case ppi maju fix
TRANSCRIPT
BAB I
REKAM MEDIK
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. YR
Rekam Medik : 698361
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dalam Kota
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 30 Januari 2013
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 30 Januari 2013)
Keluhan Utama : Hamil kurang bulan dengan keluar air-air dan perut mules.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 14 jam SMRS, os mengeluh keluar air-air, banyaknya 2 kali ganti celana
dalam basah, warna jernih, bau (-). Os lalu ke klinik dan dikatakan os hamil
kurang bulan dan keluar air-air atau ketuban. Os lalu diobservasi di klinik
dan dirawat oleh Sp.OG. Os mengeluh perut mulas hilang timbul tapi masih
jarang. Riwayat keluar darah lendir tidak ada. Os lalu dirujuk ke RSMH.
Riwayat keputihan ada. Riwayat perut diurut-urut ada. Riwayat minum obat
atau jamu tidak ada. Riwayat post-coitus tidak ada. Riwayat sakit gigi tidak
ada. Riwayat sakit kulit tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat
demam tidak ada. Os mengaku hamil kurang bulan dan gerakan janin masih
dirasakan.
1
Riwayat Perkawinan : 1 x, lamanya 1 tahun.
Riwayat Obstetri : G1P0A0
Riwayat kehamilan sekarang
Haid : teratur
Siklus : 28 hari
Banyaknya : biasa
HPHT : 7 Mei 2012
Taksiran tanggal persalinan : 14 Februari 2013
Lama hamil : 35-36 minggu
Gerakan anak dirasakan : masih dirasakan
Periksa hamil : bidan
Riwayat sosial ekonomi : kurang
Riwayat penyakit yang pernah diderita :
R/ Kencing manis disangkal
R/ Darah tinggi disangkal
R/ Penyakit jantung disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 30 Januari 2013)
A. Status Present
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Frekuensi pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 160 cm
Konjungtiva palpebra pucat : -/-
Sklera ikterik : -/-
Gizi : cukup
2
Payudara hiperpigmentasi : (+/+)
Jantung : gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : bising nafas vesikuler (+) normal,
wheezing (-), ronkhi (-)
Hati dan lien : sulit dinilai
Edema pretibia : (-/-)
Varises : (-/-)
Refleks fisiologis : (+/+)
Refleks patologis : (-/-)
B. Status Obstetri
Pemeriksaan luar: (30 Januari 2013)
Tinggi fundus uteri 4 jari bawah proc. xiphoideus (27 cm), detak jantung
janin 156 kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung kanan,
terbawah kepala, penurunan floating (5/5), his 2x /10 menit/15 detik, TBJ
2170 gram.
Pemeriksaan dalam vagina : (30 Januari 2013)
Inspekulo : Portio livide, OUE tertutup, fluor (+), fluxus (+), ketuban tak
aktif, erosi/laserasi/ polip (-), tes lakmus (+) merah biru
Vaginal Toucher: Tidak dilakukan
Indeks Tokolitik
3
Kontraksi 2
Ketuban pecah 4
Perdarahan 0
Dilatasi 0
Total 6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG (30 Januari 2013)
- Janin tunggal hidup, preskep
- Biometri :
BPD : 9,04 cm ~ 36 W 4 D
HC : 31,39 cm ~ 35 W 1 D
AC : 30,82 cm ~ 34 W 5 D
FL : 7,09 cm ~ 36 W 2 D
Ketuban cukup, Sp 3,3 cm
Plasenta di corpus posterior
Panjang serviks 3,4 cm
BPP : 10
Kesan : Hamil 35 – 36 minggu janin tunggal hidup preskep + panjang
serviks 3,9 cm + BPP 10
Laboratorium (30 Januari 2013)
Hematologi
Hb : 9,5 gr/dl
Leukosit : 10.500/mm3
Hitung jenis : 0/3/0/78/11/8
Eritrosit : 4.440.000/mm3
Hematokrit : 31 vol%
Trombosit : 321.000/mm3
LEA urinalisa : (+)
IV. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 35-36 minggu dengan KPSW 20 jam + partus prematurus
imminens janin tunggal hidup, presentasi kepala.
V. PROGNOSIS
Ibu : Dubia Janin : Dubia
4
VI. PENATALAKSANAAN
- Terapi Konservatif
- Observasi tanda vital ibu, DJJ, tanda inpartu
- IVFD RL gtt xx/menit
- Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr IV
- Injeksi dexamethasone 2 x 6 mg IM (2 hari)
- Tokolitik dengan nifedipine 4x10 mg oral
- Pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin, CRP, LEA
VII. FOLLOW UP
Tanggal 31 Januari 2013
08.00 WIB
S : Perut mules (-), keluar air – air (-)
O : Status present:
KU : sakit sedang Sense : CM
TD : 110/80 mmHg N : 86 kali/menit
T : 36,5oC RR : 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 4 jari bawah proc. xiphoideus (27 cm), detak jantung janin
138 kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung kanan, terbawah kepala,
penurunan floating (5/5), his (-), TBJ 2170 gram.
