chronic obstructive pulmonary disease & asthma
TRANSCRIPT
MODUL VII RESPIRASI (PERNAFASAN)
SKENARIO-4
NAPAS BERBUNYI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH : SGD 22
Ketua : Nahrisyah (7111080155)
Sekretaris : Mima Nasution (7111080210)
Anggota : Ridiarno Jamelau (7111080326)
Berrlan Saputra (7111080180)
Ima Arum Lestari (7111080134)
Herman Zuhdi Rambe (7111080082)
Muhammad Fadli (7111080174)
Anditha Fellywavinska (7111080351)
Desi Mayank Sari (7111080214)
Ditha Aulia Susanto (7111080115)
Fatia Dinasya (7111080126)
Agus Santoso (7111080118)
Tutor : dr. Indri Maharani Nasution
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
TAHUN AJARAN 2011/2012
LEMBAR PENILAIAN
PARAF NILAI
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segenap rahmat
dan hidayahnya kepada kita semua. Dan tak lupa pula shalawat beriring salam kita panjatkan
keharibaan nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk membantu mahasiswa dalam menghadapi
proses belajar mengajar di fakultas kedokteran UISU dan membantu proses pemahaman tentang
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dan Asma serta berbagai hubungan yang terkandung
didalamnya.
Dalam penyusunan tugas ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan
baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha
sebisa mungkin menyelesaikan tugas ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Demikian, semoga tulisan makalah PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dan Asma
dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan para pembaca pada umumnya. Kami
mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
Medan, 10 Mei 2012
Tim Penyusun
SGD 22
i
Daftar isi
Kata pengantar.................................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan.........................................................................................................................1
Definisi…………………………………………………………………………………….1
Penyebab…………………………………………………………………………………..2
Bab II Pembahasan………………………………………………………………………………..4
Skenario...............................................................................................................................4
Klarifikasi Data……………………………………………………………………………4
Problem List……………………………………………………………………………….4
Problem Solution………………………………………………………………………….5
Skema……………………………………………………………………………………...6
Learning Objective………………………………………………………………………...6
Bab III Kesimpulan………………………………………………………………………………19
Daftar pustaka……………………………………………………………………………………20
ii
BAB I
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telah lama diketahui bahwa penyakit pada saluran pernafasan atas dan bawah yang
sebelumnya diperlakukan berbeda ternyata memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain.
Berbagai penelitian mengenai hubungan antara penyakit-penyakit saluran pernafasan atas dan
bawah telah dilakukan, namun, penelitian mendalam baru dilakukan dalam beberapa tahun
terakhir. Berbagai konsep dan istilah pun digunakan untuk menggambarkan hubungan erat antara
penyakit yang melibatkan saluran pernafasan atas dan bawah. Asma merupakan manifestasi
alergi berat yang melibatkan saluran pernafasan bawah. Prevalensi asma terus meningkat dari
tahun ke tahun. Asma menimbulkan masalah biaya dan dapat mengganggu tumbuh kembang
anak. Asma juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat dan menurunkan kualitas hidup
penderitanya. Sebagaimana manifestasi alergi lainnya, asma juga dapat diderita seumur hidup
dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan
derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.
Pengertian asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
(Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas
obstruktif intermiten reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Asma merupakan suatu keadaan di mana saluran
nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Kata asma (asthma) berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippocrates
menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernapasan yang pendek-pendek
(shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan
apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas, termasuk ada istilah asma kardial dan asma
bronkial. Menurut National Asthma Education and Prevetion Program (NAEPP) pada National
Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial) didefinisikan sebagai
penyakit inflamasi kronik pada paru.
Sedangkan PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan
udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema
dan Asthma Bronkiale. Di Indonesia menurut Departemen Kesehatan 2008 Angka penderita
PPOK Mencapai 12 % dengan angka kematian 2 %, hal itu menjadi suatu perhatian tersendiri
dimana penyakit PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronik ) merupakan suatu penyakit yang
cukup tinggi menyerang masyarakat di Indonesia.
Oleh Karena itu peningkatan pelayanan kesehatan mengenai penyakit tersebut perlu di
tingkat baik dalam bentuk preventif,kuratif maupun rehabilitative. Penyakit Obstruksi Kronik
(PPOK ) merupakan suatu penyakit dimana merupakan suatu kondisi dimana aliran udara pada
paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau
3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan
suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer. (Enggram, B.
2006).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) mermpunyai tanda dan gejala yakni Batuk
(mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti terikat, Mengi saat inspirasi
maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa stetoskop, Pernafasan cuping hidung, Ketakutan
dan diaforesis, Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya
terjadi pada pagi hari, Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing, Sesak nafas.
