chapter ii
DESCRIPTION
Chapter IITRANSCRIPT
![Page 1: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/1.jpg)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelasan
Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik
penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya
pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian paduan timbal-timah.
Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang
waktu antara tahun 3000 sampai 4000 SM.
Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan
dalam praktek oleh Benardes (1985). Dalam penggunaan yang pertama ini
Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Karena
panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama
dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan. Zerner (1889)
mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan dengan menggunakan
busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Slavianoff (1892) adalah
orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair
karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Kemudian
Kjellberg menemukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila
kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak.
Di samping penemuan-penemuan oleh Slavianoff dan Kjellberg dalam las
busur dengan elektroda terbungkus seperti diterangkan diatas, Thomas (1886)
menciptakan proses las resistansi listrik, Goldschmitt (1895) menemukan las
termit dan tahun 1901 las oksi-asitelin mulai digunakan oleh Fouche dan Piccard.
![Page 2: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/2.jpg)
Kemudian pada tahun 1926 ditemukannya las hidrogen atom oleh
Lungumir, las busur logam dengan pelindung gas mulia oleh Hobart dan Dener
serta las busur rendam oleh Kennedy (1935). Wasserman (1936) menyusul dengan
menemukan cara pembrasingan yang mempunyai kekuatan tinggi.
Dari tahun 1950 sampai sekarang telah ditemukan cara-cara las baru antara
lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO2 , las
gesek, las ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser, dan masih
banyak lagi lainnya.
Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah
ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan
dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah suatu proses
penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh
tekanan atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan metalurgi yang ditimbulkan
oleh gaya tarik menarik antara atom.
Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu
memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran
bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat
ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern.
2.1.1 Siklus Termal Daerah Las (Heat Affected Zone)
Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan pada daerah
lasan,sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2, menunjukan
siklus termal daerah lasan pada gambar 2.1 dapat dilihat siklus termal dari
beberapa tempat dalam daerah HAZ (Heat Affected Zone) dengan kondisi
![Page 3: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/3.jpg)
pengelasan tetap, sedangkan pada gambar 2.2 menunjukan siklus termal disekitar
lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda. Lamanya pendinginan dalam
suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi
kualitas sambungan, karena itu banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk
menentukan lamanya waktu pendinginan. Siklus termal dari beberapa tempat
dalam daerah HAZ dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Siklus termal dari beberapa tempat dalam daerah HAZ (Heat Affected
Zone)
Sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian besar tergantung pada lamanya
pendinginan dari temperatur 8000C sampai 5000C, sedangkan retak dingin dimana
hidrogen memegang peranan penting terjadinya sangat tergantung oleh lamanya
pendinginan dari temperatur 8000C sampai 3000C atau 1000C. Sedangkan untuk
Silkus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda dapat
dilihat pada gambar 2.2.
![Page 4: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/4.jpg)
Gambar 2.2 Silkus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan
yang berbeda
2.1.2 Ketangguhan Daerah Lasan
Bila patah getas terjadi pada logam dengan daya tahan yang rendah,
perpatahan tersebut dapat merambat dengan kecepatan sampai 200 m/detik yang
dapat menyebabkan kerusakan dalam waktu yang sangat singkat sekali.
Dalam hal sambungan las patah getas ini menjadi lebih penting karena
adanya faktor – faktor yang membantu seperti: konsentrasi tegangan, struktur
tidak sesuai dan adanya cacat dalam lasan. Pengaruh struktur logam las terhadap
ketangguhan pada dasarnya sama seperti pada batas las, tetapi pada logam las
dalam proses pengelasan ini mencair dan kemudian membeku maka kemungkinan
besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang
tidak homogen.
