compilation of ppok

Upload: dharshini-jeyamohan

Post on 07-Jul-2015

348 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Laporan Kasus PENYAKIT Paru obstruktif kronis Disusun Oleh: Syahputra P. Rajagukguk 070100115 Zainul Arrifin Nisa Lailan S. Sirait Debby Karina Girsang Fransico Pakpahan Suaibatul Aslamiah Ilavarase Nadraja Peny Mulyaningrum Kiki Aulia Sari Nitya Perumal Simranjeet Kaur Ong Zhong Wei 070100381 070100009 070100352 070100164 070100007 070100313 070100373 070100385 070100473 070100240 070100246

Banurekhaa Balasubramaniam 070100256 Salma Bt. Mohd Akram Dharshini Jeyamohan 070100258 070100376

Program Pendidikan Profesi Dokter

Departemen Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 2011

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkah dan petunjuknya sehingga laporan kasus kepaniteraan klinik program profesi dokter ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin. Turut mengucapkan terima kasih kepada dr. M. Yusuf Purba selaku pembimbing kami yang member masukan dan saran. Laporan kasus ini disusun sebagai upaya intefrasi pengetahuan biomedik yang didapat di bangku perkuliahan dengan kenyataan kasus yang terjadi pada pasien di ruangan. Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini, dapat dihasilkan suatu kesatuan yang utuh, integratif dan aplikatif mengenai seluk beluk penyakit yang di bahas dalam laporan kasus ini. Laporan kasus ini mengenai topik Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), yaitu suatu penyakit yang merupakan cakupan divisi pulmonogi. Penyakit ini sering terjadi pada masyarakat dan bisa menyebabkan kematian pada keadaan ekserbasi. Diharapkan dengan membahas kasus ini, dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan kelainan di paru secara cara penatalaksanaanya. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan kasus ini.

Medan, 20 Juli 2011

Penulis

DAFTAR ISIKata Pengantar Daftar isi . i . ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .. 1

1.2 Rumusan Masalah.. 2 1.3 Tujuan Penulisan .. 2 1.4 Manfaat Penulisan.. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik 2.1.1 Definisi 2.1.2 Epidemiologi 2.1.3 Etiologi 2.1.4 Patogenesis 2.1.5 Klasifikasi 2.1.6 Diagnosa . 3 . 3 . 4 . 6 ...... 7 ..... 8 ........... 9 . 10

2.1.7 Diagnosa banding 2.1.8 Penatalaksanaan

2.1.9 Prognosis 2.1.10 Komplikasi

17

17

BAB 3 STATUS PASIEN ..

18

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran ... 36 37

DAFTAR PUSTAKA

. 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat yaitu COPD ringan, sedang, berat dan sangat berat. Penderita COPD datang dengan keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Pemeriksaan foto toraks pada PPOK dapat ditemui hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat dan bulla. Tujuan terapi PPOK adalah mencegah progesifitas penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi latihan, mencegah dan mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang, mencegah atau meminimalkan efek samping obat, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, meningkatkan kualitas hidup penderita dan menurunkan angka kematian. Penatalaksanaan PPOK terdiri

dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Prognosis PPOK tergantung dari derajat penyakit paru dan penyakit komorbid lain. Komplikasi PPOK termasuk gagal nafas, kor pulmonal dan septikemia.

1.2. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronis? 1.3. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan laporan kasus ini antara lain:a.

Melengkapi tugas laporan kasus pada Departemen Pulmonologi.

b. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait kasus-kasus Penyakit

Paru Obstruktif Kronis. c. Menghubungkan teori dengan kasus yang terjadi pada pasien.1.4.Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini, yakni:a. Meningkatkan pemahaman mengenai definisi, patofisiologi, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, terapi, dan prognosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis.b. Mampu mengaplikasikan landasan teori Penyakit Paru Obstruktif Kronis

dengan kasus yang terjadi di masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.1,2

2.2 Prevalensi Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi

PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. 1,2 2.3 Etiologi Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut. 2,3 Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin. 3 Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikelpartikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :

Asap rokok Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. 1,2,3

Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. 1,2,3 Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut. 1,2,3

Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,

kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya. 1,2,3

Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.

