case norman saraf cks

28
LAPORAN KASUS UJIAN ILMU KEDOKTERAN SARAF Pembimbing : dr. Marjanti, Sp.S Disusun oleh : Norman Yudha Mahendra 110 - 2009 – 206

Upload: ayu-kartika-utami

Post on 09-Jul-2016

257 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Norman Saraf Cks

LAPORAN KASUS UJIAN

ILMU KEDOKTERAN SARAF

Pembimbing : dr. Marjanti, Sp.S

Disusun oleh :

Norman Yudha Mahendra

110 - 2009 – 206

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN SARAF

RS BHAYANGKARA TK.I RADEN SAID SUKANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

JAKARTA 2016

Page 2: Case Norman Saraf Cks

I. IDENTITAS

Nama : Tn. A

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Dukuh Kelapa Sawit, Jakarta Timur

No. CM : 809755

Di rawat di : Nuri

Tanggal Masuk RS: 11 April 2016(02.40 WIB)

II. ANAMNESIS

2.1 Anamnesis

Anamnesis dilakukan pada tanggal 21 April 2016, secara alloanamnesa

dengan kakak pasien.

2.2 Keluhan Utama

Penurunan Kesadaran pasca kecelakaan lalu lintas.

2.3 Keluhan Tambahan

Tidak ada keluhan tambahan.

2.4 Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang laki-laki datang diantar oleh keluarga dan polisi dengan

keluhan penurunan kesadaran ± 4 jam SMRS. Pasien mengalami penurunan

kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengalami

kecelakaan motor setelah terjatuh dari motor karena jalan menurun dan licin,

sehingga motor yang dikemudikan oleng kekanan dan terjatuh, kemudian

pasien langsung mengalami penurunan kesadaran yang semakin memburuk

setelah beberapa jam dan pada bagian kaki lecet, pipi kanan lebam, dan kepala

memar. Pasien dibawa ke RS Polri Kramat Jati oleh keluarga dan polisi.

2

Page 3: Case Norman Saraf Cks

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal oleh kakak pasien.

2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus di keluarga pasien.

2.6 Riwayat sosial dan ekonomi

Penderita bekerja sebagai kuli bangunan, tinggal dirumah orang tuanya

permanen 1 lantai, 3 kamar, dihuni 3 orang dewasa, memiliki jamban dengan

kloset jongkok, sumber air minum dari PAM, sumber penerangan listrik PLN.

Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 21 April 2016

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Somnolen ( GCS E3 M2 V5)

Pemeriksaan tanda-tanda vital

Suhu Tubuh : 36,5 oC (per axilla)

Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg

Nadi : 92 kali/menit

Kepala Normosephali, deformitas (-), rambut distribusi baik dan kuat

Mata Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil bulat anisokor 2 mm /

4 mm

THT

Telinga

Hidung

Tenggorokan

Normotia, perdarahan (-)

Deviasi septum nasi (-), perdarahan (-), sekret (-)

Sulit dinilai

Thoraks

Cor Inspeksi: Pulsasi iktus kordis tidak tampak

3

Page 4: Case Norman Saraf Cks

Palpasi: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi: Batas jantung normal (batas jantung atas ICS 2 para sternal

kiri, batas jantung kanan ICS4 parasternal kanan, batas jantung kiri

ICS4 midclavicula kiri)

Auskultasi: BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris , bagian paru yang

tertinggal (-), bekas luka (-)

Palpasi: nyeri (-), vokal fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Punggung Deformitas (-), bekas luka (-)

Abdomen Inspeksi: tampak datar, luka (-), pelebaran vena (-)

Auskultasi: bising usus 4 x/menit, bruit (-)

Palpasi: nyeri tekan (-)

Hepar: pembesaran (-), nyeri tekan (-)

Limpa: pembesaran (-)

Perkusi: timpani pada seluruh region

Ekstremitas Akral hangat, edema(-/-), CRT < 2 detik

StatusNeurologis

Kesadaran Somnolen, GCS E3 M2V5

Ransang Meningeal

Kaku kuduk: -

Brudzinski I: - / -

Brudzinski II: - / -

Laseque: - / -

Kernig: - / -

Tanda Kenaikan TIK

Sakit kepala: -

Muntah proyektil: -

Papiledema: -

Nervus Nervus kranialis I – XII sulit dinilai

4

Page 5: Case Norman Saraf Cks

Kranialis

Motorik Masa otot:

Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

Tonus:

Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

Kekuatan: tidak bisa dinilai

Gerakan involunter: tidak ada

Sensibilitas Eksteroseptif: sulit dinilai

Proprioseptif: sulit dinilai

Refleks Fisiologis

Bisep: + / +

Trisep: + / +

Brachioradialis: + / +

Patella: + / +

Achilles: + / +

Refleks Patologis

Babinski: + / +

Chaddock: + / +

Oppenheim: +/ +

Gordon: + / +

Klonus kaki +/+

Fungsi Otonom

Sulit dinilai

Fungsi Koordinasi

Sulit dinilai

Fungsi luhur

Sulit dinilai

Pemeriksaan Saraf Cranialis :

5

Page 6: Case Norman Saraf Cks

N.I ( OLFAKTORIUS): Tidak bisa dinilai

N II ( OPTIKUS)

tajam penglihatan : Tidak bisa dinilai

lapang penglihatan : Tidak bisa dinilai

melihat warna : Tidak bisa dinilai

funduskopi : Tidak bisa dinilai

N III ( OKULOMOTORIUS ), N IV (TROKLEARIS ), N VI (ABDUCENS )

Dx Sx

PERGERAKAN BOLA MATA - -

NISTAGMUS - -

EKSOFTALMUS - -

PUPIL bulat,isokor,ø 3mm bulat,isokor,ø 3mm

STRABISMUS - -

N V ( TRIGEMINUS )

Dx Sx

MEMBUKA/MENUTUP MULUT Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

KEKUATAN GIGITAN Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

SENSORIK KULIT Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

SENSORIK SELAPUT LENDIR Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

REFLEKS KORNEA

LANGSUNG / TIDAK LANSUNG

Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

REFLEKS MASSETER Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

REFLEKS BERSIN Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N VII (FACIALIS)

6

Page 7: Case Norman Saraf Cks

Dx Sx

MENGERUTKAN DAHI Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

MENUTUP MATA Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

LIPATAN NASOLABIAL Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

MENGGEMBUNGKAN PIPI

Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

MEMPERLIHATKAN

GIGI

Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

MENCUCUKAN BIBIR Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

PENGECAPAN 2/3

ANTERIOR LIDAH

Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)

Dx Sx

DETIK ARLOJI Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

SUARA BERBISIK Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

TES WEBER Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

TES RINNE Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

TES SCHWABACH Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N IX (GLOSSOPHARINGEUS)

Pengecapan 1/3 posterior lidah : Tidak bisa dinilai

Sensibilitas faring : Tidak bisa dinilai

N X ( VAGUS )

Arkus faring : simetris

Berbicara : tidak jelas

Menelan : dbn

N XI (ACCESORIUS )

7

Page 8: Case Norman Saraf Cks

Mengangkat bahu : Tidak bisa dinilai

Memalingkan kepala : Tidak bisa dinilai

N XII ( HYPLOGOSSUS )

Pergerakan lidah : Tidak bisa dinilai

Tremor lidah : tidak ada

Artikulasi : tidak jelas

Status Lokalis

Regio Occipital, buccalis dextra, pedis Sinistra

Look Tampak laserasi pada bagian kepala , hematom pada buccalis

dextra, region pedis sinistra

Feel Nyeri (+) pada bagian luka

Move -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin (20 April 2016):

Hemoglobin 14,0 g /dL 12 – 14 g/dL

Hematokrit 39 % 37 – 43 %

Leukosit 10.800 / uL 5.000 – 10.000 / uL

Trombosit 371.000 / uL 150.000 – 400.000 / uL

Urine Lengkap:

Protein ++ Keton ++ Darah ++ Urobilinogen 4,0 Lekosit + Sedimen : lekosit 6-11

Sel epitel + Silinder Granula +

CT-Scan

Kesan : Edema cerebri ringan

V. RESUME

8

Page 9: Case Norman Saraf Cks

Pasien laki-laki usia 21 tahun datang ke UGD RS Polri Kramat Jati dengan

cedera kepala sedang dengan GCS 10 (E3 M2 V5) dan hilang kesadaran selama ± 4

jam akibat kecelakaan sepeda motor. Amnesia (-), cephalgia (sulit dinilai), mual

(-), muntah (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dan primary

survey stabil. Pada status generalis tidak ditemukan rhinorrhea (-), otorrhea (-),

dan yang lain dalam batas normal. Pemeriksaan neurologi didapatkan kesadaran

GCS 10, rangsang meningeal (+), tanda kenaikan TIK (-), serta pemeriksaan

nervus kranial, kekuatan motorik, sensorik, fungsi otonom, fungsi koordinasi, dan

fungsi luhur tidak dapat dilakukan karena pasien tidak bisa menuruti perintah.

