case vk obgyn finish maju

35
BAB I PENDAHULUAN Salah satu komplikasi kehamilan yang sering membahayakan ibu dan anak adalah perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber dari kelainan plasenta antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya. 1,2 Di dunia, insidensi perdarahan antepartum yang terutama disebabkan oleh plasenta previa dan solusio plasenta yaitu kurang lebih 3% dari seluruh komplikasi kehamilan. Solusio plasenta merupakan penyebab perdarahan antepartum terbanyak dengan persentase 32% diikuti plasenta previa yang menduduki peringkat peringkat kedua dengan persentase 30%. 2 Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (IRNA RSUD) Propinsi Riau pada tahun 2004, perdarahan antepartum menduduki peringkat keempat dari sepuluh besar kasus Obstetri dan ginekologi. Solusio plasenta disebut juga abruptio placentae mengacu kepada separasi prematur dari plasenta yang berimplantasi normal pada korpus uteri setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. 1,2,3,4 Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Apabila terjadi sebelum kehamilan 20 minggu, mungkin akan dibuat diagnosis abortus imminens. 2 Keluhan dan gejala pada solusio plasenta bervariasi, berupa perdarahan eksternal bisa banyak sekali, meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek 1

Upload: rizka-hannifa

Post on 24-Jul-2015

327 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case VK Obgyn Finish Maju

BAB IPENDAHULUAN

Salah satu komplikasi kehamilan yang sering membahayakan ibu dan anak adalah

perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber dari

kelainan plasenta antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan antepartum

yang belum jelas sumbernya.1,2

Di dunia, insidensi perdarahan antepartum yang terutama disebabkan oleh plasenta

previa dan solusio plasenta yaitu kurang lebih 3% dari seluruh komplikasi kehamilan. Solusio

plasenta merupakan penyebab perdarahan antepartum terbanyak dengan persentase 32%

diikuti plasenta previa yang menduduki peringkat peringkat kedua dengan persentase 30%.2

Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (IRNA RSUD) Propinsi Riau

pada tahun 2004, perdarahan antepartum menduduki peringkat keempat dari sepuluh besar

kasus Obstetri dan ginekologi.

Solusio plasenta disebut juga abruptio placentae mengacu kepada separasi prematur

dari plasenta yang berimplantasi normal pada korpus uteri setelah kehamilan 20 minggu dan

sebelum janin lahir.1,2,3,4 Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun dapat pula terjadi

setiap saat dalam kehamilan. Apabila terjadi sebelum kehamilan 20 minggu, mungkin akan

dibuat diagnosis abortus imminens.2

Keluhan dan gejala pada solusio plasenta bervariasi, berupa perdarahan eksternal bisa

banyak sekali, meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek

langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta

sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.1,3

Pada penelitian prospektif yang dilakukan oleh Hurd dkk (1983) didapatkan gejala solusio

plasenta berupa perdarahan pervaginam sebanyak 78 %, nyeri tekan uterus atau nyeri

pinggang sebanyak 66 % dan fetal distress sebanyak 60 %.1,4

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan

lamanya solusio plasenta berlangsung.2 Tatalaksana bervariasi tergantung usia gestasi dan

keadaan ibu dan janin. Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus seorang pasien masuk VK

IGD RSUD AA Pekanbaru pada tanggal 17 juni 2012 pukul 11.23 WIB dengan G1P0A0

gravid aterm + belum inpartu + IUFD + Hemorrhagic ante partum ec susp Solusio plasenta.

Kemudian akan dibahas apakah diagnosa, tindakan dan penatalaksaaan ini sudah tepat dan

sesuai dengan literatur.

1

Page 2: Case VK Obgyn Finish Maju

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Pasien masuk via VK IGD RSUD Arifin Achmad rujukan dari dokter umum di RS

Selat Panjang pada tanggal 14 Juni 2012 pukul 11.23 WIB, dengan diagnosa G1P0A0 35

minggu tidak aterm + janin tunggal mati intra uterin + presentasi bokong belum masuk PAP

+ belum inpartu + plasenta previa totalis.

Identitas Penderita

Nama : Ny. K Nama suami : Tn. S

Umur : 35 tahun Umur : 44 tahun

Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Melayu Suku : Melayu

No MR : 76 98 46

Di VK IGD

Anamnesis

PBM masuk via VK IGD pada tanggal 14 Juni 2012 pukul 11.23 WIB dengan

keluhan utama perdarahan dari kemaluan sejak 11 jam SMRS. Sejak 11 jam SMRS pasien

mengalami perdarahan dari kemaluan warna merah segar, jumlah banyak terus menerus tanpa

rasa sakit, kontraksi (-). Pasien tidak pernah mengalami perdarahan sebelumnya. Pasien

kemudian dibawa ke RS Selat Panjang 1 jam kemudian, gerakan janin tidak dirasakan lagi.

