chron's desase

29
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM CERNA DAN NAFAS CROHN DISEASE Disusun oleh : Golongan 4, Kelompok II Noormatika Rachmawati (FA/07853) ( ) Putri Damai Lestari (FA/07863) ( ) Febriana Trisnaputri Rahajeng (FA/07875) ( ) Keo Veasna (FA/07910) ( ) Shirley Alexander (FA/08015) ( ) Tanggal praktikum : 23 Desember 2010 Dosen jaga : Dr. Agung Endro N. M.Si., Apt.

Upload: zulkarnain-hasyim

Post on 01-Dec-2015

73 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

chron desease

TRANSCRIPT

Page 1: CHRON's desase

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI SISTEM CERNA DAN NAFAS

CROHN DISEASE

Disusun oleh :

Golongan 4, Kelompok II

Noormatika Rachmawati (FA/07853) ( )

Putri Damai Lestari (FA/07863) ( )

Febriana Trisnaputri Rahajeng (FA/07875) ( )

Keo Veasna (FA/07910) ( )

Shirley Alexander (FA/08015) ( )

Tanggal praktikum : 23 Desember 2010

Dosen jaga : Dr. Agung Endro N. M.Si., Apt.

Asisten jaga : Hgozie Perdana

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI DAN FARMASI KLINIK

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2010

Page 2: CHRON's desase

CROHN DISEASE

TUJUAN PRAKTIKUM

Agar mahasiswa dapat menetukan tata laksana terapi yang teapt untuk penyakit

saluran pencernaan dan dapat menentukan informasi dan edukasi yang sesuai untuk pasien.

DASAR TEORI

Inflammatory Bowel Disease atau penyakit radang usus merupakan salah satu

kelompok penyakit gangguan saluran cerna yang berupa inflamasi pada dinding usus.

Inflammatory Bowel Disease adalah radang usus yang kronis, ditandai dengan remisi

(waktu berkurangnya gejala penyakit) dan kekambuhan lebih dari beberapa tahun.

Penyakit ini sering ditandai dengan diare yang kerap serta terdapat darah dan lender pada

feses.

Inflammatory Bowel Disease lebih sering dijumpai pada orang kulit putih.

Angka kejadiannya adalah 15 000 – 30 000 kasus per tahun dengan prevalensi 20 000-40

000 penduduk, tetapi di Indonesia tidak sebesar itu. Angka kejadian antara pria dan

wanita adalah seimbang. Puncak kejadian adalah antara usia 15-35 tahun, manakala

puncak usia kedua adalah sekitar 50 – 80 tahun. Inflammatory Bowel Disease terbagi

kepada 2 macam yaitu, Kolitis Ulceratif dan Penyakit Chron. Kolitis Ulceratif sering

terjadi di usus besar (kolon) manakala Penyakit Chron lebih sering terjadi di usus halus.

Kolitis Ulceratif adalah kondisi peradangan yang terspesifikasi pada rektum

dan kolon. Kedalaman luka hanya terbatas pada mukosa hingga sub mukosa. Penyakit

Chron pula adalah peradangan mukosa saluran cerna yang dapat terjadi pada semua

bagian saluran cerna. Luka pada kondisi ini dapat sampai melintasi membrane, sehingga

luka lebih dalam.

Page 3: CHRON's desase

Secara teoritis, penyakit Inflammatory Bowel Disease terkait dengan fakor infeksi dan

imunologis. Berikut disertakan tabel untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab

Inflammatory Bowel Disease

Definisi Chron’s Disease

Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan

menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus.

Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun

dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus,

dan bahkan kulit sekitar anus.

Pada beberapa dekade yang lalu, penyakit Crohn lebih sering ditemukan di negara barat dan

negara berkembang. Terjadi pada pria dan wanita, lebih sering pada bangsa Yahudi, dan

cenderung terjadi pada keluarga yang juga memiliki riwayat kolitis ulserativa.

Kebanyakan kasus muncul sebelum umur 30 tahun, paling sering dimulai antara usia 14-24

tahun.

Penyakit ini mempengaruhi daerah tertentu dari usus, kadang terdapat daerah normal diantara

daerah yang terkena. Pada sekitar 35 % dari penderita penyakit Crohn, hanya ileum yang

terkena. Pada sekitar 20%, hanya usus besar yang terkena. Dan pada sekitar 45 %, ileum

maupun usus besar terkena.

