case besar ika - tifoid - yoda desika kolim

54
LAPORAN KASUS Anak 11 Tahun dengan Demam Tifoid Pembimbing : dr. Afaf Susilawati, SpA Disusun Oleh: Yoda Desika Kolim 11.2014.075 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK Rumah Sakit Umum Daerah KOJA Periode 5 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA 1

Upload: indah-nababan

Post on 14-Apr-2016

44 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

tifoid

TRANSCRIPT

Page 1: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

LAPORAN KASUSAnak 11 Tahun dengan Demam Tifoid

Pembimbing :dr. Afaf Susilawati, SpA

Disusun Oleh:Yoda Desika Kolim

11.2014.075

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

Rumah Sakit Umum Daerah KOJA

Periode 5 Oktober 2015 – 12 Desember 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

1

Page 2: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Jumat, 30 Oktober 2015

SMF ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

Nama : Yoda Desika Kolim Tanda Tangan

NIM : 112014075

Dr. Pembimbing/Penguji : dr. Afaf Susilawati, SpA

IDENTITAS PASIEN

PASIEN

Nama Lengkap : An. DHA

Tanggal Lahir (Umur): 7 Maret 2004 (11 Tahun 7 Bulan 4 Hari)

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Kali Baru Barat

Suku Bangsa : Betawi

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Tanggal Masuk RS : 11 Oktober 2015

2

Page 3: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Orang Tua

Ayah

Nama Lengkap : Tn. RA

Tanggal Lahir (Umur) : 1 November 1979 (35 Tahun)

Suku Bangsa : Betawi

Alamat : Jl. Kali Baru Barat 4

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Supir

Hubungan dengan Anak : Ayah Kandung

Ibu

Nama Lengkap : Ny. IM

Tanggal Lahir (Umur) : 1 Juli 1983 (32 Tahun)

Suku Bangsa : Betawi

Alamat : Jl. Kali Baru Barat 4

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Hubungan dengan Anak : Ibu Kandung

ANAMNESIS

Diambil dari : Alloanamnesis dari Ibu dan Ayah pasien

Tanggal : 12 Oktober 2015 Pukul : 12.00 WIB

3

Page 4: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan Utama

Demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan

Demam disertai menggigil dan keringat dingin, nyeri ulu hati, konstipasi, mual dan

muntah-muntah >5 kali.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 6 hari SMRS, pasien demam naik-turun. Demam dirasakan naik secara perlahan-

lahan dari pagi sampai malam hari dan dirasakan naik-turun. Demam lebih tinggi terutama pada

sore sampai malam hari dan disertai dengan menggigil dan keringat dingin. Pasien juga

mengeluh mual dan nyeri di bagian ulu hati.

5 hari SMRS, pasien masih demam. Demam masih dirasakan naik dan turun, tinggi

terutama pada malam hari dan masih disertai menggigil dan keringat dingin. Pasien muntah-

muntah dengan frekuensi kurang lebih 5 kali, muntahan berisi cairan dengan volume kurang

lebih setengah gelas kecil, tidak ada lendir, tidak ada darah. Pasien juga masih merasakan mual

dan nyeri di ulu hati.

4 hari SMRS, pasien diberi obat warung oleh ibunya namun masih belum ada perubahan

sama sekali.

3 hari SMRS, pasien dibawa ke IGD oleh ibunya karena anaknya masih demam dan

belum ada perubahan. Pasien sudah diberikan obat (sucralfate, domperidone, paracetamol dan

santagesik) dari IGD.

2 hari SMRS, keluhan sudah berkurang namun demam masih dirasakan naik-turun dan

pasien masih merasakan mual dan muntah 1 kali isi cairan, tidak ada lendir, tidak ada darah,

volume muntahan kurang lebih ¼ gelas kecil. Selain itu pasien juga belum BAB selama 4 hari.

Pasien masih tidak nafsu makan dan lidah terasa pahit.

1 hari SMRS pasien dibawa lagi ke IGD jam 04.00 subuh karena demam tinggi lagi pada

malam hari dan pasien sampai menggigil dan keringat dingin. Pasien juga masih mengeluh nyeri

di ulu hati dan muntah 2x berisi cairan, tidak ada lendir, tidak ada darah, dengan volume kurang

lebih ¼ gelas kecil. Pasien belum BAB selama 5 hari ini.

