case dub new

63
PRESENTASI KASUS GANGGUAN HAID DISFUNGSIONAL UTERIN BLEEDING (DUB) Pembimbing : Dr. H. Agus Surur A, Sp.OG (k) Penyusun : Budiman Gumilang 030.05.053 Oponen : Yohan Pamuji Alifa Mazaya Ardhi Farasita Ambarwati KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN PERIODE 14 Maret - 21 Mei 2011 RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

Upload: muhdinul

Post on 05-Jul-2015

474 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case DUB New

PRESENTASI KASUSGANGGUAN HAID

DISFUNGSIONAL UTERIN BLEEDING (DUB)

Pembimbing :

Dr. H. Agus Surur A, Sp.OG (k)

Penyusun :

Budiman Gumilang030.05.053

Oponen :Yohan Pamuji

Alifa Mazaya ArdhiFarasita Ambarwati

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

PERIODE 14 Maret - 21 Mei 2011RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

KATA PENGANTAR

Page 2: Case DUB New

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan izin-

Nya saya dapat menyelesaikan tugas kasus yang berjudul ”GANGGUAN HAID”. Terima

kasih saya ucapkan kepada pembimbing saya Dr. H. Agus Surur A. Sp.OG (K) di Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati.

Tujuan dari pembuatan tugas ini adalah sebagai salah satu syarat mengikuti

kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

Namun saya sadar, bahwa tugas yang saya buat masih jauh dari sempurna dan

tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan

akhir kata saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga tugas ini dapat

memberikan tambahan informasi kepada rekan sekalian.

Jakarta, April 2011

Penulis

DAFTAR ISI

2

Page 3: Case DUB New

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5

DEFINISI..................................................................................................... 5

HAID DAN SIKLUSNYA.......................................................................... 5

FISIOLOGI HAID...................................................................................... 6

DIAGNOSIS................................................................................................ 14

PENGGOLONGAN GANGGUAN HAID DAN SIKLUSNYA ............... 15

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL ....................................... 20

DEFINISI.................................................................................................... 20

ETIOLOGI.................................................................................................. 20

PATOFISIOLOGI....................................................................................... 21

GAMBARAN KLINIS............................................................................... 24

DIAGNOSIS............................................................................................... 25

TERAPI....................................................................................................... 26

BAB III IKHTISAR KASUS ............................................................................ 29

BAB IV ANALISA KASUS ............................................................................. 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: Case DUB New

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami

periode menstruasi atau haid dalam perjalanan hidupnya. Yaitu keluarnya darah yang

terjadi secara periodik dan siklik endometrium. Keluarnya darah dari vagina adalah

karena luruhnya lapisan dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah dan juga

sel telur yang tidak dibuahi. Panjang siklus haid cukup bervariasi. Yang termasuk

kategori normal adalah sekitar 28 hari. Sementara lama haid atau jangka waktu keluarnya

darah rata-rata 3-5 hari dengan variasi sekitar 1-2 hari. Proses terjadinya menstruasi

melibatkan berbagai komponen yang bekerja sinergis. Organ-organ yang terlibat antara

lain otak, alat genitalia, korteks adrenal, glandula tiroid serta adanya system lain yang

terlibat. Sedemikian faktor yang turut dalam pengaturan siklus menstruasi, harus bekerja

secara kompak sehingga jika diantaranya mengalami gangguan, tentunya akan

mempengaruhi secara keseluruhan. Namun periode menstruasi sering tidak berlangsung

mulus, dalam bahasa awam gangguan ini seperti haid tidak lancar, sedikit atau sebaliknya

hingga waktu haid jadi memanjang. Siklus haid juga dipengaruhi oleh faktor hormon.

Beberapa penyakit tertentu dapat mempengaruhi keseimbangan hormon estrogen dan

progesterone. Hal ini dapat mengakibatkan kacaunya siklus haid, faktor kelelahan dan

psikis juga dapat mempengaruhi siklus tersebut. Haid dikatakan normal jika lama siklus

antara 21-35 hari (28 ± 7 hari), lama perdarahan 3-7 hari (5 ± 2 hari), perdarahan 20-80

cc per siklus (50 ± 30 cc), tidak disertai nyeri, darah berwarna merah segar dan tidak

bergumpal, pada siklus haid terjadi ovulasi dan tidak berbau busuk.

Gangguan haid dan perdarahan yang menyerupai haid pada interval siklus haid

normal (21-35 hari) dikelompokkan menjadi:

A. Menerangkan ritme atau irama haid, dimana normalnya adalah 21-35 hari, sedangkan

yang abnormal seperti:

* Gangguan ritme. Haid terlalu sering dengan interval kurang dari 21 hari yang

disebut polimenore.

* Haid terlalu jarang dengan interval lebih dari 35 hari yang disebut oligomenore.

* Tidak terjadi haid yang disebut sebagai amenorea.

4

Page 5: Case DUB New

* Perdarahan bercak atau spotting yang terjadi prahaid, pertengahan siklus dan

pasca haid.

B. Menerangkan banyaknya darah haid yang keluar, dimana normalnya ganti pembalut 2-

5 kali/hari

* Bila darah haid yang keluar terlalu banyak, disebut hipermenorea dengan ganti

pembalut > 6 kali per hari

* Bila darah haid yang keluar terlalu sedikit disebut hipomenorea dengan ganti

pembalut < 2 kali perhari

* Perdarahan bercak.

C. Menerangkan lamanya darah haid yang keluar, dimana normalnya 2-5 hari

* Bila darah haid yang keluar > 6 hari disebut menoragia

* Bila darah haid yang keluar < 2 hari disebut brakimenorea

5

Page 6: Case DUB New

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Gangguan Haid adalah kumpulan gejala yang timbul pada seorang wanita pada

saat mengalami menstruasi dimana keadaan-keadaan tersebut mengakibatkan

terganggunya proses aktifitas sehari-hari atau mengakibatkan adanya gangguan

psikologis yang bisa menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran dari seorang wanita.(5)

B. HAID dan SIKLUSNYA(1,2,6)

Haid adalah perdarahan secara periodic dan siklik dari uterus, disertai pelepasan

(deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya

haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari

pertama siklus, karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu

keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus

mengandung kesalahan kurang lebih satu hari. Panjang siklus haid yang normal atau

dianggap sebagai siklus haid klasik ialah 28 hari namun variasinya cukup luas. Panjang

siklus yang biasa pada manusia ialah 25-32 hari dan kira-kira 97% wanita yang

berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari

atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar).

Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit

kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16

cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita

dengan anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah

haid lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah haid tidak membeku disebabkan karena

kandungan fibrinolisin didalamnya. Kebanyakan wanita tidak merasakan gejala-gejala

pada waktu haid, tetapi sebagian kecil merasa berat dipanggul atau merasa nyeri

(dismenorea). Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche)

bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik

menunjukkan menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan

umum. Menarche terjadi ditengah-tengah masa pubertas, yaitu masa peralihan anak-anak

kedewasa. Sesudah masa pubertas, wanita memasuki masa reproduksi, yaitu masa

6

Page 7: Case DUB New

dimana ia dapat memperoleh keturunan. Masa reproduksi ini berlangsung 30-40 tahun

dan berakhir pada masa mati haid atau baki (menopause).

