case ulkus kornea
DESCRIPTION
MATATRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
- Nama : Ny. E
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Usia : 52 tahun
- Alamat : Pariaman
- Pekerjaan : Buruh
- Tanggal Pemeriksaan : 20 November 2012
Anamnesa
Keluhan Utama :
Mata kanan nyeri sejak 14 hari yang lalu setelah tertusuk duri daun rumbia
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Mata kanan nyeri sejak 14 hari yang lalu setelah tertusuk duri daun rumbia
- Awalnya pasien sedang menyusun daun rumbia, lalu salah satu daun yang pendek mengenai
mata pasien. Setelah kejadian, mata terasa nyeri dan pandangan seperti terhalang, lama
kelamaan semakin memburuk sampai akhirnya hanya bisa melihat cahaya
- Mata kanan merah dan berair
- Kedua mata tidak gatal
- Demam tidak ada
- Pasien pergi berobat ke bidan malam hari setelah terkena duri dan diberi obat makan dan obat
tetes. Pasien tidak ingat nama dan bentuk obat, keluhan tidak berkurang
- Keesokan harinya pasien berobat ke praktek dokter umum dan juga diberikan obat tetes dan
obat makan
- Akhirnya pasien berobat ke RS swasta di Padang dan dirujuk ke RSUP Dr. M.Djamil dengan
diagnosa ulkus kornea OD ec susp jamur dan diberikan obat solnazole, ciprofloxacin, LF, SA,
asam mefenamat, ketoconazole.
- Pemberian obat tradisional kepada mata seperti pengolesan daun-daunan atau cairan tetes
lainnya disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
- Pasien tidak pernah operasi mata sebelumnya
- Pasien tidak menderita penyakit DM, hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini
Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan Umum : Baik
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi Nadi : 85x/menit
- Frekuensi Nafas : 20x/menit
- Suhu : Afebris
Status Generalisata :
Kulit : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Status Oftalmologis
STATUS OFTALMIKUS OD OS
Visus tanpa koreksi 1/~ proyeksi sentral, temporal 5/15
Visus dengan koreksi - 5/10 (PH)
Refleks fundus - +
Silia / supersilia - Bulu mata tumbuh sejajar
tersusun rapi ke arah luar.
- Alis cukup tebal dan tidak ada
bagian yang rontok dan
beruban.
- Bulu mata tumbuh sejajar
tersusun rapi ke arah luar.
- Alis cukup tebal dan tidak
ada bagian yang rontok dan
beruban.
Palpebra superior Edema (+) Edema (-)
Palpebra inferior Edema (+) Edema (-)
Aparat lakrimalis Hiperlakrimasi Lakrimasi normal
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+), Papil (-), folikel (-),
sikatrik (-)
Hiperemis (-), Papil (-), folikel (-),
sikatrik (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Injeksi siliar (+)
Injeksi konjunktiva (+)
Hemoragik subkonjunktiva (-)
Injeksi siliar (-)
Injeksi konjunktiva (-)
Hemoragik subkonjunktiva (-)
Sklera Hiperemis Warna putih
Kornea Ulkus di sentral parasentral ukuran
7 x 7 mm, pinggir meninggi
Bening
Kamera Okuli Anterior Hipopion 2 mm Cukup dalam
Iris Membayang coklat Coklat , Rugae (+)
Pupil Sulit dinilai Refleks cahaya (+/+), diameter =
2-3 mm, bulat, letak sentral
Lensa Sulit dinilai Keruh
Korpus vitreum Sulit dinilai Bening
Fundus : Sulit dinilai
- Media - Media bening
- Papil optikus - Papil bulat, batas tegas.
c/d = 0,3-0,4
- Makula - Refleks fovea (+)
- aa/vv retina - aa : vv = 2 : 3
- Retina - Eksudat (-), perdarahan (-)
Tekanan bulbus okuli Tidak dilakukan Normal palpasi
Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas
Gambar
Diagnosis Kerja :
Ulkus Kornea OD ec susp jamur
Katarak imatur OS
Diagnosis banding :
-
Anjuran Pemeriksaan:
1. Fluoresen kornea
2. Laboratorium
- Pewarnaan Giemsa
- Larutan KOH
3. Kultur
Rencana Terapi :
1. Solnazole
2. LF, ed tiap jam OD
3. SA 3x1 OD
4. Ciprofloxacin 2x 500 mg
5. Asam Mefenamat sprn
6. Ketokonazole 2x 200 mg
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan
penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila
didiagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Ulkus kornea adalah
keadaan patologik kornea yang ditandai adanya infiltrat supuratif efek kornea bergaung, diskontinuitas
jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa
descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.
