cloning.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, bioteknologi sangatlah berkembang pesat. Kemajuan ini ditandai
dengan ditemukannya berbagai macam teknologi seperti rekayasa genetika, kultur
jaringan, DNA rekombinan, transgenik, begitu juga kloning. Perkembangan
bioteknologi di bidang reproduksi juga turut memberikan solusi pada banyaknya
masalah pada gangguan reproduksi ternak.
Kebutuhan pangan asal hewan terutama daging dan susu di Indonesia setiap
tahun mengalami kenaikan cukup signifikan. Angka rata-rata konsumsi daging
keseluruhan per kapita per tahun baru mencapai 9,37 kg (2006), 9,35 (2008), dan 9,35
kg (2009) (Soedjana, 2011). Dengan meningkatnya permintaan daging atau susu baik
kuantitas maupun kualitas, maka banyak teknologi yang dikembangkan untuk
mencapai hal tersebut.
Ternak yang dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat, kini
dikembangkan menjadi ternak yang unggul yaitu ternak yang dapat bereproduksi dan
produksi tinggi tanpa adanya gangguan penyakit. Tidak semua ternak adalah ternak
yang unggul, muncullah suatu ide untuk membuat ternak itu menjadi unggul dengan
cara yang mudah dan cepat.
Ternak yang unggul sesuai dengan keinginan manusia adalah ternak yang
memiliki sifat sifat genetik yang unggul serta membuang sifat yang buruk. Untuk
mendapatkan ternak yang unggul harus berasal dari induk yang unggul baik dari
jantan maupun betina, namun jumlahnya pun terbatas. Perkawinan diantaran
keduanya juga sulit dilakukan dan belum tentu berhasil. pada jaman sekarang,
membentuk individu baru tidaklah harus mempertemukan jantan dan betina namun
hanya perlu mempertemukan sel atau pemindahan nukleus, tidak harus
1
mempertemukan sel gamet damun dapat menggunakan sel somatis seperti pada
bioteknologi kloning.
Penelitian-penelitian yang melibatkan spesies-spesies lain terus dilakukan, dan
dari informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa berbagai spesies hewan dapat
dikloning lewat transplantasi inti. Walaupun hewan kloning yang dihasilkan lewat
transplantasi inti sangat tidak efisien, akan tetapi fakta bahwa perkembangan kloning
akan besar sekali dampaknya terhadap kehidupan manusia menyebabkan percobaan-
percobaan terkait kloning masih dilakukan. Terlepas dari pro dan kontra terhadap
proses kloning, pada dasarnya kloning tetap memiliki beberapa manfaat yang dapat
diperoleh manusia misalnya dalam melestarikan keanekaragaman hayati yang
terancam punah. Untuk itu, perkembangan pengetahuan tentang kloning seperti
proses kloning, tehnik kloning, serta manfaat kloning harus dipahami secara benar.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kloning?
2. Bagaimanakah awal mula atau sejarah kloning?
3. Bagaimana mekanisme kloning?
4. Apa saja keuntungan dan kerugian dilakukannya kloning?
5. Bagaimana aplikasi kloning pada bidang veteriner?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui dasar teori cloning.
2. Mengetahui awal mula dan sejarah cloning.
3. Memahami dan mampu menjelaskan mekanisme cloning.
4. Mengetahui dan mampu menjelaskan keuntungan dan kerugian cloning.
5. Dapat mengaplikasikan di bidang medik veteriner.
2
BAB II
ISI
2.1. Definisi Kloning
Kloning berasal dari bahasa Inggris” cloning” yang berarti suatu usaha untuk
menciptakan duplikat suatu organisme melalui proses aseksual atau dengan arti lain,
membuat fotokopi atau pengadaan dari suatu mahluk hidup dengan cara aseksual.
Kata kloning sebagai kata kerja merupakan istilah baru yang dalam kosa kata
bahasa Inggris tahun 1970-an belum ada. Mereka hanya mengenal kata clone yang
berasal dari bahasa Yunani kuno “klon” yang berarti terumbus. Clon merupakan
suatu populasi sel atau organisme yang terbentuk dari pembelahan yang berulang dari
satu sel atau organisme.
