit
Gambaran SADT LLA
33