copy of makalah mama maya2
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bercocok tanam, terdapat beberapa pola tanam agar efisien
dan memudahkan kita dalam penggunaan lahan, dan untuk menata ulang
kalender penanaman. Pola tanam sendiri ada tiga macam, yaitu: monokultur,
polikultur (tumpangsari), dan rotasi tanaman. Ketiga pola tanam tersebut
memiliki nilai plus dan minus tersendiri.
Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman.
Dengan pola tanam ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai
komponen yang tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit,
keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di
Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah
hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan.
Maka pemilihan jenis/varietas yang ditanampun perlu disesuaikan dengan
keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan.
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis
tanaman pada lahan dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa
dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan
pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan
kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya
berbeda-beda.
Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu
diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh
diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama
penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat
penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada
selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan
1
(penyerapan hara dan air) pada suatu petak lahan antar tanaman. Pada pola
tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman
yang mempunyai perakaran yang relatif dalam dan tanaman yang
mempunyai perakaran relatif dangkal.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja macam-macam pola tanam
1.2.2 Bagaimana pola tanam berdasarkan kondisi lahan
1.2.3 Bagaimana penetapan awal musim pada tumpang sari
1.2.4 Apa saja contoh-contoh pola tanam
1.2.5 Apa saja keuntungan dan kelemahan pola tanam tumpangsari
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui dan memahami macam-macam pola tanam
1.3.2 Mengetahui dan memahami pola tanam berdasarkan kondisi lahan
1.3.3 Mengetahui penetapan awal musim pada tumpang sari
1.3.4 Mengetahui contoh-contoh pola tanam
1.3.5 Mengetahui keuntungan dan kelemahan pola tanam tumpangsari
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Tanam
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1
tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur
seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung,
ketela pohon, padi gogo.
2. Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun
sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk
mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo,
kacang tanah, ubi kayu.
3. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara
menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok
(dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda).
Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang
panen disisipkan kacang panjang.
4. Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas
beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun
larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan efisien, tetapi riskan
terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran
seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2.2 Pola Tanam Rotasi
Pola tanam rotasi merupakan pola tanam yang dikembangkan dengan
cara mengganti setiap musim tanaman budidaya yang bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas lahan pertanian.
3
2.3 Teknik Pola Tanam Pergiliran Tanaman Pada Pertanian
1. Polikultur (Tumpangsari)
Polikultur (disebut Juga tumpangsari) adalah penanaman dua
tanaman secara bersama-sama atau dengan interval waktu yang singkat,
pada sebidang lahan yang sama. Tumpangsari merupakan sistem
penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim dengan
tanaman tahunan. Tumpangsari ditujukan untuk memanfaatkan lingkungan
(hara, air dan sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh produksi
maksimum.
Sistem tumpangsari dapat diatur berdasarkan:
a. Sifat-sifat perakaran
b. Waktu penanaman
Tujuan dari pada tanaman tumpangsari adalah:
a. Memanfaatkan tempat-tempat yang kosong
b. Menghemat pengolahan tanah
c. Memanfaatkan kelebihan pupuk yang diberikan kepada tanaman
utamanya
d. Menambah penghasilan tiap kesatuan luas tanah
e. Memberikan penghasilan sebelum tanaman utama menghasilkan.
Pengukuran sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindarkan
persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran
yang dalam ditumpangsarikan dengan tanaman yang berakal dangkal.
Tanaman monokotil yang pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang
dangkal, karena berasal dari akar seminal dan akar buku. Sedangkan
tanaman dikotil pada umumnya mempunyai sistem perakaran dalam, karena
memiliki akar tunggang. Dalam pengaturan tumpang sari tanaman monokotil
4
dengan tanaman dikotil dapat dilakukan kalau dipandang dari sifat
perakarannya, misalnya tumpang sari jagung dengan jeruk manis. Jeruk
manis dapat tumbuh dengan baik, sedangkan tanaman jagung tumbuh subur
tanpa mengganggu kehidupan jeruk manis.
