cerpen suwung 308-1161-1-pb
TRANSCRIPT
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 1/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2031P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
Suwarga Nunut, Neraka Enda1 Perlawanan Sederhana Perempuan
dalam Cerpen “Suwung” Karya Abdul Wachid B.S.
Kholid Mawardi *)
*) Penulis adalah Magister Humaniora (M.Hum.) alumnus Program Studi Sejarah, Jurusan
Humaniora, Pascasarjana UGM. Dia dosen tetap di Jurusan Pendidikan (Tarbiyah) STAIN Purwokerto.
Bukunya yang telah terbit, Mazhab Sosial Keagamaan NU (Grafindo bekerjasama dengan STAIN
Purwokerto Press, 2006).
Abstract: Suwung short story as narrative discourse offers interesting reconstruction about marital
relationship at migrant workers. With its cultural-anthropology approach, Suwung able to show wife’s
battle and struggle to husband hegemony, with its simple way and purpose, but deadly. Simple struggle
by wife constitute boycott action, reversing conception, standard characterisation, and gossip, whereas
its aim is to obtain husband attention and re-formulate intimation between both of them. This simple
struggle made husband have to loose his patriarchal ideology and force him to re-formulate wife’s role
beside him. Keywords: husband and wife, migrant, patriarchal, and role.
PendahuluanCerpen merupakan fiksi, karya sastra yang bersifat imajiner dan menawarkan permasalahan-
permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Fiksi merupakan proses dialektika,
kontemplasi dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Meskipun fiksi merupakan
kerja imajinatif, tetapi tidak hanya semata-mata lamunan, melainkan penghayatan dan perenungan
secara intens terhadap hakikat hidup yang dilakukan dengan penuh kesadaran.2
Secara sosiologis karya seni dapat menunjukkan hubungan antara karya dengan latar belakang
psikologi pembuatnya. Hal ini biasanya terkait dengan momen-momen penting yang dikenang dalam
hidup penciptanya. Karya seni juga dapat menunjukkan hubungan antara karya dengan konteks sosial
penciptaannya, dalam arti sebuah karya merupakan dokumen sosial tentang realitas masyarakat, di
mana sebuah karya dibuat.3
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa karya sastra merupakan rekonstruksi realitas sosial
yang dihadapi atau bahkan dialami oleh seorang penulis sastra. Rekonstruksi imajiner atas realitas
sosial tentunya berdasarkan kepada sesuatu yang khas dalam karya sastra, yaitu interpretasi dan
ideologi seorang penulis.
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 2/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2032P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
Membaca cerpen Suwung karya Abdul Wachid B.S. akan dihadapkan pada kompleksitas
persoalan-persoalan sosial buruh migran, orang yang bekerja dan mencari penghidupan jauh di luar
daerah asal. Buruh migran dipaksa untuk merelakan sebagian besar waktunya untuk bekerja di luar
daerah, mengontrak rumah di dekat tempat kerja, dan meninggalkan keluarga dengan intensitas
pertemuan yang sedikit. Kondisi semacam itu telah mengubah pola hubungan dalam keluarga, ter-
utama hubungan antara suami dan istri, seorang suami cenderung kurang perhatian terhadap istri,
dalam persoalan seks terkesan lebih memaksa, sedangkan seorang istri selalu dihantui oleh rasa curiga
menjadi pencemburu dan reaksioner.
Cerpen Suwung sebagai wacana naratif menawarkan persoalan-persoalan sosial buruh migran,
terutama relasi suami-istri yang tergambar dengan menarik. Abdul Wachid B.S. dalam cerpennya
Suwung menyajikan pertarungan yang unik antara ideologi inferior (baca: Istri) melawan ideologi
patrialkal yang hegemonik dari seorang suami. Perlawanan sederhana dengan tujuan sederhana pula
dari seorang istri, namun sangat mematikan. Dalam cerpen ini terlihat dengan jelas pengarang
berusaha untuk melakukan rekonstruksi terhadap realitas sosial yang dihadapinya. Dalam cerpen ini
Abdul Wachid B.S. tidak hanya berposisi sebagai pemakna, yang berusaha untuk memaknai realitas
sosial yang dihadapi, lebih dari itu, dia berposisi sebagai “pelaku” dalam cerpen ini.
