coba2
DESCRIPTION
GSFDGHSFDGSDTRANSCRIPT
![Page 1: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/1.jpg)
o ada kerusakan
o Bicara ,dan bahasa,bila ada ketidak sesuaian antara pemakaian bahasa
ekspresif dan reseptif (menerima).Mencatat kecepatan,irama,artikulasi anak
berbicara,serta istilah2 yang digunakan.
o Mood,ekspresi anak tersebut,senang,sedih,dan lainnya
o Afek,merupakan respon spontan, postur, gerakan wajah dan gerakan yang
bersifat reaktif, nada suara, vokalisasi, serta pemilihan kata yang dapat
membuat klinis mengetahui ap yang dirasakan anak tersebut.
o Proses dan isi pikiran ,klinis harus membandingkan apa yang seharusnya
diharapkan dari perkembangan usia anak dan apa yang menyimpang untuk
kelompok usia tersebut.seperti halusianasi,gagasan membunuh/bunuh diri,dll.
o Perilaku motoric,seperti kemampuan memperhatikan,gerakan
involunteer,tremor,dll
o Kognisis,seperti kemampuan memecahkan masalah,informasi umum,dll
o Daya ingat,seberapa banyak yang diingat,ketidak mampuan menambah
angka,dll
o Pertimbangan dan tilikan.Pandangan anak terhadap masalah,reaksinya,dan
pangajuan penyelsaian masalah yang diajukan anak.
Pemeriksaan neuropsikiatrik
Dianjurkan untuk anak yang menderita gangguan neurologis,yang terjadi bersama
tanda neurologis.Hasilnya dapat menyatakan tanda abnormal yang asimetris yang
dapat menyatakan lesi pada otak.
Uji perkembangan ,psikologis,dan pendidikan yang tidak selalu dibutuhkan tetapi
dapat menentukan tingkat perkembangan anak ,fungsi intelektual,dan
akademis,seperti tes intelegensia/I.Q.
Setelah itu akan dilakuakn formulasi dan ringkasan,lalu diagnosis yang tepat yang
diberikan dan rencana terapi.Berdasarkan anamnesis ,dan pemeriksaan dapat
diagnosis anak perempuan tersebut menderita depresi (working diagnosis).2
1
![Page 2: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/2.jpg)
oriter yang mengakibatkan anak melakukan segala sesuatu berdasarkan kehendak
orang tua,sehingga pada saat dia memasuki lingkup pergaulan yang lebih luas,dia
merasa bingung dan malu untuk menentukan sikapnya.
Pada dasarnya hubungan antara orang tua dan anak merupakan hubungan yang timbal
balik. Sehingga dengan demikian dalam usaha untuk dapat menciptakan hubungan
yang memuaskan kedua belah pihak, maka peranan orang tua dan anak sangatlah
besar. Adapun yang dimaksud dengan hubungan yang dapat memuaskan orang tua
maupun anak adalah hubungan yang ditandai dengan adanya saling percaya, saling
mengerti, dan saling menerima. Dalam mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tua
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah.
i dan ketekunan.
Pada kasus ini kegagalan periode ini juga dapat dijadikan penyebab
mengapa anak menjaddi pemalu.
Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun)
Tahap inisiatif berkaitan dengan tahap falik Freud dan dicirikan dengan
perilaku yang isntrisif dan penuh semangat, berani berupaya dan imajinasi
yang kuat. Anak-anak mengeksplorasi dunia fisik dengan semua indera dan
kekuatan mereka. Mereka membentuk suara hati. Tidak lagi hanya dibimbing
oleh pihak luar, terdapat suara dari dalam yang memperingatkan dan
mengancam. Anak-anak terkadang memiliki tujuan atau melakukan aktivitas
yang bertentangan dengan yang dimiliki orang tua atau orang lain, dan dibuat
merasa bahwa aktivitas atau imajinasi mereka merupakan hal yang buruk
sehingga menimbulkan rasa bersalah. Anak-anak harus belajar
mempertahankan rasa inisiatif tanpa mengenai hak dan hak istimewa orang
lain. Hasil akhirnya adalah arahan dan tujuan.