Tidak ada riwayat trauma dan diurut sebelumnya.

RHM : mual (+), muntah (+) nyeri kepala (+) perdarahan (-)

RHT : mual (-), Muntah (-), perdarahan (-), pusing (-)

PNC : rutin kontrol 1x setiap bulan di Puskesmas Selat Panjang, imunisasi (+),

vitamin (+)

Riwayat haid: menarche usia 13 tahun, awalnya tidak teratur, 1 tahun kemudian mulai

teratur, lamanya 7 hari

RKB : (-)

RPD : HT (-), Asma (-), DM (-)

RPK : HT (+) DM (+)

2

Page 3: Case VK Obgyn Finish Maju

Riwayat pengobatan (-)

HPHT : ?/ 9/2011 TP ?/6?2012

Pemeriksaan fisik :

Ku : Baik

TD : 130/90 mmHg

HR : 60x/i menit

RR : 20x/i menit

T : 36,5 0 C

TB : 150 cm

BB : 59 kg

TFU : 38 cm

TBJ : 4030 gr

DJJ : (-)

HIS : (-)

Status Obstetrikus

Muka : kloasma gravidarum (-)

Mammae : Membesar, hiperpigmentasi areola (+), inverted papil (-)

Abdomen :

Inspeksi : perut membesar sesuai dengan usia kehamilan, linea nigra (+), striae (+)

Palpasi :

L1 : teraba bagian lunak, besar dan tidak melenting, 1 jari di bawah proc.

xyphoideus, TFU 38 cm

L2 : teraba tahanan terbesar disebelah kanan dan bagian kecil di kiri

L3 : bagian terbawah teraba keras, bulat dan terfiksir

L4 : bagian terbawah sudah masuk PAP

Auskultasi : BJA (-)

TBA 4030 g

His (-)

Genitalia

Inspeksi : Vulva dan uretra dalam batas normal, tampak darah merah segar dan bekuan

darah di introitus vagina, tidak mengalir.

Inspekulo : tidak dilakukan

Laboratorium (14 Juni 2012)

Hb : 8 gr/dL

Ht : 22,5 %

3

Page 4: Case VK Obgyn Finish Maju

Leukosit : 18.800 mm3

Trombosit : 370.000 mm3

Diagnosis Kerja: G1P0A0 gravid aterm + IUFD + susp solusio plasenta

Rencana

1. Konsul konsulen dr.SpOG oleh konsulen didiagnosis solusio plasenta dan IUFD

dan langsung direncanakan untuk SC cito

2. Konsul anestesi

3. RL 20 tpm

4. Transfusi PRC 2 Labu

Prognosis : Dubia

LAPORAN OPERASI

Pada tanggal 14 juni 2012 jam 12.00

- Bayi laki-laki apgar score 0

- Observasi : TTV, perdarahan per vaginam, synto 1 mg/kolf

- Perdarahan sekitar 1 liter

- Plasenta lepas sebagian kecil di anterior lebih kurang 1/3 bagian

- Terapi : infus+synto, transfusi 1 liter` WB, ceftriaxon/12 jam

Anamnesis ulang pada tanggal 17 juni 2012

Pasien mengeluhkan keluar darah dari kemaluan pukul 22.00 wib pada tanggal 13 juni

2012, pasien mengaku darah yang keluar bewarna merah segar, pasien belum pernah

mengalami perdarahan pada masa kehamilan sebelumnya dan perdarahan tidak terasa nyeri.

Pada pukul 22.30 pasien mengeluhkan darah bewarna merah dan bergumpal kemudian

pasien merasakan nyeri dan perut terasa tegang. Pasien masih dapat merasakan gerakan janin.

kemudian pasien dibawa ke RS Selat Panjang selama perjalanan pasien tidak merasakan lagi

gerakan janin, dan perdarahan masih berlangsung dan pasien masih merasakan nyeri. Di RS

Selat Panjang pasien diperiksa dan dilakukan USG dari hasil USG didapat kan plasenta

previa totalis dan IUFD (hasil tidak dilampirkan), kemudian pasien di rujuk ke RSUD AA

karena tidak ada ketersedian darah. Selama diperjalanan pasien mengaku masih keluar darah

dan perut terasa nyeri. Pasien mengaku keluar darah sebanyak 1 kain. Pukul 08.56 pasien

masuk VK IGD dilakukan anamnesis dan pemeriksaan ulang. Dan didiagnosis dengan

G1P0A0H0 gravid aterm belum inpartu + IUFD + susp placenta previa. Kemudian

4

Page 5: Case VK Obgyn Finish Maju

dikonsulkan dengan konsulen jaga dr.SpOG didiagnosis dengan solusio plasenta dan

disarankan untuk dilakukan SC cito.