Pada status lokalis terdapat laserasi pada bagian occipital , hematom pada buccalis

dextra dan region pedis sinistra. Pemeriksaan darah rutin ditemukan penurunan

jumlah hematocrit serta kenaikan jumlah leukosit dan pada hasil CT-scan kesan

edema cerebri ringan.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis neurologis

Diagnosis klinis : cedera kepala sedang

Diagnosis topis : cerebri kanan dan kiri

Diagnosis etiologis : trauma kapitis

VII. TATALAKSANA

Non medikamentosa Pro Rawat di ICU Pro diintubasi dengan ventilator jika GCS turun Observasi di ICU (Monitoring tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,

temperatur, laju nafas) dan juga perkembangan gejala pada pasien. Pemasangan sungkup O2 8 LPM, Head up 40O

Medikamentosa

IVFD RL/D5 : 2/1 Ceftriaxone 1x 2gr Citicholin 3x500gr Ketorolac 3x1amp Po : PCT 3x1

As. Folat 2x1VIII. PROGNOSIS

9

Page 10: Case Norman Saraf Cks

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad fuctionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Tinjauan Pustaka

10

Page 11: Case Norman Saraf Cks

I. DEFINISI

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu trauma yang menimpa struktur

kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan

fungsional jaringan otak1. Menurut Brain Injury Association of America, cedera

kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang

dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik2.

II. Klasifikasi Cedera Kepala

Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma

kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat

kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;

1. Proses membuka mata (Eye Opening)

2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)

3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;

11

Page 12: Case Norman Saraf Cks

1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 13 – 15

2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 12

3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8

Trauma Kepala Ringan

Dengan Skala Koma Glasgow 13-15 Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan

adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan

kerusakan lainnya. Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15

tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi

dan abrasi. Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena

benda tumpul. 8,9

Trauma Kepala Sedang

Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, Pasien mungkin bingung atau somnolen namun

tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-12).

Trauma Kepala Berat

Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam. Hampir 100% cedera kepala berat dan 66%

cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat

terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses

patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan9.

III. Gejala KlinisMenurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:

a) Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os

mastoid)

b) Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

c) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

d) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)

e) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan:

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.

12

Page 13: Case Norman Saraf Cks

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;

a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun

atau meningkat.

b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).

d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal

ekstrimitas.

Tatalaksana :

Pasien Keadaan Sadar (GCS=15).

Simple head injury.

1. Tanpa defisit neurologi perawatan luka

2. Pemeriksaan radiologi hanya atas indikasi

3. Pasien dipulangkan & keluarga diminta observasi kesadaran bila curiga kesadaran

menurun , segera kembali ke RS

Kesadaran terganggu sesaat.

1. Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala sadar kembali

saat diperiksa.

2. Dibuat foto kepala.

3. Rawat luka

4. Pasien pulang observasi bila curiga kesadaran menurun segera kembali ke

RS

Pasien dengan Kesadaran Menurun

Cedera kepala ringan (GCS=13-15)

1. Perubahan orientasi (kesadaran disorientasi) tanpa deficit fokal serebri

2. Dilakukan pemeriksaan fisik, rawat luka, foto kepala

3. Istrahat baring mobilisasi bertahap terapi simptomatik

13

Page 14: Case Norman Saraf Cks

4. Observasi (tanda vital, penurunan kesadaran, respon pupil, gejala fokal otak) minimal

24 jam di RS bila curiga hematoma intrakrania CT scan otak

Indikasi rawat RS :

1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)

2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

3. Penurunan tingkat kesadaran

4. Nyeri kepala sedang hingga berat

5. Intoksikasi alkohol atau obat

6. Fraktura tengkorak

7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

8. Cedera penyerta yang jelas

9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung- jawabkan

10. Hasil CT scan abnormal

Cedera kepala sedang (GCS=9-12)

Pasien dalam kategori ini dapat mengalami gangguan kardiopulmoner, maka urutan

tindakannya sebagai berikut :