Industri vs inferioritas (6-12 tahun)
Tahap industri adalah epriode laten dari Freud. Setelah mencapai tahap yang
lebih penting dalam perkembangan kepribadian, anak-anak siap untuk bekerja
dan berproduksi.
2
![Page 3: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/3.jpg)
Mereka mau terlibat dalam tugas dan aktivitas yang dapat mereka lakukan
sampai selesai; mereka memerlukan dan menginginkan pencapaian yang
nyata. Anak-anak belajar berkompetisi dan bekerja sama dengan orang lain,
dan mereka juga mempelajari aturan-aturan. Periode ini merupakan periode
pemantapan dalam hubungan sosial mereka dengan orang lain.
o Perkembangan Moral
Secara sederhana, moralitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
membedakan yang benar atau baik dan yang salah atau buruk. Namun dalam
kenyataan, tidaklah sesederhana itu, karena konsep tersebut mencakup tiga aspek
kemampuan seseorang, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek perilaku.
Seseoang dikatakan memiliki norma moral yang tinggi, bila ia mempunyai
kesadaran dan pengertian mengenai kebutuhan atau perasaan orang lain, memiliki
kepedulian dan mampu merasakan (affection, empathy) perasaan orang lain, dan
mampu mengungkapkan pengrtia dan empati itu dalam perilakunya terhadap
orang lain. Menurut Kohlberg, perkembangan moral itu terjadi secara gradual
melalui 6 fase, menurut orientasi moralitas yang dominan digunakan :
1. Level penalaran pra-konvensional ( 0 - 9 tahun )
Pada tahap ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nila-nilai moral-
penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal.
Aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan
mendapat hadiah dan tingkah laku yang buruk akan mendapatkan hukuman5
Fase 1 : Orientasi hukuman dan ketaatan (Punishment and Obedience
orientation)
Fase ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan anak taat karena
orang dewasa menuntut mereka untuk taat
Fase 2 : Orientasi Individualisme dan tujuan (Satisfaction of own
needs orientation)
Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap
menghasilkan hadiah.6
3
![Page 4: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/4.jpg)
- Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak.
Umur 4 – 6 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut
jenis kelamin, peranan ibu dan ayah atau orang tua pengganti ( nenek, kakek
dan orang dewasa lainnya ) sangat besar. Peran sebagai “ wanita “ dan “ Prias”
harus jelas. Dalam mendidik, ibu dan ayah harus bersikap konsisten , terbuka,
bijaksana, bersahabat, ramah, tegas, dan dapat lancar, maka dapat timbul
proses identifikasi yang salah. Masa remaja merupakan pengembangan
identitas diri, dimana remaja berusaha mengenal diri sendiri, ingin mengetahui
bagaimana orang lain menilainya, dan mencoba menyesuaikan diri dengan
harapan orang lain.7
- Lingkungan Sekolah
Pengaruh yang juga cukup kuat dalam perkembangan remaja adalah
lingkungan sekolah. Umumnya orang-tua menaruh harapan yang besar pada
pendidikan di sekolah, oleh karena itu dalam memilih sekolah orang–tua perlu
mempertimbangkan hal sebagai berikut :
1. Susunan Sekolah
Prasyarat terciptanya lingkungan kondusif bagi kegiatan belajar mengajar
adalah suasana sekolah, Baik buruknya suasana sekolah sangat tergantung
pada kepemimpinan kepala sekolah, komitmen guru, sarana pendidikan
dan disiplin sekolah Suasana sekolah sangat berpengaruh terhadap
perkembangan jiwa remaja yaitu dalam hal :
a. Kedisiplinan
Sekolah yang tertib dan teratur akan membangkitkan sikap dan
perilaku disiplin pada siswa. Sebaliknya suasana sekolah yang kacau
dan disiplin longgar akan berisiko, bahwa siswa dapat berbuat
semaunya dan terbiasa dengan hidup tidak tertib, tidak memiliki sikap
saling menghormati, cenderung brutal dan agresif.
b. Kebiasaan belajar
Suasana sekolah yang tidak mendukung kegiatan belajar mengajar
akan berpengaruh terhadap menurunnya minat dan kebiasaan belajar.