RHM: mual (+), muntah (+), nyeri kepala (+) tidak menggangu aktivitas, pendarahan (-)

RHT: Mual (-), muntah (-), pusing (-), pendarahan (-), trauma (-)

RPD: ginjal (+)5 tahun yg lalu, HT (-), DM (-), Asma (-), penyakit jantung (-)

RPK: HT (-), DM (-), Asma (+), penyakit jantung (-)

Riwayat Haid : Menarche umur 13 tahun, satu tahun pertama tidak teratur kemudia teratur.

Lama 7 hari. HPHT : ?-9-2011. TP: ?-6-2012

Riwayat KB: (-)

Riwayat perkawinan : Menikah 1 x, usia 28 tahun

Riwayat kehamilan/abortus/persalinan: 1/0/0

Riwayat antenatal care: pemeriksaan kehamilan teratur 1x/ bulan di puskesmas Selat

Panjang, imunisasi (+) diberikan vitamin.

Diagnosis Kerja: G1P0A0 gravid aterm + belum inpartu + IUFD + Hemorrhagic antepartum

ec susp Solusio plasenta + anemia.

5

Page 6: Case VK Obgyn Finish Maju

FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan penyakit Terapi

15/6/2012

Pukul

06.30

16/6/2012

S: perdarahan (+), DC terpasang (+)

O:

KU: sedang

Kesadaran: Composmentis

TD: 100/50mmHg RR: 20x/ menit

HR: 76x/menit Suhu: afebris

Luka operasi : Perdarahan (-), nanah

(-), TFU setinggi pusat, kontraksi

lemah, bising usus (+)

A : P1A0H0 post SCTPP atas indikasi

solusio plasenta dengan IUFD+ nifas

hari 1

S: perdarahan (+), BAK lancar (+),

pasien masih pucat

O:

KU: sedang

Kesadaran: Composmentis

TD: 100/50mmHg RR: 20x/ menit

HR: 80x/menit Suhu: 38,2

Konjungtiva anemis (+)

Luka operasi : Perdarahan (-), nanah

(-), TFU setinggi pusat, kontraksi

lemah, bising usus (+)

A : P1A0H0 post SCTPP atas indikasi

solusio plasenta dengan

IUFD+anemia+ nifas hari 2

-IVFD RL 20 tpm

-Transfusi WB 1000cc

-Cefotaxim/12 jam

DC off

IVFD off

Cefadroxil tab 500 mg

2x1

PCT tab 500 mg 3x1

SF tab 2x1

BAB III

6

Page 7: Case VK Obgyn Finish Maju

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Solusio plasenta

3.1.1 Definisi

Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal

pada uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa

gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai

dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma

retroplasenter.3

Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika

amniokhorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan

keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas, perdarahan tertampung dalam uterus

(perdarahan tersembunyi) yang tampak pada tabel 1: 3

Tabel 1. Perbedaan perdarahan keluar dan tersembunyi.

Perdarahan Keluar Perdarahan Tersembunyi

Keadaan umum penderita relatif lebih baik

Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit

Jarang berhubungan dengan hipertensi

Keadaan penderita lebih jelek

Plasenta terlepas luas, uterus keras/ tegang

Sering berkaitan dengan hipertensi

3.1.2 Etiologi

Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui, tetapi beberapa kondisi

yang berhubungan dijabarkan dalam tabel 2: 2

Tabel 2. Faktor resiko solusio plasenta

Faktor risiko Risiko relatif

Peningkatan usia dan paritas 1.3-1.5

Preeklamsia 2.1-4.0

Hipertensi kronis 1,8-3,0

Pecah prematur membran 2,4-4,9

Multifetal kehamilan 2,1

Bayi berat lahir rendah 14,0

Hidramnion 2.0

Merokok 1,4-1,9

Thrombophili 3-7

7

Page 8: Case VK Obgyn Finish Maju

Penggunaan kokain NA

Prior abruption 10-25

Mioma uteri NA

3.1.3 Patologi

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan

terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium

atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan

perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus 3,4

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan mendesak jaringan

plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun

belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan

didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna

kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang

meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan.