Infeksi saluran nfas berulang Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.

Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria. 1,2,3

Status sosio ekonomi dan status nutrisi Asma

Usia Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan

2.4 Patogenesis Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. 2 Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.4

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma. 2,4

2.5 Klasifikasi Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat 3 : Derajat I: COPD ringan Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal. Derajat II: COPD sedang Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya. Derajat III: COPD berat Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

Derajat IV: COPD sangat berat Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

2.6 Diagnosa Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1 Anamnesis Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :o o

Pernafasan pursed lips Takipneao o o o o

Dada emfisematous atu barrel chest Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater Pelebaran sela iga Hipertropi otot bantu nafas Bunyi nafas vesikuler melemah

o o o

Ekspirasi memanjang Ronki kering atau wheezing Bunyi jantung jauh

Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan: o o o o o o Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler meningkat Bulla Jantung pendulum

Uji Spirometri dijumpai kelainan dengan:o o

VEP1 < KVP < 70%

Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80% prediksi

Uji Coba kortikosteroid Analisis gas daraho

Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

o

2.7 Diagnosa Banding COPD didiagnosa banding dengan :

1. 2. 3. 4.

Asma Bronkial Gagal jantung kongestif Bronkiektasis Tuberkulosis

2.8. Penatalaksanaan Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :

Mencegah progesifitas penyakit Mengurangi gejala Meningkatkan toleransi latihan Mencegah dan mengobati komplikasi Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang Mencegah atau meminimalkan efek samping obat Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualitas hidup penderita Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana COPD.5

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :1 Evaluasi dan monitor penyakit

PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit

Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan Riwayat timbulnya gejala atau penyakit Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya

Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakitpenyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas

Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi/ cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok Dukungan dari keluarga

Menurunkan faktor resiko Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A : Ask (Tanyakan)

Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan Advise (Nasehati)

Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok Assess (Nilai)

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok Assist (Bantu)

Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi Jadwal kontak lebih lanjut Arrange (Atur)

Tatalaksana PPOK stabil

Terapi Farmakologis:

Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten) 3 golongan : Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol; Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid; Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi

Steroid

PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV) Eksaserbasi akut

Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida

Antioksidan : N-Asetil-sistein Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin Antitusif : tidak rutin Vaksinasi : influenza, pneumokokus

1.

Terapi Non-Farmakologis Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan,

rehabilitasi psikososial 2. AGD=

Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV,

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa

hiperkapnia

PaO2 55-60

mmHg,

atau

SaO2 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

2.9. Prognosa Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.6 2.10 Komplikasi Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6

BAB III STATUS PASIEN

ANAMNESIS PRIBADI Nama Umu Jenis Kelamin Status Perkawinan Pekerjaan Suku Agama Alamat Tanggal Masuk : Usim Sitepu : 70 tahun : Laki-laki : Kawin : Wiraswasta : Karo : Islam : Jl.Bungo Pancur IX Lingk. IV Kec. Medan : 11 Juli 2011

ANAMNESIS PENYAKIT Keluhan Utama Keluhan Tambahan Telaah : Sesak Nafas : Batuk Berdahak : Sesak nafas dialami os 1 tahun ini dan memberat dalam 1 minggu ini, sesak nafas bersifat hilang timbul, sesak nafas berhubungan dengan cuaca, sesak nafas tidak berhubungan dengan posisi, nafas berbunyi tidak dijumpai, riwayat nafas berbunyi tidak dijumpai. Batuk dialami os 2 tahun ini, dahak (+), volume 2 sdt/batuk, warna putih, darah (-), batuk lebih sering pada malam hari, bau(-). Riwayat batuk darah dijumpai 3 tahun yang lalu, dengan volume 1 sdt/batuk, warna merah segar.