Akibatnya, prestasi belajar menurun dan selanjutnya diikuti dengan
4
![Page 5: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/5.jpg)
perilaku yang sesuai dengan norma masyarakat, misalnya sebagai
kompensasi kekurangannya di bidang akademik,siswa menjadi nakal
dan brutal.
c. Pengendalian diri
Suasana bebas di sekolah dapat mendorong siswa berbuat sesukanya
tanpa rasa segan terhadap guru. Hal ini akan berakibat siswa sulit
untuk dikendalikan , baik selama berada di sekolah maupun di rumah.
Suasana sekolah yang kacau akan menimbulkan hal-hal yang kurang
sehat bagi remaja, mosalnya penyalahgunaan Napza,perkelahian,
kebebasan seksual, dan tindak kriminal lainnya.7
Pada kasus ini hal yang mungkin terjadi adalah dampak smp/atau
keadaan sma tempat anak tersebut bersekolah yang membuat keinginan nya
bergaul dengan teman sebayanya yang berkurang.
- Bimbingan Guru
Di sekolah remaja menghadapi beratnya tuntutan guru, Orang tua dan
saratmya kurikulum sehingga dapat menimbulkan beban mental. Dalam hal ini
peran wali kelas dan guru pembimbing sangat berarti Apabila guru
pembimbing sebagai konselor sekolah tidak berperan, maka siswa tidak
memperoleh bimbingan yang sewajarnya. Untuk menyalurkan minat, bakat
dan hobi siswa, perlu dikembangkan kegiatan ekstrakurikuler dengan
bimbingan guru. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak sekedar
mengalihkan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam kurilukum tertulis
(Written Curriculum), melainkan juga memberikan nilai yang terkandung
didalamnya (hidden curriculum), misalnya kersama, sikap empati, mau
mendengarkan orang lain, menghargai dan sikap lain yang dapat membuahkan
kecerdasan emosional. Apabila guru tidak peduli terhadap hal tersebut, sulit
diharapkan perkembangan jiwa siswa secara optimal. Oleh sebab itu dalam
upaya mengoptimalkan perkembangan jiwa remaja di sekolah guru diharapkan
:
Memperhatikan ,pendekatan yang berbeda.
5
![Page 6: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/6.jpg)
Bersedia mendengarkan dan memperhatikan keluhan siswa
individual ,karena setiap siswa memiliki sifat, bakat,minat dan
kemampuan
Memiliki kepekaan “ membaca “ kondisi batin ( mood ) siswa
Perilaku guru dapat dijadikan teladan bagi siswa.
Memperhatikan dan menciptakan rasa aman bagi seluruh siswa di sekolah.
Menanamkan nilai-nilai budi pekerti melalui proses pembiasaan misalnya
sopan santun , menghargai orang lain ,bekerja sama,mengendalikan emosi,
kejujuran dan sebagainya.
Berpikir positif ( positive thinking ) terhadap siswa
Memberikan penghargaan atas keberhasilan siswa
Bersikap sadar,dewasa dan terbuka dalam menilai perilaku siswa.
Memahami prinsip dasar perkembangan jiwa remaja agar dapat memahami
dan menghargai siswa
Menghindari sikap mengancam terhadap siswa.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasi kan diri
Mengendalikan emosi dan menyusuaikan diri dengan cara siswa
berkomunikasi.7
Pada kasus ini yang mungkin terjadi adalah peran guru yang kurang
atau bahkan juga tidak memperhatikan keadaan kelas/lingkungan sekolah yang
baik untuk anak tersebut dapat mengembangkan kepribadiannya dengan baik.
