case repor baru

5
Christopher P P Pandiangan | Bronchopnemonia Children Faculty of Medicine University Lampung | Volume 1 Nomor 1 | Maret 2015| 1 CASE REPORT Bronchopneumonia Children Christopher P P Pandiangan Faculty of Medicine, University Lampung Kepanitraan Klinik SMF. Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Dr. Abdul Moeloek, Bandar Lampung ABSTRACT Bronchopneumonia pneumonia also called lobularis is an inflammation of the lung parenchyma are usually localized on the bronchioles and alveoli also on the surrounding, which can be caused by a wide - range of etiologies such as bacteria, viruses, fungi and foreign objects characterized by a triad (shortness of breath, breathing nostrils , cyanosis around the nose or mouth). Clinical features of bronchopneumonia usually preceded by upper respiratory tract infection for several days. Cough is usually not found at the beginning of the disease, the child will get a cough after a few days, which was originally in the form of a dry cough became productive. Keywords: bronkopneumona, clinal features, inflammation ABSTRAK Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang dapat disebabkan oleh bermacam macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut). Gambaran klinis bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Kata kunci : bronkopneumona, gambaran klinis, peradangan Korespodensi : Christopher P P Pandiangan | [email protected]

Upload: santos

Post on 30-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

case reportasfd

TRANSCRIPT

  • Christopher P P Pandiangan | Bronchopnemonia Children

    Faculty of Medicine University Lampung | Volume 1 Nomor 1 | Maret 2015| 1

    CASE REPORT

    Bronchopneumonia Children

    Christopher P P Pandiangan

    Faculty of Medicine, University Lampung

    Kepanitraan Klinik SMF. Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Dr. Abdul Moeloek, Bandar Lampung

    ABSTRACT

    Bronchopneumonia pneumonia also called lobularis is an inflammation of the lung parenchyma are usually localized on the

    bronchioles and alveoli also on the surrounding, which can be caused by a wide - range of etiologies such as bacteria,

    viruses, fungi and foreign objects characterized by a triad (shortness of breath, breathing nostrils , cyanosis around the nose

    or mouth). Clinical features of bronchopneumonia usually preceded by upper respiratory tract infection for several days.

    Cough is usually not found at the beginning of the disease, the child will get a cough after a few days, which was originally

    in the form of a dry cough became productive.

    Keywords: bronkopneumona, clinal features, inflammation

    ABSTRAK

    Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang

    biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang dapat disebabkan oleh bermacam macam

    etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis

    sekitar hidung atau mulut). Gambaran klinis bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

    selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di

    mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

    Kata kunci : bronkopneumona, gambaran klinis, peradangan

    Korespodensi : Christopher P P Pandiangan | [email protected]

  • Christopher P P Pandiangan | Bronchopnemonia Children

    Faculty of Medicine University Lampung | Volume 1 Nomor 1 | Maret 2015| 2

    Pendahuluan

    Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan

    bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy

    distribution)2.

    Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan

    oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang

    akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat2

    Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan

    kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi

    pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda

    dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi

    Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau

    Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih beeasr dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh

    infeksi Streptococus pneumoniae, Haemophillus inflienzae tipe B, dan Staphylococcusaureus,

    sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga

    ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia3

    Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran

    napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di RSUD Dr.

    Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian

    antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit

    terbanyak yang dirawat per tahun.9

    Kasus

    Pasien An. R.A mengalami batuk dan pilek, 2 hari kemudian pasien sesak, 2 hari

    setelah sesak pasien dibawa ke dokter dan diberi Paracetamol serta obat batuk, namun tidak

    ada perubahan dan sesak semakin bertambah berat, tidak dipengaruhi cuaca, aktivitas, waktu,

    maupun posisi tubuh, tidak disertai dengan suara nafas berbunyi serta tidak disertai bengkak

    pada kelopak mata atau tungkai ataupun riwayat tersedak sebelumnya. Pasien juga

    mengalami demam tinggi yang timbul mendadak dan BAB lebih dari tiga kali dalam sehari

    dengan konsistensi cair, lendir dan adanya darah disangkal, lalu ibu pasien membawa

    kembali pasien ke dokter namun dokter menganjurkan pasien dibawa ke RS sehingga pasien

    langsung dibawa ke RSAM. Menurut keterangan orang tua pasien, pasien pernah sesak juga

    sebelumnya Pada riwayat keluarga ayah dan nenek pasien menderita asthma.