A: G1P0A0 hamil 35 – 36 minggu dengan KPSW + PPI JTH preskep
P : Terapi konservatif
Obs. Tanda vital ibu, DJJ, dan tanda inpartu
IVFD RL gtt xx/m
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g IV
Inj. Dexamethasone 2 x 6 mg IM (hari ke II, 31-01-2013 pukul 11.00)
Nifedipine 4 x 10 mg
10.00 WIB
S : Perut mules (-), keluar air-air (-)
5
P: Status present :
KU : sakit sedang Sense : CM
TD : 110/80 mmHg N : 86 kali/menit
T : 36,5oC RR : 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 4 jari bawah proc. xiphoideus (27 cm), detak
jantung janin 150 kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung
kanan, terbawah kepala, penurunan floating (5/5), his (-), TBJ 2170 gram.
A: G1P0A0 hamil 35 – 36 minggu dengan KPSW + PPI JTH preskep
P : Terapi konservatif
Obs. Tanda vital ibu, DJJ, dan tanda inpartu
IVFD RL gtt xx/m
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g IV
Inj. Dexamethasone 2 x 6 mg IM (hari ke II)
Nifedipine 4 x 10 mg
Tanggal 1 Februari 2013
06.30 WIB
S : Perut mules (-), keluar air-air (-)
P: Status present :
KU : sakit sedang Sense : CM
TD : 110/80 mmHg N : 80 kali/menit
T : 36,5oC RR : 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 4 jari bawah proc. xiphoideus (27 cm), detak
jantung janin 150 kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung
kanan, terbawah kepala, penurunan floating (5/5), his (-), TBJ 2170 gram.
A:G1P0A0 hamil 35 – 36 minggu dengan KPSW + PPI JTH preskep
P : Terapi konservatif
6
Obs. Tanda vital ibu, DJJ, dan tanda inpartu
Nifedipine 4 x 10 mg
Tanggal 2 Februari 2013
06.30
S : Perut mules (-), keluar air-air (-)
P: Status present :
KU : sakit sedang Sense : CM
TD : 110/80 mmHg N : 80 kali/menit
T : 36,5oC RR : 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 4 jari bawah proc. xiphoideus (27 cm), detak
jantung janin 136 kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung
kanan, terbawah kepala, penurunan floating (5/5), his (-), TBJ 2170 gram.
A: G1P0A0 hamil 35 – 36 minggu dengan KPSW + PPI JTH preskep
P : Terapi konservatif
Obs. Tanda vital ibu, DJJ, dan tanda inpartu
IVFD RL gtt xx/m
Nifedipine 4 x 10 mg
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Persalinan prematur didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada
usia kehamilan 20 – 37 minggu, tanpa memperdulikan berat badan lahir. 1
2.2. Epidemiologi
Angka kejadian prematur pada umumnya adalah sekitar 6-10%.
Hanya 1,5-5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32
minggu dan 0,5% pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Kelompok ini
merupakan dua pertiga dari kematian neonatal.1
Di Amerika Serikat setiap tahun terjadi lebih dari 1 juta partus
prematurus (10% dari kelahiran normal) dengan perkiraan biaya lebih dari 5
milyar dolar. Gangguan pada prematuritas menyebabkan lebih dari 70%
kasus kematian fetal dan neonatus di amerika. Di RSU Dr. Saiful Anwar
Malang terjadi lebih dari seratus kejadian partus prematurus dari total 3750
persalinan per tahun (3,1 %). Di Amerika kurang lebih 5000 bayi per tahun
meninggal karena komplikasi prematuritas dan berat badan lahir rendah.3
2.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur.1 Persalinan prematur sulit
diduga dan sulit dicari penyebabnya, sehingga pengobatannya sukar
diterapkan dengan pasti. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
persalinan prematur adalah sebagai berikut:
a. Umur Ibu
Persalinan prematur meningkat pada usia ibu kurang dari 20 dan
lebih dari 35 tahun, ini disebabkan karena pada kurang dari 20 tahun alat
reproduksi untuk hamil belum matang, yakni serviks masih terlalu lemah,
8
sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin. Sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun juga dapat
menyebabkan persalinan prematur karena umur ibu yang sudah resiko
tinggi.4
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal
pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata
2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia
20-30 tahun. Kematian meningkat kembali sesudah usia 20-35 tahun.1
b. Sosial Ekonomi
Insiden persalinan prematur lebih tinggi pada pasien yang status
ekonominya rendah, ini disebabkan karena masyarakat yang
perekonomiannya rendah tidak dapat memenuhi gizi saat hamil sehingga
menghambat perkembangan dan pertumbuhan pada janin.5
c. Penyakit dan Penyulit yang menyertai Kehamilan
1) Perdarahan Antepartum
Perdarahan Antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta,
vasa previa, meningkatkan resiko persalinan prematur. Hal ini
dikarenakan perdarahan yang hebat pada ibu sehingga ibu dan janin
membutuhkan penanganan cepat supaya ibu tidak mengalami anemia
dan janin tidak mengalami hipoksia. Upaya untuk penanganan
tersebut adalah melahirkan janin walaupun usia kehamilan masih
prematur.6
2) Pre-eklampsi
Risiko persalinan prematur pada ibu yang mengalami pre-
eklampsi adalah 2,67 kali lebih besar. Hal ini terjadi karena pre-
eklampsi mempengaruhi pembuluh darah arteri yang membawa darah
menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka
janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi.6
3) Korioamnionitis
9
Infeksi pada membran dan cairan amnion yang disebabkan oleh
bermacam-macam jenis mikroorganisme dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini, persalinan prematur, ataupun keduanya.
