cassia alata
DESCRIPTION
ggTRANSCRIPT
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 1/22
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Infeksi jamur merupakan infeksi dengan prevalensi cukup tinggi di
Indonesia, mengingat Indonesia termasuk dalam negara beriklim tropis dan
mempunyai kelembaban yang tinggi (Rianyta, 2011). Salah satu infeksi jamur
yang sering di Indonesia adalah dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita, yang terdiri dari tiga genus
yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Penelitian mengenai kasus dermatofitosis di India menunjukkan bahwa
sebanyak 71 pasien dengan kultur positif menderita dermatofitosis. Hasil kultur
memperlihatkan biakan Trichophyton spp pada 66 pasien (93%), dengan
Trichophyton rubrum sebagai spesies utama yang menyebabkan dermatofitos
(Venkatesan, 2007).
Pengobatan medis untuk dermatofitosis dengan lesi lokal yang minimal
menggunakan preparat imidazol seperti mikonazol dan klotrimazol , sedangkan
untuk lesi yang sistemik menggunakan ketokonazol, terbinafin dan griseosulvin.
Ketokonazol masih menjadi pilihan utama diberbagai negara dan efektif terhadap
tinea korporis, kruris, pedis, dan infeksi jamur pada kuku. Tetapi obat ini memiliki
efek samping bagi tubuh, seperti kerusakan hati (Weller, 2008). Maka dari itu
masyarakat masih menggunakan pengobatan tradisional untuk pengobatan
terhadap dermatofitosis.
Pengobatan tradisonal yang dilakukan di Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan
Kelam Tengah, Kabupaten Kaur, menggunakan kombinasi rebusan akargelinggang dan jahe merah untuk mengobati penyakit kurap. Hasil penelitian
menunjukan akar gelinggang memiliki senyawa aktif seperti rhein dan
chrysophanol yang merupakan derivat dari anthrakuinon dan memperlihatkan
adanya aktivitas biologis seperti sebagai antimikroba, antijamur, antitumor,
antioksidan, dan sitotoksik. Di Suriname ektrak akar geinggang digunakan
sebagai obat pada kasus gangguan ovarium (Fernand, 2008). Hasil penelitian
mengenai ekstrak daun gelinggang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 2/22
2
terhadap penghambatan pertumbuhan Trichophyton sp pada umur kultur 1 x 24
jam, 2 x 24 jam (Hujjatusnaini, 2010). Rimpang jahe (Zingiber officinale)
menunjukkan minyak atsiri yang terkandung dalam Zingiber officinale memiliki
efek antijamur terhadap Tricophyton mentagrophytes, Tricophyton rubrum, dan
Microsporum canis (Fahrudin, 2008).
Dari hasil penelitian di atas didapatkan bahwa rimpang jahe merah dan
tanaman gelinggang terbukti memiliki efek sebagai antifungal, tetapi belum ada
penelitian yang menyebutkan bahwa kombinsasi akar gelinggang dan rimpang
jahe merah dapat menghambat pertumbuhan jamur Trichophyton rubrum. Selain
itu pengobatan alternative tinea korporis dengan menggunakan kombinasi ekstrak
akar gelinggang dan rimpang jahe merah yang dilakukan di Desa Tanjung Ganti I,
Kecamatan Kelam Tengah, Kabupaten Kaur belum pernah diteliti efektivitasnya
sebagai antifungal. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai “Uji Efektivitas Kombinasi Antifungal Ekstrak Akar Gelinggang
(Cassia alata L.. ) dan Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Var . rubrum
Rosc ) Terhadap Pertumbuhan Trichophyton rubrum.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1.2.1 Apakah kombinasi dari ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah
memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan T. rubrum?
1.2.2 Bagaimana perbandingan efektifitas antifungal kombinasi ekstrak akar
gelinggang dan rimpang jahe merah dibandingkan dengan penggunaan
ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah saja?
1.3 Hipotesis
H0 : Kombinasi dari ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah tidak
memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan T. rubrum.
H1 : Kombinasi dari ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah
memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan T. rubrum.
H2 : Kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah memiliki
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 3/22
3
efek daya hambat yang lebih kuat terhadap pertumbuhan T. Rubrum
dibandingkan dengan hanya menggunakan ekstrak akar gelinggang dan
jahe merah saja.