4

Page 5: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Menurut ibu pasien, tidak pernah terlihat adanya tanda-tanda perdarahan seperti mimisan,

gusi berdarah atapun muncul ruam merah pada tubuh pasien. Orang yang serumah dengan pasien

tidak ada yang mengalami gejala yang sama. Tidak ada keluhan kejang, batuk, pilek maupun

diare. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering jajan makanan di pinggir jalan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Sepsis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang Demam (-)

Tuberkulosis (-) Pneumonia (-) ISK (-)

Asma (-) Alergic Rhinitis (-) Amoebiasis (-)

Polio (-) Difteri (-) Sindrom Nefrotik (-)

Diare akut (+) Diare kronis (-) Disentri (-)

Kolera (-) Tifus abdominalis (+) DHF (-)

Cacar air (-) Campak (-) Batuk rejan (-)

Tetanus (-) Glomerulonephritis (-) Penyakit Jantung Bawaan (-)

Lain-lain: Batuk pilek (+) Operasi (-) Kecelakaan(-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi √

Asma √

Tuberkulosis √

Hipertensi √

Diabetes √

Kejang Demam √

Epilepsi √

5

Page 6: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

SILSILAH KELUARGA ( FAMILY TREE )

Laki-Laki

Perempuan

Pasien merupakan anak kandung pertama dari kedua orang tuanya.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN : Perawatan antenatal : Baik, rutin kontrol ke puskesmas dan

bidan.

Penyakit kehamilan : Tidak ada.

KELAHIRAN : Tempat Kelahiran : Rumah Bersalin

Penolong Persalinan : Bidan

Cara Persalinan : Spontan, tanpa penyulit

Masa Gestasi : Cukup Bulan

Keadaan Bayi : Berat Badan Lahir : 3400 gram

Panjang Badan Lahir : 50 cm

Lingkar Kepala : Tidak Diketahui

Menangis : Langsung Menangis

Tidak Pucat, Tidak Biru, Tidak Kuning, Tidak Kejang

NILAI APGAR : Ibu pasien mengatakan bayinya langsung

menangis saat lahir, suara nyaring, kulit

kemerahan, dan bergerak aktif. APGAR

Score diperkirakan 8/9.

Kelainan Bawaan : Tidak Ada Kelainan Bawaan

6

Page 7: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Sektor Personal Sosial :

Berusaha menggapai mainan : Usia 5 bulan

Tepuk tangan : Usia 7 bulan

Sektor Motor Halus Adaptif :

Kepala menoleh ke samping kanan dan kiri : Usia 2 bulan

Memegang dengan ibu jari dan jari : Usia 8 bulan

Sektor Bahasa :

Mengoceh : Sekitar usia 8 bulan

Memanggil papa mama : Usia 12 bulan

Sektor Motor Kasar :

Tengkurap : Usia 4 bulan

Merangkak : Usia 6 bulan

Duduk : Usia 7 bulan

Berdiri : Usia 9 bulan

Berjalan : Usia 12 bulan

RIWAYAT IMUNISASI

VAKSIN DASAR

(Umur)

ULANGAN

(Umur)

BCG 2 bulan

DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 2 tahun 5 tahun

Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Campak 9 bulan

Hepatitis B 1 bulan 6 bulan

MMR 15 bulan

Tifoid

7

Page 8: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

PEMERIKSAAN FISIS

Tanggal : 12 Oktober 2015 Jam: 12.00 WIB

RIWAYAT NUTRISI

Variasi : Bervariasi

Jumlah : 1 Piring

Frekuensi : 3 kali/hari

Nafsu Makan : Baik

RIWAYAT PERSONAL SOSIAL

Lingkungan tempat tinggal pasien berada di pinggir jalan raya. Pasien tinggal di rumah

bersama dengan kedua orang tuanya, lingkungan rumah tidak terlalu bersih, rumah hanya terdiri

dari satu lantai dan sinar matahari yang masuk juga kurang. Pasien juga aktif berinteraksi dengan

anak tetangga. Personal hygiene kurang, karena pasien sering kali tidak mencuci tangan sebelum

makan.

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Frekuensi Nadi : 118 kali/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Frekuensi Napas : 26 kali/menit

Suhu Tubuh : 37.6 oC

8

Page 9: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Data Antropometri

Berat Badan : 35 kg

Tinggi Badan : 145 cm

Status Gizi : BB/U = 35/38 x 100% = 92,10%

TB/U = 145/146 x 100% = 99,31 %

BB/TB= 35/36 x 100% = 97,22 %

Kesan: Gizi Baik

Lingkar Kepala : 53 cm

Lingkar Dada : 75 cm

Lingkar Lengan Atas : 21 cm

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kepala

- Bentuk dan Ukuran : Normosefali

- Rambut dan Kulit Kepala : Rambut berwarna hitam tidak mudah dicabut, distribusi

merata.

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

isokor Ø 2mm/2mm, refleks cahaya +/+ normal.

- Telinga : Normotia, tidak ada benjolan maupun fistula, tidak ada

sekret yang keluar dari kedua lubang telinga.

- Hidung : Cavum nasi lapang, sekret (-), hipertrofi konka inferior

(-), septum deviasi (-), mukosa hiperemis (-), napas cuping

hidung (-).

- Bibir : Bibir merah muda, tidak kering, sianosis (-), trismus (-).

- Gigi-geligi : Karies (-).

- Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, hiperemis (-), pucat (-).

- Lidah : Normoglosia, warna merah muda, lidah kotor (-), tremor

(-).

- Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis.