Dari permasalahan di atas, maka tulisan ini akan berusaha memahami realitas sosial yang
terdapat dalam cerpen Suwung dengan pendekatan Antropologi Budaya,4 sebagaimana pandangan
Ernst Cassier tentang manusia, yang dikutip van Baal bahwa manusia dilihat sebagai animal
symbolicum , atau makhluk yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan, menggunakan, dan
mengembangkan berbagai macam simbol untuk melakukan komunikasi dengan manusia sesamanya.
Lambang atau simbol tidak hanya diartikan sebagai semua yang bermakna, tetapi diartikan sebagai
semua yang dimaknai karena manusia mempunyai kemampuan untuk menciptakan makna terhadap
segala persoalan yang dihadapi dan lingkungannya.5 Dalam konteks inilah cerpen Suwung karya Abdul
Wachid B.S. diletakkan.
Untuk memaknai realitas sosial dalam cerpen Suwung, maka pendekatan antropologi yang dipilih
adalah pendekatan hermeneutik Clifford Geertz. Paradigma ini selain menjelaskan atau mencari
hubungan sebab akibat antara unsur dalam teks, tetapi juga untuk lebih memahami makna atau untuk
memahami teks sosial budaya yang dihadapi. Kebenaran pemaknaan dianggap relatif sifatnya, yaitu
tergantung pada perspektif yang diambil, data yang ada, dan kemampuan dari penafsir.6
Hasil analisis antropologi hermeneutik mempunyai kelemahan, yaitu tingginya unsur subjektivitas
peneliti dalam menafsirkan suatu fenomena, dengan demikian, hampir segala macam tafsir di-
mungkinkan. Hal seperti ini sangat dimungkinkan karena dalam antropologi hermeneutik, sebuah
tafsir atas suatu fenomena dibangun di atas elemen-elemen tafsir yang umumnya memang bersifat
sangat subjektif, namun tidak disadari kesubjektifannya oleh penafsir.7
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 3/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2033P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
Untuk mengatasi kelemahan itu, maka dalam tulisan ini akan menggabungkan pendekatan
hermeneutik Clifford Geertz dengan konsep hegemoni dari James C. Scott tentang perlawanan sehari-
hari masyarakat marjinal. Dalam hal ini Scott menyebutkan masyarakat marjinal apabila mendapatkan
kesempatan yang cukup aman, akan dengan fasih mengungkapkan kemampuan mereka yang menge-
sankan untuk memutar-balikkan konsepsi-konsepsi kaum penindas. Mereka memberi tekanan kepada
nilai-nilai demikian, dan kalau perlu memanipulasinya demi kepentingan-kepentingan materi dan
simbolis mereka sebagai sebuah kelas. Mereka menolak karakterisasi yang diberikan para penindas
terhadap mereka. Mereka bertindak demi kepentingan mereka melalui aksi boikot, pemogokkan, aksi
diam, pencurian, dan mengedarkan gosip yang penuh kebencian.8
Kemampuan imajinasi kelompok-kelompok yang dikuasai tetaplah ada untuk membalik dan/atau
menolak ideologi-ideologi dominan yang universal dan dianggap sebagai bagian substantif dari
peralatan budaya atau pun keagamaan mereka yang baku.9 Perlawanan sejarah dari orang-orang yang
kalah, tertanam erat dalam realitas pengalaman sehari-hari yang bersahaja, namun berarti. Musuh
bukanlah kekuatan-kekuatan sejarah yang impersonal, melainkan orang-orang nyata. Nilai-nilai yang
dipertahankan oleh para pelawan dekat-dekat saja dan biasa-biasa saja. Titik tolak mereka adalah
praktik-praktik dan norma-norma yang terbukti efektif di masa lampau, dan kelihatan mengandung
harapan akan mengurangi atau membalikkan kerugian-kerugian yang telah mereka derita. Tujuan
perlawanan sama bersahajanya dengan nilai yang diperjuangkannya.10
Dengan demikian, tulisan ini akan difokuskan untuk melakukan interpreatasi terhadap
perlawanan orang-orang tertindas (baca: istri) berhadapan dengan orang-orang yang telah dikonstruk
oleh pranata budaya dan agama sebagai penindas, yaitu suami dalam cerpen Suwung karya Abdul
Wachid B.S.