1.4 Tujuan
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menentukan besarnya daya
hambat dari kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah terhadap
pertumbuhan T. rubrum.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
khasiat kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merahdalam menghambat pertumbuhan T. rubrum sehingga dapat digunakan
dalam penatalaksaanan penyakit akibat infeksi T. rubrum.
1.5.2 Hasil dari penelitian ini dapat menjadi data awal untuk penelitian
selanjutnya mengenai efektivitas kombinasi ekstrak akar gelinggang
dan rimpang jahe merah dalam menghambat pertumbuhan T. rubrum
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 4/22
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tr ichophyton rubrum
Trichophyton rubrum adalah spesies dari dermatofita yang paling sering
menyebabkan infeksi jamur pada manusia di seluruh dunia (Dao, 2012).
2.1.1 Taksonomi (Dao, 2012) :
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Famili : Arthrodermactaeceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum
T. rubrum dibedakan menjadi 2 tipe yaitu T. rubrum tipe downy atau
berbulu halus dan tipe granular. T. rubrum tipe downy memiliki karakteristik yaitu
produksi mikrokonidia yang jumlahnya sedikit, halus, tipis, kecil, dan tidak
mempunyai makrokonidia. Sedangkan karakteristik T. rubrum tipe granuler yaitu
produksi mikrokonidia dan makrokonidia yang jumlahnya sangat banyak.
Mikrokonidia berbentuk clavate dan pyriform, makrokonidia berdinding tipis, dan
berbentuk seperti cerutu. T. rubrum berbulu halus (downy) adalah strain jamur
yang paling banyak menginfeksi manusia dan paling sering menyebabkan infeksi
kronik pada kulit dan kuku. Sedangkan untuk T. rubrum tipe granular menjadi
penyebab paling sering tinea korporis di Asia Tenggara dan suku Aborigin di
Australia (Ellis, 2007).
Gambar 2.1 Kultur dan Mikroskopik T. rubrum granular strain
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 5/22
5
Gambar 2.2 Kultur dan Mikroskopik T. rubrum downy strain (Ellis, 2007)
2.2 Infeksi Tr ichophyton rubrum
Patologi dari infeksi T. rubrum antara lain menginfeksi kulit dan kuku
melalui degradasi keratin, hal ini disebabkan karena kemampuan jamur
mensekresi enzim proteolitik yang merupakan faktor virulensi terutama pada T.
rubrum. Infeksi dapat di tularkan dari orang ke orang melalui kontak kulit.
Antifungal dapat berguna untuk mencegah infeksi T. rubrum (Moore, 2012).
2.3 Botani Gelinggang (Cassia alata L.)
2.3.1 Deskripsi Gelinggang (Cassia alata L.)
Gelinggang adalah tanaman sejenis perdu yang besar dan banyak tumbuh ditempat yang lembab. Gelinggang sering di sebut ketepang cina, mempunyai
ukuran daun yang besar dengan bentuk bulat yang letaknya berhadapan satu sama
lain. Bunga gelinggang berwarna kuning dan berbentuk mahkota pada bagian
bawahnya, ujung kuncup pada tandan berwarna coklat muda. Gelinggang tumbuh
subur pada dataran rendah sampai ketinggian 1400 M di atas permukaan laut
(Iptek, 2013).
2.3.2 Taksonomi Cassia alata L. Roxb (USDA, 2013):
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Family : Fabaceae
Spesies : Cassia alata L.
Sinonim : Senna alata (L.) Roxb.
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 6/22
6
Gambar 2.3 Akar Gelinggang (dok. pribadi, 2013)
2.3.3 Nama umum Gelinggang :
Indonesia : ketepang cina, ketepeng kebo
Melayu : gelenggang besar
Pilipina : akapulko
2.3.4 Kandungan senyawa kimia akar gelinggang
Skrining fitokimia dari daun dan akar Cassia alata L.. menunjukkan
adanya senyawa alkaloid, karbohidrat, tannin, saponin, fenol, flavonoid,
anthraquinones dan cardiac glycosides (Mahmood, 2008).
Tabel 2.1 Fitokimia ekstrak akar dan daun Cassia alata L..
Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Ekstrak Akar
Alkaloid + +
Karbohidrat + +
Tanin + +
Saponin + +
Fenol + +
Flavonoid + +
Antrakuinon + +
Cardiac glicosida + +
Sumber : (Mahmood, 2008)
Dari hasil penelitian departemen kimia, Universitas Negri Lousiana, Baton
Rouge, LA, USA, bahwa terdapat kandungan senyawa kimia yaitu enam senyawa
fenolik, lima antrakuinon (Rhein, aloe-emodin, emodin, chrysophanol dan
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 7/22
7
physcion) dan flavonoid pada ekstrak akar gelinggang (Cassia alata L. Roxb ).
