case sulit mata (ablasio retina)
DESCRIPTION
ABLASIO MATATRANSCRIPT
CASE SULIT
Ablasio Retina
Pembimbing :
dr. Rinanto Prabowo, SpM. M.Sc
Disusun oleh:
Sumindah
NIM : 11.2014.191
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RS. MATA DR. YAP, YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk –Jakarta Barat
1
I. IDENTITAS
Nama : Tn.T
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Cilacap
Tanggal pemeriksaan : 17 September 2015
Tanggal masuk RS : 17 September 2015
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 17 September 2015
Keluhan Utama:
Mata kanan gelap sejak 1 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan pengelihatan mata kanan kabur. Keluhan ini
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh bahwa pengelihatan mata kanan
kabur mendadak, tanpa ada keluhan sebelumnya seperti nyeri maupun mata merah.
Pasien menyatakan bahwa pada pengelihatan mata kanan pasien tampak seperti ada
bagian dari pengelihatannya yang bergerak-gerak. Pasien mengaku bahwa
pengelihatan mata kanan menjadi semakin kabur dan Pasien merasakan pengelihatan
mata kanan seperti melihat ada kilatan cahaya silau berwarna-warni sekitar satu
minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan adanya pengelihatan kabur seperti
tertutup kabut asap.
2
Mata merah (-), nyeri pada mata (-), air mata berlebihan (-), kotoran mata berlebih (-),
rasa berpasir pada mata (-), gatal pada mata (-), silau saat melihat cahaya (-), Riwayat
keluar darah dari mata (-) Sebelumnya mata kiri pasien sudah pernah operasi retina
tahun 2009. Riwayat pengguna kacamata dengan minus tinggi yaitu sejak 20 tahun yang
lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Umum
Hipertensi : Tidak ada
DM : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Gastritis : Tidak ada
Alergi : Tidak ada
Rematik : Tidak ada
a) Mata
Riwayat pemakaian kaca mata: Tidak ada
Riwayat operasi mata: Ada operasi retina tahun 2009
Riwayat miopia tinggi: Ada
Riwayat katarak: Tidak ada
Riwayat glaukoma: Tidak ada
Riwayat keluarga dengan gejala yang sama: Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
a. Umum
Hipertensi : Tidak ada
DM : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Gastritis : Tidak ada
b. Mata
Riwayat pemakaian kaca mata: Tidak ada
Riwayat operasi mata: Tidak ada
Riwayat miopia tinggi: Tidak ada
Riwayat katarak: Tidak ada
3
Riwayat glaukoma: Tidak ada
Riwayat keluarga dengan gejala yang sama: Tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 121/77 mmHg
Nadi : 103 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
Suhu : 36,5°C
Kepala :Normocephali, rambut hitam sedikit beruban,
distribusi merata
THT : T1-T1 tenang tidak hiperemis, MAE lapang, tidak ada
deviasi septum hidung
Thoraks (Jantung) : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Thoraks (Paru) : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-) wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada sianosis atau edema
KGB : Tidak teraba pembesaran.
B. STATUS OFTALMOLOGIKUS
KETERANGAN OKULO DEXTRA (OD)OKULO SINISTRA (OS)
1. VISUS
TajamPenglihatan 1/300 1/60Axis Visus Tidak ada Tidak ada
Koreksi Tidak ada perbaikan Perbaikan 6/18Addisi Tidak ada Tidak ada
Kacamata Lama S: 9.50 S: 6.75
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
4
Eksoftalmos Tidak ada Tidak adaEnoftalmos Tidak ada Tidak adaDeviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Tidak dapat dilakukan
3. SUPERSILIA
Warna Hitam HitamSimetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Tidak adaNyeri tekan Tidak ada Tidak adaEktropion Tidak ada Tidak adaEntropion Tidak ada Tidak adaBlefarospasme Tidak ada Tidak adaTrikiasis Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebral Tidak ada Tidak adaPtosis Tidak ada Tidak adaHordeolum Tidak ada Tidak adaKalazion Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Tidak adaKista Tidak Ada Tidak adaFolikel/Papil Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaAnemis Tidak ada Tidak adaKemosis Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak adaInjeksi Konjungtiva Tidak Ada Tidak adaInjeksi Siliar Tidak ada Tidak adaInjeksi Subkonjungtiva Tidak ada Tidak adaPterigium Tidak ada Tidak adaPinguekula Tidak ada Tidak adaNevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