1.2 Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gambaran
klinis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosa dari ulkus kornea.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulisan tentang ulkus kornea.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk pada berbagai
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Gambar 2.1 Bola mata 1
Bola mata tidak sepenuhnya bulat; radius kurvatura kornea (8 mm) lebih kecil dibandingkan dengan
sclera (12 mm) sehingga membuat bentuk bola mata sedikit lonjong.
Kornea terletak di bagian tengah anterior bola mata. Kornea dewasa rata-rata mempunyai diameter
horizontal 12 mm dan diameter vertical 11mm. Bagian perifer kornea lebih tebal dibandingkan bagian
sentral, dimana bagian perifer mempunyai ketebalan 1 mm dan bagian sentral 0,5 mm. Limbus, yang
membatasi kornea dan sclera, berwarna keabuan dan jernih.
Bagian kornea yang terekspos dengan dunia luar dilindungi oleh precorneal tear film, yang terdiri dari 3
lapisan: superficial oily layer yang diproduksi oleh kelenjar meibom; middle aqueous layer yang
diproduksi oleh kelenjar lakrimal utama dan aksesori; dan deep mucin layer yang berasal dari sel goblet
konjungtiva. Peranan precorneal tear film ini sangat vital bagi fungsi normal kornea. Selain untuk
lubrikasi permukaan kornea dan konjungtiva, tear film juga menyediakan oksigen dan nutrisi, serta
mengandung immunoglobulin, lisosim, dan laktoferin. 1
Gambar 2.2 Lapisan Tear Film
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai 5 lapisan:
Gambar 2.3 Lapisan Kornea 5
1. Lapisan epitel: lapisan ini mempunyai lima atau enam lapis sel,dan berbatasan dengan lapisan
epitel konjungtiva bulbaris.
2. Lapisan Bowman: merupakan lapisan jernih aselular, yang terletak di bawah membrana basal
epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal
dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma: lapisan ini menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas jalinan
lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm dan tinggi 1-2 µm yang mencakup
hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan dengan permukaan kornea,
dan karena ukuran dan kerapatannya menjadikan kornea jernih secara optic.
4. Membran Descemet: merupakan lamina basalis endotel kornea. Saat lahir, tebalnya sekitar 3
µm dan terus menebal selama hidup, mencapai 10-12 µm.
5. Lapisan endotel: hanya memiliki satu lapis sel yang berperan dalam mempertahankan
deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya
seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan
pergeseran sel, dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan
edema kornea. 2
2.2 Definisi
Ulkus kornea yaitu kerusakan/ kehilangan epitel kornea yang sampai ke stromal, yang mempunyai
batas/ dinding dan dasar. 5
2.3 Patofisiologi
Lapisan epitel kornea merupakan barier utama terhadap paparan mikroorganisme. Jika
epitel ini rusak maka stroma yang avaskuler dan membran bowman akan mudah terinfeksi oleh
berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, amuba, jamur, dan virus. 3
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit
dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan
mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah
infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik. 6
2.4 Diagnosis
Diagnosis dari ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma, benda asing dan abrasi pada kornea,
riwayat pernah terkena kerattis yang berulang, pemakaian lensa kontak, serta penggunaan
kortikosteroid yang merupakan presdiposisi infeksi virus dan jamur, serta gejala klinis yang ada. 2
2. Pemeriksaan Oftalmologi
Untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp dan pencahayaan terang. Harus
diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea, daerah yang kasar
menandakan defek pada epitel.