Identifikasi analit dilakukan dengan menggunakan standar dan on-line massa
deteksi spektrometri menggunakan tekanan atmosfer ionisasi kimia. Konsentrasi
senyawa fenolik dalam ekstrak akar ditentukan dengan menggunakan HPLC
dengan deteksi ultraviolet pada 260 nm (Fernand, 2008).
Gambar 2.4 Struktur kimia dari enam senyawa fenolik dalam ekstrak akar
gelinggang (Fernand, 2008)
2.4 Botani Jahe Merah (Zingiber offi cinale var. rubrum Rosc)
2.4.1 Deskripsi Jahe Merah ( Zingiber officinale var. rubrum Rosc )
Jahe merah adalah jenis jahe yang paling sering digunakan sebagai obat
tradisonal karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe
yang lainnya (Mudrikah, 2006). Jahe merah yang dikenal di Indonesia hanya
satu jenis, namun di beberapa daerah termasuk di Bengkulu ditemukan jahe
merah dengan ukuran rimpang sangat kecil dan sangat pedas, sehingga diduga di
Indonesia terdapat 2 macam jahe merah, yaitu rimpang besar dan rimpang
kecil (Supriadi, 2011). Jahe merah atau jahe sunti memiliki rimpang berwarna
merah dan lebih kecil daripada jahe putih kecil. Daging rimpangnya
berwarna jingga muda sampai merah. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm
dengan panjang rimpang hingga 12.5 cm. (Mudrikah, 2006).
Tanaman jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae yang memiliki akar
serabut, dan termasuk dalam tanaman berkeping satu (monokotil). Jahe kerap
tumbuh pada ketinggian 10-1500 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan jahe
adalah 25-3000
C. Morfologi jahe terdiri dari rimpang, batang, daun, bunga dan
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 8/22
8
buah. Batang jahe termasuk dalam batang semu dengan tinggi 30-100 cm. Akar
jahe berbentuk rimpang dengan daging akar bewarna kuning ataupun kemerahan
dengan bau khas yang menyengat. Daun tanaman jahe menyirip dengan panjang
15-23 mm dan panjang 8-15 mm (Fathona, 2011).
Di Indonesia dikenal 3 jenis jahe yaitu jahe yakni jahe merah (Z. Officinale
Roscoe var. rubrum), jahe putih kecil (Z. officinale Var . amarum) dan jahe putih
besar (Z. officinale Var . officinale). Ketiga varietas jahe tersebut memiliki
perbedaan morfologi pada warna kulit dan ukuran rimpang, akar, batang, kadar
serat, kadar pati, dan kadar minyak atsiri nya. (Supriadi, 2011).
2.4.2 Taksonomi Zingiber officinale Var. rubrum Rosc (USDA, 2013):
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta-Flowering Plants
Class : Liliopsida-Monocotyledoneae
Order : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Zingiber Mill
Species : Zingiber officinale
Spesies Jahe merah : Zingiber officinale var. rubrum Rosc
Gambar 2.5 Rimpang Jahe merah (dok. pribadi, 2013)
2.4.3 Kandungan Senyawa Kimia Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum
Rosc )
Bagian utama pada jahe yang dimanfaatkan adalah rimpangnya. Rimpang
jahe digunakan secara luas sebagai bumbu dapur dan obat herbal untuk beberapa
penyakit. Rimpang jahe mengandung beberapa komponen kimia yang berkhasiat
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 9/22
9
bagi kesehatan. Rimpang jahe merah sudah digunakan sebagai obat secara
turuntemurun karena mempunyai komponen volatile (minyak atsiri) dan non
volatile (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain,
yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3% (Natalia,
2012).
Dari hasil penelitian menyatakan bahwa dari analisa kimia pada tanaman
jahe dapat diketahui kandungan senyawa antara lain flavonoida, polivenol,
minyak atsiri, gingerol, limonene, 1,8 cineole, 10-dehydroginger dione, 6-
gingerdione, alpha-linolenic acid, arginine, aspartic, betha-sitosterol, caprilic-acid,
capsaicin, chorogenic acid, farnesal, farnese dan farnesol (Gholib, 2008).
