contoh tak halusinasi
DESCRIPTION
Contoh Tak HalusinasiTRANSCRIPT
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
MENGUNGKAPKAN PERASAAN DENGAN BERDISKUSI UNTUK
KLIEN HALUSINASI
DI RUMAH SAKIT Dr RADJIMAN WEDYODININGRAT LAWANG
Oleh:
Devi Fradiana 115070201111026
Arini Nur Hidayati 115070201111004
Fenti Diah Hariyanti 115070201111002
Risyda Ma’rifatul Kh. 115070207111030
Prilly Priskylia 115070200111004
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam
dan lingkungan dari luar baik lingkungan keluarga, kelompok dan komunitas.
Dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus mengembangkan
strategi koping yang efektif agar dapat berdaptasi. Hubungan interpersonal yang
dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu di antaranya
perubahan nilai budaya, perubahan sistem kemasyarakatan, pekerjaan, serta
akibat ketegangan antar idealisme dan realita yang dapat menyebabkan
tergantungnya keseimbangan mental emosional. Tidak semua orang dapat
menyesuaikan diri dari perubahan tersebut, akibatnya akan menimbulkan
ketegangan atau stress yang berkepanjangan sehingga dapat menjadi faktor
pencetus dan penyebab serta juga mengakibatkan suatu penyakit. Faktor yang
dapat mempengaruhi stres adalah pengaruh genetik, pengalaman masa lalu dan
kondisi saat ini (Suliswati, 2005).
Penyebab gangguan jiwa salah satunya karena stressor psikologis. Yang
merupakan suatu keadaan atau suatu peristiwa yang menyebabkan adanya
perubahan dalam kehidupan seseorang hingga orang tersebut terpaksa
mengadakan adaptasi dalam menanggulangi stressor tersebut. Pasien yang
mengalami gangguan jiwa kronik sering kali hanya berdiam diri di rumah tanpa
melakukan kegiatan apapun. Hal ini dapat menyebabkan pasien dikucilkan dalam
masyarakat, pikiran terbawa dalam bayang-bayang dari dalam pikiran sehingga
menyebabkan halusinasi. Adanya harga perilaku kekerasan, maupun halusinasi
pada pasien gangguan jiwa dapat mempengaruhi kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.
Salah satu terapi aktivitas yang dapat diberikan pada pasien dengan
gangguan jiwa adalah terapi aktiivitas berkelompok dengan berdiskusi tentang
cara mengenal halusinasi.
1.1 TUJUAN
Tujuan umum TAK berdiskusi tentang cara mengenal halusinasi yaitu:
1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2. Membentuk sosialisasi
3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
Tujuan Khususnya
1. Meningkatkan identitas diri.
2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
4. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan
tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
1.2 MANFAAT
1.2.1 MANFAAT BAGI KLIEN
Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien agar mempunyai kemauan
dalam melakukan aktivitas dan merangsang kemampuan mengenal halusinasi.
1.2.2 MANFAAT BAGI TERAPIS
Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara
holistik
Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan
strategi pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan
klien
1.2.3 MANFAAT BAGI INSTITUSI PENDIDIKAN
Sebagai informasi bagi pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan
kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa keperawatan Brawijaya sebagai
aplikasi dari pelayanan Mental Health Nursing yang optimal pada klien.
1.2.4 MANFAAT BAGI RUMAH SAKIT JIWA DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT
Sebagai masukan dalam implementasi asuhan keperawatan yang holistik pada
pasien sehingga diharapkan keberhasilan terapi optimal.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 HALUSINASI
2.1.1 Definisi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan atau stimulus eksternal (Stuart & Laraia, 2005).
Halusinasi merupakan persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
meliputi semua sistem penginderaan (Cook & Fotaine, 1987 dalam Nasution
2004).
2.1.2 Tanda dan Gejala / Karakteristik
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi Dengar
(klien mendengar
suara/ bunyi yang
tidak ada
hubungannya
dengan stimulus
yang nyata)
Bicara/tertawa sendiri
Marah-marah tanpa
sebab
Mendekatkaan telinga
kearah tertentu.