C. FISIOLOGI HAID

C.1 Peran Hormonal dalam Haid

Proses ovulasi harus ada kerjasama antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis,

ovarium, glandula tiroid, glandula suprarenal, dan kelenjar-kelenjar endokrin lain. Yang

memegang peranan penting ialah poros hipotalamus, hipofisis dan ovarium

(hipotalamic-hipofisis-ovarian axis). Menurut teori humoral yang dianut saat ini,

hipotalamus mengawasi sekresi hormone gonadotropin oleh adenohipofisis melalui

sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang

khusus. Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut

Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan

Luteining Hormone (LH) dan Follicel Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis.

Releasing Hormone (RH) disebut Releasing Factor.(1,2)

Sumber: Abnormal uterine bleeding available at @ www.siumed.edu

Pada tiap siklus dikenal tiga masa utama, ialah sebagai berikut:

7

Page 8: Case DUB New

1. Masa haid. Berlangsung 2 – 8 hari. Pada waktu itu endometrium dilepas, sedangkan

pengeluaran hormon-hormon ovarium paling rendah (minimum).

2. Masa proliferasi sampai hari keempat belas. Pada waktu itu endometrium tumbuh

kembali, disebut juga endometrium mengadakan proliferasi. Antara hari kedua belas dan

keempat belas dapat terjadi pelepasan ovum dari ovarium yang disebut ovulasi.

3. Sesudahnya, dinamakan masa sekresi. Pada ketika itu korpus rubrum menjadi korpus

luteum yang mengeluarkan progesterone. Dibawah pengaruh progesterone ini, kelenjar

endometrium yang tumbuh berkeluk-keluk mulai bersekresi dan mengeluarkan getah

yang mengandung glikogen dan lemak. Pada akhir masa ini stroma endometrium berubah

kearah sel-sel desidua, terutama yang berada diseputar pembuluh-pembuluh arterial.

Keadaan ini memudahkan adanya nidasi.(2)

Perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme

umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen

menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH estrogen

menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika

kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap hormon gonadotropin ini mungkin

pada hipotalamus. (1,2)

Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikuler dini, beberapa folikel

berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan

oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya

folikel, produksi estrogen meningkat dan ini menekan produksi FSH. Folikel akan

berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, pada waktu ini LH juga

meningkat, namun peranannya dalam waktu ini hanya membantu pembuatan estrogen

dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir ketika FSH mulai

menurun, menunjukan bahwa FSH yang telah masak itu bertambah peka terhadap FSH.

Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi.

Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat

mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan

dengan lonjakan LH (LH Surge) pada pertengahan siklus, menyebabkan terjadinya

ovulasi. LH yang meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal.

Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang

8

Page 9: Case DUB New

menyebabkan LH itu menurun. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya

ovulasi, folikel hendaknya pada tingkat yang matang sehingga dapat dirangsang untuk

ovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16-24 jam setelah lonjakan LH dan biasanya pada

manusia hanya satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya bukan

oleh karena meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan

degeneratif kolagen pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga

prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa tersebut .(1) Pada saat ovulasi inilah

terjadi perdarahan sedikit yang akan merangsang peritoneum dipelvis sehingga

menyebabkan rasa sakit yang disebut intermenstrual pain ( Mittelschmerz).(2)

Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola

dan bertumpuk pigmen kuning ( lutein) lalu korpus rubrum (berwarna merah oleh karena

perdarahan tersebut diatas) akan menjadi korpus luteum dibawah pengaruh hormone LH

dan LTH ( luteotropic hormone). Luteinized granulose cells dalam corpus luteum itu

membuat progesterone banyak, dan Luteinized Theca Cells membuat pula estrogen yang

banyak, sehingga kedua hormon tersebut meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10-12

hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan

berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti menurunnya sekresi progesterone dan estrogen.

Masa hidup korpus luteum tidak bergantung hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk

ia berfungsi sendiri (autonom). Korpus luteum yang menghasilkan progesterone

mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan

kelenjarnya berkeluk-keluk dan bersekresi. Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum

berdegenerasi dan ini menyebabkan kadar estrogen dan progesterone menurun.

Menurunnya estrogen dan progesterone menyebabkan perubahan pada arteri yang

berkeluk-keluk di endometrium. Tampak dilatasi dan statis dengan hyperemia yang

diikuti oleh spasme dan iskemia. Sesudah itu terjadi degenerasi serta perdarahan dan

pelepasan endometrium yang nekrotik. Proses ini disebut haid atau mens yang terjadi 14

hari sesudah ovulasi. Siklus haid normal umumnya terjadi variasi dalam panjangnya

siklus disebabkab oleh variasi dalam fase folikuler.(1,2)

9

Page 10: Case DUB New

sumber: what is DUB available at www.emed.com

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan

dari HCG ( Human Chorionic Gonadotropin) yang dibuat oleh sinsitiotropoblas.

Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum ( 8 hari pasca

ovulasi), waktu yang tepat untuk terjadinya regresi luteal. HCG memelihara

steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9-10 minggu kehamilan. Kemudian fungsi itu

diambil alih oleh plasenta.(2)

Dari uraian diatas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari perubahan

kadar estrogen. Pada permulaan siklus haid meningkatnya FSH disebabkan oleh

menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel

tanpa terjadinya atresia bergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang

berkembang. Ovulasi terjadi oleh lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum bergantung pada

kadar minimum LH yang terus menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus

bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik

10

Page 11: Case DUB New

positif atau negative. Segala keadaan yamg menghambat produksi estrogen dengan

sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi yang normal.(2)

sumber: what you need to know about menstruasion at www.yahoo.com

OVULASI(6)

Dalam pengaruh FSH, sekitar 20 folikel Graaf berkembang, dan hanya satu yang

dapat berovulasi. Folikel lainnya menjadi atresi dan bercampur dengan jaringan

interstisial. Faktor-faktor yang dapat mencetuskan terjadinya ovulasi adalah :

- Endokrin :

o Adanya LH surge akibat tingginya kadar estrogen selama 24 – 36 jam

pada akhir fase folikuler. Puncak kadar LH ini berlangsung selama 24 jam

dan merangsang terjadinya reduksi pembelahan dari oosit, luteinisasi sel

granulosa dan sintesis progesteron dan prostaglandin.

