chapter i.pdf

41
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH. Berbicara mengenai gerakan perempuan Indonesia berarti kita sedang membahas gerakan yang mempunyai sejarah yang panjang. Sejak sebelum kemerdekaan, dari catatan sejarah kita sudah menyaksikan bagaimana perempuan Indonesia telah berorganisasi dan mengadakan berbagai aksi. Gerakan perempuan Indonesia tumbuh dan berkembang sejak masa kolonial [penjajahan] seiring dengan berdirinya organisasi – organisasi perempuan. Menurut Syahfitri Anita dalam artikelnya yang berjudul ”Gerakan Perempuan: Kajian Teoritis”, wacana gerakan perempuan yang dihadirkan sejak awalnya merupakan suatu usaha untuk mengangkat posisi perempuan. Ini berangkat dari asumsi bahwa peran perempuan dalam kehidupan masyarakat atau ranah kebijakan publik di berbagai belahan dunia dari waktu ke waktu terus berkembang, khususnya di Indonesia. Perkembangan ini tentunya mengarah kepada terciptanya ruang yang memberikan kesetaraan bagi perempuan baik secara individual maupun perempuan sebagai komponen masyarakat. 1 Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia menceritakan beberapa nama perempuan yang disebutkan sebagai tokoh – tokoh perempuan yang ikut berjuang bersama rakyat dalam memperjuangkan dan merebut kemerdekaan kita dari tangan kolonialisme. R.A Kartini umumnya disebut-sebut sebagai tokoh perempuan pada zamannya, dan yang paling terkenal. Kartini (1897-1904) dinilai sebagai salah satu perintis kemerdekaan Indonesia, karena pemikirannya untuk Universitas Sumatera Utara

Upload: kupang-karang

Post on 08-Aug-2015

80 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter I.pdf

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH.

Berbicara mengenai gerakan perempuan Indonesia berarti kita sedang

membahas gerakan yang mempunyai sejarah yang panjang. Sejak sebelum

kemerdekaan, dari catatan sejarah kita sudah menyaksikan bagaimana perempuan

Indonesia telah berorganisasi dan mengadakan berbagai aksi. Gerakan perempuan

Indonesia tumbuh dan berkembang sejak masa kolonial [penjajahan] seiring

dengan berdirinya organisasi – organisasi perempuan.

Menurut Syahfitri Anita dalam artikelnya yang berjudul ”Gerakan

Perempuan: Kajian Teoritis”, wacana gerakan perempuan yang dihadirkan sejak

awalnya merupakan suatu usaha untuk mengangkat posisi perempuan. Ini

berangkat dari asumsi bahwa peran perempuan dalam kehidupan masyarakat atau

ranah kebijakan publik di berbagai belahan dunia dari waktu ke waktu terus

berkembang, khususnya di Indonesia. Perkembangan ini tentunya mengarah

kepada terciptanya ruang yang memberikan kesetaraan bagi perempuan baik

secara individual maupun perempuan sebagai komponen masyarakat. 1

Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia menceritakan beberapa nama

perempuan yang disebutkan sebagai tokoh – tokoh perempuan yang ikut berjuang

bersama rakyat dalam memperjuangkan dan merebut kemerdekaan kita dari

tangan kolonialisme. R.A Kartini umumnya disebut-sebut sebagai tokoh

perempuan pada zamannya, dan yang paling terkenal. Kartini (1897-1904) dinilai

sebagai salah satu perintis kemerdekaan Indonesia, karena pemikirannya untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter I.pdf

melawan kolonialisme Belanda yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan

rakyat. Selama hidupnya, Kartini dikenal sebagai seorang tokoh yang berjuang

memajukan kaum perempuan.2

Pemikiran Kartini banyak mengilhami gerakan perjuangan perempuan

sesudahnya. Kartini mempunyai cita-cita untuk membebaskan perempuan dari

keterbelakangan dan kemiskinan. Ia melihat pendidikan perempuan adalah jalan

untuk pembebasan itu. Namun menurut Kartini, titik tolak kemerdekaan

perempuan bukanlah dengan melihat perempuan sebagai sosok mandiri yang

terpisah dari lingkungannya, melainkan sebagai pribadi yang terkait dengan

kemajuan masyarakatnya. Kartini menulis: ''Kecerdasan pikiran penduduk

bumiputera tidak akan maju pesat bila perempuan ketinggalan dalam usaha itu,

[yaitu] perempuan jadi pembawa peradaban''.

3

Selain Kartini dan beberapa tokoh perempuan lainnya, tercatat beberapa

organisasi perempuan yang juga hadir pada masa sebelum kemerdekaan

Indonesia. Organisasi-organisasi perempuan itu bergelut mencari upaya untuk

memperbaiki keadaan kaum perempuan dan mengubah tatanan yang

menyebabkan kaum perempuan tertindas. Sebut saja misalnya Poetri Mardika,

organisasi perempuan pertama di masa kolonial, yang berdiri pada tahun 1912.

Hingga saat ini, Kartini menjadi

simbol gerakan perempuan Indonesia dan hari lahirnya, 21 April selalu dirayakan

oleh organisasi-organisasi perempuan dewasa ini.

4

1 Artikel Syahfitri Anita, Gerakan Perempuan: Tinjauan Sejarah (Sebagai Pengantar Diskusi Lingkar Studi Perempuan, Jakarta, Jumat 7 April 2006, hal. 3.

2 Dri Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain: Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi Bangsa, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2005, hal. 33

3 Dri Arbaningsih, ibid., hal. 35

Organisasi ini sangat dekat dengan Boedi Oetomo karena tujuannya yang paling

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter I.pdf

menonjol yaitu keterlibatan dalam usaha pemerdekaan bangsa. Poetri Mardika

memusatkan perhatiannya terhadap perjuangan terhadap akses pendidikan bagi

perempuan dan reformasi perkawinan.

Setelah berdirinya Poetri Mardika, dalam tahun-tahun berikutnya berbagai

organisasi ataupun perkumpulan bermunculan baik yang didukung oleh organisasi

laki-laki maupun yang terbentuk secara mandiri oleh perempuan sendiri.

Misalnya, Pawiyatan Wanito (Magelang, 1915), Percintaan Ibu Kepada Anak

Temurun—PIKAT (Manado, 1917), Purborini (Tegal, 1917), Aisyiyah atas

bantuan Muhammadiyah (Yogyakarta, 1917), Wanito Soesilo (Pemalang, 1918),

Wanito Hadi (Jepara, 1919), Poteri Boedi Sedjati (Surabaya, 1919), Wanito

Oetomo dan Wanito Moeljo (Yogyakarta, 1920), Serikat Kaoem Iboe Soematra

(Bukit Tinggi, 1920), Wanito Katolik (Yogyakarta, 1924).5 Secara keseluruhan

organisasi – organisasi ini masih bersifat kedaerahan. Namun, pada intinya setiap

organisasi perempuan saat itu bertujuan untuk dapat memperbaiki posisi

perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dengan meningkatkan pendidikan

perempuan sebagai sebuah strategi dasar.6

Selanjutnya, ada Isteri Sedar yang didirikan pada tahun 1930 di Bandung

oleh Suwarni Pringgodigdo. Isteri Sedar adalah organisasi perempuan yang aktif

dalam perjuangan politik. Dalam kongresnya tahun 1932, Isteri Sedar menyatakan

diri ingin meningkatkan status perempuan Indonesia melalui perjuangan

kemerdekaan. Ide dasarnya adalah bahwa tidak akan ada persamaan hak antara

laki-laki dan perempuan bila tidak ada kemerdekaan, “Hanya Indonesia yang

4 Saskia E. Wieringa, Kuntilanak Wangi: Organisasi-Organisasi Perempuan Indonesia Sesudah 1950, Jakarta: Kalyanamitra, 1998, hal. 3

5 Saskia E Wieringa, ibid., hal. 3 – 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter I.pdf

merdeka oleh usaha besar-besaran kaum laki-laki dan perempuan yang bersatu

padu yang akan sanggup memberikan persamaan hak dan tindakan kepada

rakyat Indonesia”.7

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942, semua organisasi

perempuan dilarang kecuali Fujinkai. Organisasi bentukan Jepang ini

beranggotakan istri pegawai negeri dan memiliki kemiripan dengan Dharma

Wanita (organisasi-organisasi istri para pejabat sipil). Kegiatan yang dilakukan

oleh Fujinkai yaitu kegiatan sosial salah satunya dibidang pemberantasan buta

huruf.

8

Pasca kemerdekaan, berbagai organisasi perempuan tumbuh, selain juga

ada yang merupakan kelanjutan dari organisasi perempuan di masa kolonial dan

menjadi berkembang sesudahnya. Diantaranya Wanita Marhaen yang menjadi

sayap perempuan Partai Nasionalis Indonesia, dan ada Gerakan Wanita Sedar

(GERWIS).

9 GERWIS berdiri pada 1950, kemudian tahun 1954 GERWIS

berganti nama menjadi Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI) 10

Sejak awal berdirinya, GERWANI banyak melakukan kegiatan-kegiatan

untuk peningkatan kesadaran kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak

mereka baik secara ekonomi maupun politik. Para anggota GERWANI pada

. Gerwani

(Gerakan Wanita Indonesia) adalah organisasi perempuan yang paling besar dan

paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia oleh karena itu organisasi ini sering

dikait-kaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

6 Ani Widyawani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, Jakarta: KOMPAS, 2005, hal. 22.

7 Artikel Gadis Arivia, Soekarno dan Gerakan Perempuan: Kepentingan Bangsa Versus Kepentingan Perempuan, Jakarta, 2000, hal. 2 - 3.

8 Saskia E. Wieringa, op. cit., hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter I.pdf

umumnya berpendidikan tinggi dan berkesadaran politik. Gerwani, menuntut

tempat ditengah gelanggang politik bagi kaum perempuan.