Cara lain untuk melihat ulkus adalah dengan tes fluoresein. Pada tes fluoresein defek epitel
ditandai dengan adanya daerah yang berwarna hijau.
Penggunaan pengecatan fluorescein yang berguna untuk mengetahui eksposure stroma
dari kornea dan terlihat hijau dapat membantu menentukan batas ulkus kornea sekaligus dapat
melihat detail epithelium di sekitarnya. Misalnya ulkus pada herpes simplex menunjukkan
gambaran pola dendritik pada pengecatan. 7
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosa kausa dan juga penting untuk pemilihan
terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan. Melakukan swab pada kornea dan melihatnya
dengan mikroskop dengan pengecatan Gram maupun Giemsa dan preparasi KOH dapat melihat
adanya bakteri dan jamur dengan jelas. Kultur mikroba penting untuk mengisolasi organisme
penyebab pada beberapa kasus. 2
2.5 Klasifikasi
Ulkus kornea secara umum dibagi menjadi: 2
1. Ulkus kornea infeksi
Ulkus kornea bakteri
Ulkus kornea jamur
Ulkus kornea virus
Ulkus kornea Achantamoeba
2. Ulkus kornea non-infeksi
Ulkus Mooren
Ulkus dan infriltrat marginal
Keratokonjungtivitis fliktenular
A. ULKUS KORNEA BAKTERI
Keratitis bacterial merupakan penyebab utama ulkus kornea, dimana factor predisposisinya
termasuk pemakaian contact lens, trauma, bedah kornea, penyakit di permukaan okuler, penyakit
sistemik, dan konsumsi imunosupresan yang dapat mengganggu mekanisme pertahanan dari
permukaan okuler sehingga bakteri dapat menginvasi kornea.
Epidemiologi
Diperkirakan 30.000 kasus keratitis mikroba ditemukan di USA; yang mana 10 dari 30 orang
per 100.000 pemakai lensa kontak mendapat keratitis. Pada negara berkembang, keratitis bacterial
merupakan penyabab utama kebutaan, yang biasanya diakibatkan oleh trauma okuler. 3
Etiologi
Keratitis bacterial dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Di USA,
mikroorganisme terbanyak yang menyebabkan keratitis bacterial adalah Staphylococcus dan
Pseudomonas. Sedangkan di negara berkembang, Streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab utama.
Patofisiologi
Keratitis bacterial terjadi bila mikroorganisme dapat mengalahkan pertahanan host. Zat
patogen akan melekat ke bagian pinggir kornea yang mengalami abrasi dan menghindari
mekanisme pembersihan oleh tear film. 3 Gejala klinis yang ditemukan bervariasi tergantung
mikroorganisme penyebab:
Ulkus kornea Staphylococcus: pada mikrroorganisme ini sering ditemukan ulkus kornea sentral,
banyak diantaranya ada pada kornea yang biasa terkena kortikosteroid topical. Ulkusnya
disertasi hipopion dan sedikit infiltral pada kornea sekitar. Ulkus seringkali superficial dan dasar
ulkus terasa padat saat dikerok.
Ulkus kornea Streptococcus pneumoniae: ulkus biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi
pada kornea yang mengalami abrasi. Infeksi ini menimbulkan ulkus kelabu dengan batas cukup
tegas yang cenderung menyebar secara tidak teratur dan biasanya disertai hipopion.
Gambar 2.4 Ulkus Kornea Streptococcus 1
Ulkus Kornea Pseudomonas: ulkus berawal sebagai infiltrate kelabu atau kuning di tempat epitel
kornea yang retak. Ulkus dapat menyebar ke seluruh kornea dan mengakibatkan perforasi dan
infeksi intraocular yang berat. Infiltratnya mungkin berwarna kehijauan, hal ini disebabkan oleh
pigmen yang dihasilkan oleh Pseudomonas. Kasus ini biasanya berhubungan dengan
penggunaan lensa kontak dan mata terasa sangat nyeri.
Gambar 2.5 Ulkus Kornea Pseudomonas
Pemeriksaan Laboratorium
Selain mengkultur infiltrate di kornea, kultur dari kontak lens beserta cairan pembersihnya dan
penyebab lain yang mungkin seperti bagian kelopak mata yang terinfeksi juga dapat membantu
dalam menemukan organisme penyebab ulkus kornea.