Menutup telinga
Mulut komat-kamit
Ada gerakan tangan
Mendengar suara atau
kegaduhan
Mendengar suara atau
mengajak bercakap-cakap
Mendengar suara yang
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Mendengar suara yang
mengancam diri klien
Mendengar suara
seseorang yang sudah
meninggal
Halusinasi
Pengelihatan
(klien melihat
gambaran yang
jelas/samar
terhadap adanya
stimulus yang nyata
dari lingkungan dan
Menunjuk-nunjuk
kearah tertentu
Ketakutan pada
sesuatu yang dilihat
Tatapan mata pada
tempat tertentu
Melihat seseorang yang
sudah meninggal,
bayangan, cahaya, hantu
atau sesuatu yang
menakutkan
orang lain tidak
melihatnya)
Halusinasi
Penciuman
(klien mencium
suatu bau yang
muncul dari sumber
tertentu tanpa
stimulus yang nyata)
Mengendus-endus
seperti membaui bau-
bauan tertentu,
mengarahkan hidung
pada tempat tertentu
Menutup hidung
Mencium sesuatu seperti
darah, urine, feses, dan
kadang bau tersebut
menyenangkan bagi klien
(bau masakan, parfum)
Halusinasi
Pengecapan
(klien merasakan
sesuatu yang tidak
nyata, biasanya
merasakan rasa
makanan yang tidak
enak)
Sering meludah
Muntah
Mengecap sesuatu
Merasakan makanan
tertentu, atau rasa tertentu
Halusinasi
Kinestetik
(klien merasakan
badanya bergerak
disuatu ruangan
atau anggota
badanya bergerak)
Memegang kakinya
atau anggota badan
yang lain yang
dianggapnya bergerak
sendiri
Menatap tubuhnya
sendiri dan terlihat
merasakan sesuatu
yang aneh pada
tubuhnya
Klien melaporkan bahwa
fungsi tubuhnya tidak dapat
terdeteksi misalnya tidak
ada denyutan di otak, atau
sensasi pembentukan urine
dalam tubuhnya, perasaan
tubuhnya melayang di atas
bumi.
Halusinasi
Perabaan
(klien merasakan
sesuatu pada
kulitnya tanpa ada
stimulus yang nyata)
Mengusap,
menggaruk-garuk,
meraba-raba
permukaan kulit
Terlihat menggerak-
gerakkan badan
seperti merasakan
suatu rabaan
Mengatakan ada serangga
dipermukaan kulitnya.
Mengatakan seperti
tersengan listrik
2.1.3 Proses Terjadinya Masalah
Tahapan halusinasi terdiri dari:
Stage 1: Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum
muncul halusinasi
Klien merasa banyak masalah,
ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah
Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support
system kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk
Stage 2: Comforting moderate
level of anxiety
Halusinasi secara umum diterima
klien sebagai sesuatu yang alami
Klien mengalami emosi yang
berlanjut seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan
berdosa, ketakutan dan mencoba
memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan
Klien beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat dikontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap
ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan
halusinasinya
Stage 3: Condemning Severe
level of anxiety
Secara umum halusinasi sering
mendatangi klien
Pengalaman sensori klien menjadi
sering dating dan klien mulai
merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya
Klien mulai menarik diri dari orang
lain
Stage 4: Controlling Severe level
of anxiety
Fungsi sensori menjadi tidak
relevan dengan kenyataan
Klien mencoba melawan suara-
suara atau sensori abnormal yang
dating
Klien merasa kesepian bila
halusinasinya berakhir fase
gangguan Psychotic (gangguan
berat dalam menilai realita
sehingga menyebabkan gangguan
pada insight, judgement,
awareness)
Stage 5: Conquering Panic level
of anxiety
Klien mengalami gangguan dalam
menilai lingkungannya
Pengalaman sensorinya
terganggu, klien mulai merasa
terancam dengan datangnya
suara-suara terutama bila klien
tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang didengar dari
halusinasinya
Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal 4 jam atau
seharian jika klien tidak
mendapatkan komunikasi
terapeutik
Terjadi gangguan psikotik berat
2.1.4 Data yang Perlu Dikaji
Data Obyektif Data Subyektif
Klien berbicara dan tertawa
sendiri
Klien bersikap seperti
mendengar/melihat sesuatu
Klien berhenti bicara ditengah
Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
Klien mengatakan melihat
gambaran tanpa ada stimulus yang
kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
nyata
Klien mengatakan mencium bau
tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
Klien takut pada
suara/bunyi/gambar yang dilihat dan
didengar
Klien ingin memukul/melempar
barang-barang
2.1.5 Pohon Masalah
2.2 Terapi Aktivitas Kelompok
2.2.1 Definisi TAK
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama
(Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009). Terapi kelompok
merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompokpasien bersama-
sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin
atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa
yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit
Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi
psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan
stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).