Sejarah yang panjang tentang perjuangan gerakan perempuan terputus

sejak 1 Oktober 1965 yang menandai awal berdirinya rezim orde baru. Rezim ini

melakukan pemberangusan dan pelumpuhan terhadap organisasi-organisasi

perempuan beserta seluruh organisasi independen lainnya. Rezim Orde Baru

mendukung habis-habisan kapitalisme yang berkembang dengan cara-cara yang

sangat kejam, penuh dengan perampasan tanah petani, penggusuran pemukiman

kaum miskin, penindasan dan penghisapan kaum buruh, dan berbagai bentuk

kekerasan oleh aparat sipil maupun militer.

Gerakan perempuan yang kritis di Indonesia, tidak berkembang pada

zaman orde baru. Mitos yang dikembangkan rezim orde baru saat itu

mengarahkan peningkatan kualitas perempuan hanya sebagai istri. Ini ditunjukkan

oleh berbagai organisasi perempuan bentukan pemerintah saat itu seperti PKK

(Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), Dharma Wanita bagi istri pegawai negeri

dan Dharma Pertiwi bagi istri yang suaminya bekerja di salah satu cabang

angkatan bersenjata.11

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengangkat posisi perempuan,

salah satunya melalui organisasi sosial perempuan sebagai gerakan perempuan

Sebagian besar organisasi perempuan di masa orde baru

lahir sebagai tanggapan atas hegemoni dan dominasi negara terhadap perempuan.

Karena dalam prakteknya seluruh organisasi perempuan yang ada diawasi dengan

ketat, dan mutlak harus menjalankan politik pemerintah.

9 Saskia E. Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, Jakarta: Garba Budaya, 1999, hal. 28.

10 Saskia E. Wieringa, ibid., hal. 29.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter I.pdf

untuk pembebasannya dari segala ketertindasan dan ketidakadilan. Dengan

membangun organisasi perempuan di semua teritori, diharapkan perempuan dari

berbagai kalangan masyarakat dapat memahami ataupun menyadari penyebab

ketertindasannya kemudian ikutserta memperjuangkan hak – haknya.

Dalam masyarakat selama ini perempuan dipandang sebagai yang kedua

”The Second Sex” dimana peran utama perempuan adalah dilingkungan rumah

tangga (domestic sphere), sedangkan peran utama pria adalah diluar rumah (public

sphere) sebagai pencari nafkah utama. Ini merupakan bentukan budaya patriarki.12

Patriarki menurut Kamla Bhasin adalah sistem yang selama ini meletakan

kaum perempuan terdominasi dan tersubordinasi (patriarki). Hubungan antara

perempuan dan laki-laki bersifat hierarkis, yakni laki-laki berada pada kedudukan

dominan sedangkan perempuan sub-ordinat (laki-laki menentukan, perempuan

ditentukan).

Ideologi patriarki merupakan salah satu basis penindasan perempuan

karena menciptakan dan memperkuat pembatasan ruang gerak perempuan antara

privat dan publik. Privat bermuara pada wilayah rumah tangga, yang dianggap

sebagai daerah awal utama kekuasaan laki – laki atas perempuan. Sedangkan

publik menempati wilayah - wilayah seperti lapangan pekerjaan dan negara.

13

11 A. E. Priyono, Stanley Adi Prasetyo, Olle Tornqist, Gerakan Pro Demokrasi di Indonesia Pasca Soeharto, Jakarta: DEMOS, 2003, hal. 391.

12 Siti Musidah Mulia dan Anik Farida, Perempuan dan Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 31.

Patriarki dikonstruksikan, dilembagakan dan disosialisasikan lewat

institusi-institusi yang terlibat sehari-hari dalam kehidupan seperti keluarga,

sekolah, masyarakat, agama, tempat kerja sampai kebijakan negara.

13 http://kunci.or.id/esai/nws/08/macho.htm. Nuraini Juliastuti, Kebudayaan yang Maskulin, Macho, Jantan, dan Gagah, Newsletter KUNCI, 8 September 2000, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter I.pdf

Secara keseluruhan kaum perempuan baik kalangan mahasiswa/

intelektual, buruh dan petani mengalami dampak dari budaya patriarki yang

dilanggengkan melalui institusi yang bernama keluarga. Rumah adalah tempat

dimana sosialisasi awal konstruksi patriarki itu terjadi. Dalam beberapa hal

sebetulnya laki-laki juga dirugikan oleh patriarki. Dalam berbagai sistem

kebudayaan, seperti juga yang dialami perempuan, mereka didesak ke berbagai

macam stereotipe, dipaksa menjalankan peranan tertentu, diharuskan bersikap

menurut suatu cara tertentu, terlepas mereka suka atau tidak. Mereka juga

diwajibkan untuk menjalankan tugas-tugas sosial dan lainnya yang mengharuskan

mereka berfungsi dalam cara tertentu. Laki-laki yang sopan dan tidak agresif

dilecehkan dan diledek sebagai banci; laki-laki yang memperlakukan istrinya

secara sederajat dicap "takut istri".

Frederick Engels, seorang pionir feminisme dalam ajaran Marxisme,

melalui bukunya yang berjudul The Origin of Family, State and Private Property

(Asal–Usul Keluarga: Negara dan Kepemilikan Pribadi) menjelaskan inti

permasalahan dari melemahnya posisi perempuan adalah, mereka disingkirkan

dari akses ekonominya dan hanya difungsikan sebagai medium untuk melanjutkan

keturunan klan yang berarti penerus kekayaan. 14

Jika patriarki merupakan akar penindasan perempuan dalam hal budaya,

Perempuan disingkirkan dari

kegiatan produksi dan diposisikan hanya sebagai aset yang dimiliki, dan berfungsi

untuk melayani. Posisi kaum perempuan hanya untuk melangsungkan keturunan

dan pekerjaan rumah tangga yang dianggap tidak menghasilkan untuk

perekonomian.

14 Frederick Engels, The Origin of Family, State and Private Property: Asal-usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi, dan Negara, Jakarta: Kalyanamitra, 2004, hal. 81.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter I.pdf

maka Neoliberalisme juga merupakan akar penindasan perempuan dalam hal

ekonomi dan politik (kebijakan). Neoliberalisme adalah cara baru untuk

penguasaan secara langsung sumberdaya di negara terbelakang oleh penguasa-

penguasa modal di negara-negara maju. Ini berarti membuat yang kaya semakin

kaya, yang miskin semakin miskin. 15

Di Indonesia, tahun 2006 adalah masa panen kesengsaraan bagi kaum

perempuan. Secara ekonomi kaum perempuan Indonesia menjadi korban terbesar

dari kemiskinan dan kehancuran tenaga produktif akibat kebijakan Neolib. Dari

108 juta rakyat miskin yang hidup dibawah upah Rp. 19.000/hari, kaum

perempuan menempati lebih dari setengahnya. PHK sepihak oleh berbagai

industri manufaktur yang bangkrut mengorbankan angkatan kerja perempuan

lebih banyak daripada laki-laki. Tingginya angka pengangguran perempuan juga

dimanfaatkan oleh bisnis prostitusi dan pornografi, termasuk peningkatan jumlah

pelacur. Jumlah pelacur anak saja mencapai 30%, dan setiap tahun 100.000 anak

diperdagangkan.

Paket-paket kebijakan yang dibawa oleh

Neoliberalisme seperti perdagangan bebas, swastanisasi dan pemotongan subsidi,

tidak lain, adalah paket-paket untuk membuat agar pemodal asing bisa mengeruk

sebesar-besarnya kekayaan yang ada di negara-negara miskin, bisa dengan leluasa

menanamkan modal mereka, sehingga bisa berkembang biak, bisa bertambah

kaya.

16

15 Materi Pendidikan Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokratik (LMND), Alam, Neoliberalisme dan Pembangunan Berkelanjutan: Antara Charybdis dan Scylla, Jakarta, 2007, hal. 2.

16 Dokumen Resmi Komite Persiapan Partai Persatuan Pembebasan Nasional (KP PAPERNAS), Catatan Akhir Tahun 2006: “Demokrasi Politik untuk Memperkokoh Jalannya Penghisapan (Modal) Asing”. Jakarta, 2006, hal. 7 – 8.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter I.pdf

Selain itu juga pendidikan dan kesehatan yang merupakan landasan bagi

kemajuan sumber daya manusia dan kemajuan suatu bangsa, semakin tak

menjangkau perempuan. Semakin sulit bagi mayoritas kaum ibu untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan berkualitas yang murah, karena rumah-rumah

sakit besar yang berteknologi tinggi mayoritas dimiliki asing dan tidak bisa

diakses oleh rumah tangga miskin. Perempuan juga merupakan lapisan

masyarakat dengan tingkat melek huruf dan rata-rata sekolah yang paling rendah.

Pendidikan berkualitas hanya menjadi milik rumah tangga-rumah tangga kaya.

Sehingga masuk akal jika perempuan terjerumus ke dalam pekerjaan-pekerjaan

yang rentan eksploitasi, kekerasan, pelecehan seksual, termasuk rela dipoligami

karena tergantung secara ekonomi. Ini semua ditimbulkan oleh Neoliberalisme

yang diterapkan di Indonesia.

Hadirnya organisasi perempuan sebagai gerakan perempuan Indonesia

memiliki peran yang signifikan yang bukan saja untuk memperjuangkan hak-hak

dan kepentingan perempuan yaitu untuk mengangkat dan mengurusi peran dan

kedudukan perempuan yang bersifat jender, tetapi keberadaan organisasi-

organisasi perempuan harus mampu menyentuh persoalan-persoalan rakyat secara

keseluruhan karena persoalan rakyat adalah juga persoalan perempuan dan

sebaliknya persoalan pembebasan terhadap perempuan merupakan bagian

persoalan rakyat. Dalam artian gerakan perempuan seharusnya menunjukkan

perannya dalam gerakan sosial lain.

