cerpen (azalia)
TRANSCRIPT
CHOCOLOVETitan adalah seorang siswi SMA Astalina, SMA swasta termegah dan terfavorit
dengan 10 lantai juga segala fasilitas yang tersedia dengan lengkap. Senang sekali pikir Titan
ketika dia diresmikan sebagai salah seorang murid di sana. Setiap harinya Ia membonceng
sepeda dari seseorang yang di gandrungi oleh siswi seisi sekolah. Ada yang bilang mirip
aktor, ada juga yang bilang dia cool abizz, yang paling klasik lagi, mirip pangeran berkuda
putih. Reiza namanya, dia memang pemuda tampan, juga cerdas yang berkelakuan lembut
layaknya seorang Pangeran, nampaknya semua itu telah merenggut hati seluruh siswi di sana.
Untung saja dia bukan hewan yang terkenal Playboy, alias Buaya darat.
Seperti amplop dan perangko, Titan dan Nada tak pernah terpisahkan, mereka adalah
sepasang sahabat sejak TK, mejalani hari - hari mereka bersama dalam melodi kehidupan
yang terkadang terlalu rendah dan mungkin juga terlalu tinggi untuk dapat mereka lalui
begitu saja. Ketika mereka beranjak remaja, beberapa not kehidupan mereka pun sedikit demi
sedikit berubah, di percantik oleh cinta dan sebatang coklat. Dari sinilah kisah ini berawal.
Pagi itu mereka berangkat bersama, meniti jalan setapak menuju tempat yang menurut
Nada mungkin takkan pernah ia masuki jika bukan karena orang tuanya. Ya, itu adalah
sekolah tempat mereka menuntut ilmu. Ia lebih suka masuk ke sekolah kejuruan, agar setelah
lulus tidak perlu meneruskan kuliah. Titan yang sejak umur 5 tahun sudah pandai baca tulis
itu tentu saja tak sependapat dengan sahabatnya. Menurutnya, sekolah itu adalah surganya,
terlebih perpustakaan di sana sangat megah, berbagai macam buku ada di sana. Walau masih
duduk di kelas 10, namun kartu peminjaman buku miliknya telah di perbaharui kurang lebih
4 kali, padahal kartu tersebut hanya akan penuh jika telah tertulis 30 judul buku yang
dipinjam. Mereka terus berjalan dalam hening, yang menurut Nada hal ini jarang sekali
terjadi. “Lagi mikirin apa sich ? segitunya banget, aku juga makhluk hidup tau, dicuekin gitu
aja.. Cerita kek...”, Nada mulai merasa jenuh. Alih-alih menjawab, Titan malah terjatuh.
“Tan, maaf dech, jangan gini dong, aku ga jadi nanya dech..”, kata Nada dengan gugup.
Titan hanya terdiam, seakan tak ada siapa pun di sana. Mereka terus berjalan dalam diam.
Tanpa sadar mereka telah tiba di area sekolah. Bel masuk yang kemudian berdering
memisahkan mereka. Setelah bersalaman ala mereka, Titan masuk ke kelas X-A sedangkan
Nada bergegas menuju kelas X-D. Masih bertanya - tanya tentang apa yang menjangkiti
pikiran sahabatnya, Nada tanpa sadar memunculkan beberapa hipotesis terliar yang pernah
mucul jauh dalam lubuk hatinya.
Di waktu yang sama, Reiza sedang menikmati pemandangan nan cantik dari sudut
pandangnya. “mungkinkah aku terus di sini selamanya, bersama semua ritme kehidupan
yang harmonis, yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota metropolis”. Angin yang
membelai lembut dirinya, nyiur yang melambai, serta merdu nyanyian burung menentramkan
hati Reiza saat itu, hingga akhirnya gemuruh sang ombak tenggelamkannya dalam negeri
mimpi.
***
Senja tlah pergi, berganti dengan sang dewi yang berpendar lembut di antara pekatnya
malam, saat itu langit sudah terlalu pekat bagi seorang pemuda yang tengah berjalan murung
memasuki sebuah istana. “Reiza, dari mana saja kamu ??”, kata seorang wanita yang tak
lain adalah ibundanya. “dari rumah sakit, jenguk teman, Reiza tidur dulu ya ma, capek..”,
jawabnya. Sebelum sang ibu sempat untuk menjawab, terdengar suara dentuman pintu yang
menghantam bingkainya.. Malam itu, Reiza tak ingin memikirkan apapun selain Titan.