Namun jalan masuk mikroorganisme ke dalam cairan amnion pada
kondisi selaput ketuban yang masih utuh belum jelas. Pada 20% kasus
wanita dengan persalinan prematur dapat ditemukan bakteri maupun
virus saat pemeriksaan amniosentesis. Endotoksin sebagai produk dari
bakteri dapat merangsang monosit desidua untuk menghasilkan
sitokin yang selanjutnya dapat merangsang asam arachidonat dan
produksi prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2α bekerja dengan
modus parakrin untuk merangsang terjadinya kontraksi miometrium.2
4) Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya persalinan prematur. Dari hasil studi pendahuluan di VK
IRD RSUD Dr.Soetomo angka persalinan prematur pada 1 bulan
terakhir yaitu pada bulan maret 2011 sebesar 31 dari 191 persalinan
(16,23 %) dan dari kelahiran yang prematur, hampir setengahnya
(32,26%) dengan KPD. Kondisi ini dapat menimbulkan kontraksi
pada uterus yang menyebabkan persalinan prematur.7
5) Grandemultipara
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi.1 Ibu dengan paritas rendah
cenderung bayi yang dilahirkannya tidak matur atau ada komplikasi
karena merupakan pengalaman pertama terhadap kemampuan alat
reproduksi ibu dan kemungkinan akan timbul penyakit dalam
kehamilan dan persalinan. Sedangkan ibu dengan paritas tinggi
(melahirkan lebih dari 3 kali) cenderung mengalami komplikasi yang
akhirnya berpengaruh pada persalinan.
6) Riwayat Persalinan yang Lalu
10
Setiap wanita yang telah mengalami kelahiran prematur pada
kehamilan terdahulu memiliki risiko 20 sampai 40 persen untuk
terulang kembali.8 Wanita yang mempunyai riwayat pernah
melahirkan prematur satu kali mempunyai risiko empat kali lipat
untuk lahir prematur pada kehamilan berikutnya. Sedangkan yang
pernah melahirkan prematur dua kali mempunyai risiko enam kali
lipat untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.9
Peningkatan risiko ini meningkat lebih tinggi lagi bila uji vagina
terhadap fibronektin janin pada mid-trimester positif (> 50 g/dL) dan
bila ada pemendekan serviks pada pengukuran dengan USG,
khususnya pada wanita dengan ukuran serviks pada atau di bawah
persentil ke-10 (< 25 mm) pada usia gestasi 24 minggu.2
d. Penyebab Lain1
1) Janin dan plasenta:
a) Pertumbuhan janin terhambat
b) Cacat bawaan janin
c) Kehamilan ganda/gemeli
d) Polihidramnion
2) Ibu
a) Penyakit berat pada ibu
b) Diabetus mellitus
c) Infeksi saluran kemih
d) Penyakit infeksi dengan demam
e) Stress psikologik
f) Kelainan bentuk uterus/serviks
g) Pemakaian obat narkotik
h) Trauma
i) Perokok berat
j) Kelainan imunologi/kelainan resus
11
2.4. Patofisiologi
Mekanisme infeksi intrauterin sehingga menyebabkan terjadinya
persalinan prematur secara singkat disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 1. Mekanisme terjadinya persalinan preterm pada keadaan kolonisasi
bakteri10
2.5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala persalinan prematur adalah sebagai berikut:8
a. Kram hebat seperti pada saat menstruasi.
b. Nyeri atau tekanan supra pubis.
c. Nyeri tumpul pada punggung bawah berbeda dari nyeri punggung bawah
yang biasa dialami oleh wanita hamil.
d. Sensasi adanya tekanan atau berat pada pelvis.
12
e. Perubahan karakter atau jumlah rabas vagin (lebih kental, lebih encer,
berair, berdarah, berwarna cokelat, tidak berwarna).
f. Diare
g. Kontraksi uterus tidak dapat dipalpasi (nyeri hebat atau tidak nyeri) yang
dirasakan lebih sering dari setiap 10 menit selama 1 jam atau lebih dan
tidak mereda dengan tidur berbaring.
h. Ketuban pecah dini
2.6. Penegakan Diagnosis
2.6.1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik3
American College of Obtetricians and Gynecologist 1997
menyampaikan kriteria persalinan preterm, yaitu terdapat 4 kontraksi uterus
dalam waktu 20 menit atau 8 dalam 60 menit disertai dengan perubahan
progresif pada serviks, dilatasi serviks lebih dari 1 cm, dan pendataran
serviks lebih dari 80%. 2
Berikut ini kriteria diagnosis untuk persalinan preterm:
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan
259 hari
b. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo
adanya pembukaan dan servisitis.
c. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,
atau sedikitnya 2 cm
d. Selaput ketuban seringkali telah pecah
e. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang
f. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah
2.6.2.Pemeriksaan Penunjang 1,10
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) CRP > 0,7 mg/ml
13
CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan
dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut
fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6,
TNF.