    Pasien memiliki riwayat kelahiran spontan per vaginam cukup bulan di RS. Pasien

    lahir dengan berat 2700 gram. Menurut pengakuan ibu pasien, selama nol sampai enam bulan

    pasien hanya diberikan ASI dan umur enam sampai sembilan bulan diberikan ASI dan bubur.

    Pasien diberikan imunisasi BCG sebanyak sekali pada umur dua bulan, hepatitis B sebanyak

    tiga kali pada umur nol, satu, dan enam bulan, Polio sebanyak empat kali pada umur nol, dua,

    empat, dan enam bulan, dan DPT sebanyak tiga kali pada umur dua, empat dan enam bulan

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,

    kesadaran pasien compos mentis, nadi pasien 96 kali per menit dan regular, respirasi pasien

  • Christopher P P Pandiangan | Bronchopnemonia Children

    Faculty of Medicine University Lampung | Volume 1 Nomor 1 | Maret 2015| 3

    60 kali per menit, suhu pasien 37 C, berat badan pasien 9 kg, dan status gizi pasien baik.

    Pada pemeriksaan mukosa kulit tidak didapatkan kelainan. Bentuk kepala bulat dan simetris,

    ubun ubun rata, rambut hitam, tidak mudah dicabut, dan tumbuh merata. Pada pemeriksaan

    mata tidak ditemukan kelainan. Telinga memiliki bentuk normal dan simetris. Hidung

    memiliki bentuk normal, tidak terdapat septum deviasi, terdapat pernafasan cuping hidung,

    dan terdapat sekret. Mulut memiliki bibir tidak kering dan tidak terdapat sianosis. Pada

    pemeriksaan leher didapatkan berbentuk simetris, trakhea terdapat di tengah, dan kelenjar

    getah bening tidak membesar. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan memiliki bentuk simetris

    dan terdapat retraksi suprasternal, substernal dan intercostal. Pada pemeriksaan jantung pada

    inspeksi, palpasi dan perkusi dalam keadaan normal dan pada auskultasi terdengar bunyi

    jantung I II yang murni, reguler dan tidak terdapat murmur. Pada pemeriksaan paru paru pada dinding kiri dan kanan anterior dan posterior didapatkan hasil inspeksi simetris, palpasi

    dan perkusi dalam keadaan normal dan auskultasi didapatkan suara ronkhi basah nyaring dan

    tidak terdapat wheezing. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil inspeksi datar dan

    simetris, palpasi terlihat turgor yang cukup, perkusi didapatkan bunyi timpani dan pada

    auslkultasi terdapat suara bising usus normal

    Untuk mendukung diagnosi maka dilakukan pemeriksaan penunjang pada tanggal 26

    dan 27 januari 2012. Pada tanggal 26 januari didapatkan pada darah rutin untuk Hb yaitu 9,9

    gr/dL, leukosit 8200 /ul, difficount 0/0/0/43/48/9 dengan kesan limfositosis. Pada tanggal 27

    januari 2012 didapatkan pada darah rutin untuk Hb yaitu 10,1 gr/dL, leukosit 10.100/ul,

    difficount 0/2/1/38/53/6 dengan kesan limfositosis. Pada hasil pemeriksaan rontgen thorax