Page 4: CHRON's desase

Penyebab

Penyebab pasti penyakit Crohn masih belum diketahui. Terdapat beberapa penyebab

potensial yang diperkirakan secara bersama-sama menimbulkan Crohn’s disease, yang paling

mungkin adalah infeksi, imunologis, dan genetik. Kemungkinan lain adalah faktor

lingkungan, diet, merokok, penggunaan kontrasepsi oral, dan psikososial.

Faktor Infeksi

Meskipun terdapat beberapa agen-agen infeksi yang diduga merupakan penyebab potensial

Crohn’s disease, namun terdapat dua agen infeksi yang paling menarik perhatian yaitu

mycobacteria, khususnya Mycobacterium paratuberculosis dan virus measles. Infeksi lain

yang diperkirakan menjadi penyebab Crohn’s disease adalah Chlamydia, Listeria

monocytogenes, Pseudomonas sp, dan retrovirus.

Faktor Imunologis

Kelainan-kelainan imunologis yang telah ditemukan pada pasien-pasien dengan Crohn’s

disease mencakup reaksi-reaksi imunitas humoral dan seluler yang menyerang sel-sel saluran

cerna, yang menunjukkan adanya proses autoimun. Faktor-faktor yang diduga berperanan

pada respons inflamasi saluran cerna pada Crohn’s disease mencakup sitokin-sitokin, seperti

interleukin (IL)-1, IL-2, IL-8, dan TNF (tumor necroting factor). Peranan respons imun pada

Crohn’s disease masih kontroversial, dan mungkin timbul sebagai akibat dari proses penyakit

dan bukan merupakan penyebab penyakit.

Faktor Genetik

Faktor genetik tampaknya memegang peranan penting dalam patogenesis Crohn’s disease,

karena faktor risiko tunggal terkuat untuk timbulnya penyakit ini adalah adanya riwayat

keluarga dengan Crohn’s disease. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penyakit

Crohn mungkin memiliki link genetik. Penyakit ini berjalan dalam keluarga dan mereka yang

memiliki saudara dengan penyakit tersebut adalah 30 kali lebih mungkin untuk

mengembangkannya daripada populasi normal. Sekitar 1 dari 5 pasien dengan Crohn’s

disease (20%) mempunyai setidaknya satu anggota keluarga dengan penyakit yang sama.

Pada berbagai penelitian didapatkan bahwa Crohn’s disease berhubungan dengan kelainan

pada gen-gen HLA-DR1 dan DQw5. Latar belakang etnis juga merupakan faktor risiko.

Faktor-faktor lingkungan

Diet ini diyakini terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi di bagian dunia industri.

Merokok telah terbukti dapat meningkatkan risiko kembalinya penyakit aktif, atau "flare".

Page 5: CHRON's desase

Pengenalan kontrasepsi hormonal di Amerika Serikat pada tahun 1960 terkait dengan

peningkatan dramatis dalam angka kejadian penyakit Crohn. Meskipun hubungan kausal

belum efektif ditampilkan, masih ada kekhawatiran bahwa obat-obatan ini bekerja pada

sistem pencernaan dengan cara yang mirip dengan merokok.

Faktor-faktor Lain

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI merupakan faktor proteksi terhadap

timbulnya Crohn’s disease. Merokok dan penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan risiko

timbulnya Crohn’s disease dan risiko ini meningkat sejalan dengan lamanya penggunaan.

Patologi

Stadium dini Crohn’s disease ditandai dengan limfedema obstruktif dan pembesaran folikel-

folikel limfoid pada perbatasan mukosa dan submukosa. Ulserasi mukosa yang menutupi

folikel-folikel limfoid yang hiperplastik menimbulkan pembentukkan ulkus aptosa. Pada

pemeriksaan mikroskopis, ulkus aptosa terlihat sebagai ulkus-ulkus kecil yang berbatas tegas

dan tersebar, dengan diameter sekitar 3 mm dan dikelilingi oleh daerah eritema. Sebagai

tambahan, lapisan mukosa menebal sebagai akibat dari inflamasi dan edema, dan proses

inflamasi tersebut meluas hingga melibatkan seluruh lapisan usus.

