chapter i

6

Click here to load reader

Upload: nerva-anaa

Post on 12-Aug-2015

19 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter I

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemilihan bahan restorasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekuatan

mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

gigi yang masih sehat.1 Namun sejalan dengan kesadaran pasien akan pentingnya

faktor estetika suatu restorasi gigi, penggunaan bahan restorasi estetik mengalami

peningkatan. Resin komposit merupakan material restorasi yang paling pesat

perkembangannya dibandingkan material restorasi sewarna gigi lainnya, seperti :

silikat, resin akrilik, dan semen inonomer kaca.2,3 Hal ini dikarenakan karakteristik

tertentu dari resin komposit seperti warnanya yang hampir menyerupai warna gigi,

tidak larut dalam cairan mulut, dan kemampuannya berikatan dengan struktur gigi

secara mikromekanis.

Para peneliti menemukan bahwa restorasi untuk gigi yang sudah dirawat

endodontik harus dapat meningkatkan fungsi gigi dalam jangka waktu yang lama.

Pada gigi anterior pasca perawatan endodontik apabila masih mempunyai marginal

ridge, cingulum, dan insisal edges yang baik, maka resin komposit dapat digunakan

untuk restorasinya. Hal ini disebabkan gigi anterior tekanan fungsionalnya kecil.

Penelitian ini dilakukan pada gigi insisivus rahang atas karena restorasi akhir pasca

perawatan endodontik pada gigi insisivus sering menggunakan bahan resin komposit.

3

Walaupun telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya

tahan terhadap tekanan kunyah, kontraksi polimerisasi masih menjadi masalah utama

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter I

pada bahan restorasi resin komposit.4,5,6 Kontraksi polimerisasi pada resin komposit

mengakibatkan terbentuk celah (gap) yang dapat mengurangi kerapatan tepi dan

timbulnya rasa sakit setelah penumpatan, terjadinya karies sekunder dan tidak

didapatnya titik kontak.5 Tekanan pengerutan yang terjadi selama polimerisasi

merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perlekatan bahan komposit ke gigi.

Sensi et al. (2004) menyatakan bahwa tekanan pengerutan resin komposit selama

polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan,

sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas.7 Dalam

penelitiannya, Elizabeth et al (2007) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara

kekuatan perlekatan dengan celah mikro pada restorasi resin komposit. Hal ini terlihat

dari hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa makin tinggi nilai tensile bond

strength, makin sedikit celah mikro yang ada.

Dalam ilmu kedokteran gigi gaya kekuatan yang paling sering digunakan

dalam metode pengukuran kekuatan perlekatan adalah tensile bond strength yaitu

kekuatan daya tekan yang menimpa gigi yang datangnya sejajar dengan sumbu gigi

dan shear bond strength yaitu daya yang menekan yang arahnya tegak lurus dengan

sumbu gigi. Untuk menganalisa kekuatan perlekatan suatu bahan restorasi ke substrat

(adherend), harus diamati di daerah mana terjadinya fraktur atau lepasnya perlekatan.

Oleh karena itu, kekuatan perlekatan didefinisikan sebagai beban mekanis inisial

yang dapat mengakibatkan fraktur atau menghasilkan adhesive failure atau pun

cohesive failure.

8

Pengerutan yang terjadi akibat polimerisasi pada resin komposit dapat

mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas. Untuk mengatasi masalah

9

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter I

pengerutan saat polimerisasi dan mengurangi akibat buruk yang terjadi, diperlukan

pemahaman yang baik mengenai pemilihan kasus yang tepat, teknik preparasi, prinsip

ikatan antara struktur gigi dengan bahan tumpat (bonding agent) serta teknik aplikasi

(Gwinnett 1994 cit. Siswandi et al 1999).5 Dalam usaha untuk mengurangi kontraksi

polimerisasi, para peneliti di bidang kedokteran gigi telah mengembangkan suatu

resin komposit dengan komposisi resin yang berbeda dengan methacrylate, yaitu

resin komposit silorane.4,6,10 Weinman et al (2005) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa silorane merupakan resin komposit dengan monomer matriks siloxane dan

oxirane, yang memiliki pengerutan polimerisasi < 1%.11 Duarte et al. (2009)

menyatakan bahwa resin komposit berbasis methacrylate mengalami pengerutan

polimerisasi sebesar 2,3 – 3%.

Silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan molekul oxirane dan siloxane,

yang mekanismenya dapat mengurangi stress dengan cara terbukanya cincin oxirane

selama polimerisasi.

12

6, 10, 13 Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hidrofobik

sehingga memiliki daya serap air yang rendah dan oxirane sangat dikenal karena

penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya yang sangat baik terhadap pengaruh

reaksi fisik dan kimia.14, Asmussen et al (2005) dalam penelitiannya mengemukakan

alasan berkurangnya kontraksi polimerisasi yang terjadi pada silorane, dikarenakan

adanya monomer oxirane yang membentuk seperti cincin terbuka selama

polimerisasi.

Al-Boni dan Raja (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada

hubungan antara celah mikro dengan pengerutan resin komposit methacrylate dan

silorane. Al-Boni dan Raja melakukan penelitian untuk membandingkan celah mikro

15

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter I

pada resin komposit berbasis methacrylate dan silorane pada restorasi klas I

premolar. Hasilnya, meskipun semua mengalami kebocoran mikro, tetapi resin

komposit silorane mengalami kebocoran mikro yang lebih sedikit dibandingkan resin

komposit methacrylate.16 Klautau et al. (2011) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa tidak ada perbedaan celah mikro dan adaptasi marginal antara resin komposit

methacrylate dan silorane. Suatu faktor yang berperan terhadap kebocoran marginal

pada restorasi resin komposit yaitu kontraksi bahan selama terjadi polimerisasi.

Lien et al.(2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane memiliki

pengerutan polimerisasi yang paling rendah, flexural strength/modulus yang lebih

tinggi, tetapi memiliki compressive strength yang lebih rendah dibandingkan dengan

ke lima jenis resin komposit berbasis methacrylate yaitu compomer, giomer,

nanocomposite, hybrid dan micro-hybrid.

17

18 Ilie et al (2006) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa silorane lebih sedikit menyerap air dan memiliki solubilitas yang

tinggi sehingga menghasilkan kestabilan hidrolitik dan juga kestabilan warna yang

lebih baik dibanding resin methacrylate.19 Garcia et al. (2011) dalam penelitiannya

mengevaluasi kekuatan perlekatan resin komposit methacrylate pada enamel lebih

tinggi dibanding pada dentin, sedangkan kekuatan perlekatan resin komposit silorane

menunjukkan hasil yang sama baik pada enamel maupun dentin.20

Ada dua sistem adhesif yang dikenal pada saat ini yaitu total etch adhesive

system dan self etch adhesive system. Penelitian ini menggunakan sistem adhesif

berupa two step self etching generasi ke-6 yang juga dikenal sebagai “self-etching

primers”. Self etching adhesive system tidak menghilangkan seluruh smear layer dan

juga tidak membuka tubulus dentin secara keseluruhan. Menurut Pashley cit Oliveira,

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter I

smear layer dapat mengurangi permeabilitas dentin. Dengan menghilangkan seluruh

smear layer dapat meningkatkan permeabilitas dentin yang akan menyebabkan

pergerakan cairan tubulus dentin dari arah pulpa yang dapat menimbulkan sensitivitas

dan mengganggu perlekatan restorasi serta melarutkan bahan adhesif.

Dari uraian di atas diketahui bahwa, terdapat perbedaan pengerutan selama

polimerisasi antara resin komposit methacrylate dengan silorane. Belum ada

penelitian untuk melihat perbandingan tensile bond strength antara resin komposit

berbasis silorane dan methacrylate, maka dirasakan perlu untuk mengamati dan

membandingkan tensile bond strength pada restorasi klas I insisivus yang

menggunakan resin komposit berbasis methacrylate dan silorane dengan sistem

adhesif yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah ada perbedaan tensile bond strength

antara resin komposit berbasis methacrylate dan silorane menggunakan sistem

adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tensile bond

strength antara resin komposit yang berbasis methacrylate dan silorane menggunakan

sistem adhesif yang berbeda pada restorasi klas I insisivus.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter I

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pertimbangan dalam memilih bahan tambalan resin komposit

yang dapat menghasilkan kekuatan perlekatan yang baik.

2. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai kekuatan perlekatan pada

restorasi gigi dengan menggunakan resin komposit dengan jenis yang berbeda.

3. Sebagai dasar dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan gigi

masyarakat terutama di bidang konservasi gigi sehingga gigi dapat dipertahankan

selama mungkin di rongga mulut.

Universitas Sumatera Utara