Akibatnya hematom subkhorionik akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya

seluruh plasenta akan lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput

ketuban, keluar melalui vagina atau menembus masuk ke dalam kantong ketuban, atau

mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya

berlangsung hebat akan terjadi Uterus Couvelaire, dimana seluruh permukaan uterus akan

tampak bercak kebiruan atau berwarna ungu. Uterus seperti ini akan terasa sangat tegang dan

nyeri dan akan mengganggu kontraktilitas uterus setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya

akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.4

Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan

tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan

intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.

Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini

terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat

tubuh lainnya.

3.1.4 Gambaran Klinik

8

Page 9: Case VK Obgyn Finish Maju

1. Solusio Plasenta Ringan

Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, pelepasan

sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan

pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak

sakit, atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang

agak tegang ini harus selalu diawasi, apakah menjadi semakin tegang karena

perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya

solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-

hitaman.3

2. Solusio Plasenta Sedang

Plasenta terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum duapertiga luas

permukaan. Tanda dan gejala timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan,

tetapi bisa juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak

lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan

pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000

ml. Ibu jatuh kedalam syok, demikian pula janinnya jika masih hidup mungkin telah

berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri

tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup,

bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal

mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta

berat. 3

3. Solusio Plasenta Berat

Plasenta telah terlepas lebih dari sepertiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-

tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok, dan janinnya telah meninggal.

Uterusnya sangat tegang seperti papan, dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam

tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan perdarahan pervaginam

mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan- keadaan di atas besar

kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan

fungsi ginjal. 3

3.1.5 Diagnosis

Keluhan dan gejala solusio plasenta bervariasi berupa; perdarahan eksternal, yang

berefek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada,

tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal. Solusio plasenta dengan

9

Page 10: Case VK Obgyn Finish Maju

perdarahan tersembunyi akibat kemungkinan koagulopati, intensitas perdarahan yang tidak

diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat. 3,4

Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus

solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta: 3,4

Tabel 3. Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)1. Perdarahan per vaginam 782. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 663. Gawat janin 604. Persalinan prematur idiopatik 225. Kontraksi berfrekuensi tinggi 176. Uterus Hipertonik 177. Kematian janin 15

Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :

1. Anamnesis

Nyeri perut.

Perdarahan pervaginam berupa darah segar dan bekuan darah yang kehitaman.

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti.

Kepala pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang, Ibu anemis yang tidak sesuai

dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.

Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi

Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi

Fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois(wooden uterus)

baik waktu his maupun di luar his.

Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi (5,19)

10

Page 11: Case VK Obgyn Finish Maju

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas

140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas

lebih dari sepertiga.

5. Pemeriksaan dalam

Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu

his maupun di luar his.

Apabila ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini

akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini

sering meragukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum

Tekanan darah turun dan dapat jatuh dalam keadaan syok dan takikatdi.

7. Pemeriksaan laboratorium

Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan leukosit.

Darah : Hb turun, kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, fibrinogen.

8. Pemeriksaan plasenta

Plasenta tipis, cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat

koagulum (darah beku) di belakang plasenta., disebut hematomaretroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

3.1.6 Diagnosa Banding

Diagnosis banding plasenta previa antara lain solusio plasenta, vasa previa, laserasi

serviks atau vagina, yang tersering adalah solutio plasenta. Perbedaannya dapat dilihat pada

tabel 1.

Kelainan lokal di serviks dapat dengan mudah didiferensiasi dengan pemeriksaan

spekulum (inspekulo). Perdarahan dari vasa previa biasanya diikuti dengan fetal distress dan

dapat mengakibatkan kematian janin. Untuk membedakan darah janin dengan darah ibu

dilakukan test Singer (Alakali denaturasi) atau dengan test Apt. Kedua test ini berdasarkan

ketahanan darah janin terhadap alkali, dimana dengan NAOH darah ibu akan berubah mejadi

kecoklatan sedangkan darah janin tetap berwarna merah.7,8 Sedangkan pada plasenta

sirkumfalata perdarahan bersifat ringan dan diagnosis hanya dapat dibuat setelah ekspulsi

plasenta.