5
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis Normal NormalTes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih PutihIkterik Tidak ada Tidak adaNyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
9. KORNEA
Kejernihan Jernih JernihPermukaan Licin LicinUkuran 12mm 12mmSensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukanInfiltrat Tidak ada Tidak adaKeratik Presipitat Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaUlkus Tidak ada Tidak adaPerforasi Tidak ada Tidak adaArkus Senilis Tidak ada Tidak adaEdema Tidak ada Tidak ada
10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Normal DangkalKejernihan Jernih JernihHipopion Tidak ada Tidak Ada
11. IRIS
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitamanEdema Tidak ada Tidak adaKoloboma Tidak ada Tidak ada
12. PUPIL
Letak Sentral Sentral
6
Bentuk Bulat BulatUkuran 3mm 3mm
Refleks Cahaya Langsung Positif PositifRefleks Cahaya Tak Langsung Positif Positif
13. LENSA
Kejernihan Jernih JernihLetak Sentral SentralShadow Test Negatif Negatif
14. BADAN KACA
Kejernihan Sulit dinilai Sulit dinilai
15. FUNDUS OKULI
Batas Sulit dinilai Sulit dinilaiWarna Sulit dinilai Sulit dinilaiEkskavasio Sulit dinilai Sulit dinilaiRasio Arteri : Vena Sulit dinilai Sulit dinilaiC/D Ratio Sulit dinilai Sulit dinilaiMakula Lutea Sulit dinilai Sulit dinilaiRetina Sulit dinilai Sulit dinilaiEksudat Tidak ada Tidak adaPerdarahan Tidak ada Tidak adaSikatriks Sulit dinilai Sulit dinilaiAblasio Ada Tidak ada
16. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak adaMassa Tumor Tidak ada Tidak adaTensi Okuli Normal per palpasi Normal per palpasiTonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Menyempit Normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
1. Pemeriksaan visus
OD: 1/300 OS: 1/60 dengan koreksi 6/18
2. Pemeriksaan Tekanan Intra Okular
OD: 11 mmHg OS: 16 mmHg
3. Funduscopy : Ablasio retina OD
4. USG biometri tampak adanya ablasio retina
V. RESUME
Subjektif
Pasien laki-laki berusia 41 tahun , Pasien datang dengan keluhan pengelihatan mata
kanan kabur. Keluhan ini dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh bahwa
pengelihatan mata kanan kabur mendadak, tanpa ada keluhan sebelumnya seperti nyeri
maupun mata merah. Pasien menyatakan bahwa pada pengelihatan mata kanan pasien tampak
seperti ada bagian dari pengelihatannya yang bergerak-gerak. Pasien mengaku bahwa
pengelihatan mata kanan menjadi semakin kabur dan Pasien merasakan pengelihatan mata
kanan seperti melihat ada kilatan cahaya silau berwarna-warni sekitar satu minggu yang lalu.
Sebelumnya mata kiri pasien sudah pernah operasi retina tahun 2009. Riwayat pengguna
kacamata dengan minus tinggi yaitu sejak 20 tahun yang lalu.
Objektif
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan semua dalam batas normal.
OD OS
Visus: 1/300 1/60 dengan koreksi 6/18
Kacamata Lama: S: 9.50 S: 6.75
TIO: 11 mmHg 16 mmHg
Funduscopy : Ablasio retina OD
Tes konfrontasi : menyempit dibandingkan pemeriksa
USG biometri: tampak adanya ablasio retina OD
VI. DIAGNOSIS KERJA
- OD Ablasio retina rhematogen
8
VII. DIAGNOSIS BANDING
- OD Ablasio retina eksudatif
- OD Ablasio retina traksional
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Perimetri
IX. PENATALAKSANAAN
- Tatalaksana Non-operatif
Bedrest total
- Tatalaksana Operatif
Menciptakan adhesi kuat korioretina sepanjang robekan (diathermi,
krioterapi, fotokoagulasi laser)
Mendorong retina ke dinding bola mata (tamponade intraokular dengan
gelembung gas/retinopeksi pneumatik)
Mendekatkan dinding bola mata dan retina yang robek (sclera buckle)
X. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Dubia ad malam Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam Bonam
9
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat
erat dengan membrana Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan
titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
Ablasio retina terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe regmatogenosa dan tipe non
regmatogenosa, dimana tipe non regmatogenosa ini terbagi lagi menjadi tipe traksi dan tipe
eksudatif.1,5,9,11,12
Epidemiologi
Pada beberapa negara di dunia, jumlah kasus ablasio retina regmatogenosa ini per