![Page 5: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/5.jpg)
2.1.3 Ketangguhan Logam Las
Logam las adalah logam yang dalam proses pengelasan mencair kemudian
membeku, sehingga logam las ini banyak sekali mengandung oksigen dan gas-gas
lain. Dalam menganalisa ketangguhan logam las harus diperhatikan pengaruh
unsur lain yang terserap selama proses pengelasan, terutama oksigen, dan
pengaruh dari struktur logam itu sendiri. Struktur logam daerah pengaruh panas
atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam
las, pada daerah HAZ dekat dengan daerah lebur, kristal tumbuh dengan cepat dan
membentuk butir-butir kasar daerah ini dinamakan batas las.
Didalam daerah pengaruh panas besar butir dan struktur berubah sesuai
dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan, karena siklus termal
yang terjadi sangat komplek sehingga ketangguhannyapun semakin komplek.
2.2 Klasifikasi Pengelasan
Ditinjau dari sumber panasnya, pengelasan dapat dibedakan menjadi:
1. Mekanik
2. Listrik
3. Kimia
Sedangkan menurut cara pengelasan, dibedakan menjadi dua bagian besar:
1. Pengelasan Tekanan (Pressure Welding)
2. Pengelasan Cair (Fusion Welding)
Bedasarkan buku Haynes Techbook Welding Manual, Jay Storer And John
Haynes diagram temperatur cair material dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah
ini.
![Page 6: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/6.jpg)
Gambar 2.3 Diagram Temperatur Cair Material
2.2.1 Pengelasan Cair (Fusion Welding)
Pengelasan cair (fusion welding) adalah proses penyambungan logam
dengan cara mencairkan logam yang tersambung, yaitu:
1. Oxyacetylene Welding
2. Elektrik Arc Welding
3. Shield Gas Arc Welding (TIG, MIG, MAG dan Submerged Welding)
4. Resistance Welding (Spot Welding, Seam Welding, Upset
5. Welding, Flash Welding, Electro Slag Welding dan Electro Gas Welding)
6. Electro Beam Welding
7. Laser Beam Welding
8. Plasma Welding
2.2.2 Jenis-Jenis Pengelasan yang Umum Dilakukan
1. Proses pengelasan busur logam terbungkus (Shielded Metal Arc Welding)
Salah satu jenis proses las busur listrik elektoda terumpan, yang
menggunakan busur listrik yang terjadi antara elektroda dan benda kerja setempat,
![Page 7: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/7.jpg)
kemudian membentuk paduan serta membeku menjadi lasan. Elektroda
terbungkus yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar pada waktu proses
pengelasan dan gas yang terjadi akan melindungi proses pengelasan terhadap
pengaruh udara luar, cairan yang terbungkus akan terapung membeku pada
permukaan las yang disebut slag. Proses pengelasan elektroda terbungkus
terlihat pada gambar 2.4.
Gambar.2.4 Proses pengelasan busur las terbungkus
2. Proses pengelasan busur terendam (Shield Arc Welding)
Ini adalah salah satu pengelasan dimana logam cair ditutup dengan
fluks yang diatur melalui suatu penampang fluks dan elektroda yang merupakan
kawat pejal diumpankan secara terus menerus, dalam pengelasan ini busur listrik
nya terendam dalam fluks dapat dilihat pada gambar 2.5. Prinsip las busur
terendam ini material yang dilas adalah baja karbon rendah, dengan kadar
karbon tidak lebih dari 0, 05%. Baja karbon menengah dan baja konstruksi
paduan rendah dapat juga dilas dengan proses SAW, namun harus dengan
![Page 8: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/8.jpg)
perlakuan panas khusus dan elektroda khusus. Proses pengelasan busur terendam
(SAW) dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Proses pengelasan busur terendam
3. Proses pengelasan busur logam gas (Gas Metal Arc Welding)
Jenis pengelasan ini menggunakan busur api listrik sebagai sumber panas
untuk peleburan logam, perlindungan terhadap logam cair menggunakan gas
mulia (inert gas) atau CO2 merupakan elektroda terumpan yang diperlihatkan pada
gambar 2.6. Proses GMAW dimodifikasikan juga dengan proses menggunakan
fluks yaitu dengan penambahan fluks yang magnetig atau fluks yang diberikan
sebagai inti.