2) Leukosit dalam serum ibu > 13000/ml
3) Pemeriksaan kultur urin
4) Fibronektin janin
Kadar meningkat pada vagina, serviks, dan air ketuban
memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion
dan desidua. Pada kehamilan lebih dari 24 minggu, kadar fibronektin
janin lebih dari 50 g/mL mengindikasikan risiko persalinan preterm.
5) Corticotropin Releasing hormone (CRH)
Peningkatan dini pada trimester 2 merupakan indikator kuat
terjadinya persalinan preterm.
6) Sitokin Inflamasi
Seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai
indikator yang mungkin berperan dalam sintesis PGE.
7) Isoferitin plasenta
Pada keadaan normal (tidak hamil) kadarnya 10 U/ml. Kadar
meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak
pada trimester akhir yakni 54,8+53 U/ml. Penurunan kadar dalam
serum akan berisiko terjadinya persalinan prematur.
b. Amniosentesis
Hitung leukosit (20 mL/lebih), pewarnaan Gram bakteri (+) pasti
amnionitis, kadar IL-1, IL-6, kadar glukosa cairan amnion.
c. Pemeriksaan Ultrasonografi
1) Oligohidramnion
Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara
oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum serta
14
adanya hubungan antara oligohidramnion dengan koloni bakteri pada
amnion.
2) Penipisan Serviks
Bila ketebalan seviks < 3 cm (USG), dapat dipastikan akan terjadi
persalinan prematur. Sonografi serviks transperineal lebih disukai
karena dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada
kasus-kasus KPD dan plasenta previa. Hasil produk bakteri desidua
dan/atau amnion manosit sitokin: IL-1,6 dan 8 TNF.
3) Kardiotopografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan
kontraksi
2.7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan persalinan prematur adalah mendapatkan
perpanjangan usia gestasi yang aman sehingga janin akan mendapatkan
manfaat dari pemberian kortikosteroid dan bertambahnya usia gestasi.13
1. Terapi kortikosteroid untuk mengakselerasi pematangan fungsi paru
Terapi kortikosteroid menunjukkan peningkatan angka
ketahanan hidup janin pada wanita dengan persalinan prematur dengan
usia kehamilan antara 24-34 minggu. Studi menunjukkan terjadi
penurunan insiden perdarahan intraventrikuler, sindrom distres
pernapasan, dan mortalitas jika diterapi kurang dari 24 jam, meskipun
efek optimal mulai dari 24 jam setelah terapi hingga 7 hari. Regimen
terapi yang dapat diberikan:
a. Betametason dengan dosis 12 mg i.m setiap 24 jam selama 2
hari.3Betametason dapat menyebabkan variasi denyut jantung janin
dan gerakan janin daripada deksametason.8
b. Deksametason dengan dosis 6 mg i.m setiap 12 jam selama 2 hari.5
Hindari penggunaan kortikosteroid multipel.9
2. Pemberian tokolitik
Tokolitik dapat diberikan pada pasien dengan persalinan
prematur jika tidak terdapat kontaindikasi.
15
Tujuan utama dari terapi tokolitik adalah
a. Menunda persalinan sehingga dapat memberikan
glukokortikosteroid antepartum dengan tujuan untuk menurunkan
insidensi sindrom distres pernapasan..
b. Menunda persalinan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
perinatal yang berhubungan dengan prematuritas yang berat.2
Beberapa agen tokolitik yang dapat diberikan adalah
a. Magnesium sulfat
Dibandingkan dengan agonis beta-adrenergik, magnesium
sulfat sering digunakan sebagai terapi tokolisis lini pertama karena
sangat efektif dan memiliki sedikit efek samping. Selain sebagai
tokolisis, magnesium sulfat diberikan sebagai neuroproteksi.
Magnesium sulfat bekerja secara sentral dalam menurunkan kejang
dan memblok transmisi neuromuskuler. Mekanisme dalam
mencegah kontraksi uterus tidak diketahui dengan pasti namun
mungkin berhubungan dengan aktivitas antagonis kalsium. Dosis
awal 4-6 gr i.v selama 15-30 menit yang dilanjutkan dengan infus 1-
4 gr per jam untuk mempertahankan level Mg antara 4-6 mEq.
Infus kemudian dilanjutkan hingga 12-24 jam untuk meghilangkan
kontraksi uterus.14 Terapi pemeliharaan diberikan jika refleks patela
positif, pernapasan lebih dari 12x/menit, urin output lebih dari 100
ml/4 jam. Urin output dan refleks tendon dalam harus dipantau.
Evaluasi konsentrasi magnesium sulfat serum dibutuhkan.
