cerpen (azalia)

5
CHOCOLOVE Titan adalah seorang siswi SMA Astalina, SMA swasta termegah dan terfavorit dengan 10 lantai juga segala fasilitas yang tersedia dengan lengkap. Senang sekali pikir Titan ketika dia diresmikan sebagai salah seorang murid di sana. Setiap harinya Ia membonceng sepeda dari seseorang yang di gandrungi oleh siswi seisi sekolah. Ada yang bilang mirip aktor, ada juga yang bilang dia cool abizz, yang paling klasik lagi, mirip pangeran berkuda putih. Reiza namanya, dia memang pemuda tampan, juga cerdas yang berkelakuan lembut layaknya seorang Pangeran, nampaknya semua itu telah merenggut hati seluruh siswi di sana. Untung saja dia bukan hewan yang terkenal Playboy, alias Buaya darat. Seperti amplop dan perangko, Titan dan Nada tak pernah terpisahkan, mereka adalah sepasang sahabat sejak TK, mejalani hari - hari mereka bersama dalam melodi kehidupan yang terkadang terlalu rendah dan mungkin juga terlalu tinggi untuk dapat mereka lalui begitu saja. Ketika mereka beranjak remaja, beberapa not kehidupan mereka pun sedikit demi sedikit berubah, di percantik oleh cinta dan sebatang coklat. Dari sinilah kisah ini berawal. Pagi itu mereka berangkat bersama, meniti jalan setapak menuju tempat yang menurut Nada mungkin takkan pernah ia masuki jika bukan karena orang tuanya. Ya, itu adalah sekolah tempat mereka menuntut ilmu. Ia lebih suka masuk ke sekolah

Upload: azalia

Post on 16-Apr-2017

67 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: cerpen (Azalia)

CHOCOLOVETitan adalah seorang siswi SMA Astalina, SMA swasta termegah dan terfavorit

dengan 10 lantai juga segala fasilitas yang tersedia dengan lengkap. Senang sekali pikir Titan

ketika dia diresmikan sebagai salah seorang murid di sana. Setiap harinya Ia membonceng

sepeda dari seseorang yang di gandrungi oleh siswi seisi sekolah. Ada yang bilang mirip

aktor, ada juga yang bilang dia cool abizz, yang paling klasik lagi, mirip pangeran berkuda

putih. Reiza namanya, dia memang pemuda tampan, juga cerdas yang berkelakuan lembut

layaknya seorang Pangeran, nampaknya semua itu telah merenggut hati seluruh siswi di sana.

Untung saja dia bukan hewan yang terkenal Playboy, alias Buaya darat.

Seperti amplop dan perangko, Titan dan Nada tak pernah terpisahkan, mereka adalah

sepasang sahabat sejak TK, mejalani hari - hari mereka bersama dalam melodi kehidupan

yang terkadang terlalu rendah dan mungkin juga terlalu tinggi untuk dapat mereka lalui

begitu saja. Ketika mereka beranjak remaja, beberapa not kehidupan mereka pun sedikit demi

sedikit berubah, di percantik oleh cinta dan sebatang coklat. Dari sinilah kisah ini berawal.

Pagi itu mereka berangkat bersama, meniti jalan setapak menuju tempat yang menurut

Nada mungkin takkan pernah ia masuki jika bukan karena orang tuanya. Ya, itu adalah

sekolah tempat mereka menuntut ilmu. Ia lebih suka masuk ke sekolah kejuruan, agar setelah

lulus tidak perlu meneruskan kuliah. Titan yang sejak umur 5 tahun sudah pandai baca tulis

itu tentu saja tak sependapat dengan sahabatnya. Menurutnya, sekolah itu adalah surganya,

terlebih perpustakaan di sana sangat megah, berbagai macam buku ada di sana. Walau masih

duduk di kelas 10, namun kartu peminjaman buku miliknya telah di perbaharui kurang lebih

4 kali, padahal kartu tersebut hanya akan penuh jika telah tertulis 30 judul buku yang

dipinjam. Mereka terus berjalan dalam hening, yang menurut Nada hal ini jarang sekali

terjadi. “Lagi mikirin apa sich ? segitunya banget, aku juga makhluk hidup tau, dicuekin gitu

aja.. Cerita kek...”, Nada mulai merasa jenuh. Alih-alih menjawab, Titan malah terjatuh.

“Tan, maaf dech, jangan gini dong, aku ga jadi nanya dech..”, kata Nada dengan gugup.

Titan hanya terdiam, seakan tak ada siapa pun di sana. Mereka terus berjalan dalam diam.

Tanpa sadar mereka telah tiba di area sekolah. Bel masuk yang kemudian berdering

memisahkan mereka. Setelah bersalaman ala mereka, Titan masuk ke kelas X-A sedangkan

Nada bergegas menuju kelas X-D. Masih bertanya - tanya tentang apa yang menjangkiti

Page 2: cerpen (Azalia)

pikiran sahabatnya, Nada tanpa sadar memunculkan beberapa hipotesis terliar yang pernah

mucul jauh dalam lubuk hatinya.