Pengaturan tumpang sari harus diingat bahwa tanaman selalu
mengadakan kompetisi dengan tanaman semusim yang dapat saling
menguntungkan, misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung. Jagung
menghendaki nitrogen tinggi, sementara kacang-kacangan, karena kacangan
dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.
2. Pergiliran Tanaman (Rotasi Tanaman)
Rotasi atau pergiliran tanaman ialah pengaturan susunan urutan-
urutan pertanaman yang sistematis pada suatu tempat tertentu. Lamanya
rotasi itu biasanya antara dua sampai lima tahun. Apabila rotasinya dilakukan
dalam waktu satu tahun, biasanya disebut tanaman pengisi (succession
cropping). Sebagai contoh rotasi, misalnya ialah kentang-kubis-pupuk hijau-
kentang.
Tujuan dari pada rotasi ini adalah:
a. Memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.
b. Memberantas nematoda-nematoda jahat dan penyakit yang dapat
hidup lama di dalam tanah, yang sulit diberantas dengan cara lain.
c. Menambah penghasilan tiap kesatuan luas tanah.
d. Merotasi tanaman budidaya.
e. Menjaga kesuburan lahan atau memperbaiki tekstur tanah.
f. Menghindari peledakan hama atau penyakit tanaman.
g. Penyesuaian lahan dengan setiap musimnya.
5
Cara pergiliran tanaman pada pertanian organik tidak dilaksanakan
pada seluruh satuan luas yang bersamaan, melainkan perbaris atau
bedengan dan saling berdekatan.
Pemilihan jenis tanaman rotasi adalah penting sekali. Kesalahan
penggunaan jenis tanaman rotasi dapat menurunkan hasil tanaman
berikutnya, yang tidak mustahil malah merupakan tanaman inang (host plant)
bagi penyakit-penyakit yang justru akan diberantas. Sebagai contoh dapat
dikemukakan, bahwa hasil tanaman kubis akan rendah apabila ditanam
sesudah kedelai, akan tetapi dapat tinggi sesudah jagung, padahal kedelai
bersifat menyuburkan tanah.
Tetapi sebaliknya tanaman selada, tomat, dan bawang merah,
hasilnya akan rendah apabila ditanam sesudah jagung. Tanah-tanah yang
mengandung nematoda tidak boleh ditanami Tephrosiaa sp, karena bersifat
sebagai tanaman inang. Tanamilah dengan jenis-jenis pupuk hijau lainnya.
2.4 Pola Tanam Berdasarkan Kondisi Lahan
2.4.1 Lahan Kering (tegalan)
Di lahan kering, palawija dapat ditanam secara monokultur
atau tumpangsari. Ada dua alternatif pelaksanaannya. Alternatif pertama,
awal musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak
satu kali. Penanaman dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan
saat tanam yang bersamaan. Saat akhir atau pertengahan musim hujan,
lahan dapat ditanami palawija berumur pendek atau berumur panjang
sebanyak satu kali tanam. Pelaksanaannya dilakukan secara monokultur
atau tumpangsari dengan waktu tanam yang bersamaan. Alternatif kedua,
pada awal musim hujan, lahan ditanami jagung. Kurang lebih 3 sampai 4
minggu sebelum panen, singkong ditanami di antara tanaman jagung.
6
2.4.2 Lahan Sawah Tadah Hujan
Di lahan tadah hujan, palawija bisa ditanam secara monokultur atau
tumpangsari. Ada dua alternatif untuk pelaksanaannya. Alternatif pertama,
pada awal musim hujan sampai pertengahan musim huajn, lahan ditanami
padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan, lahan
ditanami palawija secara monokultur sebanyak satu kali. Sedangkan alternatif
kedua pada awal musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada
akhir atau pertengahan musim hujan sampai musim kemarau lahan dapat
ditanami palawija secara tumpangsari.
Tumpangsari dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama
adalah tumpangsari dua tanaman berumur pendek. Misalnya, jagung dengan
kacang kedelai, kacang tanah atau kacang hijau. Pada metode ini waktu
tanam dilakukan bersamaan. Demikian pula waktu panennya. Karena
terdapat tanaman lain, maka jarak tanam jagung harus lebih lebar. Cara
kedua dilakukan antara dua tanaman dengan umur berbeda. Misalnya, ubi
kayu dengan kacang tanah, kedelai atau kacang hijau. Metode ini waktu
tanamnya bersamaan. Ketika tanaman yang berumur pendek sudah dipanen,
singkong masih dibiarkan tumbuh sampai saatnya panen. Dengan cara ini,
jarak tanam singkong harus lebih lebar.