Klon juga mempunyai arti menggandakan atau memperbanyak. Istilah Clone
asal mulanya muncul dengan arti memperbanyak DNA pada bakteri. Para ilmuwan
memperluas pengertian tersebut menjadi setiap individu yang darinya dapat
dihasilkan individu baru tanpa melalaui perkawinan meski satu saja disebut juga
dengan mengklon. Pada prinsipnya mengklon individu baru ialah mengganti inti telur
dengan inti sel definitif, lalu merangsang telur itu agar tumbuh, inti telur tersebut
mengandung separuh kromosom sel definitif yang disebut haploid. Sel haploid tidak
dapat tumbuh menjadi embrio dengan sendirinya sehingga inti sel telur harus diganti
dengan inti sel yang berasal dari embrio yang sudah mengalami pembuahan yang
kromosomnya lengkap. Gabungan inti telur dengan inti sperma disebut diploid.
Menurut Pratiwi Sudarsono, yang dimaksud dengan kloning adalah
perbanyakan sel atau organism secara aseksual. Hasil kloning adalah klon, yakni
populasi yang berasal dari satu sel atau organisme yang mempunyai rangkaian
kromosom yang sama dan sifat yang identik dengan induk asalnya.
3
Pada umumnya, topik pembicaraan tentang cloning cenderung hanya
membicarakan mengenai salah satu jenis kloning, yaitu kloning reproduktif. Domba
Dolly merupakan salah satu contoh dari kloning reproduktif. Sebenarnya terdapat dua
jenis kloning, yaitu kloning reproduktif dan kloning terapeutik. Kedua jenis kloning
ini merupakan penerapan dari aplikasi teknologi Somatic Cell Nuclear Transfer atau
SCNT. Saat ini, berbagai penelitian yang bertemakan kloning terus berjalan di tengah
maraknya isu etika mengenai hal ini. Kloning reproduktif mengandung arti suatu
teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu (hewan) baru. Genetika
hewan klon tidak seluruhnya memiliki kesamaan dengan sang induk. Dengan
menggunakan teknik SCNT, persamaan genetika hewan klon dengan induknya hanya
terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom. Hewan klon juga memiliki
material genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria di sitoplasma. Teknologi
kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kepunahan hewan-
hewan langka ataupun hewan-hewan sulit dikembangbiakkan. Namun, laju
keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah. Domba Dolly merupakan satu-satunya
klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan. Semasa hidupnya,
Dolly mengalami kanker paru-paru dan artritis, dan kemudian meninggal pada usia 6
tahun. Padahal, usia rata-rata domba pada umumnya mencapai 11-12 tahun. Sampai
saat ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, di antaranya
adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit1,7. Sementara itu, tingkat
keberhasilan kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan primata.
Kloning menggunakan donor sel somatik mempunyai potensi yang sangat
bagus baik pada tingkat riset maupun aplikasi di bidang peternakan, kedokteran dan
konservasi plasma nutfah hewan dan ternak. Semenjak keberhasilan cloning domba
Dolly, maka ternak kloning yang lahir dan hidup normal telah dilaporkan pada
berbagai spesies. Metode umum produksi embrio kloning dengan berbagai
kemungkinan sumber sel donor dan metode transfer sel nukleus serta preparasi umum
sel resipien untuk menghasilkan sel rekonstruksi. Berdasarkan pada sumber sel donor,
4
maka ada dua sumber utama yaitu nukleus sel embrionik (morula dan blastosis) serta
sel somatik dari fetus dan hewan dewasa.