(JaapCATrappenburg,2008)
i
BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO-4
NAPAS BERBUNYI
Seorang pasien usia 55 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan sesak napas disertai
mengi dan batuk 2 hari ini. Menurut pasien sudah 3 tahun ini ia sering mengalami batuk dan
sesak napas. Hasil pemeriksaan auskultasi didapat suara pernapasan ekspirasi memanjang
disertai wheezing. Riwayat keluarga yang menderita penyakit sesak napas (-). Riwayat merokok
2 bungkus/hari sejak pasien masih muda dijumpai. Setelah dilakukan foto rontgen toraks kesan
emphysematous. Dokter yang memeriksa menganjurkan pasien menjalani tes fungsi paru.
1. Klarifikasi Data
1. Emphysematous : Berkumpulnya udara secara patologis dalam jaringan atau organ
2. Mengi/wheezing : Suara bersiul yang dibuat dalam bernapas
2. Problem List
1. Pasien usia 55 tahun, sesak napas + mengi + 2 hari batuk → 3 tahun
2. Auskultasi : wheezing
3. Merokok (+)
4. RPK sesak napas (-)
5. Rontgen : emphysematous
6. Tes fungsi paru
3. Problem Solution
1. Mengapa pasien mengalami sesak napas?
2. Apa hubungan sesak napas dengan kebiasaan merokok?
3. Mengapa dilakukan foto toraks?
4. Mengapa bisa terjadi emphysematous pada foto toraks?
5. Mengapa dilakukan tes fungsi paru?
6. Mengapa terdengar wheezing pada pemeriksaan auskultasi?
7. Penyakit apa yang diderita oleh pasien?
8. Bagaimana gambaran emphysematous pada foto rontgen?
9. Adakah pemeriksaan penunjang lainnya?
10. Apakah kebiasaan merokok dapat memperberat keluhan?
11. Apa saja yang menyebabkan pasien mengalami keluhan?
Jawab :
1. Mungkin dikarenakan ada gangguan atau ketidaknormalan pada saluran pernapasannya
2. Hubungan nya terletak pada asap rokok, dimana asap rokok ini mengandung suatu zat-zat
kimia berbahaya yang dapat merusak saluran pernpasan
3. Untuk mendukung diagnosa, menegakkan diagnosa, dan mengukur tingkat keparahan
suatu penyakit yang dialami pasien
4. Karena terjadi penumpukan udara pada paru yang mengakibatkan gambaran foto toraks
menjadi emphysematous (hiperluscent)
5. - Mengukur volume paru
- Mengukur volume udara masuk dan keluar
- Mengukur kecepatan udara masuk dan keluar
- Mengukur perfusi oksigen COPD/PPOK
6. Karena adanya kelainan pada saluran pernafasan, terjadinya hambatan pada jalan nafas
pasien
7. Kemungkinan Asma atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
8. Berwarna hitam pekat
9. Ada, contoh nya uji faal paru
10. Dapat. Karena merokok biasanya juga termasuk factor pencetus timbulnya penyakit pada
paru
11. Udara dingin, debu, stress dll.
4. Skema
i
5. Learning Objective
1. Mengetahui, memahami dan menjelaskan definisi PPOK dan Asma
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) atau COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala
berupa terhambat nya arus udara pernafasan. Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus
udara tersebut bias terletak pada saluran pernafasan maupun pada parenkim paru.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease/COPD adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan
oleh emfisema atau bronkitis kronis.
PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
Definisi Etiologi Klasifikasi Patofisiologi Symptom & Signs Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan Diagnosa
ASMA
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas
yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
a. Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
b. Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki
berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu (Smeltzer, 2006)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami
inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
Elemen nya. Inflamasi kronik menyebabkan peningatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala epidosik berulang berupa sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari. Epidosik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Mengetahui, memahami dan menjelaskan Etiologi dari PPOK dan Asma
i
Etiologi PPOK :
Asap Rokok
Penyebab utama dari PPOK adalah asap rokok, baik karena dihisap sendiri secara langsung
(perokok aktif) maupun karena menghisap asap rokok orang lain (perokok pasif). Asap rokok
dapat menekan sistem pertahan saluran napas, paralisis pada silia dan penurunan aktivitas
makrofag alveolus, dan produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi obstruksi saluran
napas.
Polusi Udara
Berbagai macam debu, zat kimia, dan serta dalam lingkungan kerja mempunyai pengaruh
merugikan pada sistem pernapasan. Selain itu hasil sampingan bahan bakar seperti minyak
tanah, batu bara, kayu bakar, dan diesel dapat menjadi faktor resiko PPOK.
Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang
Status Sosial Ekonomi
Etiologi Asma :
Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
Reaksi antigen-antibodi
Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasma
Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
Iritan : kimia
Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
Emosional : takut, cemas dan tegang
Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
(Suriadi, 2001)
3. Mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi PPOK dan Asma
Pada PPOK :
Berdasarkan gejala klinis & pemeriksaan faal paru, PPOK diklasifikasikan ke dalam 4 stadium :
a.Stadium 1 : Ringan
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Padaderajat ini pasien
sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mengalami penurunan. Hasil spirometri menunjukkan
VEP1/ KVP < 70% dan VEP1 ≥80% nilai prediksi.
b.Stadium 2 : Sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan
produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulaimemeriksakan kesehatannya. Hasil
spirometri menunjukkan VEP1/ KVP <70% dan VEP1 50% - 80 % nilai prediksi.
c.Stadium 3 : Berat
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan seranganeksaserbasi semakin
sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Hasil spirometri menunjukkan VEP1/ KVP <
70% dan VEP1 30% - 50% nilai prediksi.
d.Stadium 4 : Sangat Berat
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi
dapat mengancam jiwa. Hasil spirometrimenunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan VEP1 < 30% nilai
prediksi atau VEP1 < 50% nilai prediksi disertai gagal napas kronik.
Pada Asma :
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas,
maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
i
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetusyang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkanoleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnyaserangan
asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisaditurunkan.
2. Faktor presipitasia.
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
• Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi)
• Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
• Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhiasma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, sepertimusim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arahangin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selainitu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul haru untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya seranganasma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukanaktifitas jasmani atau
olahraga yang berat. Lari cepat paling mudahmenimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadisegera setelah selesai aktifitas tersebut.
4. Mengetahui, memahami dan menjelaskan patofisiologi PPOK dan Asma
Patofisiologi PPOK :
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara
anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:
• Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
• Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak
pada paru bagian bawah
• Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural
pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab utama obstruksi jalan napas.
Konsep Patogenesis PPOK
i
Patofisiologi asma :
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda- benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody
IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronchus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sanga tmeningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Inhalasi Bahan Berbahaya
Inflamasi
Mekanisme Perbaikan
Kerusakan Jaringan Paru
Mekanisme Perlindungan
Destruksi ParenkimPenyempitan Saluran Nafas dan Fibrosis
Hipersekresi Mukus
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita
asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan
ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi
dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Perbedaan Patogenesis PPOK dan Asma
5. Mengetahui, memahami dan menjelaskan symptom & signs PPOK dan Asma
Pada Asma :
Gambaran asma secara klasik adalah episodik batuk, mengi dansesak nafas. Pada periode
awal gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma tipe alergenik sering
i
PPOK Asma
Bahan Berbahaya Bahan Sensitif
Mediator Inflamasi
CD4 + T-Limposit
Makrofag Neutrofil
Mediator Inflamasi
CD4 + T-Limposit
Eosinopil
Ireversibel Hambatan Aliran Udara Reversibel
disertai bersin-bersin dan pilek. Walaupun awalnya batuk tanpa sekret dalam perjalanannya
terjadi sekret yang berwarna mukoid sampai dengan purulen. Pada sebagian penderita gejala
klinis hanya batuk tanpa disertai mengi atau dikenal dengan cough variant asthma bila hal ini
muncul maka konfirmasi dengan pemeriksaan spirometri dan lakukan bronkodilator tes atau
ujiprovokasi bronkus dengan metakolin.Pada asma alergenik sering tidak jelas adanya hubungan
antara paparan alergen dengan gejala asma yang timbul. Terlebih pada penderita yang
memberikan respon terhadap pencetus non alergenik sperti factor cuaca, asap rokok ataupun
infeksi saluran pernafasan atas.Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa dijumpai adanya keluhan batuk, sesak, mengi
dan rasa tidak enak pada dada. Terdapat riwayat alergi dalam keluarga ataupun pada diri
penderita sendiri seperti rinitis alergi, dermatitis alergi. Gejala asma sering timbul pada malam
hari tetapi dapat muncul pada setiap waktu tergantung pada ada tidak nya faktor pencetus.