1. Periksa dan atasi gangguan Airway, Breathing, Circulation.

2. Riwayat jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, nyeri kepala

3. Pemeriksaan umum menyingkirkan cedera sistemik

4. Pemeriksaan neurologis

5. Rontgen tengkorak

6. Rontgen tulang belakang leher dan lain-lain bila ada indikasi

7. Contoh darah untuk penentuan golongan darah

8. Tes darah dasar dan EKG

9. CT scan kepala

10. Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal

11. Observasi fungsi vital, kesadaran, respon pupil, defisit fokal serebri

Cedera kepala berat (GCS=3-8)

Penderita ini umumnya disertai cedera yang multipel, oleh karena itu disamping kelainan

serebral juga disertai kelainan sistemik. Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai

berikut :

14

Page 15: Case Norman Saraf Cks

1. Resusitasi jantung paru (ABC). Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi

hipoksia, hipotensi, dan hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu

tindakan pertama adalah :

Jalan nafas (airway).

Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala

ekstensi, kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakeal, bersihkan sisa

muntahan, darah, lendir, atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa

nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi.

Pernafasan (breathing)

Gangguan pernafasan dapat disebabkan kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral

adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne stokes,

ataksik, central neurogenik hiperventilasi. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma

dada, edema paru, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi

hipoksia dan hiperkapnia. Pemberian oksigen dan mencari serta mengatasi faktor

penyebab.

Sirkulasi (Circulation)

Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat menyebabkan kerusakan sekunder.

Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor

ekstrakranial yaitu berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam,

trauma dada disertai temponade jantung atau pneumotoraks dan syok septik.

Tindakannnya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan

mengganti darah yang hilang dengan plasma atau darah.

Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, respon pupil, defisit fokal serebri dan cedera

ekstra kranial. Lakukan observasi dan nilai apakah terjadi perburukan dari

pemeriksaan awal.

Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

Peningkatan TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematoma intrakranial,

atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor

TIK. TIK normal adalah berkisar 0-15 mmhg, diatas 20mmHg harus segera

diturunkan dengan langkah berikut ini :

Hiperventilasi

Lakukan ventilasi terkontrol dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30

mmHg dimana terjadi vasokonstriksi yang diikuti berkurangnya aliran

darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg

15

Page 16: Case Norman Saraf Cks

dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi

hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi dilanjutkan lagi selama 24-

48 jam. Bila TIK tidak menurun, maka periksa analisa gas darah dan

lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom.

Drainase

Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka

pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang

dipasang ventrikulo peritoneal shunt (VP-shunt), misalnya terjadi

hidrosefalus

Terapi diuretik

Diuretik osmotik (manitol 20%)

Cairan hiperosmolar ini menurunkan TIK dengan cara menarik air

(perbedaan gradien osmalaritas) dari jaringan otak melalui sawar otak

yang masih utuh ke dalam ruang intravaskular. Memberikan efek

optimalisasi dengan menurunkan hematokrit, menurunkan viskositas

darah, meningkatkan aliran darah serebral, meningkatkan mikrosirkulasi

dan tekanan perfusi serebral yang akan meningkatkan penghantaran

oksigen dengan efek samping reboun peningkatan tekanan intracranial

pada disfungsi sawar darah otak terjadi skuestrasi serebral, overload

cairan, hiponatremi dilusi, takipilaksis dan gagal ginjal (bila osmolalitas

>320 ml osmol/L). Manitol diberikan pada pasien koma, pupil reaktif

kemudian menjadi dilatasi dengan atau tanpa gangguan motorik, pasien

dengan pupil dilatasi bilateral non reaktif dengan hemodinamik normal

dosis bolus 1 g/kgBB selama 30 menit, dilanjutkan dengan rumatan 0,25-

1g/kgBB. Usahakan pertahankan volume intravaskuler dengan

mempertahankan osmolalitas serum < 320 ml osmol/L.

Loop diuretik (furosemid)

Furosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat

pembentukan cairan serebrospinalis dan menarik cairan interstitial pada

edem serebri. Pemberiannya bersamaan dengan manitol 20% mempunyai

efek sinergi dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol.

16

Page 17: Case Norman Saraf Cks

Steroid

Berguna untuk engurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi

manfaatnya pada kasus cedera kepala tidak terbukti, oleh karenanya tidak

digunakan untuk cedera kepala.

