cidera kepala sedang menuju fix
TRANSCRIPT
MAKALAH SISTEM NEUROBEHAVIOR
“CIDERA KEPALA SEDANG”
DISUSUN OLEH TINGKAT II
KELOMPOK 4
ANNISA FEBRIANI PUTRI
DIANA ZULHIJAH
ELSA MAYORI
KEZZIA PUTRI WAZANE
MUTIAWATI
NIA NUTHAYATI
NOVI FEBRIANI
RAHMAT ALHAMDA
RAHMI DAFAT MAYENI
RINI SUNDARI
WITRI ANWAR
YULITA AYU PURNAMA SARI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji beserta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan rahmat-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbingyang telah membantu dan mengarahkan dalam pembuatan makalah
ini serta kepada teman-teman, yang telah mendukung dan membantu dalam
penulisan makalah ini.
Makalah ini ditulis untuk melengkapi tugas mata kuliah Sistem Respirasi
Sesuai dengan petunjuk dalam silabus penulis membahas tentang “Cidera Kepala
Sedang”.
Mudah-mudahan dalam penyusunan makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan,
sehingga dapat mempermudah dan melancarkan proses pembelajaran.
Dalam proses pembuatan makalah ini penulis menyadari banyak terdapat
kesalahan-kesalahan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu penulis
mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dalam makalah ini. Terima kasih.
Bukittinggi, 19 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG..........................................................................
1.2 TUJUAN PENULISAN........................................................................
1.3 METODE PENULISAN......................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SKENARIO..........................................................................................
2.2 CIDERA KEPALA SEDANG.............................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA SEDANG
3.1 PENGKAJIAN.....................................................................................
3.2 ANALISA DATA.................................................................................
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN..........................................................
3.4 NURSING CARE PLANNING...........................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN.....................................................................................
4.2 SARAN.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB IPENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANGCidera kepala mencakup trauma pada kulit kepala, tengkorak (karanium
dan tulang wajah), atau otak. Keparahan cidera berhubungan dengan tingkat
awal kerusakan awal otak dan patologi sekunder yang terkait. Cidera primer
terjadi bersamaan dengan dampak dari gaya akselarasi-deselarasi atau gaya
rotasi dan mencakup fraktur, gegar, kontusio, dan laseleras. Cidera sekunder
dapat dimulai pada saat trauma terjadi atau pada waktu setelahnya. Cidera
sekunder mencakup respons biokimia terhadap trauma serta penyakit sistemik
yang memperburuk cidera primer dan menyebabkan kerusakan SSP
tambahan. Cidera sekunder meliputi gangguan akson, hematoma, hipertensi
intracranial, infeksi SSP, hipotensi, hipotermia, hipoksemia, dan hiperkapnia
(Stillwell, 2011).
Di Indonesia jumlah kecelakaan lalu lintas terus meningkat tiap
tahunnya. Sebagian besar korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara
sepeda motor. Kontribusi sepeda motor terhadap kecelakaan di indonesia
adalah 80,3%. Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh faktor manusia, faktor
kendaraan dan foktor lingkungan yang saling berkaitan (Slamet, 2013)
Klasifikasi cidera kepala diantaranya yaitu Komosio Serebri (geger
otak). Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran
keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi
otak, termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran >10 menit yang
disebabkan cidera pada kepala. Tanda-tanda geger otak yaitu hilang
kesadaran, sakit kepala berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-
kunang, pening, lemah, pandangan ganda. Kontusio serebri (memar otak),
memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat diakibatkan
oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbuklan memar
dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak pecah dan
pendarahan pasien pingsan, pada keadaan berat dapat berlangsung berhari-
hari hingga berminggu-minggu (Anonim, 2013).
Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa
sadar setelha pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin
bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi atau bertambah
lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil. Hematoma subrudal adalah
pendarahan yang terjadi diantara durameter dan arakhnoidea. Pendarahan
dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam
durameter atau karena robeknya arachnoid. Gejala yang dapat tampak adalah
penderita mengeuh tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada
gangguan psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan
neurologis seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema pupil (Anonm, 2013).
Cidera Kepala Sedang (CKS) adalah, kehilagan kesadaran atau amnesia
dengan nilai GCS 9-12 retrograd lebih dari 30 menit tetapi kuarang dari 24
jam. Pasien dengan trauma kepala mempunyai resiko untuk terjadinya
kerusakan otak dan kematian. Resiko kematian kemungkinan meningkat
karena pasien jatuh kedalam koma yang lama (Anonim, 2013).