Gambar 2.6 Proses pengelasan busur logam gas
![Page 9: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/9.jpg)
4. Proses pengelasan busur berinti fluks
Proses pengelasan busur berinti fluks merupakan proses pengelasan
busur listrik elektroda terumpan. Proses peleburan logam terjadi diantara logam
induk dengan elektroda berbentuk turbolensyang sekaligus menjadi bahan
pengisi, fluks merupakan inti dari elektroda dan terbakar menjadi gas, akan
melindugi proses dari udara luar, seperti gambar 2.7.
Gambar.2.7 Proses pengelasan berinti fluks
5. Proses pengelasan busur tungsten gas (Gas Tungsten Arc Welding)
Pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan
elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan bahan penambah
terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan
terpisah dari torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang
keluar dari torch biasanya berupa gas argon 99%. Pada proses pengelasan
inipeleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara
![Page 10: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/10.jpg)
elektroda dan logam induk. Proses pengelasan busur tungsten gas dapat dilihat
pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Proses pengelasan busur tungsten gas
2.3 Parameter Pengelasan
Kestabilan dari busur api yang terjadi pada saat pengelasan merupakan
masalah yang paling banyak terjadi dalam proses pengelasan dengan SAW, oleh
karena itu kombinasi dari Arus listrik (I) yang dipergunakan dan Tegangan (V)
harus benar-benar sesuai dengan spesifikasi kawat elektroda dan fluksi yang
dipakai.
1. Pengaruh dari Arus Listrik (I)
Setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan
meningkatkan penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan
meningkat 2 mm per 100A dan kuantiti las meningkat juga 1,5 Kg/jam per 100A.
![Page 11: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/11.jpg)
Gambar 2.9 Pengaruh Arus Listrik
2. Pengaruh dari Tagangan Listrik (V)
Setiap peningkatan tegangan listrik (V) yang dipergunakan pada proses
pengelasan akan semakin memperbesar jarak antara tip elektroda dengan material
yang akan dilas, sehingga busur api yang terbentuk akan menyebar dan
mengurangi penetrasi pada material las. Konsumsi fluksi yang dipergunakan akan
meningkat sekitar 10% pada setiap kenaikan 1 volt tegangan.
3. Pengaruh Kecepatan Pengelasan
Jika kecepatan awal pengelasan dimulai pada kecepatan 40 cm/menit,
setiap pertambahan kecepatan akan membuat bentuk jalur las yang kecil (Welding
Bead), penetrasi, lebar serta kedalaman las pada benda kerja akan berkurang.
Tetapi jika kecepatan pengelasannya berkurang dibawah 40 cm/menit cairan las
yang terjadi dibawah busur api las akan menyebar serta penetrasi yang dangkal,
hal ini dikarenakan over heat.
4. Pengaruh Polaritas arus listrik (Alternating Curret atau Direct Current)
Pengelasan dengan kawat elektroda tunggal pada umumnya menggunakan
tipe arus Direct Current (DC), elektroda positif (EP), jika menggunakan elektroda
negatif (EN) penetrasi yang terbentuk akan rendah dan kuantiti las yang tinggi.
![Page 12: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/12.jpg)
Pengaruh dari arus Alternating Curret (AC) pada bentuk butiran las dan
kuantiti pengelasan antara elektroda positif dan negatif adalah sama yaitu
cenderung porosity, oleh karena itu dalam proses pengelasan yang menggunakan
arus AC harus memakai fluks yang khusus.
2.3.1 Klasifikasi Fluksi dan Kawat Elektroda
2.3.1.1 Fluksi
Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari
udara bebas serta menstabilkan busur.
Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya, diantaranya:
1. Fused Fluksi
Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan,
kapur, boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak
yang terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan:
• Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis / susun yang tebal
kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang diinginkan.
• Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan – percikan
yang kemudian disaring sesuai ukurannya. Metode ini lebih effisien, tetapi
kualitas fluksi yang dihasilkan mengandung hidrogen yang cukup tinggi yang
memerlukan prose lebih lanjut untuk mengurangi kadar hidrogen tersebut.
