case chf
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Pada kondisi gagal jantung kongestif adanya peningkatan tekanan vaskular pulmonal akibat gagal jantung kiri menyebabkan overload tekanan serta gagal jantung kanan1.
Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh duni. Risiko terjadinya gagal jantung semakin meningkat sepanjang waktu. Menurut data WHO 2013, 17,3 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular pada tahun 2008 dan lebih dari 23 juta orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular. Lebih dari 80% kematian akibat gangguan kardiovaskular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penyebab gagal jantung dapat dibagi menjadi dua, meliputi penyakit pada miokard (antara lain: penyakit jantung koroner, kardiomiopati, miokarditis), dan gangguan mekanis pada miokard (antara lain: hipertensi, stenosis aorta, koartasio aorta). Penyebab pemicu kardiovaskular ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan morbiditas kardiovaskuar2.
Gagal jantung menjadi penyakit yang umum diderita di dunia. Sekitar lima juta orang di Amerika Serikat menderita GJK, dimana jumlah tersebut didominasi oleh orang tua, dengan hampir 80% kasus terjadi pada pasien di atas usia 65 tahun. Namun demikian, beberapa studi telah menemukan bahwa GJK dikaitkan dengan angka kematian sekitar 45-50% selama kurun waktu dua tahun terakhir, jumlah ini mendekati angka kematian yang disebabkan oleh penyakit keganasan.
Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Framingham yang dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung menunjukan mortalitas 1 tahun rata-rata sebesar 30% bila semua pasien dengan gagal jantung dikumpulkan bersama, dan lebih dari 60% pada (NYHA) kelas IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada sebagian besar kanker. Kematian pasien dengan gagal jantung terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak.3
BAB II
1
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jatimulya II, Rt 002 Rw 003, Mekarjati, Kab Karawang
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 8 februari 2016
2.2 ANAMNESIS
Diperoleh dengan cara autoanamnesis dan alloanamnesis pada hari senin tanggal 8 februari 2016 pukul 15.00 WIB.
Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan Sesak nafas sejak 1 hari SMRS
Keluhan Tambahan : nyeri dada diretroseternal +, nyeri ulu hati +, mual +, muntah -, berdebar-debar, sesak saat aktivitas, tidur menggunakan dengan 2 bantal.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD hari minggu, 8 februari 2016 dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS disertai dengan sesak saat aktivitas ringan, sesak membaik bila tiduran dengan 2 bantal, sesak yang dirasakan hilang timbul, sesak timbul pada malam hari, tejadi setelah 1-2 jam, sesak nafas tidak disertai mengi. Pasien juga mengeluh adanya nyeri dada didaerah retrosternal, menjalar sampai punggung dan tangan kiri, lamanya nyeri hilang timbul, nyeri dada seperti ditusuk-tusuk. Disertai dengan nyeri ulu hati (+), mual, keringat dingin, dan berdebar-debar, nafsu makan menurun. Cepat merasa lemas dan capek. Bengkak pada ekstermitas atas dan bawah -. Batuk-, BAB lancer, BAK lancar, muntah -.
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat penyakit jantung sejak 10 bulan yang lalu, riwayat hipertensi (+), DM (-), alergi (-), penyakit paru-paru (-), penyakit jantung (-), Penyakit kuning (-), Asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di keluarga pasien tidak pernah ada yang menderita hal serupa, Ht (-), DM (-) penyakit paru-paru (-), penyakit jantung (-), Asma (-), penyakit hati (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mempunyai kebiasaan makanan yang berlemak seperti jeroan, santan. Merokok -, alkohol -.
Riwayat Lingkungan Sosial
Di lingkungan rumah pasien tidak ada yang mengalami hal serupa.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik di IGD pada tanggal 8 februari 2016 pada jam 08.00 WIB.
I. Keadaan Umuma. Kesan Sakit : Tampak sakit sedangb. Kesadaran : Compos mentisc. GCS : E4V5M6d. Sikap pasien : Kooperatif
II. Tanda Vital dan Antropometri
PEMERIKSAAN NILAI NORMAL
HASIL PASIEN
Suhu 36,50 – 37,20 C 36,10 CNadi 60-100 x/mnt 130 x/mnt, reguler, isi
cukup, equivalenTekanan darah 120/80 mmHg 160/90 mmHgNafas 14-18x/menit 26x/menit
3
Tabel 1. Tanda vital dan antropometri di IGD
Status GeneralisKepala : normocephali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabutMata : simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokorTelinga : normotia, sekret (-/-), hiperemis (-/-)Hidung : deviasi septum (-), sekret (-/-)Mulut : sianosis-, mukosa bibir lembab, oral hygiene baik, sianosis (-),
tonsil T1/T1. Leher : JVP 5+3 cmH2O, trakea lurus di tengah, tidak terdapat benjolan
pada leher bagian kiri.