Suwung dan Abdul Wachid B.S.Abdul Wachid B.S. dilahirkan di daerah gunung kapur Lamongan, Jawa Timur. Ia dibesarkan
dalam tradisi keluarga yang religius, keluarga besarnya memegang teguh tradisi pesantren dan NU.
Dibesarkan di daerah geografis yang gersang dan tandus telah membentuk karakter keras pada diri
Abdul Wachid B.S., tetapi kultur NU dan pesantren telah membentuk dirinya sebagai pribadi yang
moderat dan akomodatif.
Kepenyairannya dimulai ketika dia berada di Yogyakarta yang dikenal sebagai “neraka tak
bertepi” bagi para penyair dan sastrawan. Abdul Wachid B.S. ditempa dan belajar dalam kerasnya
dunia kepenyairan Yogyakarta, selain secara akademik dia belajar di Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. Dalam masa itu dia mulai dikenal publik lewat karya-karyanya yang dimuat oleh
koran-koran di Yogyakarta.11
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 4/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2034P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
Dengan karakter yang moderat dan akomodatif menjadikan Abdul Wachid B.S. sebagai penyair
dengan seribu wajah, karyanya kadang-kadang sangat ngarab , njawani , nyufi, bahkan tidak jarang
nggentho, namun ada karakter yang tetap dalam karya-karya Abdul Wachid B.S. Hal ini sebagaimana
dikatakan oleh Urara Numazzawa, karya-karya Abdul Wachid B.S. dimulai dari konsep-konsep yang
sangat sederhana, jujur, alamiah, dan terbuka.12
Suwung merupakan salah satu cerpen Abdul Wachid B.S. yang diterbitkan dalam kumpulan seri
cerpen pilihan Bacalah Cinta.13 Dalam pandangan penulis posisi Abdul Wachid B.S. dalam cerpen ini
bukan sebagai pemakna terhadap realitas sosial yang dihadapi tetapi berposisi sebagai orang yang
merasakan terhadap realitas sosial yang dihadapi,14 maka sebagai katup pelepasan terhadap realitas
yang dihadapi, dia mengungkapkan dengan dunia simbol (mitos)15 yang berupa cerpen.
Suwung yang berfungsi sebagai pengejawantahan terhadap realitas sosial yang sebenarnya bukan
imajiner, menurut hemat penulis akan sangat baik apabila dilakukan analisis dengan menggabungkanantara pendekatan hermeneutik Clifford Geertz dengan analisis hegemoni James C. Scott. Oleh karena
Suwung bercerita tentang perlawanan keseharian seorang istri terhadap dominasi dan hegemoni
seorang suami.
Suwung sendiri pada awal ceritanya telah merekonstruksi perlawanan seorang istri terhadap
karakterisasi-karakterisasi yang dilabelkan kepada perempuan rumah tangga, tokoh istriku, diawal
telah menggugat karakterisasi yang ada pada dirinya sebagai ibu rumah tangga, kutipan cerpen
dibawah ini menunjukkan hal tersebut.
…malam demi malam lewat. Tanpa kasmaran. Dingin memahat. “Aaah, kau pasti suka. Aku perlu hiburan,
Mas. Selingan! Daripada dapur, penganggur, dan kutak-kutek di rumah begini. Ayolah!” rengeknya
manja.16
Dalam cerpen ini juga digambarkan tentang aksi-aksi perlawanan istri terhadap suaminya dalam
bentuk-bentuk yang sangat sederhana, yang di masa lalu juga telah dilakukan oleh banyak perempuan
dengan aksi boikot, seperti tidur dengan posisi memberikan punggung kepada suami, mengemasi
pakaian ke dalam koper seakan mau pergi dari rumah, dan aksi dalam bentuk menggosipkan perilaku
suami-suami mereka dengan ibu-ibu rumah tangga yang lain dikompleks hunian mereka. Tujuan
mereka (para istri) juga sangat sederhana hanya menginginkan perhatian dari suami, dan
merumuskan kembali kemesraan di antara suami-istri.
Perlawanan Sederhana Perlawanan Mematikan Dalam dialog-dialog awal cerpen Suwung sudah terlihat kemampuan luar biasa dari yang
tertindas (istri) untuk memutarbalikkan konsepsi-konsepsi sang penindas (suami) atas pencitraan
terhadap diri mereka. Pencitraan baku selama ini seorang suami yang bekerja keras membanting
tulang apalagi di tempat yang jauh adalah pahlawan keluarga, tulang punggung keluarga yang patut
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 5/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2035P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
dihormati, dan selalu didengar oleh seluruh anggota keluarga karena telah menghidupi keluarga.