11

Page 12: Case DUB New

o Peningkatan kadar FSH akibat peningkatan kadar progesteron

peningkatan plasminogen activator plasminogen plasmin lisis

dinding folikel

- Faktor peregangan : peningkatan tegangan secara pasif intrafolikel sebanyak 15

mmHg

- Kontraksi mikromolekul pada teka eksterna dan stroma ovari akibat peningkatan

sekresi prostaglandin

B.2 Perubahan histologik pada ovarium dan endometrium selama haid

A. Perubahan pada ovarium(1,2)

Dibawah pengaruh FSH beberapa folikel mulai berkembang, akan tetapi hanya

satu yang akan tumbuh terus sampai menjadi matang. Pada folikel ini mula-mula sel-sel

sekeliling ovum berlipat ganda dan kemudian diantara sel-sel itu timbul suatu rongga

yang berisi cairan yang disebut likuor folikuli. Ovum sendiri terdesak kepinggir dan

terdapat ditengah tumpukan sel yang menonjol kedalam rongga folikel. Tumpukan sel

dengan ovum didalamnya disebut komulus ooforus. Antara ovum dan sel-sel sekitarnya

terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi ruangan folikel disebut

membrane granulosa. Dengan tumbuhnya folikel, jaringan ovarium sekitar folikel

tersebut terdesak keluar dan membentuk dua lapisan yaitu teka interna yang banyak

mengandung pembuluh darah dan teka eksterna terdiri dari jaringan ikat yang padat.

Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya matang benar, dan oleh karena

pembentukan cairan folikel semakin bertambah, maka folikel semakin terdesak ke

permukaan ovarium, malahan menonjol keluar. Sel-sel pada permukaan ovarium menjadi

tipis, dan pada suatu waktu oleh mekanisme yang belum jelas betul, folikel pecah dan

keluarlah cairan dari folikel dan bersama-sama ovum yang dikelilingi sel-sel kumulus

ovorus. Peristiwa ini disebut ovulasi. Sel-sel granulose yang mengelilingi ovum yang

telah bebas itu disebut korona radiate.

Sel-sel dari membrane granulose dan teka interna yang tinggal pada ovarium

membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena perdarahan waktu ovulasi,

dan yang kemudian menjadi korpus luteum. Korpus luteum berwarna kuning karena

mengandung zat kuning yang disebut lutein. Ia mengeluarkan hormon progesterone dan

12

Page 13: Case DUB New

estrogen. Jika tidak terjadi pembuahan, setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenerasi

dan setelah 14 hari mengalami atrofi menjadi korpus albikans. Korpus luteum tadi

disebut korpus luteum menstruasionis. Jika terjadi konsepsi, korpus luteum dipelihara

oleh hCG yang dihasilkan oleh sinsitiotrofoblas dari korion. Ini dinamakan korpus luteum

graviditatis dan berlangsung hingga 9-10 minggu.

Pada manusia, ovulasi biasanya terjadi hanya dari 1 ovarium walaupun kadang-

kadang lebih dari 1 folikel dapat pecah pada 1 waktu dan dapat menghasilkan kehamilan

kembar dizigotik. Ovum yang dilepaskan berukuran kira-kira 150 μ dan cepat mengalami

degenerasi kecuali jika terjadi fertilisasi. Fertilisasi biasanya terjadi dalam tuba dekat

dengan fimbrium. Perjalanan ovum di tuba memakan waktu selama 3 hari, dan implantasi

blastokis pada uterus biasanya 6-7 hari setelah fertilisasi.

B. Perubahan pada endometrium

Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus

mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium.(2)

Sumber www. Menstruasi.com

Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid yaitu(1,2)

Fase menstuasi atau deskuamasi

Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan.

Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid mengandung darah vena dan

13

Page 14: Case DUB New

arteri dengan sel darah merah dalam hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan

stroma yang mengalami disitegrasi dan autolisis, dan secret dari uterus, serviks,

dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.

Fase pasca haid atau fase regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur

sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel

epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm. fase ini telah

dimulai sejak fase menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.

Fase intermenstrum atau fase proliferasi

Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. fase ini

berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase proliferasi

dibagi atas 3 sub fase yaitu:

1. Fase proliferasi dini (hari ke-4 sampai ke-7)

2. Fase proliferasi madya (hari ke-8 sampai ke-10)

3. Fase akhir (hari ke-11 sampai ke-14)

Fase prahaid atau fase sekresi

Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28.

pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah

menjadi panjang, berkeluk-keluk, mengeluarkan getah yang makin lama makin

nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak

diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan perubahan

ini adalah untuk mempersiapkan endometrium untuk menerima telur yang

dibuahi.su

14

Page 15: Case DUB New

Sumber: what is DUB available at www.emed.com

D. DIAGNOSIS

ANAMNESIS(4)

Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pada

umumnya, pasien datang dengan keluhan haid yang tidak teratur, tidak keluar haid, haid

yang banyak atau nyeri pada saat haid. Mengingat kembali bahwa gangguan haid

hanyalah suatu gejala bukan penyakit sesungguhnya. Diagnosis tidak boleh berhenti

hanya pada jenis kelainan haidnya. Penyakit/kelainan yang menjadi dasar/penyebab harus

dicari untuk dapat segera diberi terapi dan penatalaksanaan yang sesuai.

Riwayat mengenai system reproduksi harus didapatkan, termasuk didalamnya:

Siklus menstruasi

Haid terakhir, termasuk jumlah dan lamanya

Gravida dan para

Riwayat aborsi atau terminasi kehamilan

Penggunaan Kontrasepsi

Anamnesis mengenai riwayat penyakit meliputi:

Hipertensi

Diabetes Mellitus

Hipertiroid atau hipotirod

15

Page 16: Case DUB New

Penggunaan obat-obat seperti : antikoagulan, asetosal, antibiotik dll.

PEMERIKSAAN UMUM

Perlu dipastikan tanda-tanda yang menunjukan kearah kemungkinan penyakit metabolik,

penyakit endokrin, penyakit menahun, penyakit kongenital, faktor kejiwaan dll.

Kecurigaan terhadap suatu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk

melakukan pemeriksaan dengan teliti keatah penyakit yang bersangkutan.(2)

PEMERIKSAAN GINEKOLOGIK

Pada pemeriksaan spekulum, diperhatikan ada atau tidaknya trauma benda asing, laserasi

serviks dan vagina. Dapat dilakukan palpasi bimanual untuk mengetahui adanya kelainan

pada struktur uterus dan ovarium. Diperhatikan ada atau tidak ada kelainan organik yang

menyebabkan perdarahan abnormal.(2)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium termasuk tes kehamilan, pemeriksaan darah

lengkap, PAP smear, pemeriksaan test glukosa, kadar T3-T4, pemeriksaan kromatin seks,

pemeriksaan sitologi vagina, metabolisme basal, laparaskopi, pemeriksaan radiologist

berupa transvaginal ultrasound.(2,4)

D. KLASIFIKASI GANGGUAN HAID(1)

Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat

digolongkan dalam:

1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid

a. hipermenorea atau menoragia

b. hipomenorea

2. Kelainan siklus

a. polimenorea

b. oligomenorea

c. amenorea

16

Page 17: Case DUB New

3. Perdarahan diluar haid

metroragia

4. Gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid

a. premenstrual tension

b. mastodinia

c. Mittelschmez

d. dismenorea

HIPERMENOREA ( MENORAGIA)(2,3,4)

Hipermenorea ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih

lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam

uterus, misalnya adanya mioma uteri, polip endometrium, gangguan pelepasan

endometrium pada waktu haid ( irregular menstrual shedding). Pada yang terakhir ini

biasanya terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan

gangguan pelepasannya pada waktu haid.