Tatalaksana
Antibiotik spectrum luas harus diberikan sebagai terapi inisial sebelum mikroorganisme dapat
diidentifikasi dengan kultur. Jika tipe bakteri telah teridentifikasi dengan kultur, terapi lebih
difokuskan dengan menggunakan antibiotic yang sesuai, dengan catatan bahwa antibiotic spectrum
luas tidak boleh dihentikan.
Gambar 2.5 Terapi Ulkus Kornea Bakterial
B. ULKUS KORNEA JAMUR
Etiologi
Jamur merupakan flora normal pada ocular eksterna. Organisme yang sering ditemukan
adalah Aspergillus , Rhodotula, Candida, Penicillium, Cladosporium, dan Alternaria. 3
Keratitis jamur biasanya terjadi apabila terjadi trauma pada kornea, yang sering ditemukan
pada petani yang menggunakan alat pemotong rumput serta alat pertanian lainnya tanpa
menggunakan pelindung pada mata.
Selain itu, penggunaan kortikosteroid topical juga berdampak terhadap bertambah
buruknya keratitis jamur karena dapat mengaktivasi dan meingkatkan virulensi dari jamur dengan
menekan resistensi kornea terhadap infeksi. Sedangkan pada penggunaan kortikosteroid sistemik,
system imun cenderung ditekan sehingga memudahkan terjadinya keratitis jamur. Pada kasus yang
lebih sedikit juga ditemukan keratitis jamur yang berhubungan dengan pemakaian kontak lens. 1
Patofisiologi
Jamur mendapatkan akses ke stroma kornea melalui defek pada epitel. Defek ini dapat
disebabkan oleh trauma ekstrernal. Saat mencapai stroma, jamur bermultiplikasi dan menyebabkan
nekrosis pada jaringan. Setelah cukup dalam mencapai stroma,perlahan jamur akan melakukan
penetrasi ke membrane Descemet. Pengobatan akan sulit dilakukan apabila jamur sudah mencapai
COA. 3
Gejala Klinis
Pasien dengan keratitis jamur cenderung muncul dengan gejala inflamasi yang ringan
selama periode inisial dibandingkan dengan pasien keratitis bakteri. Manifestasi dari ulkusnya
berupa infiltrate kelabu dengan batas ireguler yang halus. Terkadang juga ditemukan infiltrate
multifokal atau satelit. Perluasan infeksi jamur ke COA sering ditemukan pada kasus dengan
inflamasi COA yang progresif. Jamur juga dapat menginvasi iris dan COP sehingga dapat terjadi
glaucoma sudut tertutup akibat blok pupil. 1
Gambar 2.6 Ulkus Kornea Jamur; Fusarium solani
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea
yang menunjukan adanya hifa. 4
Tatalaksana
Pasien dengan ulkus kornea jamur dapat diberi pengobatan berupa natamisin 5%. Terapi ini paling
banyak digunakan karena spesies Fusarium merupakan penyebab terbanyak keratitis jamur. Pada
keadaan keratitis jamur filamentosa yang parah, ketokonazol oral (200-600 mg/hari) dapat
digunakan sebagai terapi tambahan dan flukonazol oral (200-400 mg/hari) untuk keratitis jamur
ragi. Sedangkan itrakonazol oral mempunyai aktivitas spectrum luas untuk seluruh jenis Aspergillus
dan Candida. 1
C. ULKUS KORNEA VIRUS
1. Keratitis Herpes Simpleks
Keratitis herpes simpleks terdiri dari dua jenis yaitu primer dan rekuren. Keratitis herpes
simpleks adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan paling umum di
Amerika.2
Studi seroligik menunjukkan bahwa hampir semua orang dewasa pernah terpajan virus ini
walaupun tidak sampai menimbulkan gejala klinis penyakit. Setelah infeksi primer virus ini akan
menetap secara laten di ganglion trigeminum. Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan
oleh HSV tipe 1 (penyebab herpes labialis), tetapi beberapa kasus pada bayi dan dewasa dilaporkan
disebabkan oleh HSV tipe 2 (penyebab herpes genitalis). Lesi kornea yang ditimbulkan kedua jenis