Atas dasar inilah berbagai alternatif solusi terus dikembangkan dan

diwacanakan oleh aktivis perempuan yang dari berbagai organisasi, termasuk dari

kalangan akademisi untuk mempertajam persoalan – persoalan perempuan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter I.pdf

membicarakan metode pengorganisiran massa perempuan dengan satu prinsip,

tidak memisahkan pengorganisiran perempuan dengan massa lainnya.

Menurut Vivi Widyawaty, aktivis perempuan dari Jaringan Nasional

Perempuan Mahardika, organisasi-organisasi perempuan saat ini harus mampu

mengembangkan peran gerakan perempuan ke dalam gerakan sosial lainnya

artinya gerakan perempuan yang giat dikalangan rakyat jelata. 17

”Gerakan perempuan tidak bisa eksklusif, melainkan harus inklusif bekerja sama dengan gerakan-gerakan lain seperti gerakan buruh, ,gerakan tani, gerakan prodemokrasi, dan gerakan-gerakan masyarakat lain untuk bersama-sama memperjuangkan masyarakat yang lebih berkeadilan dan sejahtera. Juga membangun organisasi di akar rumput dengan mengaitkan persoalan sehari-hari dengan sistem politik seperti kekerasan dengan sistem pemerintahan yang militeristik, kenaikan harga kebutuhan pokok dan banyaknya orang miskin dengan ketidakmampuan mengelola ekonomi, serta tidak berjalannya sistem hukum”.

Karena itu

membangkitkan kembali gerakan perempuan yang sudah mengalami pasang surut

melalui pembangunan organisasi – organisasi perempuan di semua sektor adalah

sebuah langkah kedepan untuk menghadapi persoalan-persoalan ketertindasan

rakyat dan juga perjuangan yang lebih luas pada penegakkan demokrasi dan

keadilan.

Dita Indah Sari seorang aktivis buruh melontarkan pandangan kritis terhadap

gerakan perempuan.

18

Ayu Ratih mendefenisikan gerakan perempuan sebagai usaha untuk

menerobos batasan yang memisahkan persoalan ketertindasan perempuan dan

ketertindasan manusia secara keseluruhan. Ini berarti gerakan perempuan harus

menyusun strategi tentang bagaimana memberi warna perempuan pada setiap

gerakan pembebasan yang bertujuan untuk menghapuskan segala bentuk

17 Vivi Widyawaty, Laporan Konferensi Nasional Perempuan II POKJA (Kelompok Kerja) Perempuan Mahardika, Jakarta, Senin, 14 Agustus 2006, hal. 3. 18 http://situs.kesrepro.info/gendervaw/2004/01/19/Pelangi Gerakan Perempuan Indonesia, KOMPAS, Senin, 19 Januari 2004, hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter I.pdf

diskriminasi dan ketidaksetaraan dalam tata hubungan antar manusia yang

beradab.19

Penindasan dan pembebasan tidak hanya memperkenalkan terminologi

politik baru, namun sebuah perspektif baru dalam dunia politik, pandangan ini

dipengaruhi oleh ide Marxis dari perlawanan kelas.

Basis teori dari gerakan pembebasan perempuan sesungguhnya adalah

feminisme. Gerakan feminisme melihat terjadi penindasan terhadap kaum

perempuan. Penindasan bersifat tidak adil. Dan pembebasan, mewujudkan

pembatasan atas penindasan.

20 Menurut Marxis, semua

perempuan tertindas sebagai perempuan, tetapi dampak penindasan itu berbeda

bagi perempuan pada kelas 21 yang berbeda. Perjuangan seputar penindasan

perempuan memerlukan keterlibatan perempuan dari latar belakang sosial

berbeda. Feminisme Marxis sebagai sebuah gerakan menggunakan analisis kelas

dalam memahami penindasan perempuan. Aliran ini memandang masalah

penindasan perempuan bersumber dari kapitalisme.22

Bell Hooks seorang filsuf Amerika yang mewacanakan dan

mengkampanyekan feminisme, mengemukakan mengenai feminisme. Feminisme

menurutnya adalah gerakan untuk mengakhiri seksisme, eksploitasi dan

19 Ayu Ratih dalam Perempuan: Mata Rantai Yang Hilang Dalam Pemberadaban Manusia, hal. 6.

20 http://pembebasan.wordpress.com/2007/02/07/ J. Indra Wisudha, Feminisme-Marxis, hal. 2.

21 Kelas sosial dalam konsepsi Marxisme yaitu sebagai segolongan besar masyarakat yang dibedakan dengan segolongan masyarakat lainnya berdasarkan posisi mereka secara historis dalam sistem produksi sosial, oleh relasi/hubungan mereka dengan alat-alat produksi, oleh peran mereka dalam organisasi kerja secara sosial dan sebagai konsekuensinya, adalah hilangnya kemampuan untuk mendapatkan jatah kekayaan sosial dan cara untuk memperolehnya. (V.I. Lenin, Collected Works, jilid 29, Hal.421, Progress Publisher, Moscow 1964-1970).

22 Kapitalisme adalah sebuah sistem yang dijadikan alat untuk kebutuhan minoritas, untuk pengejaran keuntungan dan karenanya menimbulkan perampasan, eksploitasi, dan penindasan (dalam segala bentuk) dari mayoritas.(Artikel “Politik Feminisme Untuk Pembebasan“, hal. 3).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter I.pdf

penindasan. Feminisme, sebagai roh gerakan perempuan, dapat diberi pengertian

sebagai “Suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan

dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh

perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut”. Menurut definisi

ini, seseorang yang mengenali adanya sexisme (diskriminasi atas dasar jenis

kelamin), dominasi lelaki, serta sistem patriarki dan melakukan sesuatu tindakan

untuk menentangnya, adalah seorang feminis.23

Karena itu cukup menarik untuk meneliti organisasi perempuan sebagai

sebuah gerakan bagi perjuangan pembebasan perempuan. Saskia Eleonora

Wieringa salah seorang yang pernah meneliti “Gerakan Perempuan dan

Organisasi Kaum Perempuan dalam Perspektif Sejarah

24, melalui penelitiannya

tentang Wieringa mencoba menguak fakta sejarah Gerwani (Gerakan Wanita

Indonesia) yang selama ini disusun oleh Orde Baru apakah “fiksi” atau

“kebenaran”. Untuk menjawabnya, Wieringa menggunakan gender sebagai

konsep analitis. Konsep ini digunakan untuk mengeksplorasi bagaimana fungsi

gender dalam hubungan-hubungannya dengan umat manusia dan bagaimana

gender dimanipulasi didalam hubungan ekonomi, politik, dan sosial.25

Dalam perspektif penelitian Wieringa, Gerwani ditempatkan sebagai

“korban” peristiwa politik Oktober 1965 dan hal ini tidak akan terungkap tanpa

menggunakan metode penelitian yang berperspektif feminis. Melalui penelitian

ini, Wieringa telah memberikan sumbangan yang besar untuk keperluan

23 http://rumahkiri.net/2007/01/03/Nur Amin Samhuri: Feminisme Sosialis, hal. 10. 24 Saskia E. Wieringa, Gerakan Perempuan dan Organisasi Kaum Perempuan Indonesia

(Disertasi dalam rangka proyek penelitian “The Politization of Gender Relations in Indonesia- Gerakan dan Organisasi Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sejarah) diterjemahkan oleh Hesri Setiawan dan kemudian diterbitkan oleh Garba Budaya dan Kalyanamitra), Jakarta, Desember 1982 -1985, hal. 25 – 28.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter I.pdf

membangun gerakan perempuan di Indonesia, juga terhadap khazanah penelitian

sejarah perempuan yang selama ini terabaikan.

Bagi gerakan perempuan, ia menyajikan rujukan mengenai perjuangan

kaum perempuan yang telah menentukan jalannya sejarah gerakan-gerakan

pembebasan pasca kemerdekaan. Organisasi Gerwani yang oleh rezim Orde Baru

dikatakan pelacur bejat moral ternyata adalah organisasi massa perempuan yang

suaranya sangat keras dalam membela hak-hak perempuan dan anak-anak sesuai

dengan keadaan zamannya. Musuh ideologi Gerwani adalah berbagai pandangan

yang menjadi penyebab berlangsungnya diskriminasi terhadap perempuan, yang

bersumber pada feodalisme, imperialisme dan kolonialisme.

Gerwani sebagai organisasi massa perempuan bukan hanya aktif

memperjuangkan kepentingan kaum perempuan tetapi juga giat dalam usaha

pemberantasan buta huruf dan banyak bekerjasama dengan organisasi massa

lainnya seperti SOBSI dalam memperjuangkan nasib buruh perempuan. 26

Dari penelitian yang dilakukan oleh Wieringa ini kemudian dapat

menambah catatan baru bahwa sama seperti organisasi sosial dan organisasi

Penelitian Wieringa terhadap Gerwani sebagai gerakan perempuan dipupuk oleh

meningkatnya penelitian terhadap perempuan yang terjadi sejak awal 1980-an.

Gerwani turut membangun sejarah perempuan di Indonesia. Ini berarti Gerwani

telah membangkitkan kembali Gerakan Perempuan di Indonesia dan juga telah

memberikan sumbangan besar terhadap cita-cita organisasi-organisasi perempuan

masa kini untuk membangun masyarakat Indonesia baru yang nasional demokratis

dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan berkeadilan.

25 Saskia E. Wieringa, ibid., hal. 29. 26 Saskia E. Wieringa, ibid., hal. 55.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter I.pdf

kemasyarakatan lainnya, keberadaan organisasi perempuan adalah sebagai agen

dalam melakukan perubahan-perubahan sosial di Indonesia. Sebuah perubahan

yang menciptakan tatanan masyarakat demokratis yang adil dan damai bagi semua

lapisan masyarakat terutama bagi kaum perempuan. Karena itu membangun

organisasi perempuan yang program perjuangannya tidak terpisah dari perjuangan

gerakan sosial masyarakat lainnya adalah jalan keluarnya.