2.5 Uji Aktivitas Antimikrob
Pada uji ini diukur respons pertumbuhan populasi mikroorganisme
terhadap agen antimikrob. Tujuan assay antimikrob (termasuk antibiotik dan
substansi antimikrob nonantibiotik, misalnya fenol, bisfenol, aldehid), adalah
untuk menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa
antimikrob di pabrik, untuk menentukan farmakokinetik obat pada hewan atau
manusia, dan untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji
antimikrob adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien.
(Pratiwi, 2008).
2.5.1 Metode Disc Difussion (tes Kirby dan Bauer)
Metode ini untuk menentukan aktivitas agen antimikrob. Piringan yang
berisi agen antimikrob diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroba
yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasi adanya
hambatan pertumbuhan mikroba oleh agen antimikrob pada permukaan media
agar (Pratiwi, 2008).
2.5.2 Metode Dilusi
Metode Dilusi dibedakan menjadi dua, yaitu Metode Dilusi Padat dan
Metode Dilusi Cair. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan Minimum
Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal/Fungicidal
Concentration. Dimana metode dilusi cair menggunakan tabung reaksi yang diisi
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 10/22
10
dengan agen anti mikroba yang diencerkan dengan media cair dan ditambahkan
dengan jamur atau bakteri uji.
Sedangkan untuk dilusi padat prinsipnya sama dengan metode dilusi cair,
hanya saja media yang digunakan adalah media padat, dimana agen anti mikroba
dengan konsentrasi tertentu di larutkan dalam media padat, setelah itu inokulasi
jamur atau bakteri uji di atas media padat tersebut (Pratiwi, 2008).
2.6 Ketokonazol
Antijamur imidazol (ketokonazol) merupakan obat yang aktif secara oral
dan bermanfaat untuk terapi pada infeksi jamur setempat atau sistemik luas.
Semua antijamur golongan azol termasuk ketokonazol bekerja melalui
pengghambatan biosintesis ergosterol jamur. Ketokonazol bermanfaat pada
pengobatan kandidiasis mukokutan kronik dan pada bentuk ekstrameningeal
kronik dari blastomikosis, koksidioidomikosis, parakokidodiomikosis, dan
histoplasmosisi (Brooks, 1996). Ketokonazol merupakan antijamur sistemik per-
oral yang penyerapannya bervariasi tiap individu. Obat ini menghasilkan kadar
plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur (sulistia. dkk .,
2009).
2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikrob
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikrob antara lain pH lingkungan,
komponen-komponen perbenihan, stabilitas obat, besarnya inokulum jamur, masa
pengeraman, aktivitas metabolik mikroba (Brooks, 2008).
2.8 Kerangka Pemikiran
2.8.1 Kerangka Teori
Anti-fungal: anti-
fungal kimia dan
Anti-fungal Herbal
Pertumbuhan
dihambat atau
tidak
Trichophyton
rubrum
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 11/22
11
2.8.2 Kerangka Konsep
BAB III
Ekstrak
gelinggang dan
rimpang jahe
merah
Anti-fungalHerbal
Trichophyton
rubrum
Uji Aktivitas Antimikrob;
Metode Dilusi Padat
Pertumbuhan
dihambat atau
tidak
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 12/22
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian studi eksperimental ini dilakukan di Laboratorium mikrobiologi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu. Penelitian ini
direncanakan akan berlangsung selama 4 bulan (16 minggu), dimulai dari bulan
September 2013 sampai dengan Desember 2013.
Tabel 3.1 Alokasi waktu penelitian
No Kegiatan
September
2013
Oktober
2013
November
2013
Desember
2013
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Pendahuluan
2 Pengajuan Judul
3 Penyusunan proposal
penelitian
4 Pengajuan izin
penggunaan laboratorium
5 Persiapan alat dan bahan
6 Pengumpulan Data
(eksperimen)
7 Analisis data dan
pembahasan
8 Konsultasi laporan
penelitian
9 Pelaporan hasil penelitian
3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini, meliputi: Handscoon, cawan
petri 12,5 x 2,5 cm, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas kimia 1000 ml,
autoklaf, pipet mikro, pipet tetes, batang pengaduk, pinset, kertas saring
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 13/22
13
Whatman 41, gelas ukur 250 ml dan 5 ml, labu Erlenmeyer 500 ml, 250 ml,
100 ml, Kawat ose, Bunsen, Pipet Pasteur, Spuit 5 ml, lampu spiritus,
Laminar air flow, Timer, Lemari pendingin, Inkubator (WTC binder ), Rotary
vacum evaporator , Penangas air/ hot plate, kertas label, plastik, jarum ose,
penggaris millimeter, kertas cakram, timbangan analitik, kapas, alumunium
foil, cork borrer.