Terapi pada hipermenorea pada mioma uteri niscaya tergantung dari penanganan mioma

uteri , sedang diagnosis dan terapi polip endometrium serta gangguan pelepasan

endometrium terdiri atas kerokan.

HIPOMENOREA(2)

Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan lebih kurang

daripada biasa. Sebab-sebabnya dapat terletak pada konstitusi penderita, pada uterus

(misalnya sesudah miomektomi), pada gangguan endokrin dan lain-lain. Kecuali jika

ditemukan sebab yang nyata, terapi terdiri atas menenangkan penderita. Adanya

hipomenorea tidak mengganggu fertilitas.

POLIMENOREA(2,4)

Pada polimenorea siklus haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari).

Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari biasa. Hal yang terakhir ini diberi

nama polimenoragia atau epimenoragia.

Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan

gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain ialah kongesti

ovarium karena peradangan, endometriosis dan lain-lain

17

Page 18: Case DUB New

OLIGOMENOREA(2,4)

Disini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Apabila panjangnya siklus

lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan amenorea. Perdarahan pada

oligomenorea biasanya berkurang.

Oligomenorea dan amenorae seringkali mempunyai dasar yang sama, perbedaannya

terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak

terganggu dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga anovulatoar dengan masa

proliferasi lebih panjang dari biasa.

AMENOREA(2,4)

Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid sedikitnya 3 bulan berturut-turut.

Amenorea terbagi primer dan sekunder. Amenorea primer apabila seorang wanita

berumur 18 tahun keatas tidak pernah dapat haid. Sedang pada amenorea sekunder

penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi. Amenorea primer

umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui,

seperti kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Adanya amenorea

sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan

wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi dan

lain-lain. Istilah kriptomenorea menunjuk kepada keadaan di mana tidak tampak adanya

haid karena darah tidak keluar berhubung ada yang menghalangi, misalnya pada

ginatresia himenalis, penutupan kanalis himenalis dan lain-lain.

PERDARAHAN BUKAN HAID

Yakni perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Perdarahan itu tampak

terpisah dan dapat dibedakan dari haid ( metroragia), atau 2 jenis perdarahan ini menjadi

satu (menometroragia). Metroragia dan menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan

organic pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.(2)

Sebab-sebab organic(2)

Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

a. serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada servisis

uteri, karsinoma servisis uteri

18

Page 19: Case DUB New

b. korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, abortus sedang

berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma.

c. tuba falopii, seperti KET, radang tuba, tumor tuba.

d. ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik dinamakan

perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara

menarche dan menopause.(1)

GANGGUAN LAIN YANG MENYERTAI HAID

A. Premenstrual Syndrome

Syndrome premenstruasi merupakan salah satu gejala yang timbul saat

menstruasi, PMS dapat menyebabkan hendaya bekerja sehari-hari. Gejala yang menonjol

adalah kram pada perut, cemas atau gelisah, perubahan pada payudara, depresi, lelah,

irritable atau mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi, haus dan perubahan nafsu makan (5,6). Hal-hal yang menjadi perhitungan sebab dari PMS namun belum dapat dibuktikan

ialah seperti: Kadar progesterone yang rendah, kadar estrogen tinggi, perubahan rasio

progesterone-estrogen, peningkatan aldosteron, peningkatan aktivitas rennin angiotensin,

perubahan cathecolamin, respons prostaglandin, defisiensi vitamin dan pengurangan

sekresi prolaktin.(5)

B. Mittelschmerz dan perdarahan ovulasi

Mittelschmerz atau nyeri antar haid terjadi kira-kira sekitar pertengahan siklus haid, pada

saat ovulasi. Lamanya mungkin hanya beberapa jam, tetapi pada beberapa kasus sampai

2-3 hari. Rasa nyeri dapt disertai atau tidak disertai dengan pendarahan.

C. Mastalgia

Gejala mastalgia adalah rasa nyeri dan pembesaran mamma sebelum haid. Sebabnya

edema dan hiperemi karena penigkatan relative dari kadar estrogen. Pada pemeriksaan

harus diperhatikan adanya radang atau neoplasma.

Terapi biasanya terdiri atas pemberian diuretikum, sedang pada mastalgia keras

kadang-kadang perlu diberikan metiltestoteron 5 mg sehari secara sublingual.

Bromokriptine dalam dosis kecil dapat membantu pengurangan penderitaan.

19

Page 20: Case DUB New

D. Dismenorea

Istilah dismenorea hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga

memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya

sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari. Dismenorea dibagi atas: (1)

dismenorea primer (esensial, intrinsik, idiopatik), tidak terdapat hubungan dengan

kelainan ginekologik dan (2) dismenorea sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh, acquired),

disebabkan oleh kelainan ginekologik (salpingitis kronika, endometriosis, adenomiosis

uteri, stenosis servisis uteri, dan lain-lain). (4)

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

A. DEFINISI Semua perdarahan uterus abnormal yang terjadi semata-mata hanya karena

gangguan fungsional mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium,

bukan disebabkan oleh kelainan organik alat reproduksi, disebut perdarahan uterus

disfungsional.(4)

Perdarahan uterus disfungsional merupakan semua perdarahan abnormal dari

uterus tanpa ditemukannya sebab organik. Kebanyakan perdarahan disertai siklus yang

20

Page 21: Case DUB New

anovulatoar dan insidensnya sering pada masa premenopausal, segera setelah menarche,

wanita dengan polikistik ovarian syndrome, penggunaan kontrasepsi dan kongenital

hiperplasia.(3)

Pada wanita dewasa, siklus menstrual ovulasi ditandai dengan(3)

1. Lama siklus yang regular berlangsung antara 21-35 hari.

2. Disertai dengan gejala-gejala seperti perubahan pada mood, payudara dan dismenorea.

3. Lama haid sekitar 4-7 hari

4. Blood loss sekitar 35 ml (perdarahan berulang >80 ml menyebabkan anemia).

Umumnya 2 tahun setelah menarche, siklus wanita masih anovulatoar. Hal itu ditandai

adanya(3)

1. Lama siklus yang tidak teratur antara 21-40 hari, bisa berlangsung selama 3-4 bulan

2. Tidak adanya gejala-gejala monilial

3. Tidak ada dismenorea

4. Perdarahan dapat lama dan banyak disebabkan karena pengaruh estrogen.

B. ETIOLOGI

Dapat disebabkan gangguan neuromuscular, vasomotor dan hematologi.

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional

dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan

diagnosis perdarahan ovulatoar atau tidak, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati

haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,

maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dapat

dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab

organic, maka harus dipikirkan sebagai etiologi:

1. Korpus luteum persistens.

Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium

membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit

dan hasil pemeriksaam panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya.

Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur

(irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada

21

Page 22: Case DUB New

waktunya, yakni pada hari ke-4 mulainya perdarahan pada waktu ini dijumpai

endometrium dalam tipe sekresi di samping tipe non sekresi.

2. Insufiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau

polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh gangguan

LH releasing faktor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsy endometrial dalam fase luteal

tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus

yang bersangkutan.

3. Apopleksia uteri pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah

dalam uterus.