2.4.3 Lahan Sawah Beririgasi
Di lahan sawah, palawija umumnya ditanami secara monokultur
dengan pola tanam sebagai berikut. Pada awal musim hujan sampai akhir
musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak dua kali tanam. Pada musim
kemarau, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali.
Kerugian pola lahan sawah beririgasi tanam ini adalah: Pola pergiliran
tanaman pada setiap daerah berbeda sebab masing masing daerah
mempunyai kondisi iklim, tanah dan kecocokan tanaman untuk pergiliran
yang berbeda pula sehingga tidak bisa di samaratakan.
7
2.4.4 Lahan Rawa Pasang Surut
Sebelum ditanam palawija, lahan rawa harus diolah dengan sistem
sarjan. Pada sistem ini, sebagian lahan ditinggikan untuk ditanami palawija
atau tanaman lain yang tidak tahan genangan air. Bagian yang lebih tinggi ini
disebut guludan. Bagian yang lain, dibuat lebih rendah untuk ditanami padi.
Bagian yang rendah ini disebut tabukan. Perbandingan luas tabukan dan
guludan pasang tertinggi. Bagian guludan tidak boleh dilampaui air.
Sementara itu, permukaan tanah tidak lebih rendah dari lapisan pirit. Lapisan
ini merupakan akumulasi bahan-bahan beracun, sehingga bila terangkat ke
permukaan akan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Di lahan rawa, palawija juga ditanami secara monokultur atau
tumpang sari. Aturannya sebagai berikut. Di lahan di bagian tabukan,
ditanami padi dua kali setahun. Sedangkan di bagian guludan pada awal dan
akhir musim hujan ditanami palawija berumur pendek (jagung dan kacang-
kacangan). Atau, pada awal musim hujan ditanami palawija berumur pendek
dan akhir musim hujan ditanami singkong.
2.4.5 Penetapan Awal Musim
Awal musim ditentukan jika curah hujan dalam satu dekade dan tiap
dekade berikutnya lebih besar dari 50 mm untuk musim hujan sedangkan
untuk musim kemarau kurang dari 50 mm. Lebih mudahnya dalam tiga
dekade harus lebih besar dari 150 mm untuk musim hujan dan kurang dari
150 mm untuk musim kemarau. Dari data curah hujan pada tabel ceraca air
yang disesuaikan dengan kriteria diatas maka awal musim hujan jatuh pada
bulan nopember dekade pertama. Penetapan ini dikarenakan curah hujan
pada bulan nopember dekade pertama dan dua dekade berikutnya masing-
8
masing melebihi kriteia diatas 50 mm yaitu berturut-turut 56.31 mm, 61.81
mm, dan 74.31 mm sedangkan curah hujan sebelumnya masih rendah yaitu
45.37 mm. Penetapan awal musim kemarau jatuh pada bulan april dekade
pertama. Penetapan ini dikarenakan curah hujan pada bulan april dekade
pertama dan dua dekade sesudahnya masing-masing sesuai kriteia yaitu
berturut-turut 42.14 mm, 37.64 mm, dan 28.64 mm sedangkan curah hujan
sebelumnya masih tinggi yaitu 60.86 mm.
2.4.6 Contoh Pola Tanam
Pola tanam dapat disusun sesuai kebutuhan petani. Pemilihan jenis
tanaman budidaya umumnya disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Diketahuinya ketersediaan air disuatu daerah dengan adanya neraca air
maka penentuan pola
tanam dalam satu tahun dapat diatur sehingga lahan dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Penentuan pola tanam sangat dipengaruhi ketersediaan
air. Maka dari itu, ketika waktu defisit air penentuan pola tanam akan berbeda
jika air dapat ditambahkan ataupun tidak dapat diberikan penambahan air.