Ulkus aptosa cenderung membesar atau saling bersatu, menjadi lebih dalam dan sering

menjadi bentuk linear. Sejalan dengan makin buruknya penyakit, dinding usus menjadi

semakin menebal dengan adanya edema dan fibrosis, dan cenderung menimbulkan

pembentukkan striktura. Karena lapisan serosa dan mesenterium juga mengalami inflamasi,

maka lengkungan-lengkungan usus menjadi saling menempel. Akibatnya, ulkus-ulkus yang

telah meluas hingga keseluruhan dinding usus akan membentuk fistula antar lengkungan usus

yang saling menempel. Tetapi lebih sering terjadi saluran sinus yang berakhir buntu ke dalam

suatu cavitas abses di dalam ruang peritoneal, mesenterium, atau retroperitoneum.

Gejala

Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam,

nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi

yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang

abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian

usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus

dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus

(perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi.

Page 6: CHRON's desase

Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko

menderita kanker usus besar meningkat.

Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula

dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus. Penyalit Crohn dihubungkan dengan

kelainan tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat

gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis). Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya

gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami :

- peradangan sendi (artritis)

- peradangan bagian putih mata (episkleritis)

- luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa)

- nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan

- luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan,

penderita masih bisa mengalami :

- peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa)

- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)

- peradangan di dalam mata (uveitis) dan

- peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer).

Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering bukan

merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali.

Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang

lambat.

Pola umum dari penyakit Crohn

Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola yang umum

terjadi, yaitu :

1. Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan

2. Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan nyeri hebat di

dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah

3. Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang gizi dan

kelemahan menahun

4. Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses), yang

sering menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan penurunan

Page 7: CHRON's desase

berat badan.

Diagnosis

Anamnesis

Gambaran klinis umum pada Crohn’s disease adalah demam, nyeri abdomen, diare, dan

penurunan berat badan. Diare dan nyeri abdomen merupakan gejala utama keterlibatan colon.

Perdarahan per rectal lebih jarang terjadi. Keterlibatan usus halus dapat berakibat nyeri yang

menetap dan terlokalisasi pada kuadran kanan bawah abdomen .

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen yang dapat

disertai rasa penuh atau adanya massa. Pasien juga dapat menderita anemia ringan,

leukositosis, dan peningkatan LED.

Obstruksi saluran cerna merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Pada stadium dini,

obstruksi pada ileum yang terjadi akibat edema dan inflamasi bersifat reversibel. Sejalan

dengan makin memburuknya penyakit, akan terbentuk fibrosis, yang berakibat

menghilangnya diare yang digantikan oleh konstipasi dan obstruksi sebagai akibat

penyempitan lumen usus.

Pembentukkan fistula sering terjadi dan menyebabkan abses, malabsorpsi, fistula cutaneus,

infeksi saluran kemih yang menetap, atau pneumaturia. Meskipun jarang, dapat terjadi

perforasi usus sebagai akibat dari keterlibatan transmural dari penyakit ini .

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang disarankan adalah x-foto polos, x-foto kontras tunggal saluran

cerna bagian atas dengan follow-though usus halus atau enteroclysis dengan CT, dan

pemeriksaan kontras ganda usus halus. USG dan MRI dapat digunakan sebagai penunjang

jika terdapat masalah dengan penggunaan kontras.

Hingga saat ini tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik yang berguna dalam diagnosis

Crohn’s disease, atau yang berhubungan dengan aktivitas klinis penyakit.

PenatalaksanaanPengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan

gejalanya. Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat,

loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-

oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan. Untuk membantu mencegah

Page 8: CHRON's desase

iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang akan melunakkan

tinja.Sering diberikan antibiotik berspektrum luas.

Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama

jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus.

Penggunaan metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan perasaan

tertusuk jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya menghilang ketika

obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali setelah obat ini dihentikan.

Sulfasalazine dan obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus besar.

Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tiba-tiba dan

berat.

Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi

diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan

enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius.

Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya,

kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.

Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim

kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-

obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang

panjang. Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan

akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak

memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius.

Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi,

peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih.

Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan

tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat

dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan

atau bersamaan dengan pembedahan. Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus,

untuk mengkompensasi penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn.

Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin

dibutuhkan pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat

meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya. Peradangan cenderung

kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan

pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau

terjadi kegagalan terapi dengan obat.