ThoraxParu: Inspeksi : simetris, statis dan dinamis, tidak ada bagian hemithorax yang
tertinggal, tidak tampak retraksi sela iga Palpasi : Pergerakan napas kiri dan kanan simetris, vocal fremitus simetrisPerkusi : Suara sonor dikedua lapang paru.Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihatPalpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5±1 cm jari medial garis
midclavicularis kiri ; thrill dan bruit (-)Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS 3 hingga ICS 5 garis sternalis
kanan, batas jantung kiri pada ICS 5±1cm medial linea midklavikularis kiri,Batas atas jantung pada ICS 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen
Inspeksi :Bentuk abdomen membuncit, warna kulit normal, tidak tampak ada massa, tidak tampak pelebaran vena.
Auskultasi : bising usus (+) normal 2x/menitPalpasi :Teraba supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium, nyeri lepas(-)
turgor kulit baik, tidak teraba pembesaran hepar atau lienPerkusi : hipertimpani pada seluruh abdomen
Ekstremitas : simetris, akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada oedem.
2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4
Pemeriksaan Laboratorium di IGD tanggal 14 Januari 2016.
1) Foto Thoraks
Deskripsi foto :
- CTR > 50 %
5
- Cor membesar kelateral kiri dengan apex tertanam didiafragma
- Sudut sinus costofrenikus kanan dan kiri tajam.
- Corakan bronkovaskular normal.
- Tidak tampak bercak lunak
- Kranialisasi –
- Kesan : kardiomegali tanpa bendungan paru
2) EKG
Deskripsi gambaran EKG :
- didapatkan sinus takikardi regular,
- tampak pelebaran gelombang P melebar dengan durasi 0.12 di lead I, II, avf.
2.3.2 DIAGNOSIS DX - Congestif Heart Failure DD – CHF e.c CAD
6
- CHF e.c Hipertensi - Asma Bronkial
2.3.3 PENATALAKSANAAN - Infus Nacl 0,9 % 20 tpm- O2 3-4 lpm- Furosamid 2x1 inj - ISDN 3X5 mg- Copidrogel 1x75 mg- Alprazolam 1x0,5 mg- Bisoprolol 1x5 mg- Captopril 3x12,5 mg
2.4 FOLLOW UP HARIAN
FOLLOW UP IDilakukan tanggal 9 februari 2016 di bangsal Rengasdengklok RSUD Karawang.
S : Pasien mengeluh sesak nafas +, pusing +, batuk berdahak putih kental + sejak semalam, sakit nyeri ulu hati, mual -, muntah-, dada terasa panas, demam –
O : Keadaan umum: Compos mentis
TD : 100/60 mmHg N : 66 x/menit RR : 24 x/menit S : 36oCStatus GeneralisKepala :normocephali, rambut warna hitam bercampur putih, distribusi merata, tidak mudah dicabutMata : simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokorTelinga : normotia, sekret (-/-), liang telinga hiperemis (-/-)Hidung : deviasi septum (-), sekret (-/-)Mulut dan tenggorokan: mukosa bibir lembab, oral hygiene baik, sianosis(-), tonsil T1/T1, tidak terdapat sariawan pada bibir bagian dalam.Leher: JVP 5+3 cmH2O, trakea lurus di tengah, KGB tidak membesar
Thorax
Paru:
7
Inspeksi : simetris, statis dan dinamis, tidak ada bagian hemithorax yang tertinggal, tidak ada retraksi sela iga
Palpasi : pergerakan napas kiri dan kanan simetris, vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru kanan dan kiri.
Perkusi : kedua lapang paru sonor, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara pekak , batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea midklavikularis kiri dengan suara redup, batas jantung setinggi ICS 3 linea parasternalis kiri.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Jantung: Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihatPalpasi :Ictus cordis teraba pada ICS 5±1cm jari medial garis
midclavicularis kiri ; thrill dan bruit (-)Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS 3 hingga ICS 5 garis
sternalis kanan, Batas jantung kiri pada ICS 5 ±1cm medial linea midklavikularis kiri, Batas atas jantung pada ICS 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen mendatar, warna kulit normal, tidak tampak ada massa, tidak tampak pelebaran vena, supel.
Auskultasi : bising usus (+) normal 2x/menitPalpasi : teraba supel, nyeri tekan (+) epigastrium, nyeri lepas (-),
turgor kulit baik, tidak teraba pembesaran hepar atau lienPerkusi : timpani pada seluruh abdomen
Ekstremitas : simetris, akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada oedem
A: DIAGNOSIS KERJADx : Congestif Heart Failure.