Di waktu yang sama, Reiza sedang menikmati pemandangan nan cantik dari sudut

pandangnya. “mungkinkah aku terus di sini selamanya, bersama semua ritme kehidupan

yang harmonis, yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota metropolis”. Angin yang

membelai lembut dirinya, nyiur yang melambai, serta merdu nyanyian burung menentramkan

hati Reiza saat itu, hingga akhirnya gemuruh sang ombak tenggelamkannya dalam negeri

mimpi.

***

Senja tlah pergi, berganti dengan sang dewi yang berpendar lembut di antara pekatnya

malam, saat itu langit sudah terlalu pekat bagi seorang pemuda yang tengah berjalan murung

memasuki sebuah istana. “Reiza, dari mana saja kamu ??”, kata seorang wanita yang tak

lain adalah ibundanya. “dari rumah sakit, jenguk teman, Reiza tidur dulu ya ma, capek..”,

jawabnya. Sebelum sang ibu sempat untuk menjawab, terdengar suara dentuman pintu yang

menghantam bingkainya.. Malam itu, Reiza tak ingin memikirkan apapun selain Titan.

Wajahnya yang ramah, matanya yang indah serta senyumnya.. Ah, entah mengapa, seakan

telah terprogram, siluetnya selalu muncul dalam memori Reiza. Melumpuhkan seluruh

indranya, ia tak mengerti mengapa hal ini harus terjadi. Bahkan dalam mimpi sekali pun.

“Kenapa ?? kenapa aku selalu membisu di depanmu tan ? seakan semua kata-kata yang

sudah tertata rapi hilang entah kemana.. Aku ga bisa terus seperti ini, besok aku akan

mengatakan semuanya..”

Malam itu, Titan menunggu kedatangan Reiza, namun sebelum sang kakak datang,

rasa kantuk yang hebat menyerangnya, dan akhirnya tertidur lelap dan tenggelam dalam

mimpi.. Mimpi yang mungkin saja terjadi. Sepekat gelap malam, mimpi itu menghantui,

sekarang, esok, dan mungkin akan menampakkan diri di dunianya sebentar lagi.

Keesokan harinya, titan berangkat menuju sekolah seperti biasa, membonceng sepeda

Reiza. “kemarin kamu kemana Rei ??”, desah Titan. “Akuu.., Cuma cari ketenangan kok.

Kenapa ? Khawatir ya ? Hayo ngaku ??”, sahutnya. “Iih, sok tau banget sih... dasar..”, balas

Titan plus pukulan sekeras-kerasnya pada punggung kakaknya. Tak lama kemudian, gerbang

hijau yang menganga hanya berjarak sejengkal saja. Reiza pun menghentikan kayuhannya

dan mempersilahkan adiknya untuk turun. Tanpa ragu sedikitpun, Titan turun dengan

Page 3: cerpen (Azalia)

mengentakkan kedua kakinya keras-keras pada tanah, lalu setelah mengacak – acak rambut

kakaknya ia pun melenggang pergi.

Hiruk - pikuk kota jakarta memenuhi telinganya, pikirannya hanya tertuju pada Titan,

dan bertanya-tanya ada apa sebenarnya, mengapa Titan berbuat demikian. Mengacak-acak

rambutnya, itu manis sekali. Ilusi wajah titan melintas sili berganti, semakin cepat, dan cepat.

Sampai ia tak mampu melihat apapun, hanya beberapa suara yang terdengar histeris

memanggil namanya.

Cristal cair mengalir dari mata indah Titan. Dalam sekejap ia memungut isi tas yang

tercecer di meja dan pergi. Terduduk di sisi tubuh Reiza yang kini telah terbujur kaku, Titan

tak mampu menahan gejolak air matanya. Berlari karena tidak percaya, menangis karena

terluka, mengurung diri di tempat yang tak seorang pun akan mencarinya. Tanpa sengaja, ia

memukul tumpukan kardus di sampingnya, nampak selembar kertas berserakan menyeruak

keluar dari dalam kardus yang tumpah. Tertera nama yang tak asing bagi Titan, Reiza. Betapa

terkejutnya ia, ketika melihat beberapa lembar kertas yang ternyata adalah akta kelahiran

Reiza dan Titan. Pada akta kelahirannya tertulis nama ibu yaitu Rena Astika, sedangkan pada

akta milik Reiza tertulis nama ibu Fatia Nur. Namun, pada kedua akta tersebut juga tertulis

nama Ayah yang berbeda. Ia menanyakan keganjilan ini pada ibunya, dan ternyata benar,

bahwa dirinya dan Reiza bukanlah saudara kandung. Kekecewaan yang merayap masuk

melalui celah tulang rusuk nya, meracuni seluruh hati dan pikirannya saat itu, ia pun beranjak

dari kursi dan berlari sekuat- kuatnya menuju dermaga hingga ia lelah dan menangis sejadi -

jadinya.

“Just like a dark chocolate, it’s bitter and sweet. That’s

what love is...”“Everyone know it’s bitter.. But they keep consuming on

it..”