Page 9: CHRON's desase

Komplikasi

Manifestasi ekstraintestinal Crohn’s disease mencakup aptosa oral, ulkus, eritema nodosum,

osteomalacia dan anemia sebagai akibat dari malabsorpsi kronis; osteonekrosis sebagai akibat

terapi steroid kronis; pembentukkan batu empedu sebagai akibat keterlibatan ileus yang

menyebabkan gangguan reabsorpsi garam empedu; batu oksalat ginjal sebagai akibat dari

penyakit colon; pancreatitis sebagai akibat dari terapi sulfasalazine, mesalamine, azathioprine

atau 6-mercaptopurine; pertumbuhan bakteri yang berlebihan rebagai akibat reseksi bedah;

dan manifestasi-manifestasi lainnya seperti amyloidosis, komplikasi tromboembolik,

penyakit hepatobiliaris, dan kolangitis sklerosis primer.

Abses

Abses terbentuk pada sekitar 15 – 20% pasien dengan Crohn’s disease sebagai akibat dari

pembentukkan saluran sinus atau sebagai komplikasi pembedahan. Abses dapat ditemukan di

mesenterium, cavum peritoneal, atau retroperitoneum, atau di lokasi ekstraperitoneal. Lokasi

tersering abses retroperitoneal adalah fossa ischiorectal, ruang presacral, dan regio iliopsoas.

Ileum terminal merupakan lokasi tersering sumber abses. Abses merupakan salah satu

penyebab utama kematian pada Crohn’s disease.

Obstruksi

Obstruksi terjadi pada 20 – 30% pasien dengan Crohn’s disease. Pada awal perjalanan

penyakit, terlihat adanya obstruksi yang reversibel dan hilang timbul pada saat setelah makan,

yang disebabkan oleh edema dan spasme usus. Setelah beberapa tahun, inflamasi yang

menetap ini akan secara bertahap memburuk hingga terjadi penyepitan dan striktur lumen

akibat fibrostenotik.

Fistula

Pembentukkan fistula merupakan komplikasi yang sering dari Crohn’s disease pada colon.

Komplikasi fistula yang disertai abses atau penyakit berat paling sulit ditangani. Hal ini

terjadi pada pasien dengan Crohn’s disease. Peranan terapi medikamentosa hanyalah untuk

mengontrol obstruksi, inflamasi, atau proses-proses supuratif sebelum dilakukannya terapi

definitif, yaitu pembedahan. Perlu dilakukan operasi untuk meng-evakuasi abses dan, jika

tidak ada kontraindikasi berupa sepsis, dilanjutkan dengan reseksi usus yang sakit. Fistula

dapat berakibat perforasi usus spontan pada 1 – 2% pasien.

Keganasan

Keganasan saluran cerna merupakan penyebab utama kematian pada Crohn’s disease.

Adenocarcinoma biasanya timbul pada daerah-daerah dimana terjadi penyakit kronis.

Page 10: CHRON's desase

Sayangnya, sebagian besar kanker yang berhubungan dengan Crohn’s disease tidak terdeteksi

hingga tahap lanjut dan mempunyai prognosis yang buruk. Selain keganasan saluran cerna,

keganasan ekstraintestinal (misalnya, squamous cell carcinoma pada pasien dengan penyakit

kronis di daerah perianal, vulva atau rectal) dan limfoma Hodgkin atau non-Hodgkin juga

terbukti lebih sering terjadi pada pasien-pasien dengan Crohn’s disease

Prognosis

Beberapa penderita sembuh total setelah suatu serangan yang mengenai usus halus.

Tetapi penyakit Crohn biasanya muncul lagi dengan selang waktu tidak teratur sepanjang

hidup penderita. Kekambuhan ini bisa bersifat ringan atau berat, bisa sebentar atau lama.

Mengapa gejalanya datang dan pergi dan apa yang memicu episode baru atau yang

menentukan keganasannya tidak diketahui. Peradangan cenderung berulang pada daerah usus

yang sama, namun bisa menyebar pada daerah lain setelah daerah yang pernah terkena

diangkat melalui pembedahan. Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal. Tetapi

beberapa penderita meninggal karena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit

Crohn yang menahun.