2.2.2 Manfaat TAK
Harga Diri Rendah
Isolasi Sosial
Halusinasi
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat yaitu :
a. Umum
1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality
testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari
orang lain.
2. Membentuk sosialisasi
3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan
kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri
sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress)
dan adaptasi.
4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti kognitif dan afektif.
b. Khusus
1. Meningkatkan identitas diri.
2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan
sehari-hari.
4. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri,
keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan
meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah
kehidupan dan pemecahannya.
2.2.3 Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Depkes RI mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok
secara rinci sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh
pemahaman dan cara membedakan sesuatu yang nyata dan
khayalan.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk
berkumpul, berkomunikasi dengan orang lain, saling
memperhatikan memberikan tanggapan terhadap pandapat
maupun perasaan ortang lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri
sendiri dengan prilaku defensif yaitu suatu cara untuk
menghindarkan diri dari rasa tidak enak karena merasa diri tidak
berharga atau ditolak.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti fungsi kognitif dan afektif.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai
identifikasi diri tentang mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
b. Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat
dibutuhkan oleh seseorang untuk menjaga kesehatan mentalnya.
Di dalam kelompok akan ada waktu bagi anggotanya untuk
menyalurkan emosinya untuk didengar dan dimengerti oleh
anggota kelompok lainnya.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan
sehari-hari, terdapat kesempatan bagi anggota kelompok untuk
saling berkomunikasi yang memungkinkan peningkatan
hubungan sosial dalam kesehariannya.
2.2.4 Dampak Terapeutik dari Kelompok
Terjadinya interaksi yang diharapkan dalam aktivitas kelompok
dapat memberikan dampak yang bermanfaat bagi komponen yang
terlibat. Yalom (1985) dalam tulisannya mengenai terapi kelompok telah
melaporkan 11 kasus yang terlibat dalam efek terapeutik dari kelompok.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yan
mempunyai masalah dan bahwa perjuangannya adalah dengan
membagi atau setidaknya dapat dimengerti oleh orang lain.
2. Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan
yang lain yang telah dapat maju dengan masalahnya, dan dengan
dukungan emosional yang diberikan oleh kelompok lainnya.
3. Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan
dukungan satu sama lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan
hanya menerima ide dari yang lainnya.
4. Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang
untuk kebanyakan klien merupakan problematic. Baik terapis
maupun anggota lainnya dapat jadi resepien reaksi tranferensi yang
kemudian dapat dilakukan.
5. Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan
untuk menghubungkan dengan yang lainnya merupakan
kemungkinan. Klien dapat memperoleh umpan balik dan
mempunyai kesempatan untuk belajar dan melatih cara baru
berinteraksi.
6. Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan
informasi tentang ganguan seseorang terhadap umpan balik
langsung tentang perilaku orang dan pengaruhnya terhadap
anggota kelompok lainnya.
7. Identifikasi, prilaku imitative dan modeling dapat dihasilkan dari
terapis atau anggota lainnya memberikan model peran yang baik.
8. Kekohesifan kelompok dan pemilikan dapat menjadi kekuatan
dalam kehidupan seseorang. Bila terapi kelompok menimbulkan
berkembangnya rasa kesatuan dan persatuan memberi pengaruh
kuat dan memberi perasaan memiliki dan menerima yang dapat
menjadi kekuatan dalam kehidupan seseorang.