3.2.2 Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar gelinggang
(Cassia alata L. Roxb.) dan rimpang jahe merah (Zingiber officinale var.
rubrum Rosc ) yang berasal dari Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan Kelam
Tengah, Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. Ekstraksi akar gelinggang dan
Rimpang Jahe Merah menggunakan pelarut etanol teknis 96%. Untuk uji
antifungal digunakan bahan seperti media Potato Dextrose Agar (PDA),
aquadest, etanol teknis 96%, antifungi (ketokonazol tablet 200 mg) sebagai
kontrol positif, kertas wathman, akuades steril, wrap serta biakan jamur T.
rubrum downy strain.
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode rancangan acak
kelompok. Pada percobaan ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang
menggunakan ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah.
3.4 Teknik Penyedian Bahan
Sampel ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah yang digunakan
pada penelitian ini diperoleh dari akar tumbuhan gelinggang dan rimpang jahe
merah yang ada di Desa Tanjung Ganti I Kelam Tengah, Kabupaten KaurProvinsi Bengkulu. Pelarut yang digunakan untuk mendapatkan senyawa aktif
yang terkandung dalam akar gelinggang adalah dengan pelarut etanol 96% (Gama,
2011). Biakan jamur T. rubrum yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari
hasil biakan yang ada di Laboratorium FMIPA Universitas Bengkulu.
3.5 Cara Kerja
3.5.1. Sterilisasi Alat dan Bahan
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 14/22
14
Semua alat sepeti cawan petri, tabung reaksi, Erlenmeyer, pipitetes, batang
pengaduk, tabung rekasi, pipet ukur, penjepit, dan medium Potato Dextrose Agar
sebelumnya dilapisi dengan kertas buram, setelah itu di sterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15-20 menit (Irianto, 2007) .
3.5.2. Pembuatan Ekstrak Akar Gelinggang
Akar gelinggang sebanyak 3 kg dipilih kemudian dicuci bersih lalu di
keringkan. Setelah itu dipotong kecil-kecil dan dikeringanginkan. Lalu dimaserasi
dengan menggunakan etanol 96%. Dilakukan maserasi selama 3x24 jam pada
suhu kamar sehingga diperoleh filtrat dan residu. Kemudian ekstrak yang
didapatkan diuapkan dalam penguap putar ( Rotary Vacum Evaporator ) pada suhu
40 oC.
3.5.3 Pembuatan Ekstrak Rimpang Jahe Merah
Rimpang jahe merah sebanyak 3 kg dipilih dan dikeringkan. Kemudian
diiris kecil-kecil dan dikeringanginkan. Kemudian dimaserasi selama 3x24 jam
pada suhu kamar. Sampel disaring hingga diperoleh filtrat dan residu (ampas).
Kemudian jumlah filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan dengan vacuum
rotary evaporator pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak kasar berupa pasta.
3.5.4 Pembuatan Media Tumbuh Jamur
Media untuk pertumbuhan jamur T. rubrum yang digunakan adalah Potato
Dextrose Agar (PDA). PDA memiliki komposisi per liter antara lain; Agar 15
gram, glukosa 20 gram, dan potato infusion 200 gram sama dengan 4 gram
ekstrak potato (Ronald, 2010). Sehingga total PDA yang ditimbang sebanyak 39
gram serbuk PDA, kemudian dilarutkan dengan aquades pada volume 1 liter.
Setelah dipanaskan, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan selanjutnyadisterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121˚C selama 15 menit. Setelah itu,
Potato Dextrose Agar (PDA) tuangkan secara aseptik pada cawan petri, dan
Setelah sterilisasi di dinginkan hingga menjadi padat di tempat yang steril dan
tertutup.
3.5.5 Pembuatan Larutan Kontrol Positif Ketokonazol
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 15/22
15
Sediaan tablet ketokonazol 200 mg digerus hingga halus dan diambil
sebanyak 0,0025 gram, kemudian dilarutkan didalam 0,5 ml akuades aduk sampai
homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 5 mg/ml (Siswandono, 1995).