100.000 penduduknya antara lain di Amerika Serikat sekitar 12 kasus, di Skandinavia sekitar
7-10 kasus, di jepang sekitar 10 kasus, di china sekitar 10 kasus, di Malaysia sekitar 7 kasus,
di India sekitar 4 kasus. Di Indonesia sendiri sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan
mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang
memiliki myopia tinggi atau telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi katarak ini
mengalami komplikasi kehilangan vitreous.2,12
Pada ablasio retina tipe traksi, di Amerika serikat terdapat sekitar 1600 kasus tiap
tahunnya. Dan 500 kasus diantaranya telah mengalami kebutaan.3
Pada ablasio retina eksudatif tidak didapatkan laporan tentang banyaknya penderita
yang mengalaminya, tetapi diperkirakan bahwa ablasio retina tipe ini lebih banyak
10
disebabkan oleh karena efek dari beberapa penyakit sistemik yang tersering yaitu rheumatoid
arthritis dan skleritis sekunder.4
Anatomi dan Fisiologi
Bola mata terdiri atas 3 lapisan. Lapisan terluar adalah lapisan fibrosa kuat berupa
sclera. Di dalamnya terdapat koroid yang kaya akan vaskularisasi dan lapisan dalamnya lagi
terdapat bagian sensoris mata yakni retina. Di sebelah anterior, sclera digantikan oleh kornea
yang transparan, yang tidak mengandung pembuluh darah atau limfatik sehingga bisa
ditransplantasikan. Pada limbus kornea terdapat struktur vena penting, sinus venosus sklerae
(canalis Schlemm). Di belakang kornea, koroid digantikan oleh korpus siliaris dan iris.
Korpus siliaris terdiri atas otot polos sirkular dan radial dari m.siliaris, yang dipersarafi oleh
serabutParasimpatis dari ganglion siliaris melalui n. okulomotorius. Otot ini bila
berkontraksi, merelaksasikan kapsula lensa dan memungkinkan lensa mata mengembang
sehingga berfngsi saat melihat dekat. Iris mengandung serabut otot polos dari m. dilator
pupilae dan sfingter pupilae, yang masing-masing dipersarafi oleh system simpatis (dari
ganglion servikalis superior) dan system para simpatis (dari n. okulomotorius melalui
ganglion siliaris). Lensa terletak di belakang pupil dan terlapisi dalam kapsula yang rapuh
menggantung dari prosessus siliaris melalui zonula zinnii.7,12
Korpus siliaris mensekresi humor aqueus ke kamera okuli posterior mata (di belakang
pupil). Aqueus kemudian berjalan melalui pupil ke kamera okuli anterior dan direabsorpsi ke
sinus venosus sklerae. Di belakang lensa mata bola mata mengandung hmor vitreus yang
kental.7
Retina terdiri atas lapisan saraf dalam dan lapisan berpigmen di atasnya. Lapisan saraf
memiliki lapisan sel ganglion terdalam yang aksonnya berjalan ke belakang membentuk n.
optikus. Di luarnya terdapat lapisan neuron bipolar dan kemudian lapisan reseptor batang dan
kerucut. Dekat kutub posterior mata terdapat macula lutea yang berwarna kekuningan yang
berfungsi sebagai daerah reseptor untuk penglihatan sentral. Diskus optikus adalah daerah
sirkular berwarna pucat pada ujung n. optikus dan merupakan tempat masuknya a. sentralis
retina. Arteri ini terbagi menjadi cabang atas dan bawah, masing-maisng memiliki cabang
temporalis dan nasalis.8
Fungsi utama mata adalah untuk memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel-
sel batang dan kerucut (sel fotoreseptor retina). Fotoreseptor kemudian mengubah energy
cahaya menjadi sinyal listrik untuk disalurkan ke SSP. Bagian retina yang mengandung
fotoreseptor sebenarnya adalah perluasan dari SSP dan bukan merupakan organ yang
terpisah. Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai daerah
11
fotoreseptor di semua daerah retina kecuali fovea. Di fovea, yaitu cekungan sebesar pangkal
jarum pentul dan terletak tepat di tengah retina, lapisan bipolar dan ganglion tertarik ke
samping sehingga cahaya secara langsung mengenai fotoreseptor. Sifat ini, ditambah dengan
kenyataan bahwa hanya sel kerucut (yang memiliki ketajaman atau kemampuan deskriminatif
lebih besar daripada sel batang) yang dijumpai di tempat ini, menyebabkan fovea menjadi
titik untuk penglihatan tajam. Sehingga kita harus memutar mata kita sehingga bayangan
benda yang kita lihat jatuh tepat di fovea. Daerah tepat di sekitar fovea yaitu macula lutea
juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi dan memiliki ketajaman yang cukup besar.