2.2. Sejarah Kloning
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah banyak ditemukan
penemuan baru oleh para ilmuwan, khususnya dalam rekayasa genetika yang
merupakan tonggak lahirnya teknik kloning. Perkembangan bioteknologi melanda
dunia ilmu pengetahuan, tepatnya dengan keberhasilan Watson dan Crick dalam
bidang biokimia pada tahun 1953 yang berhasil mengungkap struktur kimia molekul
DNA, yaitu suatu materi genetik yang bertanggung jawab terhadap pemindahan sifat
dari pada induknya.
DNA (deoxyciribonucleic acid) yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan
asam deoksiribonukleat, merupakan materi genetik yang terdapat di dalam sel-sel
makhluk hidup (organisme), baik organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan,
maupun organisme tingkat rendah seperti jamur. Susunan kimia dari DNA merupakan
dua untaian spiral yang berpasangan. Rangkaian (segmen) tertentu dari DNA disebut
sebagai gen, dan gen inilah yang bertanggung jawab terhadap pemindahan sifat-sifat
makhluk dari induk kepada keturunannya serta mempunyai fungsi coding terhadap
semua proses metabolisme kehidupan makhluk hidup.
Secara embriologis seorang anak tumbuh dan berkembang dari zigot yang
merupakan hasil perpaduan sel telur dan sperma. Pada sel gamet (oosit dan
spermatozoa) masing-masing hanya mengandung separuh bahan genetik sel somatik
induk dan sel somatik pejantan. Sebagian besar bahan genetik tersebut di dalam
nucleus atau inti sel.
Perkembangan mutakhir dalam bidang genetika telah dibahas secara meluas
tidak saja dalam berbagai majalah ilmiah, tetapi juga dalam setiap media massa dan
elektronik. Luasnya jangkauan permasyarakatan dalam bidang genetika ini
disebabkan karena genetika merupakan suatu ilmu yang bagian-bagiannya dalam
5
banyak hal berhubungan langsung dengan manusia dan masyarakat, karena genetika
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang faktor pembawa sifat
keturunan. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan penelitian genetika yang mampu
memecahkan berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit kelainan genetik yang
tergolong parah dan sulit disembuhkan misal thalassemia.
Penelitian tentang genetika pertama kali dilakukan oleh Gregor Mendel yang
dijuluki dengan bapak genetika. Ia melakukan dengan eksperimen tentang pola-pola
dasar pewarisan. Melalui eksperimeneksperimen ini menyimpulkan memang ada
suatu pola terhadap pemindahan sifat-sifat. Sifat-sifat itu ditentukan oleh sepasang
unit, dan hanya sebuah unit yang diteruskan oleh setiap induk kepada keturunannya.
Pada permulaan tahun 1990, W.L Jhonson mengusulkan untuk menggunakan istilah
gen terhadap unsur pewarisan.
Gen-gen inilah yang meneruskan sifat induk kepada generasi berikutnya
melalui sel-sel benih. Gen itu tersusun dari asam deoksiribonukleat (ADN).
Identifikasi ADN sebagai substansi yang melakukan transformasi merupakan bukti
kuat bahwa materi genetik terbuat dari asam-asam nukleat.
Pemahaman diatas merupakan peletak dasar bagi pemahaman kemampuan
manusia mengenai manipulasi gen, isolasi enzim-enzim yang melakukan fungsi-
fungsi spesifik dan penemuan unsur-unsur genetika ekstrakromosonal (UEK).
penemuan unsur-unsur genetika ekstrakromosonal oleh para ahli dijadikan alat untuk
melakukan fragmentasi dan rekombinasi ADN serta memindahkan ADN kedalam sel-
sel inang. Dua aspek rekayasa genetika yang lain yang masih harus disentuh adalah
identifikasi dan purifikasi fragmen-fragmen ADN yang membawa gen-gen spesifik,
dan cara untuk memproduksi berjuta-juta kopi fragmen. Reproduksi molekul-molekul
ADN kimerik (molekul ADN Rekombinan mengandung gen-gen dari berbagai
sumber) dalam sel-sel inang dikenal sebagai amplifikasi ADN atau pembuatan klon.