Pada PPOK :
Klasifikasi Penyakit Gejala Spirometri
Ringan • Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila eksersais
• Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada latihan sedang (mis : berjalan cepat, naik tangga)
• Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada latihan / kerja ringan (mis : berpakaian)
VEP > 80% prediksiVEP/KVP < 75%
Sedang • Gejala ringan pada istirahat VEP 30 - 80%prediksi VEP/KVP <75%
Berat • Gejala sedang pada waktu istirahat• Gejala berat pada saat istirahat• Tanda-tanda korpulmonal
VEP1<30% prediksiVEP1/KVP < 75%
6. Mengetahui, memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang pada PPOK & Asma
Pada PPOK :
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
a. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
b. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
c. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
• Uji bronkodilator
a. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
b. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml.
c. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
c. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
i
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT)
- VR/KRF, VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik, Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti, bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
- CT Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
Pada Asma :
1. Evaluasi laboratorium
Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada penderita asma. Eosinofilia darah > 250-
400sel/mm³. sputum penderita asma sangat kental, elastic, dan keputih-putihan.
2. Skin prick test
Skin prick test digunakan untuk mengidentifikasi factor ekstrinsik. Timbulnya urtikaria di
sekitar tempat tusukan menunjukkan sensitivitas alergen. Pajanan terhadap alergen yang
teridentifikasi harus segera diminimalkan.
3. Tes faal paru
Bemanfaat dalm mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada mereka yang
diketahui menderita asma, tes faal paru berguna dalam menilai tingkat penyumbatan jalan
nafas, dan gangguan pertukaran gas. Penilaian fungsi paru pada asma paling bermanfaat
bila dibuat sebelum dan sesudah diberikan aerosol bronkodilator. Kenaikan PFR atau
FEV1, sekurang-kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma.
Kriteria obstruksi terpenuhi bila ratio FEV1/FVC < 70%. Obstruksi sedang : FEV1 40-
60%, dan berat : FEV1 < 40%.
4. Rontgen thoraksRontgen digunakan untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis
lainnya ataupunkomplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia.Pada asma akan
didapatkan gambaran paru yang lebih lucent akibat gangguan ekspirasi sehingga banyak
udara tertinggal di paru. Selain itu, bertambahnya volume udara di paru juga
menyebabkan diafragma terdorong ke bawah, sehingga jantung terlihat seperti
menggantung (tear drops).
i
5. Penentuan gas dan pH darah arterial
Penting dalam evaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Selama masa perbaikan (remisi), tekanan parsial O2 (PO2),
tekanan parsial karbondioksida (PCO2), dan pH mungkin normal.
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang
beratatau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang
lazimdiberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya
hanyasingkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.
Gambaran klinis status asmatikus
• Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
• Sesak nafas, bicara terputus-putus.
• Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah
jatuh dalam dehidrasi berat.
• Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun
dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam
koma.
7. Mengetahui, memahami dan menjelaskan penatalaksanaan PPOK dan Asma
Pada PPOK :
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
a.Edukasi
b.Obat – obatan
c.Terapi oksigen
d.Ventilasi mekanik
e.Nutrisi
f.Rehabilitasi
.
a.Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Yaitu menyesuaikan keterbatasan
aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Edukasi yang tepat diharapkan dapat
mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan
dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan
kondisiekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikanadalah:
1). Pengetahuan dasar tentang PPOK
2). Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3). Cara pencegahan perburukan penyakit
4). Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5). Penyesuaian aktivitas.
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
i
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan
untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
i
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -
organ lainnya.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
- ventilasi mekanik tanpa intubasi
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi
akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup
penderita PPOK
Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang
terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan
pernapasan.
Pada Asma :
Obat pengontrol membantu meminimalkan peradangan yang menyebabkan serangan asma akut.
• Beta agonis kerja panjang:
obat kelas ini secara kimia berhubungan dengan adrenalin, hormon yang diproduksi oleh
kelenjar adrenal. Beta agonis kerja panjang untuk inhalasi bekerja untuk menjaga saluran
pernapasan terbuka selama 12 jam atau lebih. Obat asma ini mengendurkan otot-otot saluran
pernapasan, melebarkan saluran dan mengurangi resistensi terhadap aliran udara yang
i
dihembuskan, sehingga lebih mudah untuk bernapas. Mereka juga dapat membantu untuk
mengurangi peradangan, tetapi obat asma ini tidak berpengaruh pada penyebab yang
mendasari serangan asma. Efek samping obat asma ini termasuk detak jantung yang lebih
cepat dan kegoyahan. Formoterol , Salmeterol , Arformoterol adalah obat asma beta agonis
kerja panjang.
• Kortikosteroid inhalasi adalah obat utama untuk obat pengontrol asma. Steroid hirup ini
bertindak lokal dengan berkonsentrasi pada efek langsung dalam saluran pernapasan, dengan
efek samping yang sangat sedikit di luar paru-paru. Ciclesonide , Beclomethasone ,
Fluticasone , Budesonide , Mometasone , Triamcinolone , Flunisolide , adalah obat asma
kortikosteroid yang dihirup.