Nyeri kepala pada pasien dengan cidera kepala dapat mengakibatkan
nyeri kepala berat, berdenyut, muntah, photophobia dan phonophobia
(Rahayu, 2013).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal
skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Alimul, 2012).
Nyri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenagkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa yang tiba-
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau di prediksi dan berlangsung <6 bulan (Nanda, 2010).
1.2 TUJUAN PENULISANMahasiswa mampu mengerti dan memahami:
1.2.1 Apa itu Cidera Kepala Sedang?
1.2.2 Proses keperawatan pasien Cidera Kepala Sedang, meliputi:
a. Defenisi
b. Etilogi
c. Manifestasi klinis
d. Patofisiologi
e. Komplikasi
f. Pemeriksaan diagnostic
g. Pelaksanaan medis
h. Discharge planning
1.3 METODE PENULISANMetode penulisan yang digunakan adalah: Studi Kepustakaan, yaitu
dengan mempelajari berbagai sumber berupa buku-buku yang membahas
tentang penyakit Cidera Kepala Sedang sesuai dengan judul makalah ini dan
juga mencari beberapa sumber di internet.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 SKENARIOTn.Y mengalami kecelakaan lalu lintas, Tn.Y sedang mengendarai
motor dengan kecepatan sedang bertabrakan dengan pengendara motor yang
lain, saksi mengatakan pada saat bertabrakan helm yang digunakan Tn.Y
lepas dan kepala mengenai aspal. Pada waktu kejadian Tn.Y tidak sadar.
Perkiraan waktu dari tempat kejadian sampai rumah sakit ± 30 menit. Tiba di
IGD jam 07:12, diukur nilai GCS 8 (E2, M4, V2). Pada jam 07:35 dilakukan
pengukuran GCS lai dengan nilai GCS 13 (E3, M5, V5). Tn.Y mengalami
luka pada dahi kiri sepanjang 7 cm, kompresi pada os cranium region frontal
sinistra (terlihat LCS), fraktur mandibula, pendarahan hidung dan mulut, luka
bibir atas dan bawah, 2 gigi seri tanggal, cruces sinistra mengalami VE dan
VL. Tekanan darah 160/110 mmHg.
2.1.1 Kata Kunci Skenario
a. GCS
b. LCS
c. Kompresi
d. Os cranium region frontal sinistra
e. Fraktur mandibular
f. Cruces sinistra
g. VE dan VL
2.1.2 Pertanyaan
a. Jelaskan definisi dari Cidera Kepala Sedang!
b. Jelaskan etiologi dari Cidera Kepala Sedang!
c. Jelaskan patofisiologi dari Cidera Kepala Sedang!
d. Jelaskan manifestasi klinis dari Cidera Kepala Sedang!
e. Bagaimana penatalaksanaan medik pada penderita Cidera
Kepala Sedang?
f. Sebutkan pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang
dari kasus Cidera Kepala Sedang!
g. Komplikasi apa saja yang dapat timbul dari Cidera Kepala
Sedang?
h. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari kasus di atas
(pengkajian, perencanaan, intervensi, dan diagnosa)!
2.2 CIDERA KEPALA SEDANG2.2.1 Konsep Dasar Medis pada Pasien Cidera Kepala
1. Defenisi Cidera Kepala
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala
adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak.
Sedangkan menurut Doengoes (1999), cedera kepala adalah
cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena: fraktur
tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, laserasi dan
pendarahan serebral subrakhnoid, subdural, epidural,
intraserebral, batang otak.
Menurut Pierce dan Neil (2006), cedera kepala merupakan
proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap
kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
Dan menurut Brain Injury Assosiation of America (2009),
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degenerative, tetapi diseabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mnegubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa
cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan
otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung
pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.
2. Jenis-Jenis Cidera Kepala
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala
terbagi menjadi 2 macam yaitu:
a. Cedera Kepala Terbuka
Luka kepala terbuka akibat cidera kepala dengan
pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera
kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk
dari benturan, keruskan otak juga dapat terjadi jika
tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringn
otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak
akibat benda tajam/tembakan, cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses
langsung ke otak.
b. Cedera Kepala Tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak di dalam
tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya
mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian
serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah.
Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio geger otak,
kontusio memar, dan laseransi.
Menurut Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan
menjadi derajat bardasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
(GCS) yaitu:
a. Ringan
GCS: 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia
tetapi <30 menit
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur
cerebral, hematoma
b. Sedang
GCS: 9-12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit
tetapi kurang dari 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Berat
GCS: 3-8
Kehilangan kesadaran dna atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau
hematoma intracranial
Menurut Smehzer dan Bare (2001), cidera kepala di
klasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan cidera, dan
morfologi:
a. Mekanisme → trauma tumpul dan trauma tembus
b. Keparahan cidera
Cidera kepala ringan (GCS: 14-15)
Cidera kepala sedang (GCS: 9-13)
Cidera kepala berat (GCS: 3-8)
c. Morfologi
Fraktur tengkorak → terjadi dalam berbagai bentuk
yaitu fraktur linier, fraktur basiler
Lesi intra cranial
Commotion cerebri (geger otak) → Disfungsi
neurologis sementara dan dapat pulih atau tanpa
hilangnya kesadaran, tanpa disertai kerusakan
jaringan otak.
Contusion cerebri → menggambarkan area otak
yang mengalami memar atau laserasi.
Hematoma epidural → suatu akumulasi darah pada
ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan
lapisan meninges paling luar (durameter).
Hematoma subepidural → akumulasi darah
dibawah lapisan meninges durameter dan diatas
lapisan arachoid yang menutup otak. Pasien yang
akut menunjukkan gejala dalam 24-28 jam setelah
cidera.
Hematoma intra cranial → penggumpalan darah 25
ml atau lebih di dala parenkim otak
3. Etiologi Cidera Kepala
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau
sepeda dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan
ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.
d. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah
dimana dapat merobek otak.
e. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya
lebih berat sifatnya.
f. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah
dimana dapat merobek otak, misalnya tertemba peluru atau
benda tajam.
(Rosjidi, 2007)
a. Cidera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang
sedang bergerak membentur kepala yang dalam seperti
trauma pukulan benda tumpul
b. Cidera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala
membentur objek yang secara relative tidak bergerak
(Hudak & Gallo, 1997)
4. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang
sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma
akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam
cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder.
Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada
waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam
tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera
primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial
akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi
arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan
menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala
intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya
dan distribusi cedera otak.
a. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus
menetap setelah cedera.
Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur,
perasaan cemas.
Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara,
masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa
hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah
konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
b. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai
dengan kebinggungan atau bahkan koma.
Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit
kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
c. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat
sebelum dan sesudah terjadinya penurunan
kesehatan.
Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak
aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak
dan penurunan neurologik.
Nyeri, menetap atau setempat, biasanya
menunjukan fraktur.
Fraktur pada kubah kranial menyebabkan
pembengkakan pada area tersebut.
6. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala adalah:
a. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema
paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis
atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema
paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang
berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam
keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat
tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba
mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan
semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan
bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan,
harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70
mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110
mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas
pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya
cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut.
b. Peningkatan TIK
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika
peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi
pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang
mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi
rerebral. Yang merupakan komplikasi serius dengan
akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal
jantung serta kematian.
c. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak
akut selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan
terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan
spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.
Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan jalan nafas paten dan mencegah cedera
lanjut. Salah satu tindakan medis untuk mengatasi kejang
adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang
paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan
secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system
pernafasan, pantau selama pemberian diazepam,
frekuensi dan irama pernafasan.
d. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus
frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian
petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan
steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien
untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
e. Infeksi
(Rosjidi, 2007)
7. Penatalaksanaan
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk
mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu;
manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin,
aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3
hari kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pembedahan
(Smelzer, 2001)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Scan CT (tanpa/denga kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. MRI → sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pengeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan,
trauma
d. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis.
e. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang
(fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena
perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
g. PET (Positron Emission Tomography)
Menunjukan perubahan aktifitas metabolisme pada
otak.
h. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarachnoid.
i. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
j. Kimia /elektrolit darah
Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan
dalam peningkatan TIK/perubahan mental.
k. Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran.
l. Kadar antikonvulsan darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup fektif untuk mengatasi kejang.