ini tidak dapat dibedakan.2
a. Keratitis Epitelial
Pasien dengan keratitis epitel mengeluhkan sensasi benda asing,
sensitivitas terhadap cahaya, kemerahan, dan penglihatan kabur.1 Anestesi kornea umumnya
timbul pada awal infeksi dengan gejala yang minimal. Infeksi HSV pada epitel kornea manusia
bermanifestasi sebagai ulkus dendritik yang memiliki pola percabangan linear khas dengan tapian
kabur dan memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya. Pemulasan fluoresen membuat
dendrit mudah dilihat.2
Gambar 2.7 Ulkus dendritik dengan fluorescein1
Dengan penggunaan kortikosteroid topikal, daerah keratitis dendritik bisa bergabung lebih
lanjut dan bertambah besar menjadi ulkus lebih luas yaitu ulserasi gografik.1 Ulserasi geografik
adalah bentuk penyakit dendritik kronik dengan lesi dendritik halus yang bentuknya lebih lebar dan
tepian ulkus tidak terlalu kabur.2
Gambar 2.8 Ulkus geografik1
Diagnosis
Diagnosis klinis spesifik HSV sebagai penyebab keratitis dendritik biasanya dapat dibuat
berdasarkan adanya gambaran klinis yang khas. Kultur jaringan dan/ atau teknik deteksi antigen
dapat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kasus atipikal.1
b. Keratitis Stromal
HSV keratitis stroma adalah penyebab paling umum kebutaan kornea menular di Amerika
Serikat, dan ini adalah bentuk penyakit herpes eksternal berulang terkait dengan morbiditas visual
yang terbesar. Keratitis stromal herpes dapat berupa nonnecrotizing (interstitial atau disciform)
atau necrotizing, dan bentuk yang berbeda dapat muncul bersamaan.1
Keratitis disiformis adalah bentuk penyakit stromal paling umum pada infeksi HSV.
Stromanya edema di daerah sentral yang berbentuk cakram, tanpa infiltrasi berarti dan biasanya
tanpa vaskularisasi. Edema pada kornea dapat menghasilkan lipatan-lipatan di membrane
Descement, dan mungkin juga terdapat keratic precipitate tepat dibawah lesi disiformis tersebut.2
Patogenesis keratitis disiformis umumnya dipandang sebagai suatu reaksi imunologik
terhadap antigen virus dalam stroma atau endotel.2
Gambar 2.9 Keratitis disiformis1
Keratitis herpes necrotizing muncul sebagai peradangan kornea supuratif. Kelainan bisa
berat, progresifitas cepat dan munculan klinis dibedakan dari keratitis bakteri atau jamur fulminan.1
Gambar 2.10 Necrotizing Keratitis1
Tatalaksana
Terapi keratitis HSV bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea disamping
mengurangi efek merusak dari reaksi radang.
a) Debridement
Cara efektif untuk mengobati keratitis dendritik adalah dengan debridement epitel karena
virus berlokasi didalam epitel dan debridement juga mengurangi beban antigenic virus pada stroma
kornea. Debridement dilakukan dengan menggunakan aplikator berujung kapas khusus.2
b) Terapi obat
Agen antiviral topical yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine, trifluridine,
vidarabine dan acyclovir. Untuk penyakit stromal trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif
dibandingkan dengan yang lain.
Acyclovir oral bermanfaat untuk penyakit mata berat dengan dosis 5 x 400mg perhari pada
pasien imunokompeten dan 5 x 800mg perhari untuk pasien atopik atau imun lemah. Dosis
profilaks penyakit rekuren adalah 2 x 400mg perhari.
Pemakaian kortikosteroid dihindari pada pasien dengan kelainan yang mungkin akan
sembuh sendiri.2
2. Keratitis Virus Varicella-Zoster
Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk yaitu primer (varicella) dan
rekurens (herpes zoster).