2. Bonded Fluksi
Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-
butiran material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy, water
![Page 13: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/13.jpg)
glass sebagi pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus. Campuran
tersebut kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang berputar pada
temperatur 600–800 0C.
2.3.1.2 Kawat Elektroda
Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik
manurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E
XXXX yang artinya sebagai berikut:
• E menyatakan elaktroda busur listrik.
• XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam
ribuan Ib/in2 lihat table.
• X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan
segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.
• X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok
dipakai untuk pengelasan.
Contoh : E 6013
Artinya:
• Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42
kg/mm2.
• Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi.
• Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC
+ atau DC –.
![Page 14: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/14.jpg)
2.3.2 Persiapan Sambungan
Klasifikasi sambungan las berdasarkan jenis sambungan dan bentuk alur,
yaitu:
1. Sambungan Las Dasar
Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya dibagi dalam
sambungan tumpul, sambungan t, sambungan sudut dan sambungan tumpang.
Sebagai perkembangan sambungan dasar tersebut diatas terjadi sambungan silang,
sambungan dengan penguat dan sambungan sisi berdasarkan buku Teknologi
Pengelasan Logam oleh Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 2.10.
Gambar 2.10 Alur sambungan las tumpul
2. Sambungan Tumpul
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien.
Sambungan ini dibagi lagi mejadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan
sambungan penetrasi sebagian seperti yang terlihat dalam gambar 2.10.
Sambungan penetrasi penuh dibagi lebih lanjut menjadi sambungan tanpa pelat
![Page 15: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/15.jpg)
pembantu dan sambungan dengan pelat pembantu yang masih dibagai lagi dalam
pelat pembantu yang turut menjadi bagian dari konstruksi dan pelat pembantu
yang hanya sebagai penolong pada waktu proses pengelasan saja.
Bentuk alur dalam sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi
pengerjaan, efisiensi sambungan dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan
bentuk alur sangat penting. Bentuk dan ukuran alur sambungan datar ini sudah
banyak di standarkan dalam standar AWS, DIN, JSSC dan sebagainya.
Pada dasarnya dalam memilih bentuk alur harus menuju kepada penurunan
masukan panas dan penurunan logam las sampai kepada harga terendah yang
tidak menurunkan mutu sambungan. Karena hal ini maka dalam pemilihan bentuk
alur diperlukan kemampuan dan pengalaman yang luas. Bentuk-bentuk yang telah
distandarkan pada umumnya hanya meliputi bentuk alur harus ditentukan sendiri
berdasarkan pengalaman yang dapat dipercaya. Sambungan T berdasarkan buku
Teknologi Pengelasan Logam oleh Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto dapat
dilihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Sambungan T
![Page 16: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/16.jpg)
2.3.3 Arus Pengelasan
Arus adalah aliran pembawa muatan listrik,simbol yang digunakan adalah
huruf besar I dalam satuan ampere. Pengelasan adalah penyambungan dua logam
dan atau logam paduan dengan cara memberikan panas baik diatas atau dibawah
titik cair logam tersebut,baik dengan atau tanpa tekanan serta ditambah atau tanpa
logam pengisi yang dimaksud dengan arus paengelasan disini adalah aliran
pembawa muatan listrik dari mesin las yang digunakan untuk menyambung dua
logam dengan mengalirkan panas ke logam pengisi atau elektroda. Hubungan
diameter elektroda dengan arus pengelasan menurut Howard BC,1998 dapat
dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Hubungan diameter elektroda dengan arus pengelasan
Diameter Elektroda (mm) Arus (Ampere)
2,5 60-90
2,6 60-90
3,2 80-140
4,0 150-190
5,0 180-250
2.3.4 Polaritas Terbalik
AC (Alternating Current) dan DC (Direct Current) digunakan untuk
menggambarkan polaritas arus listrik yang menghasilkan arus las dan arah
pengelasan. Istilah umum yang dihubungkan dengan polaritas yaitu polaritas
terbalik dan polaritas langsung. Ini sangat umum untuk dunia pengelasan.