- Faring : Faring tidak hiperemis, granular (-).

9

Page 10: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Leher

KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak di tengah.

Toraks

- Paru

Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi (-).

Palpasi : Fremitus taktil simetris.

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.

- Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis teraba.

Perkusi : Tidak ada pembesaran jantung.

Auskultasi : BJ I-II reguler, murni, gallop (-), murmur (-).

Abdomen

Inspeksi : Bentuk abdomen datar.

Palpasi : Supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-), pembesaran

limpa (-), pembesaran ginjal (-).

Perkusi : Terdengar timpani di seluruh permukaan abdomen.

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Anus dan Rectum

Tidak dilakukan pemeriksaan.

Genitalia

Tidak dilakukan.

10

Page 11: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Anggota Gerak

Tonus : Normotonus

Sendi :

Kekuatan +5 +5 Edema - -

+5 +5

- -

Sianosis - -

- -

Capillary Refill Time : < 2 detik

Tulang Belakang

Tulang belakang normal dan lurus, tidak terdapat benjolan, gibbus (-).

Kulit

Kulit normal, tidak terdapat lesi di kulit.

Rambut

Pertumbuhan rambut merata, rambut berwarna hitam.

Kelenjar Getah Bening

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

11

Page 12: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Pemeriksaan Neurologis

Tingkat Kesadaran : GCS 15

Delirium : Tidak ada

Tidak ada tremor, korea, ataksia

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig Sign (-), Brudzinsky Sign (-), Laseque

Sign (-)

Saraf Kranialis I-XII : Kesan dalam batas normal

Refleks Patologis : Babinsky -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal : 11 Oktober 2015

Darah Rutin Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 13.9 g/dL 12.5 – 16.1

Jumlah Leukosit 7.64 10^3/uL 4.00 – 10.50

Hematokrit 38.7 % 36.0 – 47.0

Jumlah Trombosit 363 10^3/uL 163 – 337

Serologi

WIDAL Hasil Rujukan

S. typhi O (+) 1/320 (-) Negatif

S. paratyphi AO (-) Negatif (-) Negatif

S. paratyphi BO (+) 1/60 (-) Negatif

S. paratyphi CO (-) Negatif (-) Negatif

12

Page 13: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

RESUME

Seorang anak 11 tahun datang dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Sejak 6 hari

SMRS, pasien demam naik-turun. Demam dirasakan naik secara perlahan-lahan dari pagi sampai

malam hari dan dirasakan naik-turun. Demam lebih tinggi terutama pada sore sampai malam hari

dan disertai dengan menggigil dan keringat dingin. Pasien juga mengeluh mual dan nyeri di

bagian ulu hati.

5 hari SMRS, pasien masih demam. Demam masih dirasakan naik dan turun, tinggi

terutama pada malam hari dan masih disertai menggigil dan keringat dingin. Pasien muntah-

muntah dengan frekuensi kurang lebih 5 kali, muntahan berisi cairan dengan volume kurang

lebih setengah gelas kecil, tidak ada lendir, tidak ada darah. Pasien juga masih merasakan mual

dan nyeri di ulu hati.

2 hari SMRS, keluhan sudah berkurang namun demam masih dirasakan naik-turun dan

pasien masih merasakan mual dan muntah 1 kali isi cairan, tidak ada lendir, tidak ada darah,

volume muntahan kurang lebih ¼ gelas kecil. Selain itu pasien juga belum BAB selama 4 hari.

Pasien masih tidak nafsu makan dan lidah terasa pahit.

1 hari SMRS pasien demam tinggi lagi pada malam hari dan pasien sampai menggigil

dan keringat dingin. Pasien juga masih mengeluh nyeri di ulu hati dan muntah 2x berisi cairan,

tidak ada lendir, tidak ada darah, dengan volume kurang lebih ¼ gelas kecil. Pasien belum BAB

selama 5 hari ini.

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan serologi Widal S. typhi

O (+) 1/320 yang mendukung diagnosa demam tifoid.

DIAGNOSA KERJA

Demam Tifoid

Dasar Diagnosis : Diagnosa ini ditegakkan karena pasien datang dengan demam yang naik

turun sejak 6 hari SMRS, demam terutama tinggi pada sore-malam hari disertai dengan

menggigil, mual dan muntah. Selain itu, pasien juga mengalami konstipasi, belum BAB selama 5

hari dan merasakan nyeri di perut terutama di ulu hati. Dari hasil pemeriksaan penunjang

didapatkan hasil pemeriksaan serologi Widal S. typhi O (+) 1/320 yang mendukung diagnosa

demam tifoid.

13

Page 14: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

DIAGNOSA BANDING

- Dengue Fever

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Darah Rutin

PENATALAKSANAAN

Non Medika Mentosa

- Tirah baring

- Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital

Medika Mentosa

- IVFD Asering 1500 cc/24 jam

- Inj. Ranitidine 2 x 30 mg IV

- Inj. Ondansentrone 2 x 2 mg IV

- PCT syrup 3 x 2 cth (k/p)

- Antasida syrup 3 x 1 cth

- Laxadine syrup 1 x 15 cc

PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

EDUKASI

- Tidak jajan di pinggir jalan, usahakan makan makanan dari rumah yang dicuci dan

dimasak dengan bersih.