    PA didapatkan kesan pneumonia lobus superior dextra dan besar COR normal

    Pembahasan

    Diagnosa kerja pada pasien ini adalah Bronkopneumonia. Bronkopneumonia

    ditegakkan berdasarkan gejala klinik yaitu adanya retraksi epigastrik, interkostal,

    suprasternal, adanya pernapasan cuping hidung, adanya pernapasan yang cepat, biasanya

    didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari, demam, anak

    dispneu, kadang disertai muntah dan diare, batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit,

    mungkin terdapat batuk beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif,

    pada auskultasi ditemukan ronkhi basah nyaring, pada pemeriksaan darah tepi ditemukan

    adanya leukositosis dengan predominan PMN, dan pada pemeriksaan rontgen thoraks

    ditemukan adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia5

    Pada pasien ini ditemukan hampir seluruh kriteria dari bronkopneumonia, seperti,

    ditemukannya trias bronkopneumonia berupa demam, retraksi interkostal & suprasternal,

    serta pernapasan cuping hidung. Demam juga dialami pasien, namun demam yang dialami

    tidak terlalu tinggi. Tanda bahaya berupa tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun,

    serta gizi buruk tidak ditemukan pada pasien.4

    Berdasarkan pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan ronkhi basah nyaring yang lebih

    dominan terdengar pada paru kiri dan kanan. Hasil pemeriksaan darah tepi berupa

    leukositosis serta gambaran rontgen thoraks yang memberi kesan bronkopneumonia juga ikut

    memperkuat diagnosa bronkopneumonia.

  • Christopher P P Pandiangan | Bronchopnemonia Children

    Faculty of Medicine University Lampung | Volume 1 Nomor 1 | Maret 2015| 4

    Penulis melakukan diferential diagnosa dengan bronkitis dan bronkiolitis dengan

    alasan melihat tanda dan gejala klinik kedua penyakit tersebut yang hampir sama dengan

    bronkopneumonia. Adapun manifestasi klinik dari bronkitis yaitu adanya gejala infeksi

    saluran respiratorius seperti rinitis dan faringitis, terdapat batuk, dimulai dari batuk kering

    yang kemudian menjadi produktif, pada auskultasi dapat terdengar ronki, wheezing, dan

    suara napas yang berat dan kasar dan adanya limfositosis dan leukositosis6

    Pada pasien ini juga terdapat gejala batuk. Pada auskultasi juga terdengar ronkhi,

    namun tidak terdengar wheezing. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah tepi ditemukan

    adanya gambaran limfositosis dan leukositosis. Namun untuk gambaran lainnya, seluruhnya

    lebih mengarah kepada gambaran dari bronkopneumonia.

    Sedangkan manifestasi klinik dari bronkiolitis yaitu :6

    a. Penderita sulit makan, menyusu, atau minum b. Adanya kenaikan suhu yang tidak terlalu tinggi c. Adanya retraksi intercostal, suprasternal d. Adanya ekspirasi yang memanjang e. Respon yang kurang dengan bronkodilator f. Pada perkusi didapatkan suara hipersonor g. Pada auskultasi didapatkan adanya wheezing, ronkhi h. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan hampir tidak terdengar karena

    kemungkinan obstruksi hampir total

    i. Foto rontgen toraks menunjukkan paru paru dalam keadaan hiperaerasi dan diameter antero posterior membesar pada foto lateral. Pada sepertiga dari penderita ditemukan bercak bercak konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau radang.

    j. Didapatkan gambaran darah tepi dalam batas normal Pada pasien ini juga terdapat kenaikan suhu yang tidak terlalu tinggi, retraksi

    intercostal dan suprasternal, serta terdengar ronkhi pada auskultasi. Namun, pada pasien ini

    suara nafas masih terdengar jelas, dan wheezing tidak ditemukan. Gambaran darah tepi juga

    menunjukkan adanya limfositosis dan leukositosis. Begitupula gambaran foto thoraks yang

    menunjukkan adanya suatu infiltrasi alveolar khas bronkopneumonia.