Elektroda positif adalah sama dengan polaritas terbalik. Elektroda negatif adalah
![Page 17: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/17.jpg)
sama dengan polaritas lurus. Oleh karena itu + dan - tertulis pada mesin las untuk
kabel yang tersambung.
Untuk arus muatan kutub langsung kawat lasnya negative, dan untuk
muatan kutub terbalik kawat las positifnya. Hal-hal seperti ini terkadang sangat
diperlukan untuk mengubah arah arus yang mengalir pada jaringan las. Ketika
muatan listrik mengalir dari kutub negative (katoda) dari busur las ke benda kerja
sistem ini adalah arus searah (DC) dengan sistem kutub terbalik.
Gambar 2.12 Muatan Kutub terbalik
2.3.5 Metalurgi Las
Pengelasan adalah proses penyambungan dengan menggunakan energi
panas, karena proses ini maka logam disekitar lasan mengalami siklus termal
cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan metalurgi yang rumit,
deformasi dan tegangan – tegangan termal. Hal ini sangat erat hubunganya dengan
ketangguhan, cacat las, retak dan lain sebagainya yang umumnya mempunyai
pengaruh yang fatal terhadap keamanan dan konstruksi las.
Daerah lasan terdiri dari tiga bagian:
1. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair
kemudian membeku.
![Page 18: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/18.jpg)
2. Fusion Line, garis penggabungan atau garis batas cair antara logam las
dan logam Induk
3. Daerah pengaruh panas disebut HAZ (Heat Affected Zone), adalah
logam dasar yang bersebelahan dengan logam las selama pengelasan
mengalami pemanasan dan pendinginan yang cepat Pembagian daerah
lasan dapat dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Pembagian daerah las
Keterangan:
1. Weld Metal (Logam Las)
2. Fusion Line (Garis Penggabung)
3. HAZ (Daerah Pengaruh Panas)
4. Logam Induk
2.3.6 Kampuh V Tunggal dan Ganda
Salah satu yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pengelasan adalah
pembuatan kampuh las. Kampuh las berguna sebagai tempat pengisian logam
pengisi (elektroda) yang ikut mencair. Bentuk kampuh sangat mempengaruhi
efisiensi sambungan dan jaminan sambungan.
Sambungan kampuh V dipergunakan untuk menyambung logam atau plat.
Sambungan ini terdiri dari sambungan kampuh V tunggal dan sambungan
![Page 19: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/19.jpg)
kampuh V ganda dengan sudut kampuh antara 450-700. Kampuh V tunggal dan
ganda dapat dilihat pada gambar 2.14 dan 2.15. Pada dasarnya pemilihan bentuk
kampuh menuju kepada penurunan pemasukan panas dan penurunan logam las
pada tingkat harga terendah dan tidak menurunkan mutu dari sambungan.
Gambar 2.14 Kampuh V tunggal
Gambar 2.15 Kampuh V ganda
Ada 3 aturan dalam pemilihan sambungan dan kampuh:
1. Pemilihan sambungan yang memerlukan sedikit logam pengisi.
2. Penggunaan akar kampuh yang minimum dengan sudut yang sangat kecil
agar dapat mengurangi jumlah logam pengisi.
3. Pada pelat yang tebal menggunakan kampuh ganda untuk mengurangi
logam pengisi.
2.4 Pengujian Tarik (Tensile Test)
Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda
uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk
mengetahui apakah kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau
![Page 20: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/20.jpg)
lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan
tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah
letak putusnya suatu sambungan las.
Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan
memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda. Penarikan
gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
(deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah
proses pergeseran butiran Kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya
elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh
penarikan gaya maksimum. Gambar 2.14 menunjukkan alat uji tarik.