Toksisitas magnesium ditandai dengan hilangnya refleks tendon
dalam yang terjadi pada dosis 9,6-12 mg/dl, paralisis pernapasan
yang terjadi pada dosis 12-18 mg/dl, dan henti jantung pada dosis
24-30 mg/dl. Gejala akan menghilang jika infus magnesium sulfat
dihentikan dan diberikan antidotum terhadap toksisitas magnesium
sulfat yaitu kalsium glukonas 1 gr i.v.4-6 Komplikasi magnesium
sulfat terhadap ibu termasuk mual, muntah, hipotensi, sakit kepala,
dan efek samping yang lebih berat yaitu depresi pernapasan dan
16
edema paru. Karena magnesium sulfat melintasi plasenta, efek
samping janin termasuk penurunan tonus otot dan letargi.
b. Agen beta mimetik
Obat beta mimetik merupakan obat yang paling sering
digunakan di US yaitu ritodrin dan terbutalin secara intravena.
Ritodrin dan terbutalin menstimulasi beta 2 reseptor yang
menyebabkan relaksasi otot uterus dan otot polos paru dengan
sedikit efek pada beta 1 cardiac receptors. Ritodrin i.v diberikan
dengan dosis awal 0,05-0,1 mg per menit dan ditingkatkan tiap 15
menit hingga 0,35 mg per menit. Dosis terbutalin biasanya 0,25 mg
diberikan secara subkutan setiap 1-6 jam. Terbutalin oral dengan
dosis 2,5-5 mg dapat diberikan tiap 4 jam. Tujuan terapi
pemeliharaan agen beta mimetik oral adalah untuk mencegah
kontraksi uterus yang dapat menyebabkan perubahan serviks. Dosis
disesuaikan untuk meminimalkan kontraksi janin dan
mempertahankan denyut jantung ibu antara 90-105 kali per menit.
Jika digunakan, terapi tokolitik oral dilanjutkan hingga usia
kehamilan 35-37 minggu. 1-4
c. Agen beta agonis
Beta-agonis (salbutamol, ritodrine, dan terbutalin) merupakan
agen tokolitik yang dipergunakan secara luas dalam menurunkan
kontraksi uterus. Pemberian beta-agonis intravena antara masa
gestasi 20-36 minggu dapat mencapai tokolisis uterus sehingga
menurunkan persalinan prematur dalam 48 jam setelah terapi
dimulai.
- Untuk menurunkan risiko edema paru, pemberian beta-agonis
intravena dengan volume cairan minimal.
- Pemberian beta-agonis dikontrol melalui infus. Kecepatan infus
meningkat secara reguler hingga kontraksi hilang atau hingga
nadi ibu mencapai 130-140/menit. Dosis maksimum yang
17
direkomendasikan untuk infus ritodrin adalah 350 mc
gram/menit dan 45 mc gram untuk infus salbutamol.
d. Agen tokolitik lini kedua
Indometasin dan calcium channel blocker merupakan obat lini
kedua dalam terapi persalinan prematur. Indometasin merupakan
inhibitor prostaglandin yang bekerja dengan menghambat produksi
sitokin yang dapat merangsang persalinan. Studi menunjukkan
bahwa indometasin memiliki kemampuan untuk menghambat
persalinan prematur selama 48 jam pada kehamilan kurang dari 32
minggu dan meningkatkan berat badan janin. Selain itu juga dapat
mempersingkat masa perawatan di neonatal intensive care unit
(NICU).4-5 Dosis 100 mg per rektum dan diulangi setelah 1-2 jam
jika masih ada kontraksi sedangkan dosis oral 25 mg setiap 4-6 jam
dan tidak lebih dari 48 jam karena berpotensial menimbulkan efek
samping pada janin. Penggunaan indometasin pada persalinan
prematur berhubungan dengan oligohidramnion dan konstriksi
transien duktus arteriosus.5
Calcium channel blocker (nifedipine), menghambat kontraksi
otot polos sehingga uterus relaksasi. Studi menunjukkan bahwa
efisiensi nifedipin sama dengan ritodrin.14 Nifedipin diberikan secara
oral dengan dosis awal 20 mg, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 10-20 mg setiap 6-8 jam selama 24 jam hingga usia
kehamilan 35-37 minggu atau hingga persalinan. Dosis total 60 mg.3
Kombinasi magnesium sulfat dan nifedipin harus dihindari karena
dilaporkan dapat menyebabkan hipokalsemia, blokade
neuromuskuler, dan toksisitas terhadap jantung, termasuk kematian
ibu.7
e. Terapi terbaru
Inhibitor oksitosin (atosiban) merupakan agen terapi terbaru
yang potensial terhadap persalinan prematur. Meskipun mekanisme
kerjanya belum diketahui dengan pasti, reseptor oksitosin uterus dan
18
atau oksitosin mungkin memiliki peran dalam menyebabkan
hiperaktivitas uterus pada wanita dengan persalinan prematur. Studi
terhadap dua antagonis oksitosin, antosin dan antagonis oksitosin
nonpeptidil secara oral memiliki efisiensi yang tinggi dan efek
samping terhadap janin yang rendah.9
Secara ringkas, beberapa agen tokolitik dengan dosis
pemberian dan efek samping terhadap ibu dan janin dapat dilihat
pada tabel berikut:5
Agen Tokolitik Dosis Pemberian Efek Samping pada
Ibu
Efek Samping pada
Janin
Beta mimetik Terbutalin
Dosis:
0,25 mg
subkutan/20 menit-
3 jam
Aritmia jantung,
edema paru, iskemi
miokardium,
hipotensi, takikardi,
bradipneu,
hiperglikemia,
hiperinsulinemia,
antidiuresis,
perubahan fungsi
tiroid, hiperkalemia,
tremor, cemas,
mual/muntah,
hipokalemia.