-

-

Nyeri dada tidak dijumpai. Demam dialami os 2 minggu, bersifat hilang timbul, demam tidak tinggi, menggigil (-), demam turun dengan obat demam. Penurunan nafsu makan dialami os 1 minggu ini, dan diikuti dengan penurunan berat badan 11kg dalam 1 minggu ini. Riwayat suara serak tidak dijumpai, nyeri menelan (-). Riwayat pekerjaan supir lintas selama 20 tahun, dan sudah berhenti 2 bulan ini. Riwayat merokok 30tahun, jenis filter, banyaknya 24 batang/hari, isapan dalam dan sudah berhenti dalam 2 tahun ini, dengan IB 760 (berat). Riwayat OAT tidak dijumpai Riwayat kontak dengan penderita TB tidak dijumpai. Riwayat menderita tumor, hipertensi, DM tidak dijumpai. Riwayat alergi obat (-) RPT RPO : : -

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum Keadaan Penyakit Sensorium Tekanan darah Nadi Pernafasan : CM : 120/80 mmHg : 80x/i : 28x/i Dispnoe Anemia Oedema Sianosis : + : : : -

Temperature

: 36,5C

Ikterus

: -

Keadaan Gizi RBW =23,52 Kesan :normoweight KU/KP/KG :sedang/sedang/sedang TB =170 cm BB =68 kg

STATUS LOKALISATA: Kepala Mata Telinga Hidung Mulut : Conj. Palp. Inf. Pucat (-), sklera ikterik (-). : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal

Leher TVJ Pemb. KGB : R-2 cmH2O : (-)

Toraks Depan Inspeksi Bentuk Pergerakan Palpasi Lapangan Paru Atas Lapangan Paru Tengah : SF; ka=ki, kesan normal : SF; ka=ki, kesan normal : Simetris, pectus ekscavatum : Simetris

Lapangan Paru Bawah Perkusi Lapangan Paru Atas Lapangan Paru Tengah Lapangan Paru Bawah Paru Batas Paru hati Peranjakan Jantung Batas Atas Jantung Batas Kiri Jantung Batas Kanan Jantung Auskultasi Lapangan Paru Atas Tengah Bawah

: SF; ka=ki, kesan normal

: Hipersonor di kedua lapangan paru : Hipersonor di kedua lapangan paru : Hipersonor di kedua lapangan paru

: ICS V : 2cm

: ICS III Sinistra : 1cm medial LMCS, ICS V : LSD, ICS IV

Kanan SP : Vesikuler melemah ST : (-) SP : Vesikuler melemah ST : (-) SP : Vesikuler melemah ST : (-)

Kiri SP : Vesikuler melemah ST : (-) SP : Vesikuler melemah ST : (-) SP : Vesikuler melemah ST : (-)

Toraks Belakang Inspeksi Bentuk Pergerakan Palpasi Lapangan Paru Atas : SF; ka=ki, kesan normal : Simetris : Simetris

Lapangan Paru Tengah Lapangan Paru Bawah Perkusi Lapangan Paru Atas Lapangan Paru Tengah Lapangan Paru Bawah Auskultasi Lapangan Paru Atas Tengah Bawah

: SF; ka=ki, kesan normal : SF; ka=ki, kesan normal

: Hipersonor : Hipersonor : Hipersonor

Kanan SP : Vesikuler melemah ST : (-) SP : Vesikuler melemah ST : (-) SP : Vesikuler melemah ST : (-)

Kiri SP : Vesikuler melemah ST : (-) SP : Vesikuler melemah ST : (-) SP : Vesikuler melemah ST : (-)

Abdomen Hepar/Lien/Renal Ekstremitas Superior Inferior : akral hangat, CF (-), cyanosis (-) : oedema (-), CF (-) : tidak teraba membesar

Foto Toraks 1. KV 2. Posisi foto Pasien Skapula Klavikula Kista 3. Trakea :cukup :PA :Sedikit superposisi :Asimetris :Tidak dijumpai :medial

4. Sudut Costophrenicus 5. Paru-paru Lap. Paru: Kanan

:tumpul :

Hiperinflasi, corakan bronkovaskular meningkat Kiri Hiperinflasi, corakan bronkovaskular meningkat

Jantung: Pendulum,CTR= 42%

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

I.