- Lingkungan Teman Sebaya
Remaja lebih banyak berada diluar rumah dengan teman sebaya, Jadi dapat
dimengerti bahwa sikap, Pembicaraan, minat, Penampilan dan perilaku teman
sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga misalnya, jika remaja
mengenakan model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok
yang populer, maka kesempatan baginya untuk dapat diterima oleh kelompok
menjadi lebih besar Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum
alkohol. rokok atau zat adiktif lainnya, maka remaja cenderung mengikuti
tanpa mempedulikan akibatnya. Didalam kelompok sebaya, remaja berusaha
menemukan dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa
mempedulikan sanksi–sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan
lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dimana
6
![Page 7: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/7.jpg)
nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa
melainkan oleh teman seusianya, Disinilah letak berbahayanya bagi
perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok
sebaya adalah nilai yang negatif, akan lebih berbahaya apabila kelompok
sebaya ini cenderung tertutup (closed group), dimana setiap anggota tidak
dapat terlepas dari kelompok nya dan harus mengikuti nilai yang
dikembangkan oleh pimpinan kelompok, sikap, pikiran, perilaku, dan gaya
hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.7
Pada kasus ini lingkungan teman sebaya yang buruk juga dapat
menjadi penyebab anak tersebut enggan untuk bergaul dengan teman-teman
sebayanya.
- Lingkungan Masyarakat
Dalam kehidupanya, manusia dibimbing oleh nilai-nilai yang merupakan
pandangan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai yang baik harus
diikuti, dianut, sedangkan yang buruk harus dihindari, sesuai dengan aspek
rohaniah dan jasmaniah yang ada pada manusia, maka manusia dibimbing
oleh pasangan nilai materi dan nonmateri. Apabila manusia hendak hidup
secara damai di masyarakat, maka sebaiknya kedua nilai yang merupakan
pasangan tadi diserasikan akan tetapi kenyataan dewasa ini menunjukkan
bahwa nilai materi mendapat tekanan lebih besar daripada nilai non-materi
atau spiritual. hal ini terbukti dari kenyataan bahwa sebagai tolok ukur peranan
seseorang dalam masyarakat adalah kebendaan dan kedudukan. Lingkungan
masyarakat terdiri dari Sosial Budaya dalam era globalisasi, dunia menjadi
sempit, budaya lokal dan budaya nasional akan tertembus oleh budaya
universal, dengan demikian akan terjadi pergeseran nilai kehidupan, kemajuan
ilmu Pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruhterhadap pesatnya
informasi. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi dengan sekejap diketahui
oleh seluruh penghuni bumi. Di rumah dan di sekolah, Orang –tua dan guru,
lebih banyak mengharapkan nilai spiritual menjadi pegangan remaja. Namun,
kenyataan membuktikan sebaiknya ini karena yang diajarkan berbeda dengan
yang dilihat di luar rumah dan di luar sekolah. Remaja menjadi bingung, mana
yang harus dilakukan. Situasi ini menimbulkan konflik nilai yang dapat
berakibat terjadinya penyimpangan perilaku, seperti yang terlihat di
7
![Page 8: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/8.jpg)
masyarakat, misalnya waria, pergaulan bebas, mabuk, dan homoseksualitas.
Dalam era globalisasi pengakuan akan hak asasi manusia mulai
memesyarakat. Bagi Indonesia yang kini sedang dalam era reformasi,
pelaksanaan hak asasi manusia merupakan masalah tersendiri. Nilai sosial
yang selama ini diutamakan bergeser pada nilai individual. Bagi remaja yang
sedang dalam masa mencari identitas diri dan penyesuaian sosial, situasi Ini
merupakan titik kritis, Bukan tidak mungkin hal ini akan berakibat terjadinya
konflik kejiwaan pada sebagian remaja, Remaja akan merasakan adanya nilai
“ kekolotan “ pada orang dewasadan nilai “ inovatif “ atau “ Pembaharuan “
pada orang dewasa dan nilai “ inovatif “ atau “ pembaharuan “ pada
generasinya.7
Sementara itu ada tuntutan dari pihak orang dewasa agar remaja mengikuti
aturan budaya, kecemasan akan menghadapi hukuman, ancaman dan tidak
adanya kasih sayang merupakan dorongan yang menyebabkan remaja terpaksa
mengikuti tuntutan lingkungan budaya (socialized anxity) . Kalau kecemasan
ini terlalu berat, akibat yang ditimbulkan adalah hambatan tingkah laku.