Wajahnya yang ramah, matanya yang indah serta senyumnya.. Ah, entah mengapa, seakan
telah terprogram, siluetnya selalu muncul dalam memori Reiza. Melumpuhkan seluruh
indranya, ia tak mengerti mengapa hal ini harus terjadi. Bahkan dalam mimpi sekali pun.
“Kenapa ?? kenapa aku selalu membisu di depanmu tan ? seakan semua kata-kata yang
sudah tertata rapi hilang entah kemana.. Aku ga bisa terus seperti ini, besok aku akan
mengatakan semuanya..”
Malam itu, Titan menunggu kedatangan Reiza, namun sebelum sang kakak datang,
rasa kantuk yang hebat menyerangnya, dan akhirnya tertidur lelap dan tenggelam dalam
mimpi.. Mimpi yang mungkin saja terjadi. Sepekat gelap malam, mimpi itu menghantui,
sekarang, esok, dan mungkin akan menampakkan diri di dunianya sebentar lagi.
Keesokan harinya, titan berangkat menuju sekolah seperti biasa, membonceng sepeda
Reiza. “kemarin kamu kemana Rei ??”, desah Titan. “Akuu.., Cuma cari ketenangan kok.
Kenapa ? Khawatir ya ? Hayo ngaku ??”, sahutnya. “Iih, sok tau banget sih... dasar..”, balas
Titan plus pukulan sekeras-kerasnya pada punggung kakaknya. Tak lama kemudian, gerbang
hijau yang menganga hanya berjarak sejengkal saja. Reiza pun menghentikan kayuhannya
dan mempersilahkan adiknya untuk turun. Tanpa ragu sedikitpun, Titan turun dengan
mengentakkan kedua kakinya keras-keras pada tanah, lalu setelah mengacak – acak rambut
kakaknya ia pun melenggang pergi.
Hiruk - pikuk kota jakarta memenuhi telinganya, pikirannya hanya tertuju pada Titan,
dan bertanya-tanya ada apa sebenarnya, mengapa Titan berbuat demikian. Mengacak-acak
rambutnya, itu manis sekali. Ilusi wajah titan melintas sili berganti, semakin cepat, dan cepat.
Sampai ia tak mampu melihat apapun, hanya beberapa suara yang terdengar histeris
memanggil namanya.
Cristal cair mengalir dari mata indah Titan. Dalam sekejap ia memungut isi tas yang
tercecer di meja dan pergi. Terduduk di sisi tubuh Reiza yang kini telah terbujur kaku, Titan
tak mampu menahan gejolak air matanya. Berlari karena tidak percaya, menangis karena
terluka, mengurung diri di tempat yang tak seorang pun akan mencarinya. Tanpa sengaja, ia
memukul tumpukan kardus di sampingnya, nampak selembar kertas berserakan menyeruak
keluar dari dalam kardus yang tumpah. Tertera nama yang tak asing bagi Titan, Reiza. Betapa
terkejutnya ia, ketika melihat beberapa lembar kertas yang ternyata adalah akta kelahiran
Reiza dan Titan. Pada akta kelahirannya tertulis nama ibu yaitu Rena Astika, sedangkan pada
akta milik Reiza tertulis nama ibu Fatia Nur. Namun, pada kedua akta tersebut juga tertulis
nama Ayah yang berbeda. Ia menanyakan keganjilan ini pada ibunya, dan ternyata benar,
bahwa dirinya dan Reiza bukanlah saudara kandung. Kekecewaan yang merayap masuk
melalui celah tulang rusuk nya, meracuni seluruh hati dan pikirannya saat itu, ia pun beranjak
dari kursi dan berlari sekuat- kuatnya menuju dermaga hingga ia lelah dan menangis sejadi -
jadinya.
“Just like a dark chocolate, it’s bitter and sweet. That’s
what love is...”“Everyone know it’s bitter.. But they keep consuming on
it..”