Darah Lengkap Hemoglobin Eritrosit Leukosit Hematokrit Trombosit MCH Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil : 15,1gr % : 525x10/mm : 2532x10/mm : 45,9 % : 406x10/mm : 87,4 : 88,2% : 4,5% : 7% : 0,2% : 0,1%

II.

Liver Function Test (LFT) AST/SGOT : 73/L ALT/SGPT : 104/L

III.

Renal Function Test (RFT) Ureum : 50,7 mg/dl

Creatinin : 1,23 mg/dl

IV. V.

KGD ad random : 103 mg/dl AGDA Ph pCo2 pO2 HCO3 Total CO2 BE Sat O2 : 7,44g : 29,4 mmHg : 164,5mmHg : 19,9 mmol/L : 20,8 mmol/L : -2,9 mmol/L : 99,5 % : (-) : (-)

VI.

Kultur sputum Hasil Biakan

VII.

Kultur Cairan Pleura Hasil Biakan : :

RESUME

Keluhan Utama Keluhan Tambahan Telaah

: Sesak Nafas : Batuk Berdahak : - Sesak nafas dialami os 1 tahun ini dan memberat dalam 1 minggu ini, sesak nafas bersifat hilang timbul, sesak nafas berhubungan dengan cuaca, sesak nafas tidak berhubungan dengan posisi, nafas berbunyi tidak dijumpai, riwayat nafas berbunyi tidak dijumpai. - Batuk dialami os 2 tahun ini, dahak (+), volume 2 sdt/batuk, warna putih, batuk lebih sering pada malam hari. - Riwayat batuk darah dijumpai 3 tahun yang lalu, dengan volume 1 sdt/batuk, warna merah segar. - Demam dialami os 2 minggu, bersifat hilang timbul, demam tidak tinggi, menggigil (-), demam turun dengan obat demam. - Penurunan nafsu makan dialami os 1 minggu ini, dan diikuti dengan penurunan berat badan 11kg dalam 1 minggu ini.- Riwayat suara serak tidak dijumpai.

- Riwayat pekerjaan supir lintas selama 20 tahun, dan sudah berhenti 2 bulan ini. - Riwayat merokok 30tahun, jenis filter, banyaknya 24 batang/hari, isapan dalam dan sudah berhenti dalam 2 tahun ini, dengan IB 760 (berat). - Riwayat OAT tidak dijumpai - Riwayat kontak dengan penderita TB tidak dijumpai. - Riwayat menderita dijumpai. - Riwayat alergi obat (-) RPT : tumor, hipertensi, DM tidak

RPO : STATUS LOKALISATA Toraks Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris : SF; ka=ki, kesan normal : Hipersonor :SP ST : Vesikuler Melemah :-

FOTO THORAKS

Tampak infiltrat pada lapangan paru atas kanan dan lapangan paru bawah kiri. Corakan bronkovaskular meningkat pada lapangan paru tengah dan bawah paru kanan. Sudut costofrenikus kiri tumpul.CTR= 42%.(normal)

Diagnosis Banding sekunder

:1.PPOK Eksaserbasi Akut + Infeksi Sekunder 2.Bronkitis kronis Eksaserbasi Akut + Infeksi

Diagnosa Sementara

: PPOK + OAP

Penatalaksanaan

: - O2 1-2 L/i - Nebul Ventolin/ Flixotide/ 8 jam - IVFD NaCl 0,9 % + Aminophilin 240 mg 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 2 gr/8 jam - Inj. Dexametason 1 amp/8 jam - Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam - Salbutamol tab 4 mg - Codein 2 x 30 mg - GG tab 3 x 1