Manifestasi Klinis
Pada varicella jarang terjadi manifestasi pada mata, sementara zoster-oftalmik lebih sering
dijumpai. Berbeda dengan keratitis HSV rekuren yang umumnya hanya mengenai epitel, keratitis
VZV mengenai stroma dan uvea anterior sejak awal. Lesi epitel pada infeksi VZV bersifat amorf dan
berbercak, sesekali terdapat pseudodendrit linear yang agak mirip dengan dendrit sejati pada
keratitis HSV.
Kekeruhan stroma disebabkan oleh edema dan infiltrasi sel ringan yang pada awalnya
hanya subepitelial. Kehilangan sensasi kornea, dengan resiko terjadinya keratitis neurotropik, selalu
merupakan ciri mencolok dan sering menetap berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah
sembuh.2
Tatalaksana
Obat antiviral intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk mengobati herpes
zoster oftalmik. Dosis oral acyclovir adalah 5 x 800mg sehari selama 10-15 hari atau valacyclovir 3 x
1g perhari selama 7-10 hari atau famcyclovir 3 x 500 mg perhari selama 7-10 hari. Terapi dimulai 72
jam setelah timbul kemerahan. Kortikosteroid diperlukan untuk keratitis berat.2
D. ULKUS KORNEA ACANTHAMOEBA
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air tercemar yang
mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba biasanya dihubungkan
dengan lensa kontak yang dipakai semalaman atau pada individu bukan pemakai lensa kontak
setelah terapapar air atau tanah yang tercemar.
Manifestasi Klinis
Gejala awal adalah rasa nyeri yang tidak sebanding dengan temuan klinisnya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinis yang khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma dan
infiltrate perineural tetapi sering kali hanya ditemukan perubahan-perubahan yang berbatas tegas
pada epitel kornea.
Gambar 2.11 Keratitis Acanthamoeba 1
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan biakan diatas media khusus (agar non-nutrien yang dilapisi E.
coli), bahan yang diambil adalah biopsy kornea.
Tatalaksana
- Debridement
- Terapi obat dimulai dengan larutan isethionate propamidine topical 1%
- Tetes mata neomisin forte
- Keratoplasti pada pasien dengan infeksi yang telah lanjut.
E. ULKUS MOOREN
Penyebabnya belum diketahui, tetapi proses autoimun mempenyai peran penting.
Walaupun belum diketahui penyebabnya, factor presipitasinya termasuk trauma atau pembedahan
dan ekspos terhadap infeksi parasit. Hipotesis dasar dari kasus ini adalah inflamasi yang
berhubungan dengan trauma sebelumnya atau infeksi bisa jadi telah merubah ekspresi dari antigen
kornea atau konjungtiva atau reaktifitas silang yang terjadi antara efektor imun yang terbentuk
sebagai respon infeksi dan antigen kornea. 1
Ulkus Mooren sering dijumpai pada usia tua, tapi tidak berhubungan dengan penyakit
sistemik.2
Gejala klinis
Ulkus Mooren ini bersifat kronik, nyeri, progresif, dan merupakan suatu ulserasi dari stroma
kornea perifer dan epitel kornea. 60-80% bersifat unilateral. Biasanya ulkus ini dimulai dari kornea
perifer dan menyebar secara circumferen dan kemudian sentripetal dengan tepi yang rusak /tergali
dari jaringan yang tidak berepitel. Terjadi inflamasi di mata dan nyerinya bisa hebat dengan
photofobia. Perforasi bisa terjadi dengan trauma yang minor atau sedang dalam infeksi sekunder.
Vaskularisasi yang menyebar dan fibrosis pada kornea bisa terjadi.1,2
Gambar 2.12 Ulkus Mooren5
F. ULKUS DAN INFILTRAT MARGINAL
Ulkus ini ditimbulkan oleh reaksi sensitisasi terhadap produk bakteri yang biasanya adalah
Staphylococcus dan Haemophylus aegyptius dimana antibody dari pembuluh limbus bereaksi
dengan antigen yang berdifusi melalui epitel kornea.2
Gejala klinis
Ulkus ini kebanyakan bersifat jinak tapi sangat nyeri. Awalnya berupa infiltrat linear atau
lonjong yg terpisah dari limbus dan pada akhirnya menjadi ulkus serta mengalami
vaskularisasi.Proses ini biasanya sembuh sendiri setelah 7-10 hari tetapi yang menyertai
blefarokonjungtifitis stafilokokus umumnya kambuh2
Tatalaksana
Terapi adalah dengan menyembuhkan blefaritis yaitu dengan shampoo dan antibiotic.