Tabel 1. Gambaran pembeda plasenta previa dan solutio plasenta

11

Page 12: Case VK Obgyn Finish Maju

Gambaran Klinis PLASENTA PREVIA SOLUTIO PLASENTA

Perdarahan

Karakter darah KU dan anemia

Tanpa nyeri, rekurenBiasanya terlihat

Merah terangSesuai dengan darah yang

terlihat

Nyeri, terus menerusBisa terlihat, tersembunyi atau

gabungan keduanyaKehitaman

Tidak sesuai (tipe tersembunyi)

Pemeriksaan Abdomen Tinggi FUT Perabaan uterus Malpresentasi BJA

Sesuai dengan usia kehamilanLunak dan relaksasiSering ditemukan

Biasanya ada

Lebih besar (tipe tersembunyi)Tegang, nyeri, kakuTidak berhubunganBiasanya tidak ada

Plasentografi Palsenta di SBR Plasenta di SAR

Pemeriksaan Vagina (perabaan forniks)

Plasenta teraba Tidak teraba

3.1.7 Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang

terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :

1. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya proses yang lain. Aktifasi sistem

koagulasi terjadi dengan cara:

1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan jaringan

desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus solusio plasenta,emboli air ketuban,

ruptur uteri, dan terjadi secara perlahan dan membahayakan pada kasus IUFD dan missed

abortion.Alarm, 2001

2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan mengaktifkan

faktor koagulasi.2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam kategori ini.Miller A, 2002

3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid. Hal ini terjadi

pada reaksi transfusi. Alarm, 2001

Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan cairan pengganti

yang tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid menyebabkan terjadinya vasospasme,

menyebabkan kerusakan endotel, dan memicu terjadinya DIC. Hipotensi menurunkan perfusi

12

Page 13: Case VK Obgyn Finish Maju

sehingga terjadi hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan memicu terjadinya DIC.

DIC bisa dihindari dengan mengganti cairan yang cukup, meskipun pada anemia yang berat. Foley, 2000

Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali gejala dan tanda komplikasi obstetri yang

mendasari terjadinya DIC. Manifestasi perdarahan yang muncul bisa berupa hematom,

purpura, epistaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang lebih dramatis terjadinya

perdarahan aktif dari luka operasi dan perdarahan post partum. Alarm, 2001 Perdarahan bisa

berupa hematuria, perdarahan gastrointestinal, intracarnial dan internal bleeding. Miller A, 2002

Gejala sisa adanya trombosis jarang ada pada DIC yang terjadi secara akut, gejala lebih

banyak ditutupi oleh kecenderungan terjadinya perdarahan. Manifestasi adanya trombosis

adalah disfungsi ginjal, hepar, dan paru. Alarm, 2001

Patogenesis terjadinya DIC meliputi peningkatan pembentukan trombin, penurunan

mekanisme fisiologis antikoagulan, dan terhambatnya proses fibrinolisis. Antikoagulan

fisiologis meliputi antitrombin III, protein C dan TFPI (tissue factor pathway inhibitor). Pada

DIC kadar antitrombin III, yang merupakan inhibitor trombin utama menurun sebagai respon

terhadap proses koagulasi yang sedang berlangsung, degradasi oleh elastase yang dikeluarkan

oleh neutrofil aktif, dan gangguan sintesis antitrombin III. Foley, 2000

Penurunan fungsi sistem protein C disebabkan oleh penurunan aktifitas trombomodulin,

penurunan kadar fraksi bebas protein S (kofaktor esensial protein C),disamping penurunan

sintesis. Penurunan aktivitas fibrinolitik diperantrai oleh peningkatan inhibitor aktivator

plasminogen tipe 1, penghambat utama sistem fibrinolitik, dan penelitian klinik menunjukkan

meskipun terdapat aktivitas fibrinolitik, pada DIC aktivitasnya terlalu lemah dibandingkan

aktivitas pembentukan fibrin. Levi, 2003

2. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat

dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai

sekalipun, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang

tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III dan adanya kelainan pada

pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan

proporsi perdarahan yang terlihat. 3,4

13

Page 14: Case VK Obgyn Finish Maju

Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera

ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kematian dan

kesakitan ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi

akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok

perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan

petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan

tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan

mengkoreksi keadaan koagulopati. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan

yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga

dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.

3. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering pada solusio plasenta, akibat

hipovolemia. Nekrosis tubuli ginjal akibat perfusi ginjal terganggu karena syok dan

pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau

korteks ginjal mendadak..3.6 Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan

pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat.

Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah, pemberantasan infeksi, atasi

hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan

darah (2).

4. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh

hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPCM

dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang

ditelitinya.+ Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%,

berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka

akan terjadi gangguan pembekuan darah.3,6,8

5. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot rahim dan di bawah

perimetrium atau dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan

kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru yang biasa disebut Uterus

couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak tergantung pada

kesanggupannya menghentikan perdarahan.