DD : CHF e.c hipertensi
CHF e.c CAD
Asma bronkial
P: Penatalaksanaan - Infus Nacl 0,9 % 20 tpm - Alprazolam 1x0,5 mg- O2 3-4 lpm - Bisoprolol 1x5 mg
8
- Furosamid 2x1 inj - Captopril 3x12,5 mg- ISDN 3X5 mg - Copidrogel 1x75 mg
FOLLOW UP II Dilakukan tanggal 10 februari 2016 di bangsal Rengasdengklok RSUD Karawang.
S : pasien mengeluh jantung berdebar-debar kadang-kadang, sesak nafas sudah berkurang batuk kering, sakit diseluruh kepala +, Bab dan bak lancarO : CM TD: 140/50 mmHg N : 82 x/menit R : 22 x/menit S : 36,7oCStatus Generalis
Kepala :normocephali, rambut warna hitam bercampur putih, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor
Telinga : normotia, sekret (-/-), liang telinga hiperemis (-/-) Hidung : deviasi septum (-), sekret (-/-) Mulut dan tenggorokan: mukosa bibir lembab, oral hygiene baik,
sianosis(-), tonsil T1/T1, tidak terdapat sariawan pada bibir bagian dalam. Leher: JVP 5+3 cmH2O, trakea lurus di tengah, KGB tidak membesar Thorax
Paru: Inspeksi : simetris, statis dan dinamis, tidak ada bagian hemithorax
yang tertinggal, tidak ada retraksi sela igaPalpasi : pergerakan napas kiri dan kanan simetris, vocal fremitus
simetris pada kedua lapang paru kanan dan kiri.Perkusi : kedua lapang paru sonor, batas paru dan jantung kanan
setinggi ICS 3 hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara pekak , batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea midklavikularis kiri dengan suara redup, batas jantung setinggi ICS 3 linea parasternaliskiri.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung: Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
9
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5±1cm jari medial garis midclavicularis kiri ; thrill dan bruit (-)
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS 3 hingga ICS 5 garis sternalis kanan, Batas jantung kiri pada ICS 5 ±1cm medial linea midklavikularis kiri, Batas atas jantung pada ICS 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-) AbdomenInspeksi : bentuk abdomen mendatar, warna kulit normal, tidak
tampak ada massa, tidak tampak pelebaran vena, supel.Auskultasi : bising usus (+) normal 2x/menitPalpasi : teraba supel,nyeri tekan (+) epigastrium, nyeri lepas (-),
turgor kulit baik, tidak teraba pembesaran hepar atau lienPerkusi : timpani pada seluruh abdomen
Ekstremitas : simetris, akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada oedem
A: DIAGNOSIS KERJADX : Congestif Heart FailureDD : CHF e.c hipertensi CHF e.c CAD Asma bronkial
P : - Infus Nacl 0,9 % 20 tpm - Alprazolam 1x0,5 mg- Bisoprolol 1x5 mg - Copidrogel 1x 75 mg- Captopril 3x12,5 mg - O2 3-4 lpm- Furosamid 2x1 inj - ISDN 3X5 mg
Pasien pulang pada tanggal 10 februari 2016.
2.5 Resume
10
Pasien datang ke IGD hari minggu, 8 februari 2016 dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS disertai dengan sesak saat aktivitas ringan, sesak membaik bila tiduran dengan 2 bantal, sesak yang dirasakan hilang timbul, sesak timbul pada malam hari, tejadi setelah 1-2 jam, sesak nafas tidak disertai mengi. Pasien juga mengeluh adanya nyeri dada didaerah retrosternal, menjalar sampai punggung dan tangan kiri, lamanya nyeri hilang timbul, nyeri dada seperti ditusuk-tusuk. Disertai dengan nyeri ulu hati (+), mual, keringat dingin, dan berdebar-debar, nafsu makan menurun. Cepat merasa lemas dan capek. Riwayat penyakit jantung sejak 10 bulan yang lalu, riwayat hipertensi +, riwayat pengobatan sudah pernah sebelumnya, riwayat kebiasaan suka makanan yang berlemak seperti jeroan santan.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg, Nadi 130 x/menit, Pernapasan 26 x/menit, suhu 36.10 C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada region epigastrium.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Hb menurun yaitu 11.1 g/dL, hematocrit menurun 33,9 %, MCHC menurun 33 g/dL. CK-MB meningkat 45. Creatinin menurun 0.44 mg/dL. Pada hasil rontgen didapatkan tampak gambaran cor membesar ke lateral kiri dengan apex tertanam di diafragma. Pada gambaran hasil EKG didapat kan sinus takikardi.