Kadang dibutuhkan kortikosteroid untuk mempersingkat perjalanan penyakit dan mengurangi
gejala. Tetapi sebelum diberikan kortikosteroid terlebih dahulu harus dibedakan dengan keratitis
herpes marginal.2
G. KERATOKONJUNGTIVITIS FLIKTENULAR
Merupakan respon hipersensitifitas lambat terhadap S. aureus atau bakteri lain yang
berproliferasi pada tepi palpebra pada blefaritis.Lesi ini dapat juga timbul sebagai respon terhadap
Mycobacterium tuberculosis.2
Gejala klinis
Umumnya bilateral membentuk parut dan vaskularisasi dan jika terjadi di konjungtiva saja
tidak meninggalkan bekas. Pada mata terdapat flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas
berwarna putih keabuan dengan atau tanpa neovaskularisasi yang menuju ke arah benjolan
tersebut. Biasanya bersifat bilateral. Pasien akan merasa matanya panas disertai gatal dan tajam
penglihatannya berkurang. Lesi ini mula-mula timbul di limbus tetapi pada serangan berikutnya
dapat mengenai konjungtiva bulbi dan kornea.2,4
Gambar 2.13 Keratokonjungtivitis fliktenular5
Tatalaksana
Fliktenula yang tak diobati akan menyembuh dalam 10-14 hari.Kortikosteroid topical
memperpendek lama penyakit dan mengurangi timbulnya parut dan vaskularisasi.Selain itu infeksi
pemicunya juga harus diobati.2
2.6 Terapi Bedah pada Ulkus Kornea
A. FLAP KONJUNGTIVA
Merupakan prosedur yang efektif untuk menangani inflamasi dan penyakit kornea
structural ketika pengembalian penglihatan bukanlah suatu perhatian yang utama. Saat ini telah
jarang digunakan karena telah luasnya indikasi dari penetrating keratoplasty, antibiotic yang lebih
efektif, ketersediaan dari lensa kontak dan kemajuan dari manajemen penyakit inflamasi kornea.
Prosedur ini tidak digunakan pada keratitis infeksi yang aktif atau perforasi kornea karena
sisa jaringan yang terinfeksi dapat berproliferasi di bawah flap.
Indikasi :
Ulserasi kronik dari epitel dan stromal yang steril seperti HSV keratitis, keratokonjugtivitis
sicca,dan lain-lain
Luka kornea yang tertutup tetapi tidak stabil
Bullous keratopathy pada pasien yang tidak bisa dilakukan PK
Penglihatan yang berkurang dan terbentuknya barrier terhadap masuknya obat merupakan
kelemahan dari prosedur ini. 1
B. KERATECTOMY SUPERFISIAL
Merupakan eksisi dari lapisan superficial dari kornea (epitel, lapisan Bowman, atau stroma
superficial)l tanpa penggantian jaringan.
Indikasi:
Pembuangan dari jaringan yang hiperplastik atau nekrosis
Eksisidari material asing di kornea
Eksisi jaringan corneal superfisial yang dysthropic1
C. TRANSPLANTASI KORNEA
Adalah bedah penggantian dari kornea baik yang seluruhnya (Penetrating Keratoplasty)
ataupun bagian lamellar (Lamelar Keratoplasty).1
Penetrating keratoplasty merupakan penggantian kornea seutuhnya sedangkan lamelar
keratoplasty merupakan penggantian sebagian ketebalan kornea untuk mengganti kornea anterior
dengan tebal stroma yang bervariasi. PK mempunyai indikasi yang lebih luas daripada LK
dikarenakan LK tidak menggunakan penggantian endotel, hal inilah yang menyebabkan PK masih
digunakan sampai sekarang. Sementara itu LK mempunyai beberapa keuntungan seperti
rehabilitasi penglihatan yang lebih cepat, persyaratan yang minimal untuk pendonor, mengurangi
resiko penolakan graft serta mengurangi resiko masuk ke dalam kamar anterior (mengurangi resiko
terjadinya glaucoma, katarak, perdarahan, endoftalmitis).1,2
Donor lebih muda lebih disukai untuk PK dan keratoplasti endothelial lamellar karena
terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan kornea dan jumlah endotel. Sel
endotel cepat mati, maka hendaknya segera dienukleasi setelah donor meninggal dan dibekukan.