- Makan makanan yang bergizi, bersih, dan matang.

- Menjaga kebersihan diri.

14

Page 15: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

FOLLOW UP

Tanggal 12 Oktober 2015

S : Sudah tidak merasa demam, tidak mual, tidak muntah, belum BAB 5 hari, ulu hati

masih sedikit nyeri, BAK dalam batas normal, nafsu makan sudah mulai membaik.

O : HR 92 kali/menit RR 24 kali/menit Suhu 36.7oC

Mata CA -/- SI -/-

Thoraks pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Cor : Bunyi jantung I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Supel, bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

A : Demam Tifoid

Konstipasi

P : IVFD Asering 1500 cc/24 jam

Inj. Ranitidine 2 x 30 mg IV

Inj. Ondansentrone 2 x 2 mg IV

PCT syrup 3 x 2 cth (k/p)

Antasida syrup 3 x 1 cth

Laxadine syrup 1 x 15 cc

15

Page 16: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh

Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan

penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene

industri pengolahan makanan yang masih rendah.1

Demam Tifoid

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh

Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia

tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi

ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.2

Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan demam

enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid

namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis

sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid. Terdapat 3

bioserotipe Salmonella enteriditis yaitu bioserotipe paratyphi A, paratyphi B (S. Schotsmuelleri)

dan paratyphi C (S. Hirschfeldii).2

Sejarah

Pada tahun 1829 Pierre Louis (Perancis) mengeluarkan istilah typhoid yang berarti seperti

typhus. Baik kata typhoid maupun typhus berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini

dipakai pada penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu. Baru pada

tahun 1837 William Word Gerhard dari Philadelphia dapat membedakan tifoid dari typhus. Pada

tahun 1880 Eberth menemukan Bacillus typhosus pada sediaan histologi yang berasal dari

kelenjar limfe mesentarial dan limpa. Pada tahun 1884 Gaffky berhasil membiakkan Salmonella

typhi, dan memastikan bahwa penularannya melalui air bukan udara.2

16

Page 17: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Pada tahun 1896 Widal mendapatkan salah satu metode untuk diagnosis penyakit demam

tifoid. Pada tahun yang sama Wright dari Inggris dan Pfeifer dari Jerman mencoba vaksinasi

terhadap demam tifoid. Pada era 1970 dan 1980 mulai dicoba vaksin oral yang berisi kuman

hidup yang dilemahkan dan vaksin suntik yang berisi Vi kapsul polisakarida. Pada tahun 1948

Woodward dkk di Malaysia menemukan bahwa kloramfenikol adalah efektif untuk pengobatan

penyakit demam tifoid.2

Epidemiologi

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara

sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini sangat sukar

ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat

luas.2 Sebagian besar kasus terjadi pada anak berusia >5 tahun tetapi gejala dan tanda klinisnya

masih sangat luas sehingga sukar didiagnosis. Sekitar 95% kasus demam tifoid di Indonesia

disebabkan oleh S. typhi, sementara sisanya disebabkan oleh S. parathypi. Keduanya merupakan

bakteri Gram-negatif. Masa inkubasi sekitar 10-14 hari.3

Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17

juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di

negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%

merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar

dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh

provinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah

perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun.4

Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun

di Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19

tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika

Selatan.2

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural

reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui secret

saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang

berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es,

debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S.typhi hanya dapat hidup

17

Page 18: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi

(temp 63oC).2

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang

tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar

bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal).2

Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam

bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu

pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari

laboratorium penelitian.2

Etiologi

Salmonella typhi sama dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gram-negatif,

mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai

antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein

dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular

lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan

endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan

resistensi terhadap multiple antibiotik.2

Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme,

yaitu: (1) penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch, (2) bakteri bertahan hidup dan

bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ

ekstra intestinal sistem retikuloendotelial (3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, dan

(4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.2

Bakteri awalnya masuk bersama makanan hingga mencapai epitel usus halus (ileum) dan

menyebabkan inflamasi lokal, fagositosis, serta pelepasan endotoksin di lamina propria. Bakteri

kemudian menembus dinding usus hingga mencapai jaringan limfoid ileum yang disebut Peyer’s

patch (plak Peyeri). Dari tempat tersebut, bakteri dapat masuk ke aliran limfe mesenterika

hingga ke aliran darah (bakteremia I) bertahan hidup dan mencapai jaringan retikuloendotelial

18

Page 19: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

(hepar, limpa, sumsum tulang) untuk bermultiplikasi memproduksi enterotoksin yang

meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air

ke lumen interstinal. Selanjutnya, bakteri kembali beredar ke sirkulasi sistemik (bakteremia II)

dan menginvasi organ lain, baik intra maupun ekstraintestinal.3

Jalur Masuknya Bakteri ke Dalam Tubuh

Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk ke dalam tubuh melalui

mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <2) banyak bakteri yang mati.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel

mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan

yeyunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat

internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke

kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES

di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit

mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.2

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan oleh

jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan ke luar dari

habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini

organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella

typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.

Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograde

dari empedu. Ekskresi organism di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau

dikeluarkan melalui tinja.2

Peran Endotoksin

Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti

dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.

Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel

limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain.

Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak

19

Page 20: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem

imunologik.2

Respons Imunologik

Pada demam tifoid terjadi respons imun humoral maupun seluler baik di tingkat local

(gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi bagaimana mekanisme imunologik ini dalam

menimbulkan kekebalan maupun eliminasi terhadap Salmonella typhi tidak diketahui dengan

pasti. Diperkirakan bahwa imunitas seluler lebih berperan. Penurunan jumlah limfosit T

ditemukan pada pasien sakit berat dengan demam tifoid. Karier memperlihatkan gangguan

reaktivitas seluler terhadap antigen Salmonella ser. typhii pada uji hambatan migrasi leukosit.

Pada karier, sejumlah besar basil virulen melewati usus tiap harinya dan dikeluarkan dalam tinja,

tanpa memasuki epitel pejamu.2

Manifestasi Klinis

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14

hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan

perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan

faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.2

- Masa inkubasi (10-14 hari): asimtomatis;3

- Fase invasi: demam ringan, naik secara bertahap, terkadang suhu malam lebih tinggi

dibandingkan pagi hari. Gejala lainnya adalah nyeri kepala, rasa tidak nyaman pada

saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, batuk, lemas, konstipasi;3

- Di akhir minggu pertama, demam telah mencapai suhu tertinggi dan akan konstan

tinggi selama minggu kedua. Tanda lainnya adalah bradikardia relatif, pulsasi

dikrotik, hepatomegali, splenomegali, lidah tifoid (di bagian tengah kotor, di tepi

hiperemis), serta diare dan konstipasi;3

- Stadium evolusi: demam mulai turun perlahan, tetapi dalam waktu yang cukup lama.

Dapat terjadi komplikasi perforasi usus. Pada sebagian kasus, bakteri masih ada

dalam jumlah minimal (menjadi karier kronis).3

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi

yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan

20

Page 21: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah

disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi,

gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus

atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja.5

Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua

penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah

dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus

daripada S. typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita

yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria.

Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit

kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S.

typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala

mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri

perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran

peritonitis akibat perforasi usus.2,5

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada era

pemakaian antibiotik belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada kasus demam tifoid

mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam

timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pda

akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam

turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi focus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan

lunak maka demam akan menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa

demam lebih tinggi pada saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat

demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti

kesadaran berkabut dan delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apatis sampai

koma.2

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,

anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan

klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat juga dijumpai

penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kurang masukan

cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien

21

Page 22: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi kemudian disusul episode diare, pada sebagian

pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Banyak

dijumpai gejala meteorismus, berbeda dengan buku bacaan Barat pada anak Indonesia lebih

banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali.2

Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm

sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit

putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-

10 dan bertahan selama 2-3 hari. Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid. Bradikardia

relatif jarang dijumpai pada anak. Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai

dengan peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 1°C diikuti oleh peningkatan denyut

nadi sebanyak 8 kali/menit. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan suhu 1°C

tidak diikuti oleh peningkatan nadi 8 kali/menit.2

Penyulit (Komplikasi)

- Peritonitis dan perdarahan saluran cerna: suhu menurun, nyeri abdomen, muntah,

nyeri tekan pada palpasi, bising usus menurun atau menghilang, ditemukan defans

muskular, dan pekak hati menghilang;3

- Perforasi intestinal;3

- Ensefalopati tifoid (toxic typhoid);3

- Hepatitis tifosa.3

Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3%, sedangkan perdarahan usus

pada 1-10% kasus demam tifoid anak. Penyulit ini biasanya terjadi pada minggu ke-3 sakit,

walau pernah dilaporkan terjadi pada minggu pertama. Komplikasi didahului dengan penurunan

suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai oleh

nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang

menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defence muscular,

hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis lain. Beberapa kasus perforasi usus halus

mempunyai manifestasi klinis yang tidak jelas.2

Dilaporkan pula kasus dengan komplikasi neuropsikiatri. Sebagian besar bermanifestasi

gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor bahkan koma. Beberapa penulis

mengaitkan manifestasi klinis neuropsikiatri dengan prognosis buruk. Penyakit neurologi lain

22

Page 23: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

adalah thrombosis serebral, afasia, ataksia sereberal akut, tuli, mielitis transversal, neuritis perifer

maupun kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillan-Barre. Dari berbagai penyulit

neurologic yang terjadi, jarang dilaporkan gejala sisa yang permanen (sekuele).2

Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan ST-T pada

EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung. Hepatitis tifosa

asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan ditandai peningkatan kadar

transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar

transaminase, maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang

terjadi pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan adanya batu

empedu dan fenomena pembawa kuman (karier).2

Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella typhi melalui urin pada

saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan pielonefritis dapat juga merupakan penyulit

demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat

bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sindrom nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.