Perempuan dari semua lapisan masyarakat jelas mengalami ketertindasan,

baik oleh budaya patriarki dan Neoliberalisme. Seperti halnya dalam dunia

pertanian. Perempuan menghadapi diskriminasi yang luar biasa dalam area ini,

seperti upah buruh tani perempuan yang lebih rendah dibanding buruh tani laki-

laki. Selain itu, di daerah pedesaan dengan taraf ekonomi rendah, petani

perempuan mendapat perlakuan semena-mena. Secara individu mereka tidak

memiliki hak-hak sosial dan hukum dan kadang tidak diperlakukan secara

manusiawi. Secara total hidup mereka berada dibawah dominasi laki-laki dalam

keluarganya. 27

Bronstain (1982) menjelaskan bagaimana perempuan dari keluarga miskin

di pedesaan acapkali harus menderita karena perjuangan rangkap tiga yang

menindihnya, yakni bahwa perempuan itu sebagai warga negara yang terbelakang,

perempuan sebagai petani yang tinggal didaerah yang sangat miskin dan

perempuan yang hidupnya ditengah-tengah masyarakat laki-laki. Pada

Petani perempuan mempunyai peran yang menentukan dalam

ekonomi. Bukan hanya karena jam kerja yang panjang baik di rumah maupun di

ladang, tapi karena perempuan menghasilkan anak dan ikut memikul beban

ekonomi.

27 http://kinasih.org/portal/2007/06/26/ Soliper Kinasih: Memahami Akar Permasalahan Kaum Perempuan, hal. 1 – 2.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter I.pdf

kenyataannya, perempuan sering ditinggalkan dalam upaya pengembangan

ekonomi dan ilmu pengetahuan karena perempuan dianggap bertempat dirumah

dan perannya sebagai pengasuh dan pemelihara rumah tangga.28

Yayasan BITRA Indonesia sebagai salah satu NGO di Sumatera Utara

yang pernah meneliti mengenai “Kondisi nyata yang terjadi di lapangan pada

komunitas perempuan di pedesaan”, mendeskripsikan bagaimana perempuan

pekerja di pedesaan khususnya yang berprofesi sebagai petani mengalami beban

ganda (kerja berlebih), selain harus melakukan kerja produksi yaitu bertani, dalam

rumah tangga, perempuan ini juga harus mengolah dan menyelesaikan proses

pekerjaan domestik (memasak, mencuci dan memelihara anak).

29

Kekerasan, subordinasi dan berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami

kaum perempuan di pedesaan seperti petani perempuan adalah persoalan yang

bersumber dari sisa-sisa bentukan budaya feodalisme yang kemudian tertanam

kuat (terkonstruksi) dalam sistem sosial masyarakat Indonesia sampai saat ini.

Disadari atau tidak ini adalah bentuk penindasan terhadap perempuan yang secara

perlahan tapi pasti merendahkan posisi perempuan ditengah-tengah masyarakat.

Dalam

penelitian ini Yayasan BITRA menunjukkan bahwa telah terjadi peminggiran

(marginalisasi) terhadap perempuan pekerja dari kerja produktifnya dimana upah

kerja perempuan lebih rendah daripada upah pekerja laki-laki. Hal ini terjadi

karena adanya anggapan bahwa posisi perempuan tidak dianggap sebagai individu

yang menanggung beban ekonomi keluarga.

30

28 V. Aida, Dilema Ekonomi Wanita Pedesaan dalam Dinamika Wanita Indonesia, Jakarta: Penerbit PPSW, 1995, hal. 18.

29 Rustam Ependi, dkk, Gender dan Komunitas Perempuan Pedesaan: Kondisi Nyata Yang Terjadi di Lapangan, Medan: BITRA Indonesia, 2002, hal. 20.

30 Rustam Ependi, dkk, ibid., hal. 21 – 22.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter I.pdf

Untuk merubah penindasan dan penghisapan yang dialami kaum

perempuan baik secara ekonomi, sosial, budaya mau pun politik diperlukan

kesadaran perempuan untuk melakukan perjuangan beserta seluruh rakyat demi

tegaknya kesetaraan, keadilan dan demokrasi. Suatu keharusan untuk membangun

pondasi kekuatan dengan persatuan kaum perempuan yang berada di organisasi

tani mau pun buruh atau organisasi-organisasi lainnya untuk bersama-sama dan

bersatu padu yang juga harus didukung oleh kaum laki-laki.

Bagi penulis keberadaan gerakan perempuan harus mampu berperan

strategis dalam menguatkan gerakan petani di Indonesia. Seperti halnya Saskia E.

Wieringa yang menggunakan perspektif feminis dalam menemukan fakta sejarah

Gerakan Perempuan di Indonesia, penelitian ini juga banyak dipengaruhi oleh

perspektif feminisme seperti feminis sosialis yang tidak memisahkan perjuangan

pembebasan rakyat dari perjuangan pembebasan terhadap perempuan.

Teori feminisme beranjak dari asumsi bahwa gender merupakan

konstruksi yang meskipun bermanfaat, tetapi didominasi oleh bias laki-laki dan

cenderung opresif terhadap perempuan. Teori feminis berupaya menentang

asumsi-asumsi gender yang hidup dalam masyarakat dan mencapai cara yang

lebih membebaskan kaum perempuan.31

Dalam menganalisis persoalan ketidakadilan yang dialami oleh

perempuan, penelitian ini tidak melihat bahwa laki-laki sebagai musuh

perempuan, melainkan patriarki sebagai salah satu bentuk penindasan perempuan

yang dilanggengkan oleh sistem kapitalisme yang sesungguhnya merupakan akar

permasalahannya. Ini berangkat dari analisis feminis Marxis dan feminis sosialis

31 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter I.pdf

yang melihat bahwa kepemilikan alat-alat produksi yang hanya dikuasai oleh

segelintir orang (minoritas) telah menimbulkan kelas.32

1. Perkembangan gerakan perempuan di Indonesia pada masa sebelum

kemerdekaan hingga saat ini.

Sehingga perempuan dan

laki-laki sebagai kelas pekerja sesungguhnya mengalami penindasan secara

bersamaan untuk keuntungan minoritas (pemodal). Dan demi terbebasnya

masyarakat dari penindasan ini, sistem kapitalis harus diganti dengan sistem

masyarakat sosialis.

Gerakan feminisme ini telah mempopulerkan analisis gender dalam

mengamati berbagai fenomena sosial. Upaya membebaskan kaum perempuan

dari ketidakadilan merupakan perjuangan untuk menciptakan tatanan masyarakat

yang lebih demokratis dan egaliter. Sebab, hak-hak politik, sosial, dan ekonomi

perempuan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh kerangka hak

asasi manusia. Dengan demikian gerakan perempuan dapat berperan strategis

untuk menguatkan gerakan – gerakan perlawanan ( gerakan sosial) masyarakat,

sebagai agen untuk memperjuangkan hak – hak demokratis, keadilan dan

pembebasan rakyat. Demikian pula halnya dalam gerakan tani, gerakan

perempuan adalah sebagai salah satu elemen penggerak perjuangan rakyat (petani

dan buruh tani)dalam memperjuangkan hak-hak mereka.

2. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah

penelitiannya sebagai berikut:

32 Mansour Fakih, ibid., hal. 88 – 89.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter I.pdf

2. Bagaimana keadaan kaum perempuan akibat bentukkan budaya Patriarki

dan Neoliberalisme di Indonesia.

3. Apa dan bagaimana peran organisasi perempuan sebagai bagian dari

gerakan sosial dalam memperjuangkan dan mewujudkan hak-hak

demokratis dan keadilan bagi kaum perempuan seperti pada petani

perempuan.

4. Mengapa organisasi perempuan perlu dibangun dalam gerakan sosial

(Gerakan Prodemokrasi) seperti gerakan tani yang dalam penelitian ini

yaitu Serikat Tani Nasional desa Pematang Lalang, Kabupaten Deli

Serdang.

3. TUJUAN PENELITIAN.

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memberikan penjelasan tentang penyebab (akar) dan asal-usul

ketertindasan kaum perempuan.

2. Untuk mendeskripsikan sekaligus memberikan penjelasan bagaimana

situasi (kondisi) kaum perempuan, dalam jeratan Neoliberalisme dan

Patriarki.

3. Untuk mengidentifikasikan persoalan-persoalan dan bentuk-bentuk

ketidakadilan yang dialami oleh petani perempuan di desa Pematang

Lalang.

4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Serikat Tani Nasional (STN)

desa Pematang Lalang tentang perlunya membangun organisasi

perempuan dan peran organisasi perempuan dalam gerakan tani.

4. MANFAAT PENELITIAN.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter I.pdf

Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus

mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat Praktis, bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk

mengembangkan kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah dan

bagi kaum perempuan, khususnya bagi perempuan tani, penelitian ini

dapat memberikan penjelasan praksis dalam berorganisasi dan

membangkitkan semangat kaum perempuan, khususnya dikalangan

petani untuk bangkit melawan ketertindasannya.

2. Manfaat Akademis, bagi FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu

Politik, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan ilmu sosial secara umum dan secara khusus.

3. Bagi organisasi petani: Serikat Tani Nasional, penelitian ini memberikan

masukkan agar gerakan petani juga mendukung gerakan perempuan

dalam perjuangan pembebasannya.

4. Bagi kawan-kawan perempuan yang terlibat dalam organisasi

perempuan (Gerakan Perempuan), penelitian ini dapat bermanfaat untuk

membangkitkan kembali roh/ semangat gerakan perempuan yang aktif

dalam perjuangan rakyat jelata seperti buruh tani perempuan di desa.

5. KERANGKA TEORI.

Kerangka teori diperlukan dalam setiap penelitian untuk memberikan

landasan teoritis bagi penulis dalam menyelesaikan masalah dalam proses

penelitian.33 Kerangka teori juga membantu seorang peneliti dalam menentukan

tujuan dan arah penelitian, serta sebagai dasar penelitian agar langkah yang

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter I.pdf

ditempuh selanjutnya dapat jelas dan konsisten. 34

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan

atau agitasi terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang

disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai

gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang

ada.