3.5.6 Ulangan (Replikasi)
Banyaknya ulangan atau jumlah replikasi yang diambil dapat dihitung
dengan menggunakan rumus Federer (Kusriningrum, 2010) :
(t – 1) (r – 1) > 15
Keterangan :
t = jumlah perlakuan
r = jumlah ulangan
Berdasarkan rumus diatas maka pada uji MIC dengan 10 perlakuan
diperoleh banyaknya pengulangan minimal sebanyak 3 kali. Pada uji efektivitas
dengan 5 kali perlakuan untuk masing-masing efektivitas akar gelinggang dan
rimpang jahe merah banyaknya pengulangan minimal 5 kali, sedangkan untuk 25
perlakuan kombinasi ekstrak akar gelinggang dan jahe merah membutuhkan
pengulangan minimal sebanyak 2 kali.
3.5.7 Uji Minimum I nhibitor Concentation
Minimum inhibitor concentration (MIC) merupakan konsentrasi minimal
yang dapat menghambat T. rubrum. Dilakukan pengamatan pada konsentrasi yang
memiliki daya hambat 70-80% terbaik pada masing – masing perlakukan ekstrak
akar gelinggang dan ekstrak rimpang jahe merah. Daya hambat 70-80% diambil
dari diameter pertumbuhan koloni jamur yang terkecil yang terbentuk. Pembuatan
konsentrasi dilakukan dengan cara pengenceran, pengenceran dimulai dari variasi
konsentrasi 0% sampai 100%. Untuk pembuatan konsentrasi 10% ekstrak rimpang
jahe merah, diambil ekstrak kental rimpang jahe merah sebanyak 0,1 gram,
ekstrak rimpang jahe merah kemudian dilarutkan dengan aquades sampai 1 ml.
Untuk konsentrasi 20% ambil ekstrak sebanyak 0,2 gram lalu dilarutkan sampai 1
ml aquades, begitu seterusnya pada konsentrasi lain sampai konsentrasi 100%.
Dari pengenceran didapatkan variasi konsentrasi seperti dibawah ini :
3.5.7.1. Ekstrak akar gelinggang (larutan G)
G7 : 60 %
G8 : 70 %
G9 : 80%
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 16/22
16
G1 : 0 %
G2 : 10 %
G3 : 20 %
G4 : 30 %
G5 : 40 %
G6 : 50 %
3.5.7.2 Ekstrak rimpang jahe merah (larutan J)
J1 : 0 %
J2 : 10 %
J3 : 20 %
J4 : 30 %
J5 : 40 %
J6 : 50 %
Selanjutnya dilakukan penentuan uji MIC dengan menggunakan metode
dilusi padat. Metode ini dilakukan dengan cara konsentrasi ekstrak antimikroba
yang telah ditentukan dicampurkan dengan media PDA, setelah itu diinkubasi
pada suhu 280 C sampai media memadat.
Setelah masing-masing media yang telah bercampur dengan tiap
konsentrasi ekstrak antimikroba memadat, ambil miselia jamur T. rubrum hasil
peremajaan dengan menggunakan cork borrer berukuran 0,7 cm lalu diletakkan di
tengah media yang sudah padat, kemudian diinkubasi pada suhu 250 C selama 7
hari (Silvia, 2013). Setelah itu amati diameter koloni misellia T. rubrum yang
terbentuk. Semakin kecil diameter pertumbuhan koloni jamur yang tumbuh, maka
semakin besar daya hambat dari ekstrak tersebut.
3.5.8 Uji Efektivitas Ekstrak Akar Gelinggang dan Rimpang Jahe Merah
Dilakukan 5 perlakuan konsentrasi yang mendekati nilai daya hambat 70-
80 %. Untuk pengujian aktivitas anti-fungal dilakukan dengan metode dilusi padat
dengan mencampurkan ekstrak dengan media yang dilakukan beberapa perlakuan
dengan 3 kali pengulangan. Beberapa perlakuan pada pengujian aktivitas anti-
fungal ini, diantaranya:
J7 : 60 %
J8 : 70 %
J9 : 80 %
J10 : 90 %
J11 : 100 %
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 17/22
17
3.5.8.1 Perlakuan ekstrak akar gelinggang dengan konsentrasi daya hambat
yang paling baik mendekati angka 70 – 80 % setalah uji MIC
(dikodekan sebagai larutan G4). Kemudian buat pengenceran ke
konsentrasi lebih kecil dan lebih besar dengan jarak 7,5 % ( dikodekan
sebagi larutan G2, G3 < G4 > G5, G6. Dan G1 = 0 %)
3.5.8.2
Perlakuan ekstrak jahe dengan konsentrasi daya hambat yang paling
baik mendekati angka 70 – 80 % setalah uji MIC (dikodekan sebagai
larutan J4). Kemudian buat pengenceran ke konsentrasi lebih kecil dan
lebih besar dengan jarak 7,5 % (dikodekan sebagi larutan J2, J3 < J4 >
J5, J6, dan J1 = 0 %).