6. Komplikasi janin: Fetal distress dan gangguan pertumbuhan/perkembangan, hipoksia

dan anemia dan kematian.

14

Page 15: Case VK Obgyn Finish Maju

3.1.8 Terapi

Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis,

yaitu:

a. Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada

perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)

dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (2).

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin

jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka

kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati

lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan. 5

b. Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di

rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio

sesaria. 6

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi

sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.6 Amniotomi

akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.

Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi

dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan

mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik. Persalinan juga dapat

dipercepat dengan infus oksitosin yang memperbaiki kontraksi uterus. 4, 5.

Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi

adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan

penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk

sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh karena itu

oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus

secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai

hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah

yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia,

menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

15

Page 16: Case VK Obgyn Finish Maju

Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan

pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh

karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan

bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat

mencegah kelainan pembekuan darah.

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta.

Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus

oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.

Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika

perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria, tindakan histerektomi

perlu dilakukan.6

3.1.9 Prognosis

Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,

banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun

atau pre-eklampsia, tersembunyi tdaknya perdarahnnya, dan jarak waktu antara terjadinya

solusio plasenta sampai pengosongan uterus.2

Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada

solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luanya plasenta yang

terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan yang lebih dari 2000 ml

biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus solusio plasenta tertentu seksio sesarea

dapat mengurangi kematian janin. Sebagaimana pada setiap kasus perdarahan, persediaan

darah seckupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janin.2

3.2. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

3.2.1. Definisi

Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa

sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated

Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai

kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi

pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa

yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan

berat janin waktu lahir diatas 1000 gram.

16

Page 17: Case VK Obgyn Finish Maju

Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO

dan American College of Obstetricians and Gynaecologists  telah merekomendasikan

bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana

berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak semua

negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari

pengertian IUFD (Kliman, 2000) IUFD dievaluasi melalui USG dengan color doppler.

3.2.2 IUFD pada Solusio Plasenta

Pada solusio plasenta, terjadi pemisahan vili korialis plasenta dari tempat implantasinya

di desidua basalis sehingga terjadi perdarahan, hingga akhirnya membentuk hematom

retroplasenta. Hematom retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari

sirkulasi maternal/lasenta ke sirkulasi janin. Perdarahan yang berlanjut akan menyebabkan

hematom semakin membesar dan semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang

terlepas, sehingga menyebabkan keadaan asfiksia pada janin. Profuse bleeding juga

menurunkan jumlah volume darah ke dalam sirkulasi plasenta. 2 keadaan inilah yang

menyebabkan terjadinya kematian pada janin.

3.3. Anemia9

3.3.1. Definisi

Anemia merupakan penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak

dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan

perifer. Secara praktis anemia dapat ditunjukkan dengan kadar hemoglobin. Menurut kriteria

WHO, seorang laki-laki dan perempuan dewasa dikatakan anemia jika Hb < 13 g/dL dan <

12 g/dL. Sedangkan perempuan dewasa yang hamil dengan nilai Hb < 11 g/dL dapat

dikatakan anemia.

3.3.2. Klasifikasi

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi

morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin, yaitu terdiri dari anemia

hipokromik mikrositer, anemia normokromik normokrom, dan anemia makrositer.

Sedangkan menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu

berdasarkan gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi),

17

Page 18: Case VK Obgyn Finish Maju

kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh

sebelum waktunya (hemolisis).

3.3.3. Gambaran Klinis

Pada anemia akibat perdarahan akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit.

Kehilangan darah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan

peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya

peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis

gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.

3.3.4. Diagnosis

Anemia bukan merupakan suatu kesatuan penyakit, tetapi hanya suatu

sindrom yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar. Pendekatan

diagnosis anemia dilakukan dengan anamnesis. Pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan penyaring, yaitu

dengan pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi.

Kemudian juga dapat dilakukan pemeriksaan darah seri anemia yang meliputi

hitung leukosit, trombosit, retikulosit dan laju endap darah. Untuk mengetahui

keadaan sistem hematopoesis dapat dilakukan pemeriksaan sumsum tulang dan

beberapa pemeriksaan khusus untuk indikasi tertentu.

3.3.5. Diagnosis Banding

Anemia yang ditimbulkan akibat perdarahan akut belum menunjukkkan peningkatan

retikulosit yang bermakna, sedangkan pada perdarahan kronis gambarannya akan menyerupai

anemia defisiensi besi.