Gambar 2.16 Alat uji tarik
Keterengan:
1. Load roll
2. Tombol Down
![Page 21: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/21.jpg)
3. Tombol Up
4. Stop
5. Start
6. Chuck bawah
7. Chuck atas
8. Load
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus
menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang
lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.15. Kurva ini
menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang (Callister,
2004).
Gambar 2.17 Kurva F vs Δl
Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik( ε eng
.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan
statik (∆L) terhadap panjang batang mula-mula (L0 ). Tegangan yang
dihasilkan pada
![Page 22: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/22.jpg)
proses ini disebut dengan tegangan teknik (σeng ), dimana didefinisikan sebagai
nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0 ).
Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan
persamaan (2.1).
σ = F
Ao(2.1)
Dimana:
σ = Tegangan tarik (MPa)
F = Gaya tarik (N)
Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)
Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan
persamaan (2.2).
ε = ∆L
x100%L
(2.2)
Dimana: ∆L = L - L0
Keterangan:
ε = Regangan akibat gaya tarik
L = Panjang spesimen akibat beban tarik (mm)
Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)
Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian
tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang
terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan
menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis (Nash, 1998). Hubungan
antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.3)
![Page 23: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/23.jpg)
E = σ / ε (2.3)
E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan
tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas”
atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan
stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve). Kurva ini ditunjukkan oleh
gambar 2.16.
Gambar 2.18 Kurva Tegangan-Regangan
Umumnya, limit elastis bukan merupakan definisi tegangan yang jelas,
tetapi pada besi tidak murni dan baja karbon rendah, titik awal terjadinya
deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang
menunujukan adanya titik luluh atas dan titik luluh bawah. Perilaku luluh ini
merupakan karakteristik bebagai jenis logam, khusunya yang memiliki struktur
![Page 24: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/24.jpg)
bcc dan mengandung sejumlah kecil elemen terlarut. Untuk material yang tidak
memiliki titik luluh yang jelas, berlaku definisi konvensional mengenai titik awal
deformasi plastis, yaitu tegangan uji 0,1 atau 0,2 %. Di sini ditarik garis sejajar
dengan bagian elastis kurva tegangan-regangan dari titik dengan regangan 0,2 %.
2.4 Pengujian Ketangguhan Impak (Impact Toughness Test/Impact Charpy
Test)
Bahan-bahan digunakan untuk membangun struktur yang menahan suatu
beban. Seorang insinyur perlu mengetahui jika bahan akan bertahan pada kondisi
dimana struktur akan dipergunakan. Faktor yang penting yang mempengaruhi
ketangguhan dari sebuah struktur meliputi pengujian temperatur rendah,
pembebanan lebih, dan laju regangan tinggi terhadap angin atau impak (benturan)
dan efek dari konsentrasi tegangan seperti takikan dan retakan. Hal tersebut
cenderung untuk mendorong terjadinya perpatahan. Untuk hal yang lebih luas,
interaksi kompleks dari faktor-faktor ini dapat dimasukkan dalam proses desain
dengan menggunakan teori mekanisme perpatahan.
Pengujian untuk ketangguhan impak, seperti halnya pengujian Impact
Charpy telah dikembangkan sebelum teori mekanika perpatahan tersedia.
Pengujian impak adalah sebuah metode untuk mengevaluasi ketangguhan relatif
dari bahan-bahan teknik. Pengujian Impact Charpy secara kontinyu digunakan
pada saat ini sebagai metode kontrol kualitas yang ekonomis untuk
memperkirakan sensitifitas takikan dan ketangguhan impak dari bahan-bahan
teknik. Hal ini biasanya digunakan untuk menguji ketangguhan logam-logam.
Pengujian yang serupa dapat digunakan untuk polimer, keramik dan komposit.
![Page 25: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/25.jpg)
Alat uji Impact Charpy dan spesimen uji dapat dilihat pada gambar 2.17 dan
2.18.