Aplikasi rekayasa genetika (teknologi ADN rekombinan) ini dapat dibagi
dalam dua kategori. Kategori pertama sebagai penelitian murni, yaitu untuk lebih
6
mengerti struktur dan fungsi gen. Kategori kedua adalah genetika terapan, yakni
menggunakan teknik-teknik baru bagi tujuan praktis, seperti produksi substansi
penting, alternatif reproduksi, peningkatan genom-genom tanaman penghasil.
Transplantasi gen (penyuntikan ADN) kedalam sebuah sel telur dapat menghasilkan
individu yang berkembang dari sel telur tersebut dan mengandung gen-gen sesuai
yang diinginkan.
Aplikasi rekayasa genetika pada bidang reproduksi antara lain dapat
mengendalikan proses-proses reproduksi, mampu menyaring sel-sel benih bagi
kombinasi gen-gen dan kromosom yang diinginkan, dapat juga menentukan tipe-tipe
individual bagaimana yang harus diklon. Teknik yang sama dapat digunakan dengan
memindahkan gen-gen yang normal kedalam sel atau zigot dengan cacat genetik,
maupun kedalam sel normal untuk mengubah genom (konstitusi genetik total dari
suatu organisme) sel-sel itu. Rekayasa genetika mempunyai arti yang luas, namun
yang dibahas di sini hanya mengenai proses kloning, yakni terjadinya proses
kehamilan melalui teknik kloning. Penelitian yang dilakukan ilmuwan menelan waktu
yang cukup lama, namun selalu mengalami kemajuan yang berarti. Pada tahun 1950
mereka sukses pertama kali dalam pembekuan semen (sperma dan ovum) sapi pada
suhu -79 derajat selsius, semen beku tersebut kemudian digunakan untuk inseminasi
buatan dan transfer embrio.
Penelitian kloning pertama berhasil pada tahun 1952 oleh Robert Briggs dan
Thomas King, yang berupa kloning dari sel cebong. Telur kodok A yang telah
dibuahi dikeluarkan intinya lalu diganti dengan sel telur kodok B yang berada pada
fase embrio. Hasilnya menjadi kodok baru yang mempunyai sifat seperti kodok B.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1962, pengklonan pada kodok
dilakukan lagi oleh John Gurdon. Ia berhasil merekayasa kloning yang dibuat dari
sel-sel cebong yang lebih tua dari yang dilakukan oleh Robert Briggs dan Thomas
King.
7
2.3. Mekanisme Kloning
Untuk melakukan kloning harus dilakukan singkronisasi siklus sel dari kedua
sel, yakni sel donor dan sel telur. Tanpa singkronosasi siklus sel, maka inti tidak akan
berada pada suatu keadaan yang optimum untuk dapat diterima oleh embrio.
Bagaimanapun juga sel donor harus diupayakan untuk dapat masuk ke Gap Zero, atau
stadium sel G0, atau stadium sel dorman. Pada kloning sel donor yang berupa sel
somatik (2n) diintroduksikan keenucleated oocyte. Keberhasilan proses aktivasi
embrio konstruksi secara kimiawi atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses
pembelahan sampai ke tahap blastosit. Kemudian, embrio dimplantasikan ke dalam
rahim untuk dilahirkan secara normal.
Gambar 2. Tahapan proses kloning
8
Pertama suatu sel (sel donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae domba
betina berbulu putih (Finn Dorset) untuk menyediakan informasi genetis bagi
pengklonan. Kemudian dibiarkan sel membelah dan membentuk jaringan in vitro atau
diluar tubuh hewan. Hal ini akan menghasilkan duplikat yang banyak dari suatu inti
yang sama. Tahap ini hanya akan bermanfaat bila DNA nya diubah, seperti pada
kasus Dolly. Suatu sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan
campuran, yang hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan
kehidupan sel. Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang aktif
dan memasuki stadium G0 atau stadium dorman. Kemudian sel telur dari domba
betina Blackface (domba betina yang mukanya berbulu hitam=Scottish Blackface)
dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor.