4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam

mekanisme pembekuan darah.(1)

C. PATOFISIOLOGI

Penyebab utama adalah gangguan axis hipotalamus-hipofisis-ovarium

a. GnRH yang dihasilkan oleh hipotalamus akan merangsang hipofisis mengeluarkan

FSH, yang kemudian akan mempengaruhi folikel ovarium mengeluarkan estrogen.

Namun tidak terjadi positif feedback oleh estrogen ke FSH dan LH sehingga

menyebabkan ovulasi tidak terjadi.

b. Jika tidak terjadi ovulasi maka korpus luteum tidak menghasilkan progesterone yang

seharusnya mempengaruhi perubahan endometrium dari fase proliferasi ke fase sekresi

c. Produksi estrogen berlanjut terus dan menyebabkan proliferasi endometrium lebih

lanjut sehingga endometrium menjadi menebal. (3,6) Pendarahan uterus disfungsional

terjadi secara sekunder apabila terjadi karena gagalnya pematangan folikel ovarium

hingga mencapai ovulasi dan pembentukan korpus luteum (anovulasi). Ini akan

mengakibatkan produksi estrogen yang terus-menerus oleh folikel dan tanpa adanya

korpus luteum berarti progesterone tidak diproduksi. Perubahan keadaan hormonal ini

akan mengakibatkan periode perdarahan anovulator yang bergantian dan sangat berat

serta amenorea. Keadaan ini disebabkan oleh perangsangan estrogen dalam derajat yang

berbeda-beda terhadap endometrium, serta juga oleh penurunan estrogen. Frekuensi

episode perdarahan epidosic tergantung dari variasi jumlah folikel yang berfungsi.

Beberapa dapat menjadi aktif pada waktu bersamaan, mengakibatkan produksi estrogen

22

Page 23: Case DUB New

dalam kadar tinggi. Tingginya kadar estrogen dan tidak adanya progesterone

mempengaruhi endometrium sehingga terjadi proliferasi selama beberapa minggu atau

bulan. Terjadinya penurunan estrogen dapat disebabkan oleh degenerasi beberapa folikel,

atau semakin meningkatnya kebutuhan akan estrogen dengan semakin membesarnya

jaringan endometrium sehingga produksi tidak mencukupi. Kedua keadaan ini

mengakibatkan perdarahan karena penurunan estrogen, yang berbeda dalam hal saat

terjadinya, lamanya, jumlahnya.

Tidak timbulnya progesterone menyebabkan tidak adanya vasokonstriksi, tidak

adanya penyempitan arteri spiralis dan arteri tidak statis, yang menyebabkan pada siklus

anovulatoar terjadi perdarahan lama dan banyak.

Perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis

endometrium , yakni endometrium atrofi, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris dengan

endometrium nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam

endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya, karena

dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dari yang ovulatoar.

Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini

mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan diperlukan penanganan yang berbeda. Pada

perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari factor-faktor

neuromuscular, vasomotor atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa

dimengerti. Sedang perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan

endokrin.(1,3)

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan

menurunnya kadar estrogen timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis,

kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut pautnya

dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini

mengeluarkan estrogn sebelum mengalami atresia, dan kemudian digantikan oleh folikel-

folikel baru. Endometrium di bawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari

endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hyperplasia

kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat

diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Walaupun perdarahan

23

Page 24: Case DUB New

disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita,

namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan pada masa pramenopause.

Pada masa pubertas sesudah menars, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan

atau terlambatnya proses maturasi hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan

releasing factor dan hormone gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita masa

premenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.(1,4,5,6)

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan

bahwa lambat laun kadar menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada

seorang wanita dewasa dan terutama pada masa pramenopause dengan perdarahan tidak

teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentekan ada tidaknya tumor ganas.

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit

metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-

tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi, disamping itu, terdapat banyak wanita

dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut di atas. Dalam

hal ini stress yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar

pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional dapat

menyebabkan perdarahan anovulatoar, namun biasanya hanya untuk sementara waktu

saja.

D. GAMBARAN KLINIS(4,6)

PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars, usia reproduksi dan usia

perimenopause

A. PUD pada usia perimenars

Usia perimenars adalah usia sejak terjadinya menars ( rata-rata 11 tahun) hingga

memasuki usia reproduksi, yang biasanya berlangsung 3-5 tahun setelah menars.

Siklus haid pada usia tersebut biasanya ditandai dengan siklus yang tidak teratur

baik lama maupun jumlah darahnya. PUD pada usia ini umumnya terjadi pada

24

Page 25: Case DUB New

siklus anovulatorik. Diagnosis anovulasi dan analisis hormonal tidak perlu

dilakukan kecuali bila PUD terjadi pada siklus haid 21-35 hari.

Pengobatan: Siklus pada usia perimenars masih anovulatorik, sehingga tanpa

diobati pun ovulasi akan terjadi spontan. Selama perdarahan yang terjadi tidak

berbahaya, maka tidak perlu dilakukan tindakan apapun. Pengobatan hanya

diberikan bila gangguan terjadi selama 6 bulan, atau 2 tahun setelah menars

belum juga dijumpai siklus haid yang berovulasi. Pengobatan harus diberikan bila

perdarahn yang terjadi sampai membuat keadaan umum pasien menjadi jelek.

Kadang pengobatan terpaksa diberikan atas permintaan pasien atau bila sampai

menimbulkan gangguan psikis. Pada keadaan yang tidak akut dapat diberikan

antiprostaglandin, AINS, atau asam traneksamat. Pemberian tablet kombinasi

estrogen-progesteron, atau tablet progesteron saja maupun analog GnRH

( agonis/antagonis) dilakukan hanya bila dengan obat-obat tersebut diatas tidak

ada perbaikan.

B. PUD pada usia reproduksi

PUD pada usia ini dapat terjadi pada siklus yang berovulasi dan siklus yang tidak

berovulasi. Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Analisis hormonal ( FSH,

LH, estradiol, prolaktin, progesteron). Pada wanita usia lebih dari 35 tahun harus

dilakukan tindakan D&C untuk menyingkirkan keganasan.

Pengobatan: Pada keadaan akut penanganannya PUD pada usia perimenars.

Setelah perdarahan akut dapat diatasi, tindakan selanjutnya adalah pengaturan

siklus, dan caranya sama seperti seperti pengaturan siklus pada usia reproduksi,

maka perlu dicari penyebabnya. Harus diusahakan siklus haid yang berovulasi,

karena selama siklus haid belum berovulasi, PUD akan berulang kembali. Obat-

obat pemicu ovulasi yang dapat diberikan adalah klomifen sitrat, epimestrol, atau

hormon gonadotropin.

C. PUD pada usia perimenopause

25

Page 26: Case DUB New

Perimenopause adalah usia antara masa pramenopause dan pascamenopause,

yaitu sekitar menopause ( usia 40-50 tahun). PUD pada usia ini hampir terjadi

pada siklus yang tidak berovulasi.