Aktifitas Diet Medikamentosa

: Sedang : Diet Makanan Biasa : - O2 1-2 L/i - Nebul Ventolin/ Flixotide/ 8 jam - IVFD NaCl 0,9 % + Aminophilin 240 mg 20 - Inj. Ceftriaxone 2 gr/8 jam - Inj. Dexametason 1 amp/8 jam - Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam - Salbutamol tab 4 mg - Codein 2 x 30 mg - GG tab 3 x 1

gtt/i

Rencana Penjajahan Diagnostik : Analisa sputum : DS 3x, Pewarnaan Gram, Bakteri dan Jamur Kultur Sputum: BTA/RT, Bakteri/ST, Jamur Kultur Darah Peak flow meter Spirometri

Follow Up: 12 Juli 2011 13 Juli 2011

S O

: Sesak nafas berkurang, batuk (+), dahak berwarna putih. : Sens: CM T: 36,5 C TD: 130/80 mmHg HR: 80 x/i RR: 20 x/i

Pemeriksaan Fisik: Kepala : Deformitas (-), mata: anemia (-), ikterik (-). Leher : TVJ R-2 cmH2O Dada : Jantung: Dalam batas normal Thorax : I P P A : simetris, ekspirasi memanjang : SF kiri < kanan, kesan kiri melemah : hipersonor pada kedua lapangan paru : SP: vesikuler melemah ST: ronkhi basah gelombung halus pada lapangan bawah paru kanan Abdomen : soepel, peristaltic (+), H/L/R: ttb Ekstremitas : superior : oedem (-/-), CF (-/-), cyanosis (-/-), nikotin staining (+) Inferior : oedem (-/-), akral hangat A P : Suspek TB paru + PPOK eksaserbasi + pneumonia komuniti : - O2 1-2 L/i - NaCl 0,9 % + Aminophilin 240 mg 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 2 gr/8 jam - Inj. Dexametason 1 amp/8 jam

- Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam - Salbutamol tab 4 mg - Ambroxol syr 3 x C1 - Nebul Ventolin/ Flixotide/ 8 jam 14 Juli 2011

S O

: Sesak nafas (-), batuk (+), dahak berwarna putih. : Sens: CM T: 36,5 C TD: 130/80 mmHg HR: 80 x/i RR: 20 x/i

Pemeriksaan Fisik: Kepala : deformitas (-), mata: anemia (-), ikterik (-). Leher : TVJ R-2 cmH2O Dada : Jantung: dalam batas normal Thorax : I P P A : simetris, ekspirasi memanjang : SF kiri < kanan, kesan kiri melemah : hipersonor pada kedua lapangan paru : SP: vesikuler ST: ronkhi basah gelombung halus pada lapangan bawah paru kanan Abdomen : soepel, peristaltic (+), H/L/R: ttb Ekstremitas : superior : oedem (-/-), CF (-/-), cyanosis (-/-), nikotin staining (+) Inferior : oedem (-/-), akral hangat A P : PPOK + OAP : - O2 1-2 L/i - Nebul Ventolin/ Flixotide/ 8 jam

- NaCl 0,9 % + Aminophilin 240 mg 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 2 gr/8 jam - Inj. Dexametason 1 amp/8 jam - Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam - Salbutamol tab 4 mg - Codein 2 x 30 mg - GG tab 3 x 1 15 Juli 2011 S O : Sesak nafas (-), batuk (+), dahak berwarna putih. : Sens: CM T: 36,5 C TD: 140/80 mmHg HR: 80 x/i RR: 20 x/i

Pemeriksaan Fisik: Kepala : deformitas (-), mata: anemia (-), ikterik (-). Leher : TVJ R-2 cmH2O Dada : Jantung: dalam batas normal Thorax : I P P A : simetris, ekspirasi memanjang : SF kiri < kanan, kesan kiri melemah : hipersonor pada kedua lapangan paru : SP: vesikuler ST: ronkhi basah gelombung halus pada lapangan bawah paru kanan Abdomen : soepel, peristaltic (+), H/L/R: ttb Ekstremitas : Superior : oedem (-/-), CF (-/-), cyanosis (-/-), nikotin staining (+) Inferior : oedem (-/-), akral hangat A : PPOK + OAP