DESKRIPSI KASUS

KD, seorang perempuan, berumur 34 tahun, yang bekerja sebagai penyanyi datang ke

RS dengan keluhan diare dengan berak darah dan merasa lemah, demam disertai dengan

nyeri perut. Pasien mengalami buang air besar kadang bisa lebih dari 6 kali dalam sehari.

Sejak 7 tahun yang lalu KD mulai merokok dan sudah menjadi perokok berat. Gejala ini

mulai dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Dia pernah menderita hal serupa sejak 1 tahun terakhir

yang belum pernah diobati, karena merasa masih kuat menahan. Pemeriksaan endoskopi :

luka pada saluran cerna (usus) cenderung dalam.

Diagnosa : Chron’s Disease.

Pemeriksaan fisik :

TB 160 cm

BMI 19.14 kg,

Suhu : 38.5°C Normal : 37⁰C

Nadi : 96 x Normal : 60-100x

RR : 29 x Normal : 20-30x

TD : 125/80 mmHg Normal : 120/80 mmHg

Page 11: CHRON's desase

Data Laboratorium:

Hb : 10 g/dL normal : 12-15 g/dL (rendah)

Eritrosit : 7,1. 10 12 /L normal : 4- 6,2 1012 /L (tinggi)

Ferritin : 7 mcg /L normal: 10-150 mcg/L (rendah)

Serum Iron : 37 µmol/L normal: 5,4–31,3 µmol/L (tinggi)

Leukosit : 10.000/ul normal: 5000-10000/ul (normal)

Serum albumin : 2.4 g/dL normal : 3,2 – 5 g/dL (rendah)

Na : 131 mEq/L normal: 136-145 mEq/L (normal)

K : 4,2 mEq/L normal: 3,7-5,6 mEq/L (normal)

Cl : 95 mEq/L normal: 95-105 mEq/L (normal)

Glukosa : 101 mEq/L normal: 70-110 mg/dl (normal)

Urea : 15 mg/dL normal: 5-20 mg/dl (normal)

Kreatinin : 0,9 mg/dL normal: 0,5-1,5 mg/dl (normal)

Hasil biopsi dan endoskopi/kolonoskopi : menunjukkan adanya luka agak dalam ileum

disisi kanan.

PEMILIHAN OBAT RASIONAL

1. Kortikosteroid

a. Prednisone

Mekanisme aksi : menurunkan peradangan dengan menghambat migrasi

leuksiit polymorfonuclear dan pembalkan permeabilitas kapiler.

Kontraindikasi : Hipersensitivitas; hidup vaksin; herpes simpleks keratitis,

infeksi sistemik

Efek Samping : Sindrom Cushing ,osteoporosis, patah tulang

b. Budesonide

Mekanisme Aksi : Budesonide mengontrol laju sintesis protein, menekan

migrasi leukosit PMN, fibroblas, membalikkan permeabilitas kapiler dan

stabilisasi lisosomal pada tingkat sel untuk mencegah atau mengendalikan

peradangan.

Kontraindikasi : Hipersensitivitas

Efek Samping : Kehilangan kolagen kulit dan atrofi SC; hipopigmentasi lokal

sangat pigmentasi kulit, kekeringan, iritasi, epistaksis

c. Hidrocotisone

Page 12: CHRON's desase

Mekanisme Aksi : Hidrokortison adalah kortikosteroid digunakan untuk efek

anti-inflamasi dan imunosupresif. Its tindakan anti-inflamasi adalah karena

penekanan migrasi leukosit polymorphonuclear dan pembalikan permeabilitas

kapiler meningkat.

Kontraindikasi : infeksi jamur, TBC atau sifilis lesi

Efek Samping : lemah otot, osteoporosis. Gangguan GI dan perdarahan.

Peningkatan nafsu makan dan penyembuhan luka tertunda.