Mata yang utuh sebaiknya segera dimanfaatkan dalam 48 jam tapi sebaiknya dalam 24 jam.2
Untuk keratoplasti lamellar dan lamellar dalam, kornea dapat dibekukan, didehidrasi, atau
disimpan dalam lemari es selama berminggu-minggu karena sel endotel tidak penting dalam
prosedur ini.2
1. Penetrating Keratoplasty (PK)1
Indikasi :
Patologi dari stroma ataupun endothelial kornea
Komplikasi :
Terbukanya luka
Glaukoma
Endofthalmitis
Persisten epithelial defect
Rekurensi penyakit primer
Kegagalan graft primer
Penolakan graft
Astigmatisme kornea
Keuntungan :
Mengeliminasi masalah penglihatan terkait interface
Kerugian :
Sering terjadi refractive error
Post operatif astigmatism
Penyakit permukaan ocular
2. Descemet Stripping Automated Endothelial Keratoplasty (DSAEK)1
Indikasi :
Dysthrophy endotelial
Pseudophakic bullous keratoplasty
Sindrom ICE
Kegagalan graft kornea
Komplikasi :
Blok pupil
Dislokasi lentikula
Kegagalan graft primer
Keuntungan :
Rehabilitasi visual yang cepat
Kelengkungan kornea yang stabil
Kuatsecara structural
Mengeliminasi masalah penjahitan
Kerugian :
Subepitelial fibrosis
Epitel yang ireguler
Tingginya kemungkinan hilangnya sel endothelial
3. Superficial Anterior Lamellar Keratoplasty (SALK)1
Indikasi :
Dystrophy superficial dari stroma
Degenerasi Salzmann nodular
Parut/ trauma/ dermoid
Infeksi
Perforasi kornea
Komplikasi :
Kehilangan dari lenticular donor
Perforasi kornea
Keuntungan :
Rehabilitasi visual yang lebih cepat
Penjahitan yang minimal
Mengurangi resiko penolakan graft
Mengurangi resiko penetrasi kekamar anterior
Kerugian :
Permukaan yang ireguler
4. Deep Anterior Lamelar Keratoplasty (DALK)1
Indikasi :
Keratokonus
Infeksi
Dystrophy stroma kornea yang tak melibatkan endotel
Penipisan kornea
Corneal ectasia
Perforasi kornea
Komplikasi :
Penolakan graft
Inflamasi nekrosis dari graft
Keuntungan :
Kuat
Buka jahit yang lebih cepat
Lebih sedikit tergantung pada kortikosteroid topical
Persyaratan yang minimal untuk jaringan donor
Kerugian :
Permukaan ireguler
2.7 Komplikasi
2.8 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan, cepat lambatnya penyakit ini
ditangani, jenis mikroorganisme penyebab, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang
luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pengobatan serta timbulnya komplikasi, maka
prognosisnya menjadi lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. 2011- 2012. External Disease and Cornea. San Fransisco:
AAO.
2. Vaughan, DG. Asbury, T. 2008. Oftalmologi Umum edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
3. Ilyas, Sidarta. et al. 2003. Penuntun Ilmu Penyakit Mata FKUI Edisi ke-3. Gaya Baru: Jakarta.
4. Getry Sukmawati. 2011. Bahan Kuliah Kornea. FK Unand: Padang.
5. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia. 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran Edisi ke- 2. Sagung Seto: Jakarta.