• Inhibitor leukotriene adalah kelompok lain obat pengontrol asma. Leukotrien adalah zat
kimia kuat yang menyebabkan respon inflamasi yang terlihat selama serangan asma akut.
Dengan menghalangi bahan kimia ini, inhibitor leukotriene mengurangi peradangan.
Inhibitor leukotriene dianggap sebagai lini kedua pertahanan terhadap asma dan biasanya
digunakan untuk asma yang tidak memerlukan kortikosteroid oral. Zileuton, zafirkulast dan
montelukast adalah contoh inhibitor leukotriene.
• Methylxanthine adalah kelompok lain obat pengontrol yang berguna dalam pengobatan asma.
Kelompok obat asma ini secara kimiawi berkaitan dengan kafein. Methylxanthine bekerja
sebagai bronkodilator kerja panjang, dahulu obat asma ini umum digunakan untuk mengobati
asma. Saat ini, karena efek samping yang signifikan seperti kafein, obat asma sering
digunkaan untk pengobatan asma rutin. Teofilin dan aminofilin adalah contoh obat asma
golongan methylxanthine.
• Obat asma lain adalah Natrium kromolin yang dapat mencegah pelepasan bahan kimia yang
menyebabkan peradangan pada asma. Obat asma ini terutama bermanfaat bagi orang yang
mengalami serangan asma akibat respon penyebab alergi. Bila diminum secara teratur
sebelum terkena allergen, natrium kromolin dapat mencegah perkembangan serangan asma.
Namun, obat asma ini tidak ada gunanya setelah serangan asma tercetus.
• Omalizumab adalah kelas baru obat asma yang bekerja dalam system kekebalan tubuh.
Penderita asma yang memiliki kadar immunoglobulin E (Ig E) tinggi, sebuah antibody alergi,
obat ini diberikan melalui suntikan yang dapat membantu gejala yang sulit dikontrol. Obat
asma ini menghambat pengikatan IgE pada sel-sel yang melepaskan bahan kimia yang
memperburuk gejala asma. Pengikatan ini mencegah pelepasan mediator ini, sehingga
membantu dalam mengendalikan penyakit.
Obat penyelamat digunakan setelah serangan asma telah terjadi. Obat asma ini tidak
menggantikan obat pengontrol asma. Jangan hentikan obat pengontrol asma selama serangan
asma.
Obat Agonis beta kerja cepat adalah obat penyelamat yang paling sering digunakan. Beta
agonis kerja cepat bekerja cepat, dalam beberapa menit, untuk membuka saluran pernapasan,
dan memberi efek biasanya selama empat jam. Salbutamol Sulfat adalah obat asma kerja cepat
yang paling sering digunakan dari golongan obat agonis beta.
Antikolinergik adalah golongan lain obat asma yang berguna sebagai obat penyelamat
selama serangan asma. Obat antikolinergik inhalasi membuka saluran pernapasan, mirip
dengan aksi agonis beta. Antikolinergik mempunyai efek sedikit di bawah agonis beta, tetapi
efeknya berlangsung lebih lama daripada agonis beta. Obat antikolinergik sering digunakan
bersama dengan obat agonis beta untuk menghasilkan efek yang lebih besar daripada efek
tunggalnya. Ipratropium bromide dalah obat antikolinergik inhalasi saat ini yang digunakan
sebagai obat asma penyelamat.
8. Mengetahui, memahami dan menjelaskan diagnosa PPOK dan Asma
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.
Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisik
i
B. Diagnosis Banding
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada
gagal napas kronik.
B. Diagnosis Banding
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatu berculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia,
karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.
Asma PPOK SPOT
Timbul pada usia muda ++ - +
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat Merokok +/- +++ -
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan Mengi berulang +++ + +
Batuk kronik berdahak + ++ +
Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-
Reversibiliti obstruksi ++ _ -
Variabiliti harian ++ + -
i
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + _ ?
BAB 3
KESIMPULAN
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma bronkhial
yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress,
lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat
dilakukan dengan :
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H. Hartanto,
et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan
Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta:
i
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Djojodibroto, R. Darmonto. 2012. Respirologi (Respiratoty Medicine). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U.
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Glassock, R.J, dan Brenner, B.M., 2000. Penyakit Paruobstrukrif Kronik, dalam Ahmad H.
Asdie. Editor bahasaIndonesia, Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi13.
Jakarta. Penerbit: Buku Kedokteran EGC.
Swierzewski, SJ. 2007. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. (online)
http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complication.shtml Diakses 10 Mei 2012
GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, andPrevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. USA:2007 http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
Diakses 10 Mei 2012