Namun, ketajaman macula lutea lebih rendah daripada ketajaman fovea karena adanya sel-sel
ganglion dan bipolar di atas macula.8
Struktur mikroskopik retina terdiri dari 3 jenis sel dan sinapsis mereka diatur (dari
luar ke dalam) dalam sepuluh lapisan berikut:1,9
1. Epitel pigmen, merupakan lapisan terluar retina yang terdiri dari satu lapisan sel yang
mengandung pigmen. Lapisan ini melekat ke lamina basal (Bruch's membran) dari
koroid.
2. Lapisan batang dan kerucut, lapisan batang dan kerucut ini adalah organ akhir visi dan
juga dikenal sebagai fotoreseptor. Lapisan batang dan kerucut hanya berisi segmen luar
sel fotoreseptor yang disusun seperti pagar kayu runcing. Ada sekitar 120 juta sel batang
dan 6,5 juta sel kerucut. Sel batang mengandung zat fotosensitif visual ungu (rhodopsin)
dan berperan pada penglihatan perifer dan pencahayaan rendah (scotopic visi).
Sedangkan sel kerucut juga mengandung zat fotosensitif dan terutama bertanggung
jawab untuk penglihatan sentral yang sangat diskriminatif (photopic visi) dan
penglihatan warna.
3. Membran limitan eksterna, merupakan membrane ilusi yang terletak di bawah sel-sel
batang dan kerucut.
4. Lapisan nucleus luar, terdiri dari inti dari sel batang dan sel kerucut.
5. Lapisan pleksiform luar, terdiri dari penghubung dari sel batang dan sel kerucut
spherules pedikel dengan dendrit sel bipolar dan sel horizontal.
12
Gambar 4. Lapisan-lapisan retina (Dikutip dari kepustakaan 9)6. Lapisan nucleus dalam, terutama terdiri dari tubuh sel bipolar. Juga mengandung tubuh
sel horizontal dan sel Muller dan kapiler dari arteri retina sentral. Sel bipolar merupakan
urutan pertama neuron.
7. Lapisan pleksiform dalam. Lapisan ini pada dasarnya terdiri dari hubungan antara akson
sel-sel bipolar dendrit dari sel-sel ganglion. Lapisan ini merupakan lapisan aselular.
8. Lapisan sel ganglion. Lapisan ini terutama berisi badan sel ganglion (neuron urutan
kedua). Ada dua jenis sel ganglion. Midget ganglion cells yang terdapat pada daerah
makula dan dendrit dari masing-masing sel sinaps tersebut berhubungan dengan akson
sel bipolar tunggal. Polysynaptic ganglion cells terutama di perifer retina dan masing-
masing sel sinaps tersebut dapat berhubungan dengan sel bipolar sampai seratus sel.
9. Lapisan serabut saraf (strata opticum) terdiri dari akson dari sel-sel ganglion, yang
melewati lamina cribrosa untuk membentuk saraf optik.
10. Membran limitan interna. Ini adalah lapisan terdalam dan memisahkan retina dari korpus
vitreus. Membran ini dibentuk oleh penyatuan terminal ekspansi dari serat Muller, dan
pada dasarnya adalah membran hialin.
Suplai darah retina
Empat lapisan retina mendapatkan nutrisi dari pembuluh koroidal sedangkan enam
enam lapisan lainnya mendapatkan pasokan dari arteri retina sentralis, yang merupakan
cabang dari arteri oftalmikus. Arteri retina sentralis muncul dari pusat cakram optik dan
terbagi menjadi empat cabang, yaitu nasal superior, temporal superior, nasal inferior dan
temporal inferior. Arteri yang terakhir ini tidak beranastomosis dengan satu sama lain. Vena
retinal mengikuti pola arteri retina. Vena retina sentral mengalir ke sinus kavernosus secara
langsung atau melalui vena oftalmikus superior. Satu-satunya tempat di mana sistem retina
anastomosis dengan sistem siliar adalah di wilayah lamina kribrosa.9
Etiologi dan Patogenesis
Sebagian besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan
atau lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogenosa (Rhegmatogenous
13
Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan
retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan
robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang
mengisi bagian tengah bola mata. Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila
korpus vitreum menyusut, maka dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat,
sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Beberapa jenis penyusutan korpus
vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada lanjut usia dan biasanya tidak menimbulkan
kerusakan pada retina. Korpus vitreum dapat pula menyusut pada bola mata yang tumbuh
menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan,
atau karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan
besar struktur korpus vitreum. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan dari korpus
vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara lapisan sensoris retina
dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan tersebut
di atas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi
dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta. Bentuk ablasio
retina yang lain yaitu ablasio retina traksi (Traction Retinal Detachment) dan ablasio retina
eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya terjadi sekunder dari penyakit lain.
Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan parut (fibrosis) yang melekat pada retina.
Kontraksi jaringan parut tersebut dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio
retina eksudatif dapat terjadi karena adanya kerusakan epitel pigmen retina (pada keadaan
normal berfungsi sebagai outer barrier), karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan.10,11,12
Adapun faktor-faktor predisposisi pada ablasio retina regmatogenosa antara lain.9
a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada 40-60 tahun. Namun, usia tidak menjamin
secara pasti karena masih banyak factor-faktor lain yang mempengaruhi
b. Jenis kelamin. Keadaan ini lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan laki-
laki : perempuan adalah 3 : 2
c. Miopia. Sekitar 40 persen kasus ablasio retinam regmatogenosaadalah seseorang yang
menderita rabun jauh
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia dari pada seseorang yang
fakia
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi.
f. Senile posterior vitreous detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina dalam
banyak kasus.
14
Pada ablasio retina traksi, dapat diakibatkan oleh beberapa kondisi berikut, antara lain:
Post-trauma yang meninggalkan jaringan parut
Retinopati diabetik proliferasi.
Post-hemoragik retinitis proliferans.
Retinopati sel sabit
Proliferatif retinopati pada penyakit Eales
Pada ablasio retina eksudatif dapat disebabkan oleh penyakit sistemik maupun
penyakit pada mata itu sendiri. Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan ablasio retina
eksudatif antara lain hipertensi renalis dan poliarteritis nodosa. Penyakit mata yang dapat
menjadi penyebab antara lain inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), penyakit vascular
(central serous retinopathy), neoplasma (retinoblastoma, melanoma malignan pada koroid),
perforasi bola mata pada operasi intraokuler.3,9
Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, ablasio retina dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu tipe
regmatogenosa dan non regmatogenosa:1,9,11,12
Ablasio retina regmatogenosa, yang merupakan ablasio retina primer. Tipe ini adalah
tipe yang paling umum terjadi. Pada ablasio retina regmatogenosa ini terjadi akibat
adanya robekan pada retina sehingga cairan vitreus masuk ke belakang antara sel pigmen
epitel dengan lapisan sensoris retina. Sehingga terjadi pendorongan retina oleh badan
kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga
subretina yang mengakibatkan terlepasnya lapisan dari lapis epitel pigmen koroid.
Gambar 2. Gambaran fundoskopi ablasio retina regmatogenosa
Dikutip dari kepustakaan 9
Ablasio retina non regmatogenosa merupakan ablasio retina yang terjadi akibat dari
penyakit lain. Ablasio tipe ini terbagi menjadi dua yaitu ablasio retina traksi dan
eksudatif.
15
Ablasio retina traksi, pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan
jaringan parut pada badan kaca. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang
dapat disebabkan diabetes mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca
akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio
retina regmatogenosa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama
akan membuat retina menjadi semakin halus dan tipis, sehingga dapat menyebabkan
terbentuknya proliferative vitreoretinophaty (PVR) yang sering ditemukan pada tipe
regmatogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi akibat kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel
glia, dan sel lainnya yang berada di dalam maupun di luar retina serta pada badan
vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan
menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan
terdapatnya robekan baru atau berkembang menjadi ablasio retina traksi.
Gambar 3. Gambaran funduskopi ablasio retina traksi
Dikutip dari kepustakaan 11
Ablasio retina eksudatif, terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan
mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan
dari pembuluh darah retina dan koroid. Hal ini disebabkan penyakit koroid atau
retina. Tetapi, walaupun letaknya yang penuh dengan vaskularisasi, tipe ini jarang
meluas, tidak seperti tipe regmatogenosa atau tipe traksi. Kelainan ini dapat terjadi
pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati dan toksemia
gravidarum.