2. Anti Inflamasi

a. Sulfasalazin

Mekanisme Aksi :berefek lokal di daerah colon dengan menurunkan

respon inflamasi dan gangguan sekresi sistemik dengan cara menghambat

sintesis prostaglandin

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap sufasalazin, obat golongan sulfa,

salisilat, atau komponen dalam formulasinya, obstruksi GI, kehamilan

Efek samping : sakit kepala, diare, nausea, nyeri didaerah epigastrik dan

syndroma stephen-johnson.

b. Mesalamin

Mekanisme aksi :mengatur mediator inflamasi terutama leukotrien, terhadap

respon inflamasi, dan menghambat kerja dari TNF (tumor necrosis factor)

Kontraindikasi :hipersensitif terhadap mesalamin, salisilat, atau komponen

dalam formulasinya

Efek samping :sakit kepala, nyeri abdominal, faringitis

3.Terapi Diarhea

OralitMekanisme Aksi : pengganti elektrolit yang keluar dari tubuhKontraindikasi :

Efek samping : -

3. Terapi Antipiretik

a. Parasetamol

Page 13: CHRON's desase

Mekanisme aksi : merangsang pusat pengatur kalor di hipotalamus -

vasodilatasi perifer

KI : hipersensitivitas terhadap paracetamol, penyakit hati

ES : hepatoksik , mual, muntah

b. Ibuprofen

Mekanisme aksi : hambatan sintesis prostaglandin, mengeblok COX-2

KI : hipersensitivitas terhadap ibuprofen, gangguan lambung

ES : mual, muntah, diare

4. Suplemen

Asam Folat

Mekanisme Aksi :merupakan koenzim yang penting untuk pembentukan DNA

dan RNA serta dalam pembelahan sel

Kontraindikasi :hipersensitifitas terhadap asam folat

Efek samping :-

EVALUASI OBAT TERPILIH

1. Anti Inflamasi

Mesalamin Salofalk® [enteric-coated tab]

Dosis : 3 g/hari

Frekuensi : 3 kali sehari, 1 jam sebelum makan

Durasi : Sampai terjadi perbaikan (7 hari)

Interaksi Obat : -

Analisis Biaya : Salofalk 500 mg x 3 x 7 (131.000)

Alasan Pemilihan: merupakan first line terapi pada kasus crohn disease.

Prednisone Pednicort

Dosis : 12 mg / hari

Frekuensi : 3 kali sehari

Durasi : 7 hari

Interaksi obat : AINS

Beaya : 4 mg x 3 x 7 (31.500)

Alasan : karena levelnya moderate jadi ditambah terapi menggunakan steroid.

Page 14: CHRON's desase

2. Terapi Diare

Garam oralit ORALIT® dari KIMIA FARMA

Komposisi :Glukose anhydrous 4gm, NaCl 0,7gm, Na Bicarbonate 0.5gm, CaCl2

0.3gm

Dosis :larutkan satu bungkus ke dalam 200ml atau 1 liter air

Frekuensi : Setiap kali selepas diare

Durasi :

Analisis Biaya :10 x 200ml (Rp2.650,-)

Alasan Pemilihan: Karena pasien mengalami diare, sehingga tubuh kekurangan

elektrolit. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya penggantian elektrolit yang hilang.

3. Terapi Antipiretik

Parasetamol 500mg Panadol

Dosis : 2 tab (500mg)

Frekuensi : 3x/ sehari (jika perlu)

Durasi : sampai demam turun

Interaksi Obat : -

Analisis Biaya : Tab 500 mg x 3 x 5 hari (2850)

Alasan Pemilihan : Parasetamol diindikasikan sebagai antipiretik untuk

menghilangkan gejala demam tinggi yang dialami pasien. Efikasinya setara dengan

Ibuprofen. Parasetamol tidak mengiritasi lambung, sehingga nyaman digunakan.

4. Suplemen

. Asam folat Folavit ®(Sanbe Farma)

Dosis : 400 mcg

Frekuensi : 1x sehari

Durasi : selama pemberian Mesalamin

Interaksi Obat : -

Analisis biaya : 10x10 tab 400 mcg = Rp.51.250

Alasan pemilihan : Mesalamin akan menurunkan absorpsi asam folat, maka perlu

adanya supleman asam folat agar tidak terjadi defisiensi

Page 15: CHRON's desase

PEMBAHASAN

Penyakit Crohn sering terjadi tanpa penyebab yang jelas (idiopatik). Pada kasus

Pasien ini seorang perokok berat. Dapat dimungkinkan crohn disease yang dialami

pasien berasal dari paparan rokok ini. Nikotin dalam rokok akan menstimulasi reseptor

Asetilkolin nikotinik yang nantinya akan meningkatkan aktivitas saraf otonom di saluran

pencernaan. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan diare dengan berak darah dan

merasa lemah, demam disertai dengan nyeri perut. Pasien mengalami buang air besar

kadang bisa lebih dari 6 kali dalam sehari. Selain itu, dari hasil pemeriksaan endoskopi

didapatkan luka pada saluran cerna (ileum) yang cenderung dalam. Hal ini yang menjadi

dasar diagnosa crohn disease pada pasien.