Remaja yang bersangkutan jadi serba ragu, serba takut, dan dapat menjurus
kepada keadaan cemas yang patologis. Tetapi dalam kondisi yang tepat,
Kecemasan ini mendorong remaja untuk lebih bertanggung jawab, hati-hati
dan menjaga tingkah lakunya agar selalu sesuai dengan norma yang berlaku.
Remaja dapat bertingkah laku normal sesuai dengan harapan masyarakat.
Sebenarnya remaja sadar akan pentingnya kebudayaan sebagai tolok ukur
terhadap tingkah laku sendiri. Kebudayaan memberikan pedoman arah,
persetujuan, pengingkaran, dukungan, kasih sayang dan perasaan aman kepada
remaja. Akan tetapi mereka juga punya keinginan untuk mandiri. Inilah yang
menyebabkan remaja membuat tolak ukur mereka sendiri, yang berbeda dari
tolak ukur orang dewasa, Mereka membuat kebudayaan sendiri yang berbeda
dari kebudayaan masyarakat umumnya. Kebudayaan yang menyimpang inilah
yang dikenal sebagai kebudayaan anak muda (youth culture). Nilai yang
dominan dalam budaya anak muda adalah keunggulan dalam olah raga,
disenangi teman, senang hura-hura senang pesta, tidak dianggap pengecut, dan
sebagainya.7
8
![Page 9: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/9.jpg)
Pada kasus ini pun perbedaan budaya lingkungan dengan yang
diajarkan di keluarga dan sekolah,membuat anak menjadi bingung,ragu-ragu
dan takut untuk melakukan kesalahan,sehingga ini dapat menjadi penyebab ia
tidak mau bergaul dengan teman-temanya.
Terapi
Psikoterapi dibagi atas beberapa macam seperti (1) terapi kognitif-perilaku, (2)
psikoterapi remedial, edukasional, dan patterning psychoterapy, (3) release therapy, (4)
psikoanalisis anak, dan (5) terapi kognitif. Terapi kognitif dan perilaku adalah suatu
campuran terapi perilaku dan psikologi kognitif. Terapi ini menekankan kepada
kemungkinan cara anak menggunakan proses berpikir dan modalitas kognitif untuk
memningkai kembali, merestrukturisasi, dan menyelesaikan masalah. Strategi terapi ini
berfungsi untuk terapi gangguan mood dan gangguan ansietas. Psikoterapi remedial,
edukasional, dan patterning psychoterapy difokuskan untuk mengajari perilaku dan pola
perilaku baru pada anak yang mempertahankan penggunaan pola yang imatur karena
keterlambatan pematangan. Release therapy memfasilitasi luapan emosi yang terpendam.
Terapi ini diindikasikan untuk anak usia prasekolah yang memiliki gangguan reaksi
emosional terhadap trauma terpendam. Terapi kognitif digunakan pada anak, remaja, dan
dewasa. Pendekatan berupaya untuk memperbaiki distorsi kognitif, khususnya
pengonsepan negatif dalam darah, dan terutama digunakan pada gangguan despresif.