2.6 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
11
TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung.1
Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks akibat kelainan jantung ataupun non-jantung yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh seperti peningkatan cardiac output. Gagal jantung dapat muncul akibat gangguan pada miokardium, katup jantung, perikardium, endokardium ataupun gangguan elektrik jantung.2
3.2 EpidemiologiMenurut National Heart Lung and Blood Institute insidensi penyakit gagal
jantung semakin meningkat setiap tahun dan rata-rata 5 juta penduduk United States menderita gagal jantung. Penyakit gagal jantung adalah punca hospitalisasi yang utama dikalangan pasien U.S yang berumur lebih daripada 65 tahun dan menyebabkan lebih kurang 300,000 kematian dalam setahun (Goldberg, 2010). Walaupun perbaikan dalam terapi, angka kematian pada pasien dengan gagal jantung tetap sangat tinggi. Pembaruan 2010 dari American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa terdapat 5,8 juta orang dengan gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2006 dan juga terdapat 23 juta orang dengan gagal jantung di seluruh dunia.3
Gagal jantung menjadi penyakit yang umum diderita di dunia. Sekitar lima juta orang di Amerika Serikat menderita GJK, dimana jumlah tersebut didominasi oleh orang tua, dengan hampir 80% kasus terjadi pada pasien di atas usia 65 tahun. Namun demikian, beberapa studi telah menemukan bahwa GJK dikaitkan dengan angka kematian sekitar 45-50% selama kurun waktu dua tahun terakhir, jumlah ini mendekati angka kematian yang disebabkan oleh penyakit keganasan.
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan masalah kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia (Depkes RI, 2009), maka perlu dilakukan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah secara berkesinambungan. gagal jantung merupakan kondisi akhir dari penyakit jantung dan pembuluh darah kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, aritmia, infark miokard dan lain-lain4.
12
3.3 Etiologi
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah 5,67:
a. Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif ( Hellerman, 2003). Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif (Mann, 2008). Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner.
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif.
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis.
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel.
13
Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya.
d. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif.
e. Arterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
f. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
g. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung
14
kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral.
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada wanita belum ada fakta yang konsisten.
Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung.
Tabel 3. Penyebab Gagal Jantung Kongestif 8
Main Ischemic Heart Disease (35-40%)
Cause Cardiomiopathy expecially dilated (30-34%)
15
Hypertension (15-20%)
Cardiomyopathy undilated ; Hyperttrophy /obstructive, restrictive (amyloidosis, sarcoidosis)
Valvular heart disease (mitral, aortic, tricuspid)
Congenital heart disease (ASD,VSD)
Alcohol and drugs (chemotherapy-trastuzamab, imatinib)
Hyperdinamic circulation (anemia, thyrotoxicosis, haemochromatosis)
Other Cause Right Heart failure (RVinfarct, pulmonary hypertension, pulmonary embolism, COPD
Tricuspid incompetence
Arrhythmia (AF, Bradycardia (complete heart block, the sick sinus syndrome)
Pericardial disease (constrictive pericarditis, pericardial effusion)
Infection (Chagas’ disease)
3.4 Patofisiologi
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri.9
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin Angiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat.
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
16
simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang lebih lanjut10.
Perubahan neurohormonal, adrenergic, dan sitokin menyebabkan remodeling ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi miosit; (2) perubahan substansi kontraktil miosit; (3) penurunan jumlah miosit akibat nekrosis, apoptosis dan kematian sel autophagia; (4) desensitisiasi beta adrenergic; (5) kelainan metabolism miokardium; (6) perubahab struktur metriks ekstraseluler miosit.
Remodeling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa, volume, bentuk, dan komposisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah bentuk jantung menjadi lebih sferis sehingga bentuk beban mekanik jantung menjadi semakin meningkat. Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi jumlah afterload yang mengurangi stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga terjadi peningkatan end-diastolic wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke subendokardium yang akan memperparah fungsi ventrikel kiri; (2) peningkatan stress oksidatif dan radikal bebas yang mengaktivasi hipertropi ventrikel.11
Perubahan struktur jantung akibat remodeling ini yang berperan dalam penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan overload hemodinamik. Ketiga hal diatas berkontribusi dalam progresivitas penyakit gagal jantung.