Pencitraan kebalikan dari citra baku dan sangat subversif dapat dilihat dalam kutipan cerpen berikut.
Orang luaran rumah, sepertiku, tak punya cinta. Cintanya, kata dia, diobral di mana-mana. Seperti sopir
truk gandengan, yang jalan malam, yang kerap kusalip di jalanan. Kutengok. Ah ! Memang di tengah duduk
antara sopir dan kernetnya, ada bidadari. “Kamu, paling juga begitu!” ketus istriku. Ya, mungkin saja,
mahasiswi-mahasiswi itu sedemikian bodohnya, cuma tertarik dengan seorang dosen. Pegawai negeri sipil.
Yang gajinya cuma bisa untuk makan separuh bulan. Selebihnya? Jadi pengamen di seminar-seminar. Atau,
kalau aku, jadi “tukang obat” di kelas-kelas yang ditinggalkan dosen senior.17
Pemutarbalikan terhadap konsepsi-konsepsi baku tersebut bahkan penuh kebencian dengan
maksud untuk membuat opini yang dapat memojokkan sang penindas dalam relasi mereka. Hal itu
tergambar dalam kutipan cerpen berikut.
Apalagi, ketambahan dengan penelitian Iip Wijayanto yang sensasional itu. Puiih! 95% mahasiswi di Yogya
telah ambrol keperawanannya. Istriku kian meradang baca hasil jajak itu. “Nah , benar kan , kata Bu Inung.
Tetangga sebelah itu, suaminya jatuh cinta pada mahasiswinya! Dia itu sudah tua, Mas. Sedang kamu?
Masih muda. Thuk-mis pisan . Lengkap toh?”18
Penggunaan ungkapan thuk-mis yang dalam bahasa Jawa bermakna laki-laki hidung belang,
mata keranjang, dan suka main perempuan, merupakan ungkapan yang dapat memberikan pukulan
telak bagi seorang laki-laki (suami) yang bermartabat. Ungkapan-ungkapan yang merendahkan
tersebut merupakan upaya-upaya istri untuk memutarbalikkan konsepsi-konsepsi hegemonik dari
pencitraan ideal seorang suami yang bekerja. Penciptaan simbol-simbol baru dalam bentuk ungkapan-
ungkapan tertentu, sebetulnya hanya merupakan suatu yang biasa dan sederhana, namun sangat
mematikan bagi penindas (suami).
Perlawanan sederhana lain yang dilakukan istri dalam cerpen Suwung adalah melakukan aksi
boikot. Aksi boikot yang dilakukan istri sebetulnya hanyalah mengulang (menggunakan) tata nilai atau
tradisi yang dilakukan oleh kaum perempuan pada masa lampau dalam upaya melakukan perlawanan
terhadap hegemoni suami dalam keluarga. Bentuk-bentuk aksi boikot istri antara lain tidur menghadap
tembok dan pura-pura akan minggat dengan mengemasi pakaian dalam koper. Perlawanan semacam
ini dapat terlihat dalam kutipan berikut.
Malam ke entah dari pulang-balikku sebab kerja di luar kota, aku datang dengan perasaan kelelakian yang
bertalu-talu di dada. Kuketuk pintu. Sepi. Tak ada sahutan, selain kunci pintu yang diputar. Lalu, senyap. Ia
kembali tidur menghadap tembok.19
Bila petasan telah berletusan dari mulut istriku yang mungil itu, ia akan berangkat tidur. Mendengkur.Mungkin kali ini juga begitu? Tapi, tidak! Di sudut ranjang ada setumpuk baju, koper, dan perhiasan. Dia
menangis. Aku tak mengerti…20
Aksi boikot tersebut memang sangat sederhana, aksi-aksi tersebut merupakan ruang yang penuh
harapan bagi seorang istri untuk bisa merasa menang, dan sebuah upaya untuk meminimalisir
kepahitan-kepahitan dan kerugian-kerugian yang lebih parah dalam relasi suami-istri.