P

: - O2 1-2 L/i - Nebul Ventolin/ Flixotide/ 8 jam - NaCl 0,9 % + Aminophilin 240 mg 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 2 gr/8 jam - Inj. Dexametason 1 amp/8 jam - Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam - Salbutamol tab 4 mg - Codein 2 x 30 mg - GG tab 3 x 1

16 Juli 2011 S O : Sesak nafas (-), batuk (+), dahak berwarna putih. : Sens: CM T: 36,5 C TD: 130/80 mmHg HR: 80 x/i RR: 20 x/i

Pemeriksaan Fisik: Kepala : deformitas (-), mata: anemia (-), ikterik (-). Leher : TVJ R-2 cmH2O Dada : Jantung: dalam batas normal Thorax : I P P A : simetris, ekspirasi memanjang : SF kiri < kanan, kesan kiri melemah : hipersonor pada kedua lapangan paru : SP: vesikuler ST: ronkhi basah gelombung halus pada lapangan bawah paru kanan Abdomen : soepel, peristaltic (+), H/L/R: ttb Ekstremitas : Superior : oedem (-/-), CF (-/-), cyanosis (-/-), nikotin staining (+)

Inferior : oedem (-/-), akral hangat A P : PPOK + OAP : - O2 1-2 L/i - Nebul Ventolin/ Flixotide/ 8 jam - NaCl 0,9 % + Aminophilin 240 mg 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 2 gr/8 jam - Inj. Dexametason 1 amp/8 jam - Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam - Salbutamol tab 4 mg - Codein 2 x 30 mg - GG tab 3 x 1 18 Juli 2011 S O : Sesak nafas (-), batuk (+), dahak berwarna putih. : Sens: CM T: 36,5 C TD: 130/80 mmHg HR: 80 x/i RR: 20 x/i

Pemeriksaan Fisik: Kepala : deformitas (-), mata: anemia (-), ikterik (-). Leher : TVJ R-2 cmH2O Dada : Jantung: dalam batas normal Thorax : I P P A : simetris, ekspirasi memanjang : SF kiri < kanan, kesan kiri melemah : hipersonor pada kedua lapangan paru : SP: vesikuler ST: ronkhi basah gelombung halus pada lapangan bawah paru kanan Abdomen : soepel, peristaltic (+), H/L/R: ttb

Ekstremitas : Superior : oedem (-/-), CF (-/-), cyanosis (-/-), nikotin staining (+) Inferior : oedem (-/-), akral hangat A P : PPOK + OAP : - O2 1-2 L/i - Nebul Ventolin/ Flixotide/ 8 jam - NaCl 0,9 % + Aminophilin 240 mg 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 2 gr/8 jam - Inj. Dexametason 1 amp/8 jam - Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam - Salbutamol tab 4 mg - Codein 2 x 30 mg - GG tab 3 x 1

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.

Kesimpulan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktorfaktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik. Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Pemeriksaan paru dengan alat spirometerdapat juga membedakan PPOK menjadi PPOK ringan, sedang dan berat. Pada PPOK mudah terjadi komplikasi infeksi. Karena itu, terapi PPOK diharapkan dapat mencegah progresivitas penyakit, mengurangi keluhan,

meningkatkan tolerasi sewaktu menjalani aktivitas. Selain itu, terapi juga diharapkan dapat mencegah komplikasi serta meningkatkan kualitas hidup. 4.2 Saran Fisioterapi memang amat bermanfaat untuk mengurangi gejala PPOK, meningkatkan toleransi pada aktivitas jasmani, serta meningkatkan kualitas hidup. Penderita akan dilatih menjalani latihan pernapasan. Pada penderita PPOK yang gemuk, penurunan berat badan juga dapat membantu mengurangi gejala.

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006. p. 1-18.2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.

Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5.3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention.

USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=9894. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of

Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=11165. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.

6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 105-8 7. Harrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page : 1491-1493. 8. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984, page : 346-379. 9. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI 10. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC 15.