17
Gambar. Patofisiologi Gagal Jantung. 11
18
3.5 Klasifikasi gagal jantung kongestif
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan apabila diperoleh :
1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor
Tabel 4. Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal jantung kongestif12
Kriteria mayor Kriteria minor
Dispnea/orthopnea
Nocturnal Parkosismal
Distensi vena leher
Ronki
Kardiomegali
Edema pulmonary akut
Gallop-S3
Peningkatan tekanan vena (>16 cmH2O)
Waktu sirkulasi > 25 detik
Reflex hepatojugularis
Edema pretibial
Batuk malam
Dispnea saat aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital paru menurun 1/3 dari maksimal
Takikardia (>120 kali/menit)
Kriteria Mayor atau MinorPenurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari
Berdasarkan New York Heart Association (NYHA) membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik:
19
Tabel 5. Klasifikasi NYHA Gagal Jantung Kongestif
Kelas 1 Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik, aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, sesak
Kelas II Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa nyaman saat beristirahat tetapi saat melakukan aktivitas fisik mulai merasakan sedikit sesak, fatigue, dan palpitasi
Kelas III Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa nyaman saat istirahat namun ketika melakukan aktivitas fisik yang sedikit saja sudah merasa sesak, fatigue, dan palpitasi.
Kelas IV Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejala bisa muncul dan jika melakukan aktivitas fisik maka gejala akan meningkat.
Berdasarkan ACC American College of Cardiology dibagi menjadi 4
stadium13 :
1) Pasien berisiko tinggi mengalami gagal jantung, kerana adanya kondisi penyebab gagal jantung. Pasien tidak mengalami abnormalitas structural atau fungsional perikardium, miokarduim, atau katup jantung yang teridentifikasi dan tidak pernah menunjukkan tanda atau gejala gagal jantung.
2) Pasien yang telah mengalami penyakit jantung struktural, yang menyebabkan gangguan jantung tapi belum pernah menunjukkan tanda atau gejala gagal jantung.
3) Pasien yang telah mengalami penyakit jantung struktural, yang menyebabkan gangguan jantung tapi belum pernah menunjukkan tanda atau gejala gagal jantung.
4) Pasien dengan penyakit jantung structural. Tingkat lanjut dan gejala-gejala gagal jantung pada istirihat, walaupun telah diberikan terapi medis maksimal dan membutuhkan intervensi khusus.
20
3.6 Manisfestasi klinis
Gejala gagal jantung terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat,
dapat disertai penurunan curah jantung ataupun tidak.
Manifestasi klinis meliputi14,15:
1. Gagal jantung dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik yang mengalami dekompensasi).
2. Gagal jantung akut hipertensi yaitu terdapat gagal jantung yang disertai tekanan darah tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif dan pada foto toraks terdapat tanda-tanda edema paru akut.
3. Edema paru yang diperjelas dengan foto toraks, respiratory distress, ronki yang luas, dan ortopnea. Saturasi oksigen biasanya kurang dari 90% pada udara ruangan.
4. Syok kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg dan atau penurunan pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.
5. High output failure, ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan frekuensi denyut jantung yang tinggi, misalnya pada mitral regurgitasi, tirotoksikosis, anemia, dan penyakit Paget’s. Keadaan ini ditandai dengan jaringan perifer yang hangat dan kongesti paru, kadang disertai tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik.
6. Gagal jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output, peninggian tekanan vena jugularis, serta pembesaran hati dan limpa. Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala, penilaian klinis, dan pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokardiografi (EKG), foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler.
7. Dispnea (sulit bernapas) Merupakan keluhan yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurang kelenturan paru dan peningkatan tahanan aliran udara. Dispnea saat beraktivitas (dyspneu d’effort) menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri.
8. Orthopnea yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan dyspneu d’effort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler
21
pulmoner.
9. Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari). Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali menyamarkan gejala gagal jantung yang lain.
← 10. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami batuk dan wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk tegak.
← 11. Ronki Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan ciri khas dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.
← 12. Hemoptisis Disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.
← 14. Kongesti vena sistemik. Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-vena leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
← 15. Hepatomegali (pembesaran hati) Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
← 16. Keluhan gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar.
← 16. Edema perifer Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari. Siangnya edema akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat gravitasi.
← 18. Asites dan edem anasarka Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh generalisata.
19. Hipoperfusi ke organ-organ non vital Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ non vital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ seperti kulit, otot rangka, dan
22
ginjal.
Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
Demam ringan dan keringat yang berlebihan disebabkan oleh vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan panas.
Kelemahan dan keletihan disebabkan oleh kurangnya perfusi ke otot rangka. Gejala juga dapat diperberat oleh ketidakseimbangan elektrolit dan cairan atau anoreksia.
Anuria Akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.
← 20. Pernapasan Cheyne-Stokes Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan dengan rendahnya cardiak ouput. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara.
←21. Gejala serebral Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral, seperti disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan dalam insomnia.
3.7 Pemeriksaan penunjang17
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
2. Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat
23
sesak nafas (Tabel 5). Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
4. Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma peptide natriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejala- gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil.
Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk. Kadar peptidanatriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.
5. Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
6. Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, Colour Doppler dan Tissue Doppler Imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien
24
dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
7. Natriuretic peptide
B-type natriuteric peptides (BNP dan NT –pro BNP) yang diperiksa pada fase akut dapat diterima sebagai prediktif negative untuk mengeklusi GJ, walaupun tidak sepenting pada GJK dalam Praktik sehari. Belum ada kesepakatan mengenai referensi nilai BNP atau NT-pro BNT pada GJA. Pada saat serangan (flash) edema paru atau mitral regurgitasi akut, kadar natriuretic peptide bias masih normal saat masuk RS. Namun pemeriksaan BNP atau NT pro BNP saat masuk dan sebelum pulang, akan memberikan informasi prognostic yang penting.
3.8 Diagnosis18
Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi menjadi 2 yaitu kriteria mayor dan kriteria minor.
Kriteria mayor :
Dispnea nokturnal paroksimal atau ortopneu.
Peningkatan tekanan vena jugularis
Ronki basah halus
Kardiomegali
Edema paru akut
Irama gallop S3
Peningkatan tekanan vena > 16 cm H20
Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
Edema pergelangan kaki
Batuk malam hari
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
Takikardia
25
b. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.
Tes darah direkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai.
3.9 Penatalaksanaan
Non farmakologi19
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
26
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup. Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.
Farmakologi 20,21
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI )
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup .
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
Riwayat angioedema
Stenosis renal bilateral
27
Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
Stenosis aorta berat
Cara pemberian ACEI pada gagal jantung.
inisiasi pemberian ACEI
Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi ACEI
β Bloker
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat.
Kontraindikasi pemberian penyekat β
Asma
Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung
Inisiasi pemberian penyekat β
Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien dekompensasi secara hati-hati.
28
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:
Hipotensi simtomatik
Perburukan gagal jantung
Bradikardia
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
Kombinasi ACEI dan ARB
Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung.
Inisiasi pemberian spironolactone
Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
Naikan dosis secara titrasi
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 - 8 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
29
Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah menaikan dosis
Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi.
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton:
Hiperkalemia
Perburukan fungsi ginjal
Nyeri dan/atau pembesaran payudara
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama ACEI
Cara pemberian ARB pada gagal jantung
30
Inisiasi pemberian ARB
Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
Dosis awal lihat
hiperkalemia
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB:
Sama sepertiACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk
HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN )
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat ditoleransi
Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
Hipotensi simtomatik
Sindroma lupus
Gagal ginjal berat
Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung.
Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
Naikan dosis secara titrasi
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
31
Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine 50 mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi H-ISDN:
Hipotensi simtomatik
Nyeri sendi atau nyeri otot
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung
32
simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)
Tabel 12 Indikasi dan kontraondikasi pemberian digoksin
INDIKASI
Fibrilasi atrial
dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat
aktifitas> 110 - 120 x/menit
Irama sinus
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis aldosteron jika ada indikasi.
KONTRAINDIKASI
Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika pasien diduga sindroma sinus sakit
Sindroma pre-eksitasi
Riwayat intoleransi digoksin
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008
Cara pemberian digoksin pada gagal jantung
Inisiasi pemberian digoksin
33
Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari
Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron, diltiazem, verapamil, kuinidin)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:
Blok sinoatrial dan blok AV
Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia
Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan melihat warna
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten
34
Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda kongesti
Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering (tanpa retensi cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah mempertahankan berat badan kering dengan dosis diuretik minimal
Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-tanda klinis dari retensi cairan
Pengelolaan pasien resistendiuretik terdapat
GAGAL JANTUNG DAN KOMORBIDITAS
Penanganan komorbiditas ( penyakit penyerta ) merupakan hal yang sangat penting pada tatalaksana pasien dengan gagal jantung. Terdapat 4 alasan utama dalam hal ini, yaitu :
Penyakit penyerta dapat mempengaruhi pengobatan gagal jantung itu sendiri
35
Terapi untuk penyakit penyerta dapat memperburuk gejala dan kondisi gagal jantung (misalnya penggunaan NSAID
Obat yang digunakan untuk gagal jantung dan yang digunakan untuk penyakit penyerta dapat saling berinteraksi ( misalnya penggunaan penyekat β pada penderita asma berat ), sehingga akan mengurangi kepatuhan pasien dalam berobat
Sebagian besar penyakit penyerta berhubungan dengan keadaan klinis gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk (misalnya diabetes, hipertensi, dll)
ANGINA
Penyekat β merupakan pilihan utama dalam tatalaksana penyakit penyerta ini. Revaskularisasi dapat menjadi pendekatan alternatif untuk pengobatan kondisi ini.