Posisi tidur

Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya

ditinggikan kepala sekitar 30o (semifowler), dengan kepala dan dada pada

satu bidang. Hindari posisi fleksi atau laterofleksi supaya pembuluh vena

leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.

Keseimbangan cairan elektrolit

Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah

bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari

diberikan parenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl

starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL,

jangan diberikan cairan yang mengandung Glukosa karena dapat terjadi

keadaan hiperglikemi sehingga menambah edem serebri. Keseimbangan

cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal dan volume urin normal >

30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa

nasogastrik.

Nutrisi

Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali

normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Dalam 2 minggu

pertama pasien mengalami hipermetabolik, kehilangan kurang lebih 15%

berat badan tubuh per minggu. Penurunan berat badan melebihi 30% akan

meningkatkan mortalitas. Diberikan kebutuhan metabolisme istirahat (per

NGT) dengan 140% kalori/ hari dengan formula berisi protein > 15%

diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat mencegah kejadian

hiperglikemi, infeksi.

Kebutuhan Nutrisi:

• Kalori 25 – 30 Kcal/KgBB/Hr

• Protein 1,5 – 2 gr/KgBB/Hr

• Karbohidrat 75 – 100 gr/Hr (7,2 gr/KgBB/Hr)

• Lipid 10 – 40 % kebutuhan kalori / hari

17

Page 18: Case Norman Saraf Cks

Kebutuhan energi rata-rata pada cedera kranio serebral berat

meningkat rata-rata 40%.

Komplikasi

Kejang Pasca Trauma

Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10%, terjadi di awal cedera 4-

25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor

risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur

depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.

Demam dan Mengigil

Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan memperburuk

“outcome”. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek sentral.

Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular paralisis. Penanganan lain

dengan cairan hipertonik, barbiturat, asetazolamid.

Hidrosefalus

Berdasarkan lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non-

komunikan. Hidrosefaluskomunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala dengan

obstruksi, hidrosefalus non-komunikan terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem

ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil

udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi

Spastisitas

Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan gerakan.

Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi.

Beberapa penanganan ditujukan pada ; pembatasan fungsi gerak, nyeri, pencegahan

kontraktur, bantuan dalam posisioning.Terapi primer dengan koreksi posisi dan

latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting, casting, farmakologi ; dantrolen,

baklofen, tizanidin, botulinum,benzodiasepin

Agitasi

Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk

delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi

akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan

farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi,

antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan.

18

Page 19: Case Norman Saraf Cks

Mood, tingkah laku dan kognitif

Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik setelah

cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford, menunjukkan 2 tahun setelah

cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk

problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan

kecepatan berpikir 67%, sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%.

Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk perbaikan

gangguan kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada pasien dengan problem

gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte). Dopamine, amantadinae

dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan fungsi luhur. Donepezil dapat

memperbaiki daya ingat dantingkah laku dalam 12 minggu. Depresi mayor dan minor

ditemukan 40-50%. Faktor resiko depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya

cedera kepala, premorbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan

antidepresan.

Sindroma post kontusio

Merupakan kompleks gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1

bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama. Somatik ;

nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif terhadap

suara dan cahaya, Kognitif ; perhatian, konsentrasi, memori. Afektif ; iritabel, cemas,

depresi, emosi labil.

19

Page 20: Case Norman Saraf Cks

Daftar Pustaka

1. NICE Head injury Triage, assessment, investigation and early management of

head injury in children, young people and adults. Diunduh dari

http://www.nice.org.uk/guidance/cg176/resources/guidance-head-injury-pdf [ 18

November 2014].

2. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala.

Dalam: AdvancedTrauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah

Indonesia, penerjemah. Edisi 7.Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193.

3. Granacher RP (2007). Traumatic Brain Injury: Methods for Clinical & Forensic

Neuropsychiatric Assessment, Second Edition. Boca Raton: CRC. p. 26.

4. Silver M.Jonathan et all. Textbook of Traumatic Brain Injury, Second

Edition.American Psychiatric. 2011.

5. Zasler D.Nathan et all.Brain Injury Medicine, Second Edition: Principles and

Practice . Demos Medical Publishing.2012.

6. Garg, Krishna. Chaurasia’s Human Anatomy, Volume 3; Head, Neck & Brain,

Fourth edition. CBS Publishers (2004); 34-38.

7. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. Diunduh dari

http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_193Penatalaksanaan%20Kedaruratan.pdf

[ 18 November 2014].

20