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 6/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2036P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
Aksi-aksi sederhana ini sangat efektif untuk memojokkan seorang suami, bahkan membuat
seorang suami menjadi mati kutu. Tidak ada pilihan lain bagi seorang suami menghadapi aksi boikot
istri tersebut kecuali menarik diri dan mengendorkan paradigma patrialkalnya, mengalah dan
mencoba untuk memahami dan merumuskan kembali pandangan-pandangan tentang istri mereka
yang selama ini telah menjadi bangunan baku. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan cerpen berikut ini.
… Ambyar sudah keinginan yang berloncatan sejak di jalanan tadi. Daripada bertengkar, aku ke dapur. Di
meja, banyak sekali buah-buahan. Rasa lapar berganti mengarah ke lapar perut. Tak ada nasi. Tapi aku
makan buah-buahan itu. Sendiri.21
Aku tahu pasti apa yang terjadi. Ia telah berkata lewat nafasnya. Penantian ini suatu pengorbanan terbesar
dari hidupnya. Hidup perempuan. Maka perempuanlah makhluk yang paling merasa setia menjaga cinta.
Di rumah. Segalanya tak ada yang menjamah. Suci. Imut-imut seperti anggur yang baru dipetik.22
Bergosip merupakan sejata lain dari istri yang mematikan. Dalam melakukan perlawanan dan
menekan suami, maka gosip tentang hubungan suami-istri tetangga menjadi penting, pencitraan-pencitraan jelek suami tetangga yang dalam kondisi tertentu sama dengan dirinya (suami) akan
memunculkan rasa khawatir dan bahkan rasa bersalah terhadap istri. Cerita-cerita atau gosip-gosip
atau bahkan sindiran yang berupa perlambang-perlambang tertentu terutama tentang seks dari suami
atau pacar-pacar tentangga betul-betul merupakan pukulan telak secara psikologis bagi seorang buruh
urban, yang kemampuan seksual mereka sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik mereka. Tentang hal
tersebut terekam baik dalam kutipan cerpen berikut.
“Mas. Mas ! Eva bilang, Endang punya masalah besar lho ?… Ia bilang, Bu Endang lagi ramai dengan
suaminya. Tapi Endang kalau cerita memang seru. Katanya, pacarnya itu hebat. Sekali mendayung dua tiga
pulau terlampaui. Endang bagai pacar ketinggalan perahu. Tidak seperti lelakinya, dirundung ragu. …
Suaminya yang tentara itu harus berhadapan dengan tentara juga? Pacar Bu Endang kan tentara? Serubanget ya , jadinya. Bisa pistol-pistolan!23
Gosip-gosip yang diceritakan kepada suami tentang kemampuan seksual laki-laki dan
perlambang-perlambang tertentu tentang hubungan seks, seperti pistol-pistolan, telah menjadi senjata
yang mematikan bagi seorang suami yang karena kondisi fisik tidak memperhatikan kebutuhan seksual
istri. Pukulan telak tersebut tergambar dalam kutipan cerpen berikut.
Aku kelu dengan kata-kata istriku, pistol-pistolan itu. Tatkala Berita Malam menyiarkan perang Irak-Sekutu
Amerika yang penuh ledakan itu, justru aku tiarap. Tak ada ledakan di sini. Selain bersipunggung. Dan
dengkur. Sedang aku bangga dan bersyukur, memiliki istri yang meledak-ledak, sekaligus tidak menuntut.
Bijak. Tapi, aku, lelaki.24
Tujuan SederhanaTujuan perlawanan dari orang-orang yang kalah sebetulnya sama sederhananya dengan gerakan
perlawanan yang mereka lakukan. Begitu juga dalam cerpen Suwung tujuan perlawanan dari yang
tertindas (istri) juga sederhana dan dekat-dekat saja. Perlawanan sederhana istri terhadap suami hanya
merupakan katup penglepasan dari kepahitan-kepahitan dan kerugian-kerugian yang ia alami selama
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 7/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2037P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
membangun relasi dengan suami, tujuannya juga sederhana untuk mencari perhatian suami dan
merumuskan kembali kemesraan yang baru antara suami-istri.
Tujuan yang dibangun dari perlawanan istri bukanlah tujuan yang muluk-muluk –-sebagaimana gerakan feminis— ingin menjungkalkan ideologi patriarkhi dengan segala manifestasinya dalam
kehidupan sosial. Tujuan dari yang kalah (istri) hanyalah ingin memperoleh hak-hak psikologisnya,
yang mungkin tujuan semacam ini sangat dikutuk oleh gerakan feminisme.