Takikardi,
hiperinsulinisme,
hiperglikemia.
Ritodrin (Yutopar)
Dosis awal:
50-100 mc gr/menit
(iv), ditingkatkan
50 mc gr/menit tiap
10 menit hingga
kontraksi
berkurangtimbul
efek samping.
Dosis maks:
350 mc gr/menit
Halusinasi berat
Calcium Dosis awal: Sakit kepala, mual, Kematiaan janin
19
channel
blocker:
Nifedipine
(Adalat,
Procardia)
30 mg kemudian
10-20 mg tiap 4-6
jam
hipotensi transien,
takikardi transien,
palpitasi.
mendadak, gawat
janin.
Inhibitor
sintesis
prostaglandin
Indometasin
(Indocin)
Dosis awal:
50 mg per rektum,
50-100 mg per oral,
dilanjutkan dengan
25-50 mg per oral
tiap 6 jam x 48 jam
Mual, rasa terbakar
di dada, proctitis
dengan
hemalochezia,
gangguan fungsi
renal, peningkatan
risiko perdarahan
post partum, sakit
kepala, depresi.
Konstriksi duktus
arteriosus, hipertensi
pulmonal, penurunan
fungsi renal
irreversibel dengan
oligohidramnion,
perdarahn
intraventrikuler,
hiperbilirubinemia,
enterokolitis
necrotizing.
Ketorolac
Dosis awal:
60 mg i.m,
dilanjutkan 30 mg
i.m tiap 6 jam x 48
jam
Sulindac
200 mg per oral
tiap 12 jam x 48
jam
Nitrite oxide
donors
Gliseriltrinitrat
10 mg tiap 12 jam
dilanjutkan hingga
kontraksi
berkurang hingga
48 jam.
Sakit kepala,
hipotensi.
Hipotensi
Antagonis
oksitosin
Antocin (Atosiban)
Dosis awal:
Bolus 6,75
mg/menit, diikuti
infus 18 mg/jam
Mual (durasi
singkat), reaksi
alergi, sakit kepala
(durasi singkat)
20
selama 3 jam,
kemudian 6 mg/jam
hingga 45 jam
Dosis maks:
330 mg
Kontraindikasi tokolitik dalam terapi persalinan prematur adalah
a. Kontraindikasi umum
- Gawat janin akut
- Kematian janin (tunggal) intrauterin
- Anomali janin letal
- Pertumbuhan janin terhambat
- Korioamnionitis
- Pre-eklampsia berat atau eklampsia
- Perdarahan maternal dengan instabilitas hemodinamik ibu14,
b. Kontraindikasi terhadap agen tokolitik khusus
- Agen beta mimetik
o Aritmia jantung ibu atau penyakit jantung lainnya
o Penyakit tiroid, DM, dan hipertensi yang tidak
terkontrol.
- Magnesium sulfat
o Hipokalemia
o Miastenia gravis
o Gagal ginjal
- Indometasin (Indocin)
o Asma
o Penyakit arteri koroner
o Perdarahan gastrointestinal (riwayat sebelumnya atau
sedang aktif)
o Oligohidramnion
o Gagal ginjal
o Suspek anomali jantung dan ginjal janin
21
- Nifedipin (Adalat, Procardia)
o Penyakit hati maternal
o Penyakit jantung
o Penyakit ginjal
o Hipotensi maternal (<90/50 mmHg)
3. Terapi antibiotik
Infeksi maternal tertentu memiliki peran etiologi dalam
persalinan prematur, seperti wanita dengan penyakit menular seksual,
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas berat, dan vaginitis harus
diterapi secara tepat. Pasien dengan membran amnion intak dan riwayat
kultur positif streptokokus beta hemolitikus grup B (SGB) biasanya
diterapi dengan penisilin intravena. Pendekatan ini berdasarkan
rasionalitas bahwa pemberian terapi dapat mencegah transmisi perinatal.