Berikut akan diberikan lima contoh model pola tanam:
1. Padi - Padi - Padi
Jika air saat terjadi defisit dapat disediakan maka dapat dilakukan
penanaman padi sepanjang tahun. Namun jika air sulit tersedia ketika defisit
air maka masih memungkinkan dilakukan penanaman padi sepanjang tahun
namun dengan beberapa kriteria. Jika dalam satu tahun akan ditanam padi
sebanyak tiga kali maka varietas padi yang digunakan adalah varietas genjah
agar umurnya lebih pendek sehingga saat surplus air dapat dimanfaatkan
penanaman hingga panen.
Awal bulan nopember merupakan awal musim hujan namun pada
dekade pertama masih terjadi defisit air. Maka penanaman padi kesatu dapat
9
mulai. Jika persiapan hingga panen memerlukan waktu empat bulan maka
saat penanaman padi kedua yaitu pada bulan maret masih terdapat air
namun bulan april hingga juni terjadi defisit air. Maka varietas padi yang
ditanam mengunakan padi lahan kering. Penanaman padi ketiga pada bulan
juli jika tetap tidak dapat diusahakan pengairan maka padi yang ditanam
menggunakan varietas lahan kering.
2. Padi - Padi - Palawija
Penanaman dengan pola tanam padi-padi-palawija dapat dimulai
dengan penanaman padi pertama saat awal musim yaitu awal nopember.
Persiapan dimulai bulan oktober sehingga pada awal musim penanaman
telah siap. Pada bulan pebruari penanaman padi kedua dapat dilaksanakan
sehingga pada waktu defisit air yaitu pada bulan juni hingga oktober dapat
digunakan untuk penanaman palawija dan pengolahan tanah.
3. Padi - Padi - Bero
Untuk memperbaiki keadaan tanah maka disamping dilakukan penanaman
dapat juga dilakukan pemberoan. Jika padi ditanam dua kali seperti pola
tanam padi-padi-palawija maka waktu penanaman palawija dapat digunakan
untuk pemberoan dan pengolahan tanah. Waktu penanaman padi dapat
disamakan dengan pola tersebut.
4. Padi - Palawija - Bero
Menurut rekomendasi Oldeman, pola tanam yang sesuai untuk tipe
iklim ini yaitu hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun
tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Pola tanam ini sesuai dengan
rekomendasi Oldeman maka penanaman padi dapat dilakukan saat terjadi
surplus air yaitu pada bulan nopember hingga maret. Dengan waktu lima
bulan ini maka pertumbuhan padi dapat dioptimalkan. Sedangkan
10
penanaman palawija ini dapat disesuaikan dengan jenis palawija dengan
kebutuhannya terhadapa air. Jika palawija yang ditanam tidak terlalu tahan
kekeringan maka penanamannya dapat dilakukan bulan maret disesuaikan
saat surplus air sehingga waktu untuk penanaman padi lebih dimajukan dan
sisanya untuk palawija. Jika palawija yang ditanam tahan terhadap
kekeringan maka penanamannya dapat dilakukan bulan april kemudian
dilakukan pemberoan.
5. Padi - Padi
Jika penanaman padi akan dilaksanakan dua kali dalam satu tahun
tanpa kegiatan lagi. Maka penanaman padi pertama dilakukan saat surplus
air yaitu bulan nopember hingga maret. Sedangkan penanaman padi kedua
dapat digunakan padi lahan kering yang ditanam setelah padi kedua.
Varietas padi dapat menggunakan varietas berumur panjang karena dalam
satu tahun hanya dilakukan dua kali penanaman.
11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Keuntungan Pola Tanam Tumpangsari
Keuntungan pola tanam tumpang sari inter cropping antara lain:
a. Efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena persiapan tanam,
pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya
lebih mudah dimekanisir
b. Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan mengatur jarak
diantara dan didalam barisan
c. Menghsilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar
d. Perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga
tanaman yang ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan
tekstur tanah
e. Resiko kegagalan panen berkurang bila di bandingkan dengan
monokultur
f. Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi
karena penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien
g. Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas
biologis terhadap serangan hama dan penyakit.