Pneumonia sebagai penyulit sering dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini dapat ditimbulkan

oleh kuman Salmonella typhi, namun seringkali sebagai akibat infeksi sekunder oleh kuman lain.

Penyulit lain yang dapat dijumpai adalah trombositopenia, koagulasi intravascular diseminata,

hemolytic uremic syndrome (HUS), fokal infeksi di beberapa lokasi sebagai akibat bakteremia

misalnya infeksi pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendian.2

Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid saat era pre antibiotik, sekarang

lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbul kembali dua minggu setelah

penghentian antibiotik. Namun pernah juga dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalesens,

saat pasien tidak demam akan tetapi gejala lain masih jelas dan masih dalam pengobatan

antibiotik. Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya dan

lebih singkat.2

Pemeriksaan Fisis

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Kesadaran

menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu di bagian tengah kotor dan

bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada

splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru.6

23

Page 24: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah kesehatan penting

di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis pasti. Penegakan

diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala

klinis spesifik atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama

pada minggu pertama sakit. Hal ini menunjukkan perlunya pemeriksaan penunjang laboratorium

untuk konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid.7

Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan untuk mencari cara yang cepat,

mudah dilakukan dan murah biayanya dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Hal ini

penting untuk membantu usaha penatalaksanaan penderita secara menyeluruh yang juga meliputi

penegakan diagnosis sedini mungkin dimana pemberian terapi yang sesuai secara dini akan dapat

menurunkan ketidaknyamanan penderita, insidensi terjadinya komplikasi yang berat dan

kematian serta memungkinkan usaha kontrol penyebaran penyakit melalui identifikasi karier.7

- Laboratorium hematologi rutin: anemia (pada umumnya terjadi karena supresi

sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus), leukopenia (namun jarang

kurang dari 3000/uL), an-eosinofilia, limfositosis relatif, atau trombositopenia (pada

kasus berat);3,6

- Peningkatan laju endap darah;3

- Peningkatan enzim transaminase;3

- Serologi: serologi Widal terjadi kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4

kali titer fase akut ke fase konvalesens); kadar IgM dan IgG (Typhi-dot) / antibody

IgM 09 Salmonella typhi;3,6

- Pemeriksaan biakan Salmonela: biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari

perjalanan penyakit; biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4.6

- Pemeriksaan radiologi: rontgen toraks apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia,

rontgen abdomen bila dicurigai terjadi komplikasi intraintestinal (peritonitis, perforasi

usus atau perdarahan saluran cerna). Pada perforasi usus tampak distribusi udara tidak

merata, air fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar, udara bebas pada

abdomen.3,6

24

Page 25: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Gambaran Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa

menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal

atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama

pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis

leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal

yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,

akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam

tifoid.8

Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya mendapatkan hasil

pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan

leukosit normal (65.9%).

Anemia normokromi normositik terjadi sebagai akibat perdarahan usus atau supresi pada

sumsum tulang. Jumlah leukosit rendah, namun jarang di bawah 3.000/uL3. Apabila terjadi abses

piogenik maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-25.000/uL3. Trombositopenia

sering dijumpai, kadang-kadang berlangsung beberapa minggu.2

Identifikasi Kuman Melalui Isolasi/Biakan

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam

biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan

dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan

sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan

feses.4

Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak

menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan

volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.4

Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan

2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1

mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada

25

Page 26: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi

hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih

sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang

direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan media

Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat

tumbuh pada media tersebut.4,8

Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada perjalanan

penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-80% atau 70-90% dari penderita

pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga. Sensitivitasnya akan

menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai

dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai. Bakteri dalam feses

ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun

secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan

metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat pada

80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase

penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan

terapi atau dengan kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga

tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada

spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan

tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. Salah satu

penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum

hampir sama dengan kultur sumsum tulang.3,4,6

Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang

digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah,

volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat.

Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah

dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih

canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai

metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.7

26

Page 27: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Identifikasi Kuman Melalui Uji Serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan

mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu

sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang

diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat

digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3) metode enzyme

immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA); dan (5)

pemeriksaan dipstik.7

Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting dalam

proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang luas dalam

sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada

jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut,

jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan

spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit).8

- Uji Widal

Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun

1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum

penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O)

dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.

Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi

dalam serum.7,8

Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide

test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan

dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit

tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.7,8

Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan

spesifisitas masing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi

positif sebesar 34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%.14 Beberapa penelitian pada

kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan

sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%.7

27

Page 28: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain

sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan

status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari

masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta

reagen yang digunakan.8

Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya

melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita

demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada

tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan

secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan

pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point).

Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer)

pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan

didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Penelitian oleh

Darmowandowo di RSU Dr.Soetomo Surabaya (1998) mendapatkan hasil uji Widal

dengan titer >1/200 pada 89% penderita.8

- Tes Tubex

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana

dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk

meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9

yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini

sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM

dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.7

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini, beberapa

penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan

spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002)

mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan

sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan

yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan

sederhana, terutama di negara berkembang.7,8

28

Page 29: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Diagnosis

Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat

oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai penelitian

yang menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha

penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal

dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini maka seorang

klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan melalui

isolasi Salmonella typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi

Salmonella typhi dari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang

dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan specimen yang

berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil psoitif didapat pada

90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasive, sehingga tidak dipakai dalam praktek

sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan specimen empedu yang diambil dari

duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.2

Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap

antigen somatik (O), flagella (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Di

Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai uji Widal slide

agglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal

positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi

apabila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin

sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam

tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa

lampau, sedangkan Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman Salmonella typhi (karier).

Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologik Widal kurang dapat dipercaya sebab dapat

timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat timbul negatif palsu pada kasus

demam tifoid yang terbukt biakan darah positif.2

Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk mendeteksi

antibody Salmonella typhi dalam serum, antigen terhadap Salmonella typhi dalam darah, serum

dan urin bahkan DNA Salmonella typhi dalam darah dan faeces. Polymerase chain reaction telah

29

Page 30: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

digunakan untuk memperbanyak gen Salmonella ser. typhi secara spesifik pada darah pasien dan

hasil dapat diperoleh hanya dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif

dibandingkan biakan darah. Walaupun laporan-laporan pendahuluan menunjukkan hasil yang

baik namun sampai sekarang tidak salah satupun dipakai secara luas. Sampai sekarang belum

disepakati adanya pemerksaan yang dapt menggantikan uji serologi Widal.2

Diagnosa Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat

menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia.

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberculosis,

infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada

demam tifoid yang berat, sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai

diagnosis banding.2

Tatalaksana

Antibiotik6

- Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4

dosis selama 10-14 hari.

- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena, selama 10 hari.

- Kotrimoksasol 6 mg/kgBB/hari, oral, selama 10 hari.

- Seftriakson 80 mg/kgBB/hari, intravena atau intramuskular, sekali sehari, selama 5

hari.

- Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari.

- Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.

Deksametason 10-3 mg/kgBB/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran

membaik.

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi

yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan

untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi

disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan

30

Page 31: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella

typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia.2

Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam

tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-

14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun, sedang pada kasus dengan malnutrisi atau

penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4-6 minggu untuk osteomielitis akut,

dan 4 minggu untuk meningitis. Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka

relaps dan karier. Namun pada anak hal tersebut jarang dilaporkan. Kloramfenikol tidak

diberikan apabila leukosit <2000/uL.2

Ampisilin memberikan respons perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan

dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali

pemberian secara intravena. Amoksilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali

pemberian per oral selama 10 hari memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun

penurunan demam lebih lama. Kombinasi trimethoprim sulfametoksazol (TMP-SMZ)

memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah

TMP 10 mg/kg/hari atau SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Di beberapa negara sudah

dilaporkan kasus demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol. Di India resistensi ganda

terhadap kloramfenikol, Ampisilin dan TMP-SMZ terjadi sebanyak 49-83%. Strain yang resisten

umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga.2

Pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti Seftriakson 100 mg/kg/hari dibagi dalam 1

atau 2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kg/hari dibagi

dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolin baik tetapi tidak dianjurkan

untuk anak. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan

sebagai alternative, terutama apabila jumlah leukost <2000/uL atau dijumpai resistensi terhadap

Salmonella typhi.2,3

Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma dan shock,

pemberian deksametason intravena (3 mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal,

dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotik yang memadai,

dapat menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%. Demam tifoid dengan penyulit

perdarahan usus kadang-kadang memerlukan transfusi darah. Sedangkan apabila diduga terjadi

perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen dapat membantu

31

Page 32: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

menegakkan diagnosis. Laparatomi harus segera dilakukan pada perforasi usus disertai

penambahan antibiotik metronidazol dapat memperbaiki prognosis. Reseksi 10 cm di setiap sisi

perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka harapan hidup. Transfusi trombosit dianjurkan

untuk pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup berat sehingga menyebabkan

perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masih dalam pertimbangan untuk dilakukan

intervensi bedah.2

Ampisilin (atau amoksisilin) dosis 40 mg/kg/hari dalam 3 dosis per oral ditambah dengan

probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis per oral atau TMP-SMZ selama 4-6 minggu

memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Bila terdapat

kolelitiasis atau kolesistitis, pemberian antibiotik saja jarang berhasil, kolesistektomi dianjurkan

setelah pemberian antibiotik (ampisilin 200 mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV) selama 7-10 hari,

setelah kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30mg/kgBB/hari dalam 3 dosis per oral

selama 30 hari.2

Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus demam

tifoid serangan pertama.2

Indikasi Rawat

Demam tifoid berat harus dirawat inap di rumah sakit.6

a. Cairan dan Kalori

- Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu asupan cairan dan kalori

diberikan melalui sonde lambung.

- Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5 kebutuhan dengan

kadar natrium rendah.

- Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan.

- Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik.

- Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu diberikan O2.

- Pelihara keadaan nutrisi.

- Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit.

b. Antipiretik, diberikan apabila demam >39oC, kecuali pada pasien dengan riwayat kejang

demam dapat diberikan lebih awal.

32

Page 33: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

c. Diet

- Makanan tidak berserat dan mudah dicerna.

- Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori

cukup.

- Transfusi darah: kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan

perforasi usus.

Pemantauan

Terapi6

- Evaluasi demam dengan memonitor suhu. Apabila pada hari ke 4-5 setelah

pengobatan demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi adakah

komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi S.typhi terhadap antibiotik, atau

kemungkinan salah menegakkan diagnosis.

- Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu

makan membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat

dilanjutkan di rumah.

Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan

sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang

adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya

karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti

perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia,

mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.2

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser. Typhi ≥ 3 bulan

setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah

dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.

Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi

umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada

individu dengan skistosomiasis.2

33

Page 34: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi, maka setiap

individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.

Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57oC untuk beberapa menit

atau dengan proses iodinasi/klorinasi.2

Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57oC beberapa menit dan secara merata juga

dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/daerah

tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta

tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan

angka kejadian demam tifoid.2

Vaksin Demam Tifoid

Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi

kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang

berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine)

telah puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan subkutan; namun vaksin ini

hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada tempat

suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan

(Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya

perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Pada

penelitian di lapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik dengan derajat

transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi diberikan secara

suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.2

34

Page 35: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Analisa Kasus

Pada pasien anak berusia 11 tahun 7 bulan 4 hari dengan berat badan 35 kg, didapatkan

keluhan demam sejak 6 hari SMRS sesuai dengan allo-anamnesa dari ibu kandung pasien. Sifat

demam pada anak ini naik secara perlahan-lahan dan tinggi terutama pada sore hingga malam

hari disertai dengan menggigil. Puncak titik tertinggi demam adalah pada akhir minggu pertama

dimana anak tersebut segera dibawa ke IGD oleh ibunya. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis

sifat demam dari demam tifoid. Seminggu sebelum masuk rumah sakit, pasien memang sering

jajan makanan di tepi jalan, yang kemungkinan sudah terkontaminasi dengan S. typhi sehingga

terjadi penularan melalui makanan/minuman yang tercemar.

Selain sifat demam, terdapat gejala lain yaitu gejala gastrointestinal berupa muntah dan

konstipasi selama kurang lebih 5 hari berturut-turut. Hal ini juga mendukung diagnosa demam

tifoid dimana ada gangguan gastrointestinal seperti yang dijelaskan pada patofisiologi demam

tifoid. Jadi pada kasus ini konstipasi yang terjadi merupakan kesatuan gejala klinis yang

digambarkan dari demam tifoid itu sendiri.

Pasien juga mengeluh mual, nyeri ulu hati dan anoreksia. Hal ini sesuai dengan gejala

sistemik yang menyertai timbulnya demam tifoid. Oleh sebab itu dari anamnesis, dapat dilihat

bahwa apa yang dialami pasien sesuai dengan gambaran gejala klinis pada demam tifoid.

Dari hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil pemeriksaan serologi Widal S.typhi

O (+) 1/320 sehingga demam tifoid dapat ditegakkan.

35

Page 36: Case Besar Ika - Tifoid - Yoda Desika Kolim

Daftar Pustaka

1. Cleary TG. Salmonella. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds. Nelson

Textbook of Pediatrics. Ed 16. Philadelphia: WB Saunders; 2000.h.842-8.

2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri

tropis. Ed 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2015.h.338-45.

3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Ed 4. Jakarta:

Media Aesculapius; 2014.h.74-5.

4. Diagnosis of typhoid fever. Dalam: Background document: The diagnosis, treatment and

prevention of typhoid fever. World Health Organization; 2003.h.7-18.

5. Darmowandowo D. Demam tifoid. Dalam: Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak

XXXIII. Surabaya: Surabaya Intellectual Club; 2003.h.19-34.

6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.

Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 2009.h.47-9.

7. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam tifoid. Dalam: Soegijanto S, Ed.

Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan. Ed 1. Jakarta: Salemba Medika;

2002.h.1-43.

8. Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ. Current trends in the management of

typhoid fever. MJAFI 2003;59:130-5.

36