Kehamilan dan persalinan akan lebih lama pada wanita yang diterapi
dengan eritromisin, ampisilin, dan klindamisin. Jika terdapat ketuban
pecah dini, eritromisin dapat digunakan sebagai profilaksis tetapi tidak
untuk amoksisilin-asam klavulanat (co-amoksiklav).4 Eritrosin tidak
aktif melawan bakteri anaerob, SGB, atau organisme lainnya yang
berhubungan dengan vaginosis bakterialis sedangkan co-amoksiklav
aktif melawan bakteri anaerob dan spektrum luas, tetapi tidak aktif
melawan Mycoplasma hominis yang berhubungan dengan vaginosis
bakterialis. Kemoprofilaksis intrapartum terhadap SGB yaitu penisilin
yang diberikan secara intravena selama 4 jam dan jika pasien alergi
penisilin maka dapat diberikan kombinasi eritromisin dan klaritromisin
atau klindamisin.4Antibiotik rutin tidak direkomendasikan dalam terapi
peralinan prematur dengan membran intak.3
4. Istirahat total, membatasi aktivitas fisik, dan tidak melakukan coitus
Istirahat total, membatasi aktivitas fisik, dan tidak melakukan
coitus dapat menurunkan risiko kontraksi preterm yang berulang.7
5. Persalinan prematur
22
Jika persalinan prematur memiliki kegagalan dalam pemberian
tokolitik atau adanya kontraindikasi pemberian tokolitik, persalinan
yang aman yaitu dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas NICU. Janin
dipantau selama persalinan untuk memastikan bahwa janin dalam
kondisi baik. Jika tidak terdapat faktor risiko obstetri atau komplikasi
persalinan secara per vaginam dan janin prematur dengan presentasi
belakang kepala maka dilakukan persalinan per vaginam dan jika
presentasi bukan belakang kepala maka dapat dilakukan persalinan per
abdominam.10
2.8. Prognosis
Prognosis persalinan preterm bergantung pada usia kehamilan dan
berat lahir bayi. Berikut adalah tabel perkiraan harapan hidup bayi preterm
yang dirawat dipelayanan kesehatan tingkat tiga.
Tabel 1. Perkiraan Harapan Hidup Bayi Prematur
Usia Gestasi (minggu) Berat Lahir (gram) Harapan Hidup (%)
24-25 500-750 60
26-27 751-1000 75
28-29 1001-1250 90
30-31 1251-1500 96
32-33 1501-1750 99
>34 1751-2000 100
Sumber: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. 2007. Current Diagnosis and
Treatment Obstetrics & Gynecology 10th Edition. USA. McGraw-Hill Companies.
Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi >1500 gr
keberhasilan hidup sekitar 85% sedangkan dengan berat < 1500 gr
keberhasilan sebesar 80%. Pada kehamilan umur <32 minggu dengan berat
bayi < 1500 gr angka keberhasilan hanya 59%.1
2.9. Komplikasi
23
Pada ibu, setelah persalinan prematur, infeksi endometrium lebih
sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi;
Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita
anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar.9
Komplikasi jangka pendek:1
a. RDS (Respiratory Distress Syndrome)
b. Perdarahan intra/periventrikular
c. NEC (Necrotizing Entero Cilitis),
d. Displasi bronko-pulmonar
e. Sepsis
f. Paten Duktus Arteriosus.
Komplikasi jangka panjang:1
a. Serebral palsi
b. Retinopati
c. Retardasi mental
d. Disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik.
2.10. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm antara lain sebagai berikut:10
a. Pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan
kerugian kelahiran preterm.
b. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun).
c. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat.
d. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik.
e. Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang.
f. Hindari kerja berat dan istirahat yang cukup.
g. Mengusahakan makan lebih baik selama masa hamil untuk cegah gizi
buruk dan anemia.
24
h. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm.
i. Lakukan penanganan pada infeksi genital/saluran kemih.
j. Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm.
BAB III
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?
25
BAB IV
ANALISIS KASUS
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?
Pasien seorang wanita, 24 tahun, datang ke RSMH pada tanggal 30 Januari
2013, dengan keluhan hamil kurang bulan dengan keluar air-air dan perut mules.
Pada anamnesis pasien mengaku saat ini adalah kehamilannya yang pertama.
HPHT pada tanggal 7 Mei 2012, riwayat keluar darah lendir (-), riwayat keluar
air-air (+), riwayat keputihan (+), riwayat post-coitus (-), riwayat diurut-urut (-),
riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat demam (-), riwayat sakit gigi (-),
riwayat sakit kulit (-). Riwayat trauma (-). Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
tinggi fungus uteri setinggi 4 jari di bawah procesus xyphoideus (27 cm), detak
jantung janin 156 kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung kanan,
terbawah kepala, penurunan floating (5/5), his 2x /10‘/15”, TBJ 2170
gram.Pemeriksaan inspekulo : Portio livide, OUE tertutup, fluor (+), fluxus (+),
ketuban tak aktif, erosi/laserasi/ polip (-), tes lakmus (+) merah biru.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosis
G1P0A0 hamil 35-36 minggu dengan ketuban pecah sebelum waktunya dengan
partus prematurus imminens janin tunggal hidup presentasi kepala.
26
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?
Dalam menghadapi kasus partus prematurus iminen ada tiga
kemungkinan, yaitu :
a. Mempertahankan kehamilan sehingga janin dapat lahir se-aterm mungkin.
b. Menunda persalinan 2-3 hari hingga dapat memberikan obat pematangan
paru janin.
c. Membiarkan terjadi persalinan jika terdapat kontraindikasi terhadap
pemberian tokolitik.
Pada kasus ini, dilakukan penatalaksanaan secara konservatif, yakni
dengan mengobservasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu, dan tanda
infeksi. Observasi his dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas pemberian
tokolitik yang diberikan, observasi denyut jantung janin dilakukan untuk
memantau apakah terdapat tanda gawat janin yaitu denyut jantung janin
<100x/menit atau >180x/menit yang dapat menjadi kontraindikasi pemberian
tokolitik, observasi tanda vital ibu dan tanda infeksi untuk mencari etiologi dan
faktor risiko yang mungkin pada kasus ini seperti pre-eklampsia dan infeksi.