Peran teori dalam sebuah

penelitian diumpamakan sebagai “pemandu” seseorang dalam meneliti

Teori-teori yang dipakai untuk menjadi landasan berfikir dan titik tolak

menyoroti masalah yang diteliti oleh penulis, yaitu:

5. 1. Teori Gerakan Sosial.

35

Gerakan sosial secara teoritis merupakan sebuah gerakan yang lahir dari

dan atas prakarsa masyarakat dalam usaha menuntut perubahan dalam institusi,

kebijakan atau struktur pemerintah. Di sini terlihat tuntutan perubahan itu

Perlawanan atau desakan untuk mengadakan perubahan dapat dikategorikan

sebuah gerakan sosial. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat

karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap rakyat.

Dengan kata lain gerakan sosial lahir sebagai reaksi terhadap sesuatu yang tidak

diinginkannya atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil.

Berbagai gerakan sosial dalam bentuk LSM dan Ormas bahkan Parpol

yang kemudian menjamur memberikan indikasi bahwa dalam suasana demokratis,

masyarakat memiliki banyak prakarsa untuk mengadakan perbaikan sistem atau

struktur yang cacat.

33 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, hal. 21.

34 Koentjaraningrat, Metode-metode penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia, 1990, hal. 65.

35 http://globalisasi.wordpress.com/2006/07/10/Gerakan Sosial: Kajian Teoritis (Makalah yang dimuat pada hari Senin, 10 Juli 2006), hal. 3-4.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter I.pdf

biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks

masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian

rakyat. Karena gerakan sosial itu lahir dari masyarakat maka kekurangan apapun

di tubuh pemerintah menjadi sorotannya. Dari literatur definisi tentang gerakan

sosial, ada pula yang mengartikan gerakan sosial sebagai sebuah gerakan yang

anti pemerintah dan juga pro pemerintah. Ini berarti tidak selalu gerakan sosial itu

muncul dari masyarakat tapi bisa pula hasil rekayasa para pejabat pemerintah atau

penguasa.36

Dilihat dari perspektif Marxis, gerakan sosial dianggap sebagai gejala

yang positif yang kemunculannya disebabkan oleh karena terjadinya proses

eksploitasi dan dominasi satu kelas terhadap kelas lainnya. Gerakan sosial, dengan

demikian, dipahami sebagai reaksi (perlawanan) kaum proletar terhadap kaum

borjuis, merupakan ekspresi dari struktur kelas yang kontradiktif. Singkatnya,

gerakan sosial adalah perjuangan kelas yang lahir karena adanya kesadaran

kelas.

37

Dalam konteks kekinian, ada dua teori yang mendominasi studi-studi

gerakan sosial, yakni teori mobilisasi sumber daya yang berbasis di Amerika

Serikat, dan perspektif gerakan sosial baru New Social Movement ( NSM ) yang

berbasis di Eropa Barat. Jika dalam studi-studi gerakan sosial yang berkembang

pada tahun 1940-1960-an gerakan sosial dianggap sebagai gejala penyimpangan

(deviant), irasional dan dianggap penyakit sosial, maka dalam studi-studi yang

berkembang pada 1960-1970-an dan 1980-an hingga sekarang, gerakan sosial

36 Juwono Sudarsono (ed), Pembangunan Politik dan Perubahan Politik, Jakarta: Gramedia, 1976, hal. 24 – 25.

37 http://globalisasi.wordpress.com/2006/07/10/Gerakan Sosial: Kajian Teoritis, loc. cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter I.pdf

dipandang sebagai gejala positif yang kelahirannya didasari oleh alasan-alasan

rasional.

Lahirnya pandangan positif merupakan implikasi dari perkembangan

gerakan sosial dewasa ini, yang dinilai telah berhasil mendorong proses

demokratisasi. Gerakan sosial yang dimaksud adalah gerakan perjuangan hak-hak

sipil, gerakan anti kolonial, feminis, gerakan hak asasi manusia dan gerakan anti-

rasial. 38

Fuentes dan Gunder Frank mendefenisikan kelompok aksi atau pun

gerakan sosial tersebut sebagai akar rumput (bersifat lokal), transisional ke arah

sosialisme dalam arti berusaha untuk memutuskan mata rantai kolonialisme dan

bersifat antipolitik, yang artinya tidak berusaha untuk memegang kekuasaan di

tingkat institusional, tetapi secara luas merupakan gerakan demokratis.

Teori gerakan sosial baru dan mobilisasi sumber daya merupakan dua

perspektif teori yang mendominasi studi-studi gerakan sosial kontemporer. Tidak

hanya itu, kedua teori itupun memberi pengaruh yang besar terhadap

perkembangan gerakan sosial di negara-negara Dunia Ketiga. Gerakan-gerakan

untuk perubahan telah banyak bermunculan di negara Dunia Ketiga. Terdapat

pandangan yang berusaha menilai hadirnya gerakan sosial ataupun kelompok aksi

di dunia ketiga. Ada yang melihat gerakan sosial itu sebagai leluhur dari transisi

ke sosialisme, dan yang lain melihat sebagai pendukung munculnya masyarakat

sipil.

39

38 Noer Fauzi, Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga, Yogyakarta: InsistPress, 2005, hal. 10 – 11.

39 Jeff Haynes, Demokrasi dan Masyarakat Sipil Dunia Ketiga ”Gerakan Politik Baru Kaum Terpinggir”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000, hal.27.

Kelompok itu merupakan instrumen dan pernyataan perjuangan rakyat terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter I.pdf

eksploitasi dan penindasan yang sudah sangat tua serta upaya bertahan hidup dan

mempunyai identitas, mencoba untuk mencapai, dan menjadi instrumen dari,

pemberdayaan diri yang demokratis.

Disisi lain terdapat pandangan mengenai munculnya kelompok aksi atau

gerakan-gerakan sosial di Dunia Ketiga, adalah sebagai unsur utama dalam

munculnya masyarakat sipil dengan berusaha untuk melindungi, memprotes dan

meningkatkan kepentingan para anggotanya, hal ini memberikan dukungan

kepada munculnya proses demokratis yang perlahan dengan memperkuat dan

memperluas masyarakat sipil.

Stepan mendefenisikan masyarakat sipil sebagai wilayah dimana terdapat

banyak gerakan sosial (termasuk asosiasi kemasyarakatan, kelompok perempuan,

badan-badan keagamaan, dan arus intelektual) dan organisasi profesi (ahli hukum,

wartawan, serikat sekerja, wiraswastawan,dan sebagainya) yang berjuang

membentuk diri mereka menjadi suatu kerangka bersama guna menyatakan diri

dan memajukan kepentingannya.40

Jika suatu negara demokratis, itu mengandung pengertian bahwa paling

tidak disitu ada “ruang” dimana masyarakat sipil dan kelompok oposisi dapat

Dengan kata lain, masyarakat sipil berfungsi

sebagai batu pembatas dari warga negara terhadap kekuasaan negara.

Masyarakat sipil tercakup dalam konsepsi asosiasi individu yang bebas

dan tidak tergantung pada Negara, mengatur dirinya sendiri dalam sederetan

aktifitas otonom dan signifikan secara politik. Masyarakat sipil hendaknya

menjadi pelindung yang kuat terhadap dominasi negara, meliputi organisasi-

organisasi yang membatasi dan mengesahkan kekuasaan negara.

40 Jeff Haynes, ibid., hal. 28.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter I.pdf

berfungsi dan mengejar tujuannya. Hong 1991, dikutip dalam Stiefel dan Wolfe

1994: 197, melihat organisasi yang mengikutsertakan lapisan bawah justru

sebagai fondasi dari masyarakat demokratis Dunia Ketiga.41

Gerakan sosial merupakan salah satu bentuk perilaku kolektif.

Demokrasi, memberikan ruang bagi rakyat jelata termasuk juga bagi

perempuan, dimana mereka dapat mengorganisasikan diri dan dengan demikian

mereka memiliki peluang untuk mencapai tujuan mereka dalam mengejar

pembangunan dan atau perubahan sosial politik untuk memulihkan kedudukan

sosial mereka. Perspektif teori-teori yang dikembangkan pada umumnya

meletakkan gejala gerakan sosial sebagai aktor penting yang berperan dalam

proses perubahan dari otoritarianisme ke demokrasi.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, ada beberapa hal yang dapat

dicatat sebagai ciri-ciri atau karakter yang melekat dalam gerakan sosial, yaitu:

Gerakan sosial senantiasa memiliki tujuan untuk membuat

perubahan sosial atau untuk mempertahankan suatu kondisi. Itu

artinya, tujuan sekelompok orang untuk melakukan gerakan sosial

tidak selalu didasari oleh motif dan cita-cita ‘perubahan’, karena bisa

juga–disadari atau tidak– ditujukan untuk mempertahankan keadaan

(status quo).

Gerakan sosial tidak identik dengan gerakan politik yang terlibat

dalam perebutan kekuasaan secara langsung.

Gerakan sosial merupakan perilaku kolektif yang terorganisasi, baik

formal maupun tidak.

41 Jeff Haynes, ibid., hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter I.pdf

Gerakan sosial merupakan gejala yang lahir dalam kondisi

masyarakat yang konfliktual.42

Dalam sejarah modern dikenal ada ada dua jenis gerakan sosial yakni

gerakan kelas dan gerakan kelompok etnik. Contoh gerakan sosial adalah antara

kelas menengah lawan kelas dan kaum bangsawan, kelas petani lawan tuan tanah,

kelas pekerja lawan majikan, petani lawan tengkulak dan petty bourgeoisie

(borjuis kecil) lawan pengusaha besar. Mungkin lebih luas lagi kelas miskin lawan

kelas kaya. Selanjutnya, fungsi dari gerakan sosial adalah :

• Gerakan sosial memberikan sumbangsih kedalam pembentukan opini

publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan

melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan kedalam opini

publik yang dominan.