HIPERTENSI
Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko menjadi gagal jantung. Terapi antihipertensi secara jelas menurunkan angka kejadian gagal jantung ( kecuali penghambat adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif disbanding antihipertensi lain dalam pencegahan gagal jantung ). Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan inotropic negative (verapamil dan diltiazem) seharusnya tidak digunakan utnuk mengobatai hipertensi pada pasien gagal jantung sistolik (tetapi masih dapat digunakan pada gagal jantung diastolik).Bila tekanan darah belum terkontrol dengan pemberian ACE/ ARB, penyekat β, MRA dan diuretic, maka hidralazin dan amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal jantung akut, direkomndasikan pemberian nitart untuk menurunkan tekanan darah.
DIABETES
Diabetes merupakan penyakit penyerta yang sangat sering terjadi pada gagal jantung, dan berhubungan dengan perburukan prognosis dan status fungsional.Diabetes dapat dicegahkandengan pemberian ACE/ ARB. Penyekat β bukan merupakan kontraindikasi pada diabetes dan memiliki efek yang sama dalam memperbaiki prognosis pada pasien diabetes maupun non diabetes. Golongan Tiazolidindion (glitazon) menyebabkan retensi garam dan cairan serta meningkatkan perburukan gagal jantung dan hospitlisasi, sehingga pemberiannya harus dihindarkan. Metformin tidak direkomendasikan bagi pasien dengan gangguan ginjal atau hati yang berat, karena risiko asidosis laktat, tetapi sampai saat ini merupakan terapi yang paling sering digunakan dan aman bagi pasien gagal jantung lain. Obat anti diabetik yang baru belum diketahui keamanannya bagi pasien gagal jantung.
36
DISFUNGSI GINJAL DAN SINDROMA KARDIORENAL
Laju fitrasi glomerulus akan menurun pada sebagian besar pasien gagal janrtung, terutama pada stadium gagal jantung yang lanjut ( advanced ). Fungsi renal merupakan predictor independen yang kuat bagi prognosis pasien gagal jantung. Penghambat renin-angiotensin-aldosteron (ACE/ ARB, MRA) biasanya akan menyebabkan penurunan ringan laju filtrasi glomerulus, namun hal ini jangan dijadikan penyebab penghentian terapi obat-obat tersebut, kecuali terjadi penurunan yang sangat signifikan. Sebaliknya, bila terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang signifikan, makan harus dipikirkan adanya stenosis arteri renalis.Hipotensi, hiponatremia dan dehidrasi juga dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Hal lain yang juga dapat menurunkan fungsi ginjal, yang kurang dipahami, adalah hipervolum, gagal jantung kanan dan kongesti vena ginajl. Sedangkan obat-obatn yag dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal antara lain NSAID, beberapa antibiotic (gentamicin, trimethoprim), digoxin,tiazid.
KOMORBIDITAS LAIN
1) Anemia dan defisiensi besiAnemia, didefiniskan sebagai konsentrasi hemoglobin < 13 g/dL pada pria dan < 12 g/dL pada perempuan, merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan pada gagal jantung. Kondisi ini lebih sering dijumpai pada usia lanjut, perempuan dan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Anemia berhubungan dengan status fungsional dan prognosis yang lebih buruk, serta risiko rehospitalisasi yang lebih tinggi.Defisiensi besi dapat menyebabkan disfungsi muscular dan anemia pada gagal jantung. Beberapa studi menunjukan terapi dengan stimulan eritropoetin memberikan perbaikan status fungsional pasien, akan tetapi hal ini masih dalam penelitian yang lebih lanjut.
2) Penyakit paru obstuktif kronis dan asmaPPOK dan asma dapat mengakibatkan kesulitan dalam mendiagnosa gagal jantung terutama pada gagal jantung diastolik.Kondisi ini berhubungan erat dengan prognosis dan status fungsional yang lebih buruk.Penyekat β merupakan kontraindikasi pada asma yang sedang-berat tetapi tidak pada PPOK.Penyekat β selektif (bisoprolol, metoprolol, nebivolol) lebih dianjurkan. Kortikosteroid oral dapat menyebabkan retensi natrium dan cairan dan akan memperburuk gagal jantung, tetapi hal ini tidak terjadi pada pemberian secara inhalasi. PPOK juga menyebabkan perburukan prognosis.
3) HiperlipidemiaPeningkatan LDL jarang terjadi pada gagal jantung sistolik. Pasien agagal jantung sistolik lanjut, biasanya akan mmiliki kadar LDL yang sangat rendah yang berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk.