Perlawanan-perlawanan sederhana dari istri yang berupa aksi boikot dengan beradu punggung
ketika tidur, pemutar-balikan konsepsi-konsepsi dan karakterisasi-karakterisasi, bergosip, dalam
cerpen Suwung dapat dibaca hanya sebagai katup penglepasan dari tekanan-tekanan yang menghimpit
seorang istri, yang bahkan efek yang ditimbulkan dari perlawanan itu belum atau tidak pernah
dipikirkan sebelumnya oleh istri.
Perlawanan-perlawanan sederhana yang dilakukan oleh istri ternyata berdampak luar biasa bagiseorang suami, pemutar-balikan konsepsi, dan karakterisasi baku telah membuat suami menjadi
terperangah, terpojok, dan memaksa mereka untuk berpikir ulang atau merumuskan kembali tentang
relasi di antara mereka.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa perlawanan sederhana yang dilakukan oleh istri
tidaklah bertujuan untuk menimbulkan dampak yang luar biasa seperti itu dalam relasi mereka. Istri
hanya menginginkan perhatian yang lebih dari suami, dan berharap dapat menghadirkan kemesraan
baru yang telah hilang sebagai konsekuensi dari keluarga buruh migran, di mana suami-istri
mempunyai intensitas pertemuan relatif sedikit.
Tujuan-tujuan istri tersebut tergambar jelas dalam kutipan cerpen sebagai berikut.… Ayolah !” rengeknya manja. “Kau nanti pasti akan menggelepar usai nonton, Mas. Seperti ikan Mas Koki
membutuhkan air. Dan aku akan menjadi airmu. Renangi aku, ya?” Dia tersenyum. Nakal.25
Kesederhanaan tujuan dari perlawanan istri ini secara eksplisit diakui oleh tokoh aku (suami),
seperti dalam kutipan cerpen berikut.
Aku tak habis pikir. Mengapa kasih sayang tanpa bara cinta di malam begini masih ada nyala cahaya.
Mungkin saja istriku penggemar berat Erich Fromm. Dalam The Art of Loving , Fromm memang menghibur
diri bagi orang-orang yang setia sepertinya. Katanya, kualitas cinta itu tidak ditentukan oleh kualitas
seksual. Sebaliknya, kualitas seks ditentukan oleh kualitas cinta. Seperti makanan yang enak, kalau perasaan
lagi nggak ngeh , ya hambar juga.26
Orang-orang yang kalah (istri) dalam cerpen Suwung dalam perlawanannya terhadap hegemoni
suami tidaklah mempunyai tujuan yang utopis, tetapi tujuan-tujuan yang biasa saja, yang sebetulnya
hanyalah sebuah harapan-harapan untuk merasa menang dalam kekalahan yang ia derita.
Kesimpulan
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 8/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2038P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
Cerpen Suwung merupakan rekonstruksi kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh buruh
migran terutama dalam relasi suami-istri. Istri yang selalu dalam posisi kalah -–dalam pranata sosial
dan agama— di hadapan suami, melakukan perlawanan-perlawanan sederhana, seperti aksi boikot,
pemutar-balikan konsepsi dan karakterisasi, bergosip, serta dengan tujuan yang sederhana pula,
seperti mencari perhatian dan merumuskan kembali kemesraan di antara mereka agar mampu
membuat suami menarik diri dan mengendurkan ideologi patrialkalnya.
Cerpen Suwung merupakan gambaran menarik dari proses pertempuran antara yang selalu kalah
(istri) dan yang selalu dimenangkan (suami). Dampak dari pertempuran tersebut mungkin sama sekali
tidak terpikirkan oleh istri, namun perlawanan sederhana tersebut begitu mematikan bagi suami.
Endnote1 Ungkapan yang sangat dikenal dalam masyarakat Jawa tentang penggambaran relasi suami-istri adalah
suwarga nunut neraka katut yang bermakna masuk surga menumpang, masuk neraka terbawa. Judul tulisan ini
terinspirasi oleh alenia awal dari cerpen Suwung di mana seorang istri berani untuk mengajukan alternatif dalam
pola hubungan yang didominasi oleh laki-laki, dan digambarkan dengan kata-kata enda yang berarti berkelit.