3.2 Kelemahan Pola Tanam Tumpangsari
Kelemahan pola tanam tumpang sari inter cropping antara lain:
a. Persaingan dalam hal unsur hara
12
Dalam pola tanam tumpangsari, akan terjadi persaingan dalam menyerap
unsur hara antar tanaman yang ditanam. Sebab, setiap tanaman memiliki
jumlah kebutuhan unsur hara yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup
kemungkinan bahwa salah satu tanaman akan mengalami defisiensi unsur
hara akibat kkalah bersaing dengan tanaman yang lainnya.
b. Pemilihan komoditas
Diperlukan wawasan yang luas untuk memilih tanaman sela sebagai
pendamping dari tanaman utama, karena tidak semua jenis tanaman cocok
ditanam berdampingan. Kecocokan tanaman-tanaman yang akan
ditumpangsarikan dapat diukur dari kebutuhan unsur haranya, drainase,
naungan, penyinaran, suhu, kebutuhan air, dll.
c. Permintaan Pasar
Pada pola tanam tumpangsari, tidak selalu tanaman yang menjadi
tanaman sela, memiliki permintaan yang tinggi. Sedangkan, untuk memilih
tanaman sela yang cocok ditumpangsarikan dengan tanaman utama,
merupakan usaha yang tidak mudah karena diperlukan wawasan yang lebih
luaslagi. Maka dari itu, diperlukan strategi pemasaran yang tepat agar hasil
dari tanaman sela tersebut dapat mendatangkan keuntungan pula bagi
petani.
d. Memerlukan tambahan biaya dan perlakuan
Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu
diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di
antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama
penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat
penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada
13
selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan
produksi secara optimal.
Kesuburan tanah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk
menghindar persiangan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan
antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan
dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam
dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal.
Sebaran sinar matahari penting, hal ini bertujuan untuk menghindari
persiangan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan
sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang
ditumpangsarikan. Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang
ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari,
lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara terakhir
akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan.
Antisipasi adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi
resiko serangan hama maupun penyakit pada pola tanam tumpangsari.
Sebaiknya ditanam tanam-tanaman yang mempunyai hama maupun penyakit
berbeda, atau tidak menjadi inang dari hama maupun penyakit tanaman lain
yang ditumpangsarikan.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teknik pergiliran tanaman ada dua macam, yaitu polikultur
(tumpangsari) dan pergiliran tanaman (rotasi tanaman). Polikultur (disebut Juga
tumpangsari) adalah penanaman dua tanaman secara bersama-sama atau
dengan interval waktu yang singkat, pada sebidang lahan yang sama.
Tumpangsari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara
tanaman semusim dengan tanaman tahunan.
Tumpangsari ditujukan untuk memanfaatkan lingkungan (hara, air dan
sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh produksi maksimum. Keuntungan
pola tanam tumpang antara lain: efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena
persiapan tanam, pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan
pemungutannya lebih mudah dimekanisir. Banyaknya tanaman per hektar
mudah diawasi dengan mengatur jarak diantara dan didalam barisan,
menghsilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar. Perhatian lebih dapat
di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat
dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah, resiko kegagalan panen
berkurang bila di bandingkan dengan monokultur, kemungkinan merupakan
bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena penggunaan tanah dan sinar
15
matahari lebih efisien, banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan
stabilitas biologis terhadap serangan hama dan penyakit.
Sedangkan kelemahan dalam pola tanama tumpangsari, antara lain :
Persaingan dalam hal unsur hara, sulit dalam memilih komoditas yang cocok
dijadikan sebagai tanaman sela, sulit dalam menyesuaikan antara tanaman sela
dengan permintaan pasar, memerlukan tambahan biaya dan perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Jumin, Hasan Basri. 1998. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta : Rajawali.
Marzuki, H. A. Rasyid, Soeprapto. 2004. Bertanam Kacang Hijau. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Najiyati, Sri. 1992. Palawija, Budidaya, dan Analisis Usaha Tani. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Sunaryo, Hendro. 1984. Pengantar Pengetahuan Dasar Hortiklutura
(Produksi Hortikultura I). Bandung : Sinar Baru Bandung.
Tim Penulis PS. 1993. Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran
Tembakau. Jakarta : Penebar Swadaya.
16