Pemberikan terapi cairan IVFD RL sebanyak 20 tetes/menit sebagai jalan
masuk terapi parenteral. Karena tidak terdapat kontraindikasi umum pemberian
tokolitik pada pasien ini seperti gawat janin akut, kematian janin (tunggal)
intrauterin, anomali janin letal, pertumbuhan janin terhambat, korioamnionitis,
pre-eklampsia berat atau eklampsia, dan perdarahan maternal dengan
instabilitas hemodinamik ibu maka pasien ini diberikan tokolitik, nifedipin
sebagai tokolitik pilihan pada kasus ini karena selain ibu tidak terdapat
kontraindikasi khusus terhadap agen tokolitik ini dan efek samping terhadap
ibu dan janin lebih minimal daripada agen tokolitik lain kecuali terapi terbaru
yang potensial yaitu dengan inhibitor oksitosin (atosiban) dimana studi
menunjukkan atosiban memiliki efisiensi yang tinggi dan efek samping
terhadap janin yang rendah.
Pada kasus tersebut tidak diperlukan pemberian steroid karena umur
kehamilan adalah 35 – 36 minggu. Pemberian steroid pada umur kehamilan di
atas 34 minggu tidak direkomendasikan karena tidak ada bukti yang
27
menunjukkan keuntungan untuk terapi konservatif setelah 34 minggu. Hal
tersebut karena pada usia tersebut paru janin telah matang dan siap untuk hidup
di luar uterus.
Pemberian antibiotik digunakan pada kasus tersebut karena adanya
KPSW yang memiliki risiko terjadinya infeksi yang merupakan salah satu
pencetus terjadinya prematuritas.
3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?
Etiologi dan faktor predisposisi pada kasus persalinan prematur yang
diketahui, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, umur ekstrim ibu (kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun), riwayat persalinan yang lalu, penyakit
dan penyulit yang menyertai kehamilan diantaranya perdarahan antepartum,
ketuban pecah dini, preeklamsia, korioamnionitis, grandemultipara. serta
penyebab lainnya seperti: pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin,
kehamilan ganda/gemeli, polihidramnion, penyakit berat pada ibu, diabetus
mellitus, infeksi saluran kemih, penyakit infeksi dengan demam, stress
psikologik, kelainan bentuk uterus/serviks, pemakaian obat narkotik, trauma,
perokok berat, kelainan imunologi/kelainan resus.
Pada kasus ini, etiologi dari partus prematurus imminens adalah KPSW.
KPSW sendiri diakibatkan oleh banyak faktor yang menyebabkan lemahnya
membran ketuban dengan jlan peningkatan sitokin lokal dan
ketidakseimbangan interaksi antara metalloproteinase dan tissue inhibitors of
matrix metalloproteinase, peningkatan aktivitas kolagenase dan protease,
peningkatan kontraksi uterus yang berlebihan dan dari faktor lain yang
menyebabkan peningkatan tekanan di dalam uterus. Sejumlah faktor yang
menjadi faktor risiko secara klinis terjadinya KPSW adalah penyakit jaringan
ikat, infeksi urogenital, kolonisasi pada traktur genitalis yang abnormal,
korioamnionitis, koitus berulang, status sosioekonomi yang rendah, distensi
uterus yang berlebihan, perdarahan pada trimester kedua dan ketiga, IMT yang
rendah (<19,8 kg/m2), defisiensi copper dan asam askorbat, merokok, penyakit
paru pada kehamilan.
28
Infeksi merupakan penyebab paling banyak terjadinya KPSW dan PPI.
Dengan adanya infeksi, maka kuman dapat mensekresi protease, dan juga
melalui aktivasi respon inflamasi yang menyebabkan lepasnya sitokin lokal,
metaloprotease, dan prostaglandin.
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
2. Penatalaksanaan dengan steroid pada kasus ini tidak tepat karena pada janin
berumur diatas usia 34 minggu telah terjadi pematangan paru.
3. Penyebab partus prematurus imminens pada kasus ini adalah KPSW.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka.
2. Cuningham, F.G, dkk. 2006. Obstetri Williams Edisi 21 Vol. 1: Kelahiran
Prematur. Jakarta: EGC.
3. Dewi, J. dan Rastini, R. 2007. Fetal Fibronectin sebagai Prediktor Partus
Prematurus dalam Cermin Dunia Kedokteran Vol.34 no.5/158. Malang:
Laboratorium Patologi Klinik RSU Dr. Saiful Anwar / FK Universitas
Brawijaya.
4. Mochtar, R. 2002. Sinopsis ObstetriEdisi II. Jakarta: Perpustakaan
Nasional (KDT).
5. Hacker, N. F. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
6. Manuaba, I. B. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
7. Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
8. Satrawinata, S. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: EGC.
9. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine Infection and
Preterm Delivery. NEJM Vol 342 No 20.May 2000.p 1500-7.
10. Wiknjosastro, H., 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahardjo.
30