(Doenges, 1999)
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CIDERA
KEPALA SEDANG
3.1 PENGKAJIAN3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.Y
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Jam masuk : 07.12
Jam pengkajian : 07.35
Dx. Medis : Cidera Kepala Sedang (CKS)
3.1.2 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Umum
A (Airway) : ada pendarahan hidung
B (Breathing) : tidak sesak nafas, terpasang O2 3 liter/menit
C (Circulation) : TD 160/110 mmHg
D (Disability) : pasien dalam keadan sadar
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala Ada luka di dahi kiri sepanjang 7 cm, kompresi pasa os
cranium region frontal, fraktur mandibular
Mata Hamatom pada palpebral iri, konjungtiva tidak anemis,
sclera tidak ikterik
Hidung Ada pendarahan, teraba krepitasi
Mulut Ada pendarahan, muntah darah, luka bibir atas dan
bawah, 2 gigi seri tanggal
Telinga Tidak ada pendarahan, simetris
Leher Tidak ada jejas, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Paru Inspeksi: tidak ada hematom, luka ataupun jejas
Palpasi: tidak ada benjolan
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler
Jantung Inspeksi: tidak tampak ictus cordis
Palpasi: terapa ictus cordis pada intercostal ke-5 sinistra
mid clavikula
Perkusi: redup
Auskultasi: S1 dan S2 reguler
Abdomen Inspeksi: tidak ada hematom, luka jejas, asites
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: tympani
Auskultasi: terdengar peristaltic usus
Genitalia Terpasang DC. Warna urin kuning, jumlah ±50 CC
Ekstremitas Cruces sinistra mengalami VE dan VL, terpasang IV line
di ekstremitas atas kiri
Integument Turgor kulit elastis
3.2 ANALISA DATANo DATA ETIOLOGI MASALAH1 DO: pasien
mengeluhkan sesak nafas
DS: pasien terlihat sulit bernafas
Hipoksia jaringan↓
Kerusakan pertukaran gas↓
Pernafasan dangkal
Pola nafas tidak efektif
2 DS: pasien terlihat terluka di bagian kepala
Trauma pada jaringan lunak↓
Rusaknya jaringan kepala↓
Luka terbuka
Rsiko tinggi terhadap infeksi
3 DO: pasien mengeluhkan nyeri kepala, pusing
DS: pasien terlihat kesakitan
Benturan kepala↓
Trauma kepala↓
Cedera jaringan↓
Hematoma↓
Tekanan intracranial ↗↓
Aliran darah ke otak ↘
Perubahan perfusi jaringan cerebral
4 DO: pasien mengeluhkan susah melakukan aktifitas sehari hari
Kerusakan hemifiser motoric↓
Penurunan kekuatan tahanan otot
Gangguan mobilitas fisik
DS: pasien terlihat sulit beraktifitas
5 DO: pasien mnegeluhkan tidak merasakan apa-apa
DS: pasien terlihat tidak peka terhadap ransangan
Diakibatkan oleh penurunan kesadaran yang dialami pasi
Gangguan persepsi sensori
6 DO: pasien mengeluhkan yeri dibagian kepala
DS: pasien terlihat kesakitan, pasien terlihat gelisah
Robekan dan distruksi↓
Jaringan sekitar tertekan
Gangguan nyaman nyeri
7 DS: pasien terlihat sulit berbicara
Penurunan kesadaran↓
Kekacauan pola bahasa
Gangguan komunikasi verbal
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATANa. Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler,
kerusakan medula oblongata neuromaskuler.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit
kepala.
c. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d edema serebral dan peningkatan
tekanan intracranial.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d perubahan persepsi sensori dan kognitif,
penurunan kekuatan dan kelemahan.
e. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial.
f. Gangguan nyaman nyeri b/d cedera psikis, alat traksi.
g. Gangguan komunikasi verbal b/d cedera otak dan penurunan
keseadaran.
3.4 NURSING CARE PLANNINGNo DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI1 Gangguan pola nafas
berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula oblongata neuromaskuler.