• Gerakan sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang akan menjadi

bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya menjadi

negarawan penting.

5. 2. Teori Gerakan Perempuan.

Defenisi yang komprehensif tentang gerakan perempuan sangat sukar,

karena gerakan perempuan tidak pernah bicara dalam satu bahasa. Defenisi yang

luas lebih tepat untuk bisa menangkap heterogenitas, pluralitas dan

kompleksitasnya. Gerakan perempuan dapat dilihat sebagai spektrum menyeluruh

dari perbuatan individu atau kolektif secara sadar dan tidak sadar, kegiatan,

kelompok atau organisasi yang berperhatian terhadap berkurangnya berbagai

42 Sadikin, Perlawanan Petani dan Konflik Agraria dalam Diskursus Gerakan Sosial, 2004, hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter I.pdf

aspek subordinasi gender yang dipandang sebagai berjalinan dengan penindasan

lainnya, seperti misalnya yang didasarkan atas kelas, ras, etnik, umur dan seks.43

Menurut Melluci, gerakan perempuan bisa berupa jaringan kerja yang tak

nampak dari kelompok kecil yang timbul ditengah kehidupan sehari-hari, di dalam

”laboratoriumnya” yang tak menampak itu, gerakan akan mempertanyakan atau

menentang aturan hidup sehari-hari.

44

Gerakan perempuan seperti gerakan feminisme memandang perempuan

sampai saat ini selalu dalam posisi tertindas, subordinat secara sistem dan

terpenjara secara ideologis. Kelahiran gerakan pembebasan perempuan

merefleksikan perubahan struktural dalam kehidupan sebagian besar

perempuan. Gerakan feminis berhasil membangun karakter sosial atas

situasi kaum perempuan dan mendapatkan pengakuan gender perempuan.

Gerakan pembebasan perempuan merupakan gerakan yang heterogen

dengan berbagai teori dan pandangan politik yang berbeda.

45

Kaum sosialis memandang perlunya gerakan perempuan yang bukan

bertujuan memusuhi laki-laki. Lebih dari itu, gerakan perempuan mesti lebih kritis

Kalau gerakan perempuan yang terjadi pada akhir abad ke-18 sampai awal

abad ke-20 banyak memusatkan perhatiannya pada upaya memperoleh ruang

publik yang lebih luas dengan keterlibatan perempuan di dalam wilayah politik

dan ekonomi, maka belakangan ini tuntutan yang memuncak dan meluas adalah

penghilangan batasan wilayah publik dan pribadi dalam masalah perempuan.

Gerakan perempuan yang terjadi saat ini lebih kritis memandang asal-usul

munculnya penindasan terhadap mereka.

43 Saskia E. Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan diIndonesia, op. cit., hal. 75. 44 Saskia E. Wieringa, ibid., hal. 77.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter I.pdf

memandang asal-usul penindasan terhadap perempuan dan kaum tertindas

lainnya. Karena kaum perempuan dan laki-laki sebagai kelas pekerja, sejatinya

berada dalam penindasan yang sama.

Perempuan harus bertarung dengan kemiskinan sebagai buruh pabrik,

buruh migran, buruh tani dan buruh kebun, juga sebagai pembantu rumah tangga

dan pekerja seks. Mereka semua memiliki karakter sosial yang sama yaitu miskin,

berpendidikan rendah dan dibayar murah. Ketiga poin diatas merupakan bentuk

kekerasan yang paling mendasar terhadap perempuan yang berakar pada

diskriminasi secara ekonomi politik dan sosial terhadap perempuan yang berwatak

patriarki.46

45 Ernawaty Sasongko, Feminisme dan Sosialisme (diterjemahkan dari tulisan Lisa Mcdonald ”Feminism and socialism : Putting The Pieces Together”), Australia: Resistance Book, 2001, hal. 41- 42.

46 Saskia E. Wieringa, loc. cit.

5.2.1. Teori Feminisme.

Feminisme dilahirkan beberapa abad lalu di Barat yang dipelopori oleh

Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet, karena menilai ada

ketidakadilan bagi kaum perempuan. Sumber ketidakadilan itu dinilai karena

kuatnya dominasi laki-laki (patriarki). Menjelang abad 19 feminisme lahir

menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan-putih di

Eropa. Simone de Beauvoir dalam Le Deuxieme Sexe (1949) memunculkan

eksistensi perempuan sebagai kelas kedua. Perempuan di negara-negara penjajah

Eropa (perempuan kulit putih) memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai

universal sisterhood.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter I.pdf

Kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis,

Charles Fourier pada tahun 1837.47

Secara umum, hal-hal yang menjadi momentum perjuangan gerakan

feminisme yaitu: hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran

gender, identitas gender dan seksualitas. Maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya,

gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari: rasisme,

stereotyping, seksisme, dan penindasan perempuan.

Pada awalnya gerakan ini diperlukan pada

masa itu, karena terjadinya pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah

dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa

dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki

(maskulin) khususnya dalam masyarakat yang patriarki sifatnya. Dalam bidang-

bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan terutama bidang politik, hak-hak kaum

perempuan biasanya memang lebih rendah ketimbang apa yang dapat dinikmati

oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi agraris (pertanian),

cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan atau di luar rumah sedangkan

kaum perempuan di rumah.

48

Dalam perjalanan sejarahnya, ide feminisme ternyata muncul di berbagai

penjuru dunia dan punya berbagai corak yang masing-masing menawarkan

analisisnya tentang sebab dan pelaku penindasan kaum perempuan. Meski

berbeda-beda, pada dasarnya feminisme sampai kini masih sepakat bahwa

diperlukan perjuangan untuk mencapai kesetaraan harkat perempuan dengan laki-

laki, serta kebebasan perempuan untuk memilih dalam mengelola kehidupan dan

tubuhnya, baik di dalam maupun di luar rumah tangga. Sampai kini dikenal

47 http://wikipedia.com/2007/01/07/Penelusuran tentang Feminisme, hal. 1 – 2.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter I.pdf

beberapa aliran besar feminisme antara lain feminisme Marxis, feminisme

Sosialis, feminisme liberal, dan ekofeminisme.49

Menurut Gerda Lerner terdapat beberapa defenisi mengenai istilah

feminisme. Diantaranya, feminisme adalah sebuah doktrin yang menyokong hak-

hak sosial dan politik yang setara bagi perempuan; kepercayaan pada perubahan

sosial yang luas dan berfungsi untuk meningkatkan daya perempuan. Menurutnya,

feminisme dapat mencakup baik gerakan hak-hak perempuan maupun emansipasi

perempuan.

Di Indonesia pada abad 20, organisasi-organisasi perempuan mulai

dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi,

maupun personal bagi kaum perempuan. Selain itu juga, reformasi hukum yang

berperspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam

parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis. Saat ini, feminisme

umumnya mengacu pada semua usaha yang mencoba untuk mengakhiri

subordinasi.

50

Gerakan hak-hak perempuan serupa dengan gerakan hak-hak sipil dalam

menginginkan partisipasi setara bagi perempuan dalam status quo. Istilah

Gerakan hak-hak perempuan berarti sebuah gerakan yang peduli dengan

pemenangan bagi kesetaraan perempuan dengan laki-laki dalam semua aspek

masyarakat dan memberi mereka akses pada semua hak-hak dan kesempatan-

kesempatan yang dinikmati laki-laki dalam institusi dari masyarakat tersebut.

48 Artikel Dewi Candraningrum Soekirno, Menolak Universalisme ‘Perempuan’: Perempuan Indonesia ‘bukan’ Perempuan Jawa, Jakarta, 2003, hal. 2.

49 Artikel Nur Amin Samhuri “Feminisme Sosialis: Apa? Bagaimana? Dan Mengapa Kita Harus Menolak Feminisme Borjuis?” (Materi Pendidikan Politik Perempuan yang dibawakan dalam DIKPOL Perempuan Mahardika), Medan, 5 Januari 2007, hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter I.pdf

emansipasi perempuan berarti bebas dari pembatasan yang menindas yang

dikenakan oleh seks; penentuan diri; dan otonomi.51

Feminisme juga dapat dikatakan sebagai sebuah ide yang berupaya

melakukan pembongkaran terhadap ideologi penindasan atas nama jender

52 ,

pencarian akar ketertindasan perempuan sampai upaya penciptaan pembebasan

perempuan secara sejati. 53 Feminisme sesungguhnya adalah basis teori dari

gerakan pembebasan perempuan. Berbicara mengenai pembebasan berarti ada

hubungannya dengan penindasan. Pembebasan mewujudkan pembatasan atas

penindasan. Penindasan bersifat tidak adil. Penindasan dan pembebasan tidak

hanya memperkenalkan terminologi politik baru, namun sebuah perspektif baru

dalam dunia politik, pandangan ini dipengaruhi oleh ide Marxis dari perlawanan

kelas.54

Aliran feminis sosialis mulai berkembang di Jerman dan Rusia dengan

menampilkan beberapa tokohnya, seperti Clara Zetkin (1871-1919). Feminisme

sosialis sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber

penindasan perempuan. Aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme

radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Akan tetapi,

[5.2.2. Teori Feminisme Sosialis.

50 C.Y. Marselina Nope, Jerat Kapitalisme Atas Perempuan, Yogyakarta: Resists Book, 2005, hal. 66.

51 C.Y. Marselina Nope, ibid., hal. 68. 52 Dalam Webster’s New World Dictionary (1984: 561), Jender diartikan sebagai

“perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku” (Endang Sumiarni, op. cit., hal. 1.)

53 C.Y. Marselina Nope, op. cit., hal. 57. 54 http://pembebasan.wordpress.com/2007/02/07/ Penelusuran tentang Sejarah feminisme,

hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter I.pdf

feminisme sosialis tidak melihat laki-laki sebagai sumber penindasan ataupun

sebagai musuh kaum perempuan.55

Menurut pandangan feminisme sosialis, perjuangan melawan

penindasan atas perempuan adalah perjuangan untuk melawan

penindasan dan penghisapan dari kelas masyarakat, bukan perjuangan

melawan laki-laki karena penindasan perempuan merupakan produk

dari kelas masyarakat.