16
Gambar 4. Gambaran fundoskopi ablasio retina eksudatif
Dikutip dari kepustakaan 9
DiagnosisDiagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi
dan pemeriksaan penunjang.12
Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah :
Floaters (terlihatnya benda melayang-layang) yang terjadi karena adanya kekeruhan di
vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
Photopsia/Light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya,
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap.
Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.
Pada ablasio retina regmatogenosa, pada tahap awal masih relative terlokalisir,
tetapi jika hal tersebut tidak di perhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi
yang lebih berat jika berlangsung sedikit demi sedikit menuju kearah makula. Keadaan
ini juga tidak menimbulkan rasa sakit tiba-tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika
kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba-tiba
awan gelap atau kerudung di depan mata.12
Selain itu, dari anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat
pembedahan sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum
intraokuler), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopa,
glaucoma dan retinopati diabetic), riwayat keluarga dengan penyakit mata serta penyakit
sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sikle cell disease,
leukemia, eklamsia dan prematuritas).11,12
17
Pemeriksaan oftalmologi
Adapun tanda-tanda yang dapat ditemukan pada keadaan seperti ini antara lain
Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya macula
lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar masuk.
Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila macula lutea ikut terangkat.
Tekanan intraokular biasanya sedikit lebih rendah atau mungkin normal.
Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio
retina dengan menggunakan oftalmoskopi indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina
yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi
gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
dubretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah
retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok dan membengkok di
tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Satu robekan
pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid di bawahnya.13
Electroretinography (ERG) adalah di bawah normal atau tidak ada.
Ultrasonography mengkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai khusus pada pasien
dengan media berkabut terutama di hadapan padat katarak.9,11,12
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Pada pembedahan ablasio
retina dapat dilakukan dengan cara:11,12,13
Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama
tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,
menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk).
Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk
sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama-tama
dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan
epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada
robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini
akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.
Retinopeksi pneumatik
18
Retinopati pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada
ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian
superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan
gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan
retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat
ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari.
Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung
disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari
untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.
Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus
atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada
dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous
melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk
menghilangkan berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan perlekatan-
perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio.Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik
bedah mata modern, meskipun kadang-kadang diperlukan lebih dan satu kali
operasi.12
Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan macula sebelum dan sesudah
operasi serta ketajaman visualnya. Jika keadaannya sudah melibatkan macula maka akan sulit
untuk menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87% dari
operasi yang melibatkan macula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus
dimana macula yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari macula tersebut.
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan macula dan perlangsungannya kurang
dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post oprasi sekitar 75% sedangkan yang
perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50%.
Dalam 10%-15% kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang
melibatkan macula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelum
dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberapa factor seperti irregular astigmat
19
akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progressif, dan edema macula. Komplikasi dari
pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih
menurun.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata Edisi 3. Fakultas kedokteran universitas indonesia. Jakarta.
2004. Hal.183-185.
2. Theodoro, Evan, MD. Retinal Detachment, Rhegmatogenous. [online] 2007 August, 02.
[cited] 2009 Nov 24. Available from http://www.emedicine.com
3. Wu, Lihteh, MD. Retinal Detachment, Tractional. [online] 2007 August, 02. [cited] 2009
Nov 24. Available from http://www.emedicine.com
4. Wu, Lihteh, MD. Retinal Detachment, exudative. [online] 2007 August, 02. [cited] 2009
Nov 24. Available from http://www.emedicine.com
5. Sanitato JJ. 2000. oftalmology umum Edisi 14. Jakarta : Penerbit widya medika.
6. O’connor Patrick Ph.D. 2008. Embryology of the Eye and Visual Pathways, Anatomy
and General Organization. Ohio : University collage of Osteophatic medicine.
7. Faiz Omar, Moffat David. 2004. Anantomi at a Glance. Jakarta : Erlangga. Hal. 151.
8. Sherwood Lauralee, 2001. Fisiologi Manusia dari sel ke system Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 165-169
9. Khurana A K. 2007. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi: New
age international (p) Limidted, publisher. Page. 249-252, 275-279.
10. Anonim. Ablasio. [online] 2009 Oktober, 07. [cited] 2009 November, 26. Available from
http://www.wikipedia.org
11. Regiello C, Chang TS. Johnson MW. Retinal Detachment. In : Retinal and Vitreus.
Chapter 11 Section 12. American Academy of Opthalmology 2008-2009. Singapore.
P.292-302.
20