Tujuan:Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pola nafas efektif (ventilasi adekuat dan kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan)
Status VS dalam batas normal Suara nafas bersih Tidak ada dypsnea
Buka jalan nafas, posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kaji adanya tanda-tanda distress pernafasan (dyspnea, nafas cuping hidung, retraksi dada)
Auskultasi suara nafas, catat adanya nafas tambahan Hitung irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Kolaborasi pemberian O2
2 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
Tujuan:Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi
Suhu tubuh dalam batas normal
AL dalam batas normal
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Kaji keadaan luka, cetat adanya kemerahan, bengkak, pus Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic Lakukan perawatan pada selang infus dan kateter Anjurkan pasien untuk meningkatkan system imun tubuh
dengan nutrisi dan hidrasi yang adekuat Pantau aliran infus Kolaborasi pemberian antibiotic Pantau hasil pemeriksaan lab, catat adanya leukositosis Ukur vital sign, catat adanya penigkatan suhu
3 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intracranial
Tujuan:Setelah dilalukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Pasien melaporkan tidak ada pusing atau sakit kepala
Tidak terjadi peningkatan teaknan intracranial
Peningkatan kesadaran GCS ≥ 13
Pantau status neurologis secara teratur, catat adanya nyeri kepala, pusing
Berikan posisi supine kepada pasien Pantau vital sign Pantau input dan output cairan, perhatikan urin output,
membrane mukosa dan turgor kulit Kolaborasi pemberian O2
Pertahankan pemberian cairan per IV
diharapkan perfusi jaringan serebral kembali normal
4 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.
Tujuan:Pasien dapat melakukan mobilitas fisik setelah mendapat perawatan dengan benar
ADL mandii atau dibantu dengan alat (skala 0-1)
Pergerakan sendi aktif Fungsi otot normal
Kaji derajat ketergantungan pasien dengan menggunakan skala ketergantungan 0-4
Kaji keterbatasan pergerakan sendi Monitor lokasi timbulnya nyeri/ketidaknyamanan selama
latihan gerak Ukur vital sign sebelum dan sesudah latihan Lakukan latihan ROM secara bertahap
5 Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra kranial.
Tujuan:Fungsi persepsi sensori kembali normal setelah dilakukan perawatan selama 3x 24 jam
Mampu mengenali orang dan lingkungan sekitar
Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya
Kaji kesadaran sensori dengan sentuhan, panas/ dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan
Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan, sensori dan proses piker
Bicara dengan suara yang lembut dan pelan, gunakan kalimat pendek dan sederhana
Pertahankan kontak mata Berikan lingkungan terstruktur rapi, nyaman dan buat jadwal
untuk klien jika mungkin dan tinjau kembali6 Gangguan rasa nyeri berhubungan
dengan cedera psikis, alat traksi
Tujuan:Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 2x24 jam rasa nyeri dapat berkurang/ hilang dengan sempurna
Skala nyeri berkurang 3-1 Pasien mengatakan nyeri
mulai berkurang, ekspresi wajah pasien rileks
Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya, lokasinya dan lamanya
Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya adanya infeksi, trauma servikal
Berikan tindakan kenyamanan, misal pedoman imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam, berikan aktivitas hiburan, kompres
Kolaborasi denganpemberian obat anti nyeri, sesuai indikasi misal, dentren (dantrium) analgesik; antiansietas missal diazepam (valium)
7 Gangguan komunikasi verbal Mengidentifikasi pemahaman Kaji derajat disfungsi
berhubungan dengan cedera otak dan penurunan keseadaran.
Tujuan:Kerusakan komunikasi verbal tidak terjadi
tentang masalahkomunikasi dan klien dapat
menunjukankomunikasi dengan baik
Mintalah pasien untuk mengikuti perintah Anjurkan keluarga untuk berkomunikasi dengan pasien
BAB IVPENUTUP
A. KESIMPULANCidera kepala mencakup traumapada kulit kepala, tengkorang (cranium
dan tulang wajah), atau otak. Keparaha cidera berhubungan dengan tingkat
keparahan awal otak dan patologi sekunder yang terkait. Cidera primer terjadi
bersaman dengan dampak dari gaya akselerasi-deselarasi atau gaya rotasi dan
mencakup fraktur, gegar, kontusio dan laselaras. Cidera sekunder dapat
dimulai pada saat trauma terjadi atau pada waktu setelahnya. Cidera sekunder
mencakup reaksi biokimia terhadap trauma serta penyakit sistemik yang
memperburuk cidera primer dan menyebabkan kerusakan SSP tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer. (2003). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius : Jakarta
Wilkinson, J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC.
Tarwoto, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Sagung Seto
Smeltzer, Suzanna C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner
dan Suddart., Edisi 8. Jakarta: EGC