56

Feminis sosialis berupaya menghilangkan struktur kelas dalam

masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Aliran ini berpendapat bahwa

”ketimpangan jender didalam masyarakat adalah akibat penerapan

sistem kapitalis” yang mendukung terjadinya tenaga kerja tanpa

upah bagi perempuan dalam lingkungan rumah tangga. Kapitalisme

adalah sebuah sistem yang digunakan sebagai alat untuk kebutuhan minoritas,

untuk pengejaran keuntungan dan karenanya menimbulkan perampasan,

eksploitasi, dan penindasan (dalam segala bentuk) dari mayoritas.

57

Melalui perspektif Marxis, penindasan perempuan merupakan

produk dari masyarakat kelas dan hanya bisa diakhiri apabila kita

mampu menghancurkan seluruh tatanan masyarakat kelas.

58 Perempuan

tidak akan terbebaskan sebelum menghancurkan sisa-sisa kelas

masyarakat, sehingga perjuangan kelas dan perjuangan untuk

perempuan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Ini

menegaskan bahwa jika gerakan feminisme tidak mengembangkan

strategi untuk membangun aliansi dengan sektor tertindas lainnya

maka mustahil dasar penindasan perempuan dapat dihancurkan.59

55 C.Y. Marselina Nope, op. cit., hal. 62. 56 http://rumahkiri.net/ 2007/05/02/ Nur Amin Samhuri, Feminisme Sosialis, hal. 8.

57 http://pembebasan.wordpress.com/2007/02/07/ Nur Amin Samhuri, Feminisme Marxis, hal. 1.

58 Ernawaty Sasongko, op. cit., hal. 7. 59 Ernawaty Sasongko, ibid., hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter I.pdf

Feminis sosialis memandang kapitalisme dan patriarki adalah dua

kekuatan yang saling mendukung. Menurut Heidi Hartmann (1992), salah seorang

feminis sosialis, patriarki adalah relasi hirarkis antara laki-laki dan perempuan

dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi subordinat.

Menurutnya, patriarki semacam forum solidaritas antar laki-laki yang mempunyai

landasan material serta memungkinkan mereka untuk mengontrol perempuan.

Agenda perjuangan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan

sistem patriarki. Di Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-

problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.60

Engels dalam bukunya yang diterbitkan 1884 (Origins of the Family,

Private Property, and the State): Asal-usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi,dan

Negara, mengatakan, “masyarakat kapitalis yang memiliki kepemilikan pribadi

asal usulnya berasal dari institusi keluarga. Dan keluarga yang universal itu adalah

keluarga patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga”.

61

Cikal bakal kapitalisme adalah adanya struktur patriarki dalam keluarga

yang menempatkan pria sebagai penguasa/kepala keluarga serta adanya konsep

kepemilikan pribadi dalam keluarga, termasuk kepemilikan harta dan kepemilikan

istri.

62 Patriarki menurut Edwards (dkk) adalah suatu sistem yang dapat

berproduksi secara mandiri yang memberikan kendali atas komponen-komponen

penting dari alat produksi dan reproduksi, kepada laki-laki.63

60 http://rumahkiri.net/ Nur Amin Samhuri, Feminisme Sosialis, op. cit., hal. 10. 61 C. Y. Marselina Nope, op. cit.., hal. 118. 62 C. Y. Marselina Nope, ibid. 63 Endang Sumiarni, op. cit., hal. 77.

Di sini dinilai pihak

perempuan/istri tertindas karena tidak punya kekuatan ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter I.pdf

Dalam masyarakat dibawah cengkraman kapitalisme seperti Indonesia,

kaum perempuan yang jumlahnya setengah dari umat manusia mengalami

penindasan ganda, dimana secara ekonomi kaum perempuan mengalami

penindasan dalam lapangan kerja produksi, seperti perempuan buruh di pabrik-

pabrik yang harus berjuang menuntut kenaikan upah yang layak, serta dalam

lingkup budaya yang terhegemoni oleh budaya patriarki. Seorang buruh

perempuan dan petani perempuan ditindas oleh modal. Mereka, yang telah lelah

sepulang bekerja, juga harus memenuhi tugasnya sebagai istri dengan melayani

suami, memasak di dapur, mencuci dan mengurus anak.64

Secara ringkas, feminisme sosialis berpandangan bahwa perjuangan

sosialisme tak dapat dipisahkan dengan perjuangan pembebasan perempuan dan

dengan keteguhan didalam masyarakat yang terorganisirlah pembebasan

perempuan sejati akan tercapai, yakni ketika masyarakat sosialis telah tercipta.

Tak ada sosialisme tanpa pembebasan perempuan, tak ada pembebasan

perempuan tanpa sosialisme.

Feminisme sosialis mencoba membongkar akar ketertindasan perempuan

dan menawarkan ideologi alternatif yakni: Sosialis. Penindasan terhadap

perempuan tidak akan berakhir selama masih terus diterapkannya sistem

kapitalisme. Inilah yang dikatakan sebagai peminggiran peran perempuan sebagai

bagian dari produk sosial, politik dan ekonomi yang berhubungan dengan

keberadaan kapitalisme sebagai suatu sistem. Inilah penindasan yang berakar pada

keberadaan kelas-kelas dalam masyarakat.

65

64 Artikel Ken Budha Kusumandaru, Asal – Usul Penindasan Perempuan (Materi Pendidikan Politik Perempuan yang dibawakan dalam DIKPOL Kelompok Diskusi - Perempuan Mahardika), Medan, 5 Januari 2007, hal. 7.

65 Nur Amin Samhuri, op. cit., hal. 2 – 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter I.pdf

Ini berarti bahwa perjuangan pembebasan perempuan hanya berhasil

ketika sistem kepemilikan pribadi yang memerlukan secara logis penindasan

terhadap perempuan, berhasil dihancurkan dan lalu berhasilnya transformasi sosial

masyarakat yang menghancurkan kelas-kelas, dan penguasaan alat-alat produksi

oleh segelintir orang untuk diserahkan dan dikelola secara sosial. Perjuangan

perempuan harus dilakukan dengan persatuan yang kokoh dengan berbagai sektor

masyarakat lain, terutama dengan kelas pekerja. Perjuangan perempuan tak bisa

terpisah secara sektoral dan eksklusif, karena akan melemahkan persatuan kokoh

dari masyarakat yang tertindas. Ini berarti perempuan juga harus terlibat aktif

dalam gerakan-gerakan sosial lainnya.

5.2.3. Teori Neoliberalisme

Neo-liberalisme adalah variasi dari liberalisme klasik di abad 19 ketika

Inggris dan imperialisme lainnya menggunakan ideologi kompetisi pasar dan

perdagangan bebas untuk menyetujui kapitalisme di negara mereka sendiri dan

negeri jajahan mereka di seluruh dunia. "Liberalisme" bisa berkaitan dengan

politik, ekonomi, atau bahkan gagasan-gagasan relijius. "Neo" berarti kita

membicarakan tentang jenis baru liberalisme.66

Aliran ekonomi liberal menjadi terkenal di Eropa ketika Adam Smith,

seorang ekonom Inggris, menerbitkan bukunya di tahun 1776 yang berjudul The

Wealth of Nations. Ia dan pihak-pihak lainnya mendukung penghapusan

intervensi pemerintah dalam urusan ekonomi. Menyerukan agar tidak adanya

hambatan dalam perdagangan, tidak adanya tariff. Smith menyatakan:

66 Artikel Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia, Apa Itu Neo-Liberalisme ? (Materi Pendidikan Politik bagi Pengurus Serikat Tani nasional (STN)-sebuah defenisi ringkas bagi Aktifis yang tidak mencantumkan tanggal penulisannya), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter I.pdf

“perdagangan bebas adalah cara terbaik untuk perkembangan perekonomian

sebuah bangsa”. Gagasan ekonomi semacam ini adalah "liberal" dalam artian

tidak adanya kontrol.

Penerapan watak individualisme ini mendorong adanya persaingan

"bebas", yang sesungguhnya bermakna kebebasan bagi kaum kapitalis untuk

memperoleh keuntungan sebesar-besarnya sesuai keinginan mereka.

Pokok-pokok utama Neo-Liberalisme67

1. Aturan Pasar. Membebaskan perusahaan "bebas" atau perusahaan

swasta dari kewajiban-kewajiban yang diterapkan oleh pemerintah

(negara) tidak peduli sebanyak apa kerugian sosial yang

diakibatkannya. Tidak ada lagi kontrol harga. Intinya, kebebasan

mutlak bagi pergerakan modal, barang, dan jasa.

, meliputi:

2. Memotong Anggaran Belanja Publik bidang pelayanan sosial

seperti pendidikan dan pemeliharaan kesehatan.

3. Deregulasi, mengurangi peraturan pemerintah dalam segala hal yang

bisa menurunkan keuntungan, termasuk dalam hal perlindungan

alam dan keselamatan kerja.

4. Privatisasi. Menjual badan-badan usaha milik negara, barang-barang

dan jasa kepada investor swasta. Ini termasuk bank-bank, industri-

industri strategis, jaringan rel kereta api, jalan-jalan tol, pembangkit

listrik, sekolah-sekolah, rumah sakit dan bahkan air bersih.

Privatisasi terutama sekali berpengaruh dalam pemusatan

kemakmuran/kekayaan yang lebih besar lagi ke tangan segelintir

67 Artikel Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia, ibid., hal. 1-2.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter I.pdf

orang dan membuat masyarakat membayar lebih banyak lagi untuk

memenuhi kebutuhannya.

Di seluruh dunia, Neo-liberalisme telah didiktekan oleh lembaga-lembaga

keuangan yang berkuasa seperti International Monetary Fund (IMF), Bank

Dunia dan Inter-American Development Bank.