9. Pengalaman antar pribadi mencakup pentingnya belajar
berhubungan antar pribadi, bagaimana memperoleh hubungan yang
lebih baik, dan mempunyai pengalaman memperbaiki hubungan
menjadi lebih baik.
10. Atarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu
mengurangi ketegangan emosi tetapi juga menguatkan perasaan
kedekatan dalam kelompok.
11. Pembagian eksisitensial memberikan masukan untuk mengakui
keterbatasan seseorang, keterbatasan lainnya, tanggung jawab
terhadap diri seseorang.
2.2.5 Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)
Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok
(Depkes RI (1997) adalah :
1. Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi
aktifitas kelompok kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat,
selalu diam dan autistic, delusi tak terkontrol, mudah bosan.
2. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi
aktifitas kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis
yang jelas, sudah tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan
wahamnya tidak terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak
mengganggu terapi aktifitas kelompok.
3. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di
upayakan pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam
tehnik terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat
kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin
pengelompokan berdasarkan problem yang sama.
2.2.6 Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2005)
1. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok.
Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan
pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan
adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh
pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
2. Besar kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil
yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok
terlalu besar akibbatnya tidak semua anggota mendapat
kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan
pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan
interaksi yang terjadi (Kelliat, 2005).
3. Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang
tinggi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat
satu kali/dua kali perminggu, atau dapat direncanakan sesuai
dengan kebutuhan (Kelliat, 2005).
2.2.7 Proses Terapi Aktifitas Kelompok
Proses terapi aktifitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks
dari pada terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinnya
memerlukan pengalaman dalam psikoterapi individual. Dalam kelompok
terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya dan menyerahkan kepada
kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan
terciptanya suasana yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga klien
terdorong untuik membuka diri dan tidak menimbulkan atau
mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari
suatu terapi aktifitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis
karena prosedurnya merupakan sesuatu yang belum pernah dialami
oleh anggota kelompok dan mereka dihadapkan dengan orang lain.
Setelah klien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis
memulai dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga
memperkenalkan co-terapis dan kemudian mempersilakan anggota
untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada anggota yang tidak
mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian
menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan
juga masalah yang akan dibicarakan dalam kelompok. Topik atau
masalah dapat ditentukan oleh terapis atau usul klien. Ditetapkan bahwa
anggota bebas membicarakan apa saja, bebas mengkritik siapa saja
termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan
menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat
membiarkan sementara. Bloking yang terlalu lama dapat menimbulkan
kecemasan yang meningkatoleh karenanya terapis perlu mencarikan
jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa
klien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga terapis
merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya
yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi
kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya
kekacauan dikeluarkan dan terapi aktifitas kelompok berjalan terus
dengan memberikan penjelasan kepada semua anggota kelompok.
Setiap komentar atau permintaan yang datang dari anggota diperhatikan
dengan sungguh-sungguh dan di tanggapi dengan sungguh-sungguh.
Terapis bukanlah guru, penasehat atau bukan pula wasit. Terapis lebih
banyak pasif atau katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa
tidak menghadapi individu dalam suatu kelompok tetapi menghadapi
kelompok yang terdiri dari individu-individu.
Diakhir terapi aktifitas kelompok, terapis menyimpulkan secara
singkat pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi
yang mungkin dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat
perjanjian pada anggota untuk pertemuan berikutnya. (Kelliat, 2005).
2.2.8 Tahapan dalam TAK
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk
tumbuh dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat
fase, yaitu: Fase prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja
kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber
Nurse, 2009).
a. Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah
anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang
digunakan. Menurut Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah
anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8
orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria
anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah :
sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak
agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).
b. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru,
dan peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001)
membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan
kohesif. Sementara Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001)
juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming,
dan norming.
1) Tahap Orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial
masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan
menyepakati kontrak dengan anggota.
2) Tahap Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin
perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun
negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik.
Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif
(Purwaningsih & Karlina, 2009).
3) Tahap Kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang
informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi
stabil dan realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota
kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang
bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2007).
d. Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan
pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada
kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara
(temporal) atau akhir (Keliat, 2004).