Domba blackface adalah domba betina yang mukanya tertutupi bulu hitam
atau sering disebut juga Scottish Blackface. Satu sampai delapan jam setelah
pengambilan sel telur, kejutan listrik digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi,
pada saat yang sama pertumbuhan dari suatu embrio mulai diaktifkan. Tehnik ini
tidak sepenuhnya sama seperti aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya
beberapa sel yang mampu bertahan cukup lama untuk menghasilkan suatu embrio
setelah diaktifkan oleh kejutan listrik.
Jika embrio ini dapat bertahan, maka dibiarkan tumbuh selama sekitar enam
hari, diinkubasi di dalam oviduk domba. Apabila sel yang diletakkan di dalam oviduk
lebih awal, di dalam pertumbuhannya lebih mampu bertahan dibandingkan dengan
yang diinkubasi di dalam laboratorium. Kemudian embrio tadi ditempatkan ke dalam
uterus betina penerima (surrogate mother). Induk betina tersebut selanjutnya akan
mengandung hasil cloning tadi hingga akhirnya siap untuk dilahirkan. Bila tidak
terjadi kekeliruan, suatu duplikat yang persis sama dari donor akan lahir.
Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua karakteristik yang sama
dengan domba yang lahir secara alamiah. Dan telah diamati bila ada efek yang
merugikan, seperti resiko yang tinggi terhadap kanker atau penyakit genetis lainnya
9
yang terjadi atas kerusakan bertahap kepada DNA, dikemudian hari juga terjadi pada
Dolly atau hewan lainnya yang dikloning dengan metode ini.
Gambar 1. Domba muda Dolly dengan surrogate mothernya.
2.4. Kelebihan dan Kekurangan Kloning
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang
serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba,
kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari bibit
unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat
unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan tehnik
transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang dikehendaki,
sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang lebih unggul. Contoh
lainnya yaitu untuk menghasilkan susu yang mengandung nutrisi ekstra atau lebih
banyak daging yang memiliki rasa dan kualitas lebih baik. Hal ini juga
memungkinkan genetik konservasi bibit lokal dengan kemampuan adaptasi terhadap
penyakit regional atau iklim setempat. Wells et al (1998) (dalam Tong, W F., 2002),
melaporkan dua anak sapi yang lahir dari kloning, disesuaikan dengan kondisi sub-
Antartika.
10
Dengan teknik kloning memungkinkan melakukan modifikasi performans
dengan menggunakan single gen atau beberapa gen terbaik saja seperti misalnya
untuk memperbaiki karakter pertumbuhan atau efisiensi karakter-karakter tententu
sepanjang secara komersial masih bisa diterima.
Suksesnya aplikasi kloning pada nuklear transfer interspesies gaur-sapi
menjanjikan suatu potensi yang sangat besar bagi penyelamatan spesies-spesies
hewan langka dan hampir punah. Teknik kloning dengan demikian sangat
memungkinkan menjadi suatu instrument bagi penyelamatan spesies-spesies hewan
yang hampir punah dan juga memungkinkan untuk penyimpanan material genetik
dari hewan-hewan tersebut dari yang ada sekarang ini. Russo (2002) menyatakan
bahwa rekayasa reproduksi dapat digunakan untuk memaksimumkan potensi genome
resource banks dimana memungkinkan hewan secara individual bereproduksi dan
memberikan jaminan bagi terjaganya seks rasio diantara populasi yang ada.
Inseminasi Buatan misalnya, telah banyak digunakan untuk program konservasi
beberapa spesies hewan seperti cheetah, rusa, panda dan gajah asia.
Penyimpanan informasi atau materi genetik saja tidaklah cukup. Implemantasi
dari rekayasa reproduksi (Inseminasi Buatan, transfer embrio, IVF dan kloning)
adalah sangat penting untuk mulai dilakukan untuk merealisasi pengembangan
genome resource banks.