37
4) HiperurisemiaHioerurisemia dan gout sering terjadi pada gagal jantung dan biasanya disebabkan karena pemberian diuretik yang berlebihan.Hiperurisemia berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk pada gagal jantung sistolik.Allupurinol dapat digunakan untuk pencegahan gout walaupun dengan tingkat keamanan yang belum jelas.Pada gout yang simtomatik, pemberian kolkisin lebih baik daripada NSAID, tetapi pemberiannya pada pasien dengan gangguan ginjal harus berhati-hati dan dapat menyebabkan diare.Dapat juga diberikan kortikosteroid intra-artikular, tetapi pemberian kortikosteroid secara sistemik tidak dianjurkan karena dapat menyebakan retensi garam dan cairan.
5) Kanker
Beberapa obat kemoterapi (antrasiklin dan trastuzumab) dapat menyebabkan atau memperburuk disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung.Deksrazon dapat memberikan proteksi jantung bagi pasien yang menerima terapi antrasiklin.Evaluasi fraksi ejeksi pra dan paska kemoterapi merupakan hal yang penting untuk dikerjakan.Pada pasien kemoterapi yang mengalami gagal jantung maka kemoterapi harus dihentikan dan mendapat terapi standar gagal jantung sebagaimana seharusnya.
6) Disfungsi erektilDisfungsi erektil harus diterapi sebagaimana mestinya. Pemberian penghambat fosfordiesterase V ( sildenafil ) bukan merupakan kontraindikasi, terkecuali pada pasien yang mendapat nitrat rutin. Beberapa studi menunjukan bahwa obat itu juga dapat efek hemodinamik yang menguntungkan bagi pasien gagl jantung sistolik, namun pada gagal jantung diastolik, pemberian obat ini harus berhati-hati, karena beberapa studi menyatakan bahwa obat ini dapat menyebabkan gangguan pada LVOT ( Left Ventricle Outflow Tract ).
3.10 KOMPLIKASI20
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis ditinggikan.
38
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
3.11 PROGNOSIS21
Klasifikasi KillipStage I Tidak terdapat gagal jantung. Tidak terdapat tanda
dekompensasi jantung. Prognosis kematian sebanyak 6%
Stage II Gagal jantung. Terdapat : ronkhi, S3 gallop, dan hipertensi vena pulmonalis, kongesti paru dengan ronkhi basah halus pada lapang bawah patu. Prognosis kematian sebanyak 17%
Stage III Gagal jantung berat, dengan edema paru berat dan ronkhi pada seluruh lapang paru. Kilip prognosis kematian sebanyak 38%.
Satge IV Shock kardiogenik. Pasien hipotensi dengan SBP< 90 mmHg, dan bukti adanya vasokontriksi perifer seperti oligouria, sianosis, dan berkeringat. Prognosis kematian sebanyak 67%.
39
3.12 Anatomi jantung 21
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
40
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.
Siklus jantung
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek,sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya lebih rendah.
Curah jantung
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel per menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan.
Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar 60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Pada waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa mencapai 150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit.Pada keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik dalam jangka waktu lama, bisa menjadi edema
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 2005;7 (Supplement J):J15-J20.
2. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
3. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.
4. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ 2000;320:104-7.
5. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.
6. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure: pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.
42
7. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart failure. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New Y ork: Marcel Dekker; 2005.p.117-36.
8. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation. BMJ 2000;320:297-300
9. Hobbs FDR, Davis RC, Lip GYH. ABC of heart failure: heart failure in general practice. BMJ 2000;320:626-9.
10. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart failure – full text the task force on acute heart failure of the european society of cardiology. Eur Heart J 2005.
11. Senni M, Tribouilloy CM, Rodeheffer RJ, Jacobsen SJ, Evans JM, Bailey KR, Redfield NM. Congestive heart failure in the community trends in incidence and survival in 10-year period. Arch Intern Med 1999;159:29- 34.
12. Watson RDS, Gibbs CR, Lip GY H. ABC of heart failure: clinical features and complications. BMJ 2000;320:236-9.
13. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure in the older patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76:49- 62.
14. Abraham WT, Scarpinato L. Higher expectations for management of heart failure: current recommendations. J Am Board Fam Pract 2002;15:39-49.
15. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW , editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New Y ork: Marcel Dekker; 2005.p.449-65.
16. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC of heart failure: non-drug management. BMJ 2000;320:366-9.
17. Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: acute and chronic management strategies. BMJ 2000;320:559-62.
18. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: management: diuretics, ACE inhibitors, and nitrates. BMJ 2000;320:428-31.
19. Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure Management: digoxin and other inotropes, _ blockers, and antiarrhythmic and antithrombotic treatment. BMJ 2000;320:495-8.
20. Aru W, bambang s, Idrus A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Gagal
43
Jantung. Jakarta. 2010. Ed II. 1583-1596.
21. Bambang B, Nani H, Erwinanto dkk. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 2015. Ed pertama.
44