2.2.9 Macam Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu :
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah
terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan
pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok
(Keliat, 2004). Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
adalah membantu pasien yang mengalami kemunduran orientasi
dengan karakteristik: pasien dengan gangguan persepsi;
halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau ide,
kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep,
2007).
Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan
khususnya: pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan
kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalahyang timbul
dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).
Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang
dialami dalam kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas
dibagi dalam empat sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
1) Sesi pertama : mengenal halusinasi
2) Sesi kedua : mengontrol halusinasi dan menghardik halusinasi
3) Sesi ketiga : menyusun jadwal kegiatan
4) Sesi keempat : cara minum obat yang benar
b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori
TAK stimulasi sensori adalah TAK yang diadakan dengan memberikan
stimulus tertentu kepada klien sehingga terjadi perubhan perilaku.
Bentuk stimulus :
1) Stimulus suara: musik
2) Stimulus visual: gambar
3) Stimulus gabungan visual dan suara: melihat televisi, video
Tujuan dari TAK stimulasi sensori bertujuan agar klien mengalami :
1) Peningkatan kepekaan terhadap stimulus.
2) Peningkatan kemampuan merasakan keindahan
3) Peningkatan apresiasi terhadap lingkungan
Jenis TAK yaitu :
1) TAK Stimulasi Suara
2) TAK Stimulasi Gambar
3) TAK Stimulasi Suara dan Gambar
c. Terapi aktivitas orientasi realita
Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi
realita adalah upaya untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada
klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan/ tempat, dan waktu.
Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya
nilai realitas (reality testing ability). Klien tidak lagi mengenali
tempat,waktu, dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini dapat
mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya
ansietas pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu
ada aktivitas yang memberi stimulus secara konsisten kepada klien
tentang realitas di sekitarnya. Stimulus tersebut meliputi stimulus
tentang realitas lingkungan, yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan
tempat.
Tujuan umum yaitu klien mampu mengenali orang, tempat,
dan waktu sesuai dengan kenyataan, sedangkan tujuan khususnya
adalah:
1. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada
2. Klien mengenal waktu dengan tepat.
3. Klien dapat mengenal diri sendiri dan orangorang di sekitarnya
dengan tepat.
Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan
orang, tempat, dan waktu. Klien yang mempunyai indikasi
disorientasi realitas adalah klien halusinasi, dimensia, kebingungan,
tidak kenal dirinya, salah mngenal orang lain, tempat, dan
waktu.Tahapan kegiatan :
1) Sesi I : Orientasi Orang
2) Sesi II : Orientasi Tempat
3) Sesi III : Orientasi Waktu
BAB III
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULASI PERSEPSI: HALUSINASI
3.1 Definisi
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi merupakan terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.
3.2 Tujuan
Tujuan umum :
Klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan
oleh paparan stimulus kepadanya
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mempersespsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya
dengan tepat.
2. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.
3.3 Aktivitas dan Tindakan
Aktivitas TAK dilakukan lima sesi yang melatih kemampuan klien dalam
menyelesaikan masalah akibat paparan stimulus. Klien yang mempunyai
indikasi adalah klien dengan resiko perilaku kekerasan dan halusinasi.
3.4 Tugas dan Wewenang
1. Tugas Leader dan Co-Leader
Memimpin acara; menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.
Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan peserta.
Memberikan motivasi kepada peserta.
Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan.
Memberikan reinforcemen positif terhadap peserta.
2. Tugas Fasilitator
Ikut serta dalam kegiatan kelompok.
Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi peserta.
Menghindarkan peserta dari distraksi selama kegiatan berlangsung.
L
P F P O
P P FF
Memberikan stimulus/motivasi pada peserta lain untuk berpartisipasi
Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan peserta lainnya.
Membantu melakukan evaluasi hasil.
3. Tugas Observer
Mengamati dan mencatat respon klien.
Mencatat jalannya aktivitas terapi.
Melakukan evaluasi hasil.
Melakukan evaluasi pada organisasi yang telah dibentuk (leader, co
leader, dan fasilitator).
4. Tugas Peserta
Mengikuti seluruh kegiatan.