Perlu dilakukan analisis hormonal, yaitu pemeriksaan hormon FSH, LH, estradiol,

prolaktin. Kadar FSH lebih dari 35 mIU/ml menunjukkan pasien telah memasuki

usia perimenopause, sedangkan pada kadar estradiol yang tinggidapat

menyebabkan terjadinya penebalan endometrium. Kadar normal 17 β estradiol

pada fase folikuler adalah 38-189 pg/ml, pada saat puncak ovulasi 94-508 pg/ml,

pada fase luteal 48-309 pg/ml, sedangkan pada pascamenopause adalah kurang

dari 20-41 pg/ml.

Pengobatan: Setiap perdarahan/ gangguan haid yang terjadi pada usia

perimenopause harus dipikirkan adanya keganasan pada endometrium. Pada

keadaan akut, penanganannya sama dengan PUD akut pada usia reproduksi. Pada

keadaan tidak akut, pasien disiapkan untuk dilakukan tindakan D&C . Perubahan

pada endometrium dapat dilakukan USG . Bila ditemukan ketebalan endometrium

lebih dari 5 mm berarti telah terjadi hiperplasia endometrium. Namun untuk

mengetahui ada tidaknya keganasan pada endometrium tindakan yang terbaik

adalah melakukan D&C.

E. DIAGNOSIS

Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan

bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oeh siklus yang pendek atau oleh

oligomenore, sifat perdarahan (banya atau sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan dan

sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menuju ke

arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-

lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjad dorongan untuk

melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada

pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada lagi kelainan-kelainan organic,

yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).

Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan kerokan guna

pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20-40 tahun kemungkinan besar

26

Page 27: Case DUB New

adalah kehamlian terganggu, polip, mioma submukosum, dsb. Di sini kerokan diadakan

setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yang

masih memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita pramenopause dorongan untuk

melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.(1,4,6)

Diagnosis banding pada perdarahan abnormal wanita

1. DUB sekunder akibat siklus anovulatoar (akibat estrogen breakthrough)

2. Kehamilan ( ektopik, abortus)

3. Gangguan hematology ( ITP, von willebrands)

4. Hormon eksogen (BCP)

5. Infeksi ( chlamydia cervisitis, PID kronik)

6. Gangguan sistemik ( DM, Hipertiroid, gagal ginjal )

7. Gangguan congenital (gangguan duktus mulleri)

8. Neoplasma

F. THERAPI

Pada wanita dengan perdarahan banyak perlu istirahat baring dan diberi transfusi

darah. Setelah pemeriksaan ginekologi menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari

uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat

dipengaruhi oleh hormon steroid. A. estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam

darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuscular

dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau Valeras estradiol 20 mg.

Keberatan terapi ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.

B. progesterone. Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional

bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesterone mengimbangi pengaruh estrogen

terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125 mg, secara

intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehari norethindrone 15 mg atau asetas

medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang dapat diulangi. Terapi ini berguna pada

wanita dalam masa pubertas. (1) Cara kerja progesterone yakni opposite estrogen,

menghambat pertumbuhan endometrium dengan mengkonversikan estradiol menjadi

estron, menghambat LH dan merangsang pembentukan asam arachidonat.(1,10)

27

Page 28: Case DUB New

Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hyperplasia

endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya

virilisasi. Dapat diberikan proprionas testoteron 50 mg intramuskulus yang dapt diulangi

6 jam kemudian. Pemberian metiltestoteron per os kurang cepat efeknya.(1)

Penting juga untuk memberikan pengobatan dengan senyawa antifibrinolitik

karena uterus merupakan salah satu organ dengan aktifitas fibrinolisis tinggi. Proses ini

terjadi akibat adanya aktivitas enzimatik dari plasmin atau plasminogen sehingga terjadi

degradasi fibrin, fibrinogen, faktor V, faktor VII dan beberapa protein lain. Plasminogen

adalah senyawa tidak aktif yang kemudian menjadi bentuk aktif berupa plasmin berkat

pengaruh aktivator jaringan, misalnya urokinase, tripsin dan sterptokinase. Proses

aktivitas ini plasminogen ini ternyata dapat dihambat oleh asam aminokaproat dan asam

traneksamat. Telah terbukti bahwa kedua jenis asam ini berhasil mengurangi perdarahan

pada PUD.(4,10). Pengobatan dengan senyawa antiprostaglandin seperti asam mefenamat

dapat mengurangi jumlah perdarahan pada penderita PUD. Pemakaian asam mefenamat

ini sangat dianjurkan terutama pada penderita yang memiliki kontraindikasi pada

pemakaian hormon estrogen dan progesteron. (4)

Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi

dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun untuk diagnosis. Dengan

terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolic,

penyakit endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah

penyakit itu harus ditangani.(1,4)

Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat

diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian

besar perdarahan disfuingsional disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian

progesterone saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam

hubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pemberian estrogen dan progesterone dalam

kombinasi dapat dianjurkan; untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan.

Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke 5 perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula

diberikan progesterone untuk 7 hari, mulai hari ke 21 siklus haid.(1)

Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan disfungsional

yang berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat

28

Page 29: Case DUB New

diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi dengan androgen ialah

pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin.(1)

Terapi dengan klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada

perdarahan anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih

tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab. Sebagai tindakan yang

terakhir pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus-menerus (walaupun sudah

dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah

histerektomi.(1,4,5)

IKHTISAR KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Nn. Lisa Erawati

Jenis kelamin : Perempuan

29

Page 30: Case DUB New

Umur : 14 thn

Pendidikan : Tamat SMP

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Suku/bangsa : Betawi/Indonesia

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Pondok Cabe RT 06 RW 03, Pondok Cabe Ilir,

Pamulang, Kota Tangsel, Banten

Masuk RSF : 25 Maret 2011

II. ANAMNESA

Autoanamnesis tgl 26 Maret 2011

A. Keluhan utama

Pasien dirujuk dari RS Gople karena menstruasi banyak sejak 4 bulan

SMRS.

B. RPS

Pasien dirujuk dari RS Gaple karena mengeluhkan menstruasi banyak sejak 4

bulan terakhir. Pasien mengaku dalam 1 hari bisa mengganti pembalut sampai

6x. Pasien mengaku haid tidak terartur sejak 2 bulan SMRS dan haid

terakhirnya pada tanggal 17 maret 2011 dan selesai pada tanggal 24 maret 2011.

Darah berwarna hitam kadang-kadang merah segar, bergumpal, banyaknya kira-

kira lebih dari 4 - 6x ganti pembalut dalam satu hari dan disertai dengan nyeri

perut yang sangat hebat. Menurut pasien semenjak keluar darah pasien merasa

pusing dan dan lemas akan tetapi tidak sampai pingsan. Riwayat coitus dan

trauma pada genital disangkal oleh pasien. Riwayat sering mimisan atau mudah

memar pada tubuh disangkal oleh pasien.

C. Riwayat penyakit dahulu

Amenorrhea (-) keputihan (-), asma (-), alergi (-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.

30

Page 31: Case DUB New

Kakek pasien mengidap penyakit hipertensi.

E. Riwayat Menstruasi

Menarche usia 12 th, siklus tidak teratur, banyak > 4 pembalut/hari.