Tatalaksana terapi pada kasus ini yaitu diberikan terapi non farmakologi terlebih

dahulu untuk mengembalikan kondisi tubuh pasien Terapi non farmakologi yang dapat

diberikan kepada pasien berupa pemberian nutrisi. Nutrisi berupa suplemen elektrolit

diberikan kepada pasien yang mengalami diare hingga mengganggu keseimbangan

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tujuanannya adalah untuk mempertahankan

keseimbangan elektrolit dalam batas normal agar tidak memperparah kondisi pasien.

Sedangkan terapi farmakologi yang diberikan bersifat mengontrol penyakit, tetapi

tidak bersifat kuratif. Obat-obat yang biasa diberikan adalah dari golongan

aminosalisilat, kortikosteroid dan imunosupresif. Obat lini pertama untuk merawat

penyakit Chron ringan hingga sedang adalah Sulfasalazine oral atau Mesalamine. Pada

pasien dipilihkan mesalamine tunggal karena tidak terdapat infeksi, sehingga tidak perlu

diberikan sulfasalazine yang mengandung antibiotic sulfapiridin. Selain itu, karena

mesalamine menurunkan absorbsi asam folat yang penting dalam proses metabolism

tubuh. Maka perlu diberi tambahan suplemen asam folat untuk menggantikan deficit

asam folat di dalam tubuh.

MONITORING DAN FOLLOW UP1. Monitor untuk perbaikan gejala pada pasien seperti pengurangan diare, sakit perut,

demam dan detak jantung.

2. Monitoring efek samping obat.

3. Melakukan endoskopi setiap setahun sekali.

4. Monitoring serum albumin, transferrin, dan marker inflamasi, darah lengkap.

5. Monitor Quality of life measurement CDAI (Crohn’s disease activity index)

Page 16: CHRON's desase

Clinical or laboratory variableWeighting factor

Number of liquid or soft stools each day for seven days x 2

Abdominal pain (graded from 0-3 on severity) each day for seven days x 5

General well being, subjectively assessed from 0 (well) to 4 (terrible) each day for seven days

x 7

Presence of complications* x 20

Taking Lomitil or opiates for diarrhea x 30

Presence of an abdominal mass (0 as none, 2 as questionable, 5 as definite) x 10

Absolute deviation of Hematocrit from 47% in men and 42% in women x 6

Percentage deviation from standard weight x 1

Jika nilainya < 150 berarti kondisi semakin membaik

Jika nilainya > 450 berarti kondisi semakin parah

KONSELING, INFORMASI DAN EDUKASI

1. Ajarkan panduan pemberian oralit

Satu bungkus oralit dapat digunakan untuk membuat 200 ml (1 gelas) larutan oralit.

2. Beritahukan agar Obat disimpan dalam tempat yang kering dan sejuk atau pada suhu

ruangan.

3. Pastikan pasien meminum obat secara teratur, informasikan kepada keluarga pasien

agar selalu mengingatkan pasien untuk minum obat secara teratur.

4. Air dapat dikonsumsi untuk mengganti kehilangan cairan tubuh. Akan tetapi,

penggunaan air soda

sebaiknya jangan diberikan karena dapat memperparah kembung dan buang angin

pada penderita Pemberian buah-buahan sebaiknya buah-buahan yang sedikit serat dan

rendah fruktosa seperti air kelapa

5. Sebaiknya menghindari minuman yang mengandung kafein dan minuman beralkohol

dan makanan yang dapat menghasilkan alkohol seperti durian dan nangka.