3.3.6. Terapi

Terapi pada anemia yang disebabkan oleh perdarahan adalah dengan melakukan

transfusi. Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda

gangguan hemodinamik. Pada anemia perdarahn kronik transfusi diberikan jika anemia

bersifat simtomatik atau adanya anacaman payah jantung. Transfusi yang diberikan dapat

berupa packed red cell atau whole blood. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan

perdarahan harus segera dihentikan.

18

Page 19: Case VK Obgyn Finish Maju

19

Page 20: Case VK Obgyn Finish Maju

BAB IV

PEMBAHASAN

Yang menjadi permasalahan pada pasien ini adalah:

1. Apakah diagnosis pasien ini sudah tepat?

2. Apakah penanganan pasien ini sudah tepat?

1. Apakah diagnosis pasien ini sudah tepat

Diagnosis awal pasien masuk ke IGD dengan rujukan RS Selat Panjang adalah

G1P0A0 35 minggu tidak aterm + janin tunggal mati intrauterin + presentasi bokong belum

masuk PAP + belum inpartu + plasenta previa totalis. Diagnosis ini tidak tepat, dimana tidak

mencantumkan penulisan kata “gravid” sebelum diagnosis usia kehamilan, dan keterangan

mengenai janin tidak perlu dimasukkan ke dalam diagnosis. Penegakan diagnosis plasenta

previa totalis tidak tepat, ini dibuktikan dari anamnesis ulang. Dimana dari anamnesis tidak

didapatkan kriteria gejala klinis yang mendukung diagnosa tersebut, seperti perdarahan

berulang, tanpa nyeri saat perdarahan, dan warna darah yang merah segar.

Sementara saat di IGD, ditegak kan diagnosis oleh dokter jaga IGD dengan

diagnosis G1P0A0 + gravid aterm + IUFD + suspec solusio plasenta dan kemudian

dikonsulkan dengan konsulen jaga dr. SpOG dengan advise solusio plasenta + IUFD +

anemia

Penulisan status paritas yaitu G1P0A0 sudah tepat karena telah sesuai dengan kaidah

penulisan status obstetri.

Diagnosis usia kehamilan pasien ini pada IGD sudah tepat karena berdasarkan

penghitungan dengan rumus Naegele [(tanggal sekarang – tanggal HPHT) + (bulan sekarang

– bulan HPHT) x 4⅓] dimana HPHT pasien ini September 2011 dan tanggal pemeriksaan

pada 14 Juni 2012, perkiraan usia kehamilan 39-40 minggu, janin aterm. Jika digunakan cara

Spiegelberg dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis maka didapatkan usia

kehamilan lebih dari 40 minggu, karena tinggi fundus uteri pasien ini 38 cm.

Penulisan janin tunggal mati intra uterin atau IUFD pada kasus ini sudah tepat.

Karena tidak didapatkan lagi gerakan janin, baik dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

20

Page 21: Case VK Obgyn Finish Maju

hasil anamnesis didapatkan ibu tidak lagi merasakan gerakan janin 10 jam SMRS. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan perut pasien terasa tegang. Pada solusio plasenta akan

ditemukan perut ibu membuncit tidak sesuai dengan masa kehamilan, tetapi pada pasien ini

tidak diketahui karena tidak dilakukannya pemeriksaan fisik secara cermat. Seharusnya pada

pemeriksaan fisik ditambahkan dari inspeksi buncit kehamilan Dan juga ditunjang dengan

setelah dilakukan operasi didapatkan janin lahir mati dan tidak ada gerakan dada dan denyut

jantung janin.

Kemungkinan kematian janin pada pasien ini tidak hanya semata disebabkan oleh

solusio plasenta, karena dari hasil operasi didapatkan plasenta terlepas hanya sepertiga

bagian. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kematian janin pada

solusio plasenta, disebabkan oleh terlepasnya plasenta lebih dari sepertiga plasenta. Dari hal

tersebut seharusnya difikirkan kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat menyebabkan

kematian pada janin ini, seperti adanya insufisiensi plasenta yang dapat dibuktikan pada

durante operationum.