Dismenore sampai tak dapat melakukan aktivitas rutin (+).

F. Riwayat Perkawinan

Belum menikah

G. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran sebelumnya:

Belum pernah hamil

H. Riwayat KB

Pasien belum menikah

I. Riwayat Kebiasaan Diri Pribadi

Merokok(-), Jamu (-), Alkohol (-), Narkoba (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK (26 MARET 2011)

A. Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CM

Tanda vital

- TD :120/80 mmHg

- N : 80x/’

- RR : 20x/’

- S : 36.5

Kepala : 1normocephali, rambut hitam tidak mudah dicabut

distribusi merata.

Mata : pupil bulat isokhor, conjunctiva anemis -/-, sklera

ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+

THT : mukosa tidak hiperemis, sekret (-)

Leher : KGB tidak tampak membesar

Thorax :

Cor : S1-S2 normal regular, mur-mur (-), gallop (-)

Pulmo : Suara napas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)

31

Page 32: Case DUB New

Mammae : Simetris, besar normal, retraksi putting (-),

hiperpigmentasi areola (-)

Abdomen : lihat status ginekologicus

Anogenital : lihat status ginekologicus

Extremitas : Akral hangat, edema tungkai -/-, refleks

fisiologis +/+, deformitas (-)

B. STATUS GINEKOLOGICUS

ABDOMEN

Inspeksi : datar

Palpasi : supel, nyeri tekan regio hipogastrika dan iliaka kanan.

Perkusi : nyeri ketok(-)

Ausk : bising usus (+) normal

Anogenital

I : V/U tenang

Io : tidak dilakukan

VT : tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAAN PENUNJANG

Lab. Tanggal 25/3/2011

Hb : 5,3 gl/dl

Ht : 20,0 vol%

Leu : 5500

Trom : 343.000

GDS : 88 mg%

VER : 57,2

HER : 15,3

32

Page 33: Case DUB New

KHER : 26,8

RDW : 20,3

Gol darah : B/+

Urinalisa

B HCG (-)

Laboratorium tanggal 24/4/2004

BT 2’ (N : 1’ – 3’)

CT 4’ (N : 2’ – 6’)

USG : Uterus hiperantefleksi, ukuran 6,6, bentuk (N), kedua ovarium (N),

cairan bebas minimal. Kesan: Ginekologi tenang

USG Fetomaternal: Uterus antefleksi, bentuk dan ukuran (N), tebal 6 cm, tidak

tampak massa adneksa. Kesan: tidak tampak kelainan organik pada

genitalia interna

V. RESUME

Status Ginekologis

Pasien Nn. LE 14 tahun datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluannya

Sejak 1 minggu SMRS. Darah berwarna hitam kadang-kadang merah bergumpal

dan disertai dengan nyeri perut bawah.

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio hipogastrika dan iliaca kanan

Perkusi : nyeri ketok (-)

Ausk : bising usus (+) normal

Anogenital

I : V/U tenang

Io : Portio licin, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (-)

33

Page 34: Case DUB New

VT : CUT setelur ayam, pembukaan (-), nyeri goyang portio (-), massa

adnexa (-), nyeri tekan (-), parametrium lemas.

VI. DIAGNOSIS

Menometroragia ec Susp DUB

VII. DIAGNOSIS BANDING

Menometroragia e.c kelainan organik

VIII. PENATALAKSANAAN

R Dx/ Cek DPL, Apusan darah tepi,

Cek SI, Feritin, TIBC

Elektroferesis Hb

USG

R Th/ Asam Traneksamat 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Transfusi PRC = ΔHb x BB x 3

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad sanationam : bonam

X. FOLLOW UP

Tanggal 25/3/2011

S : Menstruasi banyak, pucat (+)

O : KU/Kes : baik / CM

TD : 110/70 mmHg N : 84 x/menit

RR : 20 x/menit S : 36oC

34

Page 35: Case DUB New

Mata : pupil bulat isokhor, conjunctiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Thorax : jantung SI-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru sn vesikuler Rh -/-,Wh -/-

Abd : datar, nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)

Status ginekologis : darah (+) pada pembalut.

A : Anemia e.c perdarahan uterus disfungsional

Susp thalassemia ec anemia defisiensi Fe

P : Observasi T, N, S, P

Cek DPL, Apusan darah tepi,

Cek SI, Feritin, TIBC

Elektroferesis Hb

USG

Asam Traneksamat 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Transfusi PRC

Tanggal 26/3/2011

S : Perdarahan berkurang (ganti pembalut 2-3 x/hari)

O : KU/Kes : baik / CM

TD : 110/70 mmHg N : 76 x/menit

RR : 20 x/menit S : 36oC

Mata : pupil bulat isokhor, conjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Thorax : jantung SI-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru sn vesikuler Rh -/-,Wh -/-

Abd : datar, nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)

Status ginekologis : darah (+) pada pembalut.

Apusan darah tepi : kesan anemia mikrositik hipokrom

A : Anemia e.c perdarahan uterus disfungsional

Susp thalassemia ec anemia defisiensi Fe

P : Observasi T, N, S, P

35

Page 36: Case DUB New

Cek DPL Post transfusi

Cek SI, Feritin, TIBC

Elektroferesis Hb

USG

Asam Traneksamat 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Transfusi PRC ke 2 = ΔHb x BB x 3

Tanggal 27/3/2004

S : Perdarahan berkurang (-) (ganti pembalut 1-2 x/hari)

O : KU/Kes : baik / CM

TD : 110/70 mmHg N : 76 x/menit

RR : 20 x/menit S : 36oC

Abd. : sedikit buncit, nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)

Status ginekologis : darah (+) pada pembalut.

Hasil USG : Uterus hiperantefleksi, ukuran 6,6, bentuk (N), kedua ovarium

(N), cairan bebas minimal. Kesan: Ginekologi tenang

A : Anemia e.c Perdarahan Uterus Disfungsinonal

Susp thalassemia ec anemia defisiensi Fe

P : Observasi T, N, S, P.

Transfusi PRC

USG FM konfirmasi

Tanggal 28/3/2011

S : Perdarahan (-)

O : KU/Kes : baik / CM

TD : 110/70 mmHg N : 80 x/menit

RR : 20 x/menit S : 36oC

Abd : Sedikit buncit, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Status ginekologis : darah (-) pada pembalut

Lab tgl 27/3/2011 (post transfusi PRC 4 kantong)

36

Page 37: Case DUB New

Hb : 10,5 gl/dl

Ht : 20,0 vol%

Leu : 5500

Trom : 343.000

USG Fetomaternal: Uterus antefleksi, bentuk dan ukuran (N), tebal 6 cm,

tidak tampak massa adneksa.

Kesan: tidak tampak kelainan organik pada genitalia interna

A : Anemia e.c perdarahan uterus disfungsional.

P : Observasi T, N, S, P

Tanggal 28/3/2011

S : Perdarahan (-)

O : KU/Kes : baik / CM

TD : 110/70 mmHg N : 80 x/menit

RR : 20 x/menit S : 36oC

Abd : Sedikit buncit, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Status ginekologis : darah (-) pada pembalut

A : menorhagia e.c perdarahan uterus disfungsional.