6. METODOLOGI PENELITIAN

6. 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian

ini adalah metode deskriptif. Berdasarkan metode yang dipakai,

maka penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Hadari

Nawawi, metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian

seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. 68

Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk menjelaskan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau

daerah tertentu.

Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data

dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah

dipahami dan disimpulkan.

69

68 Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987, hal. 63.

Penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan bagaimana

kondisi gerakan perempuan masa kini yang digambarkan lewat program dan

strategi perjuangan organisasi perempuan yang dalam penelitian ini adalah

organisasi yang ada pada basis tani perempuan di Pematang Lalang, Deli Serdang.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter I.pdf

Penelitian ini juga menggunakan teori-teori, konsep-konsep dan data dari

pengamatan langsung yang diperoleh dilapangan untuk menjelaskan hasil

penelitian dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Maka jenis penelitian

ini adalah penelitian kualitatif.

6. 2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian penulis dalam penelitian ini yaitu di desa Pematang

Lalang, Kabupaten Deli Serdang dan mengambil tempat pada organisasi tani yaitu

Serikat Tani Nasional, Pematang Lalang.

6. 3. Populasi dan Sampel

Menurut Sumanto populasi yaitu : seluruh subyek di dalam wilayah

penelitian dijadikan subyek penelitian.70

69 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cetakan IX,1995, hal. 18.

70 Sumanto, Metodologi Penelitian Ilmu Sosial dan Pendidikan, Yogyakarta: ANDI, 1990, hal. 23.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh warga masyarakat di Pematang

Lalang yang terdaftar sebagai anggota dari Serikat Tani Nasional. Sedangkan

Sampel dari penelitian ini adalah seluruh pengurus (Komite Pimpinan Desa)

Serikat Tani Nasional - Pematang Lalang, Deli Serdang dan pengurus (Komite

Pimpinan Wilayah) STN Sumut. Yang dimaksud pengurus dalam hal ini adalah

seorang-orang yang telah melewati proses pendidikan dan juga bertanggung

jawab terhadap terlaksananya program kerja organisasi. Pengurus ini dijadikan

sebagai Key Informant.

7. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter I.pdf

Untuk pengumpulan data penelitian ini, penulis menggunakan 2 teknik

pengumpulan data, yaitu dengan cara :

1. Metode Lapangan (Field Research)

Dengan metode ini penulis akan terjun langsung ke lapangan untuk

mendapatkan data-data yang diperlukan. Dalam hal ini peneliti

menggunakan metode wawancara yaitu melakukan wawancara langsung

dengan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang akan diteliti.

Penulis juga akan melakukan metode observasi yaitu mengamati secara

langsung objek yang akan diteliti.

2. Metode Kepustakaan (Library Research)

Untuk data pendukung, terutama guna melengkapi kerangka teoritis dan

kerangka konsep dipergunakan penelitian kepustakaan. Referensi yang

digunakan adalah text book yaitu buku bacaan, artikel, makalah,

majalah/surat kabar, dan web site.

8. TEKNIK ANALISA DATA

Setelah data yang diperoleh dirasa cukup memadai untuk mendukung

proses analisa, maka tahapan selanjutnya adalah analisa data. Dalam analisa data

ini, data yang sudah terkumpul akan diolah dan kemudian di analisis untuk dapat

disimpulkan sebagai hasil dari penelitian. Penelitian ini mencoba menganalisis

pandangan Serikat Tani Nasional (STN) desa Pematang Lalang mengenai

perlunya membangun Organisasi Perempuan dalam gerakan-gerakan rakyat

maupun gerakan prodemokrasi seperti gerakan tani.

Metode analisa data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode

analisis deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh disusun dan

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter I.pdf

kemudian diinterpretasikan sehingga memberikan keterangan terhadap masalah-

masalah yang aktual berdasarkan data-data yang sudah terkumpul dari penelitian.

Dalam menganalisa data dalam penelitian ini pertama-tama penulis

terlebih dahulu mengumpulkan data-data primer yang menyangkut masalah

penelitian dan data tersebut diperoleh melalui buku-buku, dokumentasi resmi,

artikel dan makalah/ skripsi/ tesis dari peneliti terdahulu yang sebelumnya juga

pernah meneliti masalah yang sama. Selain itu data juga diperoleh melalui

wawancara langsung dengan orang-orang ataupun organisasi (pihak) yang

berhubungan langsung dengan masalah penelitian yng dalam penelitian ini adlah

petani perempuan di Desa Pematang Lalang serta seluruh pengurus Serikat Tani

Nasional – Pematang Lalang.

Data- data yang sudah terkumpul kemudian di analisa dengan

menggunakan teori-teori sebagai landasan teoritis bagi penulis dalam menjelaskan

dan menjawab masalah-masalah penelitian. Teori-teori yang digunakan yaitu,

teori Gerakan Sosial untuk menganalisis peran organisasi massa perempuan

sebagai bagian dari gerakan sosial, teori Feminisme sebagai analisa terhadap

perkembangan gerakan perjuangan pembebasan perempuan, dan juga Perspektif

Feminisme Sosialis dan Feminisme Marxis terhadap Perjuangan Pembebasan

Perempuan. Dalam menganalisis persoalan petani perempuan, penulis juga

menggunakan teori Gender untuk menjelaskan peran dan kedudukan perempuan

terutama pada petani perempuan di Desa Pematang Lalang. Berdasarkan teori-

teori tersebut masalah-masalah yang diteliti oleh penulis dapat dijelaskan secara

ilmiah dan sistematis.

9. SISTEMATIKA PENULISAN.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter I.pdf

Penelitian ini berusaha mengungkapkan tentang apa yang dimaksud gerakan

pembebasan perempuan (Gerakan Sosial Perempuan) melalui pembangunan organisasi

perempuan sebagai bagian dari perjuangan pembebasan rakyat melawan ketidakadilan dan

ketidakberpihakan sistem terhadap hak-hak sosial, ekonomi dan politik kaum perempuan.

Agar penulisan hasil penelitian ini lebih sistematis, maka penulis membaginya dalam IV

bab dan beberapa sub bab.

Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah yaitu perkembangan gerakan

perempuan Indonesia dari catatan sejarah yang dimulai sebelum kemerdekaan, bagaimana

keikusertaan perempuan Indonesia dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia dan

munculnya organisasi-organisasi perempuan Indonesia yang tumbuh dan berkembang

sampai saat ini. Bab ini menjelaskan bagaimana strategi dan pengorganisiran organisasi

massa perempuan dalam memperjuangkan hak dan kedudukan kaumnya pada massa orde

lama, penghancuran gerakan perempun di masa orde baru dan bangkitnya gerakan

perempuan yang demokratis saat ini. Dalam bab ini juga di uraikan kondisi perempuan

pedesaan seperti petani perempuan yang kerap kali mengalami bentuk-bentuk

ketidakadilan sistem ekonomi dan politik terutama budaya yang meminggirkan posisinya

dan bagaimana peran organisasi perempuan dalam menyikapi persoalan mereka.

Bab II berisi tentang gambaran lokasi penelitian yaitu desa Pematang

Lalang. Untuk memudahkan penulis dalam pengumpulan data, penelitian ini

dilakukan pada Serikat Tani Nasional (STN) desa Pematang Lalang sebagai

organisasi tani yang menjadi payung bagi beberapa kelompok tani dan komunitas

petani perempuan di desa Pematang Lalang. Maka dalam bab ini di jelaskan

profil organisasi meliputi ; sejarah singkat organisasi, tujuan dan program

organisasi, prinsip-prinsip organisasi serta struktur organisasi.

Kemudian pada bab III adalah pembahasan. Dalam pembahasan, penulis

menyajikan data-data masalah penelitian dan menganalisis masalah penelitian.

Pertama, penulis menjelaskan tentang asal-usul ketertindasan perempuan mulai

dari fase komunal primitif sampai fase kapitalisme. Kemudian penulis akan

memberikan gambaran mengenai kondisi perempuan Indonesia akibat sistem

ekonomi Neoliberalisme dan budaya patriarki. Dalam bab III penulis juga

menguraikan bagaimana situasi petani perempuan yang mayoritas hidup dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter I.pdf

kemiskinan akibat penghisapan ekonomi neolib serta ketidakadilan yang dialami

petani perempuan dalam memperjuangkan hak atas tanah mereka yang dirampas

oleh pengusaha bekerjasama dengan penguasa, juga bagaimana budaya patriarki

yang mengharuskan mereka menjalankan kerja-kerja rumah tangga tetapi juga

harus melakukan kerja produksi agar dapat bertahan hidup (beban ganda). Bab ini

juga menganalisis pandangan Serikat Tani Nasional Desa Pematang Lalang

sebagai alat perjuangan petani laki-laki mau pun petani perempuan mengenai

perlunya membangun organisasi perempuan yang demokratik di setiap sektor

baik dalam dunia buruh, mahasiswa, khususnya dalam gerakan petani.

Bagian terakhir dari penulisan skripsi ini berisikan saran dan kesimpulan

yang diperoleh dari analisa data yang diteliti. Bab IV berusaha menyimpulkan

mengenai gerakan perempuan dewasa ini dalam masyarakat serta makna gerakan

sosial perempuan yaitu peran organisasi perempuan yang dibangun dalam gerakan

pro-demokratik seperti gerakan petani karena melihat kondisi perempuan di

pedesaan yang berprofesi sebagai petani atau buruh tani kerap kali mengalami

ketidakadilan dan pengeksploitasian dari sistem ekonomi-politik Neoliberal dan

budaya patriarki. Selain menyimpulkan data-data yang telah dianalisis, penulis

juga mencoba memberikan saran sebagai masukan bagi kemajuan ataupun

perkembangan gerakan perempuan dewasa ini, terlebih bagi para akademisi yang

juga berperan dalam berbagai gerakan sosial kemasyarakatan khususnya aktifis

perempuan demi kemajuan kaum perempuan di masa mendatang.

Universitas Sumatera Utara