    Pada pasien ini diberikan terapi O2 untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha

    untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium/ oksigen diberikan pada anak yang

    menunjukkan gejala adanya tarikan dinding dada bagian bawah yang dalam, SaO2 < 90%,

    frekuensi nafas 60x/menit atau lebih, merintih setiap kali bernafas untuk bayi muda, dan

    adanya head nodding (anggukan kepala). Pemberian O2 melalui nasal pronge yaitu 1-

    2L/menit atau 0,5 L /menit untuk bayi muda. Pemberian O2 melalui kateter nasal yaitu 1-

    6L/menit untuk memberikan konsentrasi O2 24-44%. Pemberian O2 melalui sungkup biasa

    yaitu 5-8 L/menit untuk memberikan konsentrasi oksigen 40-60%. Serta pemberian O2

    melalui sungkup reservoir yaitu 6-10L/menit untk memberikan konsentrasi oksigen 60-99%.8

    Pasien juga dilakukan pemberian IVFD N4D5 XXX tetes permenit dalam mikro drip

    sudah tepat. N4D5 terdiri dari 100cc D5% + 25 cc NaCl, dengan kandungan dekstrosa 50g

    (200kkal), Na 38,5 mEq/L, Cl 38,5 mEq/L, Ca 200 mg/dL, dan total Osm 353.8

    Pemberian Cefotaxime 300 mg/8 jam sudah tepat. Cefotaxime merupakan antibiotik

    sefalosoprin generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas terhadap bakteri gram negatif,

  • Christopher P P Pandiangan | Bronchopnemonia Children

    Faculty of Medicine University Lampung | Volume 1 Nomor 1 | Maret 2015| 5

    namun umumnya kurang aktif terhadap kokus gram positif. Sedangkan jika dilihat

    berdasarkan etiologi dari bronkopneumonia akibat bakteri, bakteri yang cukup banyak

    menyebabkan bronkopneumonia adalah bakteri kokus gram positif seperti streptococcus

    pneumonia, dan pneumococcus. Pemberian cefotaxime juga memiliki lebih banyak efek

    samping, seperti nefrotoksik dan depresi sumsum tulang. Dosis cefotaxime yaitu 50-100

    mg/kgBB/hari, 3 kali pemberian.8

    Pada pasien dilakukan pemberian ambroxol. ambroxol HCl merupakan suatu

    mukolitik. Mukolitik digunakan untuk mengencerkan mucus yang ada dalam saluran nafas

    penderita.Tiap 1 mL mucos drops mengandung 15mg ambroxol. Kemasan mucos drops

    mengandung sebanyak 20 mL. Dosis ambroxol yaitu 1,2 1,6 mg/kgBB/ hari, 3-4 kali sehari.

    8

    Kesimpulan

    Prognosis pada kasus ini baik, Umumnya penderita bahkan dapat sembuh spontan

    dalam 2-3 minggu. Apalagi jika dilihat berdasarkan gambaran klinis selama perawatan pasien

    sudah sangat membaik. Keluhan juga telah berkurang secara berangsur-angsur. Hal ini

    ditandai dengan batuk yang sudah mulai menghilang, demikian pula dengan retraksi serta

    pernapasan cuping hidung sudah menghilang. Apabila penderita meminum obat dengan

    tuntas, teratur mengikuti chest therapy, serta istirahat yang cukup, maka bronkopneumonia ini

    dapat terobati dengan sempurna.

    Daftar Pustaka

    1. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822- overview.

    2. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The

    Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical

    Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of

    America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

    3. Murray Nedels. 2005. Text Book of Respiratology Medicine, Edisi I. Volume I United State of America : Elseiver Saunders.

    4. Rahajoe Nastiti N, Supriyatno Bambang, Said, Marjanis, dkk. Pneumonia. Dalam Buku Ajar Respirologi Anak cetakan pertama ; Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008 hal 350-365.

    5. Rahajoe Nastiti N, MS Makmuri. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak cetakan pertama ; Jakarta: UKKP PPIDAI, 2005 hal 6, 10 14, 23

    6. Sudoyo, Aru W. Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Pertama. Jilid 3. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing

    7. Staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Gizi. Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1 cetakan IX ; Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2000 hal 315 316.

    8. Widodo Eddy. Tuberkulosis Pada Anak : Diagnosis dan Tatalaksana. Dalam IDAI Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Pediatrics Update ; Jakarta, IDAI Cabang Jakarta, 2003 hal 69 75.

    9. WHO. 2009. Buku Saku pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit http://www.gizikia.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-

    di-RS.pdf