P : Observasi T, N, S, P

Rencana pulang, perdarahan kemungkinan ec hormonal imbalance

37

Page 38: Case DUB New

ANALISA KASUS

Perdarahan bukan haid yakni perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.

Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid ( metroragia), atau 2 jenis

perdarahan ini menjadi satu (menometroragia). Metroragia dan menometroragia dapat

disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.

Perdarahan uterus disfungsional merupakan semua perdarahan abnormal dari uterus tanpa

ditemukannya sebab organik. Kebanyakan perdarahan disertai siklus yang anovulatoar

dan insidensnya sering pada masa premenopausal atau segera setelah menarche.

Pada kasus ini ditegakkan diagnosis Anemia ec susp DUB ( Dysfungsional

Uterine Bleeding) berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang juga meliputi

pemeriksaan ginekologis. Pada anamnesis didapatkan keluhan keluar darah dari

kemaluannya sejak 4 bulan SMRS. Darah berwarna hitam kadang-kadang merah segar,

bergumpal, banyaknya kira-kira 6x ganti pembalut dalam satu hari dan disertai dengan

nyeri perut bagian bawah. Hal ini menggambarkan adanya perdarahan diluar masa haid

yang lama yakni dari awal mengeluh keluar perdarahan hingga masuk RS sekitar 10 hari.

Jumlahnya pun meningkat yakni 4x ganti pembalut, menurut perkiraan, satu pembalut

dapat menampung darah 30 cc. Dari pemeriksaan ginekologis tidak didapatkan kelainan

dari inspeksi, inspekulo maupun vaginal tousche sehingga kita harus menulusuri adakah

kelainan organik lebih lanjut pada pasien ini. Dengan USG kita dapat menilai apakah ada

sebab organik perdarahan yang dapat berasal dari serviks uteri, seperti polipus servisis

uteri, erosion porsionis uteri,ulkus pada servisis uteri, karsinoma servisis uteri; korpus

uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, abortus sedang berlangsung, abortus

inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma; tuba falopii, seperti KET, radang tuba,

tumor tuba; ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium. Jika memang tidak ada

kelainan organik, kita dapat melakukan biopsy endometrium sehingga didapatkan data

yang lebih berarti untuk menegakkan diagnosis pasti. Pada pasien ini tidak ditemukan

kelainan organik, perdarahan kemungkinan disebabkan karena imbalance hormonal.

38

Page 39: Case DUB New

KESIMPULAN DAN SARAN

Perdarahan yang bukan haid pada seorang wanita adalah hal yang harus

diwaspadai. Penting untuk mencari sebab- sebabnya, apakah karenan kelainan organic

atau sebab disfungsional. Maka dari itu penting untuk mendiagnosis yang benar mulai

dari anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang wajib digunakan

untuk mengambil kesimpulan. Perdarahan abnormal dari uterus dapat berasal dari

kelainan organic seperti serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosion porsionis

uteri,ulkus pada servisis uteri, karsinoma servisis uteri; korpus uteri, seperti polip

endometrium, abortus imminens, abortus sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola

hidatidosa, koriokarsinoma; tuba falopii, seperti KET, radang tuba, tumor tuba; ovarium,

seperti radang ovarium, tumor ovarium. Namun dapat juga berupa perdarahan uterus

dysfungsional yang merupakan semua perdarahan abnormal dari uterus tanpa

ditemukannya sebab organic. Kebanyakan perdarahan disertai siklus yang anovulatoar

dan insidensnya sering pada masa premenopausal, segera setelah menarche, wanita

dengan polikistik ovarian syndrome, penggunaan kontrasepsi dan congenital hyperplasia.

DUB ( Dysfungsional Uterine Bleeding) dapat merupakan perdarahan ovulatoar maupun

nonovulatoar. Perdarahan ovulatoar dapat disebabkan gangguan neuromuscular,

vasomotor dan hematology. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan

disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk

menegakan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa

mendekati haid. Jika sudah dapat dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium

tipe sekresi tanpa adanya sebab organic, maka harus dipikirkan sebagai etiologi:

1. Korpus luteum persistens.

Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak

teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang

tepat pada waktunya, yakni pada hari ke-4 mulainya perdarahan pada waktu ini dijumpai

endometrium dalam tipe sekresi di samping tipe non sekresi.

2. Insufiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau

polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh gangguan

39

Page 40: Case DUB New

LH releasing factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsy endometrial dalam fase luteal

tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus

yang bersangkutan.

3. Apopleksia

4. Kelainan darah

Sedangkan patofisiologi Siklus Anovulatoar adalah gangguan axis hipotalamus-hipofisis-

ovariuma. (a) GnRH yang dihasilkan oleh hipotalamus akan merangsang hipofisis

mengeluarkan FSH, yang kemudian akan mempengaruhi folikel ovarium mengeluarkan

estrogen. Namun tidak terjadi positif feedback oleh estrogen ke FSH dan LH sehingga

menyebabkan ovulasi tidak terjadi. (b) Jika tidak terjadi ovulasi maka korpus luteum

tidak menghasilkan progesterone yang seharusnya mempengaruhi perubahan

endometrium dari fase proliferasi ke fase sekresi. © Produksi estrogen berlanjut terus

dan menyebabkan proliferasi endometrium lebih lanjut sehingga endometrium menjadi

menebal.

Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan

bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oeh siklus yang pendek atau oleh

oligomenore, sifat perdarahan (banya atau sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan dan

sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menuju ke

arah kemungkinan penyakit metabolic, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-

lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjad dorongan untuk

melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada

pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada lagi kelainan-kelainan organic,

yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).

Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan kerokan guna

pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20-40 tahun kemungkinan besar

adalah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dsb. Di sini kerokan diadakan

setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yang

masih memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita pramenopause dorongan untuk

melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

Terapi yang diperlukan pada DUB adalah NSAID, antifibrinolitik,GnRH agonis, oral

kontrasepsi berupa estrogen dan progesterone.

40

Page 41: Case DUB New

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. Gangguan Haid dan Siklusnya. Ilmu Kandungan

edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.1999.hal

203-234.

2. Wiknjosastro, Hanifa. Fisiologi Haid. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.1999.hal 45-51.

3. Gill, Glen. Dysfunctional Uterine bleeding available at

www.emedicine.com

4. Badziad, Ali. Dismenorea. Endokrinologi Ginekologi edisi kedua. Media

Aesculapius FKUI. Jakarta 2003.

5. Speroff. Obstetry and Gynecology. The McGraw Hill. America. 2003

6. Berek, Jonatahan. Novak’s Gynecology 13th Ed. Williams and Wilkins.

California. 2004

7. Albers, Janet. Abnormal Uterine Bleeding available at www.siumed.edu

8. What you need to know about menstruation available at www.yahoo.com

9. Price Sylvia. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke

IV cetakan ke I. The McGraw Hill.co.inc. America; 2003

10. Kanadi. Management of DUB. Simposium Perdarahan Uterus

Disfungsional. Jakarta. 2006.

41