Namun, ada juga kekurangan dari kloning meliputi:
1. Dimana tingkat kegagalan sangat tinggi, dan tingkat keberhasilannya hanya
0,1 – 3 %.
2. Hal ini dikarenakan beberapa sebab, yaitu :
a. Sel telur yang teleh dienuklease dan nukleus yang akan ditransfer tidak
cocok.
b. Sel telur yang telah ditransferkan nukleus tidak membelah dan tidak
berkembang.
11
c. Embrio yang diimplan ke inang (surrogate mother) mengalami
kegagalan.
d. Kebuntingan mengalami keguguran.
3. Hewan yang berhasil dikloning kebanyakan terlahir dengan organ yang besar
yang berujung pada permasalahan sirkulasi darah dan pernapasan (biasa
dikenal dengan nama Large Organ Syndrome/LOS)
4. Pola ekspresi gen yang tidak normal
5. Nukleus yang ditransfer tidak memiliki mekanisme yang sama seperti embrio
yang normal.
6. Differensiasi telomerik
7. Telomer yang melindungi kromosom dari kerusakan mengalami pemendekan
setiap kali terjadi replikasi DNA. Hal ini meyebabkan hewan kloning
mengalami penuaan lebih cepat dibandingkan hewan-hewan lainnya.
2.5. Contoh Aplikasi Kloning
Teknologi kloning telah menjadi hal yang umum di beberapa negara dengan
tujuan replika hewan ternak unggul. Kloning juga dapat dilakukan untuk membentuk
hewan dengan genetik yang sudah termodifikasi dengan tujuan penelitian, maupun
produksi makanan.
Sejak pertama kali dilaporkan berhasilnya hewan mamalia dihasilkan dari
nuclear transfer dari kultur sel pada tahun 1996, hewan mamalia yang telah berhasil
dihasilkan dengan teknik kloning adalah domba, sapi, mencit, kambing, babi, kelinci,
kucing, tikus, kuda, keledai, anjing, musang, dan kerbau dengan tipe sel somatik yang
berbeda sebagai nuckleus yang didonorkan.
Kloning dengan teknik nuclear transfer menghasilkan peningkatan kualitas
genetik yang signifikan pada bangsa unta. Teknologi ini dapat digunakan untuk
menghasilkan hewan dengan potensi tinggi dalam menghasilkan susu maupun balap
unta. Balap unta merupakan olahraga yang dianggap menguntungkan dan terorganisir
12
dengan baik, menjadikannya sebuah tradisi dan aktifitas ekonomi yang penting di
semenanjung arab.
13
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Mushofa., Imam Musbikhin. 2001. Kloning Manusia Abad XXI. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gatot Ciptadi. 2007. Pemanfaatan Teknologi Kloning Hewan untuk Konservasi
Sumber Genetik Ternak Lokal melalui Realisasi Bank Sel Somatis. J. Ternak
Tropika Vol. 6, No. 2; 60-65.
Jenie, Umar A. 1996. Perkembangan Ilmu Teknologi Rekayasa Genetika.
Yogyakarta: Mimeo.
Pai, Anna C. 1992. Dasar-Dasar Genetika (penerjemah Muchidin Apandi) Jakarta:
Erlangga.
Pickett, H. 2010. Farm Animal Cloning. Compassion in World Farming. River Court,
Mill Lane.
Rusda, Muhammad. 2003. Teknik Kloning. Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Solchan, Sofoewan. 1992. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serta
Rekayasa.
Soedjana, Tjeppy D. 2011. Peningkatan Konsumsi Daging Ruminansia Kecil Dalam
Rangka Diversifikasi Pangan Daging Mendukung Psdsk 2014. Workshop
Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil.
Teknik Genetika dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Mimeo,1992.
Tim Perumus Fakultas Teknik UMJ, Al-Islam dan Iptek. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Wani, N. A., Wernery, U., Hassan, F. A. H., Wernery, R. and Skidmore, J. A. (2010)
Production of the first cloned camel by somatic cell nuclear transfer. Biology
of Reproduction, 82: 373–379.
15