3.5.8.3
Perlakuan kombinasi
Selain dilakukan perlakuan pada setiap masing-masing ekstrak akar
gelinggang dan rimpang jahe merah, dilakukan juga perlakuan
kombinasi dari kedua ekstrak tersebut. Adapun perlakuan ekstrak
kombinasi akar gelinggang dan rimpang jahe merah dapat dilihat pada
tabel 3.2.
Tabel 3.2 Perlakuan kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah
G2 G3 G4 G5 G6
J2
G2J2 G3J2 G4J2 G5J2 G6J2
J3
G2J3 G3J3 G4J3 G5J3 G6J3
J4
G2J4 G3J4 G4J4 G5J4 G6J4
J5
G2J5 G3J5 G4J5 G5J5 G6J5
J6
G2J6 G3J6 G4J6 G5J6 G6J6
3.5.8.4
Setiap perlakuan ini akan diuji dengan cara :
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 18/22
18
3.5.8.4.1 Masukkan tiap konsentrasi ekstrak antimikroba sebanyak 1 ml
pada 9 ml Potato Dextrose Agar yang telah disterilisasi
sebelumnya pada tabung reaksi (Silvia, 2013).
3.5.8.4.2
Pindahkan ke dalam cawan petri steril dengan cara aseptik dan
dibiarkan sampai memadat.
3.5.8.4.3
Ambil miselia jamur T. rubrum hasil peremajaan menggunakan
cork borrer 0,7 cm dan letakkan pada media yang telah memadat.
3.5.8.4.4 Inkubasikan pada suhu 250 C selama 7 hari.
3.5.9. Penghitungan Zona Hambat
Penghitungan zona hambat dilakukan dengan cara mengukur diameter
pertumbuhan jamur T. rubrum yang tumbuh pada media-media yang telah
dimasukkan dengan berbagai konsentrasi ekstrak antimikroba menggunakan
penggaris dengan satuan cm degan 3 kali pengulangan. Setelah itu pada hasil
pengukuran tiap pengulangan dirata-ratakan. Adapun rumus untuk menghitung
persentase penghambatan tersebut adalah sebagai berikut :
X =
x 100%
Keterangan :
X = Persentase penghambat (%)
a = Diameter pertumbuhan T. rubrum pada perlakuan
b = Diameter pertumbuhan T. rubrum pada kontrol
3.6 Analisis Data
Hasil pengukuran zona untuk jamur T. rubrum yang terbentuk pada media
PDA yang telah diinokulasi barbagai variasi konsentrasi ekstrak tersebut,
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Kemudian, data tersebut dianalisis
dengan uji statistik menggunakan metode Anova One Way (Analisis Varian Satu
Arah) dilanjutkan dengan uji Duncan, untuk mengetahui kelompok perlakuan
mana yang memiliki pengaruh sama atau berbeda antara satu dengan yang lainya.
Sementara untuk perlakuan kombinasi dilakukan uji statistik menggunakan
metode Anova pola faktorial, dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Kusriningrum,
2010).
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 19/22
19
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Butel and Morse. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick &
Adelberg Edisi 23 . EGC. Jakarta.
Djuanda A., Hamzah M, Aisah S. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta
Dao M. 2012. Trichophyton rubrum. Microbe wiki, Kenyon College. Diunduh dari
: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Trichophyton_rubrum
Ellis D, Davis H, Handke R dan Bartley R. 2007. Descriptions Of Medical Fungi.
Second Edition. Mycology Unit. School Molecular and Biomedical
Science University Of Adelaide : Australia.
Fahrudin, Anang. 2008. Pemisahan Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Zingiber
officinale Rosc) Secara Kromatografi Lapis Tipis dan
AktivitasnyaTerhadap Jamur Malassezia fur fu r In Vitro.
http://eprints.undip.ac.id/24405/1/M_Anang.pdf.
Fathona. 2011. Kandungan Gingerol dan Shogaol, Intensitas Kepedasan dan
Penerimaan Panelis Terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber officinale
var. Roscoe), Jahe Emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan Jahe
Merah (Zingiber officinale var. rubrum Rosc). Diunduh dari :
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51192.