Untuk kasus depresi ini terapi kognitif menyatakan bahwa disfungsi kognitif adalah
inti dari depresi dan perubahan afektif dan fisik sari penyerta lainnya dari dari depresi
adalah akibat dari disfungsi kognitif.Trias kognitif terdiri dari depresi yang terdiri atas:
o Persepsi diri negative yang melihat seseorang sebagai tidak mampu,kekurangan ,tidak
berguna,dan tidak diharapkan
o Mengganggap dunia sebagai tempat yang negative yang hanya menuntut dan
mengalahkan diri sendiri ,mengharapkan kegagalan dan hukuman
o Harapan untuk kesulitan,kekurangan,dan kegagalan yang terus menerus
Tujuan terapi adalah menghilangkan depresi,mencegah rekurensinya dengan membantu
pasien :
9
![Page 10: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/10.jpg)
o Untuk mengidentifikasi dan menguji kognisi negative
o Untuk mengembangkan skema alternatef dan lebih fleksibel
o Mengulang respon kognitif yang baru dan respon perilaku yang baru
Semua untuk mengubah cara seseorang berpikor untuk menghilangkan depresi.
Pendekatan kognitif terdiri dari 4 hal :
o Mendapat pikiran otomatis
o Menguji pikiran otomatis(menolak pikiran otomatis)
o Mengidentifikasi anggapan dasar yang maladaptive
o Menguji keabsahan anggapan maladaptive.2
Pencegahan
Cara yang paling efektif untuk mencegah anak agar tidak mengalami gangguan
psikologik khususnya dalam berinteraksi dengan orang lain adalah dari dalam keluarga.
Pola asuh keluarga sangat menentukan bagaimana sifat anak tersebut. Orang tua bisa
memberikan nasehat secara halus kepada anak, tidak bersifat mengintrograsi, tidak
langsung menuduh dan menyalahkan mendengarkan apa yang mereka rasakan.Karena
pendidikan paling awal yang diterima seorang anak adalah lewat pola asuh orang tua,dan
apabila terjadi kegagalan di fase awal,maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi
kegagalan di fase-fase selanjutnya pula.2
Penutup
Kesimpulan
Remaja perempuan berusia 16 tahun yang malu bergaul di sekolah setelah dilakukan
pemeriksaan psikiatri dinyatakan mengalami depresi karena beberapa faktor .Remaja ini
mengalami masalah dalam perkembangan psikososialnya yang didasarkan pada teori Erikson
pada tahap autonomi vs malu dan ragu-ragu (1-3 tahun) anak ini kurang untuk meningkatkan
10
![Page 11: coba2](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072008/55cf8f86550346703b9d20c4/html5/thumbnails/11.jpg)
kemampuan mereka untuk mengendalikan diri, tubuh dan lingkungan mereka. Rasa ragu dan
malu dari diri mereka muncul karen mereka merasa diremehkan atau mereka tidak diberikan
kesempatan untuk mencobanya. Hambatan perkembangan dari tahap itu berlanjut,sampai di
usia pubertas ditambah dengan perubahan bentuk tubuh,yang makin membuat dia menarik
diri.Selain itu factor lingkungan,perkembangan kognitif ,dan perkembangan moral juga
mempengaruhi perkembangan diri.Terapi yang digunakan adalah terapi kognitif untuk
merubah persepsi negative dan merubahnya menjadi pemikiran positif untuk merubah sikap
menjadi lebih baik.Yang berperan penting dalam perkembangan diri anak tersebut adalah
pola asuh sejak kecil.
Daftar Pustaka
1. Supartini Y. Ester M (editor). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2004.
2. Sadock BJ, Kaplan HI,Grebb JA. Kaplan & Sadock sinopsis psikiatri.Jilid 2.
Jakarta:BINAPURA AKSARA Publisher;2010.h.450-3,676-87.
3. Widyarini N. Relasi orang tua dan anak. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2009.h.11.
4. Elvira D, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Cetakan ke-1. Jakarta : FKUI; 2010.h.
393-7.
5. Suparno P.Teori perkembangan kognitif.Yogyakarta:Kanisius;2001.h.26-88
6. Behrman RE, Kliegmen R. Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson .Vol. 2, Ed.15.
Wahab AS (editor). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. h. 2319-21.
7. Santock JW. Adolescence perkembangan remaja. Edisi ke-6. Jakarta:
Erlangga;2003.h.82-4
11