Dengan demikian, ungkapannya menjadi suwarga nunut, nereka enda , untuk bagian ini penulis merasa perlu
berterimakasih kepada Mbak Lala.
2 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada Universsity Press, 2002), hal. 3.
Lihat juga Altenbernd, Lynn dan Leslie L. Lewis, A Handbook for the Study of Fiction (London: The Macmillan
Company, 1966), hal. 14.
3 Lihat Karl Manheim, Essays on Sosiologi of Culture (London: Routledge & Kegan Paul Ltd., 1986)4 Karya sastra yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan teori-teori antropologi budaya telah banyak
dilakukan. Salah satu contoh adalah tiga karya Umar Kayam, Sri Sumarah, Bawuk, dan Para Priyayi, dengan
menggunakan penggabungan antara analisis struktural Levi-Strauss dengan pendekatan hermeneutik Clifford
Geertz, oleh Hedy Shri Ahimsa-Putra.
5 J. van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya , Jilid 2, edisi Terjemah (Jakarta: PT.
Gramedia, 1988), hal. 44-48.
6 Hedy Shri Ahimsa-Putra, Peringatan, Cobaan, dan Takdir: Politik Tafsir Bencana Merapi (Jakarta:
Masyarakat Indonesia XXVI (1), 2000), hal. 103-133.
7 Hedy Shri Ahimsa-Putra, Strukturalsme Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra (Yogyakarta: Galang Press,
2001), hal. 262.
8 James C. Scott, Senjatanya Orang-orang yang Kalah , Edisi Terjemah (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2000), hal. 399-400.
9 Ibid., hal. 432.
10 Ibid ., hal. 454.
11 Karya-karya awal Abdul Wachid B.S. yang berupa puisi banyak penulis temukan sewaktu kecil di koran
Kedaulatan Rakyat dan Minggu Pagi .
5/12/2018 Cerpen Suwung 308-1161-1-PB - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/cerpen-suwung-308-1161-1-pb 9/9
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 191-2039P3M STAIN Purwokerto | Kholid Mawardi
12 Lihat Urara Numazawa, dalam Abdul Wachid B.S., Ijinkan Aku Mencintaimu Pilihan Puisi Cinta
(Yogyakarta: Bukulaela, 2004), hal. 5.
13 Lihat Abdul Wachid B.S. (Ed.), Bacalah Cinta (Yogyakarta: Bukulaela, 2005), hal. 34-38.
14 Untuk memperkuat hal ini perlu disebutkan di sini bahwa Abdul Wachid B.S. berdomisili di Yogyakarta
dan mengajar di Purwokerto Jawa Tengah yang letaknya sangat jauh dari Yogyakarta.
15 Karya yang menggunakan model-model seperti ini adalah Sri Sumarah , Bawuk , Para Priyayi karya Umar
Kayam, dan kumpulan cerpen Kang Sejo Mencari Tuhan karya Jarot C. Setyoko.
16 Abdul Wachid B.S. (Ed), Ibid., hal. 34.
17 Ibid., hal. 35.
18 Ibid.
19 Ibid.
20 Ibid., hal. 36.
21 Ibid.
22 Ibid., hal. 35.
23 Ibid ., hal. 36, 37.
24 Ibid., hal. 38.
25 Ibid., hal. 34.
26 Ibid., hal. 36.
Daftar PustakaAhimsa-Putra, Shri Hedy. 2000. Peringatan, Cobaan, dan Takdir: Politik Tafsir Bencana Merapi. Jakarta:
Masyarakat Indonesia XXVI.-------. 2001. Strukturalisme Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press.
Altenbernd, Lynn dan Leslie L. Lewis. 1996. A Handbook for the Study of Fiction . London: The Macmillan
Company.
Ball, J. Van. 1988. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya , Jilid 2, Edisi Terjemah. Jakarta: PT.
Gramedia.
Manheim, Karl. 1986. Essays on Sosiologi of Culture. London: Routledge & Kegan Paul.
Nurgiantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universsity Press.
Scott, James C. 2000. Senjatanya Orang-orang yang Kalah. Edisi Terjemah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Wachid B.S., Abdul. 2004. Ijinkan Aku Mencintaimu Pilihan Puisi Cinta. Yogyakarta: Bukulaela.
-------. 2005. Bacalah Cinta. Yogyakarta: Bukulaela.