KESIMPULAN

1. Pasien didiagnosa mengalami crohn disease karena paparan rokok kronis.

2. Obat yang digunakan untuk inflamasi dari crohn disease adalah mesalamine

3. Obat yang digunakan untuk terapi suportif adalah oralit dan asam folat.

4. Asam folat diindikasikan untuk menambah kekurangan asam folat tubuh.

Page 17: CHRON's desase

5. Monitoring yang perlu dilakukan mencakup perbaikan gejala dan efek samping obat

serta Quality of life measurement CDAI (Crohn’s disease activity index)

JAWABAN PERTANYAAN

1. Sugeng PurwantoApakah chron disease bisa sembuh sendiri? Tidak bisa, karena dalam chron disease peradangan bisa melintasi membran, sedangkan pada ulceratic colitis bisa sembuh sendiri karena peradangan hanya terjadi pada mukosa yang bisa berdeferensiasi untuk memperbaiki diri.

2. FauziaAdakah Klasifikasi dari chron disease?Sachar (1990) dan Dietz et al (2001) membagi Crohn’s disease menjadi 3 kelompok berdasarkan gejala klinis:a. Tipe indolent/fibrostenotik: rekurensi terjadi perlahan, terjadi obstruksi usus.b. Tipe agresif: rekurensi terjadi cepat, perforasi usus, fistula. Pasca operasi

cenderung terjadi perforasi kembali. Rekurensi terjadi lebih cepat dibanding tipe indolent

c. Tipe inflamasi: tidak ada komplikasi yang memerlukan tindakan bedah, gejala klinis yang menonjol adalah gejala malabsorpsiDibandingkan dengan tipe agresif, tipe indolent lebih sering dijumpai. Ini mungkin berkaitan dengan lokasi tersering pada Crohn’s disease adalah ileokolika (30-45%) (Shapiro, 2004; Hodin,2001), sehingga gejala nyeri perut kanan bawah atau proses terbentuknya masa di regio iliaka kanan yang sebenarnya merupakan gejala Crohn’s disease ditafsirkan sebagai gejala apendisitis akut.

3. Syahri Apriyanto Mengapa menghindari makan beralkohol, atau makanan yang bisa menimbulkan alkohol? Contohnya? Karena alkohol bersifat iritatif yang dapat mengiritasi mukosa pada usus. Contohnya alkohol, nangka, durian, tape, brem.

4. Azatul ShimaApakah penyebab chron disease pada pasien? Rokok, karena nikotin pada rokok akan menstimulasi reseptor

5. DentalinaSebutkan contoh air yang rendah fruktosa? Air kelapa

6. Fitria Nur hidayahBagaimana mesalamin dapat menurunkan asam folat?

7. Lathifa BidaranPrednison mengapa hanya digunakan selama 7 hari? Dalam 7 hari ini akan dimonitoring, perbaikan dari gejala dan keadaan chron disease.

8. SuhaineApakah beda dari mesalamin dan sulfasalazin? Sulfasalzin ini merupakan molekul gabungan yang diuraikan oleh bakteri menjadi sulfapiridin dan mesalamin dalam

Page 18: CHRON's desase

usus. Kalau mesalamin, bukan merupakan molrkul gabungan jadi mesalamin hanya terdiri dari mesalamin saja.

9. Him AhmathBagaimana cara pencegahan diare? Tidak memakan makanan yang terlalu ekstrim, terlalu masam, terlalu pedas, terlalu manis. Menghindari makanan yang sudah basi dan atau mengandung bakteri. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

10. Chek sulmaPada kasus ini termasuk klasifikasi chron disease tipe apa? Tipe inflamasihttp://drseno.blogspot.com/2009/05/crohn-diseases-dan-hbo-terapi.html

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 7, Info Master, Jakarta.Anonim, 2008, Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 43, Penerbit Ikatan Sarjana

Farmasi Indonesia, Jakarta.Dipiro, Joseph T., et al, 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seventh

Edition, Mc Graw-Hill, New York.Katzung, B., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Prof. Dr. Hazwar,

Edisi II, 158-180, EGC, JakartaLacy, Charles F., et al (Ed.), 2008, Drug Information Handbook 17th Edition, Lexi-Comp,

Hudson.Muchid, Abdul, dkk, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Sukandar, dkk, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.

Tjay, Tau Hoan, Kirana Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting: Khasiat. Penggunaan, dan

Efek-Efek Sampingnya Edisi V, Elex Media Computindo, Jakarta.

Wells, Barbara G., et al, 2009. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. New York: Mc Graw-Hill.

Yogyakarta, 26 Desember 2010

Dosen Jaga Praktikan (Ketua Kelompok)

Dr. Agung E.N., M.Si., Apt. Keo Veasna