Gambar 2.19 Alat uji Impact Charpy
Keterangan:
1. Pengunci palu
2. Piring busur derajat
3. Jarum penunjuk sudut
4. Lengan
5. Beban
6. Tempat benda uji dipasang
7. Batang pembawa jarum
8. Badan mesi uji
![Page 26: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/26.jpg)
Gamber 2.20 Spesimen uji
Benda uji dipatahkan dengan benturan dari sebuah palu pendulum yang
berat, yang jatuh dari jarak tetap (energi potensial yang konstan) untuk
membentur benda uji dengan kecepatan yang tetap (energi kinetik yang
konstan). Bahan-bahan yang tangguh (tough) menyerap banyak energi ketika
dipatahkan dan bahan-bahan yang getas (brittle) menyerap energi sangat sedikit.
Energi impak yang diukur dengan pengujian Charpy adalah usaha yang
dilakukan untuk mematahkan benda uji. Pada Impak, spesimen berubah bentuk
secara elastis sampai peluluhan tercapai (deformasi plastik) dan sebuah zona
plastis berkembang pada takikan. Ketika pengujian dilanjutkan, perubahan
spesimen oleh impak menyebabkan usaha pada zona plastis mengeras. Hal ini
mengingkatkan tegangan dan regangan pada zona plastis sampai specimen
patah. Energi impak total tergantung pada ukuran dari benda uji, dan standar
![Page 27: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/27.jpg)
ukuran benda uji yang digunakan untuk dibandingkan diantara bahan-bahan
yang berbeda. Energi impak dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti halnya:
1. Kekuatan peluluhan dan keuletan
2. Takikan
3. Suhu dan laju regangan
4. Mekanisme perpatahan
Peningkatan kekuatan luluh oleh mekanisme tersebut kemudian akan
menurunkan energi impak ketika usaha plastis yang kecil dapat terjadi sebelum
regangan pada zona plastis yang cukup untuk mematahkan benda uji.
Peningkatan kekuatan luluh dapat juga mempengaruhi energi impak disebabkan
oleh perubahan mekanisme perpatahan.
Takikan pada benda uji mempunyai dua efek. Keduanya dapat
menurunkan energi impak.Pertama, konsentrasi tegangan dari takikan
menyebabkan peluluhan atau deformasi plastis terjadi pada takikan. Suatu
daerah plastis dapat berkembang pada takikan, dimana akan menurunkan jumlah
total deformasi plastik pada benda uji. Hal ini menurunkan usaha yang dilakukan
oleh deformasi plastik sebelum perpatahan. Kedua, pembatasan deformasi pada
takikan meningkatkan tegangan tarik di zona plastis. Tingkat pembatasan
tergantung pada kerumitan takikan (kedalaman dan keruncingan). Peningkatan
tegangan tarik mendorong perpatahan dan menurunkan usaha yang dilakukan
oleh deformasi plastis sebelum perpatahan terjadi. Pengujian Impact secara
kontinu digunakan pada saat ini sebagai metode kontrol kualitas yang ekonomis
untuk memperkirakan sensitifitas takikan dan ketangguhan impak dari bahan-
bahan teknik.
![Page 28: Chapter II](https://reader033.vdocuments.net/reader033/viewer/2022060114/5572142e497959fc0b93f4db/html5/thumbnails/28.jpg)
Harga impak dapat dihitung dengan formula:
Energi awal (E0 ) = P . D (1 – Cos α ) 2.4
Energi akhir (E1 ) = P . D ( 1 – Cos β ) 2.5
Maka energi yang diserap adalah:
E = E0 – E1
= P . D {(1 – cos α) – (1 – cos β)}
= P . D (- cos α + cos β)
E = P . D (cos β – cos α)
Dimana :
E = Energi yang diserap dalam satuan (Joule)
α = Sudut awal pemukulan (147o rad)
2.6
β = Sudut akhir pemukulan (rad)
P = Konstanta (251,3 N)
D = Konstanta (0,6495 m)
Atau bisa juga dengan formula:
Hi = P . D (cos β – cos α) / A
Hi = E/A
Dimana:
E = Energi yang diserap dalam satuan (Joule)
A = Luas penampang dibawah takik dalam satuan (mm2)
2.7