Penegakkan diagnosis solusio plasenta pada pasein ini oleh dr jaga igd dan konsulen jaga

dr SpOG sudah tepat. Penegakkan diagnosis ini didasarkan oleh anamesis dan pemeriksaan

fisik. Dimana pada anamnesis didapatkan perdarahan yang muncul pertama kali, perdarahan

disertai nyeri, warna darah merah kehitaman, pasien sudah tidak merasakan gerakan janin.,

pada pemeriksaan fisik didapatkan perut terasa tegang, denyut jantung janin (-), HIS (-) ini

menunjang penegakan diagnosis ke arah solusio plasenta dimana, adanya suatu perdarahan

disertai rasa nyeri, warna darah merah kehitaman dan bergumpal, perut terasa tegang dan

merupakan perdarahan pertama kali hingga adanya kematian janin. Namun pada pasien ini

tidak ditemukan adanya faktor predisposisi solusio plasenta, dimana ini merupakan

kehamilan pertama, pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, trauma maupun kebiasaan

diurut. tidak ada riwayat merokok.

Diagnosis post operasi pada pasien ini : P2A0H0 Pasca SCTPP a/i solusio plasenta dan

IUFD.

Dari laporan operasi selama durante operationum seperti ditemukannya adanya pelepasan

plasenta di bagian anterior lebih kurang sepertiga bagian yang mengindikasikan solusio

plasenta dan bayi yang meninggal di dalam rahim. Insersi plasenta tidak diketahui. Dengan

temuan-temuan di atas, diagnosis post operasi pada pasien ini sudah benar.

21

Page 22: Case VK Obgyn Finish Maju

2. Apakah penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini sudah tepat?

Pada pasien ini, di RS Selat Panjang tidak diberikan penatalaksanaan apapun. Hal ini

tidak tepat, karena pada kasus perdarahan, prinsip awal penatalaksanaan adalah terapi cairan.

Seharusnya, sebelum dirujuk pasien ini dipasang IV line RL atau NaCl untuk menjaga

stabilitas hemodinamik dan mencegah syok hipovolemik.

Pada kasus ini setelah ditegakkan diagnosis G1P0A0H0 gravid aterm dengan HAP ec

solusio plasenta + anemia serta IUFD, diputuskan untuk dilakukan SC emergency.

Berdasarkan kepustakaan seharusnya tindak lanjut pada pasien ini adalah pemberian transfusi

darah, dimana pada pasien didapatkan nilai Hb 8 g/dL sehingga dibutuhkan 6 kantong whole

blood untuk memenuhi kadar Hb normal (12 g/dL). Pada pasien ini seharusnya dilakukan

amniotomi dan akselerasi dengan oksitosin. Amniotomi dilakukan untuk merangsang

persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Persalinan ini diharapkan terjadi dalam 6 jam

setelah penegakan diagnosis solusio plasenta, tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun

sudah dilakukan amniotomi dan drip oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan

adalah seksio sesaria. Pada kasus ini tidak dilakukan amniotomi dan akselerasi, namun

langsung dilakukan SC.

22

Page 23: Case VK Obgyn Finish Maju

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah G1P0A0 + gravid aterm + IUFD + solusio

plasenta + anemia

2. Tatalaksana pada pasien ini kurang tepat

5.2 Saran

1. Seharusnya dilakukan anamnesis yang cermat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

penegakan diagnosa.

2. Diharapkan pasien dapat berkonsultasi pada dokter spesialis untuk kehamilan selanjutnya.

3.

23

Page 24: Case VK Obgyn Finish Maju

DAFTAR PUSTAKA

1. Khoman, John S. Perdarahan hamil Tua dan Perdarahan Post Partum. Cermin Dunia

Kedokteran: no 80:60-63,1992.

2. Prawirohardjo, S. Perdarahan Ante partum. Dalam: Ilmu kbidanan, Edisi III. Jakarta:

Yayasan Bina Pustakan Sarwono Prawirihardjo.362-367, 2002.

3. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical

Haemorrrhage. Williams Obstetric 23th Edition. Prentice Hall International Inc

Appleton. Lange USA. 2010; 767

4. Akhyar Y. Karakteristik kasus Solusio plasenta di bagian obstetric dan ginekologi rsud

arifin achmad pekanbaru periode 1 januari 2002 – 31 desember 2006.

5. Shad H deering. Abruptio placentae. Dikutip dari :

http://emedicine.medscape.com/article/252810-overview. Diunduh tanggal 22 juni 2012

6. Dutta, DC : Heart Disease in Pregnancy ; Textbook of Obstetrics ; 5 th ed. New Centrak

Book Agency, Calcutta , 1998, 19: 293-96

7. Sumapraja S: Perdarahan Antepartum; Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga Cetakan Keempat,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999, 23:305-18.

8. Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisi II.Jakarta:EGC

9. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 622-5. 2006.

24