Federer, W. T. 1963. Experimental design : theory and application. New York :
The Macmillan Company., 19. Dalam : Gustiansyah, R. 2012. Efek Susu
Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Terhadap Kadar AsamUrat Darah Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Kalium Oksonat.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20309310-S42856-Efek susu.pdf.
Fernand, V. E. 2008. Determination of Pharmacologically Active Compounds in
Root Extracts of Cassia alata L. Roxb. L. by use of High Performance
Liquid Chromatography. Diunduh dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2276639/
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 20/22
20
Gama. 2011. Perbandingan Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L. Roxb.,
Linn.) dengan Ketokonazol 2 % Dalam Menghambat Pertumbuhan
Malassezia furfur Pada Pityriasis versicolor Secara In Vitro. Diunduh dari
: http://eprints.undip.ac.id/32796/1/AACG_Meryend.pdf
Gholib. 2008. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber officinale
var. rubrum Rosc) dan Jahe Putih (Zingiber officinale var. amarum)
Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans.
Diunduh dari:
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro08-129.pdf.
Hujjatusnaini, Noor. 2010. Uji Potensi Ekstrak Ketepang Cina (Cassia alata L
L .) Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Trichopyton sp.
http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/lemlit/article/view/2050/pdf.
Iptek. 2013. Cassia alata. IPTEKnet. Diunduh dari :
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=42
Irianto K.2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid I. Bandung:
Yrama Widya. p: 87.
Kusriningrum R.S. 2010. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press.
Surabaya. 213 -215.
Mahmood, Doughari. 2008. Phytochemical screening and antibacterial
evaluation of the leaf and root extracts of Cassia alata Linn. African
Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol.2(7). pp. 124-129.
http://sciencestage.com/uploads/text/XYnbyotXVTVzOJvCJf1I.pdf
Mahmoudabadi A., dan Yaghoobi R. 2008. Extensive tinea korporis due toTrichophyton rubrum on the trunk . Jundishapur Journal of Microbiology
(2008); 1(1). Diunduh dari : http://jjmicrobiol.com/5697.pdf : 35-37
Mudrikah F. 2006. Potensi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rocs) dan
Campurannya dengan Herba Suruhan (Peperomia pellucid [L]) Sebagai
Antihiperurisemia Pada Tikus. Jurnal Institut Pertanian Bogor. Diunduh
dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51987
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 21/22
21
Pratiwi S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Jakarta. pp: 188-191.
Rianyta. 2011. Dermatofitosis e.c Tinea korporis. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran 183/Vol.38 no.2/. Diunduh dari :http://www.kalbemed.com/Portals/6/12_183Dermatofitosis.pdf.
Ronald M. 2010. Handbook of Microbiogical Media Fourth Edition. Taylor and
francis group : United States of America
Silvia F., Raharjo., Guntur T. 2013. Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Kedondong
(Spondias pinnata) dalam Menghambat Pertumbuhan Aspergillus flavus.
Jurnal Lentera Bio Vol. 2 No. 2 Mei 2013. Diunduh dari :
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio : 125-129
Siswandono S. B. 1995. Kimia Medisinal, Edisi I . Universitas Airlangga.
Surabaya
Supriadi., Yusron M., Wahyuno D. 2011. JAHE (Zingiber officinale Rosc.). Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor
USDA. 2013. Taxonomy Cassia alata L. Roxb. United States Department of
Agriculture (USDA). Natural Resources Conservation Service. Diunduh
dari : http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=SEAL4
USDA. 2013. Taxonomy Zingiber Officinale. United States Department of
Agriculture (USDA). Natural Resources Conservation Service. Diunduh
dari:http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=profile&sym
bol=ZINGI&display=31
Venkatesan, G. 2007. Trichophyton rubrum – the predominant etiological agent
in human dermatophytoses in Chennai, India. African Journal of
Microbiology Research pp. 009-01.
http://www.academicjournals.org/ajmr/pdf/Pdf2007/May/Venkatesan.pdf.
Warrell D, Cox T, dan Firth J. 2012. Oxford Textbook of Medicine : Infection.
Oxford University Press : United Kingdom.
7/18/2019 Cassia Alata
http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 22/22
22
Weller R, Hunter J, dan Dahl M. 2008. Cinical Dermatology. Fourth Edition.
Blackwell publishing : USA.