Berperan aktif dalam kegiatan.
Mengikuti proses evaluasi.
3.5 Peraturan Kegiatan
1. Peserta diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir.
2. Peserta tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan; perserta tidak
boleh memotong pembicaraan orang lain.
3. Peserta dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai
dilaksanakan.
4. Peserta yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :
Peringatan lisan.
Dihukum : menyanyi, menari, atau menggambar.
Diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama lima menit.
Dikeluarkan dari ruangan/kelompok.
3.6 Setting
Keterangan :
L : Leader
F : Fasilitator
O : Observer
P : Pasien (Klien)
Petunjuk : Klien duduk membentuk persegi bersama dengan perawat
PETUNJUK PELAKSANAAN
TAK STIMULASI PERSEPSI: HALUSINASI
Sesi 1: Mengenal Halusinasi
Tujuan:
1. Klien dapat mengenal halusinasi.
2. Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi.
3. Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
4. Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi
Setting:
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam bentuk persegi
2. Tempat tenang dan nyaman.
Alat:
1. Buku catatan dan pulpen
2. Bola kertas dan musik
3. Jadwal kegiatan klien
Metode:
1. Diskusi dan tanya jawab
2. Dinamika kelompok
3. Bermain peran/simulasi
Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan gangguan
persepsi: halusinasi
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
Salam terapeutik
1) Salam terapis kepada klien
2) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai papan nama)
3) Menanyakan nama dan nama panggilan semua klien (beri papan nama).
3. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
a. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
mengenal suara-suara yang didengar.
2) Terapis menjelaskan aturan main, sebagai berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin
kepada terapis
b) Lamanya kegiatan 30-45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
4. Tahap Kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal
hausinasi yang dialami (pendengaran, penglihatan, dll), yaitu tentang
isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada
saat terjadi halusinasi.
b. Terapis meminta klien untuk menceritakan isi halusinasi, kapan
terjadinya, situasi yang membuat terjadi, perasaan klien saat terjadi
halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan
sampai semua klien mendapat giliran. Hasilnya tulis di kertas.
c. Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.
d. Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari
suara yang biasa didengar.
5. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak Lanjut
Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi dan
perasaannya jika terjadi halusinasi.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol
halusinasi.
2) Menyepakati waktu dan tempat.
Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 1, kemampuan
yang diharapkan adalah mengenal halusinasi, waktu terjadinya, situasi
terjadinya halusinasi, dan perasaan saat terjadi halusinasi. Data tersebut
kemudian masukkan ke dalam formulir evaluasi pada tabel 1.
2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi: halusinasi sesi 1. Klien mampu menyebutkan isi (menyuruh
memukul), waktu (pukul 9 malam), situasi (jika sedang sendiri), perasaan
(kesal dan geram). Anjurkan klien mengidentifikasi halusinasi yang timbul
dan menyampaikan kepada perawat.
TABEL 1: FORMULIR EVALUASITAK STIMULASI PERSEPSI: HALUSINASI
SESI 1: MENGENAL HALUSINASI
No Nama
Klien
Menyebut Isi
halusinasi
Menyebut waktu
terjadi
halusinasi
Menyebut situasi
terjadi halusinasi
Menyebut
perasaan saat
halusinasi
1.
2.
3.
4.
5.
Sumber: Keliat dan Akemat (2004). Keperawatan Jiwa: Terapi aktivitas
kelompok.Jakarta:EGC.
Petunjuk pengisian:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi: isi, waktu, situasi,
dan perasaan.
a. Jika klien mampu beri tanda
b. Jika klien tidak mampu beri tanda
√
X
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak dan
Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hendriani, Wiwin, Hadariyati, Ratih dan Sakti, Tirta Malia. Penerimaan Keluarga
terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Insan Vol.8 No.2,
2006.
Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang Rentang
Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among Mothers of
Children with Mental Retardation in South Korea: An Examination of Moderating
and Mediating Effects of Social Support. Pacific Science Review, 2007; 9 (2):
150-159.
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan,
Sagung Seto, Jakarta.
Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th
edition, Mosby, St. Louis.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth edition,
Mosby, St.Louis.